Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ANESTESI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU KESEHATAN Februari 2021


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

ICU (INTENSIVE CARE UNIT)

Oleh:
Andi Musdalifah, S.Ked
10542060715

Pembimbing:
dr. Zulfikar Tahir, M.Kes, Sp. An
(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Anestesi)

BAGIAN ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Andi Musdalifah


NIM : 10542060715
Judul Referat : ICU (INTENSIVE CARE UNIT)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Anestesi Fakultas Kedokteran
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Februari 2021


Pembimbing

dr. Zulfikar Tahir, M.Kes, Sp. An

BAB I
PENDAHULUAN

Rumah sakit sebagai salah satu penyediaan kesehatan yang mempunyai fungsi
memberikan pelayanan yang professional dan mengedepankan keselamatan pasien. Salah satu
pelayanan yang sentral di rumah sakit adalah pelayanan intensive care unit atau disebut juga
perwatan intensif.1
Ruang ICU merupakan ruang perawatan bagi pasien sakit kritis yang memerlukan
intervensi segera untuk pengelolaan fungsi system organ tubuh secara terkoordinasi dan
memerlukan pengawasan yang konstan secara kontinyu juga tindakan segera.2
Evolusi ICU bermula dari timbulnya wabah poliomyelitis di Scandanavia pada sekitar
awal tahun 1950, dijumpai banyak kematian yang disebabkan oleh kelumpuhan otot-otot
pernapasan. Dokter spesialis anestesiologi oleh Bjorn Ibsen saat itu, melakukan intubasi dan
memberikan bantuan nafas secara manual yang dilakukan selama anestesi. Dibantu para
mahasiswa kedokteran dan sekelompok sukarelawan mereka mempertahankan nyawa pasien
poliomyelitis bulbar dan bahkan menurunkan angka mortalitas 40%. Dibanding dengan cara
sebelumnya yakni penggunaan iron lung yang mortalitasnya sebesar 90%. Pada tahun 1851
Engstrom membuat ventilasi mekanin bertekanan positif yang ternyata sangat efektif untuk
memberi pernapasan jangka panjang. Sejak saat itulah ICU dengan perawatan pernapasan mulai
terbentuk dan terbsebar luas.1
saat ini pelayanan ICU tidak terbatas hanya menangani pasien pasca-bedah juga meliputi
berbagai jenis pasien dewasa, anak, yang mengalami lebih dari satu difungsi atau gagal organ.
Kelompok pasien berasal dari Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi, Ruang Perawatan ataupun
kiriman dari Rumah Sakit lain. Meskipun pada umumnya ICU hanya terdiri dari beberapa tempat
tidur, tetapi sumber daya tenaga (dokter dan perawat terlatih).2
Rumah sakit tipe C dan lebih tinggi, sebagai pelayanan kesehatan rujukan harus
mempunyai instalasi ICU.3 di Indonesia pada tahun 2015 terdapat 2488 rumah sakit yang bertipe
umum maupun privat, dengan total 837 rumah sakit berkelas tipe C yang tersebar diseluruh
Indonesia. Namun jumlah ruangan ICU sangat terbatas sehingga tidak semua pasien dapat
diterima di ICU. tingginya jumlah kematian oleh karna tidak semua pasien dapat dirawat di ICU
maka pasien yang akan dirawat di ICU ditentukan berdasarkan level prioritas kondisi mediknya.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Intensive Care Unit


