Anda di halaman 1dari 5

Nama:Setya Nur Rahman

NIM:1711204062

1. a. Tipologi Beragama
- Ekslusivisme adalah suatu pandangan bahwa ajaran yang paling benar hanyalah
agama yang dipeluknya, agama lain sesat dan wajib dikikisnya, baik agama atau
pemeluknya dinilai terkutuk dalam pandangan Tuhan,
- Inklusivisme, berpandangan bahwa diluar agama yang dipeluknya juga terdapat
kebenaran, meskipun tidak seutuh dan sesempurna agama yang dipeluknya,
- Pluralisme, berpandangan bahwa secara teologis, pluralitas agama dipandang sebagai
suatu realitas niscaya, yang masing-masing berdiri sendiri,sejajar, sehingga semangat
misionaris atau dakwah mejadi tidak relevan,
- Elektivisme, sikap keberagamaan yang berusaha memilih dan mempertemukan
berbagai segi ajaran agama yang dipandang baik dan cocok untuk dirinya sendiri,
- Universalisme, beranggapan bahwa pada dasarnya semua agama adalah satu dan
sama.

b. Komponen Agama
- Iman, keyakinan dalam hati yang diucapkan dengan lisan serta diamalkan dengan
perbuatan.
- Amal Ibadah, sesungguhnya amal itu tergantung pada niat,amal ibadah itu hakikatnya
bersyukur pada Allah, bukan karena terpaksa.
- ihsan(kebaikan), ada 3 macam yaitu: 1.takwa 2. Kebaikan social 3. Kebaikan moral.

c. Sejarah
- Agama Yahudi, merupakan agama yang dikenal sebagai salah satu agama monoteisme
mutlak (tauhid). Ajaran tauhid meletakkan dasar kepercayaan Tuhan Esa pada tempat
pertama. Jika diruntut dari sejarahnya, agama ini merupakan kelanjutan dari agama tauhid
yang telah dirintis oleh Ibrahim/ Abraham.
- Agama Nasrani, adalah sebuah agama Abrahamik monoteistik berasaskan riwayat hidup
dan ajaran Yesus Kristus, yang merupakan inti sari agama ini. Agama Abrahamik yang
bermula sebagai sebuah sekte agama Yahudi era Bait Allah kedua pada pertengahan abad
pertama arikh Masehi.

2. a. Perbedaan
- Aqidah,
kita lihat dari maknanya berarti, keimanan yang pasti teguh dengan Rububiyyah Allah
Ta’ala, Uluhiyyah-Nya, para Rasul-Nya, hari Kiamat, takdir baik maupun buruk,
semua yang terdapat dalam masalah yang ghaib, pokok-pokok agama dan apa yang
sudah disepakati oleh Salafush Shalih dengan ketundukkan yang bulat kepada Allah
Ta’ala baik dalam perintah-Nya, hukum-Nya maupun ketaatan kepada-Nya serta
meneladani Rasulullah SAW.

Dengan demikian, jika Aqidah Islamiyyah disebutkan secara mutlak, maka yang
dimaksud adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena itulah pemahaman Islam
yang telah diridhai oleh Allah sebagai agama bagi hamba-Nya. Aqidah Islamiyyh
adalah aqidah tiga generasi pertama yang dimuliakan yaitu generasi sahabat, Tabi’in
dan orang yang mengikuti mereka dengan baik.

- Syariah
“al-Syarii’ah wa al-syir’ah: perkara agama yang Allah swt telah menetapkannya, dan
memerintahkan untuk selalu berpegang teguh dengannya, seperti sholat, puasa, haji.
Dan Allah swt telah mensyariatkan perkara tersebut, maksudnya adalah Allah swt
telah menetapkan perkara tersebut secara syar’iy (menurut hukum)”.

b. Persamaan

Antara aqidah dan syariah jelas terkait dengan ikatan yang sangat kuat. Seperti
pembahasan sebelumnya, boleh dibilang tidak ada aqidah tanpa syariah, dan tidak ada
syariah tanpa aqidah. Serta perlu dipahami “Kata al-syarii’ah, al-syarraa’, dan al-
masyra’ah bermakna al-mawaadli’ allatiy yunhadaru ila al-maa’ (tempat-tempat yang
darinya dikucurkan air). Al-syarii’ah dinamakan juga dengan syariat yang
disyariatkan (ditetapkan) Allah swt kepada hamba, mulai dari puasa, sholat, haji,
nikah dan sebagainya. Sedangkan kata al-syir’ah, menurut bahasa Arab artinya adalah
masyra’at al-maa’ (sumber air), yakni maurid al-syaaribah allatiy yasyra’uhaa al-
naas, fa yasyrabuuna minhaa wa yastaquuna (sumber air minum yang dibuka oleh
manusia, kemudian mereka minum dari tempat itu, dan menghilangkan dahaga).[5]
Sementara Aqidah memiliki arti ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang
mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah
berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah
dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id.[6] Jadi
kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah
aqidah; baik itu benar ataupun salah. Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi),
Yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa yang menjadi tenteram
karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak
tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Dengan demikian Keduanya ibarat dua
sisi mata koin yang tidak terpisahkan. Sayangnya, dalam implementasinya, seringkali
antara keduanya menjadi terpisah.
3. A. Deduktif dan Induktif

- Pendekatan Deduktif

Pengertian

Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika


untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis
yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dari
satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan
dari sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus (going from the general to the specific).

