Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Disusun Oleh :
Nama : Putri Ayu Harum Kartika Sari
NIM : P27220019176

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


BERLANJUT PROFESI NERS POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
TAHUN 2021
BAB I

KONSEP TEORI

A. Pengertian
Demam adalah kondisi dimana suhu tubuh berada di atas normal
(Wardiyah et al., 2015). Suhu tubuh normal manusia berkisar pada 36-
37°C, namun saat demam dapat melebihi 37°C (Kurniati, 2016). Demam
antara lain disebabkan karena infeksi atau adanya ketidakseimbangan
antara produksi panas dan pengeluarannya (Salgado et al., 2016).
Meskipun demikian, demam berperan dalam meningkatkan perkembangan
imunitas spesifik dan nonspesifik dalam membantu pemulihan, pertahanan
terhadap infeksi dan sinyal bahwa tubuh sedang mengalami gangguan
kesehatan (Wardiyah et al., 2015).
Demam merupakan salah satu tanda penyakit yang paling umum.
Demam menjadi alasan di balik 15-25% kunjungan pasien di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar atau unit gawat darurat (Barbi et al., 2017). Di
Indonesia, sebanyak 30% kunjungan ke dokter anak disebabkan oleh
demam (IDAI, 2014). Meskipun pada beberapa kasus demam dapat
ditangani tanpa intervensi medis, demam tinggi dapat mengakibatkan
kejang demam. Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh 38ᵒC atau lebih yang disebabkan oleh proses di luar otak.
Sebagian besar kejang demam terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5
tahun. Ciri khas kejang demam adalah demamnya mendahului kejang.
Pada saat kejang, anak masih demam dan setelah kejang, anak langsung
sadar kembali (IDAI, 2014).
Kejang demam didefinisikan sebagai kejang pada anak usia lebih
dari 1 bulan, berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38֯C
yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat (SSP), tanpa adanya
riwayat kejang neonatal atau kejang tanpa sebab sebelumnya, dan tidak
memenuhi kriteria kejang simptomatik lainnya. Secara umum terdapat dua
jenis kejang demam, yaitu kejang demam sederhana (KDS), yang
mencakup hampir 80% kasus dan kejang demam kompleks (KDK).
Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling banyak terjadi pada
anak, mengenai 2-5% anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun dengan puncak
onset antara usia 18-22 bulan. (Made&Dewi., 2019)
Jadi, kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling
sering ditemukan pada anak, hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan
sampai 4 tahun. Masalah hipertermia pada kejang demam (febris
convulsion/stuip/step) tidak di sebabkan oleh proses di dalam kepala (otak:
seperti meningitis atau radang selaput otak, ensifilitis atau radang otak)
tetapi diluar kepala misalnya karena adanya infeksi di saluran pernapasan,
telinga atau infeksi di saluran pencernaan. Jika hipertemia pada pasien
kejang demam tidak teratasi maka akan terjadi kerusakan neurotransmitter,
epilepsi, kelainan anatomis di otak, mengalami kecacatan atau kelainan
neurologis, dan kemungkinan mengalami kematian.

B. Klasifikasi

Klasifikasi febris/demam menurut Jefferson (2010), adalah :

1. Fever
Keabnormalan elevasi dari suhu tubuh, biasanya karena proses
patologis.
2. Hyperthermia
Keabnormalan suhu tubuh yang tinggi secara intensional pada
makhluk hidup sebagian atau secara keseluruhan tubuh, seringnya
karena induksi dari radiasi (gelombang panas, infrared), ultrasound
atau obat – obatan.
3. Malignant Hyperthermia
Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan berlebihan yang menyertai
kekakuan otot karena anestesi total
Menurut Nurarif (2015) klasifikasi demam adalah sebagai berikut:

1. Demam Septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari.
Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang
tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam
hektik.
2. Demam Remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai
suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat
mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat
demam septik.
3. Demam Intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali
disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
4. Demam Kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.
Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
5. Demam Siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti
oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit
tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien
dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan
suatu sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran
kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan
segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para
pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya
merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau
penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak
harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial. (Nurarif, 2015)

C. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah:
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5⁰C - 39⁰C)
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. Menggigil
6. Dehidrasi
7. Kehilangan nafsu makan

Menurut Lestari (2016) tanda dan gejala demam thypoid yaitu :

1. Demam
2. Gangguan saluran pencernaan
3. Gangguan kesadaran
4. Relaps (kambuh)

D. Etiologi
Demam merupakan gejala yang muncul karena adanya berbagai
macam reaksi yang timbul pada tubuh, dan menandakan bahwa melakukan
perlawanan terhadap suatu penyakit. Namun berbagai penelitian setuju
bahwa penyebab terbesar adalah infeksi. Penelitian di RSCM menemukan
bahwa angka kejadian demam yang diakibatkan oleh infeksi mencapai
angka 80%, sedangkan sisanya adalah karena kolagen-vaskuler sebanyak
6%, dan penyakit keganasan sebanyak 5%. Untuk penyakit infeksi karena
bakteri mencakup tubercolosis, bakterimia,demam tifoid, dan infeksi
sakuran kemih (ISK) sebagai penyebab tertinggi ( Bakry b, Tumberlaka A,
Chair I. 2008 )
Dalam studi yang dilakukan oleh Limper M et. al (2011), mereka
mendapatkan temuan yang sama seperti yang dilakuakn di RSCM.
Ditemukan bahwa infeksi merupakan penyebab demam terbanyak. Hal ini
sudah dipastikan melalui kultur darah. Ditemukan bahwa bakteri yang di
temukan paling banyak adalah bakteri gram positif dengan infeksi saluran
pernafasan atas dan bawah sebagai diagnosis terbanyak. Untuk bakteri
gram negatif sendiri lebih cendrung menyebabkan bakterimia,atau dengan
kata lainmemberikan infeksi sistematik. Hanya 1 dari 20 pasien yang
ditemukan dengan demam selain dari bakteri ( Limper M et, al. 2011 ).
Penyebab demam paling non infeksi yang dapat ditemukan adalah demam
karena kanker melalui jalur tumor, alergi, dan tranfusi darah ( Dalal S,
Donna S, Zhukovsky. 2006)

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada anak yang mengalami kejang demam adalah
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada anak yang mengalami kejang demam yang bertujuan untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam dan pemeriksaan
laboratorium antara lain pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum
(terutama pada anak yang mengalami dehidrasi, kadar gula darah,
serum kalsium, fosfor, magnesium, kadar Bloof Urea Nitrogen (BUN)
dan urinalisis. Pemeriksaan lain yang mungkin dapat membantu adalah
kadar antikonvulsan dalam darah pada anak yang mendapat
pengobatan untuk gangguan kejang serta pemeriksaan kadar gula darah
bila terdapat penurunan kesadaran berkepanjangan setelah kejang
(Arief, 2015).
2. Pungsi Lumbal
Pada anak kejang demam sederhana yang berusia menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis serta pada anak yang
memiliki kejang demam kompleks (karena lebih banyak berhubungan
dengan meningitis) dapat dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal dan
dilakukan pada anak usia 12 bulan karena tanda dan gejala klinis
kemungkinan meningitis pada usia ini minimal bahkan dapat tidak
adanya gejala. Pada bayi dan anak dengan kejang demam yang telah
mendapat terapi antibiotik, pungsi lumbal merupakan indikasi penting
karena pengobatan antibiotik sebelumnya dapat menutupi gajala
meningitis (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016).

