Anda di halaman 1dari 6

NAMA : AGNES STASYA

NIM : G 301 18 029


MATA KULIAH : TEK. PEMISAHAN MINERAL

HASIL REVIEW 3 JURNAL

1. Jurnal Pertama

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH PENGOLAHAN EMAS PROSES HEAP


LEACHING

Lokasi pengambilan sampel dalam kegiatan ini adalah daerah Jampang Kulon yang
merupakan daerah Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi. Secara geologi daerah
Simpenan termasuk ke dalam formasi Jampang Tmjv. Formasi Jampang terdiri atas batuan
hasil kegunungapian bawah laut berbutir halus hingga sanggat kasar yang berumur Mioen
Bawah.

Pada awalnya kegiatan penambangan bijih emas dilakukan dengan metode tradisional.
Kegiatan penambangan diawali dengan menggali lubang tambang secara vertikal
(sumuran), kemudian penggalian diteruskan dengan mengikuti arah urat kuarsa yang
mengandung emas.

Awalnya pertambangan emas skala kecil menggunakan proses amalgamisasi yaitu


menggunakan air raksa untuk mengekstrak bijih emas dalam peralatan gelundung. Seiring
dengan semakin tingginya harga air raksa dan sulitnya mendapatkan barang tersebut maka
para petambang berganti mengolah bijih emas dengan metode heap leaching. Proses heap
leaching adalah proses mengolah bijih emas dengan media larutan natrium sianida dan
karbon aktif untuk menangkap bijih emas. Limbah sianida adalah limbah yang sangat
beracun namun jika ditangani dengan baik tidak berbahaya karena sifat racun sianida
bersifat sementara dan mudah terurai di lingkungan.

Kegiatan penelitian potensi limbah hasil pengolahan leaching digunakan metode analisis
SEM. Adapun tahapan kegiatan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan sampel dilakukan di tiga titik. Limbah hasil pengolahan heap leaching
dan sampel dari limbah penambangan emas dengan proses ekstraksi menggunakan air
raksa sebagai pembanding.
2. Sampel yang telah diambil kemudian dikeringkan dalam pengering. Setelah kering
kemudian di herus sampai halus.
3. Sampel yang telah diperoleh diambil sedikit untuk dilakukan proses coating dengan
emas sehingga bisa dibaca SEM
4. Dilakukan analisis, sampel yang dianalisis SEM ada sebelas sampel

Hasil karakterisasi terlihat bahwa limbah hasil pengolahan emas mengandung logam tanah
jarang yang sangat berharga. Potensi logam tanah jarang yang terdapat dalam limbah
pengolahan bijih emas antara lain Gadolinium, Samarium, Tulium dan Terbium. Hasil
Samarium 5,632%, Gadolinium 6,053%, Tulium 7,175% dan Terbium 15,67%.

Dengan membandingkan kedua sampel terlihat bahwa masih ada butiran emas yang
terbuang dalam limbah, unsure sulfide sudah tidak terbentuk digantikan unsur oksida dan
unsur logam tanah jarang cenderung mengikuti unsur besi.

2. Jurnal ke Dua

PEMISAHAN UNSUR TANAH JARANG DARI SENOTIM DENGAN METODE


PENGENDAPAN MELALUI DESTRUKSI MENGGUNAKAN AKUA REGIA

Unsur Tanah Jarang (UTJ) merupakan unsur yang sangat langkah atau keterdapatannya di
alam sangat sedikit. UTJ tidak pernah ditemukan sebagai unsur bebas di lapisan bumi tapi
biasanya ditemukan dalam bentuk mineralnya. UTJ banyak terdapat di beberapa wilayah
Indonesia, terutama di kepulauan Bangka, Belitung, dan Singkep.

Senotim merupakan salah satu mineral yang ketersediaannya di Indonesia sangat


melimpah sebagai hasil samping pertambangan timah. Pasir senotim didekomposisi
(didestruksi) dengan pelarut asam, kelebihan destruksi dengan pelarut asam adalah suhu
yang digunakan tidak melebihi titik didih pelarutnya dan umumnya karbon lebih cepat
hancur.

Sampel berupa pasir senotim yang berasal dari PT. Timah (Persero) Tbk dilakukan analisis
mineral awal dengan menggunakan XRF. Analisis mineral awal pasir senotim perlu
dilakukan untuk mengetahui komposisi dan persen kandungan yang terdapat dalam sampel
senotim.

Senotim digerus, ukuran senotim dan memperbesar luas permukaan agar dapat terdestruksi
secara optimal. Ukuran senotim ini sangat menentukan dalam proses destruksi. Destruksi
merupaka proses pelarutan atau peleburan unsur-unsur yang terdapat dalam sampel. Akua
regia dapat melarutkan berbagai jenis logam.

Penambahan pelarut asam (asam oksalat) ke dalam larutan hasil pengendapan UTJ
hidroksida bertujuan untuk menyempurnakan pengendapan UTJ, sebab dimungkinkan
masih ada unsur-unsur tanah jarang yang belum mengendap seluruhnya.

Endapan putih campuran UTJ setelah dikeringkan dalam oven lalu dikalsinasi dalam
tanur, kalsinasi dilakukan untuk memperoleh bentuk oksida UTJ yang stabil.

3. Jurnal ke Tiga

PENGOLAHAN NIKEL LATERIT SECARA PIROMETALURGI:


KINI DAN PENELITIAN KEDEPAN

Nikel adalah unsur paduan utama dari stainless steel, dan mengalami pertumbuhan yang
sangat cepat seiringan dengan peningkatan permintaan stainless steel. Saat ini lebih dari
65% nikel digunakan dalam industri stainlees steel dan sekitar 12% digunakan dalam
industri manufaktur super alloy atau nonferrous alloy

Cadangan nikel didunia saat ini yaitu jenis lateritik sebanyak 72% dan sisanya sulfida
(Dalvi), tetapi produksi nikel saat ini sebagian besar diperoleh dari jenis sulfida yaitu
sebanyak 58% dan sisanya 42% dari jenis lateritic (Dalvi).

Pirometalurgi nikel laterite saat ini

Produksi feronikel dari bijih laterit memerlukan energi tinggi, karena bijih laterit atau bijih
pra-reduksi umumnya langsung dilebur untuk menghasilkan sejumlah kecil produk
feronikel dan sejumlah besar slag. Bijih nikel laterit tidak dapat di upgrade dengan
penghalusan (grinding) dan metode lain yang bersifat fisikal benefisiasi (Notgrate).
Karenanya hampir semua proses pengolahan nikel laterit menggunakan proses
pirometalurgi terhadap kandungan nikel yang diatas 1.5%.
Rotary kiln electric furnace (RKEF)

Proses RKEF banyak digunakan untuk menghasilkan feronikel dan nikel-matte. Proses ini
diawali dengan pengeringan kandungan moisture sehingga 45% melalui proses
pretreament. Pada proses tersebut, bijih laterit dikeringkan dengan rotary dryer pada
temperatur 250ºC hingga kandungan moisure nya mencapai 15-20%. Produk dari rotary
dryer selanjutnya masuk ke tahap kalsinasi. Hasil proses kalsinasi kemudian dilebut di
dalam electric furnace pada temperatur 1500-1600ºC menghasilkan feronikel.

Nippon Yakin Oheyama Process

Nippon Yakin Oheyama Process merupakan proses reduksi langsung garnierite ire yang
menghasilkan feronikel dalam suatu rotary kiln. Dalam rotary kiln tersebut, briket akan
mengalami proses pengeringan, dehidrasi, reduksi dan dilebur membentuk feronikel yang
disebut luppen.

Nickel Pig Iron (NPI)

Nickel Pig Iron merupakan ferronickel yang memiliki kadar nikel yang rendah (1,5-8%).
Proses produksi NPI pada mini blast furnace menggunakan kokas sebagai reduktor dan
sumber energi. Karbon akan mereduksi besi hingga kandungan FeO di dalam terak akan
sangat kecil. Proses produksi NPI yang lain yaitu menggunakan electric furnace. Dengan
peningkatan kualitas EF maka proses ini diyakini mempunyai efisiensi energi yang lebih
tinggi dari proses blast furnace.