Intensive Care Unit adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan
staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditunjukkan untuk observasi,
perawatan, dan terapi pasien yang menderita penyakit, cedera, atau penyulit-penyulit
yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia.
ICU menyediakan kemampuan dan sarana prasarana serta peralatan khusus untuk
menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medic,
perawat, dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan
terbseut.1
2. Tujuan
Tujuan adanya ICU di Rumah sakit antara lain :1
a. Mendiagnosis dan melalakukan penatalaksanaan spesifik terhadap penyakit-
penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam
beberapa menit sampai beberapa hari.
b. Memberikan bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
penatalaksanaan spesifik problem dasar.
c. Melakukan pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap
komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit
Tujuan perawatan pasien ICU antara lain :1,4
a. Untuk memberikan perawatan yang intensif untuk menyelamatkan kehidupan
pasien.
b. Mencegah perburukan dan komplikasi dengan cara observasi dan monitoring,
evaluasi yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data yang
didapat dan melakukan tindak lanjut.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien.
d. Mempertahankan kehidupan pasien dan mengoptimalkan fungsi organ.
e. Mengurangi angka kematian serta mempercepat proses penyembuhan pasien.

3. Klasifikasi
Penyelenggaraan pelayanan ICU di Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Pelayanan ICU primer (pada Rumah Sakit tipe C)
Ruang perawatan intensif primer memberikan pelayanan pada pasin yang
memerlukan perawatn ketat (high care). Ruang perawatan ini mampu melakukan
resusitasi jantung paru RJP dan pemberian ventilasi bantu 24-48 jam. Kekususan
yang dimiliki ICU primer :
- Ruang tersendiri, letak ruangan dekat dengan kamar bedah, dan ruang rawat
lainnya
- Memiliki peryaratan atau krikteria pasien keluar dan masuk
- Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
- Dokter 24 jam. Mampu RJP
- Konsultan dapat dihubngi dan dipanggil setiap saat
- Memiliki 25% jumlah perawat yang telah memiliki sertifikat ICU, minimal
satu per shif
- Pemeriksaan Laborat : Hb, Hct, Elektrolit, GD, Tromboit untuk kemudahan
diagnostic selama 24 jam.
2. Pelayanan ICU sekunder (pada Rumah Sakit tipe B)
Pelayanan ICU sekunder mampu memberikan ventilasi bantu lebih lama, mampu
melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks, kekuasan yang
dimiliki ICU sekunder :
- Ruang tersendiri, letak ruangan dekat dengan kamar bedah, dan ruang rawat
lainnya
- Kebijakan dan kriteria pasien masuk, keluar dan rujuk
- Kepala intensivis, bila tidak ada Sp. An
- Dokter jaga 24 jam mampu RJP (A,B,C,D,E)
- 50% Perawat bersertifikat ICU dan pengalaman kerja minimal 3 tahun di ICU
di unit penyakit dalam dan penyakit bedah
- Mampu melakukan pemantauan invasife dan usaha-usaha penunjang hidup
- Memiliki ruang isolasi
- Laboratorium, kemudahan diagnostic selama 24 jam
3. Pelayanan ICU tersier (pada Rumah Sakti tipe A)
Pelayanan ICU tersier merupakan pelayanan tertinggi, dapat mencakup semua
aspek pelayanan. Dalam hal ketenagaan, ICU tersier dipimpin oleh seorang dokter
intensivis, berbeda dengan yang dibawahnya yang dipimpin oleh dokter spesialis
anestesi atau dokter spesialis yang mengikuti pelatihan ICU. Tenaga medis
maupun non medis dan peralatan ICU tersier merupakan yang terbaik diantara
pelayanan ICU dibawahnya.5 kekuasaan dari ICU tersier adalah :
- Ruangan khusus
- Kebijakan/indikasi masuk, keluar dan rujuk
- Kepala : intensivis
- Dokter jaga 24 jam, mampu RJP (A,B,C,D,E)
- Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap saat
bila diperlukan
- 75% perawat bersertifikat ICU atau minimal pengalaman kerja ICU 3 tahun
- Laboratorium, rontgen, fisioterapi selama 24 jam
- Mempunyai pendidikan medic dan perawat
- Memiliki prosedur pelapuran resmi dan pengkajian memiliki staf administrasi,
rekam medic dan tenaga lain.

