Anda di halaman 1dari 101

MODUL I

Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia


serta Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

1.1 Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, antara lain, bersumber
pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: “Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” . Ini berarti bahwa bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Selain itu, di
dalam Undang-Undang Dasar 1945 tercantum pasal khusus (Bab XV, Pasal 36) mengenai
kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa negara ialah bahasa
Indonesia. Dengan demikian, ada dua macam kedudukan bahasa Indonesia. Pertama,
bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional, sesuai dengan Sumpah Pemuda
1928, dan kedua bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara, sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945.

1.2 Fungsi Bahasa


Fungsi bahasa yang utama dan pertama sudah terlihat dalam konsepsi bahasa di atas,
yaitu fungsi komunikasi dalam bahasa berlaku bagi semua bahasa apapun dan di manapun.
Dalam berbagai literatur bahasa, ahli bahasa (linguis) bersepakat dengan fungsi-fungsi
bahasa berikut:
1. fungsi ekspresi dalam bahasa
2. fungsi komunikasi dalam bahasa
3. fungsi adaptasi dan integrasi dalam bahasa
4. fungsi kontrol sosial (direktif dalam bahasa)
Di samping fungsi-fungsi utama tersebut, Gorys Keraf menambahkan beberapa fungsi
lain sebagai pelengkap fungsi utama tersebut. Fungsi tambahan itu adalah:
1. Fungsi lebih mengenal kemampuan diri sendiri.
2. Fungsi lebih memahami orang lain;
3. Fungsi belajar mengamati dunia, bidang ilmu di sekitar dengan cermat.
4. Fungsi mengembangkan proses berpikir yang jelas, runtut, teratur, terarah, dan logis;
5. Fungsi mengembangkan atau memengaruhi orang lain dengan baik dan menarik
(fatik). (Keraf, 1994: 3-10)
Masih banyak fungsi bahasa yang lain dalam bahasa Indonesia khususnya, fungsi bahasa
dapat dikembangkan atau dipertegas lagi ke dalam kedudukan atau posisi bahasa
Indonesia. Posisi Bahasa Indonesia diidentifikasikan menjadi bahasa persatuan, bahasa
nasional, bahasa negara, dan bahasa standar.

1.2.1 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan


Bahasa persatuan adalah pemersatu suku bangsa, yaitu pemersatu suku, agama, rasa
dan antar golongan (SARA) bagi suku bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Fungsi pemersatu ini (heterogenitas/kebhinekaan) sudah dicanangkan dalam Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928.

1.2.2 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional


1. Lambang kebanggaan kebangsaan
2. Lambang identitas nasional
3. Alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya
4. Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang
sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan
Indonesia.

Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai


sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebangsaan ini, bahasa
Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan, dan rasa kebanggaan memakainya senantiasa
kita bina.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera
dan lambang negara kita. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila
masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sehingga terhindar dari unsur-
unsur bahasa lain yang tidak diperlukan.
Sebagai alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarsuku bangsa, bahasa
Indonesia dipakai untuk berhubungan antarsuku bangsa di Indonesia sehingga
kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial, budaya, dan bahasa tidak
perlu terjadi.
Di samping ketiga fungsi di atas, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat yang
memungkinkan terlaksananya penyatuan berbagai suku bangsa yang memiliki latar belakang
sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat.
Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku bangsa itu
mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa meninggalkan identitas
kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah
yang bersangkutan. Dengan bahasa nasional, kita dapat meletakkan kepentingan nasional di
atas kepentingan daerah atau golongan.

1.2.3 Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara


1. Bahasa resmi kenegaraan
2. Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan
3. Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan
4. Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai antara lain: di dalam
segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, dokumen-dokumen dan keputusan-
keputusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagai bahasa negara, bahasa
Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai taman
kanak-kanak sampai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat perhubungan
pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
nasional untuk kepentingan pelaksanaan pemerintahan. Di dalam hubungan ini, bahasa
Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat luas, sebagai alat perhubungan antar daerah, melainkan juga sebagai alat
perhubungan di dalam masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasanya.
Sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi,
bahasa Indonesia dipakai sebagai alat yang memungkinkan kita membina dan
mengembangkan kebudayaan nasional sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri,
yang membedakannya dari kebudayaan daerah.
1.2.4 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Baku
Bahasa baku merupakan bahasa yang digunakan dalam pertemuan sangat resmi.
Fungsi bahasa baku itu berfungsi sebagai berikut:
1. Fungsi pemersatu sosial, budaya, dan bahasa,
2. Fungsi penanda kepribadian bersuara dan berkomunikasi,
3. Fungsi penambah kewibawaan sebagai pejabat dan intelektual, dan
4. Fungsi penanda acuan ilmiah dan penulisan tulisan ilmiah.

Keempat posisi atau kedudukan bahasa Indonesia itu mempunyai fungsi keterkaitan
antar unsur. Posisi dan fungsi tersebut merupakan kekuatan bangsa Indonesia dan merupakan
jati diri Bangsa Indonesia yang kokoh dan mandiri. Dengan keempat posisi itu, bahasa
Indonesia sangat dikenal di mata dunia, khususnya tingkat regional ASEAN.
Dengan mengedepankan posisi dan fungsi bahaasa Indonesia, eksistensi bahasa
Indonesia diperkuat dengan latar belakang sejarah yang runtut dan argumentatif. Sejarah
terbentuknya Bahasa Indonesia dari bahasa melayu. Ciri-ciri bahasa Indonesia yang khas,
legitimasi sebagai interaksi Bahasa Indonesia, dan ragam serta laras Bahasa Indonesia
memperkuat konsepsi dan fungsi dikembangkan ke berbagai ilmu, teknologi, bidang, dan
budaya sekarang dan nanti.

2.1 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar


Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai  dengan kaidah bahasa baku, baik
kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan. Penggunaan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar dapat diartikan sebagai pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan
sasaran dan mengikuti kaidah yang ditetapkan. Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar
memiliki beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan
kondisi tertentu. Misalnya, pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar
menjadi prioritas utama.

Ciri – ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut :


1. Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat
yang baku.
Contoh :
”Kami sedang menyaksikan pertandingan itu.”, bukan “Pertandingan itu kami sedang
saksikan.”
2. Penggunaan kata-kata baku.
Contoh : “Seru sekali” dan bukan “Seru banget”, “Tampan” bukan “Ganteng”.
3. Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis (EyD / Ejaan yang Disempurnakan).
Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
4. Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Belum ada lafal baku yang sudah
ditetapkan, tetapi secara umum lafal baku dapat diartikan sebagai lafal yang bebas
dari ciri-ciri lafal dialek setempat ataupun bahasa daerah. Misalnya: habis, bukan
abis ; atap, bukan atep.
5. Penggunaan kalimat secara efektif. Bahasa baku sebenarnya mengharuskan
komunikasi secar efektif : pesan dari pembicara atau penulis harus diterima oleh
pendengar atau pembaca sesuai maksud yang ingin disampaikan.

Masalah yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain adalah  yang
disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode
dan bahasa gaul yang tanpa kita sadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal seperti
ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak sesuai dan tidak baik.

Contoh nyata dalam pertanyaan sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang baku:
Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas yang saya berikan?
Apa yang kamu lakukan saat liburan kemarin?

Contoh ketika dalam dialog seorang dosen dengan mahasiswa


Dosen : Rio, Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas yang saya berikan kemarin?
Rio      : Sudah Pak, nanti akan saya kirim melalui email.

Kata-kata di atas adalah kata yang sesuai untuk digunakan dalam lingkungan sosial.

Contoh lain dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan
menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar -
menawar dengan tukang sayur atau tukang ojek kita memakai bahasa baku.
(1)   Berapakah Ibu mau menjual kentang ini?
(2)   Apakah Bang ojek bersedia mengantar saya ke Stasiun Gambir dan berapa ongkosnya?
Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan
tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Untuk situasi
seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat.
(3)   Berapa nih, Bu, kentangnya?
(4)   Ke Stasiun Gambir, Bang. Berapa?

Bahasa indonesia yang baik dan benar merupakan bahasa yang mudah dipahami dan
dimengerti, bentuk bahasa baku yang sah dibuat agar secara luas masyarakat indonesia dapat
berkomunikasi menggunakan bahasa nasional.
MODUL II

RAGAM DAN LARAS BAHASA

Ketika bahasa itu berada pada tataran fungsi bahasa ekspresi diri dan fungsi bahasa
komunikasi, bahasa yang digunakan masuk ke dalam ragam bahasa dan laras bahasa. Ragam
bahasa adalah variasi bahasa yang terbentuk karena pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa itu
dibedakan berdasarkan media yang digunakan topik pembicaraan, dan sikap pembicaranya.
Di pihak lain, laras bahasa dimaksudnya kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya.
Fungsi pemakaian bahasa lebih diutamakan dalam laras bahasa dari pada aspek lain dalam
ragam bahasa. Selain itu, konsepsi antara 6 ragam bahasa dan laras bahasa saling terkait
dalam perwujudan aspek komunikasi bahasa. Laras bahasa apa pun akan memanfaatkan
ragam bahasanya. Misalnya, laras bahasa lisan dan ragam bahasa tulis.

1. Ragam Bahasa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ragam bahasa diartikan variasi bahasa
menurut pemakaiannya, topik yang dibicarakan hubungan pembicara dan teman bicara, dan
medium pembicaraannya (2005:920). Pengertian ragam bahasa ini dalam berkomunikasi
perlu memperhatikan aspek (1) situasi yang dihadapi, (2) permasalahan yang hendak
disampaikan, (3) latar belakang pendengar atau pembaca yang dituju, dan (4) medium atau
sarana bahasa yang digunakan. Keempat aspek dalam ragam bahasa tersebut lebih
mengutamakan aspek situasi yang dihadapi dan aspek medium bahasa yang digunakan
dibandingkan kedua aspek yang lain.

1.1. Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi Pemakaianannya


Berdasarkan situasi pemakaiannya, ragam bahasa terdiri atas tiga bagian, yaitu ragam
bahasa formal, ragam bahasa semiformal, dan ragam bahasa nonformal. Setiap ragam bahasa
dari sudut pandang yang lain dan berbagai jenis laras bahasa diidentifikasikan ke dalam
situasi pemakaiannya. Misalnya, ragam bahsa lisan diidentifikasikan sebagai ragam bahasa
formal, semiformal, atau nonformal. Begitu juga laras bahasa manajemen diidentifikasikan
sebagi ragam bahasa formal, semiformal, atau nonformal. Ragam bahasa formal
memperhatikan kriteria berikut agar bahasanya menjadi resmi.
1. Kemantapan dinamis dalam pemakaian kaidah sehingga tidak kaku, tetapi tetap lebih
luwes dan dimungkinkan ada perubahan kosa kata dan istilah dengan benar.
2. Penggunaan fungsi-fungsi gramatikal secara konsisten dan eksplisit.
3. Penggunaan bentukan kata secara lengkap dan tidak disingkat.
4. Penggunaan imbuhan (afiksasi) secara eksplisit dan konsisten
5. Penggunaan ejaan yang baku pada ragam bahasa tulis dan lafal yang baku pada ragam
bahasa lisan.
Berdasarkan kriteria ragam bahasa formal di atas, pembedaan antara ragam formal,
ragam semiformal, dan ragam nonformal diamati dari hal berikut:
1. Pokok masalah yang sedang dibahas,
2. Hubungan antara pembicara dan pendengar,
3. Medium bahasa yang digunakan lisan atau tulis,
4. Area atau lingkungan pembicaraan terjadi, dan
5. Situasi ketika pembicaraan berlangsung.
Kelima pembedaan ragam bahasa di atas, dipertegas lagi pembedaan antara ragam
bahasa formal dan ragam bahasa nonformal yang paling mencolok adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti,misalnya:
Saya dan gue/ogut
Anda dan lu/situ/ente

2. Penggunaan imbuhan (afiksasi), awalan (prefix), akhiran (sufiks), gabungan awalan dan
akhiran (simulfiks), dan imbuhan terpisah (konfiks). Misalnya:
Awalan: menyapa – apaan
Mengopi – ngopi
Akhiran: laporan – laporin
Marahi – marahin
Simulfiks: menemukan------nemuin
Menyerahkan-----nyerahin
Konfiks: Kesalahan-----------nyalahin
Pembetulan-------betulin

3. Penggunaan unsur fatik (persuasi) lebih sering muncul dalam ragam bahasa nonformal,
seperti sih, deh, dong,kok,lho, ya kale, gitu ya.
4. Penghilangan unsur atau fungsi kalimat (S-P-O-Pel-Ket) dalam ragam bahasa nonformal
yang menganggu penyampaian suatu pesan.Misalnya,
Penghilangan subjek: Kepada hadirin harap berdiri.
Penghilangan predikat: Laporan itu untuk pimpinan.
Penghilangan objek : RCTI melaporkan dari Medan.
Penghilangan pelengkap: Mereka berdiskusi di lantai II.

1.2. Ragam bahasa berdasarkan mediumnya


Berdasarkan mediumnya ragam bahasa terdiri atas dua ragam bahasa,yaitu
(1) ragam bahasa lisan
(2) ragam bahasa tulis.

Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dilafalkan langsung oleh penuturnya kepada
pendengar atau teman bicaranya. Ragam bahasa lisan ini ditentukan oleh intonasi dalam
pemahaman maknanya. Misalnya,
(a)Kucing/ makan tikus mati.
(b) Kucing makan//tikus mati.
(c) Kucing makan tikus/mati.

Ragam bahasa tulis dapat bersifat formal,semiformal, dan nonformal. Dalam


penulisan makalah seminar dan skripsi,penulis harus menggunakan ragam bahasa formal
sedangkan ragam bahasa semiformal digunakan Dalam perkuliahan dan ragam bahasa
nonformal digunakan keseharian secara informal.
Penggunaan ragam bahasa dan laras bahasa dalam penulisan karangan ilmiah harus
berupaya pada
(1) ragam bahasa formal,
(2) ragam bahasa tulis,
(3) ragam bahasa lisan ,
(4) laras bahasa ilmiah, dan
(5) berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

2. Laras Bahasa
Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya. Laras bahasa
terkait langsung dengan selingkung bidang dan keilmuan sehingga dikenallah laras bahasa
ilmiah dengan bagian subsublarasnya. Pembedaan diantara sub-sublaras bahasa seperti dalam
laras ilmiah itu dapat diamati dari
(1) penggunaan kosakata dan bentukan kata,
(2) penyusunan frasa,klausa, dan kalimat,
(3) penggunaan istilah
(4) pembentukan paragraf,
(5) penampilan hal teknis,
(6) penampilan kekhasan dalam wacana.

Berdasarkan konsepsi laras bahasa tersebut, laras bahasa ekonomi mempunyai sub-
sublaras bahasa manajemen, sublaras akuntansi,sublaras asuransi, sublaras perpajakan, dll.
Laras bahasa dapat digolongkan kepada dua golongan besar, yaitu laras biasa dan laras
khusus. Laras biasa ialah laras khusus yang digunakan untuk masyarakat umum seperti
bidang hiburan, pengetahuan, penerangan, dan maklumat. Laras khusus merujuk kepada
kegunaan untuk khalayak khusus seperti ahli-ahli atau peminat dalam bidang tertentu dan
pelajar-pelajar (rencana, laporan, buku).
Pembeda utama yang membedakan antara laras biasa dengan laras khsus ialah kosa kata, tata
bahasa, dan gaya.

1. Laras Bahasa Biasa


Laras biasa ialah laras khusus yang digunakan untuk masyarakat umum, seperti bidang
hiburan, pengetahuan, penerangan, dan maklumat. Kalimatnya sederhana, ringkas, dan padat.
Contoh : Dilarang menginjak rumput.

2. Laras Bahasa Khusus


a. Laras Bahasa Perniagaan
Tujuannya untuk mempengaruhi atau membentuk tanggapan tertentu, atau mengubah sikap
dan melakukan tindakan. Digunakan dalam iklan, tender, laporan dan sebagainya , didukung
pula oleh gambar, lukisan, grafik, ilustrasi dan sebagainya.

b. Laras Akademik
Meliputi berbagai bidang seperti sains, teknologi, komunikasi, matematik dan sebagainya
yang terletak dalam ruang lingkup pendidikan. Dalam penulisan ilmiah, misalnya penulisan
thesis, penulis perlu mengikut format tertentu seperti perlu ada catatan bibiliografi (rujukan),
nota kaki di bawah muka surat atau nota hujungan di penghujung setiap bab.Menggunaka
istilah-istilah yang khusus kepada bidang, dan biasanya perlu dihafal. Contohnya ialah
fotosintesis, pecutan, mengawan, pendebungaan dan sebagainya.

c. Laras Bahasa Media


Berita sebagai wacana memiliki struktur teks yang tersendiri, lain dari struktur teks fiksi, dan
lain pula dari struktur teks esai dan karya ilmiah. Wartawan atau penulis koran menggunakan
bahasa untuk menjelaskan sesuatu menurut cara yang paling mudah diterima sesuai dengan
selera sejumlah pembaca koran.
Tiga fitur penting yang harus ada dalam berita koran yang baik, pertama, bahasa yang
digunakan mudah. kedua, gaya tulisan yang jelas dan ketiga, isi tulisan harus akurat. Karena
koran diterbitkan untuk masyarakat, maka bahasa koran haruslah sesuai dengan bahasa
penggunaan orang-orang. Kalimat yang panjang, berisi beberapa klausa, menggunakan
kutipan, metafora, kiasan, istilah teknik, dan sebagainya haruslah dihindari.

d. Laras Bahasa Sastra


Memperlihatkan gaya bahasa yang menarik dan kreatif. Bahasanya dapat dalam bentuk
naratif, deskriptif, preskriptif, dramatis dan puitis.
Beberapa ciri bahasa sastra:
 Kreatif dan imajinatif: mengandung arti
 Mementingkan penyusunan, pengulangan, pemilihan kata
 Puitis dan hidup: monolog, dialog, dan sebagainya.
 Menggunakan bahas tersirat: perlambangan, kiasan, perbandingan, peribahasa,
metafora, simile, , ilusi, ambpersonifikasiiguitas dan sebagainya.
 Ada penyimpangan tata bahasa atau manipulasi bahasa.

e. Laras Bahasa Agama


Berisi istilah agama dari bahasa Arab. Struktur ayatnya banyak dipengaruhi struktur bahasa
Arab. Disisipkan dengan kutipan dari al-Quran dan hadis.
3. Fungsi Ragam dan Laras Bahasa
Secara umum fungsi ragam dan laras bahasa terbagi menjadi beberapa bagian :
a. Sebagai alat ekspresi diri
Pada awalnya seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau
perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah dan ibunya. Dalam perkembangannya,
seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya,
melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Setelah dewasa, seorang
individu pun menggunakan bahasa sebagai alat ekspresi diri dan komunikasi. Seorang penulis
pun mengekspresikan diri melalui tulisannya, sehingga karya ilmiah pun dapat disebut
sebagai alat ekspresi diri.

b. Sebagai alat komunikasi


Komunikasi lebih spesifik dari pada ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila
ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita
dapat mempelajari dan mewarisi semua hal, baik yang pernah dicapai oleh orang-orang
terdahulu ataupun orang-orang yang sezaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, merefleksikan
perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan individu lainnya.
Melalui bahasa, manusia dapat mengatur berbagai macam kegiatan dan aktivitas
kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan bagaimana langkah terbaik untuk
kedepannya. Ketika menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, sebelumnya tentu sudah
ada tujuan tertentu. Pembicara ingin maksud dan gagasannya diterima oleh orang lain.
Dengan kata lain pembicara ingin mempengaruhi orang lain dan ingin mereka membeli hasil
pemikirannya. Oleh karena itu, si pembicara pun akan menggunakan bahasa yang sesuai
dengan kepentingan dan kebutuhan objek yang ia tuju.

c. Sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial


Selain sebagai salah satu unsur kebudayaan, bahasa memungkinkan pula manusia
memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian serta
pelajaran dari pengamalan tersebut, serta berkenalan dengan orang lain. Indonesia adalah
bangsa yang majemuk, terdiri dari berbagai macam suku dan ras, begitu banayak pulau dan
daerah. Tidak mungkin menyatukan keseluruhannya tanpa ada suatu rumusan metode, maka
terbentuklah bahasa yang berfungsi dan terbukti sebagai alat pemersatu yang efektif.
Pada saat seseorang beradaptasi dengan lingkungan social disekitarnya, maka ia akan
memilih bahasa yang tepat dan sesuai. Ia akan menggunakan bahasa yang berbeda, ia akan
menggunakan bahasa yang tidak baku ketika sedang bersama teman-temannya, sebaliknya ia
akan menggunakan bahasa yang formal ketika berbicara dengan orang yang lebih tua atau
lebih tinggi kedudukannya.

d. Sebagai alat kontrol sosial


Bahasa memiliki peran penting dalam memainkan peran social, baik itu dengan diterapkan
pada diri sendiri ataupun orang lain. Berbagai informasi, pemberitaan ataupun pendidikan
disampaikan melalui bahasa. buku-buku pelajaran dan buku-buku intruksi adalah salah satu
contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol social. Ceramah agama merupakan contoh
penggunaan bahasa sebagai alat kontrol social. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik juga
termasuk dalam kontrol social. Begitu pula dengan iklan layanan masyarakat atau layanan
sosial, itu semua adalah merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol
sosial. Singkatnya, hal-hal yang disebutkan diatas merupakan kegiatan berbahasa yang
memberikan arahan kepada masyarakat untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru,
perilaku dan tindakan yang baik.
MODUL III

EJAAN YANG DISEMPURNAKAN

(EYD)

Pemakaian Huruf

Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf berikut—nama tiap
huruf disertakan di sebelahnya.