Dari proses-proses tersebut dapat dibuat suatu ringkasan tahapan proses utama ekstraksi
nikel secara pirometalurgi yaitu sebagai berikut:

1. Pengeringan (drying) yaitu eliminasi sebagian besar air bebas yang terdapat dalam
bijih.
2. Kalsinasi-reduksi yaitu eliminasi air bebas yang tersisa dan eliminasi air kristal
pemamasan awal bijih dan reduksi sebagian besar unsur nikel dan pengontrolan
terhadap reduksi besi.
3. Electric furnace smelting yaitu reduksi nikel yang tersisa dan pemisahan feronikel dari
hasil sampingnya yaitu slag besi magnesium silikat.
4. Refining yaitu eliminasi unsur minor yang tidak dikehendaki memenuhi kebutuhan
pasar
Beberapa contoh proses komersial produksi nikel dari laterit yang menggunakan saprolite
dan sapolite-limonite sebagai bahan bakunya sbb (Bergaman):
- Pengolahan feronikel shot/ingot: PT. Aneka Tambang, Cerro Matoso, Falconbridge,
Hyuga, SLN-Eramet, Larco, Pamco.
- Pengolahan feronikel luppen: Nippon Yakin Oheyama
- Pengolagan Nikel-mate: PT. Vale Indonesia (Inco)
- Pengolahan NPI: Xinxing group, Tsingshan Group-Bintang Delapan Indonesia,
Indoferro Indonesia.

Pengembangan saat ini

Nikel laterit mempunyai keterbatasan untuk diproses prekonsentrasi secara konvensional,


seperti dense medua separation, gravity separation, magnetic separation, electrostatic
separatin, roasting, maupun flotasi.

Proses rekoveri pada bijih nikel laterit sangat sulit dikarenakan sifat mineraloginya yang
kompleks serta keterbatasan teknologi yang telah ada saat ini (Canterford).

Reduki menggunakan reduktor padat

Reduktor dengan karbon merupakan jenis reduktor yang paling banyak digunakan untuk
reduksi bijih nikel karena kelimpahannya yang sangat besar. Tahapan proses ini yaitu
penggerusan bijih dengan mencampur dengan material berkarbon yaitu batu-bara antrasit,
kokas dan limestone sebagai flux kemudian dibuat briket.

Reduktor gas

Penggunaan gas telah dipelajari pada daerah temperatur yang lebar. Beberapa penelitian,
eperti yang dari Crawford et.al., telah menunjukkan bahwa pada temperatur tinggi dan
kadar besi yang tinggi sangat baik untuk memperoleh rekoveri yang tinggi.

Penambahan sulfur

Penambahan sulfur saat reduksi bijih nikel laterit dalam usaha peningkatan jumlah
perolehan nikel dalam feronikel telah dilakukan di antaranya melakukan reduksi selektif
nikel laterit dengan penambahan natrium sulfat (Na2SO4) dan kalsium sulfat (CaSO4) yaitu
oleh Jiang et.al.
Penelitian kedepan

Telah diketahui bahwa proses pengolahan nikel dihadapkan kepada penurunan kadar nikel
dalam cadangan nikel laterit dan masalah kebutuhan energi. Dalam kaitannya dengan
pembentukan kualitas aglomerasi feronikel maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
penambhana aditif yang diyakini akan meningkatkan ukuran partikel.

Kesimpulan:

Proses heap leaching adalah proses bijih emas dengan media karutan natrium sianida dan
karbon aktif untuk menangkap bijih emas. Limbah pengolahan bijih emas masih ada
butiran emas yang terbuang dalam limbah.

UTJ merupakan unsur yang sangat langka atau keterdapatannya dialam sangat sedikit.
UTJ biasanya ditemukan dalam bentuk mineral.

Peluang penelitian dalam pengolahan nikel laterit secara pirometalurgi masih terbuka
karena masih banyak yang harus diperbaiki.

Anda mungkin juga menyukai