Contoh:

jika meneliti konsumsi rumah tangga untuk minyak, maka sebelum turun ke lapangan
yang dipersiapkan adalah teori konsumsi, permintaan dan penawaran barang, dll.
pertanyaan yang akan diajukan sudah jelas dan hampir baku, sampelnya jelas, dll. artinya
sudah disiapkan semua tinggal cari data.
Anda juga bisa membaca penjelasan tambahan tentang pendekatan deduktif di link
berikut.

- Pendekatan Induktif

Pengertian

Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan


berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan
pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum (going from specific to the general).
APB Statement No. 4 adalah contoh dari penelitian induksi, Statement ini adalah suatu
usaha APB untuk membangun sebuah teori akuntansi. Generally Accepted Accounting
Principles (GAAP) yang dijelaskan di dalam pernyataan (statement) dibangun
berdasarkan observasi dari praktek yang ada.

Contoh:
bisa jadi langsung ke lapangan untuk wawancara secara mengalir (contoh penelitian
tentang konflik pilkada di desa X) artinya tidak perlu pakai kuesioner tapi tetapi
menggunakan interview guide dan biasanya jenis pertanyaan terbuka dan di lapangan.

B. Filologi dan contohnya

Pengertian Filologi

Filologi merupakan satu kajian yang bertugas menelaah dan menyunting naskah untuk
dapat mengetahui isinya. Cabang ilmu ini memang belum banyak dikenal oleh
masyarakat luas, terutama di kalangan masyarakat Islam. Kekayaan dan warisan
intelektual Islam menjadi terabai, padahal warisan inteletual yang berupa karya tulis itu
sedemikian banyaknya. Di Indonesia saja, banyak peninggalan kitab klasik yang ditulis
oleh ulama nusantara.

Filologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani, yaitu kata “philos” yang berarti ‘cinta’
dan “logos” yang berarti ‘pembicaraan’, ‘kata’ atau ‘ilmu’. Secara etimologis filologi
berarti cinta kata-kata. Berasal dari bahasa Yunani, philologia, gabungan kata dari philos
= ‘CINTA’ dan logos = ‘PEMBICARAAN’ atau ‘ILMU’. Dalam bahasa Yunani,
philologia berarti ‘SENANG BERBICARA’.Dari pengertian ini kemudian berkembang
menjadi ‘SENANG BELAJAR’, ‘SENANG KEPADA ILMU’, ‘SENANG KEPADA
TULISAN-TULISAN’, dan kemudian ‘SENANG KEPADA TULISAN-TULISAN
YANG BERNILAI TINGGI’ seperti ‘karya-karya sastra’.

Contohnya
Misalnya Imam Nawawi al-Bantani yang telah menulis tidak kurang dari seratus kitab
berbahasa Arab dalam berbagai bidang keilmuan. Contoh lain, Syekh Mahfudh at-
Tarmasy yang menulis hingga 60 kitab meliputi tafsir, qiraah, hadits, dan sebagainya.

C. Istihsan

- Pengertian Istihsan

Istihsan, (Arab) dapat disebut juga preference (pilihan), berikut beberapa pengertisn
Istihsan : [1]
1. Berarti menganggap baik atau mencari yang baik.
2. Menetapkan suatu hukum terhadap sesuatu persoalah ijtihadiyah atas dasar prinsip-
prinsip umum ajaran Islam (keadilan, kasih sayang).
3. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang faqih (ahli fiqih), hanya karena dia merasa hal
itu adalah benar.
4. Argumentasi dalam pikiran seorang faqih tanpa bias diekpresikan secara lisan
olehnya.
5. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahatorang banyak.
6. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
7. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada
sebelumnya.
Menurut ulama ushul fiqh, ialah meninggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu
peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasar dalil syara’, menuju (menetapkan)
hukum lain dari peristiwa atau kejadian itu juga, karena ada suatu dalil syara’ yang
mengharuskan untuk meninggalkannya. Dalil yang terakhir disebut sandaran istihsan.

Contoh Istihsan :

1. Menurut Madzhab Hanafi: bila seorang mewaqafkan sebidang tanah pertanian, maka
termasuk yang diwaqafkannya itu hak pengairan, hak membuat saluran air di atas tanah
itu dan sebagainya. Hal ini ditetapkan berdasar istihsan. Menurut qiyas jali hak-hak
tersebut tidak mungkin diperoleh, karena mengqiyaskan waqaf itu dengan jual beli. Pada
jual beli yang penting ialah pemindahan hak milik dari penjual kepada pembeli. Bila
waqaf diqiyaskan kepada jual beli, berarti yang jual beli, berarti yang penting ialah hak
milik itu. Sedang menurut istihsan hak tersebut diperoleh dengan mengqiyaskan waqaf
itu kepada sewa-menyewa. Pada sewa-menyewa yang penting ialah pemindahan hak
memperoleh manfaat dari dari pemilik barang kepada penyewa barang. Demikian pula
halnya dengan waqaf. Yang penting pada waqaf ialah agar barang yang diwaqfkan itu
dapat di manfaatkan. Sebidang sawah hanya dapat dimanfaatkan jika memperoleh
pengairan yang baik. Jika waqaf itu diqiyaskan kepada jual beli (qiyas jali), maka tujuan
waqaf tidak akan tercapai, karena pada jual beli yang diutamakan pemindahan hak milik.
Karena itu perlu dicari asalnya yang lain, yaitu sewa-menyewa. Kedua peristiwa ini ada
persamaan ‘illatnya yaitu mengutamakan manfaat barang atau harta, tetapi qiyasnya
adalah qiyas khafi. Karena ada suatu kepentingan, yaitu tercapainya tujuan waqaf, maka
dilakukanlah perpindahan dari qiyas jali kepada qiyas khafi, yang disebut istihsan.

Anda mungkin juga menyukai