Jenis tenaga dan kelengkapan pelayanan menentukan klasifikasi di rumah sakit


tersebut atau sebaliknya seperti yang terlhat pad atabel berikut ini :
4. Sarana dan prasarana ICU
Ruang ICU disebuah rumah sakit harus memenuhi bebrapa syarat sebagai berikut :7
- Letaknya di sentral rumah sakit dan dekat dengan kamar bedah serta kamar
pulih sadar (recovery room)
- Suhu ruangan diusahakan 22-250c dan nyaman
- Ruangan tertutup dan tidak terkontaminasi dari luar
- Merupakan ruangan aseptic dan antiseptic dengan dibatasi kaca-kaca
- Kapasitas tempat tidur dilengkapi alat-alat khusus
- Tempat tidur yang beroda dan dapat diubah dengan segala posisi
- Pakaian khusus bila memasuki ruangan isolasi
- Tempat dokter dan perawat harus sedemikian rupa sehingga mudah untuk
mengobservasi pasien.
Pelayanan ICU yang memadai ditentukan berdasarkan desai yang baik dan
pengaturan ruang yang adekuat. Desain berdasarkan klasifikasi pelayanan di ICU
yaitu :
5. Indikasi pasien masuk dan keluar ICU
Pasien yang dirawat ICU adalah pasien yang memerlukan intervensi medis segera
oleh tim intensive care, pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi system organ
tubuh secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan
yang konstan serta pasien kritis yang memerlukan pengawasan kontinyu dan tindakan
segera untuk mencegah timbulnya decompresi fisiologis.1 pada dasarnya pasien yang
dirawat di ICU adalah pasien dengan gangguan akut yang masih diharapkan pulih
kembali, mengingat ICU adalah tempat perawatan yang memerlukan biaya tinggi
dilihat dari segi peralatan dan tenaga yang khusus.
Apabila sarana dan perasarana ICU disuatu rumah sakit terbatas, sedangkan
kebutuhan pelayanan ICU meningkat, maka diperlukan mekanisme untuk membuat
prioritas. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian atas indikasi perawatan
pasien di ICU. Pasien memerlukan terapi intensif (perioritas 1) didahulukan
dibandingkan pasien yang memerlukan pemantauan intensif (periotias 3). Penilaian
objektif atas beratnya penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan
prioritas masuk di ICU.1,6
1) Kriteria masuk
a. Pasien perioritas 1 (satu)
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan
terapi intensif dan tertitrasi, seperti dukungan atau bantuan ventilasi, dan alat-alat
bantu suportif organ atau system yang lain, infus obat-obat vasoaktif, obat anti
aritmia, dan serta pengobatan lain-lainnya secara kontinyu dan tertitrasi. Contoh
pasien kelompok ini antara lain pasca bedah kardiotoraksik, atau pasien shock
septic berat, serta gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang
mengancam nyawa. Tetapi pada pasien perioritas 1, umunya tidak mempunyai
batas ditinjau dari macam terapi yang diterimanya.1,6
b. Pasien perioritas 2 (dua)
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU, sebab
sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh jenis
pasien ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung, paru, atau
ginjal akut dan berat atau telah mengalami pembedahan major. Pasien perioritas 2
umunya tidak terbatas macam terapi tetapi yang diterimanya meningkat kondisi
mediknya senantiasa berubah.1,6
c. Pasien perioritas 3 (tiga)
Pasien jenis ini skait kritis, dan tidak stabil dimana status kesehatan
sebleumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik masing-
masing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan
atau mendapat manfaat dari terapi di ICU golongan ini sangat kecil. Contoh
pasien ini antara lain pasiendengan keganasan metastase disertai penyulit infeksi,
pericardial temponade, atau sumbatan jalan napas, atau pasien menderita
penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.
Pasien-pasien prioritas 3 (tiga) mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi
penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau
resusitasi kardiopulmoner.1,6
d. Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa atas persetujuan kepala ICU, indikasi
masuk dan pada beberapa golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa
dikeluarkan dari ICU agar fasilitas ICU dapat digunakan untuk pasien prioritas 1,6
pasien yang tergolong sebagai berikut :
1. Pasien-pasien yang memenuhi krikteria masuk tetapi menolak terapi
tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi “perawatan nyaman” saja. Ini
tidak menyingirkan pasien dengan perintah “DNR”. Sesungguhnya, pasien-
pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang
tersediaa di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya.
2. Pasien dalam keadaan vegetative permanen
3. Pasien yang telah dipastikab mengalami braind death. Pasien-pasien seperti
ini dapatdimasukkan ke ICU bila mereka potensial donor organ, tetapi
hanya untuk tujuan menunjang fungsi-fungsi organ sementara menunggu
donasi organ.1

2) Kriteria keluar
a. Pasien dipindahkan apabila pasien sudah tidak memerlukan perawatan intensif
di ICU karena keadaan pasien yang sudah stabil dan tertangani. Contoh, pada
pasien yang telah sadar dari koma, telah dapat bernapas secara spontan,
ekstubasi, dll. Namun untuk pasien kegagalan banyak organ dan tidak
mungkin untuk terus dilakukan terapi intensif di ICU, maka pasien dapat
dikeluarkan dari ICU.
b. Pasien menolak di terapi secara intensif di ICU
c. Pasien yang hanya memerlukan observasi secara intensif saja, sedangkan ada
pasien yang lebih gawat yang memerlukan terapi dan observasi yang lebih
intensif. Pasien seperti ini hendaknya diusahakan pindah keruangan yang
khusus untuk pemantauan secara intensif yaitu HCU.
d. Pasien mengalami mati batang otak.
e. Pasien mengalami stadium akhir (ARDS stadium akhir)
f. Pasien atau keluarga memerlukan terapi yang lebih gawat mau masuk ICU
dan tempat penuh.

6. Peralatan ICU
Peralatan yang memadai dalam hal kualitas maupun kuantitas sangat menentukan
kelayakan pelayanan ICU, jumlah dan peralatan bergantung dari tipe klasifikasi,
fungsi ICU dan harus sesuai dengan kelayakan standar yang berlaku. Peralatan
tersebut harus dikaliberasi ulang atau dijaga secara berkala agar tetap berfungsi dengan
baik. Perlu adanya protocol atau pelatihan kerja untuk perawat-perawat ICU agar
dapat mengoperasikan peralatan ICU dengan baik tanpa dan mencegah ada malfungsi
dari peralatan tersebut.2
Peralatan monitoring pasien ICU harus memiliki system alarm, hal ini untuk
memberitahu perawat agar pasien yang mengalami kondisi kritis atau dalam kondisi
yang menurun dapat dipantau terus.2

Desain ICU berdasarkan klasifikasi ICU di rmah sakit.2


Desain ICU primer ICU sekunder ICU tersier
Area pasien : 1 tempat cuci 1 tempat cuci 1 tempat cuci
Unit terbuka 12 – tangan tiap 2 tangan tiap 2 tangan tiap 2
16 m2 tempat tidur tempat tidur tempat tidur
Unit tertutup 12 – 1 tempat cuci 1 tempat cuci 1 tempat cuci
16 m2 tangan tiap tangan tiap tangan tiap
tempat tidur tempat tidur tempat tidur
Outlet oksigen 1 2 3/ tempat tidur
valkum dan stop - 1 3/ tempat tidur
kontak 2/ tempat tidur 2/ tempat tidur 16/ tempat tidur
Lingkungan Ber AC Ber AC Ber AC
Suhu 20 – 25 C 20 – 25 C 20 – 25 C
Humiditas 50 – 70 % 50 – 70 % 50 – 70 %
Ruang isolasi - + +
Ruang - + +
penyimpanan alat
medis bersih
Ruang jaga + + +
perawat
Ruang jaga dokter - + +
Laboratorium Terpusat 24 jam 24 jam

Peralatan monitoring (termasuk peralatan yang digunakan untuk transportasi pasien) :


1. Tanda bahaya kegagalan pasokan gas
2. Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen, alat yang secara otomatis teraktifasi untuk
monitor penurunan tekanan pasokan oksigen, yang selalu terpasang di ventilasi
mekanik.
3. Pemantauan konsentrasi oksigen, diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen
yang dikeluarkan oleh ventilasi mekanik atau sistem pernapasan.
4. Tanda bahaya kegagalan ventilasi mekanik atau diskonsentrasi sistem pernapasan,
pada penggunaan ventilasi mekanik otomatis, harus ada alat yang dapat segera
mendeteksi kegagalan sistem pernapasan atau ventilasi mekanik secara terus-
menerus.
5. Volume dan tekanan venilasi mekanik, volume yang keluar dari tekanan ventilasi
mekanik harus terpantau. Tekanan jalan napas dan tekanan sirkulasi pernapasan harus
terpantau terus menerus dan dapat mendeteksi tekanan yang berlebihan.
6. Suhu alat pelembab (humidifier), ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu
udara inspirasi
7. Elektrokardiograf, terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus
8. Puls oximeter, harus tersedia untuk setiap pasien di ICU
9. Emboli dada, apabila pasien sedang menjlani hemodialysis, plasmaferesis atau alat
perfusi, harus ada pemantauan untuk emboli udara.
10. Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur variable fisiologis
lain seperti tekanan intra arterial dan tekanan arteri pulmonalis, curah jantung,
tekanan inspirasi dan aliran jalan napas, tekanan intracranial, suhu, transmisi
neuromuscular, kadar CO2 ekspirasi.

7. Pencatatan dan pelaporan ICU


Catatn ICU diverifikasi dan ditanda tangani oleh dokter yang melakukan
pelayanan ICU dan dokter tersebut harus bertanggung jawab atas semua yang dicatat
dan dikerjakan. Pencatatan menggunakan status kasus ICU yang meliputi diagnosis
lengkap yang menyebabkan dirawat di ICU, data tanda vital, pemantauan fungsi organ
khusus (jantung, paru, ginjal, dan sebagainya) secara berkala, jenis dan jumlah asupan
nutrisi dan cairan, catatan pemberian obat, serta jumlah cairan tubuh yang keluar dari
pasien.2
Pencatatan umum meliputi :
1. Pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi pemeriksaan tensi, nadi, suhu, respirasi,
saturasi oksigen
2. Pemeriksaan fisik meliputi sistem saraf, sistem kardiovaskular, sistem respirasi,
sistem gastrointestinal, sistemtraktus urinarius dan sistem lokomotif
3. Balans cairan dilakukan setiap 3-6 jam, diperhitungkan intake dan output cairan
4. Evaluasi CVP (central venous pressure), dengan melakukan Fluid Challenge Test
(FCT)
5. Pemeriksaan laboratorium meliputi :
- Analisis gas darah
- Gula darah
- Darah rutin
- Elektrolit
- Ureum, kreatinin
- Keton darah sesuai indikasi
- Keton urin sesuai indikasi
- Homostase lengkap sesuai indikasi
- SGOT/SGPT sesuai indikasi
- Pemeriksaan lain bia dibutuhkan
Pelaporan Pelayanan ICU terdiri dari jenis indikasi pasien masuk serta
jumlahnya, sistem skor prognosis, penggunaan alat bantu (ventilasi meknais,
hemodialysis, dan sebagainya), lama rawat, dan keluaran (hidup atau meninggal)
dari ICU.

