Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL PENELITIAN BAKTERI COLIFORM

PADA BEBERAPA DEPOT AIR ISI ULANG


DI KOTA KUPANG

Disusun Oleh
NAMA : AFLI SINDRI DACOSTA ALNABE
NIM :PO530333319798
TINGKAT :2A

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLTEKKES KEMENKES KUPANG
2020
BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan paling vital bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Tubuh manusia terdiri dari sekitar 65 % air. Makhluk hidup yang kekurangan air
cukup banyak dapat berakibat fatal atau bahkan mengakibatkan kematian. Manusia
memerlukan 2,5 – 3 liter air untuk minum dan makan (Sutjahyo,2000).

Kebutuhan air minum setiap orang bervariasi dari 2,1 liter hingga 2,8 liter per hari,
tergantung pada berat badan dan aktivitasnya. Air minum harus memenuhi persyaratan
fisik, kimia, maupun bakteriologis (Suriawiria, 1996).

Data Departemen Kesehatan (1994), rata-rata keperluan air Indonesia adalah 60


liter per kapita, meliputi : 30 liter untuk keperluan mandi, 15 liter untuk keperluan minum
dan sisanya untuk keperluan lainnya. Negara-negara yang sudah maju, ternyata jumlah
tersebut sangat tinggi, seperti : kota Paris (Perancis) 480 liter, kota Tokyo (Jepang) 530
liter dan kota Uppsala (Swedia) 750 liter per kapita per hari.

Data Departemen Kesehatan (2004), syarat-syarat air minum adalah tidak berasa,
tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Air dari sumber alam
dapat diminum oleh manusia tetapi masih terdapat resiko bahwa air ini telah tercemar oleh
bakteri (misalnya Escherichia coli) atau zat-zat berbahaya. Bakteri dapat dibunuh dengan
memasak air hingga 1000 C, banyak zat berbahaya, terutama logam, tidak dapat
dihilangkan dengan cara ini (Suprihatin dalam kompas, 2003).

Air tawar bersih yang layak minum semakin langka di perkotaan. Sungai-sungai
yang menjadi sumbernya sudah tercemar berbagai macam limbah, mulai dari buangan
sampah organik, rumah tangga hingga limbah beracun dari industri. Air tanah sudah tidak
aman dijadikan bahan air minum karena telah terkontaminasi rembesan dari tangki septik
maupun air permukaan. Hal ini membuat semakin banyak industri pengolahan air minum
dalam kemasan (AMDK) yang menjawab tantangan dalam penyediaan air bersih terutama
air minum.
Menurut Athena,dkk (2003), air minum dalam kemasan adalah air yang mengalami
proses pemurnian baik secara ultraviolet, ozonisasi ataupun keduanya dengan tahap filtrasi.
Hal ini membuat air bersih ini dapat dipakai untuk berbagai keperluan.

Negara Indonesia pertama kali memproduksi air minum dalam kemasan dengan
merk “AQUA” pada tahun 1972. Air minum dalam kemasan berkembang pesat. Harga air
minum dalam kemasan terasa mahal dan hanya dapat dijangkau oleh golongan ekonomi
menengah ke atas. Harga yang ditawarkan air minum isi ulang dapat lebih murah lantaran
tidak memerlukan biaya pengiriman dan pengemasan (Zuhri, 2009).

Keterbatasan daya beli masyarakat terhadap air minum dalam kemasan


menyebabkan sebagian besar masyarakat lebih memilih membeli air minum isi ulang yang
disediakan oleh Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) dengan harga yang relatif lebih
murah dan terjangkau tanpa mempertimbangkan kualitas. Hasil pengujian laboratorium
yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) atas kualitas depo air minum
isi ulang di Jakarta menunjukkan adanya cemaran mikroba dan logam berat pada sejumlah
sample (Kompas, 2003).

Masyarakat atau pasar masih memiliki persepsi bahwa depot air minum isi ulang
ini air bakunya adalah berasal dari sumber mata air pegunungan yang memenuhi syarat-
syarat kesehatan. Air baku dapat diambil dari berbagai sumber. Tingkat higienitas depot
air minum isi ulang memang tidak dapat ditentukan. (Siswanto, 2004).

Bakteri coliform dicurigai berasal dari tinja. Kehadiran bakteri ini di dalam
berbagai tempat mulai dari air minum, bahan makanan ataupun bahan-bahan lain untuk
keperluan manusia, tidak diharapkan dan bahkan sangat dihindari. Hubungan antara tinja
dan bakteri coliform dapat menjadikan bakteri ini sebagai indikator alami kehadiran materi
fekal. Suatu subtrat atau benda misalnya air minum didapatkan bakteri ini, langsung
ataupun tidak langsung air minum tersebut dicemari materi fekal (Suriawiria, 1996).

Hasil pemaparan tersebut dan keterkaitan antara kebutuhan air minum isi ulang dan
tingkat keamanannya dari cemaran bakteri yaitu Escherichia coli pada depot air minum isi
ulang (DAMIU) melatarbelakangi dilakukan penelitian ini pada depot air minum isi ulang
di wilayah Kecamatan Pontianak Barat Kota Kupang

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Bakteri coliform adalah bakteri yang dijadikan indikator alami pencemaran pada
wilayah perairan. Keberadaan bakteri ini ke wilayah perairan dari tinja yang dapat berasal
dari manusia, ataupun hewan. Bakteri ini membuat air yang dipakai menjadi tidak higienis
lagi terutama sebagai bahan baku air minum. Rumusan masalah yang akan dibahas pada
penelitian ini adalah apakah ada pencemaran bakteri Escherichia coli pada produksi air
minum di sejumlah depot air minum isi ulang di Kecamatan Pontianak Barat Kota
Pontianak dan dari manakah sumber bahan baku yang digunakan depot air minum isi ulang
tersebut serta bagaimanakah proses produksi air minum pada sejumlah depot air minum isi
ulang tersebut?

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Hasil pemaparan dari latar belakang dan perumusan masalah,


maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui tingkat pencemaran coliform pada air minum dari beberapa depot
air minum isi ulang yang ada di Kota Pontianak.

2. Mendapatkan informasi sumber air bahan baku & pengolahan air pada depot
air minum isi ulang tersebut.

Manfaat dari hasil penelitian ini yaitu :

1. Database tingkat pencemaran bakteri coliform pada air minum yang dihasilkan
dari depot air minum isi ulang.

2. Mendapatkan info sumber bahan baku air dan proses pengolahan air minum
isi ulang tersebut.

1.4 HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis yang dapat diberikan pada penelitian ini yaitu, air minum isi ulang
beberapa Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) di wilayah Kota Kupang positif tercemar
bakteri Escherichia coli.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan Air Bagi Kehidupan


Manusia dan makhluk hidup lain yang tidak hidup di dalam air senantiasa mencari
tempat-tempat tinggal dekat air supaya mudah mengambil air untuk keperluan hidupnya.
Desa atau kota zaman dulu berada di sekitar sumber air, di tepi sungai, atau di tepi danau.
Manusia yang lebih maju saat ini, tempat tinggalnya tidak perlu dekat dengan sumber air.
Manusia modern menggunakan saluran pipa dan didistribusikan ke berbagai wilayah.
Teknologi ini membuat kebutuhan masyarakat terhadap air bersih dapat
terpenuhi (Prawiro, 1989).

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting
bagi kehidupan. Air juga dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, sehingga
merupakan modal dasar pembangunan dan penting bagi kelangsungan hidup. Air minum
seharusnya dibedakan dengan air bersih. Air bersih dipergunakan untuk berbagai
kepentingan rumah tangga seperti mandi, mencuci piring, dan mencuci pakaian, tetapi tidak
dapat langsung diminum, karena mungkin masih mengandung bakteri patogen
(Zuhri, 2009).

2.2 Pengertian Air Minum

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 907/MENKES/SK/VII


tahun 2002, tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air, yang dimaksud air minum
adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi
syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Purwana dan Rachmadi,2003).

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia


Nomor: 651/MPP/Kep/10/2004 yaitu tentang persyaratan teknis Depot air minum dan
perdagangannya. Air minum adalah air baku yang telah diproses dan aman untuk diminum
(Sulistyawati dan Dwi,1997).

2.3 Penggolongan Air Minum

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor: 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas air
minum adalah (Purwana dan Rachmadi,2003):

a. Air yang didistribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah tangga.

b. Air yang didistribusikan melalui tangki air

c. Air kemasan
d. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang
disajikan kepada masyarakat.

2.4 Karakteristik Air Minum

Air minum dipengaruhi oleh kondisi negara masing-masing, perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi. Dunia dilanda krisis air karena semakin menurunnya kualitas
air akibat pencemaran, maka dikeluarkan standar persyaratan kualitas air minum.
Indonesia memiliki standar persyaratan kualitas air ditetapkan oleh Departemen Kesehatan
mulai tahun 1975, kemudian diperbaiki tahun 1990 dan diperbaiki lagi tahun
2002. Kualitas air minum memiliki persyratan sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat - syarat dan
Pengawasan Kualitas air minum, adalah meliputi persyaratan: Bakteriologi, Kimiawi,
Radioaktif dan Fisik (Purwana dan Rachmadi,2003).

2.5 Standarisasi Air Bersih dan Air Minum

Air bersih yang baik harus sesuai peraturan internasional (WHO dan APHA)
ataupun peraturan nasional atau setempat. Kualitas air bersih di Indonesia harus memenuhi
persyaratan yang tertuang dalam peraturan Menteri Kesehatan RI
No.173/Men.Kes/Per/VIII/77 dimana setiap komponen yang diperkenankan berada di
dalamnya harus sesuai (Widianti dan Ristiati, 2004).

Kualitas air tersebut menyangkut:

a) Kualitas fisik yang meliputi kekeruhan, temperatur, warna, bau dan


rasa. Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik
yang terkandung di dalam air seperti lumpur dan bahan-bahan yang berasal dari
buangan. Kekeruhan di dalam air dihubungkan dengan kemungkinan pencemaran oleh air
buangan.

b) Kualitas kimia yang berhubungan dengan ion-ion senyawa ataupun logam yang
membahayakan, di samping residu dari senyawa lainnya yang bersifat racun, seperti antara
lain residu pestisida. Senyawa-senyawa ini kemungkinan besar bau, rasa dan warna air
akan berubah, seperti yang umum disebabkan oleh adanya perubahan pH air. Kelompok
logam berat seperti Hg, Ag, Pb, Cu, Zn, tidak diharapkan kehadirannya di dalam air.
c) Kualitas biologis, berhubungan dengan kehadiran mikroba patogen (penyebab
penyakit, terutama penyakit perut), pencemar (terutama bakteri coli) dan penghasil toksin.

Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak
berbau. Air minum juga tidak mengandung kuman patogen dan segala mahkluk yang
membahayakan kesehatan manusia, tidak mengandung zat kimia yang dapat mengganggu
fungsi tubuh, dapat diterima secara estetis dan tidak merugikan secara
ekonomis (Dwidjoseputro, 1990).

Standar air minum yang mencakup peraturan yang memberi petunjuk tentang
kontaminasi berbagai parameter yang sebaiknya diperbolehkan ada dalam air
minum. Standar ini berbeda antara satu negara dengan negara yang lain tergantung
pada social kultural termasuk kemajuan teknologinya. Standar suatu negara seharusnya
layak bagai keadaan sosial ekonomi dan budaya setempat. untuk negara berkembang
seperti indonesia, perlu didapat cara-cara pengolahan air yang relatif murah sehingga
kualitas air yang dikonsumsi masyarakat dapat dikatakan baik dan memenuhi syarat.
Parameter yang disyaratkan meliputi; Parameter fisik, kimiawi, biologis dan radiologist
(Suriawiria, 1996).

2.6 Pengolahan Air Minum

Pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat


suatu zat. Hal ini sangat penting artinya bagi air minum. Perkembangan peradaban serta
semakin banyaknya aktivitas manusia, maka akan menambah pencemaran terhadap air.
Laporan keadaan lingkungan di dunia pada tahun 1992 menyatakan bahwa air sudah
saatnya menjadi benda ekonomis, karena itu pengelolaan sumber daya air sangat penting.
Pengolahan air minum dilakukan tergantung dari kualitas air baku yang digunakan baik
pengolahan sederhana sampai dengan pengolahan yang kompleks. Pengolahan air baku ini
dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air sehingga aman dan tidak membahayakan
bagi kesehatan masyarakat yang menggunakannya (Suriawiria, 1996).

