Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai antara lain: di dalam
segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, dokumen-dokumen dan keputusan-
keputusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagai bahasa negara, bahasa
Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai taman
kanak-kanak sampai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat perhubungan
pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
nasional untuk kepentingan pelaksanaan pemerintahan. Di dalam hubungan ini, bahasa
Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat luas, sebagai alat perhubungan antar daerah, melainkan juga sebagai alat
perhubungan di dalam masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasanya.
Sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi,
bahasa Indonesia dipakai sebagai alat yang memungkinkan kita membina dan
mengembangkan kebudayaan nasional sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri,
yang membedakannya dari kebudayaan daerah.
1.2.4 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Baku
Bahasa baku merupakan bahasa yang digunakan dalam pertemuan sangat resmi.
Fungsi bahasa baku itu berfungsi sebagai berikut:
1. Fungsi pemersatu sosial, budaya, dan bahasa,
2. Fungsi penanda kepribadian bersuara dan berkomunikasi,
3. Fungsi penambah kewibawaan sebagai pejabat dan intelektual, dan
4. Fungsi penanda acuan ilmiah dan penulisan tulisan ilmiah.
Keempat posisi atau kedudukan bahasa Indonesia itu mempunyai fungsi keterkaitan
antar unsur. Posisi dan fungsi tersebut merupakan kekuatan bangsa Indonesia dan merupakan
jati diri Bangsa Indonesia yang kokoh dan mandiri. Dengan keempat posisi itu, bahasa
Indonesia sangat dikenal di mata dunia, khususnya tingkat regional ASEAN.
Dengan mengedepankan posisi dan fungsi bahaasa Indonesia, eksistensi bahasa
Indonesia diperkuat dengan latar belakang sejarah yang runtut dan argumentatif. Sejarah
terbentuknya Bahasa Indonesia dari bahasa melayu. Ciri-ciri bahasa Indonesia yang khas,
legitimasi sebagai interaksi Bahasa Indonesia, dan ragam serta laras Bahasa Indonesia
memperkuat konsepsi dan fungsi dikembangkan ke berbagai ilmu, teknologi, bidang, dan
budaya sekarang dan nanti.
Masalah yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain adalah yang
disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode
dan bahasa gaul yang tanpa kita sadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal seperti
ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak sesuai dan tidak baik.
Contoh nyata dalam pertanyaan sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang baku:
Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas yang saya berikan?
Apa yang kamu lakukan saat liburan kemarin?
Kata-kata di atas adalah kata yang sesuai untuk digunakan dalam lingkungan sosial.
Contoh lain dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan
menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar -
menawar dengan tukang sayur atau tukang ojek kita memakai bahasa baku.
(1) Berapakah Ibu mau menjual kentang ini?
(2) Apakah Bang ojek bersedia mengantar saya ke Stasiun Gambir dan berapa ongkosnya?
Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan
tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Untuk situasi
seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat.
(3) Berapa nih, Bu, kentangnya?
(4) Ke Stasiun Gambir, Bang. Berapa?
Bahasa indonesia yang baik dan benar merupakan bahasa yang mudah dipahami dan
dimengerti, bentuk bahasa baku yang sah dibuat agar secara luas masyarakat indonesia dapat
berkomunikasi menggunakan bahasa nasional.
MODUL II
Ketika bahasa itu berada pada tataran fungsi bahasa ekspresi diri dan fungsi bahasa
komunikasi, bahasa yang digunakan masuk ke dalam ragam bahasa dan laras bahasa. Ragam
bahasa adalah variasi bahasa yang terbentuk karena pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa itu
dibedakan berdasarkan media yang digunakan topik pembicaraan, dan sikap pembicaranya.
Di pihak lain, laras bahasa dimaksudnya kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya.
Fungsi pemakaian bahasa lebih diutamakan dalam laras bahasa dari pada aspek lain dalam
ragam bahasa. Selain itu, konsepsi antara 6 ragam bahasa dan laras bahasa saling terkait
dalam perwujudan aspek komunikasi bahasa. Laras bahasa apa pun akan memanfaatkan
ragam bahasanya. Misalnya, laras bahasa lisan dan ragam bahasa tulis.
1. Ragam Bahasa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ragam bahasa diartikan variasi bahasa
menurut pemakaiannya, topik yang dibicarakan hubungan pembicara dan teman bicara, dan
medium pembicaraannya (2005:920). Pengertian ragam bahasa ini dalam berkomunikasi
perlu memperhatikan aspek (1) situasi yang dihadapi, (2) permasalahan yang hendak
disampaikan, (3) latar belakang pendengar atau pembaca yang dituju, dan (4) medium atau
sarana bahasa yang digunakan. Keempat aspek dalam ragam bahasa tersebut lebih
mengutamakan aspek situasi yang dihadapi dan aspek medium bahasa yang digunakan
dibandingkan kedua aspek yang lain.
2. Penggunaan imbuhan (afiksasi), awalan (prefix), akhiran (sufiks), gabungan awalan dan
akhiran (simulfiks), dan imbuhan terpisah (konfiks). Misalnya:
Awalan: menyapa – apaan
Mengopi – ngopi
Akhiran: laporan – laporin
Marahi – marahin
Simulfiks: menemukan------nemuin
Menyerahkan-----nyerahin
Konfiks: Kesalahan-----------nyalahin
Pembetulan-------betulin
3. Penggunaan unsur fatik (persuasi) lebih sering muncul dalam ragam bahasa nonformal,
seperti sih, deh, dong,kok,lho, ya kale, gitu ya.
4. Penghilangan unsur atau fungsi kalimat (S-P-O-Pel-Ket) dalam ragam bahasa nonformal
yang menganggu penyampaian suatu pesan.Misalnya,
Penghilangan subjek: Kepada hadirin harap berdiri.
Penghilangan predikat: Laporan itu untuk pimpinan.
Penghilangan objek : RCTI melaporkan dari Medan.
Penghilangan pelengkap: Mereka berdiskusi di lantai II.
Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dilafalkan langsung oleh penuturnya kepada
pendengar atau teman bicaranya. Ragam bahasa lisan ini ditentukan oleh intonasi dalam
pemahaman maknanya. Misalnya,
(a)Kucing/ makan tikus mati.
(b) Kucing makan//tikus mati.
(c) Kucing makan tikus/mati.
2. Laras Bahasa
Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya. Laras bahasa
terkait langsung dengan selingkung bidang dan keilmuan sehingga dikenallah laras bahasa
ilmiah dengan bagian subsublarasnya. Pembedaan diantara sub-sublaras bahasa seperti dalam
laras ilmiah itu dapat diamati dari
(1) penggunaan kosakata dan bentukan kata,
(2) penyusunan frasa,klausa, dan kalimat,
(3) penggunaan istilah
(4) pembentukan paragraf,
(5) penampilan hal teknis,
(6) penampilan kekhasan dalam wacana.
Berdasarkan konsepsi laras bahasa tersebut, laras bahasa ekonomi mempunyai sub-
sublaras bahasa manajemen, sublaras akuntansi,sublaras asuransi, sublaras perpajakan, dll.
Laras bahasa dapat digolongkan kepada dua golongan besar, yaitu laras biasa dan laras
khusus. Laras biasa ialah laras khusus yang digunakan untuk masyarakat umum seperti
bidang hiburan, pengetahuan, penerangan, dan maklumat. Laras khusus merujuk kepada
kegunaan untuk khalayak khusus seperti ahli-ahli atau peminat dalam bidang tertentu dan
pelajar-pelajar (rencana, laporan, buku).
Pembeda utama yang membedakan antara laras biasa dengan laras khsus ialah kosa kata, tata
bahasa, dan gaya.
b. Laras Akademik
Meliputi berbagai bidang seperti sains, teknologi, komunikasi, matematik dan sebagainya
yang terletak dalam ruang lingkup pendidikan. Dalam penulisan ilmiah, misalnya penulisan
thesis, penulis perlu mengikut format tertentu seperti perlu ada catatan bibiliografi (rujukan),
nota kaki di bawah muka surat atau nota hujungan di penghujung setiap bab.Menggunaka
istilah-istilah yang khusus kepada bidang, dan biasanya perlu dihafal. Contohnya ialah
fotosintesis, pecutan, mengawan, pendebungaan dan sebagainya.
(EYD)
Pemakaian Huruf
Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf berikut—nama tiap
huruf disertakan di sebelahnya.
A a a J j je S s es
B b be K k ka T t te
C c ce L l el U u u
D d de M m em V v ve
E e e N n en Ww we
F f ef O o o X x eks
G gH ge P p pe Y y ye
h ha
Q q ki Z z zet
I i i
R r er
Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf berikut.
*Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan. Contohnya:
Rosa gemar memakan apel (buah).
Polisi-polisi itu sedang bersiap untuk apel pagi (upacara).
Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia, terdiri atas huruf-huruf berikut.
Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata
Konsonan
Di Awal Di Tengah Di Akhir
*Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah. **Khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia, terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
Catatan
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada
pertimbangan khusus Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
Huruf Miring
a. Penulisan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Contohnya:
Astrid bekerja sebagai reporter di majalah Cita Cinta.
b. Penegasan atau pengkhususan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Barang yang sudah dibeli, tidak dapat dikembalikan.
c. Penulisan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan
ejaannya.
Oriza Sativa adalah nama ilmiah padi.
Akronim
Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata,
atau pun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital. Contohnya:
SIM (Surat Izin Mengemudi)
ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf
dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital. Contohnya:
Undip (Universitas Diponegoro)
Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret serta seluruhnya ditulis dengan huruf
kecil. Contohnya:
rapim (rapat pimpinan)
tilang (bukti tilang)
Lambang Bilangan
a. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Doni mendapatkan peringkat ke-2 di kelas semester lalu.
b. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan digunakan secara
beruntun, seperti dalam perincian dan pemaparan. Contohnya:
Ibu harus menjamu tiga puluh orang teman . Ia pun memesan 10 nasi
padang, 10 nasi goreng, dan 10 nasi rames.
c. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Contohnya:
Seratus rumah terbakar kemarin malam di Tanah Abang.
d. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
Bilangan utuh
sebelas 11
dua belas 12
Bilangan pecahan
setengah ½
seperempat ¼
e. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara berikut.
Harga makanan di restoran itu sekitar Rp50.000-Rp100.000-an.
f. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Biasanya, ini digunakan pada dokumen resmi seperti nota atau kuitansi.
Telah terima uang senilai Rp87.500,00 (delapan puluh tujuh ribu lima
ratus rupiah) dari Sdri. Ida.
g. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali
di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Tamu undangan yang akan hadir sekitar dua ratus orang.
Tanda Hubung ( - )
a. Penyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian barisnya. Akan
tetapi, suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau
pangkal baris.
Kami sudah lama merencanakan liburan, tapi selalu ada kesibukan yang
menghalangi.
Bukan
Kami sudah lama merencanakan liburan, tapi selalu a-
da kesibukan yang menghalangi.
b. Penyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan
bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Kini ada cara yang baru untuk mengu-
kur panas.
c. Penyambung unsur-unsur kata ulang. Perlu diingat, angka 2 sebagai tanda ulang
(buku2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula—tidak dipakai pada teks
karangan.
Lumba-lumba, berlari-lari, robot-robotan.
d. Penyambung huruf dari sebuah kata yang dieja satu per satu dan bagian-bagian
tanggal.
26-1-2011
e. Penjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilang
bagian kelompok kata. Bandingkan kedua kata berikut.
ber-evolusi, be-revolusi
f. Perangkai (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii)
ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan
imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
Meranti menikuti lomba paskibra se-Jabodetabek.
Ibu menyukai musik tahun ’70-an
g. Perangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Ario me-download permainan terbaru di telepon genggamnya.
Tanda Pisah ( — )
a. Pembatas sisipan atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Hasil pertandingan itu—sungguh di luar dugaan—ternyata imbang.
b. Penegas keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi
lebih jelas.
Rangkaian penemuan ini—evolusi, teorri kenisbian, dan kini juga
pembelahan atom—mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
c. Di antara dua kata maupun dua bilangan atau tunggal dengan arti ‘sampai’.
Nita menaiki bus jurusan Depok — Bandung.
Museum tersebut beroperasi dari tahun 1960—2010.
Tanda Elipsis ( … )
a. Dalam kalimat terputus-putus.
Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak!.
b. Penunjuk bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut
Tanda Tanya ( ? )
a. Pada akhir kalimat tanya.
Kapan Anda diwisuda?
b. Di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang kebenarannya
diragukan.
Kios sebanyak 200 pintu (?) terbakar.
Tanda Seru ( ! )
Tanda seru digunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Alangkah suramnya peristiwa itu!
Tanda Kurung ( ( …) )
a. Pengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai.
b. Pengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali)
ditulis pada tahun 1962.
c. Pengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Pejalan kaki itu berasal dari (daerah) Baduy.
d. Pengapit angka atau huruf yang merinci satu urutan keterangan.
Masalah faktor produksi menyangkut faktor (a) alam, (b) modal, dan (c)
sumber daya manusia.
Pemakaian Kata
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis terpisah (berdiri sendiri)
Contoh: Siswa itu rajin.
B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Contoh: bergetar
tulisan
penerapan
memperhatikan
2. Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan
unsur yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Contoh: bertumpang tindih
mengambil alih
3. Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran,
unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Contoh: menggarisbawahi
pertanggungjawaban
4. Kalau salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai (a, antar, catur, maha, mono, multi, pra, pasca, semi ,dsb.)
Contoh: amoral, antar negara, caturwarga, mahasiswa, multiguna, prasejarah, pascasarjana,
semifinal.
Bila bentuk terikat tersebut diikuti oleh kata yang didahului oleh huruf kapital, di antara
kedua unsur itu diberi tanda hubung.
Contoh: non-Indonesia
C. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung.
Contoh: buku-buku
gerak-gerik
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata / kata majemuk ditulis terpisah
Contoh: orang tua
Rumah sakit
2. Gabungan kata yang mungkin menimbulkan makna ganda, diberi tanda hubung.
Contoh: anak-istri ( anak dan istri)
buku -sejarah baru (buku sejarah yang baru)
buku sejarah- baru (sejarahnya baru)
3. Gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kesatuan ditulis serangkai
Contoh: halalbihalal, manakala, barangkali, olahraga, kacamata,
darmasiswa,apabila,padahal,matahari, dukacita, manasuka, kilometer,bilamana , daripada,
peribahasa, segitiga, sukacita, saputangan.
E. Kata Ganti
Kata ganti ku, mu, nya, kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya atau
mendahuluinya., kecuali pada Mu dan Nya yang mengacu pada Tuhan harus ditulis dengan
huruf kapital dan diberi tanda hubung (-).
Contoh: Nasihat orang tua harus kauperhatikan
Anakku, anakmu, dan anaknya sudah menjadi anggota perkumpulan itu.
O, Tuhan kepada-Mulah hamba meminta pertolongan.
F. Kata Depan
Kata depan di, ke, dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali yang sudah
dianggap sebagai satu kesatuan seperti kepada dan daripada.
Contoh: Di mana ada gula, di situ ada semut.
Pencuri itu keluar dari pintu belakang.
Mahasiswa itu akan berangkat ke luar negeri.
G. Kata Sandang
Kata si , sang, hang, dang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh: Muhammad Ali dijuluki petinju “si Mulut Besar”.
H. Partikel
1. Partikel lah, kah, tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh: Pergilah sekarang!
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Contoh: Jika engkau pergi, aku pun akan pergi.
Kata-kata yang sudah dianggap padu ditulis serangkai, seperti
andaipun, ataupun, bagaimanapun, kalaupun, walaupun, meskipun, sekalipun.
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, ‘tiap’ ditulis terpisah.
Contoh: Harga BBM naik per ! April.
Mereka masuk satu per satu.
Harga kertas Rp25.000,00 per rim.
1.1 Pelafalan
Dalam bahasa Indonesia terdapat akhiran –kan, bukan –ken. Sesuai dengan
tulisannya, akhiran itu tetap dilafalkan dengan [-kan], bukan [-ken]. Sementara ini memang
ada orang yang melafalkan kata seperti memuaskan dengan
[memuasken], diharapkan dengan [diharapken], diperhatikan dengan [diperhatiken]. Akan
tetapi, pelafalan seperti itu jelas tidak tepat karena dalam bahasa Indonesia apa yang ditulis
itulah yang dilafalkan.
Timbulnya pelafalan yang tidak tepat itu di samping dipengaruhi oleh idiolek
seseorang, juga besar kemungkinan dipengaruhi oleh lafal bahasa daerah. Sungguhpun
demikian, pemakai bahasa yang memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia tentu tidak
akan mengikuti cara pelafalan yang tidak tepat. Sebaliknya, akan terus berusaha
meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Indonesia, termasuk dalam pelafalannya.
Beberapa contoh pelafalan kata yang serupa dapat diperhatikan di bawah ini.
Kata Lafal Baku Lafal Tidak Baku
biologi [biologi] [biolokhi], [bioloji]
teknologi [teknologi] [tehnolokhi], [tehnoloji], [teknoloji]
filologi [filologi] [filolokhi], [filoloji]
sosiologi [sosiologi] [sosiolokhi], [sosioloji]
fonologi [fonologi] [fonolokhi], [fonoloji]
1.2. Penulisan
Lihat contoh berikut.
Sudahkah anda membayar PBB?
Penulisan kata anda di atas tidak sesuai dengan kaidah penulisan huruf kapital.
Menurut aturan yang berlaku, kata tersebut mesti diawali dengan huruf kapital A sehingga
menjadi Anda karena kata tersebut termasuk kata sapaan. Beberapa kaidah penulisan huruf
kapital adalah sebagai berikut.
a. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kalimat yang berupa
petikan langsung. Marilah kita lihat dahulu contoh yang salah.
Bentuk Salah
(1) Adik bertanya, “kapan kakak pulang?”
(2) Guru mereka menasihatkan,”rajin-rajinlah kamu belajar agar lulus dalam ujian.”
Huruf-huruf yang dicetak miring di atas (k pada kapan, r pada rajin) jelas tidak sesuai dengan
kaidah ejaan karena huruf-huruf itu mengawali petikan langsunb. Perbaikannya adalah seperti
di bawah ini.
Bentuk Benar
(1a) Adik bertanya, “Kapan Kakak pulang?”
(2a) Guru mereka menasihatkan, rajin-rajinlah kamu belajar agar lulus dalam ujian.”
Catatan:
Tanda baca sebelum tanda petik awal adalah tanda koma(,) bukan titik dua (:)
1.3. BENTUK BAKU DAN TIDAK BAKU
Bahasa yang mantap mengenal satu kata untuk konsep tertentu. Artinya, satu
pengertian dinyatakan oleh satu kata atau satu bentuk tertentu, tidak boleh beberapa bentuk
yang mirip. Haruslah ditentukan mana bentuk yang baku dan mana bentuk yang nonbaku,
sehingga di dalam tuturan resmi, hanya bentuk baku itulah yang digunakan. Beberapa bentuk
contoh disajikan sebagai berikut.
1. analisa dan analisis
Dewasa ini masih tetap dipertanyakan orang tentang bentuk kata yang berbunyi
akhir –a atau –isseperti analisa dan analisis. Sampai sekarang ini masih tetap kita lihat dua
bentuk itu dipakai orang secara bergantian. Ada orang yang menggunakan
bentuk analisa, tetapi ada juga orang yang menggunakan analisis.
Secara historis, kata itu dahulu diserap dari bahasa Belanda: analyse. Karena dalam
bahasa Indonesia tidak terdapat kata yang berakhir dengan bunyi /e/, maka /e/ pada akhir
kata itu diganti dengan bunyi /a/, lalu kedua patah kata itu dijadikan analisa.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, sebuah lembaga di bawah Direktorat
Jenderal Kebudayaan Depetemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang “mengurus” bahasa dan
pekerjaannya antara lain membentuk istilah, menetapkan : 1) sebaiknya dalam membentuk
istilah yang mengambil dari bahasa asing, kita mendahulukan bahasa Inggris karena bahasa
Inggris adalah bahasa asing pertama dalam pendidikan di Indonesia; 2) sebaiknya dalam
mengindonesiakan kata asing (bila tidak ditemukan padanannya yang tepat dalam bahasa
Indonesia atau bahasa daerah) diusahakan agar ejaannya dekat dengan ejaan bahasa asalnya,
artinya, yang diganti hanyalah yang perlu saja. Pada saat ini ditetapkan bahwa yang
digunakan sebagai acuan adalah bahasa bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris terdapat
bentuk analysis. Oleh karena itu, bentuk analysis-lah yang diserap dan dindonesiakan
menjadi analisis.
6. Pilihan Kata
Pemakaian Bentuk-bentuk di mana, dalam mana, di dalam mana, dari mana, dan yang
mana sebagai penghubung.
Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai pemakaian bentuk-bentuk di mana, dalam
mana, di dalam mana, dari mana, dan yang mana sebagai penghubung. Contoh-contohnya
sebagai berikut:
(1) Rumah di mana ia tinggal sangat luas.
(2) Karmila membuka-buka album dalam mana ia menyimpan foto-foto barunya.
(3) Ia membuka almari di dalam mana ia meletakkan kunci sepeda motornya.
(4) Bila saya tidak bersekolah, saya tinggal di gedung kecil dari mana suara gamelan yang
lembut dapat terdengar.
(5) Sektor pariwisata yang mana merupakan tulang punggung perekonomian negara harus
senantiasa ditingkatkan.
Penggunaan bentuk-bentuk tersebut kemungkinan besar dipengaruhi oleh bahasa
asing, khususnya bahasa Inggris. Bentuk di mana sejajar dengan penggunaan where, dalam
mana dan di dalam mana sejajar dengan penggunaan in which, dari mana sejajajr
dengan from which, dan yang mana sejajar dengan pemakaian which. Dikatakan dipengaruhi
oleh bahasa Inggris karena dalam bahasa Ingris bentuk-bentuk itu lazim digunakan sebagai
penghubung
Dalam bahasa Indonesia karena sudah ada penghubung yang lebih tepat, yaitu kata tempat
dan yang sehingga contoh (!) – (5) di atas seharusnya diubah menjadi:
(1a) Rumah tempat ia tinggal sangat luas.
(2a) Karmila membuka-buka album tempat ia menyimpan foto-foto barunya.
(3a) Ia membuka almari tempat ia menaruh kunci sepeda motornya.
(4a) Bila saya tidak bersekolah, saya tinggal di gedung kecil tempat suara gamelan yang
lembut dapat terdengar.
(5a) Sektor pariwisata yang merupakan tulang punggung perekonimian negara harus
senantiasa ditingkatkan.
MODUL V
1. Imbuhan
Indonesia dikenal sebagai bahasa aglutinatif. Artinya, kata dalam bahasa Indonesia
bisa ditempeli dengan bentuk lain, yaitu imbuhan. Imbuhan mengubah bentuk dan makna
bentuk dasar yang dilekati imbuhan itu. Karena sifatnya itulah, imbuhan memiliki peran yang
sangat penting dalam pembentukan kata bahasa Indonesia. Dengan demikian, sudah
selayaknyalah, sebagai pemakainya, kita memiliki pengetahuan mengenai hal ini.
Dalam bahasa Indonesia, imbuhan terdiri atas awalan, sisipan, akhiran, dan gabungan
awalan dengan akhiran yang disebut konfiks dan gabungan afiks dalam ilmu bahasa. Awalan
yang terdapat di dalam bahasa Indonesia terdiri atas me(N)-, be(R)-, di-, te(R), -pe(N)-,
pe(R)-, ke-, dan se-, sedangkan sisipan terdiri atas -el-, -em-, dan -er-; akhiran terdiri atas
-kan, -i, dan -an; konfiks dan gabungan afiks terdiri atas gabungan awalan dengan akhiran.
Awalan dan akhiran masih sangat produktif digunakan, sedangkan sisipan tidak produktif.
Walaupun demikian, semua imbuhan termasuk sisipan di dalamnya, apabila diperlukan,
masih dapat kita manfaatkan, misalnya, dalam penciptaan kosakata baru atau dalam
penerjemahan atau penyepadanan istilah asing.
1.1.Awalan me(N)-
Proses pengimbuhan dengan awalan me(N)- terhadap bentuk dasar dapat
mengakibatkan munculnya bunyi sengau atau bunyi hidung dapat pula tidak. Hal tersebut
bergantung pada bunyi awal bentuk dasar yang dilekati awalan tersebut. Bunyi awal bentuk
dasar dapat luluh, dapat pula tidak bergantung pada jenis bunyi bentuk dasar yang dilekati
awalan. Untuk memperjelas hal tersebut, perhatikan contoh berikut.
me(N)- + buat → membuat
me(N)- + pakai → memakai
me(N)- + fotokopi → memfotokopi
me(N)- + dengar → mendengar
me(N)- + tatar → menatar
me(N)- + jabat → menjabat
me(N)- + colok → mencolok
me(N)- + suruh → menyuruh
me(N)- + ganti → mengganti
me(N)- + kikis → mengikis
me(N)- + hadap → menghadap
me(N)- + undang → mengundang
me(N)- + muat → memuat
me(N)- + nilai → menilai
me(N)- + nyanyi → menyanyi
me(N)- + nganga → menganga
me(N)- + lepas → melepas
me(N)- + rusak → merusak
Apabila bentuk dasar yang dilekati hanya berupa satu suku kata, me(N)- berubah
menjadi menge-, misalnya, dalam contoh berikut.
me(N)- + cap → mengecap
me(N)- + pak → mengepak
me(N)- + tik → mengetik
Namun demikian, perlu kita perhatikan jika bentuk dasar tersebut ditempeli awalan
di-, bentuk yang ditempelinya tidak mengalami perubahan. Kita perhatikan contoh berikut.
di- + pak → dipak
di- + tik → ditik
di- + cap → dicap
Berdasarkan contoh-contoh yang sudah kita kenal dengan baik, dapat kita simpulkan
bahwa untuk membentuk kata secara benar, kita harus mengetahui bentuk dasarnya.
1.2. Awalan be(R)-
Awalan be(R)- memiliki tiga variasi, yaitu ber-, be-, dan bel-. Variasi tersebut muncul
sesuai dengan bentuk dasar yang dilekatinya, misalnya, dalam contoh berikut.
be(R)- + usaha → berusaha
be(R)- + diskusi → berdiskusi
be(R)- + korban → berkorban
be(R)- + rencana → berencana
be(R)- + kerja → bekerja
be(R)- + serta → beserta
be(R)- + ajar → belajar
Kata beruang sebagai kata dasar berart i sejenis binatang sedangkan sebagai kata
berimbuhan, yang terdiri atas ber- dan uang memiliki arti mempunyai uang; ber- dan ruang
berarti memiliki ruang’. Kata tersebut akan menjadi jelas artinya jika terdapat dalam konteks
kalimat. Begitu pula halnya dengan kata berevolusi yang terdiri atas ber dan evolusi atau ber-
dan revolusi.
Dalam keseharian kini sering digunakan kata berterima atau keberterimaan. Dalam
hal ini awalan ber- sejajar dengan awalan di-. Jadi, berterima sama dengan diterima,
misalnya, dalam kalimat Usulan yang disampaikan kepada Bapak Gubernur sudah
berterima. Kata berterima dan keberterimaan merupakan padanan acceptable dan
acceptability dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Melayu, imbuhan ber- yang sepadan
dengan di- merupakan hal yang lazim, peribahasa gayung bersambut, kata berjawab berarti
gayung disambut, kata dijawab.
2. Jenis-jenis Kata
2.1.1 Kata Kerja (Verba)
Kata kerja adalah kata yang menyatakan makna perbuatan, pekerjaan, tindakan, proses, atau
keadan.
Ciri-ciri kata kerja:
a. Umumnya menempati fungsi predikat dalam kalimat.
Aku membaca buku
S P O
b. Dapat didahului kata keterangan, seperti: akan, sedang, sudah, hendak, dan
hampir.
Aku akan pergi
S P
c. Dapat didahului kata ingkar tidak. Dia tidak datang
S P
d. Dapat digunakan dalam kalimat perintah, khususnya yang bermakna
perbuatan.
Bawakan air minum untuk temanmu!
Fungsi kata kerja:
a. Substantif (sebagai subjek), misalnya:
Memanjat/memerlukan/tenaga
b. Predikatif (sebagai predikat), misalnya:
Ibu/ sedang mencuci
c. Atributif (sebagai kata sifat keterangan subjek), misalnya:
Anak/ belajar/ jangan dipaksa
Ditinjau dari bentuknya, kata kerja dibedakan menjadi:
a. Bentuk kata dasar, misalnya: makan, minum, pulang, pergi, dan sebagainya.
b. Bentuk kata berimbuhan, misalnya: menulis, bekerja, dan menari.
c. Bentuk kata ulang, misalnya: berjalan-jalan, memukul-mukul, dan berteriak-
teriak.
d. Bentuk kata majemuk, misalnya: berkeras hati, bermain api, dan memeras
keringat.
Ditinjau dari hubungan dengan unsur lain dalam kalimat, kata kerja dibedakan
menjadi:
a. Kata kerja transitif
Kata kerja transitif adalah kata kerja yang membutuhkan kehadiran objek.
Berdasarkan jumlah objek yang mendampinginya, kata kerja transitif terbagi
menjadi:
1. Kata kerja ekatransitif, yaitu kata kerja yang diikuti oleh satu objek.
o Marisa membaca buku.
2. Kata kerja dwitransitif, yaitu kata kerja yang mempunyai dua nomina, satu
sebagai objek dan satunya lagi sebagai pelengkap.
o Ibu menyanyikan adik ninabobo.
3. Kata kerja semitransitif, yaitu kata kerja yang objeknya boleh ada, boleh
juga tidak ada.
o Avi sedang menari..
b. Kata kerja intransitif
Kata kerja transitif adalah kata kerja yang tidak memiliki objek. Jenis kata
kerja intransitif ini dikelompokkan ke dalam tiga jenis:
1. Kata kerja intransitif tak berpelengkap.
Keadaan Sari sudah membaik.
2. Kata kerja intransitif yang berpelengkap wajib—bila tidak ada pelengkap,
kalimat itu tidak berterima.
Nilai dari klub lawan menyamai nilai dari klub tuan rumah.
3. Kata kerja intransitif berpelengkap manasuka—boleh ada pelengkap,
boleh juga tidak.
Bocah itu berlari.
Mobil itu berlari cepat.
MODUL VI
BAHASA UNTUK PENULISAN (1)
KALIMAT
Kalimat ialah suatu bagian ujaran yang berdiri sendiri dan bermakna dan diakhiri oleh
intonasi akhir. Sebuah kalimat sekurang-kurangnya memiliki subjek dan predikat. Banyak hal
yang dapat kita persoalkan mengenai kalimat bahasa Indonesia. Beberapa hal yang patut
memperoleh perhatian kita sehubungan dengan upaya kita untuk memahami struktur kalimat
adalah (1) alat uji kalimat, (2) ciri-ciri unsur kalimat, (3) pola kalimat, (4) kalimat majemuk.
3. Kalimat Majemuk
Kalimat dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni (1) kalimat tunggal (kalimat yang
hanya terdiri atas satu kalimat dasar) dan (2) kalimat majemuk (kalimat yang sekurang-
kurangnya terdiri atas dua kalimat dasar). Kalimat majemuk terdiri atas kalimat majemuk
setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk rapatan.
Contoh:
Dia datang ketika saya sedang tidur.
Meskipun usianya sudah lanjut, semangat belajarnya tidak pernah padam.
4. Kalimat Efektif
Setiap gagasan pikiran atau konsep yang dimiliki seseorang pada praktiknya harus
dituangkan ke dalam bentuk kalimat. Kalimat yang baik pertama sekali haruslah memenuhi
persyaratan. Hal ini berarti kalimat itu harus disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang
berlaku. Kalimat yang benar dan jelas akan mudah dipahami oleh orang lain secara tepat.
Kalimat yang demikian disebut kalimat efektif. Sebuah kalimat efektif haruslah memiliki
kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau
pembaca seperti apa yang terdapat pada pikiran penulis atau pembicara. Hal ini berarti bahwa
kalimat efektif haruslah disusun secara sadar untuk mencapai daya informasi yang diinginkan
penulis terhadap pembacanya. Jadi, yang dimaksud kalimat efektif adalah kalimat yang
memenuhi syarat sebagai berikut.
1. Secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penulis.
2. Sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau
pembaca seperti yang dipikirkan pembicara atau penulis (Keraf,1980:36).
Dengan demikian, kalimat efektif ialah kalimat yang disusun sesuai dengan kaidah-
kaidah bahasa yang berlaku, yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali
gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada pada pikiran
penulis.
4.1.1 Kesepadanan
Yang dimaksud kesepadanan ialah keseimbangan antara pikiran (gagasan) dan struktur
bahasa yang dipakai. Kesepadanan kalimat ini diperlihatkan oleh kesatuan gagasan yang
kompak dan kepaduan pikiran yang baik. Kesepadanan kalimat itu memiliki beberapa ciri,
seperti di bawah ini.
1. Kalimat itu memiliki fungsi-fungsi yang jelas (subjek dan predikat).
Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu kalimat menyebabkan kalimat itu tidak
efektif. Kejelasan subjek dan predikat suatu kalimat dapat dilakukan dengan
menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, dan sebagainya di
depan subjek.
Contoh:
Dalam musyawarah itu menghasilkan lima ketetapan yang harus dipatuhi bersama.
Kalimat di atas tidak memiliki kesepadanan karena fungsi subjek tidak jelas. Kalimat
di atas tidak menampilkan apa atau siapa yang menghasilkan lima ketetapan yang harus
dipatuhi bersama. Subjek kalimat dalam kalimat tersebut tidak jelas karena penekanan
kata dalam.
2. Tidak terdapat subjek ganda
Contoh:
Peringatan hari Sumpah Pemuda beberapa warga masyarakat menampilkan berbagai
kegiatan kesenian.
3. Kata penghubung digunakan secara tepat
Contoh: Dia datang terlambat. Sehingga tidak dapat mengkuti kuliah pertama.
Konjungsi sehingga tidak dapat digunakan di awal kalimat karena berfungsi sebagai
konjungsi intrakalimat.
4. Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang.
Contoh: Semua regulasi yang menghambat iklim.
4.1.2 Keparalelan
Yang dimaksud keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam
kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan kata benda (nomina), bentuk kedua
dan seterusnya juga harus menggunakan kata benda (nomina). Kalau bentuk pertama
menggunakan kata kerja (verba), bentuk kedua dan seterusnya juga menggunakan kata kerja
(verba).
Contoh:
Apabila pelaksanaan pembangunan lima tahun kita jadikan titik tolak, maka menonjollah
beberapa masalah pokok yang minta perhatian dan pemecahan. Reorganisasi administrasi
departemen-departemen. Ini yang pertama. Masalah pokok yang lain yang menonjol ialah
penghentian pemborosan dan penyelewengan. Ketiga karena masalah pembangunan ekonomi
yang kita jadikan titik tolak , maka kita ingin juga mengemukakan faktor lain. Yaitu bagami
ana memobilisir potensi nasioal secara maksimal dalam pembangunan ini.
(Kompas)
Bila kita perhatikan kutipan di atas tampak bahwa reorganisasi administrasi, pemborosan
dan pengelewengan serta mobilisasi nasional merupakan masalah pokok yang mempunyai
hubungan satu sama lain. Dengan menggunakan konstruksi yang pararel ketiganya dapat
dihubungkan secara mesra, serta akan memberi tekanan yang lebih jelas pada ketiganya.
4.1.3 Kehematan
Yang dimaksud kehematan dalam kalimat efektif ialah hemat menggunakan kata, frasa,
atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu. Kehematan tidak berarti harus menghilangkan
kata-kata yang dapat menambah kejelasan kalimat. Penghematan di sini mempunyai arti
penghematan terhadap kata yang memang tidak diperlukan, sejauh tidak menyalahi kaidah
tata bahasa.
Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan.
1. Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan pengulangan subjek.
Contoh:
Lukisan itu indah.
Lukisan itu akan saya beli.
Kalimat jika digabungkan menjadi seperti di bawah ini
Lukisan indah itu akan saya beli.
Atau
Lukisan itu akan saya beli karena indah.
2. Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan pemakaian superordinat pada
hiponimi kata.
Contoh:
Mulai hari Kamis ini Top Skor akan mulai terbit dan dijual dengan harga eceran Rp2.500,00.
3. Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan kesinoniman dalam satu
kalimat.
Contoh:
Tim ini memiliki waktu selama sepekan (terhitung kemarin) untuk menentukan detail
pelaksanaan format dua wilayah seperti jumlah peserta, kontrak pemain, dan lain-lain.
4. Penghematan dapat dilakukan dengan cara tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk
jamak.
Contoh:
Beberapa negara-negara Asean mengikuti konfrensi….
Banyak para peninjau yang menyatakan bahwa perang yang sedang berlangsung itu
merupakan Perang Dunia Timur Tengah.
4.1.4 Kecermatan
Yang dimaksud kecermatan adalah kalimat itu tidak menimbulkan tafsiran ganda, dan
tepat dalam pilihan kata. Kecermatan dalam kalimat berkaitan dengan pemilihan kata,
penyusunan kata, dan penggunaan logika dalam kalimat.
Kecermatan meliputi beberapa aspek berikut:
1. Ketepatan dalam struktur kalimat
Contoh:
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima beasiswa.
Penggunaan kata yang di atas menyebabkan kalimat bermakna ganda, yang terkenal itu
mahasiswa atau perguruan tinggi.
2. Pemilihan kata
Contoh:
Sebagian toko tertutup sehingga para korban gempa mengonsumsi makanan sesuai dengan
ketersediaan yang ada.
Penggunaan kata tertutup dapat bermakna ganda, buka (tetap berjualan) atau tutup (tidak
berjualan), atau terhalang oleh sesuatu.
3. Penggunaan ejaan
Contoh:
Menurut cerita Ibu Sari adalah orang pandai di desa itu.
Kekurangan penggunaan tanda koma pada kalimat di atas menyebabkan makna menjadi
kabur, apakah orang pandai di desa itu ibu, ibu sari, atau seseorang.
4.2.6 Kelogisan
Yang dimaksud dengan kelogisan ialah ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan
sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kelogisan berhubungan dengan penalaran, yaitu proses
berpikir untuk menghubung-hubungkan fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan.
Contoh:
Mayat wanita yang ditemukan itu sebelumnya sering mondar-mandir di daerah tersebut.
Jika kita bertanya, “Siapa yang mondar-mandir?”, tentu jawabannya mayat wanita.
Jelaslah bahwa kalimat tersebut salah nalar. Kalimat itu berasal dari dua pernyataan, yaitu (1)
Mayat wanita ditemukan di kompleks itu dan (2) Sebelum menjadi mayat, wanita itu sering
mondar-mandir. Penulis menggabungkan kedua kalimat tersebut tanpa mengindahkan pikiran
yang jernih sehingga lahirlah kalimat yang salah nalar.
MODUL VII
a. Karangan Deskripsi
Deskripsi diambil dari bahasa inggris description ang tentu saja berubungan dengan
kata kerjanya to describe (melukiskan dengan bahasa). Seorang guru anatomi ang piawai
akan mampu mendeskripsikan bagian-bagian tubuh manusia pada murid-muridnya seingga
dalam benak muridnya bagian tubuh itu tervisulisasikan seperti keadaan sebearnya. Itula sala
satu contoh deskripsi.
Uraian di atas mengandung pengertian bahwa karangan deskripsi merupakan karangan
ang lebih menonjolkan aspek pelukisan sebuak benda sebagaimana adanya. Hal ini sesuai
dengan asal katanya, yaitu describere (bahasa latin). Yang berarti “menulis tentang,
membeberkan suatu hal, melukiskan suatu hal ”.
Penggambaran sesuatu dalam karangan deskripsi memerlukan kecermatan,
pengamatan, dan ketelitian. Hasil pengamatan itu kemudian dituangkan oleh penulis dengan
menggunakan kata-kata yang kaya akan nuansa bentuk. Dengan kata lain, penulis harus
sanggup mengembangkan suatu objek melalui rangkaian kata-kata yang penuh arti dan
kekuatan seingga pembaca dapat menerimanya seolah-olah melihat, mendengar, merasakan,
menikmati sendiri objek itu.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan deskripsi
adalah bentuk tulisan yang bertujuan memperluas pngetauan dan pengalaman pembaca
dengan jalan melukiskan hakikat objek yang sebenarnya.
b. Karangan Narasi
Karangan narasi ( berasal dari narration = bercerita ) adalah suatu bentuk tulisan yang
berusaha menciptakan mengisahkan, merangkaiakan perbuatan manusia dalam sebua
peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan.
c. Karangan Eksposisi
Kata eksposisi dipungut dari bahasa inggris exposition sebenarnya berasal dari kata
bahasa latin ang berarti membuka atau memulai. Memang karangan eksposisi merupakan
wacana yang bertujuan untuk memberitahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan
sesuatu. Dalam karangan eksposisi, masalha yang dikomunikasikan adalah pemberitahuan
atau informasi. Asil karangan eksposisi yang berupa informasi dapat kita baca sehari-hari
dalam media masa. Karena jenis karangannya bersifat memaparkan sesuatu, eksposisi juga
dapat disebut karangan paparan.
d. Karangan Argumentasi
Tujuan utama karanagan argumentasi adalah untuk meyakinkan pembaca agar
menerima atau mengambil suatu doktrin, sikap, dan tingkah laku tertentu. Syarat utama untuk
menulis karangan argumentasi adalah penulisnya harus terampil dalam bernalar dan
menyusun idea yang logis. Karangan argumentasi memiliki ciri-ciri :
1). Mengemukakan alasan atau bantahan sedemikian rupa dengan tujuan mempengaruhi
keyakinan pembaca agar menyetujuinya.
2). Mengusahakan pemecahan suatu masalah
3). Mendiskusikan suatu persoalan tanpa perlu mencapai suatu penyelesaian
e. Karangan Persuasi
Dalam bahasa inggris kata to persuade berarti “membujuk” atau “meyakinkan”. bentuk
nominalnya adalah persuation yang kemudian menjadi kata pungut bahasa Indonesia :
persuasi. Karangan persuasi adalah karangan ang bertujuan membuat pembaca percaya,
yakin, dan terbujuk akan hal-hal yang dikomunikasikan ang mungkin berupa fakta, suatu
pendirian umum, suatu pendapat/gagasan ataupun perasaan seseorang. Dalam karangan
persuasi, fakta-fakta ang relevan dan jelas harus diuraikan sedemikian rupa seingga
kesimpulannya dapat diterima secara meyakinkan. Disamping itu, dalam menulis karangan
persuasi arus pula diperhatikan penggunaan diksi yang berpengaruh kuatt terhadap emosi
atau perasaan orang lain. Ditinjau dari segi pemakainnya karangan persuasi digolongkan
menjadi empat macam , yaitu persuasi politik, persuasi pendidikan, persuasi advertensi, dan
persuasi propaganda.
f. Karangan Campuran
Selain merupakan karangan murni, misalnya eksposisi atau persuasi, sering ditemukan
karangan campuran atau kombinasi. Isinya dapat merupakan gabungan eksposisi dengan
deskripsi, atau eksposisi dengan argumentasi.
MODUL VIII
b. Paragraf Deskripsi
Paragraf yang menggambarkan suatu objek dengan kata-kata yang mampu merangsang indra
pembaca. Artinya penulis ingin membuat pembaca melihat, mendengar maupun merasakan
apa yang sedang mereka baca dari paragraf tersebut.
Contoh :
Masih melekat di mataku, pemandangan indah nan elok pantai Swarangan. Gelombang
ombak yang tidak terlalu besar datang bergulung silih berganti menyambut siapapun yang
datang seakan ingin mengajak bermain. Air yang jernih dan pasir putih lembut yang
terhampar luas tanpa ada karang yang menghalangi membuatku ingin kembali lagi. Sejauh
mata memandang yang kulihat hanya laut yang terbentang luas dan biru. Kurasakan dingin
membasuh kakiku karena ombak yang terus-menerus menghempas kakiku dan terasa asin
ketika air laut itu menyentuh bibirku karena percikannya. Disepanjang bibir pantai kulihat
wisatawan beserta keluarga dan teman-teman mereka berkumpul membentuk suatu
kelompok kecil untuk menikmati keindahan pantai Swarangan. Tidak jauh dari tempat itu
aku juga melihat beberapa wisatawan berkejar-kejaran di bibir pantai, bermain bola,
bermain dengan air, atau berfoto-foto dengan latar belakang pantai. Meskipun tak seramai
dengan pantai-pantai yang sudah terkenal di kancah nasional maupun internasional pantai
ini tak pernah surut oleh wisatawan yang datang.
c. Paragraf Eksposisi
Paragraf eksposisi adalah paragraf yang bertujuan untuk memaparkan, menjelaskan,
menyampaikan informasi, mengajarkan, dan menerangkan suatu topik kepada pembaca
dengan tujuan untuk memberikan informasi sehingga memperluas pengetahuan pembaca.
Untuk memahaminya pun pembaca perlu melakukan proses berpikir dan melibatkan
pengetahuan.
Contoh :
Sejak zaman dahulu, nenek moyang kita telah mengenal tanaman lidah buaya beserta
manfaatnya bagi manusia. Manfaat lidah buaya tidak hanya sebagai penyubur rambut, tapi
juga bermanfaat bagi kesehatan. Tumbuhan tanpa buah ini memilikii ciri fisik sebagai
berikut: daun berbentuk panjang dengan duri kedua sisi daunnya, tebal, dan berwarna hijau.
Daunnya mengandung serat bening sebagai daging. Meskipun lidah buaya sejak dahulu
dikenal memiliki banyak khasiat, belum banyak yang mengetahui bahwa tanaman ini bisa
menjadi komoditas yang menguntungkan. Menariknya, komoditas ini tidak hanya bermanfaat
sebagai ramuan penyubur rambut, tapi juga sebagai minuman yang menyehatkan seperti teh
lidah buaya yang terbuat dari daun lidah buaya yang dikeringkan dan kuliner sepert:
kerupuk dan jelly lidah buaya.
d. Paragraf Agumentasi
Paragraf yang mengungkapkan ide, gagasan, atau pendapat penulis dengan disertai bukti dan
fakta (benar-benar terjadi). Tujuannya adalah agar pembaca yakin bahwa ide, gagasan, atau
pendapat tersebut adalah benar dan terbukti.
e. Paragraf Persuasi
Bentuk karangan yang bertujuan membujuk pembaca agar mau berbuat sesuatu sesuai
dengan keinginan penulisnya. Agar tujuannya dapat tercapai, penulis harus mampu
mengemukakan pembuktian dengan data dan fakta.
Contoh :
Masyarakat Hindu di Bali memiliki upacara kematian yang sangat unik dan memiliki daya
tarik tersendiri untuk wisatawan asing maupun lokal. Ritual unik ini disebut dengan ngaben.
Ngaben adalah ritual atau upacara pembakaran mayat sebagai simbol penyucian roh orang
yang sudah meninggal. Karena dalam pelaksanaannya membutuhkan berbagai
perlengkapan dengan biaya yang cukup besar, maka tidak semua orang telah meninggal bisa
langsung di aben. Jenazah yang belum di aben biasanya akan dikubur terlebih dahulu sambil
menunggu semua perlengkapan ngaben telah siap dan lengkap. Jika ingin melihat ritual
pembakaran mayat yang sangat unik ini, tidak ada salahnya Anda berkunjung ke Provinsi
Bali karena Upacara Ngaben dilakukan oleh hampir seluruh masyarakat Hindu di Bali.
b. Paragraf pengembang yaitu yaitu paragraf yang berfungsi menerangkan atau menguraikan
gagasan pokok karangan.
Fungsi paragraf pengembang adalah:
- Mengemukakan inti persoalan
- Memberi ilustrasi atau contoh
- Menjelaskan hal yang akan diuraikan pada paragraf berikutnya
- Meringkas paragraf sebelumnya
- Mempersiapkan dasar atau landasan bagi kesimpulan
c. Paragraf Peralihan yaitu paragraf penghubung yang terletak di antara dua paragraf utama.
Paragraf ini relatif pendek.
Fungsinya :
- Penghubung antar paragraf utama, memudahkan pembaca beralih ke gagasan lain.
d.Paragraf Penutup yaitu paragraf ini berisi kesimpulan bagian karangan (sub bab, bab) atau
kesimpulan seluruh karangan. Alinea ini merupakan pernyataan kembali maksud penulis agar
lebih jelas. Penyajiannya harus memperhatikan hal berikut :
- Sebagai penutup, paragraf ini tidak boleh terlalu panjang
- Isi paragraf harus berisi kesimpulan sementara atau kesimpulan akhir
- Sebagai bagian yang paling akhir dibaca
MODUL IX
Karangan ilmiah merukapan suatu karangan atau tulisan yang diperoleh sesuai dengan
sifat keilmuannya dan didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang
tertentu ,disusun menurut metode tertentu dengan sistematika yang bersantun bahasa dan
isinya dapat di pertanggungjawabkan kebenarannya.
Tujuan dari pembuatan karangan ilmiah :
1. Memberi penjelasan
2. Member komentar atau penilaian
3. Memberi saran
4. Menyampaikan sanggahan
5. Membuktikan hipotesa
MODUL X
KUTIPAN
Catatan Kaki dan Daftar Pustaka
1. Definisi
Pengutipan adalah proses meminjam pendapat para ahli dalam disiplin tertentu baik
langsung atau pun tidak langsung yang dituangkan dalam karya ilmiah. Hasil pengutipan
karya ilmiah disebut kutipan. Fungsi kutipan adalah (a) sebagai bukti untuk menunjang
pendapat penulis dan (b) sebagai bukti tanggung jawab penulis.
2. Jenis-Jenis Kutipan
Pada dasarnya, kutipan dalam karya ilmiah itu dibagi atas dua jenis yaitu kutipan langsung
dan kutipan tidak langsung.
a. Kutipan Langsung
Kutipan langsung dapat diartikan meminjam pendapat para ahli secara utuh atau lengkap
baik itu berupa frase, atau kalimat. Kutipan langsung dapat dibedakan pula atas :
1. Kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat baris;
2. Kutipan langsung yang lebih dari empat baris.
b. Kutipan Tidak Langsung
Kutipan tidak langsung dapat diartikan meminjam pendapat para ahli tidak secara utuh.
Penulis mengambil intinya atau topiknya saja, lalu dikembangkan dengan pendapat penulis
(tak terdapat perbedaan).
3. Teknik Pengutipan
c. Kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat baris
Pengutipan ini dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
a. Kutipan ditulis langsung dengan teks;
b. Spasi kutipan adalah dua spasi;
c. Memakai tanda petik dua di awal dan di akhir kutipan;
d. Awal kutipan memakai huruf kapital;
e. Diikuti nama akhir pengarang (marga), tahun terbit buku, halaman
buku; penulisan ini dapat disajikan di awal atau di akhir kutipan.
Contoh:
--------------------------------teks-----------------------------------
“………………………………………………….………..……... 2 spasi
……………………………………………kutipan……………… 2 spasi
…………………………” (Badudu, 1994: 56).
----------------------------------…-----------------teks------------------ 2 spasi
------------------------
Contoh:
----------------------------------teks-------------------------- 2 spasi
----------------------------------------------------------------------
Badudu (1994: 56) mengatakan bahwa ……………………
……………………………………………………………… 2 spasi
……………………………………… kutipan……… ………………
…………………---------------------------------------------------- 2 spasi
----------------------------------------------- teks ----------------------------------
----------------------------------------.
4. Prinsip-Prinsip Dasar
Prinsip-prinsip dasar dalam pengutipan adalah sebagai berikut.
a. Dalam kutipan tidak dibenarkan mencantumkan judul buku.
Menurut Badudu (1994: 56) dalam bukunya Pelik-Pelik Bhs Indonesia diketahui bahwa
kalimat adalah ………. (salah)
Menurut Badudu (1994:56) kalimat adalah ………… (benar)
b. Nama orang dan identitas tahun terbit dan halaman buku selalu berdekatan
Badudu berpendapat bahwa………….………………………. (1994: 56) (salah)
Badudu (1994: 56)……………………….. (benar)
c. Kutipan tidak dibenarkan dicetak tebal atau dihitamkan.
d. Penulis tidak diperkenankan untuk mengadakan perubahan (kata-kata) dalam kutipan.
Apabila ingin mengadakan perubahan, harus disertai dengan penjelasan.
e. Apabila ada kesalahan dalam penulisan baik EYD atau pun ketatabahasaan, tidak
diperkenankan mengadakan perubahan. Penulis boleh memberikan pendapat atau
komentarnya mengenai kesalahan atau ketidaksetujuannya.
f. Kutipan dalam bahasa asing atau bahasa daerah harus dicetak miring.
g. Kutipan langsung selalu memakai tanda petik dua dan diawali dengan huruf kapital
Badudu (1994: 56) berpendapat, “kalimat adalah….”
h. Kutipan dapat ditempatkan sesuai dengan kebutuhan baik di awal, tengah, atau akhir teks.
i. Jika nama pengarang ada dua, nama akhir (marga) kedua pengarang itu ditulis.
Badudu (1995: 34) berpendapat ……
j. Jika nama pengarang ada tiga atau lebih, nama akhir pengarang pertama yang ditulis dan
diikuti dkk. Badudu, dkk. (1996: 35) …..
k. Kutipan dalam bentuk catatan kaki sudah tidak dipakai lagi dalam penulisan karya ilmiah
karena dirasakan tidak efektif.
l. Kutipan yang berasal dari ragam bahasa lisan seperti pidato pejabat jarang dipakai sebagai
sumber acuan dalam penulisan karya ilmiah karena kebenarannya sulit dipercaya karena
harus diketahui oleh orang yang bersangkutan (rawan kesalahan kutipan).
m. Dalam pengutipan pendapat orang lain, hendaklah dilakukan variasidalam teknik
mengutip (jangan monoton) seperti kutipan langsung dan kutipan tidak langsng.
n. Apabila kutipan itu dirasakan terlalu panjang, penulis boleh mengambil bagian intinya saja
dengan teknik memakai tanda titiktitik
[… ---------------------------------(Badudu, 1994:45)….], tetapi tidak boleh mengubah atau
menggeserkan makna atau pesannya.
o. Jika mengutip pendapat ahli yang berasal dari kutipan karya ilmiah orang lain, bentuk
penyajiannya adalah Menurut Badudu dalam Djajasudarma (1993: 56) bahwa …..
5. Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah daftar atau senarai yang ada dalam karya ilmiah (misalnya
makalah atau skripsi) yang berisikan identitas buku dan pengarang yang disusun secara
alfabetis (setelah nama marga pengarang dikedepankan).
5.1 Ciri-Ciri Daftar Pustaka
Kepustakaan atau juga daftar pustaka memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Diambil dari suatu buku, majalah, makalah, surat kabar, internet, orasi dalam karya ilmiah,
dsb.
2. Berisikan nama pengarang atau lembaga
3. Memiliki identitas buku, yaitu judul, tahun terbit, cetakan atau edisi, nama penerbit, dan
tempat terbit.
Purwo, Bambang Kaswanti. 1989. “Tata Bahasa Kasus dan Valensi Verba” dalam PELLBA
2. Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya. Jakarta: Kanisius.
Bentuk kedua
Djajasudarma, T. Fatimah.
1993a Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung : PT Eresco.
1993b Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung : PT Eresco.
Rujukan elektonik
Boon, J. (tanpa tahun) Anthropology of Religion. Melalui http://www.joe.org/june3/95.html
[June/17/03]
Bln tgl thn
6. Catatan Kaki
Catatan kaki adalah keterangan-keterangan atas teks karangan yang ditempatkan pada
kaki halaman karangan yang bersangkutan. Catatan ini memberikan informasi singkat
sesungguhnya yang terdapat pada tulisan. Dengan catatan kaki, seorang penulis
sesungguhnya telah memberikan penghargaan atas karya orang lain. Hubungan antara catatan
kaki dengan teks dinyatakan dengan nomor-nomor penunjukkan yang sama. Selain
menggunakan nomor-nomor penunjukkan, hubungan itu dapat dinyatakan dengan
menggunakan tanda asterik atau tanda bintang (*).
Perhatikan contoh penulisan catatan kaki yang berasal dari buku di bawah ini !
1. Footnote dengan satu pengarang
^1 Ade Iwan Setiawan, Penghijauan dengan Tanaman Potensial, Penebar Swadaya, Depok,
2002, hlm. 14.
Perhatikan pemakaian ibid., op. cit., dan loc. cit., dibawah ini!
* ^1 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hlm. 8.
* ^2 Ibid., hlm. 15 (berarti dikutip dari buku di atas)
* ^3 Ismail Marahimin, Menulis secara Populer, Pustaka Jaya, Jakarta, 2001, hlm 46.
* ^4 Soedjito dan Mansur Hasan, Keterampilan Menulis Paragraf, Remaja Rosda Karya,
Bandung, hlm. 23.
* ^5 Gorys Keraf, op. cit. hlm 8 (buku yang telah disebutkan di atas)
* ^6 Ismail Marahimin, loc. cit. (buku yang telah disebut di atas di halaman yang sama, yakni
hlm. 46)
* ^7 Soedjito dan Mansur Hasan, loc. cit. (menunjuk ke halaman yang sama dengan yang
disebut terakhir, yakni hlm. 23)
MODUL XI
1. Ringkasan
Menyajikan kembali sebuah tulisan yang panjang ke dalam bentuk yang pendek
disebut meringkas. Tindakan meringkas dapat dilakukan terhadap berbagai jenis teks, di
antaranya ringkasan atas novel, ringkasan atas buku laporan tahunan, dan ringkasan atas
sebuah bab sebuah buku.
Untuk sampai pada ringkasan yang baik, cara yang dapat dilakukan oleh penulis
adalah menghilangkan segala macam ‘hiasan’ dalam teks yang akan diringkas. Yang
dimaksud dengan ‘hiasan’ di sini dapat berupa (1) ilustrasi atau contoh, (2) keindahan gaya
bahasa, dan (3) penjelasan yang terperinci. Sebuah ringkasan memiliki beberapa ciri.
Pertama, penulis haruslah mempertahankan urutan pikiran dan cara pandang penulis asli.
Kedua, penulis harus bersifat netral, dalam arti tidak memasukan pikiran, ide, maupun
opininya ke dalam ringkasa yang dibuatnya. Ketiga, ringkasan yang dibuat haruslah mewakili
gaya asli penulisnya, bukan gaya pembuat singkasan. Dengan membaca teks asli secara
berulang-ulang, menandai kalimat topik setiap paragraf, dan menghilangkan segala macam
hiasan, penulis akan dapat membuat sebuah ringkasan yang baik.
2. Abstrak
Abstrak adalah karangan ringkas berupa rangkuman. Istilah ini lazim digunakan
dalam penulisan ilmiah. Oleh karena itu, abastark terikat dengan aturan penulisan ilmiah.
Dalam sebuah abstrak setidaknya ada hal-hal berkut:
(1) latar belakang atau alasan atas topik yang dipilih,
(2) tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis,
(3) metode atau bahan yang digunakan dalam penelitian,
(4) keluaran atau kesimpulan atas penelitian.
Panjang-pendek sebuah abstrak amat ditentukan oleh tujuannya. Apabila abstrak
tersebut ditulis untuk keperluan Jurnal, maka panjangnya antara 75 sampai dengan 100 kata,
sedangkan untuk skripsi 200 sampai dengan 250 kata. Perhatikan contoh abstrak di bawah ini
untuk keperluan jurnal.
Abstrak
Tradisi lisan Indonesia mengalami ancaman kepunahan karena berbagai sebab sehingga
diperlukan usaha-usaha yang komprehensif untuk memeliharanya. Makalah ini akan
membicarakan berbagai cara perekaman tradisi lisan di Provinsi Jawa Barat, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dan tantangan yang dihadapinya. Tujuannya
adalah menjelaskan perlunya usaha inventarisasi sebagai tahap awal penyelamatan tradisi
tersebut. Dengan metode observasi langsung yang ditunjang oleh kepustakaan, penelitian
diharapkan mampu merekam secara akurat berbagai tradisi lisan yang ada dalam
masyarakat Indonesia secara akurat.
Selain itu, perlu diperhatikan pula bahwa kesepakatan umum dalam dunia ilmu bahwa
abstrak ditulis bahasa Inggris. Misalnya, apabila sebuah artikel untuk jurnal atau skripsi
ditulis dalam bahasa Indonesia, maka abstraknya ditulis dalam bahasa Inggris.
3. Sintesis
Berbeda dengan ringkasan dan abstrak yang merupakan ringkasan atas satu sumber
saja, sintesis dibuat atas beberapa sumber. Pada dasarnya sintesis adalah merangkum intisari
bacaan yang berasal dari beberapa sumber. Kegiatan ini harus memperhatikan data publikasi
atas sumber-sumber yang digunakan. Dalam tulisan laras ilmiah, data publikasi atas sumber-
sumber tadi kemudian dimasukan dalam daftar pustaka. Ada sejumlah syarat yang harus
diperhatikan oleh penulis dalam membuat sintesis, di antaranya (Utorodewo dkk, 2004: 97):
(1) penulis harus bersikap objektif dan kritis atas teks yang digunakannya, (2) bersikap kritis
atas sumber yang dibacanya, (3) sudut pandang penulis harus tajam, (4) penulis harus dapat
mencari kaitan antara satu sumber dengan sumber lainnya, dan (5) penulis harus menekankan
pada bagian sumber yang diperlukannya.
MODUL XII
PENULISAN KARANGAN
Berita dan Feature
Berita adalah laporan peristiwa yang bernilai jurnalistik atau memiliki nilai berita
(news values) –aktual, faktual, penting, dan menarik. Berita disebut juga “informasi terbaru”.
Jenis-jenis berita a.l. berita langsung (straight news), berita opini (opinion news), berita
investigasi (investigative news), dan sebagainya.
Ada juga tulisan yang tidak termasuk berita juga tidak bisa disebut opini, yakni
feature, yang merupakan perpaduan antara news dan views. Jenis feature yang paling populer
adalah feature tips (how to do it feature), feature biografi, feature catatan
perjalanan/petualangan, dan feature human interest.
1. Pengertian Berita
Berita adalah laporan peristiwa (fakta) atau pendapat (opini) yang aktual (terkini),
menarik danpenting. Ada juga yang mengartikan berita sebagai informasi baru yang disajikan
dalam pembacaan / penulisan yang jelas, aktual dan menarik. Selain itu, sesuai dengan
Kamus Besar Bahasa Indonesia, berita diartikan sebagai cerita atau keterangan mengenai
kejadian atau peristiwa yang hangat. Fakta adalah peristiwa yang benar-benar ada / terjadi,
sedangkan opini adalah hal yang sifatnya pernyataan, belum terjadi dan belum tentu benar.
2. Pengertian Feature
Feature merupakan bentuk tulisan yang dalam dan enak untuk disimak. Kisahnya
deskriptif, memaparkan peristiwa secara objektif, sehingga bisa membangkitkan bayangan-
bayangan kejadian yang sesungguhnya kepada pembaca. Redaktur Senior Majalah Gatra,
Yudhistira ANM Massardi, mengatakan, Feature bukan karya fiksi, tapi karya jusnalistik.
Karenanya, Feature harus memiliki satu makna, satu arti, tidak seperti karya sastra yang
banyak arti tergantung si pembacanya. Feature juga disebut karya “sastra jurnalistik” karena
sangat bertumpu pada kekuatan deskripsi yakni mampu mengambarkan situasi dan suasana
secara rinci, hidup, berkeringat (basah), beraroma, membuka pintu akal, membetot perhatian,
meremas perasaan, sehingga imajinasi pembaca terbawa ke tempat peristiwa.
b. Feature Opini
Feature jenis ini pun biasanya terkait secara langsung atau tidak langsung dengan isu-isu
yang masih aktual tentang sebuah peristiwa, sebuah ide/gagasan, atau sebuah statemen
(pernyataan) orang penting, dan lain-lain. Bisa juga termasuk ke dalam jenis ini adalah artikel
tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, fenomena kehidupan sosial-
ekonomi, politik, kebudayaan, kesusteraan, dan lain-lain.
e. Feature Perjalanan/Petualangan
Feature ini biasanya ditulis oleh pelaku perjalanan atau petualangan secara langsung
atau tak langsung. Tulisan ini mengungkap laporan kisah perjalanan, fakta-fakta yang
ditemui, dan kesan-kesan yang dirasakan selama perjalanan itu. Feature yang mengajak
pembaca, pendengar, atau pemirsa untuk mengenali lebih dekat tentang suatu kegiatan atau
tempat-tempat yang di nilai memiliki daya tarik tertentu. Dalam Feature jenis ini,
subjektifitas penulis sangat menonjol dengan sudut pandang “aku” atau “kami”. Misalnya,
tentang perjalanan menunaikan ibadah haji.
f. Feature Sejarah
Feature ini bercerita tentang fakta-fakta sejarah peristiwa dan tokoh masa lampau di
suatu daerah atau tempat. Berbagai tempat dan peninggalan bersejarah, sejak ribuan tahun
silam hingga satu abad terakhir, baik dalam lingkup internasional dan nasional maupun dalam
lingkup regional dan local, senantiasa menjadi objek cerita feature yang amat menarik.
contohnya tentang peristiwa proklamasi kemerdekaan RI. Feature sejarah yang baik, mampu
membawa pembacanya ke masa silam. Seolah para pembaca ikut masuk ke dalam peristiwa
sejarah yang dibacanya.
g. Feature Tips
Feature ini dikenal juga dengan informasi how to do it. Misalnya tentang memasak,
merangkai bunga, membangun rumah, seni mendidik anak, panduan memilih perguruan
tinggi, cara mengendarai bajaj, teknik beternak bebek, seni melobi calon mertua dan
sebagainya.
Daftar Pustaka
Anwar, Rosihan. Bahasa Jurnalistik dan Komposisi. 1991. Jakarta: Pradnya Paramita.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende: Nusa Indah.
Lamuddin, Finoza. 2011. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Insan Mulia.
Waridah, Ernawati. EYD dan Seputar Kebahasa-Indonesiaan. 2008. Jakarta: Kawan Pustaka.