8. Skoring ICU
Intensivitas memutuskan untuk membuat skoring beratnya penyakit terhadap
pasien-pasien yang dirawat di intensive care unit (ICU) dengan maksud
membandingkan populasi dan mengevaluasi hasil akhirnya. Hasil akhir dari suatu
perawatn intensif bergantung dari berbagai factor atau keadaan yang ada yang didapati
pada hari pertama masuk ICU dan juga bergantung terhadap penyebab sakitna
sehingga dirawat di ICU.8
Sistem skor APACH II merupakan salah satu sistem skor paling banyak
digunakan untuk analisis kualitas IPI, penelitian berbagai penyakit dan terapi terbaru
suatu penyakit pada pasien rawat IPI. Sistem skor APACH II lebih diterima karna data
yang dibutuhkan untuk menentukan skor lebih sederhana, definisi tiap variable jelas
dan reproduksibel serta dikumpulkan dari pemeriksaan rutin di IPI.8

9. Monitorin dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi dimaksud harus ditindak lanjuti untuk menentukan
factor-faktor yang potensial berpengaruh agar dapat diupayakan penyelesaian yang
efektif. Indicator pelayanan ICU yang digunakan adalah sistem skoring prognosis dan
keluaran dari ICU. Sistem skoring prognosis dibuat dalam 24 jam pasien masuk ke
ICU. Contoh sistem skoring prognosis yang dapat digunakan adalah APACHE II
(Acute Physiologis An Chronic Health Evaluation), SPAS II (Simplified Acute
Physiologic Score), SOFA (Sepsis Related Organ Failure), Dan MODS (Multiple
Organ Dysfunction Score). Rerata nilai scoring prognosis dalam periode tertentu
dibandingkan dengan keluaran aktualnya. Pencapaian yang diharapkan adalah angka
mortalitas yang sama atau lebih rendah dari angka mortalitas terhadap rerata nilai
skoring prognosis.9
Sistem skoring yang berdasarkan perubahan fisiologis lebih teapt untuk
diterapkan pada pasien penyakit kritis dan memiliki keunggulan dibandingkan dengan
sistem skoring yang berdasarkan diagnose. Setiap pasien yang dirawat di ICU
terkadang memiliki lebih dari satu diagnose dan bahkan terkadang diagnose masih
belum dapat ditegakkan meskpiun secara retrospektif. Sistem skoring berbasis
diagnose tidak dapat diaplikasikanuntuk pasien penyakit kritis di ICU.
Sistem skoring pada prinsipnya terdiri dari 2 bagian : skoring derjata
keparahannya yang diukur dengan angka, dimana semakin tinggi angkaya maka
semakin berat kondisinya dan perhitungan mortalitas dan morbiditas. Sebagian besar
dari sistem skorinh menilai mortalitas selama perawatan dirumah sakit, meskipun ada
beberapa pengukuran yang mengukur mortalitas 28 hari sesudah keluar dari rumah
sakit.
1. Sistem skoring APACHE II (Acute Physiologis An Chronic Health Evaluation)2
Sistem skoring APACHE II merupakan sistem skoring yang mengklasifikasikan
beratnya penyakit dengan menggunakan prinsip dasar fisiologi tubuh untuk
menggolongkan prognosa penderita terhadap resiko kematin. Skor APACHE II
terdiri dari 3 kelompok, yaitu skor fisiologi akut (12 variable, dengan nilai
maksimum 60), skor penyakit kronis (maksimum 5), dan skor umum (maksimum
6), hingga seluruhnya kembali bernilai 71.
 Skor fisiologi terdiri dari :
a. Tingkat kesadaran yang ditentukan dengan menggunakan GCS (Glasglow
Coma Scale) dan skornya dihitung dengan 15 dikurangi GCS
b. Tempertaur rektal dengan rentang skor 0-4
c. Tekanan nadi/Mean Arterial Pressure (MAP) dengan rentang skor 0-4
d. Frekuensi denyut jantung dengan rentang skor 0-4
e. Frekuensi pernapasan dengan rentang skor 0-4
f. Kadar hematocrit dengan rentang skor 0-4
g. Jumlah leukosit dengan rentang skor 0-4
h. Kadar natrium serum dengan rentang skor 0-4
i. Kadar kalium serum dengan rentang skor 0-4
j. Kadar kreatinin serum dengan rentang skor 0-8
k. Kadar keasaman atau pH darah atau tekanan parsial (PaCO2) dengan
rentang skor 0-4
l. Tekanan parsial oksogen (PaO2) darah dengan rentang skor 0-4
 Skor penyakit kronis