F. Penatalaksanaan
Ngastiyah (2014), menjelaskan bahwa terdapat 4 faktor untuk
menangani kejang demam diantaranya adalah pemberantasan kejang
secepat mungkin, pengobatan penunjang, memberikan pengobatan rumat
serta mencari dan mengobati penyebab.
1. Memberantas kejang secepat mungkin, pada saat pasien datang dalam
keadaan kejang lebih dari 30 menit maka diberikan obat diazepam
secara intravena karena obat ini memiliki keampuhan sekitar 80-90%
untuk mengatasi kejang demam. Efek terapeutinya sangat cepat yaitu
kira-kira 30 detik dampai 5 menit. Jika kejang tidak berhenti makan
diberikan dengan dosis fenobarbital. Efek samping obat diazepam ini
adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernapasan,
laringospasme dan henti jantung (Newton, 2013).
2. Pengobatan penunjang yaitu dengan melepas pakaian ketat yang
digunakan pasien, kepala pasien sebaiknya dimiringkan untuk
mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk
menjamin kebutuhan oksigen dan bila perlu dilakukan inkubasi atau
trakeostomi serta penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur
dan diberikan oksigen. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan
darah, pernapasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Berikut
tindakan pada saat kejang :
a. Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan
pasangkan sudip lidih yang telah dibungkus kasa atau bila ada
guedel lebih baik;
b. Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien dan lepaskan
pakaian yang mengganggu pernapasan seperti ikat pinggang dan
gurita;
c. Bila suhu tinggi berikan kompres secara intensif;
d. Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat;
e. Menghisap lendir sampai bersih, berikan oksigen boleh sampai
4L/menit dan jika pasien upnea lakukan tindakan pertolongan;
(Ngastiyah, 2014).
f. Pengobatan rumat, pada saat kejang demam telah diobati kemudian
diberikan pengobatan rumat. Mekanisme kerja diazepam sangat
singkat, yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah di suntik. Oleh
karena itu harus diberikan obat antiepileptik dengan daya kerja
lebih lama misalnya fenobarbital atau defenilhidantoin.
Fenobarbital diberikan langsung setalh kejang berhenti dengan
diazepam. Lanjutan pengobatan rumat tergantung dari pada
keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi menjadi dua bagiam yaitu
profilaksis intermiten dan profilaksis jangka panjang (Natsume,
2016).
g. Mencari dan mengobati penyebab. Etiologi dari kejang demam
sederhana maupun epilepsi biasanya disebabkan oleh infeksi
pernapasan bagian atas serta otitis media akut. Cara untuk
penanganan penyakit ini adalah dengan pemberian obat antibiotik
dan pada pasien kejang demam yang baru datang untuk pertama
kalinya dilakukan pengambilan pungsi lumbal yang bertujuan
untuk menyingkirkan kemungkinan terdapat infeksi didalam otak
seperti penyakit miningitis (Arief, 2015).
Patel (2015), menjelaskan bahwa orang tua harus di ajari
bagaimana cara menolong pada saat anak kejang dan tidak boleh
panik serta yang penting adalah mencegah jangan sampai timbul
kejang serta memberitahukan orang tua tentang apa yang harus
dilakukan jika kejang demam berlanjut dan terjadi di rumah
dengan tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep
dokter yang telah mengandung antikonvulsan, anak segera
diberikan obat antipiretik bila orang tua mengetahui anak mulai
demam dan jangan menunggu suhu meningkat serta pemberian
obat diteruskan sampai suhu sudah turun selama 24 jam berikutnya
(Ghassabian, et al. 2012). Jika terjadi kejang, anak harus
dibaringkan ditempat yang rata dan kepalanya dimiringkan serta
buka baju anak dan setelah kejang berhenti, pasien bangun kembali
suruh minum obat dan apabila suhu pada waktu kejang tersebut
tinggi sekali supaya dikompres serta beritahukan kepada orang tua
pada saat anak mendapatkan imunisasi agar segera beritahukan
dokter atau petugas imunisasi bahwa anak tersebut menderita
kejang demam agar tidak diberikan pertusis (Patil, et al. 2012).

G. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1℃ akan
menyebabkan kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan
kebutuhan oksigen meningkat sebanyak 20%. Pada seorang anak yang
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan
dari membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya
lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh
sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter
dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda
dan tergantung pada tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak
pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu
38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah, sedangkan
pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai ambang kejang yang
tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah (Ngastiyah,
2007).
H. Pathways
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien dengan kejang demam
sederhana dintaranya adalah :
1. Identitas : Pasien dan Penanggung jawab meliputi (nama, umur, jenis
kelamin, tempat tanggal lahir, diagnosa medis, nomor medical record,
nama orang tua, agama, suku, pekerjaan, TB/BB, alamat). Pada
beberapa kasus kejang demam sering ditemukan pada anak dengan
usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun..
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0˚C dan
pasien mengalami kejang.
b. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya orang tua pasien akan mengatakan badan anaknya terasa
panas, nafsu makan menurun, lama terjadi kejang biasanya
tergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak.
c. Riwayat kesehatan dahulu
1. Riwayat perkembangan anak : Biasanya pada pasien dengan
kejang demam sederhana mengalami gangguan keterlambatan
perkembangan dan intelegensi pada anak disertai mengalami
kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
2. Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotic)
karena factor ini merupakan salah satu kemungkinan terjadinya
kejang demam.
3. Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia 0-5
tahun biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang
terjadi sebelum, selama, atau sesudah demam. Informasi ini
diperlukan untuk melihat tanda atau gejala infeksi lainnya..
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi penyakit yang pernah/ masih diderita ataupun penyakit
keturunan keluarga serta genogram, kultur, dan kepercayaan
keluarga, perilaku keluarga yang dapat mempengaruhi kesehatan
dan persepsi keluarga terhadap pasien (Susilaningrum, dkk, 2013).
e. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
f. Riwayat Obstetric dan Ginekologi
Adakah riwayat kehamilan/ persalinan/ abortus sebelumnya,
berapa jumlah anak hidup. Ada/tidaknya masalah-masalah pada
kehamilan/persalinan sebelumnya seperti prematuritas, cacat
bawaan, kematian janin, perdarahan atau sebagainya. Penolong
persalinan terdahulu, cara persalinan, penyembuhan luka
persalinan, keadaan bayi saat saat baru lahir, berat badan lahir.
Riwayat menarche, siklus haid, ada/tidak nyeri haid atau gangguan
haid lainnya, riwayat penyakit kandungan lainnya, riwayat
kontrasepsi, lama pemakaian, ada masalah/tidak (Mochammad A,
2011).
g. Riwayat Imunisasi
Biasanya anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan
tertular penyakit infeksi atau virus seperti influenza, sebagai akibat
dari penurunan kekebalan pada pasien.
h. Riwayat Nutrisi
Pada saat anak sakit, biasanya akan mengalami penurunan nafsu
makan mual ataupun muntah.
i. Riwayat ante natal, post natal, dan natal juga harus diperhatikan
terutama untuk anak usia 0-5 tahun.

3. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan Umum
1.) Keadaan Umum :
 Baik, sadar (tanpa dehidrasi).
 Gelisah, rewel (dehdrasi ringan atau sedang).
 Lesu, lunglai, atau tidak sadar (dehidrasi berat).
2.) Tanda-Tanda Vital
 Suhu : >38˚C
 Respirasi : Pada usia 12 bulan sampai <5 tahun
biasanya >40 kali/menit
 Nadi : Biasanya >100kali/menit
3.) Kesadaran : Composmentis/apatis/delirium/coma/stupor
4.) Berat badan pada anak kejang demam sederhana biasanya tidak
mengalami penurunan berat badan yang signifikan.
b. Pemeriksaan Head to toe
1.) Kepala : Tampak simetris, dan tidak ada kelainan yang tampak
pada kepala
2.) Mata : Skelera tidak ikterik, biasanya konjungtiva sering
ditemukan anemis.
3.) Hidung : Kesimetrisan, adanya polip atau tidak, fungsi
penciuman, ada tidaknya lesi, ada/tidaknya pernafasan cuping
hidung.
4.) Mulut : Fungsi Pengecapan, Mukosa bibir, Kebersihan gigi dan
mulut ada lesi atau tidaknya, tonsil hiperemis atau tidak.
5.) Telinga : Ada tidaknya serumen atau lesi, fungsi pendengaran,
kesimetrisan, ada/tidak nyeri tekan mastoid.
6.) Leher : Ada tidaknya pembesaran kelenjar thyroid
7.) Thorak
a.) Paru-paru
Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan gerakan dada, ada/tidak
penggunaan otot bantu pernapasan.
Palpasi : Adanya nyeri tekan, fremitus traktil bergetar kiri
dan kanan.
Auskultasi : Ada/tidaknya suara nafas tambahan (ronchi)
Perkusi : Terdengar/tidaknya bunyi redup (Dullnes)
b.) Jantung
Inspeksi : Perhatikan kesimet risan dada, Ictus cordis
tampak atau tidak.
Palpasi : Ictus cordis teraba, tidak ada massa
(pembengkakan) dan ada atau tidaknya nyeri tekan.
Perkusi : Perkusi jantung pekak (adanya suara perkusi
jaringan yang padat seperti pada daerah jantung).
Auskultasi : Terdengan Suara jantung I dan suara jantung II
(terdengar bunyi lub dub lub dub) dalam rentang normal.
c.) Abdomen
Inspeksi : kesimetrisan abdomen, umbilikus memusat
Auskultasi : Mendengarkan bising usus (normal 5- 30 x/
menit).
Perkusi : Terdengar suara tympany (suara berisi cairan).
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pemberasan
hepar, perut teraba supel.
8.) Punggung : Tidak ada kelaina bentuk punggung, tidak ada
terdapat luka pada punggung.
9.) Ekstermitas:
Atas : lengan kaku, tonus otot mengalami kelemahan, CRT >2
detik,
Bawah : tungkai kaku, tonus otot mengalami kelemahan,
CRT>2 detik.
10.) Genetalia dan anus : Pada umumnya tidak ditemukan
gangguan pada area genetalia
11.) Integument : Turgor kulit baik atau tidak, kulit kering, cek
tanda dehidrasi atau tidak.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan, jenis
pemeriksaan, hasil dan satuanya. Pemeriksaan penunjang
diantaranya: pemeriksaan laboratorium, foto rotgen, rekam
kardiografi, dan lain-lain.
d. Therapy
Pada therapy tulis nama obat lengkap, dosis, frekuensi pemberian
dan cara pemberian, secara oral, parental dan lain-lain.

B. Analisis Data
Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori-teori
yang dihubungkan dengan data-data yang ditemukan saat pengkajian.
Menginter pretasikan data atau membandingkan dengan standar fisiologis
setelah dianalisa, maka akan didapatkan penyebab terjadinya masalah pada
klien.

C. Diagnosis Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
ditandai dengan demam selama 3 hari (D.0130)
2. Resiko defisit nutrisi berhubugan dengan ketidakmampuan menelan
makanan ditandai dengan sariawan pada palatum, dan tenggorokan
sakit (D.0032)

D. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Dx
1. Hipertermia berhubungan Setelah Manajemen
dengan peningkatan laju dilakukan Hipertermia
metabolisme ditandai dengan tindakan (I.15506)
peningkatan suhu tubuh 39˚C keperawatan Observasi :
(D.0130) 2 x 24 jam 1. Identifikasi 1. Untuk
Penyebab : termoregulasi penyebab mengetahui
1.Dehidrasi teratasi hipertermi penyebab
2.Terpapar lingkungan panas dengan hipertermi
3.Proses penyakit (mis.infeksi, kriteria hasil 2. Monitor suhu 2. Untuk
kanker) (L.14134): tubuh mengetahui
4.Ketidaksesuaian pakaian 1. Kejang Teraupetik : suhu tubuh
dengan suhu lingkungan menurun 1. Lakukan 1. Untuk
5.Peningkatan laju metabolism skala 5 pendinginan menurunkan
6.Respon trauma 2. Pucat eksternal suhu tubuh
7.Aktivitas berlebihan menurun Edukasi :
8.Penggunaan incubator skala 5 1. Anjurkan tirah 1. Untuk
Tanda dan gejala mayor : 3. Takikardi baring memberikan
1.Suhu tubuh diatas nilai menurun posisi nyaman
normal skala 5 Kolaborasi :
Tanda dan gejala minor : 4. Suhu 1. Kolaborasi 1. Untuk
1.Kulit merah tubuh pemberian cairan mencegah
2.Kejang membaik dan elektrolit pasien terjadi
3.Takikardi skala 5 intravena hypovolemia
4.Takipnea
5.Kulit terasa hangat