Huruf Nama Huruf Nama Huruf Huruf

A a a J j je S s es
B b be K k ka T t te
C c ce L l el U u u
D d de M m em V v ve
E e e N n en Ww we
F f ef O o o X x eks
G gH ge P p pe Y y ye
h ha
Q q ki Z z zet
I i i
R r er

Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf berikut.

Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata


Vokal
Di Awal Di Tengah Di Akhir

a api padi lusa


e* enak petak sore
emas kena tipe
iou itu simpan murni
oleh kota radio
ulang bumi ibu

*Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan. Contohnya:
Rosa gemar memakan apel (buah).
Polisi-polisi itu sedang bersiap untuk apel pagi (upacara).
Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia, terdiri atas huruf-huruf berikut.
Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata
Konsonan
Di Awal Di Tengah Di Akhir

b bahasa sebut adab


c cakap kaca -
d dua ada abad
f fakir kafan maaf
g guna tiga gudeg
h hari saham tuah
j jalan manja mikraj
k* kami – paksa,rakyat politik bapak*
l lekas alas kesal
m maka kami diam
n nama anak daun
p pasang apa siap
q** Quran Furqan -
r raih bara putar
s sampai asli lemas
t tali mata rapat
v varia lava -
w wanita hawa -
x** xenon - -
y yakin payung -
z zeni lazim juz

*Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah. **Khusus untuk nama dan keperluan ilmu.

Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia, terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.

Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata


Diftong
Di Awal Di Tengah Di Akhir

ai au ain aula syaitan pandai


oi - saudara harimau
boikot amboi

Gabungan Huruf Konsonan


Di dalam bahasa Indonesia, terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan,
yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
Gabungan Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf
Konsonan Di Awal Di Tengah Di Akhir

kh khusus akhir tarikh


ng ngilu bangun senang
nyata hanyut -
ny
syarat isyarat
sy -

Pemenggalan Suku Kata


Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a) Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara
kedua huruf vokal itu.
 do-a, ta-at
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak
dilakukan di antara kedua huruf itu.
 pu-lau, bukan pu-la-u
b) Jika di tengah kata ada huruf konsonan—termasuk gabungan huruf konsonan—di
antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
 me-ja, ca-tur
c) Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan
di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah
diceraikan.
 man-ja, swas-ta
d) Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan
di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
 ul-tra, in-truk-si
e) Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan
bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkaian dengan kata dasarnya, dapat
dipenggal pada pergantian baris.
 me-la-ri-kan, pra-sa-ra-na
f) Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat
bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (i) di antara unsur-unsur
itu atau (ii) pada unsur gabungan itu sesuai dengan tiga ketentuan yang tercantum
dalam boks catatan.
 bio-data, bio-da-ta
 intro-speksi, in-tro-spek-si
 kilo-gram, ki-lo-gram

Catatan
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada
pertimbangan khusus Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring

Huruf Kapital atau Huruf Besar


a. Huruf pertama kata pada awal kalimat.
 Kita harus saling menghormati dalam bermasyarakat.
b. Huruf pertama dalam petikan langsung.
 Ibu bertanya, “Kapan kakak pulang?”
c. Huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab
suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
 Semoga amal ibadah bibi diterima di sisi-Nya.
d. Huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama
orang—tidak berlaku jika tidak diikuti nama orang.
 Karena sudah menunaikan ibadah haji, tukang bubur itu pun kini dikenal sebagai
Haji Salim.
e. Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang. Atau, yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama
instansi, atau nama tempat. Namun, tidak digunakan sebagai huruf pertama nama
jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
 Gubernur Basuki Tjahja Purnama resmi dilantik kemarin.
 Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
f. Huruf pertama unsur-unsur nama orang, tetapi tidak berlaku jika nama tersebut
digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran, seperti:
 Rudolf Diesel adalah penemu mesin diesel.
g. Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Namun, tidak berlaku jika
nama tersebut merupakan bentuk dasar kata turunan.
 Dia sedang mempelajari bahasa Korea.
 Karena terlalu lama tinggal di Amerika, gaya berpakaian Tika pun agak kebarat-
baratan.
h. Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Namun, tidak
digunakan sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
 Perang Salib merupakan salah satu perang terbesar sepanjang sejarah.
i. Huruf pertama nama geografi, tetapi tidak berlaku untuk (i) huruf pertama istilah
geografi yang tidak menjadi unsur nama diri dan (ii) yang dipakai sebagai nama jenis.
 Mita senang sekali tamasya ke pantai, terutama Pantai Kuta.
j. Huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,
serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan. Namun, tidak berlaku pada huruf
pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
 Di Indonesia terdapat beberapa universitas terbaik, salah satunya adalah
Universitas Indonesia.
k. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan,
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
 Indonesia tergabung dalam lembaga internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa.
l. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam
nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari,
dan, yang, dan untuk—yang tidak terletak pada posisi awal.
 Temanku menulis makalah “Fungsi Persuasif dalam Bahasa Iklan Media
Elektronik.”
m. Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
 Ersa Fitriany, S.T.
 Paman sedang mengantar pesanan ke rumah Ny. Liem. (Nyonya)
n. Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara,
kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Namun, tidak
berlaku pada huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai
dalam pengacuan atau penyapaan.
 Para ibu menjenguk Ibu Farida yang sedang sakit.
o. Huruf pertama kata ganti Anda.
 Terima kasih atas perhatian Anda.

Huruf Miring
a. Penulisan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Contohnya:
 Astrid bekerja sebagai reporter di majalah Cita Cinta.
b. Penegasan atau pengkhususan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
 Barang yang sudah dibeli, tidak dapat dikembalikan.
c. Penulisan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan
ejaannya.
 Oriza Sativa adalah nama ilmiah padi.

Penulisan Singkatan dan Akronim Singkatan


Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan, yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat—diikuti dengan
tanda titik.
 R. Satria Kusumo
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
 KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu
tanda titik. Contohnya:
 dll. dan lain-lain
 dsb. dan sebagainya
 dst. dan seterusnya
 hlm. halaman
 sda. sama dengan atas
 Sdr. Saudara
 ybs. yang bersangkutan
 Yth. Yang terhormat
Adapun untuk singkatan yang terdiri atas dua huruf, ditulis sebagai berikut.
 a.n. atas nama
 d.a. dengan alamat
 s.d. sampai dengan
 u.b. untuk beliau
 u.p. untuk perhatian
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata
uang tidak diikuti tanda titik.
 Ca kalsium
 mm milimeter
 kg kilogram
 Rp rupiah

Akronim
Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata,
atau pun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital. Contohnya:
 SIM (Surat Izin Mengemudi)
 ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf
dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital. Contohnya:
 Undip (Universitas Diponegoro)
 Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret serta seluruhnya ditulis dengan huruf
kecil. Contohnya:
 rapim (rapat pimpinan)
 tilang (bukti tilang)

Penulisan Angka dan Lambang Bilangan


Angka
a. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, serta (iv) kuantitas.
 Aktor muda itu memiliki tinggi 185 cm.
b. Angka lazim digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen,
atau kamar pada alamat.
 Jalan Jagakarsa no. 24.
c. Angka digunakan untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
 Surah Albaqoroh: 255.
d. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya
lebih mudah dibaca.
 Koruptor itu terbukti bersalahatas penggelapan uang sebesar 356 miliar.

Lambang Bilangan
a. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
 Doni mendapatkan peringkat ke-2 di kelas semester lalu.
b. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan digunakan secara
beruntun, seperti dalam perincian dan pemaparan. Contohnya:
 Ibu harus menjamu tiga puluh orang teman . Ia pun memesan 10 nasi
padang, 10 nasi goreng, dan 10 nasi rames.
c. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Contohnya:
 Seratus rumah terbakar kemarin malam di Tanah Abang.
d. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
 Bilangan utuh
sebelas 11
dua belas 12
 Bilangan pecahan
setengah ½
seperempat ¼
e. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara berikut.
 Harga makanan di restoran itu sekitar Rp50.000-Rp100.000-an.
f. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Biasanya, ini digunakan pada dokumen resmi seperti nota atau kuitansi.
 Telah terima uang senilai Rp87.500,00 (delapan puluh tujuh ribu lima
ratus rupiah) dari Sdri. Ida.
g. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali
di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
 Tamu undangan yang akan hadir sekitar dua ratus orang.

Pemakaian Tanda Baca Tanda Titik ( . )


a. Pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
 Aku ingin pergi ke Bali.
b. Di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Namun, tidak berlaku jika angka atau huruf tersebut merupakan yang terakhir
dalam deretan angka atau huruf.
 1. Pendahuluan
 1.1 Latar Belakang
c. Pemisah angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu maupun jangka
waktu.
 Saat ini jam menunjukkan pukul 14.30.
(pukul empat belas lewat tiga puluh menit)
 Adit menyelesaikan l a r i m a r a t o n dalam waktu 1.05.30.
(satu jam, lima menit, tiga puluh detik)
d. Pemisah antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya
atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
 Kusnandar, Rully. 2010. Cara Cerdas Berkebun Emas. Jakarta:
TransMedia.
e. Pemisah bilangan ribuan atau kelipatannya, tapi tidak berlaku untuk bilangan
ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
 Korban bencana alam itu lebih dari 10.000 orang.
 Susanti lahir pada tahun 1980 di Jakarta.

Tanda Koma ( , )
a. Di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
 Saya membeli penghapus, penggaris, dan spidol.
b. Pemisah kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului kata seperti
tetapi atau melainkan.
 Ayu ingin datang, tetapi hari hujan..
c. Pemisah anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk
kalimatnya. Namun, tidak berlaku jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya
 Kalau hari hujan, saya tidak akan pergi.
 Saya tidak akan pergi kalau hari hujan.
d. Di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal
kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagipula, meskipun begitu, dan akan
tetapi.
 Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
e. Pemisah kata seperti oh, ya, wah, aduh, dan kasihan dari kata yang lain terdapat di
dalam kalimat.
 Wah, bukan main!
f. Pemisah petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
 “Saya gembira sekali,” kata Risa.
g. Di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal,
serta (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
 Margonda, Depok
 Bandung, 16 September 2011
h. Pemisah bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
 Andari, Yachi. 2010. Tes Kecerdasan Anak. Jakarta: Wahyu Media.
i. Di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
 Rosi Rosada, Psikologi Komunikasi (Jakarta: Rosda Karya, 2009), hlm. 20.
j. Di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya—untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Contohnya:
 Drs. Sugito, M.Pd.
k. Di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan
dengan angka.
 12, 45 cm
l. Pengapit keterangan yang sifatnya tidak membatasi.
 Guru saya, Pak Edhy, tinggal di Bekasi..
m. Di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat —untuk menghindari
salah baca.
 Karena sudah lama berteman dengan Eka, Putra pun membantunya.

Tanda Titik Koma ( ; )


a. Pemisah bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
 Malam semakin larut; adik belum pulang juga.
b. Pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam
kalimat majemuk.
 Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk memasak di dapur; adik
menonton tv; saya sendiri asyik bermain komputer.
Tanda Titik Dua ( : )
a. Pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau penjelasan.
Namun, tidak berlaku jika rangkaian atau penjelasan itu merupakan pelengkap
yang mengakhiri pernyataan.
 Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang itu: hidup atau mati.
 Aku ingin membeli pedal, jok, dan setang untuk sepeda fixie-ku.
b. Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan penjelasan.
 Ketua : Syafrudin
Sekretaris : Mulyani
Bendahara : Sanusi
c. Dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
 Ibu : “Bawa kopor ini, Di!”
Didi : “Baik, Bu.”
d. Di antara (i) jilid atau nomor dan halaman, (ii) bab dan ayat dalam kitab suci,
(iii) judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku
acuan dan karangan.
 Jurnal Perempuan (1996), I:26.
 Al Ikhlas: 3
 Hunger Games: Mocking Jay
 Jakarta: Transmedia

Tanda Hubung ( - )
a. Penyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian barisnya. Akan
tetapi, suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau
pangkal baris.
 Kami sudah lama merencanakan liburan, tapi selalu ada kesibukan yang
menghalangi.
Bukan
 Kami sudah lama merencanakan liburan, tapi selalu a-
da kesibukan yang menghalangi.
b. Penyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan
bagian kata di depannya pada pergantian baris.
 Kini ada cara yang baru untuk mengu-
kur panas.
c. Penyambung unsur-unsur kata ulang. Perlu diingat, angka 2 sebagai tanda ulang
(buku2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula—tidak dipakai pada teks
karangan.
 Lumba-lumba, berlari-lari, robot-robotan.
d. Penyambung huruf dari sebuah kata yang dieja satu per satu dan bagian-bagian
tanggal.
 26-1-2011
e. Penjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilang
bagian kelompok kata. Bandingkan kedua kata berikut.
 ber-evolusi, be-revolusi
f. Perangkai (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii)
ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan
imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
 Meranti menikuti lomba paskibra se-Jabodetabek.
 Ibu menyukai musik tahun ’70-an
g. Perangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
 Ario me-download permainan terbaru di telepon genggamnya.

Tanda Pisah ( — )
a. Pembatas sisipan atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
 Hasil pertandingan itu—sungguh di luar dugaan—ternyata imbang.
b. Penegas keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi
lebih jelas.
 Rangkaian penemuan ini—evolusi, teorri kenisbian, dan kini juga
pembelahan atom—mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
c. Di antara dua kata maupun dua bilangan atau tunggal dengan arti ‘sampai’.
 Nita menaiki bus jurusan Depok — Bandung.
 Museum tersebut beroperasi dari tahun 1960—2010.

Tanda Elipsis ( … )
a. Dalam kalimat terputus-putus.
 Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak!.
b. Penunjuk bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
 Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut

Tanda Tanya ( ? )
a. Pada akhir kalimat tanya.
 Kapan Anda diwisuda?
b. Di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang kebenarannya
diragukan.
 Kios sebanyak 200 pintu (?) terbakar.

Tanda Seru ( ! )
Tanda seru digunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
 Alangkah suramnya peristiwa itu!

Tanda Kurung ( ( …) )
a. Pengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
 DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai.
b. Pengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
 Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali)
ditulis pada tahun 1962.
c. Pengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
 Pejalan kaki itu berasal dari (daerah) Baduy.
d. Pengapit angka atau huruf yang merinci satu urutan keterangan.
 Masalah faktor produksi menyangkut faktor (a) alam, (b) modal, dan (c)
sumber daya manusia.

Tanda Kurung Siku ( […] )


a. Pengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat
atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan
atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
 Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
b. Pengapit keterangan dalam kalimat penjelasan yang sudah bertanda kurung.
 Meningkatnya loyalitas pelanggan (berkat slogan produk baru [lihat tabel 2.1]
i) relatif signifikan.
Tanda Petik ( “…” )
a. Pengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan
tertulis lainnya.
 “Saya belum siap,” kata April, “tunggu sebentar!”
b. Pengapit syair, karangan, atau bab buku yang terdapat dalam kalimat.
 Karangan Andi Hakim Nasution yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di
SMA” diterbitkan dalam Tempo.
c. Pengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
 Celana panjang model “cutbrai” masih banyak dikenakan.

Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )


a. Pengapit petikan yang tersusun di dalam petikan.
 Tanya Sally, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
b. Pengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata ungkapan asing.
 Rate of inflation artinya ‘laju inflasi’.

Tanda Garis Miring ( / )


a. Dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang
terbagi dalam dua tahun takwim.
 Surat No.08/PKS/06/2009
b. Pengganti kata dan, atau, atau tiap.
 Harganya Rp2.500,00/lembar.

Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ‘ )


a. Penghilangan bagian kata.
 Dewi ‘kan kusurati. (‘kan = akan)
b. Penghilangan bagian angka tahun.
 02 Juni ’14 (‘11=2014)

Pemakaian Kata
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis terpisah (berdiri sendiri)
Contoh: Siswa itu rajin.

B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Contoh: bergetar
tulisan
penerapan
memperhatikan
2. Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan
unsur yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Contoh: bertumpang tindih
mengambil alih
3. Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran,
unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Contoh: menggarisbawahi
pertanggungjawaban
4. Kalau salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai (a, antar, catur, maha, mono, multi, pra, pasca, semi ,dsb.)
Contoh: amoral, antar negara, caturwarga, mahasiswa, multiguna, prasejarah, pascasarjana,
semifinal.
Bila bentuk terikat tersebut diikuti oleh kata yang didahului oleh huruf kapital, di antara
kedua unsur itu diberi tanda hubung.
Contoh: non-Indonesia

C. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung.
Contoh: buku-buku
gerak-gerik
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata / kata majemuk ditulis terpisah
Contoh: orang tua
Rumah sakit
2. Gabungan kata yang mungkin menimbulkan makna ganda, diberi tanda hubung.
Contoh: anak-istri ( anak dan istri)
buku -sejarah baru (buku sejarah yang baru)
buku sejarah- baru (sejarahnya baru)
3. Gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kesatuan ditulis serangkai
Contoh: halalbihalal, manakala, barangkali, olahraga, kacamata,
darmasiswa,apabila,padahal,matahari, dukacita, manasuka, kilometer,bilamana , daripada,
peribahasa, segitiga, sukacita, saputangan.

E. Kata Ganti
Kata ganti ku, mu, nya, kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya atau
mendahuluinya., kecuali pada Mu dan Nya yang mengacu pada Tuhan harus ditulis dengan
huruf kapital dan diberi tanda hubung (-).
Contoh: Nasihat orang tua harus kauperhatikan
Anakku, anakmu, dan anaknya sudah menjadi anggota perkumpulan itu.
O, Tuhan kepada-Mulah hamba meminta pertolongan.

F. Kata Depan
Kata depan di, ke, dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali yang sudah
dianggap sebagai satu kesatuan seperti kepada dan daripada.
Contoh: Di mana ada gula, di situ ada semut.
Pencuri itu keluar dari pintu belakang.
Mahasiswa itu akan berangkat ke luar negeri.

G. Kata Sandang
Kata si , sang, hang, dang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh: Muhammad Ali dijuluki petinju “si Mulut Besar”.

H. Partikel
1. Partikel lah, kah, tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh: Pergilah sekarang!
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Contoh: Jika engkau pergi, aku pun akan pergi.
Kata-kata yang sudah dianggap padu ditulis serangkai, seperti
andaipun, ataupun, bagaimanapun, kalaupun, walaupun, meskipun, sekalipun.
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, ‘tiap’ ditulis terpisah.
Contoh: Harga BBM naik per ! April.
Mereka masuk satu per satu.
Harga kertas Rp25.000,00 per rim.

Penulisan Unsur Serapan


Ada 4 cara penyerapan :
1. Adopsi : diambil seutuhnya tanpa perubahan : unit, bank, tape, hotdog, neutron.
2. Adaptasi : hanya diambil makna kata, ejaannya disesuaikan : opsi, demokrasi,
presiden, institusi, ekspor, impor,sirkulasi, dsb.
3. Penerjemahan : diambil konsepnya lalu diterjemahkan : tray out = uji coba, pilot
project = proyek rintisan, fast food = makanan cepat saji, half time = paruhwaktu, full
time = purnawaktu, cofee break = rehat kopi.
4. Kreasi : hanya diambil konsep dasarnya lalu dikreasikan padanannya : effective =
berdaya guna, spare part = suku cadang, brainstorming = sumbang saran,
departement store = toko serba ada, superpower= adikuasa
MODUL IV

STUDI KASUS KESALAHAN BERBAHASA

Pembelajaran bahasa pada dasarnya adalah proses mempelajari bahasa. Dalam


mempelajari bahasa tentu tidak luput dari kesalahan. Corder (1990:62) menyatakan bahwa
semua orang yang belajar bahasa pasti tidak luput dari kesalahan. Ingatlah bahwa kesalahan
itu sumber inspirasi untuk menjadi benar.
            Para pakar linguistik dan para guru bahasa Indonesia sependapat bahwa kesalahan
berbahasa itu mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Oleh sebab itu, kesalahan
berbahasa yang sering dibuat siswa harus dikurangi dan dihapuskan.
            Kesalahan berbahasa merupakan suatu proses yang didasarkan pada analisis
kesalahan siswa atau seseorang yang sedang mempelajari sesuatu, misalnya, bahasa. Bahasa
itu bisa bahasa daerah, bahasa Indonesia, bisa juga bahasa asing. Kemampuan menguasai
bahasa secara baik dapat dilakukan seseorang dengan cara mempelajarinya, yaitu berlatih
berulang-ulang dengan pembetulan di sana-sini. Proses pembelajaran ini tentunya
menggunakan strategi yang tepat agar dapat memperoleh hasil yang positif.
        
1. KESALAHAN PENERAPAN KAIDAH EJAAN
            Pada bagian ini dibahas tentang kesalahan-kesalahan penerapan kaidah Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan yang sering kita jumpai dalam pemakaian bahasa Indonesia.
Setelah disajikan bentuk-bentuk yang salah (nonbaku), disajikan pula bentuk-bentuk yang
benar (baku) sebagai perbaikanya. Mudah-mudahan bentuk-bentuk perbaikan itu akan
mengingatkan kita semua, pemakai bahasa, selalu berhati-hati dalam menerapkan kaidah
ejaan ini. Beberapa hal tersebut antara lain.

1.1 Pelafalan
            Dalam bahasa Indonesia terdapat akhiran –kan, bukan –ken. Sesuai dengan
tulisannya, akhiran itu tetap dilafalkan dengan [-kan], bukan [-ken]. Sementara ini memang
ada orang yang melafalkan kata seperti memuaskan dengan
[memuasken],  diharapkan dengan [diharapken], diperhatikan dengan [diperhatiken]. Akan
tetapi, pelafalan seperti itu jelas tidak tepat karena dalam bahasa Indonesia apa yang ditulis
itulah yang dilafalkan.
            Timbulnya pelafalan yang tidak tepat itu di samping dipengaruhi oleh idiolek
seseorang, juga besar kemungkinan dipengaruhi oleh lafal bahasa daerah. Sungguhpun
demikian, pemakai bahasa yang memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia tentu tidak
akan mengikuti cara pelafalan yang tidak tepat. Sebaliknya, akan terus berusaha
meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Indonesia, termasuk dalam pelafalannya.
            Beberapa contoh pelafalan kata yang serupa dapat diperhatikan di bawah ini.
Kata                            Lafal Baku                   Lafal Tidak Baku
biologi                         [biologi]                       [biolokhi], [bioloji]
teknologi                     [teknologi]                   [tehnolokhi], [tehnoloji], [teknoloji]
filologi                         [filologi]                      [filolokhi], [filoloji]
sosiologi                      [sosiologi]                    [sosiolokhi], [sosioloji]
fonologi                       [fonologi]                    [fonolokhi], [fonoloji]

1.2. Penulisan
Lihat contoh berikut.
Sudahkah anda membayar PBB?
            Penulisan kata anda di atas tidak sesuai dengan kaidah penulisan huruf kapital.
Menurut aturan yang berlaku, kata tersebut mesti diawali dengan huruf kapital A sehingga
menjadi Anda karena kata tersebut termasuk kata sapaan. Beberapa kaidah penulisan huruf
kapital adalah sebagai berikut.
a. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kalimat yang berupa
petikan langsung. Marilah kita lihat dahulu contoh yang salah.
Bentuk Salah
(1)   Adik bertanya, “kapan kakak pulang?”
(2)   Guru mereka menasihatkan,”rajin-rajinlah kamu belajar agar lulus dalam ujian.”
Huruf-huruf yang dicetak miring di atas (k pada kapan, r pada rajin) jelas tidak sesuai dengan
kaidah ejaan karena huruf-huruf itu mengawali petikan langsunb. Perbaikannya adalah seperti
di bawah ini.
Bentuk Benar
(1a) Adik bertanya, “Kapan Kakak pulang?”
(2a) Guru mereka menasihatkan, rajin-rajinlah kamu belajar agar lulus dalam ujian.”
Catatan:
Tanda baca sebelum tanda petik awal adalah tanda koma(,) bukan titik dua (:)
1.3. BENTUK BAKU DAN TIDAK BAKU
           Bahasa yang mantap mengenal satu kata untuk konsep tertentu. Artinya, satu
pengertian dinyatakan oleh satu kata atau satu bentuk tertentu, tidak boleh beberapa bentuk
yang mirip. Haruslah ditentukan mana bentuk yang baku dan mana bentuk yang nonbaku,
sehingga di dalam tuturan resmi, hanya bentuk baku itulah yang digunakan. Beberapa bentuk
contoh disajikan sebagai berikut.
1. analisa dan analisis
Dewasa ini masih tetap dipertanyakan orang tentang bentuk kata yang berbunyi
akhir –a atau –isseperti analisa  dan analisis. Sampai sekarang ini masih tetap kita lihat dua
bentuk itu dipakai orang secara bergantian. Ada orang yang menggunakan
bentuk analisa, tetapi ada juga orang yang menggunakan analisis.
Secara historis, kata itu dahulu diserap dari bahasa Belanda: analyse. Karena dalam
bahasa Indonesia tidak terdapat kata yang berakhir dengan bunyi /e/,  maka /e/ pada akhir
kata itu diganti dengan bunyi /a/, lalu kedua patah kata itu dijadikan analisa.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, sebuah lembaga di bawah Direktorat
Jenderal Kebudayaan Depetemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang “mengurus” bahasa dan
pekerjaannya antara lain membentuk istilah, menetapkan : 1) sebaiknya dalam membentuk
istilah yang mengambil dari bahasa asing, kita mendahulukan bahasa Inggris karena bahasa
Inggris adalah bahasa asing pertama dalam pendidikan di Indonesia; 2) sebaiknya dalam
mengindonesiakan kata asing (bila tidak ditemukan padanannya yang tepat dalam bahasa
Indonesia atau bahasa daerah) diusahakan agar ejaannya dekat dengan ejaan bahasa asalnya,
artinya, yang diganti hanyalah yang perlu saja.  Pada saat ini ditetapkan bahwa yang
digunakan sebagai acuan adalah bahasa bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris terdapat
bentuk analysis.   Oleh karena itu, bentuk analysis-lah yang diserap dan dindonesiakan
menjadi analisis.

2. antri dan antre


            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), kata yang baku adalah antre (dengan
e) yang berarti ‘berdiri berderet-deret menunggu giliran. Penulisan antri’ (dengan i) adalah
bentuk yang tidak baku.

3. dukacita dan duka cita


            Kata dukacita merupakan sebuah kata. Oleh karena merupakan sebuah kata, penulisan
bentuk duka harus digabungkan dengan bentuk cita. Dengan demikian, kata yang baku
ialah dukacita. Bentuk duka yang dipisahkan penulisannya dengan bentuk cita merupakan
bentuk yang tidak baku. Kata dukacita mengandung arti ‘kesedihan’ atau ‘kesusahan’.

4. ekspor dan eksport  


            Kata ekspor merupakan serapan dari kata bahasa Inggris export. Penyerapannya
dengan cara mengganti huruf konsonan x dengan gabunagn huruf konsonan ks dan
menghilangkan konsonan t pada akhir kata itu. Benrtuk ekspor merupakan kata baku karena
ejaannya sudah benar. Oleh karena pada kata eksport masih  mengandung huruf konsonan t,
maka kata eksport tidak baku. Kata ekspor berarti ‘pengiriman barang ke luar negeri’.

5. pascasarjana, pasca sarjana dan paskasarjana


            Bentuk pasca- merupakan awalan yang artinya ialah ‘sesudah’. Ucapannya ialah
/pasca/, bukan /paska/ karena diserap dari bahasa Sanskerta. Oleh karena itu kata yang baku
ialah pascasarjana. Pascasarjana berarti ‘pengetahuan sesudah sarjana’.

1.4. Penggunaan Imbuhan   


Awalan meN-
            Ada juga gejala penghilangan awalan meN- dalam pemakaian bahasa Indonesia.
Penghilangan awalan meN- ini sebenarnya adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam
tulis. Akhirnya, terjadilah pencampuradukan ragam lisan dan ragam tulisan yang
menghasilkan suatu bentuk kata yang salah. Kita sering menemukan penggunaan kata-
kata: nyuap, nabrak, nyubit, nangis, dan nyari. Dalam bahasa Indonesia baku, kita harus
menggunakan awalam meN- secara eksplisit, sehingga kata-kata itu menjadi: menyuap,
menabrak, mencubit, menangis, dan mencari. Perhatikan contoh di bawah ini.
Kesalahan Umum
1. Penyelundup itu berusaha nyuap petugas, tetapi petugas menolaknya.
2. Pengendara motor itu nabrak pejalan kaki.
3. Ibu itu nyubit anaknya yang nakal.
4. Anak itu menganggu temannya sampai nangis.
Bentuk baku
1. Penyelundup itu berusaha menyuap petugas, tetapi petugas menolaknya.
2. Pengendara motor itu menabrak pejalkan kaki.
3. Ibu itu mencubit anaknya yang nakal.
4. Anak itu mengganggu temannya sampai menangis.

6. Pilihan Kata
Pemakaian Bentuk-bentuk di mana, dalam mana, di dalam mana, dari mana, dan yang
mana sebagai penghubung.
            Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai pemakaian bentuk-bentuk di mana, dalam
mana, di dalam mana, dari mana, dan yang mana sebagai penghubung. Contoh-contohnya
sebagai berikut:
(1) Rumah di mana ia tinggal sangat luas.
(2) Karmila membuka-buka album dalam mana ia menyimpan foto-foto barunya.
(3) Ia membuka almari di dalam mana ia meletakkan kunci sepeda motornya.
(4) Bila saya tidak bersekolah, saya tinggal di gedung kecil dari mana suara gamelan yang
lembut dapat terdengar. 
(5) Sektor pariwisata yang mana merupakan tulang punggung perekonomian negara harus
senantiasa ditingkatkan.
            Penggunaan bentuk-bentuk tersebut kemungkinan besar dipengaruhi oleh bahasa
asing, khususnya bahasa Inggris. Bentuk di mana sejajar dengan penggunaan where, dalam
mana dan di dalam mana sejajar dengan penggunaan in which, dari mana sejajajr
dengan from which, dan yang mana sejajar dengan pemakaian which. Dikatakan dipengaruhi
oleh bahasa Inggris karena dalam bahasa Ingris bentuk-bentuk itu lazim digunakan sebagai
penghubung
Dalam bahasa Indonesia karena sudah ada penghubung yang lebih tepat, yaitu kata tempat
dan yang sehingga contoh (!) – (5) di atas seharusnya diubah menjadi:
(1a) Rumah tempat ia tinggal sangat luas.
(2a) Karmila membuka-buka album tempat ia menyimpan foto-foto barunya.
(3a) Ia membuka almari tempat ia menaruh kunci sepeda motornya.
(4a) Bila saya tidak bersekolah, saya tinggal di gedung kecil tempat suara gamelan yang
lembut dapat terdengar.
(5a) Sektor pariwisata yang merupakan tulang punggung perekonimian negara harus
senantiasa ditingkatkan.        
            
MODUL V

BENTUK KATA DAN PILIHAN KATA (DIKSI)

1. Imbuhan
Indonesia dikenal sebagai bahasa aglutinatif. Artinya, kata dalam bahasa Indonesia
bisa ditempeli dengan bentuk lain, yaitu imbuhan. Imbuhan mengubah bentuk dan makna
bentuk dasar yang dilekati imbuhan itu. Karena sifatnya itulah, imbuhan memiliki peran yang
sangat penting dalam pembentukan kata bahasa Indonesia. Dengan demikian, sudah
selayaknyalah, sebagai pemakainya, kita memiliki pengetahuan mengenai hal ini.
Dalam bahasa Indonesia, imbuhan terdiri atas awalan, sisipan, akhiran, dan gabungan
awalan dengan akhiran yang disebut konfiks dan gabungan afiks dalam ilmu bahasa. Awalan
yang terdapat di dalam bahasa Indonesia terdiri atas me(N)-, be(R)-, di-, te(R), -pe(N)-,
pe(R)-, ke-, dan se-, sedangkan sisipan terdiri atas -el-, -em-, dan -er-; akhiran terdiri atas
-kan, -i, dan -an; konfiks dan gabungan afiks terdiri atas gabungan awalan dengan akhiran.
Awalan dan akhiran masih sangat produktif digunakan, sedangkan sisipan tidak produktif.
Walaupun demikian, semua imbuhan termasuk sisipan di dalamnya, apabila diperlukan,
masih dapat kita manfaatkan, misalnya, dalam penciptaan kosakata baru atau dalam
penerjemahan atau penyepadanan istilah asing.
1.1.Awalan me(N)-
Proses pengimbuhan dengan awalan me(N)- terhadap bentuk dasar dapat
mengakibatkan munculnya bunyi sengau atau bunyi hidung dapat pula tidak. Hal tersebut
bergantung pada bunyi awal bentuk dasar yang dilekati awalan tersebut. Bunyi awal bentuk
dasar dapat luluh, dapat pula tidak bergantung pada jenis bunyi bentuk dasar yang dilekati
awalan. Untuk memperjelas hal tersebut, perhatikan contoh berikut.
me(N)- + buat → membuat
me(N)- + pakai → memakai
me(N)- + fotokopi → memfotokopi
me(N)- + dengar → mendengar
me(N)- + tatar → menatar
me(N)- + jabat → menjabat
me(N)- + colok → mencolok
me(N)- + suruh → menyuruh
me(N)- + ganti → mengganti
me(N)- + kikis → mengikis
me(N)- + hadap → menghadap
me(N)- + undang → mengundang
me(N)- + muat → memuat
me(N)- + nilai → menilai
me(N)- + nyanyi → menyanyi
me(N)- + nganga → menganga
me(N)- + lepas → melepas
me(N)- + rusak → merusak
Apabila bentuk dasar yang dilekati hanya berupa satu suku kata, me(N)- berubah
menjadi menge-, misalnya, dalam contoh berikut.
me(N)- + cap → mengecap
me(N)- + pak → mengepak
me(N)- + tik → mengetik
Namun demikian, perlu kita perhatikan jika bentuk dasar tersebut ditempeli awalan
di-, bentuk yang ditempelinya tidak mengalami perubahan. Kita perhatikan contoh berikut.
di- + pak → dipak
di- + tik → ditik
di- + cap → dicap
Berdasarkan contoh-contoh yang sudah kita kenal dengan baik, dapat kita simpulkan
bahwa untuk membentuk kata secara benar, kita harus mengetahui bentuk dasarnya.
1.2. Awalan be(R)-
Awalan be(R)- memiliki tiga variasi, yaitu ber-, be-, dan bel-. Variasi tersebut muncul
sesuai dengan bentuk dasar yang dilekatinya, misalnya, dalam contoh berikut.
be(R)- + usaha → berusaha
be(R)- + diskusi → berdiskusi
be(R)- + korban → berkorban
be(R)- + rencana → berencana
be(R)- + kerja → bekerja
be(R)- + serta → beserta
be(R)- + ajar → belajar
Kata beruang sebagai kata dasar berart i sejenis binatang sedangkan sebagai kata
berimbuhan, yang terdiri atas ber- dan uang memiliki arti mempunyai uang; ber- dan ruang
berarti memiliki ruang’. Kata tersebut akan menjadi jelas artinya jika terdapat dalam konteks
kalimat. Begitu pula halnya dengan kata berevolusi yang terdiri atas ber dan evolusi atau ber-
dan revolusi.
Dalam keseharian kini sering digunakan kata berterima atau keberterimaan. Dalam
hal ini awalan ber- sejajar dengan awalan di-. Jadi, berterima sama dengan diterima,
misalnya, dalam kalimat Usulan yang disampaikan kepada Bapak Gubernur sudah
berterima. Kata berterima dan keberterimaan merupakan padanan acceptable dan
acceptability dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Melayu, imbuhan ber- yang sepadan
dengan di- merupakan hal yang lazim, peribahasa gayung bersambut, kata berjawab berarti
gayung disambut, kata dijawab.

1.3 Awalan te(R)-


Awalan te(R)- memiliki variasi ter-, te-, dan tel-. Ketiga variasi tersebut muncul
sesuai dengan bentuk dasar yang dilekatinya. Layak diingat bahwa awalan ini memiliki tiga
macam arti dalam pemakaiannya. Pertama, artinya sama dengan paling. Kedua, menyatakan
arti tidak sengaja. Ketiga, menyatakan arti sudah di- Misalnya dalam contoh di bawah ini.
te(R)- + dengar → terdengar
te(R)- + pandai → terpandai
te(R)- + rasa → terasa
te(R)- + kerjakan → tekerjakan
te(R)- + perdaya → teperdaya
te(R)- + percaya → tepercaya
Selanjutnya, cobalah Anda menggunakan awalan itu dalam kata lain dan
kalimat lain yang sesuai dengan tautannya.

1.4 Awalan pe(N)- dan pe(R)-


Awalan pe(N)- dan pe(R)- merupakan pembentuk kata benda. Kata benda yang
dibentuk dengan pe(N)- berkaitan dengan kata kerja yang berawalan me(N)-. Kata benda
yang dibentuk dengan pe(R)- berkaitan dengan kata kerja yang berawalan be(R)-. Awalan
pe(N)- memiliki variasi pe-, pem-, pen-, peny-, peng-, dan penge-. Variasi tersebut muncul
bergantung pada bentuk dasar yang dilekati pe(N)-. Kita lihat contoh berikut:
pe(N)- + rusak → perusak
pe(N)- + laku → pelaku
pe(N)- + beri → pemberi
pe(N)- + pasok → pemasok
pe(N)- + daftar → pendaftar
pe(N)- + teliti → peneliti
pe(N)- + jual → penjual
pe(N)- + cari → pencari
pe(N)- + suluh → penyuluh
pe(N)- + guna → pengguna
pe(N)- + kirim → pengirim
pe(N)- + tik → pengetik
pe(N)- + cap → pengecap
pe(N)- + las → pengelas
Dalam keseharian sering dijumpai bentuk pengrajin yang berarti orang yang
pekerjaannya membuat kerajinan’. Bila kita bandingkan dengan kata pe(N)- + rusak menjadi
perusak yang berarti orang yang membuat kerusakan’, bentuk pengrajin merupakan bentuk
yang tidak tepat. Kita ingat saja bahwa kedua kata tersebut, rajin dan rusak, merupakan kata
sifat. Karena itu, bentuk tersebut harus dikembalikan pada bentuk yang tepat dan sesuai
dengan kaidah, yaitu perajin. Awalan pe(R)- memiliki variasi bentuk pe-, per-, dan pel-.
Variasitersebut muncul sesuai denngan bentuk dasar yang dilekati awalan pe(R)-. Kita lihat
contoh berikut:
pe(R)- + dagang → pedagang
pe(R)- + kerja → pekerja
pe(R)- + tapa → pertapa
pe(R)- + ajar → pelajar
Kata-kata sebelah kanan berkaitan dengan awalan ber- yang dilekati dengan kata
dasar dagang, kerja, tapa, dan ajar. Jadi, kata-kata tersebut berkaitan dengan kata
berdagang, bekerja, bertapa, dan belajar. Selain kata-kata itu, kita sering melihat kata-kata
lain seperti
pesuruh dan penyuruh. Kata pesuruh dibentuk dari pe(R)- + suruh, sedangkan penyuruh
dibentuk dari pe(N)- + suruh. Pesuruh berarti yang disuruh’ dan penyuruh berarti yang
menyuruh’. Beranalogi pada kedua kata tersebut kini muncul kata-kata lain yang sepola
dengan pesuruh dan penyuruh, misalnya, kata petatar dan penatar, pesuluh dan penyuluh.
Dalam bahasa Indonesia sekarang muncul pula bentuk kata yang sepola dengan kedua
kata di atas, tetapi artinya berlainan. Misalnya, pegolf, pecatur, perenang, pesenam, dan
petenis. Awalan pe- pada kata-kata tersebut berarti pelaku olah raga golf, catur, renang,
senam, dan tenis. Selain itu, muncul juga bentuk lain seperti pemerhati ‘yang
memperhatikan’, pemersatu ‘yang mempersatukan’ dan pemerkaya ‘yang memperkaya’.
Bentuk-bentuk itu merupakan bentuk baru dalam bahasa Indonesia. Kata-kata yang termasuk
kata benda itu berkaitan dengan kata kerja yang berawalan memper- atau memper- + kan.

1.5 Konfiks pe(N)-an dan pe(R)-an


Kata benda yang dibentuk dengan pe(N)-an menunjukkan proses yang berkaitan
dengan kata kerja yang berimbuhan me(N)-, me(N)-kan, atau me(N)-i. Kata benda yang
dibentuk dengan pe(R)-an ini menunjukkan hal atau masalah yang berkaitan dengan kata
kerja yang berawalan be(R)-. Kita perhatikan contoh berikut:
pe(N)- + rusak + -an → perusakan
pe(N)- + lepas + -an → pelepasan
pe(N)- + tatar + -an → penataran
pe(N)- + sah + -an → pengesahan
pe(N)- + tik + -an → pengetikan
pe(R)- + kerja + -an → pekerjaan
pe(R)- + ajar + -an → pelajaran

1.6 Akhiran -an dan Konfiks ke-an


Kata benda dapat dibentuk dengan bentuk dasar dan akhiran –an atau konfiks ke-an. Kata
benda yang mengandung akhiran -an umumnya menyatakan hasil, sedangkan kata benda
yang mengandung konfiks ke-an umumnya menyatakan hal. Untuk memperjelas uraian di
atas, kita perhatikan contoh berikut.
1. Dia mengirimkan sumbangan sepekan lalu, tetapi kiriman itu belum kami terima.
2. Sebulan setelah dia mengarang artikel, karangannya itu dikirimkan ke sebuah media
massa.
Kata benda yang mengandung ke-an diturunkan langsung dari bentuk dasarnya seperti
contoh berikut.
1. Beliau hadir untuk meresmikan penggunaan gedung baru. Kehadiran beliau disana
disambut dengan berbagai kesenian tradisional.
2. Mereka terlambat menyerahkan tugasnya. Keterlambatan itu menyebabkan mereka
mendapatkan nilai jelek.

1.7 Kata Kerja Bentuk me(N)- dan me(N)-kan


Akhiran -kan dan -i pada kata kerja dalam kalimat berfungsi menghadirkan objek
kalimat. Beberapa kata kerja baru dapat digunakan dalam kalimat setelah diberi akhiran -kan
atau -i. Mari kita perhatikan contoh untuk memperjelas uraian.
1. Beliau sedang mengajar di kelas.
2. Beliau sedang mengajarkan bahasa Indonesia.
3. Beliau mengajari kami bahasa Indonesia di kelas.
4. Atasan kami menugasi kami mengikuti penyuluhan ini.
5. Atasan kami menugaskan pembuatan naskah pidato kepada sekretaris.

1.8 Awalan ke-


Awalan ke- berfungsi membentuk kata benda dan kata bilangan, baik bilangan tingkat
maupun bilangan yang menyatakan kumpulan. Kata benda yang dibentuk dengan awalan ke-
sangat terbatas, yaitu hanya pada kata tua, kasih, hendak yang menjadi ketua, kekasih, dan
kehendak. Penentuan apakah awalan ke- sebagai pembentuk kata bilangan tingkat atau kata
bilangan yang menyatakan kumpulan harus dilihat dalam hubungan kalimat. Misalnya
kalimat berikut:
1. Tim kami berhasil menduduki peringkat ketiga dalam Debat Mahasiswa tingkat Jawa
Barat.
2. Ketiga penyuluh itu ternyata teman kami waktu di SMA.

1.9 Akhiran Lain


Selain akhiran asli bahasa Indonesia -kan, -i, dan -an, terdapat pula beberapa akhiran
yang berasal dari bahasa asing, misalnya, -wan, -man, dan -wati dari bahasa Sanskerta;
akhiran -i, -wi, dan -iah dari bahasa Arab. Akhiran -wan dan -wati produktif, sedangkan
akhiran –man tidak demikian. Akhiran -wi lebih produktif daripada akhiran -i dan -iah.
Akhiran -wi tidak hanya terdapat dalam bentukan bahasa asalnya, tetapi juga terdapat dalam
bentukan dengan bentuk dasar bahasa Indonesia.
Perhatikan beberapa contoh kata berikut.
karyawan
karyawati
olahragawan
olahragawati
budiman
seniman
manusiawi
surgawi
badani
badaniah

2. Jenis-jenis Kata
2.1.1 Kata Kerja (Verba)
Kata kerja adalah kata yang menyatakan makna perbuatan, pekerjaan, tindakan, proses, atau
keadan.
 Ciri-ciri kata kerja:
a. Umumnya menempati fungsi predikat dalam kalimat.
Aku membaca buku
S P O
b. Dapat didahului kata keterangan, seperti: akan, sedang, sudah, hendak, dan
hampir.
Aku akan pergi
S P
c. Dapat didahului kata ingkar tidak. Dia tidak datang
S P
d. Dapat digunakan dalam kalimat perintah, khususnya yang bermakna
perbuatan.
Bawakan air minum untuk temanmu!
 Fungsi kata kerja:
a. Substantif (sebagai subjek), misalnya:
Memanjat/memerlukan/tenaga
b. Predikatif (sebagai predikat), misalnya:
Ibu/ sedang mencuci
c. Atributif (sebagai kata sifat keterangan subjek), misalnya:
Anak/ belajar/ jangan dipaksa
 Ditinjau dari bentuknya, kata kerja dibedakan menjadi:
a. Bentuk kata dasar, misalnya: makan, minum, pulang, pergi, dan sebagainya.
b. Bentuk kata berimbuhan, misalnya: menulis, bekerja, dan menari.
c. Bentuk kata ulang, misalnya: berjalan-jalan, memukul-mukul, dan berteriak-
teriak.
d. Bentuk kata majemuk, misalnya: berkeras hati, bermain api, dan memeras
keringat.
 Ditinjau dari hubungan dengan unsur lain dalam kalimat, kata kerja dibedakan
menjadi:
a. Kata kerja transitif
Kata kerja transitif adalah kata kerja yang membutuhkan kehadiran objek.
Berdasarkan jumlah objek yang mendampinginya, kata kerja transitif terbagi
menjadi:
1. Kata kerja ekatransitif, yaitu kata kerja yang diikuti oleh satu objek.
o Marisa membaca buku.
2. Kata kerja dwitransitif, yaitu kata kerja yang mempunyai dua nomina, satu
sebagai objek dan satunya lagi sebagai pelengkap.
o Ibu menyanyikan adik ninabobo.
3. Kata kerja semitransitif, yaitu kata kerja yang objeknya boleh ada, boleh
juga tidak ada.
o Avi sedang menari..
b. Kata kerja intransitif
Kata kerja transitif adalah kata kerja yang tidak memiliki objek. Jenis kata
kerja intransitif ini dikelompokkan ke dalam tiga jenis:
1. Kata kerja intransitif tak berpelengkap.
 Keadaan Sari sudah membaik.
2. Kata kerja intransitif yang berpelengkap wajib—bila tidak ada pelengkap,
kalimat itu tidak berterima.
 Nilai dari klub lawan menyamai nilai dari klub tuan rumah.
3. Kata kerja intransitif berpelengkap manasuka—boleh ada pelengkap,
boleh juga tidak.
 Bocah itu berlari.
 Mobil itu berlari cepat.

2.1.2 Kata Sifat (Adjektiva)


Kata sifat adalah kata yang menerangkan kata benda.
1. Ciri-ciri kata sifat:
a. Dapat bergabung dengan partikel tidak, lebih, sangat, agak.
 Andika sangat pintar, tapi dia agak pendiam.
b. Dapat mendampingi kata benda
 Dian membeli baju baru.
c. Dapat diulang dengan imbuhan se-nya
 Manda berusaha seikhlasnya untuk merelakan gelangnya
yang hilang.
d. Dapat diawali imbuhan ter-yang bermakna paling.
 Geri adalah siswa tertampan di sekolah.
2. Berdasarkan bentuknya, kata sifat dapat dibedakan atas:
a. Kata sifat dasar
1. Kata sifat dasar yang dapat diikuti kata sangat dan lebih.
2. Kata sifat dasar yang tidak dapat diikuti kata sangat dan lebih.
b. Kata sifat turunan
1. Kata sifat turunan berafiks, seperti: tercengang.
2. Kata sifat bereduplikasi, seperti: berlubang-lubang.
3. Kata sifat ke-R-an atau ke-an, seperti: kebiru-biruan.
4. Kata sifat berafiks –i (atau alomorfnya), seperti: manusiawi.
5. Kata sifat yang berasal dari berbagai kelas kata, melalui proses berikut.
 Deverbalisasi, seperti: menegangkan, mengharukan
 Denominalisasi, seperti: hartawan
 Deadverbialisasi, seperti: berkurang, bertambah, menyengat, melebihi,
bersungguh-sungguh, mungkin
 Denumeralisasi, seperti: mendua
 Deinterjeksi, seperti: aduhai, sip, wah
6. Kata sifat yang terbentuk dari kata serapan, seperti: sekunder, amoral, produktif,
sosial, dan aktivitas.
a. Kata sifat majemuk
1. Subordinatif, seperti: berhati mulia, berjiwa besar, berpikir maju, dan baik hati
2. Koordinatif, seperti: aman tenteram, hina dina, lemah lembut

 Fungsi dan Sifat Kata Sifat:


a. Substantif: putih/tanda suci
b. Predikatif: barang/mahal
c. Atributif: mobil/mewah itu/mahal
 Tingkat perbandingan kata sifat:
a. Kurang
b. Sama
c. Lebih
d. Sangat/Paling

2.1.3 Kata Benda (Nomina)


Kata benda adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau
pengertian.
 Ciri-ciri kata benda:
a. Dalam kalimat yang predikatnya berupa kata kerja, kata benda
cenderung menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap.
b. Kata benda tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak.
c. Kata benda dapat diingkarkan dengan kata bukan.
d. Kata benda umumnya dapat diikuti oleh kata sifat, baik secara langsung
maupun diantarai oleh kata yang.

 Berdasarkan bentuknya, kata benda dikelompokkan menjadi beberapa jenis berikut.


a. Kata benda dasar, yaitu kata benda yang hanya terdiri atas satu morfem,
seperti: buku, pensil, pulpen, rumah, orang, laut, dan air.
b. Kata benda turunan, terbagi atas:
1. Kata benda berimbuhan, seperti: perumahan, penampungan.
2. Kata benda bereduplikasi, seperti: rumah-rumah.
3. Kata benda yang berasal dari berbagai kelas karena proses:
 Deverbalisasi, seperti:pengembangan, pendidikan.
 Deadjektivalisasi, seperti : petinggi, keindahan.
 Denumeralisasi, seperti : keseluruhan, kesatuan.
 Deadverbialisasi, seperti : kekurangan, kelebihan.
c. Kata benda yang mengalami proses pemajemukan, seperti: ganti rugi, tata
tertib, uang muka, tata kota, kontraindikasi, semifinal, pascapanen, mahaguru,
anak cucu, lalu lintas, sepak bola, pedagang eceran, unjuk rasa, orang
terpelajar.

2.1.4 Kata Bilangan (Numeralia)


Kata bilangan adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya benda (orang, binatang,
atau barang) dan konsep. Kata bilangan dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a. Kata bilangan takrif, yaitu kata bilangan yang menyatakan jumlah dan terbagi atas:
1. Kata bilangan utama (kardinal), terbagi atas:
 Kata bilangan penuh, yaitu kata bilangan utama yang menyatakan jumlah
tertentu dan dapat berdiri sendiri tanpa bantuan kata lain. Contohnya: dua,
empat, enam, delapan.
 Kata bilangan pecahan, yaitu kata bilangan yang terdiri atas pembilang dan
penyebut yang dibubuhi partikel per-. Contohnya: seperempat, tiga perempat,
dua pertiga, tiga perempat, tujuh perdelapan.
 Kata bilangan gugus (sekelompok bilangan). Contohnya: lusin (dua belas),
gros(12 lusin), kodi(20), abad(100 tahun), dekade (10 tahun).
2. Kata bilangan tingkat, yaitu kata bilangan takrif yang melambangkan urutan dalam jumlah
dan berstruktur ke+Num. Contohnya: kesatu, ketiga, kelima, ketujuh, kesembilan.
b. Kata bilangan tak takrif, yaitu kata bilangan yang menyatakan jumlah yang tak tentu.
Contohnya: suatu, beberapa, berbagai, tiap-tiap, segenap, sekalian, semua, sebagian,
seluruh, segala.

2.1.5 Kata Ganti (Pronomina)


Kata ganti adalah kata yang berfungsi menggantikan orang, benda, atau sesuatu yang
dibendakan. Kata ganti dibedakan atas:
a. Kata ganti orang
1. Kata ganti orang pertama (yang berbicara)
 Tunggal: aku, saya
 Jamak: kita, kami
2. Kata ganti orang kedua (yang diajak berbicara)
 Tunggal: kamu, engkau
 Jamak: Anda, kalian
3. Kata ganti orang ketiga (yang dibicarakan)
 Tunggal: ia, dia, beliau
 Jamak: mereka
b. Kata ganti penunjuk
1. Kata ganti penunjuk umum, seperti: ini, itu
2. Kata ganti penunjuk tempat, seperti: sini, situ, sana
3. Kata ganti penunjuk ihwal, seperti: begini, begitu
c. Kata ganti penanya
1. benda atau orang: apa, siapa, mana, yang mana
2. waktu: kapan, bilamana, apabila
3. tempat: di mana, ke mana, dari mana
4. keadaan: mengapa, bagaimana
5. jumlah: berapa
d. Kata ganti yang tidak menunjuk pada orang atau benda tertentu: sesuatu, seseorang,
barang siapa, siapa, apa, apa-apa, anu, masing-masing, sendiri
e. Kata ganti kepunyaan: ku, mu, nya (tidak bisa dipisahkan)
f. Kata ganti penghubung untuk menghubungkan suatu kata benda dengan sifat-sifatnya,
atau dengan kata yang menerangkannya: yang

2.1.6 Kata Keterangan (Adverbia)


Kata keterangan adalah kata yang memberi keterangan pada kata lainnya. Kata keterangan
dapat dibedakan atas:
a. Kata keterangan bentuk dasar: alangkah, amat, barangkali, belum, boleh, bukan,
hampir, hanya, kerap, masih, memang, mungkin, nian, niscaya, sangat, saling, selalu,
senantiasa, sudah, sungguh, telah, tidak.
b. Kata keterangan turunan, yang terbagi atas:
1. Kata keterangan berimbuhan: terlalu, sebaiknya, sebenarnya, sesungguhnya, secepatnya,
agaknya, biasanya.
2. Kata keterangan bereduplikasi: malam-malam, pagi-pagi, cepat-cepat, diam-diam, habis-
habisan, mati-matian.
3. Kata keterangan gabungan: belum boleh, belum tentu, tidak mungkin, tidak selalu, hampir
saja.

2.1.7 Kata Tunjuk (Demonstrativa)


Kata tunjuk adalah kata yang dipakai untuk menunjuk orang atau benda secara khusus. Kata
tunjuk dapat dibedakan atas:
a. Kata tunjuk dasar: itu, ini
b. Kata tunjuk turunan: berikut, begini, sekian
c. Kata tunjuk gabungan: di sana, di situ, di sini

2.1.8 Kata Tanya (Interogativa)


Kata tanya adalah kata yang digunakan untuk menanyakan sesuatu. Berdasarkan jenis dan
pemakaiannya, kata tanya dibedakan atas:
a. apa, digunakan untuk
1. menanyakan kata benda bukan manusia
2. menanyakan sesuatu yang jawabannya mungkin berlawanan
3. mengukuhkan apa yang telah diketahui pembicara
4. kalimat retoris (tidak memerlukan jawaban)
b. bila, digunakan untuk menanyakan waktu
c. c. –kah, digunakan untuk
1. mengukuhkan bagian kalimat yang diikuti oleh –kah
2. menanyakan pilihan di antara bagian-bagian kalimat
3. melengkapi kata tanya
d. kapan, digunakan untuk menanyakan waktu
e. mana, digunakan untuk
1. menanyakan seseorang, benda, atau suatu hal
2. menanyakan pilihan
f. bagaimana, digunakan untuk
1. menanyakan cara perbuatan
2. menanyakan akibat suatu tindakan
3. meminta kesempatan dari lawan bicara
4. menanyakan kualifikasi atau evaluasi atas suatu gagasan
g. bilamana, digunakan untuk menanyakan waktu
h. di mana, digunakan untuk menerangkan tempat
i. mengapa, digunakan untuk menanyakan sebab, alasan, atau perbuatan
j. siapa, digunakan untuk menanyakan nama orang
k. berapa, digunakan untuk menanyakan bilangan yang mewakili jumlah, ukuran,
takaran, nilai, harga, satuan, dan waktu
l. bukan, bukankah, digunakan untuk mengukuhkan preposisi dalam pernyataan
m. masa, masakan, digunakan untuk menanyakan ketidakpercayaan dan bersifat retoris

2.1.9 Kata Sandang (Artikula)


Kata sandang adalah kata yang dipakai untuk membatasi kata benda. Kata sandang dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
a. Kata sandang yang mendampingi kata benda dasar: para guru
b. Kata sandang yang mendampingi kata benda yang dibentuk dari kata dasar (nomina
deverbal): si pengemis
c. Kata sandang yang mendampingi kata ganti: si dia
d. Kata sandang yang mendampingi kata kerja pasif: si terdakwa

2.1.10 Kata Depan (Preposisi)


Kata depan adalah kata tugas yang berfungsi sebagai unsur pembentuk frasa preposisional.
Kata depan berdasarkan bentuknya adalah sebagai berikut.
a. Kata depan berbentuk kata: di, ke, dari, bagi, untuk, dalam, guna, pada, oleh, dengan,
tentang, karena
b. Kata depan berbentuk gabungan kata: berbeda dengan, bertolak dari, mengingat akan,
oleh karena, sampai dengan, selain daripada, sesuai dengan
 Berikut ini jenis kata depan berdasarkan fungsinya.
a. Menandai hubungan peruntukan: untuk, guna, bagi, buat
b. Menandai hubungan tempat berada: di
c. Menandai hubungan perkecualian: selain itu, selain dari, di samping itu
d. Menandai hubungan kesertaan: bersama, beserta
e. Menandai hubungan ihwal atau peristiwa: dari
f. Menandai hubungan tempat atau waktu: tentang
g. Menandai hubungan kesertaan atau cara: dengan
h. Menandai hubungan arah menuju suatu tempat : ke, menuju, kepada, terhadap
i. Menandai hubungan pelaku: oleh
j. Menandai hubungan pemiripan: bagaikan, bagai, seperti, laksana, bak
k. Menandai hubungan perbandingan: daripada
l. Menandai hubungan penyebaban: oleh karena, oleh sebab, karena, sebab
m. Menandai hubungan batas waktu: sejak, sepanjang, menjelang, selama
n. Menandai hubungan lingkup geografis atau waktu: sekeliling, sekitar
2.1.11 Kata Penghubung (Konjungsi)
Kata penghubung adalah kata tugas yang menghubungkan dua klausa, kalimat, atau paragraf.
Kata penghubung dibagi ke dalam lima kelompok.
a. Kata penghubung koordinatif
1. hubungan penambahan: dan
2. hubungan pemilihan: atau
3. hubungan perlawanan: tetapi
b. Kata penghubung subordinatif
1. hubungan waktu: sesudah, setelah, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala,
sementara, sambil, seraya, selama, sehingga, sampai.
2. hubungan syarat: jika, jikalau, kalau, asal(kan), bila, manakala.
3. hubungan pengandaian: andaikan, seandainya, umpamanya, sekiranya.
4. hubungan tujuan: agar, biar, supaya.
5. hubungan konsesif (perlawanan): biarpun, meskipun, sekalipun, walau(pun),
kendati(pun), sungguh(pun)
6. hubungan pemiripan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai,
laksana.
7. hubungan penyebaban: sebab, karena, oleh karena.
8. hubungan pengakibatan: se(hingga), sampai(-sampai), maka(nya).
9. hubungan penjelasan: bahwa 10.hubungan cara: dengan
c. Kata penghubung korelatif
Kata penghubung korelatif adalah kata penghubung yang menghubungkan dua kata,
frasa, atau klausa, dan hubungan kedua unsur itu memiliki derajat yang sama.
Contohnya:
1. baik… maupun…
2. tidak hanya…, tetapi (…) juga…
3. bukan…, melainkan…
4. …(se)demikian (rupa)… sehingga…
5. jangankan…, …pun…
6. antara… dan…
d. Kata penghubung antarkalimat
1. menyatakan perlawanan: meskipun demikian, walaupun begitu.
2. menyatakan lanjutan dari peristiwa atau keadaan: kemudian, sesudah itu, setelah
itu, selanjutnya.
3. menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain di luar pernyataan
sebelumnya: terlebih lagi, lagi pula, selain itu.
4. menyatakan kebalikan dari pernyataan sebelumnya: sebaliknya.
5. menyatakan keadaan yang sebenarnya: sesungguhnya.
6. menyatakan penguatan untuk pernyataan sebelumnya: bahkan.
7. menyatakan pertentangan dari pernyataan sebelumnya: akan tetapi, namun.
8. menyatakan konsekuensi: dengan demikian.
9. menyatakan akibat: oleh karena itu.
10.menyatakan keadaan yang mendahului pernyataan sebelumnya: sebelum itu.
e. Kata penghubung antarparagraf
1. menyatakan tambahan pada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya: di samping
itu.
2. menyatakan pertentangan dengan sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya:
namun demikian, meskipun begitu.
3. menyatakan perbandingan: sama halnya dengan.
4. menyatakan akibat atau hasil: oleh karena itu, jadi, akibatnya.
5. menyatakan tujuan: untuk itu.
6. menyatakan intensifikasi: pada intinya.
7. menyatakan waktu: kemudian, sementara itu.
8. menyatakan tempat: di sinilah.

2.1.12. Kata Ulang (Reduplikasi)


Kata ulang adalah kata yang mengalami proses pengulangan. Kata ulang terbagi ke dalam
empat jenis, yakni sebagai berikut.
a. Kata ulang dasar (dwilingga), disebut juga perulangan utuh: buku-buku, sekali-sekali.
b. Kata ulang berimbuhan, yaitu bentuk perulangan yang disertai poses pengimbuhan:
lelaki, pertama-tama, membaca-baca.
c. Kata ulang berubah bunyi (salin suara), yaitu bentuk perulangan yang disertai dengan
perubahan bunyi: gerak-gerik, bolak-balik, mondar-mandir.
d. Kata ulang sebagian (dwipurwa), yaitu bentuk perulangan yang terjadi hanya pada
sebagian bentuk dasar: pepohonan, tali temali, tetamu.
e. Kata ulang semu, yaitu kata yang bentuknya menyerupai imbuhan, tetapi bukan kata
ulang: kupu-kupu, kura-kura, kunang-kunang, laba-laba, ubur-ubur.

 Kata ulang memiliki beberapa makna berikut.


a. Banyak tidak tertentu: buku-buku
b. Banyak dan bermacam-macam: buah-buahan
c. Menyerupai dan bermacam-macam: mobil-mobilan
d. Agak atau melemahkan sesuatu yang disebut pada kata dasar: kekanak-kanakan
e. Intensitas kualitatif: kuat-kuat
f. Intensitas kuantitatif: bolak-balik
g. Makna kolektif: satu-satu
h. Kesalingan: bercubit-cubitan

3. Pilihan Kata (Diksi)


3.1 Penggunaan Kata
Sebagaimana dikemukakan, untuk dapat berbahasa dengan baik, benar, dan cermat,
kita harus memperhatikan pemakaian kata dan kaidah bahasa yang berlaku pada bahasa yang
kita gunakan. Misalnya, kita menggunakan bahasa Indonesia, maka yang harus kita
perhatikan adalah kata dan kaidah bahasa Indonesia.
Dalam penggunaan kata, selain harus memperhatikan faktor kebahasaan, kita pun
harus mempertimbangkan berbagai faktor di luar kebahasaan. Faktor tersebut sangat
berpengaruh pada penggunaan kata karena kata merupakan tempat menampung ide. Dalam
kaitan ini, kita harus memperhatikan ketepatan kata yang mengandung gagasan atau ide yang
kita sampaikan, kemudian kesesuaian kata dengan situasi bicara dan kondisi pendengar atau
pembaca.

3.2 Ketepatan Pilihan Kata


Bahasa sebagai alat komunikasi berfungsi untuk menyampaikan gagasan atau ide
pembicara kepada pendengar atau penulis kepada pembaca. Pendengar atau pembaca akan
dapat menerima gagasan atau ide yang disampaikan pembicara atau penulis apabila pilihan
kata yang mengandung gagasan dimaksud tepat. Pilihan kata yang tidak tepat dari pembicara
atau penulis dapat mengakibatkan gagasan atau ide yang disampaikannya tidak dapat
diterima dengan baik oleh pendengar atau pembaca. Oleh karena itu, kita perlu
memperhatikan hal–hal berikut: kata bermakna denotatif dan konotatif, kata bersinonim, kata
umum dan kata khusus, dan kata yang mengalami perubahan makna.

3.2.1 Kata Bermakna Denotatif dan Bermakna Konotatif


Makna denotatif adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan konsep dengan
kenyataan. Makna ini merupakan makna yang lugas, makna apa adanya. Makna ini bukan
makna kiasan atau perumpamaan. Sebaliknya, makna konotatif atau asosiatif muncul akibat
asosiasi perasaan atau pengalaman kita terhadap apa yang diucapkan atau apa yang didengar.
Makna konotatif dapat muncul di samping makna denotatif suatu kata.
Dalam bahasa tulisan ragam ilmiah dan formal yang harus kita gunakan adalah kata–
kata denotatif agar keobjektifan bisa tercapai dan mudah dipahami tanpa adanya asosiasi. Hal
ini perlu diperhatikan karena apabila terdapat kata asosiatif, pemahaman pembaca atau
pendengar sangat subjektif dan berlainan. Kita bandingkan kata perempuan dan pandai dalam
kalimat berikut.
1. a. Perempuan itu ibu saya.
b. Ah,dasar perempuan.
2. a. Saudara saya termasuk orang pandai dalam memotivasi orang lain untuk berpikir positif.
b. Karena keyakinannya, barang hilang itu ditanyakan kepada orang pandai di kampung.

3.2.2 Kata Bersinonim


Kata bersinonim adalah kata yang memiliki makna yang sama atau hampir sama.
Banyak kata bersinonim yang berdenotasi sama, tetapi konotasinya berbeda. Akibatnya,
kata–kata yang bersinonim itu dalam pemakaiannya tidak sepenuhnya dapat saling
menggantikan. Kata–kata mati, meninggal, wafat, gugur, mangkat, mampus, dan berpulang
memiliki makna denotasi yang sama, yaitu nyawa lepas dari raga, tetapi makna konotasinya
berbeda.

3.2.3 Kata Bermakna Umum dan Bermakna Khusus


Dalam bahasa sehari–hari kita sering mendengar atau membaca kata yang bermakna
kabur akibat kandungan maknanya terlalu luas. Kata seperti itu sering mengganggu
kelancaran dalam berkomunikasi. Karena itu, agar komunikasi berlangsung dengan baik, kita
harus dengan cermat menggunakan kata yang bermakna umum dan bermakna khusus secara
tepat. Jika tidak, komunikasi terhambat dan kesalahpahaman mungkin muncul. Kata
bermakna umum mencakup kata bermakna khusus. Kata bermakna umum dapat menjadi kata
bermakna khusus jika dibatasi. Kata bermakna umum digunakan dalam mengungkapkan
gagasan yang bersifat umum, sedangkan kata bermakna khusus digunakan untuk menyatakan
gagasan yang bersifat khusus atau terbatas.
1. Dia memiliki kendaraan
2. Dia memiliki mobil
3. Dia memiliki sedan.
Kata sedan dirasakan lebih khusus daripada kata mobil. Kata mobil lebih khusus
daripada kata kendaraan.

3.2.4 Kata yang Mengalami Perubahan Makna


Sejarah perkembangan kehidupan manusia dapat memengaruhi sejarah perkembangan
makna kata. Dalam bahasa Indonesia, juga dalam bahasa lain, terdapat kata yang mengalami
penyempitan makna, peluasan makna, perubahan makna. Kata sarjana dan pendeta
merupakan contoh kata yang mengalami penyempitan makna. Kata sarjana semula
digunakan untuk menyebut semua cendekiawan. Kini kata tersebut hanya digunakan untuk
cendekiawan yang telah menamatkan pendidikannya di perguruan tinggi. Kata pendeta
semula memiliki arti orang yang berilmu, kini hanya digunakan untuk menyebut
guru/pemimpin agama Kristen.
Kata berlayar, bapak, ibu, saudara, dan putra–putri merupakan contoh kata yang
mengalami peluasan makna. Kata berlayar semula digunakan dengan makna bergerak di laut
menggunakan perahu layar. Kini maknanya menjadi luas, yaitu bepergian di atas laut, baik
memakai perahu layar maupun memakai alat transportasi lain. Kata bapak, ibu, dan saudara
semula hanya digunakan dalam hubungan kekerabatan. Kini ketiga kata tersebut digunakan
juga untuk menyebut atau menyapa orang lain yang bukan keluarga, bukan kerabat.
Demi ketepatan pilihan kata, kita pun harus berhati-hati menggunakan kata–kata yang
berejaan mirip seperti kata bahwa, bawa, dan bawah; gaji dan gajih; sangsi dan sanksi. Kita
pun harus berhati–hati menggunakan ungkapan tertentu seperti bercerita tentang, bukan
menceritakan tentang; sesuai dengan, bukan sesuai; bergantung pada atau tergantung pada,
bukan tergantung atau tergantung dari.

3.2.5 Kesesuaian Pilihan Kata


Kesesuaian pilihan kata berkatian dengan pertimbangan pengungkapan gagasan atau
ide dengan memperhatikan situasi bicara dan kondisi pendengar atau pembaca. Dalam
pembicaraan yang bersifat resmi atau formal, kita harus menggunakan kata–kata baku.
Sebaliknya, dalam pembicaraan tak resmi atau santai, kita tidak dituntut berbicara atau
menulis dengan menggunakan kata–kata baku untuk menjaga keakraban. Faktor kepada siapa
kita berbicara atau kita menulis harus diperhatikan agar kata–kata yang kita gunakan dapat
dipahami mereka. Pada saat kita berbicara dengan masyarakat awam, sebaiknya kita gunakan
kata–kata umum (popular); jangan kita gunakan kata–kata yang bersifat ilmiah. Tujuan kita
berbicara atau menulis tentu untuk dipahami orang lain.
Jadi, kalau kita gunakan kata–kata ilmiah, sedangkan yang kita ajak bicara tidak paham,
tentu yang kita sampaikan tidak ada gunanya, percuma. Sebaliknya, jika kita berbicara
dengan golongan intelektual, pejabat, atau para ahli di bidang tertentu, sebaiknya kita
menggunakan kita menggunakan kata–kata yang lebih akrab dengan mereka atau kata–kata
ilmiah. Layak diingat bahwa yang termasuk kata-kata ilmiah bukan hanya kata–kata yang
berasal dari bahasa asing. Dalam bahasa Indonesia pun banyak sekali kata–kata ilmiah. Agar
kesesuaian pilihan kata dapat kita capai, dalam berbicara atau menulis kita perlu
memperhatikan hal-hal berikut.
Dalam situasi resmi, kita gunakan kata-kata baku.
Dalam situasi umum, kita gunakan kata-kata umum.
Dalam situasi khusus, kita gunakan kata-kata khusus.

3.2.6 Kata Baku dan Kata Tidak Baku


Kata baku adalah kata yang tidak bercirikan bahasa daerah atau bahasa asing. Baik
dalam penulisan maupun dalam pengucapannya harus bercirikan bahasa Indonesia. Dengan
perkataan lain, kata baku adalah kata yang sesuai dengan kaidah mengenai kata dalam bahasa
Indonesia.
Ciri-ciri Bahasa Baku
a. Tidak dipengaruhi bahasa daerah
BAKU TIDAK BAKU
Saya Gue
Dilihat Diliat
Bertemu Ketemu

b. Tidak dipengaruhi bahasa asing


BAKU TIDAK BAKU
Kantor tempat… Kantor di mana… (the
Banyak guru… ofice where...)
Itu benar Banyak para guru…
Kesempatan lain (many teachers...)
Itu adalah benar (it is
true..)
Lain kesempatan (another
chance)

c. Bukan merupakan ragam bahasa percakapan


BAKU TIDAK BAKU
Dengan Sama
Mengapa Kenapa
Memberi Kasih
Tidak Enggak

d. Pemakaian imbuhan secara eksplisit


BAKU TIDAK BAKU
Ia bekerja keras Ia kerja keras

e. Pemakaian yang sesuai dengan konteks kalimat


BAKU TIDAK BAKU
Suka akan… Suka dengan…
Disebabkan oleh… Disebabkan karena…

f. Tidak mengandung makna ganda (tidak rancu)


BAKU TIDAK BAKU
Menghemat biaya Menekan biaya

g. Tidak mengandung arti pleonasme


BAKU TIDAK BAKU
Para tamu Para tamu-tamu
Hadirin Para hadirin
Zaman dahulu Zaman dahulu kala
Maju Maju ke depan
h. Tidak mengandung hiperkorek
BAKU TIDAK BAKU
Asas Azas
Harfiah Harafiah
Insaf Insyaf
Ijazah Ijasah
Jadwal Jadual
Kongres Konggres
Konkret Kongkrit
Karisma Kharisma
Napas Nafas
Pihak Fihak
Pikir Fikir

MODUL VI
BAHASA UNTUK PENULISAN (1)
KALIMAT

Kalimat ialah suatu bagian ujaran yang berdiri sendiri dan bermakna dan diakhiri oleh
intonasi akhir. Sebuah kalimat sekurang-kurangnya memiliki subjek dan predikat. Banyak hal
yang dapat kita persoalkan mengenai kalimat bahasa Indonesia. Beberapa hal yang patut
memperoleh perhatian kita sehubungan dengan upaya kita untuk memahami struktur kalimat
adalah (1) alat uji kalimat, (2) ciri-ciri unsur kalimat, (3) pola kalimat, (4) kalimat majemuk.

1. Ciri-ciri Unsur Kalimat


Apakah tuturan yang kita hasilkan memenuhi syarat sebagai kalimat? Salah satu
syaratnya adalah kelengkapan unsur kalimat, yaitu subjek, predikat, objek, keterangan,
pelengkap.
1. Subjek: Subjek dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan siapa atau apa predikat.
Contoh: Mahasiswa mengerjakan tugas makalah.
2. Predikat: Predikat dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan bagaimana atau mengapa
subjek.
Contoh: Mahasiswa menyusun skripsi.
3. Objek: Objek dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Objek hanya terdapat pada
kalimat yang predikatnya berupa kata kerja transitif.
Contoh: Mahasiswa itu mengemukakan masalahnya.
Masalahnya dikemukakan oleh mahasiswa itu.
4. Pelengkap: Pelengkap tidak dapat menjadi subjek sebab tidak dapat dipasifkan.
Contoh: Mereka belajar matematika dengan sungguh-sungguh.
5. Keterangan: Posisi keterangan dapat berpindah-pindah di depan, tengah, atau akhir
kalimat.
Contoh: Mereka belajar di perpustakaan.

2. Pola Dasar Kalimat


(1.a) Kalimat Dasar Berpola S-P (P1 KK)
Mereka pulang.
Semua peserta datang.
(1.b) Kalimat Dasar Berpola S-P (P2 KB)
Dia mahasiswa.
Ayahnya pengusaha.
(1.c) Kalimat Dasar Berpola S-P (P3 KS)
Mahasiswa di sini pandai-pandai
Gedungnya tinggi-tinggi.
(2) Kalimat Dasar Berpola S-P-K
Presiden berasal dari Jawa Tengah.
Kalung itu terbuat dari emas.
(3) Kalimat Dasar Berpola S-P- Pel.
Negara RI berdasarkan Pancasila.
Kantor kami kemasukan pencuri
(4.a) Kalimat Dasar Berpola S-P-O (P1 KK transitif)
Mahasiswa membuat makalah.
Wartawan mencari berita.
(4.b) Kalimat Dasar Berpola S-P-O- Pel (P1 KK dwitransitif)
Ayah mengirimi saya uang.
Presiden menganugerahi para pahlawan tanda jasa.
(5) Kalimat Dasar Berpola S-P-O-K
Mereka mengadakan penelitian di luar kota.
Para mahasiswa mengikuti KKN di daerah .

3. Kalimat Majemuk
Kalimat dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni (1) kalimat tunggal (kalimat yang
hanya terdiri atas satu kalimat dasar) dan (2) kalimat majemuk (kalimat yang sekurang-
kurangnya terdiri atas dua kalimat dasar). Kalimat majemuk terdiri atas kalimat majemuk
setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk rapatan.

3.1 Kalimat Majemuk Setara


Kalimat majemuk setara memiliki dua kalimat dasar atau lebih. Kalimat ini ditandai
dengan kata penghubung intrakalimat yang menyatakan kesetaraan, misalnya: dan, tetapi,
sedangkan, serta, namun, lalu, kemudian, atau.
Contoh:
Gempa dan tsunami menggoncang Pantai Pangandaran dan rumah-rumah hancur.
Kepala Negara mengemukakan sambutannya kemudian beliau menyerahkan bantuan kepada
para korban.

3.2 Kalimat Majemuk Tidak setara (Bertingkat/Subordinatif)


Kalimat majemuk taksetara sekurang-kurangnya terdiri atas dua kalimat dasar sebagai
unsur langsungnya. Satu dari kalimat dasar itu merupakan induk kalimat dan satunya lagi
merupakan anak kalimat. Jadi, kalimat majemuk tak setara terdiri atas induk kalimat dan anak
kalimat. Induk kalimat dapat berdiri sendiri sebagai kalimat tunggal sedangkan anak kalimat
tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat tunggal.
Kata penghubung yang dapat digunakan untuk kalimat majemuk setara, antara lain,
sebagai berikut:
Jika kalau apabila andaikata
Ketika waktu setelah sebelum
Supaya agar sebab karena
Walaupun sekalipun biarpun bagaimanapun

Contoh:
Dia datang ketika saya sedang tidur.
Meskipun usianya sudah lanjut, semangat belajarnya tidak pernah padam.

4. Kalimat Efektif
Setiap gagasan pikiran atau konsep yang dimiliki seseorang pada praktiknya harus
dituangkan ke dalam bentuk kalimat. Kalimat yang baik pertama sekali haruslah memenuhi
persyaratan. Hal ini berarti kalimat itu harus disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang
berlaku. Kalimat yang benar dan jelas akan mudah dipahami oleh orang lain secara tepat.
Kalimat yang demikian disebut kalimat efektif. Sebuah kalimat efektif haruslah memiliki
kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau
pembaca seperti apa yang terdapat pada pikiran penulis atau pembicara. Hal ini berarti bahwa
kalimat efektif haruslah disusun secara sadar untuk mencapai daya informasi yang diinginkan
penulis terhadap pembacanya. Jadi, yang dimaksud kalimat efektif adalah kalimat yang
memenuhi syarat sebagai berikut.
1. Secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penulis.
2. Sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau
pembaca seperti yang dipikirkan pembicara atau penulis (Keraf,1980:36).
Dengan demikian, kalimat efektif ialah kalimat yang disusun sesuai dengan kaidah-
kaidah bahasa yang berlaku, yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali
gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada pada pikiran
penulis.

4.1 Ciri-ciri Kalimat Efektif


Sebuah kalimat efektif memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri tertentu yang
membedakannya dari kalimat yang tidak efektif. Kalimat efektif memiliki ciri-ciri (1)
kesepadanan struktur, (2) keparalelan, (3) ketegasan, (4) kehematan, (5) kecermatan, (6)
kepaduan, dan (7) kelogisan.

4.1.1 Kesepadanan
Yang dimaksud kesepadanan ialah keseimbangan antara pikiran (gagasan) dan struktur
bahasa yang dipakai. Kesepadanan kalimat ini diperlihatkan oleh kesatuan gagasan yang
kompak dan kepaduan pikiran yang baik. Kesepadanan kalimat itu memiliki beberapa ciri,
seperti di bawah ini.
1. Kalimat itu memiliki fungsi-fungsi yang jelas (subjek dan predikat).
Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu kalimat menyebabkan kalimat itu tidak
efektif. Kejelasan subjek dan predikat suatu kalimat dapat dilakukan dengan
menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, dan sebagainya di
depan subjek.
Contoh:
Dalam musyawarah itu menghasilkan lima ketetapan yang harus dipatuhi bersama.
Kalimat di atas tidak memiliki kesepadanan karena fungsi subjek tidak jelas. Kalimat
di atas tidak menampilkan apa atau siapa yang menghasilkan lima ketetapan yang harus
dipatuhi bersama. Subjek kalimat dalam kalimat tersebut tidak jelas karena penekanan
kata dalam.
2. Tidak terdapat subjek ganda
Contoh:
Peringatan hari Sumpah Pemuda beberapa warga masyarakat menampilkan berbagai
kegiatan kesenian.
3. Kata penghubung digunakan secara tepat
Contoh: Dia datang terlambat. Sehingga tidak dapat mengkuti kuliah pertama.
Konjungsi sehingga tidak dapat digunakan di awal kalimat karena berfungsi sebagai
konjungsi intrakalimat.
4. Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang.
Contoh: Semua regulasi yang menghambat iklim.

4.1.2 Keparalelan
Yang dimaksud keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam
kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan kata benda (nomina), bentuk kedua
dan seterusnya juga harus menggunakan kata benda (nomina). Kalau bentuk pertama
menggunakan kata kerja (verba), bentuk kedua dan seterusnya juga menggunakan kata kerja
(verba).
Contoh:
Apabila pelaksanaan pembangunan lima tahun kita jadikan titik tolak, maka menonjollah
beberapa masalah pokok yang minta perhatian dan pemecahan. Reorganisasi administrasi
departemen-departemen. Ini yang pertama. Masalah pokok yang lain yang menonjol ialah
penghentian pemborosan dan penyelewengan. Ketiga karena masalah pembangunan ekonomi
yang kita jadikan titik tolak , maka kita ingin juga mengemukakan faktor lain. Yaitu bagami
ana memobilisir potensi nasioal secara maksimal dalam pembangunan ini.
(Kompas)

Bila kita perhatikan kutipan di atas tampak bahwa reorganisasi administrasi, pemborosan
dan pengelewengan serta mobilisasi nasional merupakan masalah pokok yang mempunyai
hubungan satu sama lain. Dengan menggunakan konstruksi yang pararel ketiganya dapat
dihubungkan secara mesra, serta akan memberi tekanan yang lebih jelas pada ketiganya.

4.1.3 Kehematan
Yang dimaksud kehematan dalam kalimat efektif ialah hemat menggunakan kata, frasa,
atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu. Kehematan tidak berarti harus menghilangkan
kata-kata yang dapat menambah kejelasan kalimat. Penghematan di sini mempunyai arti
penghematan terhadap kata yang memang tidak diperlukan, sejauh tidak menyalahi kaidah
tata bahasa.
Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan.
1. Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan pengulangan subjek.
Contoh:
Lukisan itu indah.
Lukisan itu akan saya beli.
Kalimat jika digabungkan menjadi seperti di bawah ini
Lukisan indah itu akan saya beli.
Atau
Lukisan itu akan saya beli karena indah.
2. Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan pemakaian superordinat pada
hiponimi kata.
Contoh:
Mulai hari Kamis ini Top Skor akan mulai terbit dan dijual dengan harga eceran Rp2.500,00.
3. Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan kesinoniman dalam satu
kalimat.
Contoh:
Tim ini memiliki waktu selama sepekan (terhitung kemarin) untuk menentukan detail
pelaksanaan format dua wilayah seperti jumlah peserta, kontrak pemain, dan lain-lain.
4. Penghematan dapat dilakukan dengan cara tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk
jamak.
Contoh:
Beberapa negara-negara Asean mengikuti konfrensi….
Banyak para peninjau yang menyatakan bahwa perang yang sedang berlangsung itu
merupakan Perang Dunia Timur Tengah.

4.1.4 Kecermatan
Yang dimaksud kecermatan adalah kalimat itu tidak menimbulkan tafsiran ganda, dan
tepat dalam pilihan kata. Kecermatan dalam kalimat berkaitan dengan pemilihan kata,
penyusunan kata, dan penggunaan logika dalam kalimat.
Kecermatan meliputi beberapa aspek berikut:
1. Ketepatan dalam struktur kalimat
Contoh:
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima beasiswa.
Penggunaan kata yang di atas menyebabkan kalimat bermakna ganda, yang terkenal itu
mahasiswa atau perguruan tinggi.
2. Pemilihan kata
Contoh:
Sebagian toko tertutup sehingga para korban gempa mengonsumsi makanan sesuai dengan
ketersediaan yang ada.
Penggunaan kata tertutup dapat bermakna ganda, buka (tetap berjualan) atau tutup (tidak
berjualan), atau terhalang oleh sesuatu.
3. Penggunaan ejaan
Contoh:
Menurut cerita Ibu Sari adalah orang pandai di desa itu.
Kekurangan penggunaan tanda koma pada kalimat di atas menyebabkan makna menjadi
kabur, apakah orang pandai di desa itu ibu, ibu sari, atau seseorang.

4.1.5 Kepaduan/ Koherensi


Yang dimaksud kepaduan ialah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu sehingga
informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah. Kalimat yang padu tidak bertele-tele
dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak sistematis. Kepaduan menunjukkkan
adanya hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok
kata) yang membentuk kalimat itu. Bagaimana hubungan antara subjek dan predikat,
hubungan antara predikat dan objek, serta keterangan-keterangan lain yang menjelaskan tiap-
tiap unsur pokok tadi. Kesalahan yang sering merusakkan kepaduan adalah menempatkan
kata depan, kata penghubung yang tidak sesuai atau tidak pada tempatnya, perapatan kata
aspek atau keterangan modalitas yang tidak sesuai, dan sebagainya.
1. Kalimat yang padu tidak bertele-tele, hindari kalimat yang panjang.
2. Kalimat yang padu tidak perlu menyisipkan sebuah kata antara predikat kata kerja dan
objek penderita.
Contoh: Sejak lahir manusia memiliki jiwa untuk melawan kepada kekejaman alam, atau
kepada pihak lain karena merasa dirinya lebih kuat.

4.2.6 Kelogisan
Yang dimaksud dengan kelogisan ialah ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan
sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kelogisan berhubungan dengan penalaran, yaitu proses
berpikir untuk menghubung-hubungkan fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan.
Contoh:
Mayat wanita yang ditemukan itu sebelumnya sering mondar-mandir di daerah tersebut.
Jika kita bertanya, “Siapa yang mondar-mandir?”, tentu jawabannya mayat wanita.
Jelaslah bahwa kalimat tersebut salah nalar. Kalimat itu berasal dari dua pernyataan, yaitu (1)
Mayat wanita ditemukan di kompleks itu dan (2) Sebelum menjadi mayat, wanita itu sering
mondar-mandir. Penulis menggabungkan kedua kalimat tersebut tanpa mengindahkan pikiran
yang jernih sehingga lahirlah kalimat yang salah nalar.
MODUL VII

BAHASA UNTUK PENULISAN (2)


Dasar dan Aneka Ragam Penulisan Karangan

1. Pengertian Dasar Mengarang dan Karangan


Sebelum merumuskan pengertian karangan,perlu dipahami terlebih dahulu makna kata
mengarang, sebab dr kegiatan yang disebut mengarang itulah dihasilkan suatu karangan.
Mengarang berarti ‘menyusun’ atau ‘merangakai‘. Karangan bunga adalah hasil dari
pekerjaan menyusun/merangakai bunga. Tanpa ada orang yang merangkai melati.
Pada awalnya kata merangkai tidak berkaitan dengan kegiatan menulis. Cakupan kata
merangakai mula-mula terbatas pada pekerjaan yang berhubungan dengan benda konkret
seperti merangkai bunga dan merangkai benda lain. Sejalan dengan kemajuan komunikasi
dan bahasa, lama-kelamaan timbul istilah merangkai kata. Lalu berlanjut dengan merangkai
kalimat; kemudian jadilah apa yang disebut pekerjaan mengarang. Orang yang merangkai
atau menyusun kata, kalimat, dan alinea tidak disebut perangkai. Namun, penyusun atau
pengarang untuk membedakanya misalnya dengan merangkai bunga. Mengingat karangan
tertulis juga disebut tulisan, kemudian timbullah sebutan penulis untuk orang yang menuls
suatu karangan.
Sebenarnya mengarang tidak hanya dan tidak harus tertulis. Seperti halnya
berkomunikasi, kegiatan mengarang yang juga menggunakan bahasa sebagai mediumnya
dapat berlangsung secara lisan. Seseorang yang berbicara,misalnya dalam sebuah diskusi atau
berpidato secara serta-merta (impromptu), otaknya terlebih dahulu harus megarang sebelum
mulutnya berbicara. Pada saat berbicara, sang pembicara itu sebenarnya “bekerja keras”
mengorganisasikan isi pembicaraanya agar teratur ,terarah/terfokus,sambil memikir-mikirkan
susunan kata,pilihan kata,struktur kalimat; bahkan cara penyajiannya ( misalnya deduktif atau
induktif; klimaks atau antiklimaks). Apa yang didengar atau yang ditangkap orang dari
penyajian lisan itu, itulah karangan lisan. Namun, karena tujuan penguraian dalam bab ini
terutama mengenai karangan tertulis, pembicaraan tentang karangan lisan tidak dilanjutkan.
Uraian singkat tentang mengarang secara lisan tadi dimaksudkan untuk membantu
pemahaman akan arti kata mengarang.
Bertalian dengan uraaian di atas, dapat dikatakan bahwa mengarang adalah pekerjaan
merangkai kata,kalimat,dan alinea untuk menjabarkan dan atau mengulas topik dan tema
tertentu guna memperoleh hasil akhir berupa karangan (bandingkan dengan pekerjaan
merangkai bunga dengan hasil akhir berupa rangkaian bunga).
Adapun pengertian karangan adalah penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur
tentang suatu topik atau pokok bahasan. Setiap Karangan yang ideal pada prinsipnya
merupakan uraian yang lebih tinggi atau lebih luas dari alinea (Lamuddin Finoza, 2009:234).
Senada dengan pendapat di atas, E. Kosasih (2003:26), menjelaskan bahwa Karangan adalah
bentuk tulisan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarang dalam satu kesatuan
tema yang utuh. Karangan diartikan pula dengan rangkaian hasil pemikiran atau ungkapan
perasaan ke dalam bentuk tulisan yang teratur.

2. Penggolongan Karangan Menurut Bobot Isinya.


Berdasarkan bobot isinya,karangan dapat dibagi atas tiga jenis yaitu (1)karangan
Ilmiah, (2) karangan semi Ilmiah atau Ilmiah popular, dan (3) karangan nonilmiah. Yang
tergolong ke dalam ilmiah antara lain adalah laporan,makalah skripsi,tesis,disertasi;yang
tergolong ke dalam karangan semiilmiah antara lain adalah
artikel,editorial,opini,feature,tips,reortase; dan yang tergolong ke dalam karangan nonilmiah
antara lain anekdot,dongeng,hikayat,cerpen,novel,roman,puisi,dan naskah drama.
Ketiga jenis karangan tersebut diatas memiliki karakteristik yang berbeda.Karangan
ilmiah memiliki aturan baku dan sejumlah persyaratan khusus yang menyangkut metode dan
penggunaan bahasa.Kebalikan dari karangan ilmiah adalah karangan nonilmiah, yaitu
karangan yang tidak terikat pada aturan baku tadi;sedangkan karangan semiilmiah berada di
antara keduanya.
Antara karangan Ilmiah dan karangan ilmiah popular tidak banyak perbedaan yang
mendasar. Perbedaan yang paling jelas hanya pada pemakaikan bahasa,struktur,dan
kodifikasi karangan. Jika dalam karangan ilmiah digunakan bahasa yang khusus dibidang
ilmu tetentu,dalam karangan ilmiah digunakan bahasa yang khusus di bidang ilmu
tertentu,dalam karangan ilmiah popular bahasa yang terlalu teknis tersebut terkadang
dihindari.Sebagai gantinya digunakan istilah umum. Jika kita perhatikan dari segi sistematika
penulisan, karangan ilmiah menaati kaidah konvensi penulisan dengan kondifikasi secara
ketat dan sistematis,sedangkan karangan ilmiah popular agak longgar, meskipun agak
sistematis.
2.1 Ciri Karangan Ilmiah dan Semiilmiah.
Karangan ilmiah adalah tulisan yang berisi argumentasi penalaran keilmuan yang
dikomunikasikan lewat bahasa tulisan yang formal dan sistematis-analitis karena sering
“dibumbui”dengan opin pengarang yang kadang-kadang subjektif.
Adapun tiga ciri karangan ilmiah. Pertama, karangan ilmiah harus merupakan
pembahasan suatu hasil penelitian (factual objektif). Faktual objektif berarti faktanya sesuai
dengan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau empiri.
Objektif juga mengendung pengertian adanya sikap jujur dan tidak memihak,serta memakai
ukuran umum dalam menilai sesuatu, bukan ukuran yang subjektif (selera perseorangan)
objektivitas tersebutlah yang membuat kebenaran ilmiah berlaku umum dan universal.
Dengan kata lain, kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan melalui eksperimen bahwa
dengan kondisi dan metode yang sama dapat dihasilkan kesimpulan yang sama pula. Berbeda
dengan tulisan ilmiah, sumber tulisan nonilmiah dapat berupa sesuatu yang abstrak dan
subjektif,seperti ilusi,imajinasi,atau emosi. Unsure subjektif tersebut itu pulalah yang
membuat kebenaran tulisan nonilmiah sangat subjektif atau hanya berlaku untuk orang
tertentu saja (tidak umum).
Kedua,tulisan ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan
masalah digunakan metode atau cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur
(sistematis) dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi.
Ketiga,dalam pembahasanya tulisan ilmiah menggunakan laras ilmiah. Laras ilmiah harus
baku dan formal. Selain itu,laras ilmiah bersifat lugas agar tidak menimbulkan penafsiran dan
makna ganda(ambigu). Ciri lain laras ilmiah adalah menggunakan istilah spesifik yang
berlaku khusus dalam displin ilmu masing-masing.
Penulis ilmiah harus menggunakan bahasa yang baik dan benar. Sebuah kalimat yang
tidak bisa diidentifikasikan mana yang merupakan subjek dan mana yang merupakan predikat
serta hubungan apa yang terkait antara subjek dan predikat kemungkinan besar akan
merupakan informasi yang tidak jelas. Tata bahasa merupakan ekspresi dari logika
berfikir,tata bahasa yang tidak cermat pula.Oleh sebab itu,langkah pertama dalam menulis
karangan ilmiah yang baik adalah meggunakan tata bahasa yang benar.
Surakhmat (1979:1) juga mengatakan,”bahasa adalah medium terpenting didalam
karangan”. Diingatkanya apabila bahasa yang dipakai kurang cermat, karangan bukan saja
sukar dipahami, tetapi juga mudah menimbulkan pengertian.”Bahasa karangan yang kacau
juga menggambarkan kekacauan pikiran pengarannya”.tambahnya. Pendapat kedua pakar
tersebut kiranya cukup membuat kita sadar akan perlunya menguasai ketrampilan berbahasa
tulis sebagai bekal mengarang.
Selain persyaratan kebahasaan, sebuah tulisan ilmiah menuntut adanya persyaratan
material dan persyaratan formal (keraf 1980: 229).Persyaratan material mencakup adanya
topic yang dibicarakan,tema yang menjadi tujuan atau sasaran penulisan,alinea yang
merangkaikan pokok-pokok pembicaraan,serta kalimat-kalimat yang mengungkapkan dan
mengembangkan pokok-pokok pembicaraan. Adapun yang dimaksud dengn persyaratan
formal adalah tata bentuk karangan.

PERBEDAAN KARANGAN ILMIAH, SEMI ILMIAH, NONILMIAH


Karangan Karangan
Karakteristik Karangan Ilmiah
Semi Ilmiah Nonilmiah
Sumber Pengamatan, faktual Pengamatan, faktual Nonfaktual (rekaan)
Objektif dan
Sifat Objektif Subjektif
Subjektif
Bobot Ilmiah Semiilmiah Nonilmiah
Sistematis,
Alur Sistematis, metodis kronologis, kilasBebas
balik (flashback)
Denotative /
(denotative dan
Denotatif, ragam konotatif, setengah
Bahasa konotatif) setengah
baku, istilah khusus resmi / tidak resmi,
resmi
istilah umum / daerah
Argumentasi, Eksposisi, persuasi,Narasi, deskripsi,
Bentuk
campuran deskripsi, campuran campuran

3. Penggolongan karangan menurut cara penyajian dan tujuan penyampaian


Karangan dapat dibedakan menjadi 6 jenis yaitu :
1. Deskripsi (perian )
2. Narasi ( kisahan )
3. Eksposisi (paparan )
4. Argumentasi (bahasan )
5. Persuasi ( ajakan )
6. Campuran atau kombinasi
Dalam prakteknya, karangan murni yang dapat berdiri sendiri sebagai karangan yang
lengkap adalah narasi, eksposisi, dan persuasi ; sedangkan deskripsi dan argumentasi sering
dipakai untuk melengkapi atau menjadi bagian dari karangan lain. Contoh narasi yang berdiri
sendiri adalah hikayah atau kisah. Contoh karangan eksposisi yang berdiri sendiri sangat
banyak jumlahnya. Berita-berita dalam surat kabar adalah contoh eksposisi. Adapun contoh
karangan persuasi yang utuh adalah iklan-iklan atau lembar promosi lainnya seperti leaflet,
brosur, dan advertorial.
Kenyataan menunjukkan bahwa dalam karangan ilmiah banak ditemukan bentuk
karangan kombinasi. Karangan ilmiah yang umumna berupa argumentasi atau eksposisi itu
sering di tunjang oleh deskripsi sehingga wujud karangan ilmiah itu merupakan campuran
dari dua atau tiga jenis karangan. Kondisi itu dapat diterima asalkan penulisnya
memeperhatikan keharusan adanya porsi yang lebih besar ang mendominasi karangan ilmiah,
yaitu argumentasi.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan kesimpulan sementara, yaitu ada tiga jenis
karangan ( narasi, eksposisi dan persuasi ) Yang sering ditemukan sebagai karangan yang
utuh berdiri sendiri. Dua jenis yang lain ( deskripsi dan argumentasi ) jarang tampil sebagai
karangan yang utuh. Kedua bentuk ini sering merupakan bagian dari karangan lain. Karangan
ilmiah pada umumnya berbentuk argumentasi dengan bantuan deskripsi sebagai pendukung.

a. Karangan Deskripsi
Deskripsi diambil dari bahasa inggris description ang tentu saja berubungan dengan
kata kerjanya to describe (melukiskan dengan bahasa). Seorang guru anatomi ang piawai
akan mampu mendeskripsikan bagian-bagian tubuh manusia pada murid-muridnya seingga
dalam benak muridnya bagian tubuh itu tervisulisasikan seperti keadaan sebearnya. Itula sala
satu contoh deskripsi.
Uraian di atas mengandung pengertian bahwa karangan deskripsi merupakan karangan
ang lebih menonjolkan aspek pelukisan sebuak benda sebagaimana adanya. Hal ini sesuai
dengan asal katanya, yaitu describere (bahasa latin). Yang berarti “menulis tentang,
membeberkan suatu hal, melukiskan suatu hal ”.
Penggambaran sesuatu dalam karangan deskripsi memerlukan kecermatan,
pengamatan, dan ketelitian. Hasil pengamatan itu kemudian dituangkan oleh penulis dengan
menggunakan kata-kata yang kaya akan nuansa bentuk. Dengan kata lain, penulis harus
sanggup mengembangkan suatu objek melalui rangkaian kata-kata yang penuh arti dan
kekuatan seingga pembaca dapat menerimanya seolah-olah melihat, mendengar, merasakan,
menikmati sendiri objek itu.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan deskripsi
adalah bentuk tulisan yang bertujuan memperluas pngetauan dan pengalaman pembaca
dengan jalan melukiskan hakikat objek yang sebenarnya.

b. Karangan Narasi
Karangan narasi ( berasal dari narration = bercerita ) adalah suatu bentuk tulisan yang
berusaha menciptakan mengisahkan, merangkaiakan perbuatan manusia dalam sebua
peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan.

c. Karangan Eksposisi
Kata eksposisi dipungut dari bahasa inggris exposition sebenarnya berasal dari kata
bahasa latin ang berarti membuka atau memulai. Memang karangan eksposisi merupakan
wacana yang bertujuan untuk memberitahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan
sesuatu. Dalam karangan eksposisi, masalha yang dikomunikasikan adalah pemberitahuan
atau informasi. Asil karangan eksposisi yang berupa informasi dapat kita baca sehari-hari
dalam media masa. Karena jenis karangannya bersifat memaparkan sesuatu, eksposisi juga
dapat disebut karangan paparan.

d. Karangan Argumentasi
Tujuan utama karanagan argumentasi adalah untuk meyakinkan pembaca agar
menerima atau mengambil suatu doktrin, sikap, dan tingkah laku tertentu. Syarat utama untuk
menulis karangan argumentasi adalah penulisnya harus terampil dalam bernalar dan
menyusun idea yang logis. Karangan argumentasi memiliki ciri-ciri :
1). Mengemukakan alasan atau bantahan sedemikian rupa dengan tujuan mempengaruhi
keyakinan pembaca agar menyetujuinya.
2). Mengusahakan pemecahan suatu masalah
3). Mendiskusikan suatu persoalan tanpa perlu mencapai suatu penyelesaian

e. Karangan Persuasi
Dalam bahasa inggris kata to persuade berarti “membujuk” atau “meyakinkan”. bentuk
nominalnya adalah persuation yang kemudian menjadi kata pungut bahasa Indonesia :
persuasi. Karangan persuasi adalah karangan ang bertujuan membuat pembaca percaya,
yakin, dan terbujuk akan hal-hal yang dikomunikasikan ang mungkin berupa fakta, suatu
pendirian umum, suatu pendapat/gagasan ataupun perasaan seseorang. Dalam karangan
persuasi, fakta-fakta ang relevan dan jelas harus diuraikan sedemikian rupa seingga
kesimpulannya dapat diterima secara meyakinkan. Disamping itu, dalam menulis karangan
persuasi arus pula diperhatikan penggunaan diksi yang berpengaruh kuatt terhadap emosi
atau perasaan orang lain. Ditinjau dari segi pemakainnya karangan persuasi digolongkan
menjadi empat macam , yaitu persuasi politik, persuasi pendidikan, persuasi advertensi, dan
persuasi propaganda.

f. Karangan Campuran
Selain merupakan karangan murni, misalnya eksposisi atau persuasi, sering ditemukan
karangan campuran atau kombinasi. Isinya dapat merupakan gabungan eksposisi dengan
deskripsi, atau eksposisi dengan argumentasi.

MODUL VIII

ALINEA atau PARAGRAF

1. Definisi dan Konsep Alinea (Paragraf)


Paragraf disebut juga alinea. Kata tersebut merupakan serapan dari bahasa Inggris
paragraph. Dalam bahasa inggris “paragraf” terbentuk dari kata Yunani para yang berarti
“sebelum” dan grafein “menulis atau menggores”. Sedangkan kata alinea dari bahasa Belanda
dengan ejaan yang sama. Menurut Adjad Sakri dalam id.scribd.com (1992) tertulis bahwa
Alinea berarti “mulai dari baris baru”. Paragraf atau alinea tidak dapat dipisah-pisahkan
seperti sekarang, tetapi disambung menjadi satu. Menurut Lamuddin Finoza, paragraf adalah
satuan bentuk bahasa yang biasanya merupakan gabungan beberapa kalimat, sedangkan
dalam bahasa Yunani, sebuah paragraf (paragraphos, “menulis di samping” atau “tertulis
disamping”) adalah suatu jenis tulisan yang memiliki tujuan atau ide.
Jadi, paragraf atau alinea adalah suatu bagian dari bab pada sebuah karangan yangmana
cara penulisannya harus dimulai dengan baris baru dan kalimat yangmembentuk paragraf
atau alinea harus memperlihatkan kesatuan pikiran.Selain itu, kalimat-kalimat dalam sebuah
paragraf atau alinea harus saling berkaitan dan hanya membicarakan satu gagasan. Bila dalam
sebuah paragraf atau alinea terdapat lebih dari satu gagasan, paragraf atau alinea itu tidak
baik dan perlu dipecah menjadi lebih dari satu paragraf atau alinea.

2. Tujuan dari Alinea (Paragraf)


a. Mengekspresikan gagasan tertulis dengan bentuk suatu pikiran yang tersusun logis dalam
satu kesatuan.
b. Menandai peralihan gagasan baru dalam sebuah karangan yang terdiri dari beberapa
paragraf.
c. Memudahkan pengorganisasian gagasan bagi penulis, sehingga pembaca dapat memahami
dengan mudah.
d. Memudahkan pengendalian variabel dalam karangan.

3. Unsur-Unsur dari Alinea (Paragraf)


1. Topik atau tema atau gagasan utama atau gagasan pokok atau pokok pikiran merupakan
hal terpernting dalam pembuatan suatu alinea atau paragraf agar kepaduan kalimat dalam satu
paragraf atau alinea dapat terjalin sehingga bahasan dalam paragraf tersebut tidak keluar dari
pokok pikiran yang telah ditentukan sebelumnya.
2. Kalimat utama atau pikiran utama, merupakan dasar dari pengembangan suatu paragraf
karena kalimat utama merupakan kalimat yang mengandung pikiran utama. Keberadaan
kalimat utama itu bisa di awal paragraf, diakhir paragraf atau pun diawal dan akhir paragraf.
Berdasarkan penempatan inti gagasan atau ide pokoknya alinea dibagi menjadi beberapa
jenis, yaitu:
 Deduktif : kalimat utama diletakan di awal alinea
 Induktif : kalimat utama diletakan di akhir anilea
 Variatif : kalimat utama diletakan di awal dan diulang pada akhir alinea
 Deskriptif/naratif : kalimat utama tersebar di dalam seluruh alinea.
3. Kalimat penjelas, merupakan kalimat yang berfungsi sebagai penjelas dari gagasan utama.
Kalimat penjelas merupakan kalimat yang berisisi gagasan penjelas.
4. Judul (kepala karangan), untuk membuat suatu kepala karangan yang baik, ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
 Provokatif (menarik)
 Berbentuk frase
 Relevan (sesuai dengan isi)
 Logis
 Spesifik

4. Penjelasan Tentang Kalimat Utama dan Kalimat Penjelas


Kalimat Utama atau Kalimat Pokok adalah kalimat yang digunakan sebagai tempat
menuangkan pokok pikiran atau gagasan utama. Pokok pikiran atau gagasan utama sama
dengan ide pokok gagasan pokok.
Ciri-ciri kalimat utama:
a. Biasa diletakkan di awal paragraph, tetapi bisa juga diletakkan dibagian akhir paragraph.
b. Ditandai oleh kata-kata kunci (sebagai kesimpulan, yang penting, jadi, dengan demikian)
c. Berisi suatu pernyataan yang akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat penjelas.
Kalimat Penjelas adalah kalimat yang berisi gagasan yang mendukung atau menjadi
penjelas kalimat utama. Kalimat-kalimat penjelas tersebut dalam setiap paragraph harus
membentuk satu kesatuan gagasan.
Ciri-ciri kalimat penjelas:
a. Berisi penjelasan (contoh-contoh, rincian, keterangan, dll).
b. Kalimat penjelas biasanya memerlukan kalimat penghubung.
c. Selalu menghubungkan kalimat-kalimat dalam paragraph.

5. Macam-macam Alinea (Paragraf) Berdasarkan Letak Kalimat Utama


a. Paragraf deduktif adalah paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok
atau kalimat topik kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas.
Contoh:
Kemauannya sulit untuk diikuti. Dalam rapat sebelumnya sudah diputuskan bahwa dana itu
harus disimpan dulu. Para peserta sudah menyepakati hal itu. Akan tetapi, hari ini ia
memaksa menggunakannya membuka usaha baru.

b. Paragraf Induktif adalah paragraf yang dimulai dengan mengemukakan penjelasan-


penjelasan kemudian diakhiri dengan kalimat topik. Paragraf induktif dapat dibagi ke dalam
tiga jenis, yaitu generalisasi, analogi, dan kausalitas.
1. Generalisasi adalah pola pengembangan paragraf yang menggunakan beberapa fakta
khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum.
Contoh:
Setelah karangan anak-anak kelas tiga diperiksa, ternyata Ali, Toto, Alex, dan Burhan,
mendapat nilai delapan. Anak-anak yang lain mendapat nilai tujuh. Hanya Maman yang
enam dan tidak seorang pun mendapat nilai kurang. Oleh karena itu, boleh dikatakan anak-
anak kelas tiga cukup pandai mengarang.
Yang menjadi penjelasannya di atas adalah:
Kesimpulan bahwa anak kelas tiga cukup pandai mengarang, mencakup Ali, Toto, Alex,
Burhan, Maman, dan anak-anak lainnya. Dalam kesimpulan terdapat kata cukup karena
Maman hanya mendapat nilai enam. Jika Maman juga mendapat nilai tujuh atau delapan,
kesimpulannya adalah semua anak kelas tiga pandai mengarang.

6. Macam-macam Alinea (Paragraf) Berdasarkan Isi


a. Paragraf Narasi
Jenis paragraf yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa berdasarkan urutan
waktu. Paragraf narasi terdiri atas narasi kejadian dan narasi runtut cerita. Paragraf narasi
kejadian adalah paragraf yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa, sedangkan
paragraf narasi runtut cerita adalah paragraf yang pola pengembangannya dimulai dari urutan
tindakan atau perbuatan yang menciptakan atau menghasilkan sesuatu. Dalam paragraf narasi
terdapat alur cerita, tikoh, setting dan konflik, paragraf narasi juga tidak memiliki kalimat
utama.
Contoh :
Kemudian mobil meluncur kembali, Nyonya Marta tampak bersandar lesu. Tangannya
dibalut dan terikat di leher. Mobil itu berhenti didepan rumah. Lalu bawahan suaminya
beserta istri-istri mereka pada keluar rumah untuk menyongsong. Tuan Hasan memapah
istrinya yang sakit. Sementara bawahan tuan Hasan berlomba menyambut kedatangan
nyonya Marta.

b. Paragraf Deskripsi
Paragraf yang menggambarkan suatu objek dengan kata-kata yang mampu merangsang indra
pembaca. Artinya penulis ingin membuat pembaca melihat, mendengar maupun merasakan
apa yang sedang mereka baca dari paragraf tersebut.
Contoh :
Masih melekat di mataku, pemandangan indah nan elok pantai Swarangan. Gelombang
ombak yang tidak terlalu besar datang bergulung silih berganti menyambut siapapun yang
datang seakan ingin mengajak bermain. Air yang jernih dan pasir putih lembut yang
terhampar luas tanpa ada karang yang menghalangi membuatku ingin kembali lagi. Sejauh
mata memandang yang kulihat hanya laut yang terbentang luas dan biru. Kurasakan dingin
membasuh kakiku karena ombak yang terus-menerus menghempas kakiku dan terasa asin
ketika air laut itu menyentuh bibirku karena percikannya. Disepanjang bibir pantai kulihat
wisatawan beserta keluarga dan teman-teman mereka berkumpul membentuk suatu
kelompok kecil untuk menikmati keindahan pantai Swarangan. Tidak jauh dari tempat itu
aku juga melihat beberapa wisatawan berkejar-kejaran di bibir pantai, bermain bola,
bermain dengan air, atau berfoto-foto dengan latar belakang pantai. Meskipun tak seramai
dengan pantai-pantai yang sudah terkenal di kancah nasional maupun internasional pantai
ini tak pernah surut oleh wisatawan yang datang.