 Skor untuk umur :


 a. <44 tahun : skor 0
b. 45-54 tahun : skor 2
c. 55-64 tahun : skor 3
d. 65-74 tahun : skor 5
e. >75 tahun : skor 6
besar skor APACHE II didapatkan dengan menjumlahkan ketiga kelompok
penilaian tersebut (APS + skor penyakit kronis + skor usia). Sistem skoring ini
tidak dimaksudkan untuk pasien luka bakar dan pasce bedah jantung.
2. Sistem skoring SOFA (Sepsis Organ Failure Assessment)
Sistem skoring SOFA pertama kali digunakan untuk menilai paisen sepsis, ICU
medis dan bedah namun telah divalidasi dan dapat digunakan untuk populasi lain
seperti pasien dengan pembedahan jantung. Enam sistem organ
(respirasi,kardiovaskuler, ginjal, hati, sistem saraf pusat, dan koagulasi) telah
dipilih dan setiap fungsi diberi nilia dari 0 (fungsi normalnya) hingga 4 (sangat
abnormal), yang memberikan kemungkinana nilai dari 0 sampai 24. Skoring
SOFA tidak hanya dinilai pada hari pertama saja, namun dapat dinilai harian
dengan mengambil nila yang terburuk pada hari tersebut,. Tujuan utama dari
skoring kegagalan fungsi organ adalah untuk menggambarkan urutan dari
komplikasi, bukan untuk memprediksi mortalitas.

Sistem skoring Sequential Organ Failure Assessment (SOFA)


10. Infeksi Nosokomial ICU
Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sebagai Health Care
Assosiated Infection (HAIs) adalah infeksi yang didapat dirumah sakit terjadi pada
pasien yang dirawat dirumah sakit paling tidak selama 72 jam dan pasien tersebut
tidak menunjukkan gejla infeksi saat masuk rumah sakit. Di Indonesia, infeksi
nosocomial mencapai 15,74%.10
Berdasarkan informasi sekunder yang ada, infeksi nosocomial di ICU menjadi
masalah yang sring ditemukan di rumah sakit karena pengaruh lingkungan sekitar
yang terkontaminasi. Infeksi yang terjadi di ICU paling sering disebabkan oleh
Staphylococcus sp, Enterobacter agglomrans, dll.11

11. Jenis ICU


ICU sendiri terbagi dalam beberapa jenis, berdasarkan fungsinya ICU dibagi
menjadi, yaitu.12,13 :
1. Intensive Coronary Care Unit (ICCU)
Intensive cardiac care unit (ICCU) merupakan unti penanganan bagi pasien
gangguan jantung. Seperti penderita jantung coroner, pasien gagal jantung atau
gangguan berat pada fungsi jantung jenis lain.
2. Neonatal Intensive Care Unit (NICU)
Neonatal intensive care unit (NICU) adalh ruangan untuk menangani bayi baru
lahir, yang mengalami kondisi tidak baik, premature atau gejala-gejala lain yang
memerlukan perawatan dan perlakuan khusus.
3. Pediatric Intensive Care Unit (PICU)
Pediiatrc intensive care unit (PICU) adalah ruangan perawatan khusus pasien
anak-anak yang butuh penanganan ntensif.
4. Post Anesthesi Care Unit (PACU)
Post anesthesia care unit (PACU) adalah unit perawatan intensif pasca operasi
dan stabilisasi pasien setelah operasi bedah dan anestesi.

BAB II
KESIMPULAN

Intensive Care Unit (ICU) adalah bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan staf
khusus dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-
pasien yang menderita penyakit dan cedera yang mengancam nyawa atau berpotensi mengancam
nyawa. Adapun tujuan ICU yaitu mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan spesifik
terhadap penyakit penyakit akut yang mengancam nyawa, memberikan bantuan dan mengambil
alih fungsi vital tubuh, dan melakukan pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan
terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit, dengan harapan dapat meningkatkan angka
keselamatan pasien.
ICU sendiri memiliki indikasi masuk dan keluar yang jelas berdasarkan prioritas dan
kestabilan pasien, hal ini agar ICU menjadi tempat untuk perawatan intensif khusus bagi pasien
yang membutuhkan. ICU juga didukung oleh tenaga medis yang lebih handal dan sarana
prasarana yang lengkap, sehingga dapat menjadi tempat rujukan dari unit lain untuk melakukan
perawatan intensif dan tertitrasi.
Namun perlu diawasi pelayanan dan kebersihan ICU terkait infeksi nosokomial yang
dapat menjangkit pasien ICU. Apabila pasien telah membaik atau stabil kesehatannya maka
pasien dapat dipindahkan ke unit lain untuk dilanjutkan terapi nya, karena rawannya infeksi
nosokomial di ICU.

DAFTAR PUSTAKA

1. American College Of Critical Care Medicine. Guidelines For ICU Admission, Discharge
And Triage. 1999. Diunduh Dari URL :
Http//Www.Learnicu.Org/Dos/Guidelines/Admissiondischargetriage.Pdf (Diakses 3
Desember 2015)
2. Direktorat Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan HCU Dan ICU Di Rumah Sakit. Jakarta. 2011
3. Petunjuk Teknis Penyelenggaaan Pelayanan Intensif Care Unit (ICU) Di Rumah Sakit.
Direktorat Jendral Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. 2012
4. Depkes RI. Petunjuk Teknis Pelayanan Intensive Care Unit Di Rumah Sakit. 2011.
Diunduh Dari URL : Http//Www.Pediatric.Org/Guidelines/ (Diakses 3 Desember 2015).
5. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan Intensif Care Unit (ICU) Di Rumah Sakit.
Direktorat Jendral Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. 2012
6. Anomi. Indikasi Masuk Dan Keluar Intensive Care Unite. Bahan Kuliah Anestesi
7. Hanafi A. Peran Ruang Perawatan Intensive Care Unite Dalam Memberikan Pelayanan
Kesehatan Di Rumah Sakit. Pidato Pengukuhan Guru Besar FK USU. 2007. Diunduh
Dari URL:
Http//Www.Usu.Ac.Id/Id/Files/Pidato/Ppgb/2007/Ppgb_2007_Achsanuddin_Hanafie.Pdf
(Diakses 3 Desember 2015)
8. Handayani, Diah Dkk. Sistem Skor Acute Physiology And Chronis Health Evaluation
(Apache) II Sebagai Prediksi Mortalitas Pasien Rawat Instalasai Perawatan Intensif
9. MODS (Multiple Organ Dysfunction Syndrome). Diunduh Dari
Htpp://Erepo.Unud.Ac.Id/8649/3/674e54f56bd405ec29ff5fb47e0f41.Pdf 22 September
2017.
10. Nasution, LH. Infeksi nosocomial. Departemen kulit dan kelamin FK Universitas
sumatera utara. 2014
11. A. Baharutan, Fes Rares, S Soliongan - Biomedik, 2015 – Ejournal.Unsrat.Ac.Id. Pola
Bakteri Penyebab Infeksi Nosocomial Pada Ruang Perawatan Intensif Anak Rsup Prof.
Dr.R.D Kandayu Manado. Manado 2015
12. Washington State Department of Health. Type of Intensive Care Units. Available from :
http://www.doh.wa.gov/YouandYourFamily/IllnessandDisease/HealthcareAssoci
atedInfections/MethodsandDefinitions/TypesofIntensiveCareUnits
13. Perhimpunan Dokter Intesive Care Indonesia. Pedoman Penyelenggaraan Intensive Care
Unit (ICU) di rumah sakit. 2019.

Anda mungkin juga menyukai