2. Resiko defisit nutrisi Setelah Manajemen Nutrisi


berhubungan dengan dilakukan (I.03119)
ketidakmampuan menelan tindakan Observasi :
makanan ditandai dengan keperawatan 1. Identifikasi status 1. Untuk
sariawan pada palatum, dan 2 x 24 jam nutrisi mengetahui
tenggorokan sakit (D.0032) diharapkan status nutrisi
Faktor Resiko : status nutrisi 2. Identifikasi 2. Untuk
1.Ketidakmampuan menelan membaik makanan yang menambah
makanan dengan disukai nafsu makan
2.Ketidakmampuan mencerna kriteria hasil : 3. Monitor asupan 3. Untuk
makanan (L.03030) makanan mengetahui
3.Ketidakmampuan 1. Porsi porsi dan
mengabsorbsi nutrient makan frekuensi
4.Peningkatan kebutuhan yang makan yang di
metabolism dihabiskan habiskan
5.Factor ekonomi meningkat Teraupetik :
(mis.finansial tidak skala 5 1. Melakukan oral 1. Untuk menjaga
mencukupi) 2. Kekuatan hygiene kebersihan
6.Factor psikologis (mis.stres, otot mulut
keengganan untuk makan) menelan 2. Menyajikan 2. Untuk
meningkat makanan yang meningkatkan
skala 5 menarik pada nafsu makan
3. Perasaan suhu yang sesuai
cepat Edukasi :
kenyang 1. Anjurkan posisi 1. Agar tidak
menurun duduk jika tersedak saat
skala 5 mampu makan
4. Sariawan Kolaborasi :
menurun 1. Kolaborasi 1. Untuk
skala 5 dengan ahli gisi menentukan
5. Diare jumlah kalori
menurun dan nutrient
skala 5 yang
6. Frekuensi dibutuhkan
makan
membaik
skala 5
7. Nafsu
makan
membaik
skala 5
3. Gangguan mobilitas fisik Setelah Manajemen Nutrisi
(D.0054) dilakukan (I.03119)
Penyebab : tindakan Observasi :
1. Gangguan sensoripersepsi keperawatan 1. Identifikasi status 1. Untuk
2. Keengganan melakukan 2 x 24 jam nutrisi mengetahui
pergerakan diharapkan status nutrisi
3. Gangguan kognitif status nutrisi 2. Identifikasi 2. Untuk
4. Kecemasan membaik makanan yang menambah
5. Kurang terpapar informasi dengan disukai nafsu makan
tentang aktivitas fisik kriteria hasil : 3. Monitor asupan 3. Untuk
6. Nyeri (L.03030) makanan mengetahui
7. Program pembatasan gerak 1. Porsi porsi dan
8. Efek agen farmakologis makan frekuensi makan
9. IMT diatas persentil ke-75 yang yang di
sesuai usia dihabiska habiskan
10. Gangguan neuromuscular n Teraupetik :
11. Gangguan musculoskeletal meningkat 1. Melakukan oral 1. Untuk menjaga
12. Malnutrisi skala 5 hygiene kebersihan
13. Kontraktur 2. Kekuatan mulut
14. Kekakuan sendi otot 2. Menyajikan 2. Untuk
15. Keterlambatan menelan makanan yang meningkatkan
perkembanngan meningkat menarik pada nafsu makan
16. Penurunan kekuatan otot skala 5 suhu yang sesuai
17. Penurunan masa otot 3. Perasaan Edukasi :
18. Penurunan kendali otot cepat 1. Anjurkan posisi 1. Agar tidak
19. Ketidakbugaran fisik kenyang duduk jika tersedak saat
20. Perubahan metabolism menurun mampu makan
21. Kerusakan intergritas skala 5 Kolaborasi :
struktur tulang 4. Sariawan 1. Kolaborasi
1. Untuk
Tanda dan gejala mayor : menurun dengan ahli gisi
menentukan
1. Mngeluh sulit menggerakan skala 5
jumlah kalori
ekstermitas 5. Diare
dan nutrient
2. Kekuatan otot menurun menurun
yang
3. Rentang gerak (ROM) skala 5
dibutuhkan
menurun 6. Frekuensi
Tanda dan gejala minor : makan
1. Nyeri saat bergerak membaik
2. Enggan melakukan skala 5
pergerakan 7. Nafsu
3. Merasa cemas saat bergerak makan
4. Sendi kaku membaik
5. Gerakan tidak terkoordinasi skala 5
6. Gerakan terbatas
7. Fisik lemah
4. Hipovolemia (D.0003) Setelah Manajemen Nutrisi
Penyebab : dilakukan (I.03119)
1. Kehilangan cairan aktif tindakan Observasi :
2. Kegagalan mekanisme keperawatan 1. Identifikasi status 1. Untuk
regulasi 2 x 24 jam nutrisi mengetahui
3. Peningkatan permeabilitas diharapkan status nutrisi
kapiler status nutrisi 2. Identifikasi 2. Untuk
4. Kekurangan intake cairan membaik makanan yang menambah
5. Evaporasi dengan disukai nafsu makan
Tanda dan gejala mayor : kriteria hasil : 3. Monitor asupan 3. Untuk
1. Frekuensi nadi meningkat (L.03030) makanan mengetahui
2. Nadi teraba lemah 1. Porsi porsi dan
3. Tekanan darah menurun makan frekuensi makan
4. Tekanan nadi menyempit yang yang di
5. Tugor kulit menurun dihabiska habiskan
6. Membrane mukosa kering n Teraupetik :
7. Volume urine menurun meningkat 1. Melakukan oral 1. Untuk menjaga
8. Hematokrit meningkat skala 5 hygiene kebersihan
Tanda dan gejala minor : 2. Kekuatan mulut
1. Merasa lemah otot 2. Menyajikan 2. Untuk
2. Mengeluh haus menelan makanan yang meningkatkan
3. Pengisian vena menurun meningkat menarik pada nafsu makan
4. Status mental berubah skala 5 suhu yang sesuai
5. Suhu tubuh meningkat 3. Perasaan Edukasi :
6. Konsentrasi urin meningkat cepat 1. Anjurkan posisi 1. Agar tidak
7. Berat badan turun tiba-tiba kenyang duduk jika tersedak saat
menurun mampu makan
skala 5 Kolaborasi :
4. Sariawan 1. Kolaborasi 1. Untuk
menurun dengan ahli gisi menentukan
skala 5 jumlah kalori
5. Diare dan nutrient
menurun yang
skala 5 dibutuhkan
6. Frekuensi
makan
membaik
skala 5
7. Nafsu
makan
membaik
skala 5

E. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan merupakan pengelolaan dari perwujudan rencana
tindakan yang meliputi beberapa kegiatan yaitu validasi rencana
keperawatan, mendokumentasikan rencana tindakan keperawatan,
memberikan asuhan keperawatan dan mengumpulkan data.

F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap atau langkah dalam proses keperawatan yang
dilaksanakan dengan sengaja dan terus-menerus yang dilakukan oleh
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya dengan tujuan untuk
memenuhi apakah tujuan dan rencana keperawatan terapi atau tidak serta
untuk melakukan pengkajian ulang, sehingga didapat penilaian sebagai
berikut :
1. Tujuan tercapai : Klien mampu melakukan/menunjukan perilaku pada
waktu yang telah ditentukan sesuai dengan pernyataan tujuan yang
telah ditentukan
2. Tujuan tercapai sebagian : Klien mampu menunjukan perilaku tetapi
hanya sebagian dari tujuan yang diharapkan.
3. Tujuan tidak tercapai : Bila klien tidak mampu atau tidak sama sekali
menunjukan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Wardiyah A, Setiawati, Rohayati U. 2016. Perbandingan Efektifitas Pembrian


Kompres Panas dan Tepid Sponge Terhadapa Penurunan Suhu Tubuh
Anak yang Mengalami Demam Ruang Alamanda RSUD dr. H. Abdul
Moeloek Lampung. Jurnal Kesehatan Holistik. Vol 10. No 1. Hal 36 – 44.

Nuratif AH, Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagniosa Medis & NANDA NIC – NOC. Jogjakarta. Media Action.

Sodikin.2012.Prinsip Perawatan Demam Pada Anak.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai