Anda di halaman 1dari 6

KASUS 1

Pasien Tewas Setelah Diinfus

Seorang warga di Tegal, Jawa Tengah tewas diduga akibat mal praktek saat dirawat di
rumah sakit. Korban diberi cairan infus yang sudah kadaluarsa saat menjalani
perawatan di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal sehingga kondisinya terus memburuk dan
akhirnya tewas. Sementara itu pihak Rumah Sakit Mitra Siaga mengatakan, pemberian
infus kadaluarsa tersebut bukan merupakan kesengajaan.

Solihul, warga Surodadi, Tegal, Jawa Tengah meninggal Selasa (25/03/08) kemarin, di
Rumah Sakit Harapan Anda Tegal. Tangis keluarga korban pun tak terbendung saat
mengetahui korban sudah meninggal.

Istri korban Eka Susanti bahkan berkali-kali tak sadarkan diri. Salah satu keluarga
korban berteriak-teriak histeris sambil menunjukkan sisa infus kadaluarsa yang
diberikan ke korban saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal Sabtu
pekan lalu tempat sebelumnya korban dirawat.

Pada kemasan infus tertera tanggal kadaluarsa 14 Januari 2008. Keluarga korban
menuding pemberian infus kadaluarsa inilah yang menyebakan korban meninggal.
Pihak Rumah Sakit Mitra Siaga dinilai teledor karena memberikan infus yang sudah
kadaluarsa.

Menurut keluarga korban, sejak diberi infus kadaluarsa, kondisi korban terus
memburuk. Korban yang menderita gagal ginjal awalnya dirawat di Rumah Sakit Mitra
Siaga Tegal selama 10 hari. Karena tak kunjung sembuh, pihak keluarga kemudian
memutuskan merujuk korban ke RSI Islam Harapan Anda Tegal.  Korban langsung
menjalani perawatan di ruang ICU. Namun tiga hari menjalani perawatan di ICU kondisi
korban terus memburuk, hingga akhirnya meninggal dunia.

Direktur Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal, Dokter Wahyu Heru Triono mengatakan, tidak
ada unsur kesengajaan dalam kasus infus kadaluarsa yang di berikan kepada pasien

1
Solihul, namun pihaknya mengakui insiden ini menunjukkan adanya kelemahan
monitoring logistik farmasi.

Meski belum dapat dipastikan meninggalnya korban akibat infus kadaluarsa, pihaknya
akan menjadikan kasus ini sebagai evaluasi untuk memperbaiki monitoring logistik
farmasi.
Sementara itu keluarga korban mengaku tetap akan menuntut pertanggungjawaban
pihak Rumah Sakit Mitra Siaga atas terjadinya kasus ini. Pasalnya, tidak saja telah
kehilangan nyawa, namun keluarga korban tetap harus membayar biaya perawatan
sebesar 7 juta rupiah.

TINDAKAN

Dalam Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang mengakibatkan


celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal 359, misalnya menyebutkan,
“Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”.
Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa seseorang
dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 Kitab-
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), (1) ‘Barang siapa karena kealpaannya
menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun’.
(2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian
rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga
ratus rupiah.

Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang terbukti
melakukan malpraktik, sebagaimana Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), “Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan
suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang

2
bersalah dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan
kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.” Namun,
apabila kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan malpraktik yang mengakibatkan
terancamnya keselamatan jiwa dan atau hilangnya nyawa orang lain maka pencabutan
hak menjalankan pencaharian (pencabutan izin praktik) dapat dilakukan.

Berdasarkan Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan aturan kode
etik profesi praktik dokter. Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan
perdata oleh seseorang (pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja (dolus) telah
menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang
menimbulkan kerugian (dokter) untuk mengganti kerugian yang dialami kepada
korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab-Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata), “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.” Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian
(culpa) diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: “Setiap orang bertanggung jawab tidak
saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.”

3
KASUS 2
Pasien Dioperasi Tanpa Pemberitahuan Keluarga

24 hari sudah Nina Dwi Jayanti, putri pasangan Gunawan dan Suheni warga Jalan
Perum Pucung Baru Blok D2 No.6 Kecamatan Kota Baru, Cikampek ini terbaring
ditempat tidur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Menurut cerita orangtuanya yang juga karyawan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
atau RSCM, Nina masuk ke rumah sakit pada tanggal 15 Februari 2009 lalu karena
mengeluh tak bisa buang air besar.

Setelah sampai di rumah sakit, dokter langsung memberikan obat untuk memperlancar
buang air besarnya. Namun karena tak kunjung sembuh, dokter kemudian menebak
sakit Nina kemungkinan karena menderita apendik atau usus buntu.

Nina pun langsung dibedah dibagian ulu hati hingga dibawah pusar, tapi anehnya,
dokter yang menangani pembedahan tidak memberitahukan atau tidak minta ijin
terlebih dahulu kepada orangtuanya, sebagai prosedur yang harus ditempuh dokter
bila ingin melakukan tindakan operasi atau pembedahan.

Ternyata setelah dibedah, dugaan bahwa Nina menderita usus buntu tidak terbukti.
Dokter lalu membuat kesimpulan berdasarkan diagnosa, Nina menderita kebocoran
kandung kemih. Nina kemudian dioperasi tapi juga tidak memberitahukan
orangtuanya. Bekas-bekas operasi itu terlihat di perut Nina yang dijahit hingga 10
jahitan lebih.

Kedua orangtua Nina hanya bisa pasrah dan minta pertanggungjawaban pihak Rumah
Sakit RSCM atas kesehatan anaknya. Ayah Nina yang juga bekerja di RSCM ini akan
mengadukan kasusnya ke Menteri Kesehatan dan siap dipecat dari pekerjaannya.

4
TINDAKAN

Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis
(pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan
tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :

1. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang


mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No.
585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88
butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup
besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak
pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis
serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent);

2. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-
invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien;

3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien


yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan
lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap
dirinya.

Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal
351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu
tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan
pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana
jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu
telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa
tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan
medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu
memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat

5
dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan
harus menghormatinya.

Anda mungkin juga menyukai