Oleh:
Andi Musdalifah, S.Ked
10542060715
Pembimbing:
dr. Zulfikar Tahir, M.Kes, Sp. An
(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Anestesi)
BAGIAN ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Anestesi Fakultas Kedokteran
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar.
BAB I
PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai salah satu penyediaan kesehatan yang mempunyai fungsi
memberikan pelayanan yang professional dan mengedepankan keselamatan pasien. Salah satu
pelayanan yang sentral di rumah sakit adalah pelayanan intensive care unit atau disebut juga
perwatan intensif.1
Ruang ICU merupakan ruang perawatan bagi pasien sakit kritis yang memerlukan
intervensi segera untuk pengelolaan fungsi system organ tubuh secara terkoordinasi dan
memerlukan pengawasan yang konstan secara kontinyu juga tindakan segera.2
Evolusi ICU bermula dari timbulnya wabah poliomyelitis di Scandanavia pada sekitar
awal tahun 1950, dijumpai banyak kematian yang disebabkan oleh kelumpuhan otot-otot
pernapasan. Dokter spesialis anestesiologi oleh Bjorn Ibsen saat itu, melakukan intubasi dan
memberikan bantuan nafas secara manual yang dilakukan selama anestesi. Dibantu para
mahasiswa kedokteran dan sekelompok sukarelawan mereka mempertahankan nyawa pasien
poliomyelitis bulbar dan bahkan menurunkan angka mortalitas 40%. Dibanding dengan cara
sebelumnya yakni penggunaan iron lung yang mortalitasnya sebesar 90%. Pada tahun 1851
Engstrom membuat ventilasi mekanin bertekanan positif yang ternyata sangat efektif untuk
memberi pernapasan jangka panjang. Sejak saat itulah ICU dengan perawatan pernapasan mulai
terbentuk dan terbsebar luas.1
saat ini pelayanan ICU tidak terbatas hanya menangani pasien pasca-bedah juga meliputi
berbagai jenis pasien dewasa, anak, yang mengalami lebih dari satu difungsi atau gagal organ.
Kelompok pasien berasal dari Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi, Ruang Perawatan ataupun
kiriman dari Rumah Sakit lain. Meskipun pada umumnya ICU hanya terdiri dari beberapa tempat
tidur, tetapi sumber daya tenaga (dokter dan perawat terlatih).2
Rumah sakit tipe C dan lebih tinggi, sebagai pelayanan kesehatan rujukan harus
mempunyai instalasi ICU.3 di Indonesia pada tahun 2015 terdapat 2488 rumah sakit yang bertipe
umum maupun privat, dengan total 837 rumah sakit berkelas tipe C yang tersebar diseluruh
Indonesia. Namun jumlah ruangan ICU sangat terbatas sehingga tidak semua pasien dapat
diterima di ICU. tingginya jumlah kematian oleh karna tidak semua pasien dapat dirawat di ICU
maka pasien yang akan dirawat di ICU ditentukan berdasarkan level prioritas kondisi mediknya.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Klasifikasi
Penyelenggaraan pelayanan ICU di Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Pelayanan ICU primer (pada Rumah Sakit tipe C)
Ruang perawatan intensif primer memberikan pelayanan pada pasin yang
memerlukan perawatn ketat (high care). Ruang perawatan ini mampu melakukan
resusitasi jantung paru RJP dan pemberian ventilasi bantu 24-48 jam. Kekususan
yang dimiliki ICU primer :
- Ruang tersendiri, letak ruangan dekat dengan kamar bedah, dan ruang rawat
lainnya
- Memiliki peryaratan atau krikteria pasien keluar dan masuk
- Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
- Dokter 24 jam. Mampu RJP
- Konsultan dapat dihubngi dan dipanggil setiap saat
- Memiliki 25% jumlah perawat yang telah memiliki sertifikat ICU, minimal
satu per shif
- Pemeriksaan Laborat : Hb, Hct, Elektrolit, GD, Tromboit untuk kemudahan
diagnostic selama 24 jam.
2. Pelayanan ICU sekunder (pada Rumah Sakit tipe B)
Pelayanan ICU sekunder mampu memberikan ventilasi bantu lebih lama, mampu
melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks, kekuasan yang
dimiliki ICU sekunder :
- Ruang tersendiri, letak ruangan dekat dengan kamar bedah, dan ruang rawat
lainnya
- Kebijakan dan kriteria pasien masuk, keluar dan rujuk
- Kepala intensivis, bila tidak ada Sp. An
- Dokter jaga 24 jam mampu RJP (A,B,C,D,E)
- 50% Perawat bersertifikat ICU dan pengalaman kerja minimal 3 tahun di ICU
di unit penyakit dalam dan penyakit bedah
- Mampu melakukan pemantauan invasife dan usaha-usaha penunjang hidup
- Memiliki ruang isolasi
- Laboratorium, kemudahan diagnostic selama 24 jam
3. Pelayanan ICU tersier (pada Rumah Sakti tipe A)
Pelayanan ICU tersier merupakan pelayanan tertinggi, dapat mencakup semua
aspek pelayanan. Dalam hal ketenagaan, ICU tersier dipimpin oleh seorang dokter
intensivis, berbeda dengan yang dibawahnya yang dipimpin oleh dokter spesialis
anestesi atau dokter spesialis yang mengikuti pelatihan ICU. Tenaga medis
maupun non medis dan peralatan ICU tersier merupakan yang terbaik diantara
pelayanan ICU dibawahnya.5 kekuasaan dari ICU tersier adalah :
- Ruangan khusus
- Kebijakan/indikasi masuk, keluar dan rujuk
- Kepala : intensivis
- Dokter jaga 24 jam, mampu RJP (A,B,C,D,E)
- Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap saat
bila diperlukan
- 75% perawat bersertifikat ICU atau minimal pengalaman kerja ICU 3 tahun
- Laboratorium, rontgen, fisioterapi selama 24 jam
- Mempunyai pendidikan medic dan perawat
- Memiliki prosedur pelapuran resmi dan pengkajian memiliki staf administrasi,
rekam medic dan tenaga lain.
2) Kriteria keluar
a. Pasien dipindahkan apabila pasien sudah tidak memerlukan perawatan intensif
di ICU karena keadaan pasien yang sudah stabil dan tertangani. Contoh, pada
pasien yang telah sadar dari koma, telah dapat bernapas secara spontan,
ekstubasi, dll. Namun untuk pasien kegagalan banyak organ dan tidak
mungkin untuk terus dilakukan terapi intensif di ICU, maka pasien dapat
dikeluarkan dari ICU.
b. Pasien menolak di terapi secara intensif di ICU
c. Pasien yang hanya memerlukan observasi secara intensif saja, sedangkan ada
pasien yang lebih gawat yang memerlukan terapi dan observasi yang lebih
intensif. Pasien seperti ini hendaknya diusahakan pindah keruangan yang
khusus untuk pemantauan secara intensif yaitu HCU.
d. Pasien mengalami mati batang otak.
e. Pasien mengalami stadium akhir (ARDS stadium akhir)
f. Pasien atau keluarga memerlukan terapi yang lebih gawat mau masuk ICU
dan tempat penuh.
6. Peralatan ICU
Peralatan yang memadai dalam hal kualitas maupun kuantitas sangat menentukan
kelayakan pelayanan ICU, jumlah dan peralatan bergantung dari tipe klasifikasi,
fungsi ICU dan harus sesuai dengan kelayakan standar yang berlaku. Peralatan
tersebut harus dikaliberasi ulang atau dijaga secara berkala agar tetap berfungsi dengan
baik. Perlu adanya protocol atau pelatihan kerja untuk perawat-perawat ICU agar
dapat mengoperasikan peralatan ICU dengan baik tanpa dan mencegah ada malfungsi
dari peralatan tersebut.2
Peralatan monitoring pasien ICU harus memiliki system alarm, hal ini untuk
memberitahu perawat agar pasien yang mengalami kondisi kritis atau dalam kondisi
yang menurun dapat dipantau terus.2
8. Skoring ICU
Intensivitas memutuskan untuk membuat skoring beratnya penyakit terhadap
pasien-pasien yang dirawat di intensive care unit (ICU) dengan maksud
membandingkan populasi dan mengevaluasi hasil akhirnya. Hasil akhir dari suatu
perawatn intensif bergantung dari berbagai factor atau keadaan yang ada yang didapati
pada hari pertama masuk ICU dan juga bergantung terhadap penyebab sakitna
sehingga dirawat di ICU.8
Sistem skor APACH II merupakan salah satu sistem skor paling banyak
digunakan untuk analisis kualitas IPI, penelitian berbagai penyakit dan terapi terbaru
suatu penyakit pada pasien rawat IPI. Sistem skor APACH II lebih diterima karna data
yang dibutuhkan untuk menentukan skor lebih sederhana, definisi tiap variable jelas
dan reproduksibel serta dikumpulkan dari pemeriksaan rutin di IPI.8
BAB II
KESIMPULAN
Intensive Care Unit (ICU) adalah bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan staf
khusus dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-
pasien yang menderita penyakit dan cedera yang mengancam nyawa atau berpotensi mengancam
nyawa. Adapun tujuan ICU yaitu mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan spesifik
terhadap penyakit penyakit akut yang mengancam nyawa, memberikan bantuan dan mengambil
alih fungsi vital tubuh, dan melakukan pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan
terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit, dengan harapan dapat meningkatkan angka
keselamatan pasien.
ICU sendiri memiliki indikasi masuk dan keluar yang jelas berdasarkan prioritas dan
kestabilan pasien, hal ini agar ICU menjadi tempat untuk perawatan intensif khusus bagi pasien
yang membutuhkan. ICU juga didukung oleh tenaga medis yang lebih handal dan sarana
prasarana yang lengkap, sehingga dapat menjadi tempat rujukan dari unit lain untuk melakukan
perawatan intensif dan tertitrasi.
Namun perlu diawasi pelayanan dan kebersihan ICU terkait infeksi nosokomial yang
dapat menjangkit pasien ICU. Apabila pasien telah membaik atau stabil kesehatannya maka
pasien dapat dipindahkan ke unit lain untuk dilanjutkan terapi nya, karena rawannya infeksi
nosokomial di ICU.
DAFTAR PUSTAKA
1. American College Of Critical Care Medicine. Guidelines For ICU Admission, Discharge
And Triage. 1999. Diunduh Dari URL :
Http//Www.Learnicu.Org/Dos/Guidelines/Admissiondischargetriage.Pdf (Diakses 3
Desember 2015)
2. Direktorat Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan HCU Dan ICU Di Rumah Sakit. Jakarta. 2011
3. Petunjuk Teknis Penyelenggaaan Pelayanan Intensif Care Unit (ICU) Di Rumah Sakit.
Direktorat Jendral Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. 2012
4. Depkes RI. Petunjuk Teknis Pelayanan Intensive Care Unit Di Rumah Sakit. 2011.
Diunduh Dari URL : Http//Www.Pediatric.Org/Guidelines/ (Diakses 3 Desember 2015).
5. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan Intensif Care Unit (ICU) Di Rumah Sakit.
Direktorat Jendral Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. 2012
6. Anomi. Indikasi Masuk Dan Keluar Intensive Care Unite. Bahan Kuliah Anestesi
7. Hanafi A. Peran Ruang Perawatan Intensive Care Unite Dalam Memberikan Pelayanan
Kesehatan Di Rumah Sakit. Pidato Pengukuhan Guru Besar FK USU. 2007. Diunduh
Dari URL:
Http//Www.Usu.Ac.Id/Id/Files/Pidato/Ppgb/2007/Ppgb_2007_Achsanuddin_Hanafie.Pdf
(Diakses 3 Desember 2015)
8. Handayani, Diah Dkk. Sistem Skor Acute Physiology And Chronis Health Evaluation
(Apache) II Sebagai Prediksi Mortalitas Pasien Rawat Instalasai Perawatan Intensif
9. MODS (Multiple Organ Dysfunction Syndrome). Diunduh Dari
Htpp://Erepo.Unud.Ac.Id/8649/3/674e54f56bd405ec29ff5fb47e0f41.Pdf 22 September
2017.
10. Nasution, LH. Infeksi nosocomial. Departemen kulit dan kelamin FK Universitas
sumatera utara. 2014
11. A. Baharutan, Fes Rares, S Soliongan - Biomedik, 2015 – Ejournal.Unsrat.Ac.Id. Pola
Bakteri Penyebab Infeksi Nosocomial Pada Ruang Perawatan Intensif Anak Rsup Prof.
Dr.R.D Kandayu Manado. Manado 2015
12. Washington State Department of Health. Type of Intensive Care Units. Available from :
http://www.doh.wa.gov/YouandYourFamily/IllnessandDisease/HealthcareAssoci
atedInfections/MethodsandDefinitions/TypesofIntensiveCareUnits
13. Perhimpunan Dokter Intesive Care Indonesia. Pedoman Penyelenggaraan Intensive Care
Unit (ICU) di rumah sakit. 2019.