Prinsip pengolahan air minum terdiri dari (Suriawiria, 1996):

1). Pengolahan Fisik

Pengolahan ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kotoran-kotoran


kasar, penyisiran lumpur serta mengurangi zat-zat organik.
2). Pengolahan Kimia

Pengolahan kimia yaitu suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat kimia
untuk membantu proses selanjutnya, misalnya dengan pembubuhan kapur.

3). Pengolahan Bakteriologis

Suatu pengolahan untuk membunuh atau memusnahkan bakteri-bakteri yang


terkandung dalam air minum yakni dengan cara pembubuhan bahan desinfektan.

Proses sanitasi air dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu (Widianti dan
Ristiati, 2004):

1. Sanitasi air yang paling sederhana dengan memanaskan air hingga titik didih.

2. Dengan klorinasi atau pencampuran kaporit kedalam air.

3. Penggunaan senyawa perak.

Alternatif ini jarang digunakan. Perak nitrat biasanya digunakan dengan


mencampurkannya ke dalam air.

4). Ultraviolet.

Air dialirkan melalui tabung dengan lampu ultraviolet berintensitas tinggi,


sehingga bakteri terbunuh oleh radiasi sinarultraviolet. Intensitas lampu ultraviolet yang
dipakai harus cukup. Sanitasi air yang efektif diperlukan intensitas sebesar 30.000 MW
sec/cm2 (micro watt detik per sentimeter persegi). Radiasi sinar ultraviolet dapat
membunuh semua jenis mikroba bila intensitas dan waktunya cukup. Residu atau hasil
samping tidak ada dari proses penyinaran dengan UV. Lampu UV harus dibersihkan secara
teratur dan harus diganti paling lama satu tahun. Air yang akan disinari dengan UV harus
telah melalui filter halus dan karbon aktif untuk menghilangkan partikel tersuspensi, bahan
organik, dan Fe atau Mn (jika konsentrasinya cukup tinggi).

5. Ozonisasi.

Ozon merupakan oksidan kuat yang mampu membunuh bakteri patogen,


termasuk virus. Penggunaan ozon menguntungkan karena pipa, peralatan dan kemasan
akan ikut di sanitasi sehingga produk yang dihasilkan akan lebih terjamin selama tidak ada
kebocoran di kemasan. Ozon merupakan bahan sanitasi air yang efektif disamping sangat
aman.
2.7 Penjernihan Air Minum

Penjernihan air minum dapat dilakukan dengan proses filtrasi. Filtrasi adalah
proses penyaringan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi dari air melalui media
berpori-pori. Zat padat tersuspensi dihilangkan pada waktu air melalui suatu lapisan materi
berbentuk butiran yang disebut media filter. Media filter biasanya pasir atau kombinasi
pasir, anthracite, garnet, polystyrene dan beads. Filter dengan bahan anthracite, kecepatan
filtrasinya dapat diperbesar menjadi 1,5 – 2 kali saringan kasir. Pasir yang paling baik untuk
bahan filter adalah pasir yang mengandung kuarsa (SiO2) lebih besar atau sama 90,8 %
(Winarno,1993).

Penghilangan zat padat tersuspensi dengan penyaringan memainkan peranan


penting, baik yang terjadi dalam pemurnian alami dari air tanah maupun dalam pemurnian
buatan dalam pemurnian instalasi pengolahan air (Sutrisno dan Eny, 1997).

Penyaringan (filtrasi) dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1) filtrasi dengan pasir
dan 2) filtrasi membran. Filtrasi pasir untuk memisahkan partikel berukuran besar (>3
mikrometer), mikrofiltrasi membran dapat memisahkan partikel berukuran lebih kecil (0,08
mikrometer), ultrafiltrasi dapat memisahkan makromolekul, nanofiltrasi dapat
memisahkan mikromolekul dan ion-ion bervalensi dua (misalnya Mg,Ca). Ion-ion dapat
dipisahkan dengan membran ”reverses osmosis”. Penggunaan mikrofiltrasi dapat
memisahkan bakteri, dan penggunaan ultrafiltrasi dapat memisahkan bakteri dan virus
(Widianti dan Ristiati, 2004).

Bahan tersuspensi dapat dihilangkan dengan cara koagulasi/flokulasi, sedimentasi,


filtrasi pasir atau membran filtrasi (mikrofiltrasi). Bahan-bahan terlarut dapat dihilangkan
dengan aerasi (misalnya Fe dan Mn), oksidasi (misalnya dengan ozonisasi atau radiasi UV),
adsorpsi dengan karbon aktif atau mebran filtrasi (reversed osmosis) (Widianti dan Ristiati,
2004).
Proses pengolahan air minum pada prinsipnya harus mampu menghilangkan semua
jenis polutan, baik pencemaran fisik, kimia maupun mikrobiologis. Bisnis air minum isi
ulang merupakan fenomena yang tidak dapat dihilangkan. Pengaturan berupa standar
produk dan prosesnya sangat diperlukan dalam mengawasi
pelaksanaanya. Pihakkonsumen akan terlindungi dan juga usaha air minum isi ulang itu
sendiri

Gambar 1. Skema proses pengolahan air minum

(Widianti dan Ristiati, 2004).

2.8 Bakteri Indikator Tingkat Higienitas Air Minum

Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan


menunjukkan bahwa air atau makanan tersebut pernah tercemar oleh feses manusia.
Bakteri-bakteri indikator sanitasi umumnya adalah bakteri yang lazim terdapat dan hidup
pada usus manusia. Bakteri tersebut pada air atau makanan menunjukkan bahwa dalam satu
atau lebih tahap pengolahan air atau makanan pernah mengalami kontak dengan feses yang
berasal dari usus manusia dan oleh karenanya mungkin mengandung bakteri patogen lain
yang berbahaya (Widianti dan Ristiati, 2004).

Koliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya
polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu dan produk-produk
susu. Koliform sebagai suatu kelompok dicirikan sebagai bakteri berbentuk batang, gram
negatif, tidak membentuk spora, aerobik dan anaerobic fakultatif yang memfermentasi
laktosa dengan menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35oC. Bakteri
koliform yang berada di dalam makanan/minuman menunjukkan kemungkinan adanya
mikroba yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan
(Suriawiria,1996).

Bakteri Coliform berdasarkan asal dan sifatnya dibagi menjadi dua golongan
(Suriawiria, 1996):

1). Coliform fekal, seperti Escherichia coli yang betul-betul berasal dari tinja

manusia.

2). Coliform non fekal, seperti aerobacter dan Klebsiella yang bukan berasal

dari tinja manusia tetapi biasanya berasal dari hewan atau tanaman yang

telah mati.

Sifat-sifat Coliform Bacteria yang penting adalah (Suriawiria, 1996):

a). Mampu tumbuh baik pada beberapa jenis substrat dan dapat mempergunakan
berbagai jenis karbohidrat dan komponen organik lain sebagai sumber energi dan beberapa
komponen nitrogen sederhana sebagai sumber nitrogen.

b). Mempunyai sifat dapat mensistesa vitamin.

c). Mempunyai interval suhu pertumbuhan antara 10-46,50C.

d). Mampu menghasilkan asam dan gas gula.

e). Dapat menghilangkan rasa pada bahan pangan.

f). Pseudomonas aerogenes dapat menyebabkan pelendiran.

Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam usus
besar manusia sebagai flora normal. Bakteri ini bersifat unik karena dapat menyebabkan
infeksi primer pada usus, misalnya diare pada anak, seperti juga kemampuannya
menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain di luar usus. Escherichia coli terdiri dari 2
species yaitu: Escherichia coli dan Escherichia hermanis (Zuhri,2009).

Escherichia coli sebagai salah satu contoh terkenal mempunyai beberapa spesies
hidup di dalam saluran pencernaan makanan manusia dan hewan berdarah
panas. Escherichia coli mula-mula diisolasi oleh Escherich pada tahun 1885 dari tinja bayi.
(Suriawiria, 1996).

2.9 Batasan Kandungan Bakteri pada Air Minum

Air minum yang baik dapat diukur terbebas dari bakteri atau tidak, pegangan yang
digunakan adalah E.coli. Air minum dapat diperiksa dengan menggunakan Membrane
Filter Technique maka 90% dari contoh air diperiksa selama 1 bulan harus bebas
dari E.coli. E.coli digunakan sebagai patokan dalam menentukan syarat bakteriologis
karena pada umumnya bibit penyakit ini ditemukan pada kotoran manusia dan relatif lebih
sukar dimatikan dengan pemanasan air (Hartini,2009).

Medium pada umumnya terdiri atas bahan-bahan sebagai berikut (Zuhri,2009):

a. Air

Air mutlak perlu untuk kegiatan sel hidup, karena merupakan penyusun utama sel.
Fungsi air yang lain adalah sebagai sumber oksigen dan pelarut. Pembuatan media
digunakan air suling.

b. Pepton

Pepton merupakan bentuk hasil antara hidrolisa protein alam oleh enzim
proteolitik, misalnya tripsin, papain, dan lain- lain. Fungsi yang terpenting dari pepton
dalam medium adalah sebagai sumber nitrogen, juga karena asam amino merupakan
senyawa yang bersifat amfoter.

c. Ekstrak daging

Ekstrak daging berfungsi memberi substansi tertentu yang dapat merangsang


aktivitas bakteri, yaitu enzim yang dapat mepercepat pertumbuhan bakteri.

d. Agar

Agar berguna sebagai bahan pemadat medium.

e. Natrium klorida (garam)

Garam biasanya ditumbuhkan ke dalam media untuk menaikkan tekanan osmose.

f. Senyawa anorganik
Kebutuhan bakteri akan senyawa anorganik tidak banyak diketahui, tetapi unsur-
unsur ini biasanya ditambahkan ke dalam medium, yaitu Na, Mg, K, Fe, S, dan P. Unsur-
unsur Cl, C, N, dan H biasanya sudah terdapat dalam zat anorganik penyusun medium.

g. Senyawa yang dapat difermentasikan

Senyawa yang dapat difermentasikan ini biasanya merupakan suatu karbohidrat


gula. Senyawa ini mempunyai dua fungsi dalam medium, yaitu sebagai sumber energi dan
memberi reaksi yang membantu identifikasi.

Jumlah koliform dapat dihitung dengan menggunakan metode Most Probable


Number (MPN). Bakteri coli dari air dapat diperiksa
keberadaannya dengan menggunakan medium kaldu laktosa yang ditempatkan di dalam
tabung reaksi berisi tabung durham (tabung kecil yang letaknya terbalik, digunakan untuk
menangkap gas yang terjadi akibat fermentasi laktosa menjadi asam dan gas). Cara-cara
yang digunakan adalah sistem 3-3-3 (3 tabung untuk 10 ml, 3 tabung untuk 1,0 ml, 3 tabung
untuk 0,1 ml) atau 5-5-5. Bakteri coli yang didapatkan memiliki pengaruh yang besar
terhadap kehidupan manusia, terbukti dengan kualitas air minum, secara bakteriologis
tingkatannya ditentukan oleh kehadiran bakteri tersebut.

2.10 Uji Kualitatif Koliform

Uji kualitatif koliform secara lengkap terdiri dari 3 tahap yaitu: (1) Uji penduga
(presumptive test), (2) Uji penguat (confirmed test) dan Uji pelengkap (completed
test) (Widianti dan Ristiati,2004).

1. Uji penduga (presumptive test)

Uji penduga merupakan uji kuantitatif koliform menggunakan metode MPN. Tes
pendahuluan dapat menunjukkan adanya bakteri koliform berdasarkan dari terbentuknya
asam dan gas yang disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan koli.
Tingkat kekeruhan pada media laktosa menandakan adanya zat asam. Gelembung udara
pada tabung durham menandakan adanya gas yang dihasilkan bakteri. Tabung dinyatakan
positif jika terbentuk gas sebanyak 10% atau lebih dari volume di dalam
tabung durham. Kandungan bakteri Escherichia coli dapat dilihat dengan menghitung
tabung yang menunjukkan reaksi positif terbentuk asam dan gas dan dibandingkan dengan
tabel MPN. Metode MPN dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam contoh
yang berbentuk cair. Inkubasi 1 x 24 jam hasilnya negatif, maka dilanjutkan dengan
inkubasi 2 x 24 jam pada suhu 350C. Waktu inkubasi selama 2 x 24 jam tidak terbentuk
gas dalam tabung Durham menunjukkan hasil negatif. Jumlah tabung yang positif dihitung
pada masing-masing seri. MPN penduga dapat dihitung dengan melihat tabel MPN.

2. Uji penguat (confirmed test)

Hasil uji dugaan dilanjutkan dengan uji ketetapan. Tabung yang positif terbentuk
asam dan gas terutama pada masa inkubasi 1 x 24 jam, suspensi ditanamkan pada media
Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) secara aseptik dengan menggunakan jarum inokulasi.
Koloni bakteri Escherichia coli tumbuh berwarna merah kehijauan dengan kilat metalik
atau koloni berwarna merah muda dengan lendir untuk kelompok koliform lainnya.

3. Uji pelengkap (completed test)

Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan uji kelengkapan untuk menentukan


bakteri Escherichia coli. Koloni yang berwarna pada uji ketetapan diinokulasikan ke dalam
medium kaldu laktosa dan medium agar miring Nutrient Agar (NA), dengan jarum
inokulasi secara aseptik. Tahapan selanjutnya adalah diinkubasi pada suhu 370C selama 1
x 24 jam. Hasil yang positif akan terbentuk asam dan gas pada kaldu laktosa, maka sampel
positif mengandung bakteri Escherichia coli. Media agar miring NA dibuat
pewarnaan gram dimana bakter Escherichia coli menunjukkan gram negatif berbentuk
batang pendek. Cara untuk membedakan bakteri golongan koli dari bakteri golongan coli
fekal (berasal dari tinja hewan berdarah panas), dilakukan duplo, dimana satu seri
diinkubasi pada suhu 370C (untuk golongan koli ) dan satu seri diinkubasi pada suhu 420C
(untuk golongan koli fekal). Bakteri golongan koli tidak dapat tumbuh dengan baik pada
suhu 420C, sedangkan golongan koli fekal dapat tumbuh dengan baik pada suhu 420C.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan di Laboratorium Mikrobiologi


Program studi Teknologi Laboratorium Medik Poktekkes Kemenkes Kupang.

3.2 Objek yang diteliti

Objek yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sampel air minum yang terdapat
di beberapa depot air minum isi ulang yang berada di Kecamatan Oebobo, Kota
3.3 Alat dan Bahan Penelitian

Alat – alat yang digunakan meliputi autoklaf, botol, cawan petri,


erlenmeyer, inkubator, kawat inokulasi, karet gelang, kertas sampul, jarum ose laminar air
flow, mikroskop cahaya, plastik mika, plastik pembungkus, spuit, tabung reaksi, tabung
Durham.

Bahan-bahan yang diperlukan meliputi sampel air, media EMBA (Eosin Methylen
Blue Agar), media NA (Nutrien Agar), kaldu laktosa, alkohol, dan kapas.

3.4 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan dari penelitian ini tersaji dalam tabel berikut ini:

3.5 Cara Kerja

1) Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data berdasarkan observasi lapangan dengan mengambil contoh


sampel air minum isi ulang sebanyak 100 ml yang ada di Kecamatan Pontianak Barat Kota
Pontianak yang terduga telah tercemar bakteri koliform. Uji air minum isi ulang tersebut
dapat dilakukan setelah uji pendahuluan di Laboratorium Mikrobiologi Program studi
Teknologi Laboratorium Medik Poktekkes Kemenkes Kupang.

2) Pelaksanaan Pengujian Air Minum Sampel

Pelaksanaan meliputi pengambilan sampel pada beberapa depot air minum isi
ulang (DAMIU), dan dilanjutkan dengan menggunakan uji penduga dengan 9 tabung (seri
3-3-3). Media pertumbuhan menggunakan kaldu laktosa yang masing-masing tabung berisi
9 ml dilengkapi tabung durham dengan posisi terbalik. Tiga seri tabung pertama diisikan
10 ml air minum sampel, tiga seri tabung kedua diisikan dengan 1 ml air minum sampel,
dan tiga seri tabung ketiga diisikan 0,1 ml air sampel. Tahap selanjutnya inkubasi selama
1-2 X 24 jam dengan diamati pembentukan gas pada tabung durham dan berubahnya media
menjadi keruh yang menandakan media menjadi asam karena adanya aktivitas bakteri
koliform. Hasil selanjutnya dianalisis dengan metode MPN (Most Probable Number) atau
metode JPT (Jumlah Perkiraan Terdekat) dengan penggunaan seri 3-3-3.

3) Wawancara

Wawancara dilakukan dengan pemilik dan karyawan depot air minum isi ulang
mengenai bahan baku produksi dan proses pengolahannya.

4) Pengumpulan Dokumen

Hasil wawancara dan pengujian berupa data yang dikumpulkan dan disusun
sebagai bahan acuan pembanding antara hasil pengujian di laboratorium dan di lapangan
yakni sumber bahan baku dan prosesnya menjadi produk.

3.6 Analisis Data

Analisis data berdasarkan kehadiran bakteri koliform melalui uji


penduga dibandingkan dengan tabel MPN (Most Probable Number) atau JPT (Jumlah
Perkiraan Terdekat) (Cappuccino & Sherman, 1987). Tabel tersebut dapat digunakan
untuk memperkirakan jumlah bakteri colifom dalam 100 ml sampel air.
IV. DAFTAR PUSTAKA

Athena, Sukar, Hendro, M.D, Anwar, M dan Haryono. 2003. Kandungan Bakteri
Total Coli dan Escherichia coli pada air minum dari depot air minum isi ulang di Jakarta,
Tangerang, dan Bekasi. Puslitbang Ekologi Kesehatan. Jakarta

Cappuccino, J.G & Sherman, N. 1987. Microbiology: A Laboratory Manual. The


Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. Menlo Park. California

Departemen Kesehatan. 2004. Kumpulan Perundang-Undangan di Bidang


Makanan. Bhakti Husada. Jakarta

Dwidjoseputro. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta


Hartini, S. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kontaminasi
Deterjen Pada Air Minum Isi Ulang di Depot Air Minum Isi Ulang di Kabupaten
Kendal. Tesis Program Magister Kesehatan Lingkungan. Universitas
Diponegoro. Semarang

Kompas. 2003. Mengamankan Air Minum Isi Ulang. Kamis 29 Mei. Jakarta

Prawiro, H. 1989. Ekologi Lingkungan Pencemaran. Penerbit Satyawacana.


Semarang

Purwana dan Racmadi. 2003. Pedoman dan Pengawasan Hygiene Sanitasi Depot
Air Minum. Depkes RI – WHO. Jakarta

Siswanto. 2004. Mencegah Depot Air Minum Isi Ulang


Tercemar. http://www.hakli.or.id. Diakses tanggal 1 April 2012

Sulistyawati dan Dwi. 1997. Studi Kualitas Bakteriologi Air Minum Isi Ulang
Tingkat Produsen di Kota Semarang. Rineka Cipta. Jakarta

Suprihatin. 2003. Sebagian Air Minum Isi Ulang Tercemar Bakteri


Coliform. Tim Penelitian Laboratorium Teknologi dan Manajemen lingkungan. IPB
dalam Kompas Sabtu 26 April. Jakarta

Suriawiria, U. 1996. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit


Angkasa. Bandung

Sutjahyo, B. 2000. Air Minum “Kebijakan Kemitraan Pemerintah dan Swasta


dalam penyediaan Air Minum Perkotaan”. Tirta Dharma. Jakarta

Sutrisno, T.C dan Eny, S. 1997. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka
Cipta. Jakarta

Widianti, P.M dan Ristiati, N.P. 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform Pada
Depo Air Minum Isi Ulang di Kota Singaraja Bali. Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas
P-MIPA IKIP Negeri Singaraja. Bali

Winarno, F.G. 1993. Air Untuk Industri Pangan. PT Gramedia. Jakarta

Zuhri, S. 2009. Pemeriksaan Mikrobiologis Air Minum Isi Ulang di Kecamatan


Jebres Kota Surakarta. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta

Anda mungkin juga menyukai

  • Cairan Sendi
    Cairan Sendi
    Dokumen28 halaman
    Cairan Sendi
    Afli Sindri Dacosta Alnabe
    Belum ada peringkat
  • Cairan Otak
    Cairan Otak
    Dokumen37 halaman
    Cairan Otak
    Afli Sindri Dacosta Alnabe
    Belum ada peringkat
  • IMUNOASAY
    IMUNOASAY
    Dokumen38 halaman
    IMUNOASAY
    Afli Sindri Dacosta Alnabe
    Belum ada peringkat
  • Biomolekuler 2a
    Biomolekuler 2a
    Dokumen20 halaman
    Biomolekuler 2a
    Afli Sindri Dacosta Alnabe
    Belum ada peringkat
  • Rubrum
    Rubrum
    Dokumen1 halaman
    Rubrum
    Afli Sindri Dacosta Alnabe
    Belum ada peringkat