Ciri-ciri paragraf deskriptif :


- Menggambarkan atau melukiskan suatu benda, tempat, atau suasana tertentu.
- Penggambaran dilakukan dengan melibatkan panca indra (pendengaran, penglihatan,
penciuman, pengecapan, dan perabaan).
- Bertujuan agar pembaca seolah-olah melihat atau merasakan sendiri objek yang
dideskripsikan.
- Menjelaskan ciri-ciri objek seperti warna, ukuran, bentuk, dan keadaan suatu objek secara
terperinci.

c. Paragraf Eksposisi
Paragraf eksposisi adalah paragraf yang bertujuan untuk memaparkan, menjelaskan,
menyampaikan informasi, mengajarkan, dan menerangkan suatu topik kepada pembaca
dengan tujuan untuk memberikan informasi sehingga memperluas pengetahuan pembaca.
Untuk memahaminya pun pembaca perlu melakukan proses berpikir dan melibatkan
pengetahuan.
Contoh :
Sejak zaman dahulu, nenek moyang kita telah mengenal tanaman lidah buaya beserta
manfaatnya bagi manusia. Manfaat lidah buaya tidak hanya sebagai penyubur rambut, tapi
juga bermanfaat bagi kesehatan. Tumbuhan tanpa buah ini memilikii ciri fisik sebagai
berikut: daun berbentuk panjang dengan duri kedua sisi daunnya, tebal, dan berwarna hijau.
Daunnya mengandung serat bening sebagai daging. Meskipun lidah buaya sejak dahulu
dikenal memiliki banyak khasiat, belum banyak yang mengetahui bahwa tanaman ini bisa
menjadi komoditas yang menguntungkan. Menariknya, komoditas ini tidak hanya bermanfaat
sebagai ramuan penyubur rambut, tapi juga sebagai minuman yang menyehatkan seperti teh
lidah buaya yang terbuat dari daun lidah buaya yang dikeringkan dan kuliner sepert:
kerupuk dan jelly lidah buaya.

Ciri-ciri paragraf eksposisi:


- Memaparkan definisi dan memaparkan langkah-langkah, metode atau melaksanakan suatu
tindakan.
- Gaya penulisannya bersifat imformatif.
- Menginformasikan/menceritakan sesuatu yang tidak bisa dicapai oleh alat indra.
- Paragraf eksposisi umumnya menjawab pertanyaan apa, siapa, dimana, kapan, mengapa
dan bagaimana.

Paragraf eksposisi terbagi dalam beberapa jenis yaitu:


- Eksposisi Definisi yaitu batasan pengertian topik dengan menfokuskan pada karakteristik
topik itu sendiri.
- Eksposisi Klasifikasi yaitu paragraf yang membagi sesuatu dan mengelompokkannya ke
dalam kategori-kategori.
- Eksposisi Proses yaitu paragraf jenis ini sering ditemukan pada buku-buku petunjuk
pembuatan, penggunaan, atau cara-cara tertentu.
secara rutin dan konsisten selama 15 hari akan memberikan hasil yang maksimal.
- Eksposisi Ilustrasi yaitu pengembangannya menggunakan gambaran sederhana atau bentuk
konkret dari suatu ide. Mengilustrasikan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang memiliki
kesamaan atau kemiripan sifat. Biasanya menggunakan frase penghubung "seperti" dan
"bagaikan."
- Eksposisi Pertentangan yaitu berisi pertentangan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Frase penghubung yang digunakan adalah "akan tetapi", "meskipun begitu", "sebaliknya".
- Eksposisi Berita yaitu paragraf yang berisi pemberitaan mengenai suatu kejadian. Jenis ini
banyak ditemukan pada surat kabar.
- Eksposisi Perbandingan yaitu dalam hal ini penulis mencoba menerangkan ide dalam
kalimat utama dengan cara membandingkannya dengan hal lain.
- Eksposisi Analisis yaitu proses memisah-misahkan suatu masalah dari suatu gagasan utama
menjadi beberapa subbagian, kemudian masing-masing subbagian dikembangkan secara
berurutan.

d. Paragraf Agumentasi
Paragraf yang mengungkapkan ide, gagasan, atau pendapat penulis dengan disertai bukti dan
fakta (benar-benar terjadi). Tujuannya adalah agar pembaca yakin bahwa ide, gagasan, atau
pendapat tersebut adalah benar dan terbukti.

Ciri-ciri paragraf argumentasi :


- Menjelaskan suatu pendapat agar pembaca yakin.
- Memerlukan fakta untuk membuktikan pendapat beruapa gambar/grafik, dll.
- Menggali sumber ide dari pengamatan, pengalaman dan penelitian.
- Penutup berisi kesimpulan.

Jenis-jenis paragraf argumentasi:


- Pola Analogi : penalaran induktif dengan membandingkan dua hal yang banyak
persamaannya.
Contoh :
Sifat manusia ibarat padi yang terhampar di sawah yang luas. Ketika manusia itu meraih
kepandaian, kebesaran, dan kekayaan, sifatnya akan menjadi rendah hati dan dermawan.
Begitu pula dengan padi yang semakin berisi, ia akan semakin merunduk. Apabila padi itu
kosong, ia akan berdiri tegak.
- Pola Generalisasi (pola umum) : penalaran induktif dengan cara menarik kesimpulan secara
umum berdasarkan sejumlah data.
Contoh :
Setelah karangan anak-anak kelas 8 diperiksa, ternyata Ali, Toto, Alex, dan Burhan
mendapat nilai 8. Anak-anak yang lainmendapat 7. Hanya Maman yang 6, dan tidak seorang
punmendapat nilai kurang. Boleh dikatakan, anak kelas 8 cukup pandai mengarang.
- Pola Hubungan Sebab Akibat : paragraf yang dimulai dengan mengemukakan fakta khusus
yang menjadi sebab, dan sampai pada simpulan yang menjadi akibat.
Contoh :
Kemarau tahun ini cukup panjang. Sebelumnya, pohon-pohon di hutan sebagai penyerap air
banyak yang ditebang. Di samping itu, irigasi di desa initidak lancar. Ditambah lagi dengan
harga pupuk yang semakin mahal dankurangnya pengetahuan para petani dalam menggarap
lahan pertaniannya. Oleh karena itu, tidak mengherankan panen di desa ini selalu gagal.

e. Paragraf Persuasi
Bentuk karangan yang bertujuan membujuk pembaca agar mau berbuat sesuatu sesuai
dengan keinginan penulisnya. Agar tujuannya dapat tercapai, penulis harus mampu
mengemukakan pembuktian dengan data dan fakta.
Contoh :
Masyarakat Hindu di Bali memiliki upacara kematian yang sangat unik dan memiliki daya
tarik tersendiri untuk wisatawan asing maupun lokal. Ritual unik ini disebut dengan ngaben.
Ngaben adalah ritual atau upacara pembakaran mayat sebagai simbol penyucian roh orang
yang sudah meninggal. Karena dalam pelaksanaannya membutuhkan berbagai
perlengkapan dengan biaya yang cukup besar, maka tidak semua orang telah meninggal bisa
langsung di aben. Jenazah yang belum di aben biasanya akan dikubur terlebih dahulu sambil
menunggu semua perlengkapan ngaben telah siap dan lengkap. Jika ingin melihat ritual
pembakaran mayat yang sangat unik ini, tidak ada salahnya Anda berkunjung ke Provinsi
Bali karena Upacara Ngaben dilakukan oleh hampir seluruh masyarakat Hindu di Bali.

Ciri-ciri paragraf persuasi :


- Persuasi berasal dari pendirian bahwa pikiran manusia dapat diubah.
- Harus menimbulkan kepercayaan para pembacanya.
- Persuasi harus dapat menciptakan kesepakatan atau penyesuaian melalui epercayaan antara
penulis dengan pembaca.
- Persuasi sedapat mungkin menghindari konflik agar kepercayaan tidak hilang dan supaya
kesepakatan pendapatnya tercapai.
- Persuasi memerlukan fakta dan data.
7. Macam-macam Alinea (Paragraf) Berdasarkan Fungsi dalam Karangan
a. Paragraf Pembuka yaitu isi paragraf pembuka bertujuan mengutarakan suatu aspek pokok
pembicaraan dalam karangan.
Fungsi paragraf pembuka adalah:
- Mengantar pokok pembicaraan
- Menarik minat dan perhatian pembaca
- Menyiapkan atau menata pikiran pembaca untuk mengetahui isi seluruh karangan

b. Paragraf pengembang yaitu yaitu paragraf yang berfungsi menerangkan atau menguraikan
gagasan pokok karangan.
Fungsi paragraf pengembang adalah:
- Mengemukakan inti persoalan
- Memberi ilustrasi atau contoh
- Menjelaskan hal yang akan diuraikan pada paragraf berikutnya
- Meringkas paragraf sebelumnya
- Mempersiapkan dasar atau landasan bagi kesimpulan
c. Paragraf Peralihan yaitu paragraf penghubung yang terletak di antara dua paragraf utama.
Paragraf ini relatif pendek.
Fungsinya :
- Penghubung antar paragraf utama, memudahkan pembaca beralih ke gagasan lain.
d.Paragraf Penutup yaitu paragraf ini berisi kesimpulan bagian karangan (sub bab, bab) atau
kesimpulan seluruh karangan. Alinea ini merupakan pernyataan kembali maksud penulis agar
lebih jelas. Penyajiannya harus memperhatikan hal berikut :
- Sebagai penutup, paragraf ini tidak boleh terlalu panjang
- Isi paragraf harus berisi kesimpulan sementara atau kesimpulan akhir
- Sebagai bagian yang paling akhir dibaca

8. Perkembangan atau Cara Perkembangan Alinea (Paragraf)


Secara garis besar teknik pengembangan paragraf ada dua macam. Teknik pertama,
menggunakan “ilustrasi“. Apa yang dikatakan kalimat topik itu dilukiskan dan digambarkan
dengan kalimat-kalimat penjelas sehingga di depan pembaca tergambar dengan nyata apa
yang dimaksud oleh penulis. Teknik kedua, dengan “analisis”, yaitu apa yang dinyatakan
kalimat topik dianalisis secara logika sehingga penyataan tadi merupakan suatu yang
meyakinkan.

1.Pengembangan Paragraf dengan Memberikan Alasan-Alasan


Alasan-alasan yang digunakan untuk mengembangkan paragraf jenis ini dapat berupa
sebab-akibat atau akibat-sebab. Dalam pengembangan jenis sebab-akibat, lebih dahulu
dikemukakan fakta yang menjadi sebab terjadinya sesuatu kemudian diikuti rincian-rincian
sebagai akibatnya. Dalam hal ini, sebab merupakan pikiran utama, sedangkan akibat
merupakan pikiran-pikiran penjelas.
Contoh:
(1)Kemampuan menyusun paragraf yang baik adalah modal kesuksesan bagi mahasiswa.
(2)Ia dapat mengungkapkan ide atau gagasannya dengan jelas kepada dosen atau kepada
partisipan ketika berdiskusi. (3)Tugas-tugas juga terbaca dan dapat dipahami dengan cepat
oleh dosen karena ide, gagasan, maupun argumentasinya dipaparkan dengan menggunakan
kalimat-kalimat yang singkat, padat, dan jelas. (4)Dosen tidak segan memberikan nilai yang
bagus karena tidak memusingkan kepala ketika memeriksa dan argumentasinya jelas
meskipun kurang tepat.
Kesimpulan :
Paragraf tersebut tergolong paragraf deduktif. Kalimat (1) merupakan sebab, sedangkan
kalimat (2), (3), dan (4) merupakan akibat.

2.Pengembangan Paragraf dengan Memaparkan Hal-Hal Khusus


Kalimat Utama ditulis pada awal paragraf, kemudian diikuti oleh kalimat-kalimat
penjelas.
Contoh :
(1) Semua isi alam ini ciptaan Tuhan. (2) Ciptaan Tuhan yang paling berkuasa di dunia ini
adalah manusia. (3) Manusia diizinkan oleh Tuhan memanfaatkan isi alam ini sebaik-
baiknya. (4) Akan tetapi, tidak diizinkan menyiksa, mengabaikan, dan menyia-nyiakan.
Kesimpulan :
Paragraf seperti ini dinamakan paragraf deduktif. Kalimat (1) merupakan umum, (2) (3) (4)
merupakan khusus.
Selain itu, paragraf dapat disusun dengan mengembangkan ide pokok secara khusus-
umum.
Contoh :
(1) Sudah beberapa kali Pancasila dirongrong bahkan hendak diubah dan dipecah-pecah.
(2) Namun, setiap usaha yang hendak mengubah, merongrong, dan memecah-mecah itu
ternyata gagal. (3) Betapa pun usaha itu dipersiapkan dengan cara yang teliti dan matang,
semuanya dapat dihancurleburkan. (4) Bukti yang lalu meyakinkan kita bahwa Pancasila
benar-benar sakti, tidak dapat diubah dan dipecah-pecah.
Kesimpulan :
Paragraf seperti ini dinamakan paragraf induktif. Kalimat (4) merupakan umum , kalimat (1)
(2) (3) merupakan khusus.

7.1 Syarat-Syarat Pengembangan Alinea (Paragraf)


1. Kesatuan : paragraf harus memperhatikan dengan jelas suatu maksud atau sebuah tema
tertentu. Sebuah paragraf dikatakan memiliki kesatuan bila unsur-unsurnya bersama-sama
bergerak menunjang sebuah maksud tunggal atau gagasan utamanya.
2. Koherensi : sebuah paragraf bukanlah sebuah tumpukan kalimat-kalimat yang masing-
masing bersdiri sendiri, tetapi kalimat-kalimat itu dibangun oleh adanya hubungan timbal-
balik. Dengan demikian diperlukan urutan pikiran yang koheren (terpadu), sehinga tidak
terdapat loncatan pikiran yang membingungkan. Suatu paragraf dikatakan koheren jika
kalimat-kalimat itu saling berhubungan untuk mendukung pikiran utama.

MODUL IX

KOMPOSISI PENULISAN KARANGAN ILMIAH

Karangan ilmiah merukapan suatu karangan atau tulisan yang diperoleh sesuai dengan
sifat keilmuannya dan didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang
tertentu ,disusun menurut metode tertentu dengan sistematika yang bersantun bahasa dan
isinya dapat di pertanggungjawabkan kebenarannya.
Tujuan dari pembuatan karangan ilmiah :
1. Memberi penjelasan
2.  Member komentar atau penilaian
3. Memberi saran
4.  Menyampaikan sanggahan
5. Membuktikan hipotesa

1. Langkah-langkah Penulisan Karangan Ilmiah


1. Persiapan
a. Pemilihan Topik
Cara memilih topik yang baik dalam karya ilmiah adalah sebagai berikut:
a) topik itu sudah dikuasai;
b) topik itu paling menarik perhatian;
c) topik itu ruang lingkupnya terbatas;
d) data itu objektif;
e) memiliki prinsip-prinsip ilmiah (ada landasan teori atau teori-teori sebelumnya;
f) memiliki sumber acuan.
b. Penentuan Judul
Cara menulis judul adalah dengan menentukan kerangka karangan dengan pembatasan topik.
Contoh:
topik : perkantoran
masalah apa : kepegawaian
mengapa : pengawasan
di mana : Pemda Jawa Barat
waktu : tiga bulan
kajian : praktik/penerapan
Contoh:
Fungsi Pengawasan dalam Upaya Peningkatan Kinerja Pegawai
di Lingkungan Pemerintahan Daerah Tingkat I Jawa Barat
Catatan : Syarat judul yang baik adalah sebagai berikut:
1. harus berbentuk frasa,
2. tanpa ada singkatan atau akronim,
3. awal kata harus huruf kapital kecuali preposisi dan konjungsi,
4. tanpa tanda baca di akhir judul karangan,
5. menarik perhatian,
6. logis, dan
7. sesuai dengan isi

c. Penulisan Kerangka Karangan


Kerangka karangan adalah pengelompokan dan pengamatan jenis
fakta dan sifatnya menjadi kesatuan yang bertautan.
Contoh:
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Pembatasan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Kerangka Teori
1.5 Sumber Data
1.6 Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 …
2.2 …
BAB III METODE PENELITIAN DAN KAJIAN
3.1 …
3.2 …
BAB IV ANALISIS DATA
4.1 …
4.2 …
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 …
5.2 …
RAGANGAN SKRIPSI SEMENTARA
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR KAMUS
LAMPIRAN DATA
2. Pengumpulan Data
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:
a. mencari informasi/data dari kepustakaan;
b. menyusun daftar angket;
c. melakukan wawancara;
d. melakukan pengamatan di lapangan;
e. melakukan percobaan di laboratorium.
3. Penyusunan Data
Penyusunan data dapat diartikan menyeleksi, mengolah, dan menganalisis data dengan
menggunakan teknik-teknik atau metode yang telah ditentukan.
4. Pengetikan
Setelah data disusun lalu diadakan pengetikan data (penelitian).
5. Pemeriksaan
Pemeriksaan data (penelitian) dapat dilakukan melalui tahapan penerapan bahasa berikut:
1. penyusunan paragraf,
2. penerapan kalimat baku,
3. penerapan diksi/pilihan kata, dan
4. penerapan EYD.

MODUL X

KUTIPAN
Catatan Kaki dan Daftar Pustaka

1. Definisi
Pengutipan adalah proses meminjam pendapat para ahli dalam disiplin tertentu baik
langsung atau pun tidak langsung yang dituangkan dalam karya ilmiah. Hasil pengutipan
karya ilmiah disebut kutipan. Fungsi kutipan adalah (a) sebagai bukti untuk menunjang
pendapat penulis dan (b) sebagai bukti tanggung jawab penulis.

2. Jenis-Jenis Kutipan
Pada dasarnya, kutipan dalam karya ilmiah itu dibagi atas dua jenis yaitu kutipan langsung
dan kutipan tidak langsung.
a. Kutipan Langsung
Kutipan langsung dapat diartikan meminjam pendapat para ahli secara utuh atau lengkap
baik itu berupa frase, atau kalimat. Kutipan langsung dapat dibedakan pula atas :
1. Kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat baris;
2. Kutipan langsung yang lebih dari empat baris.
b. Kutipan Tidak Langsung
Kutipan tidak langsung dapat diartikan meminjam pendapat para ahli tidak secara utuh.
Penulis mengambil intinya atau topiknya saja, lalu dikembangkan dengan pendapat penulis
(tak terdapat perbedaan).

3. Teknik Pengutipan
c. Kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat baris
Pengutipan ini dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
a. Kutipan ditulis langsung dengan teks;
b. Spasi kutipan adalah dua spasi;
c. Memakai tanda petik dua di awal dan di akhir kutipan;
d. Awal kutipan memakai huruf kapital;
e. Diikuti nama akhir pengarang (marga), tahun terbit buku, halaman
buku; penulisan ini dapat disajikan di awal atau di akhir kutipan.

Contoh:
--------------------------------teks-----------------------------------
“………………………………………………….………..……... 2 spasi
……………………………………………kutipan……………… 2 spasi
…………………………” (Badudu, 1994: 56).
----------------------------------…-----------------teks------------------ 2 spasi
------------------------

d. Kutipan langsung yang lebih dari empat baris


Pengutipan ini dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
a. Dipisahkan dari teks 2,5 spasi;
b. Spasi dalam kuipan adalah satu spasi;
c. Memakai tanda petik dua atau pun tidak (opsional);
d. Semua kutipan dimulai dari 7—10 ketukan dari sebelah kiri
teks;
e. Awal kutipan memakai hurup capital;
f. Diikuti nama akhir pengarang (marga), tahun terbit buku, halaman buku; penulisan ini
dapat disajikan di awal atau di akhir kutipan.
Contoh:
--------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------teks---------------------------------------------- 2 spasi
----------------------------------------------------------------------------------------
2,5 spasi
“………………………………………………………………… 2 spasi
……………………………….kutipan………………………………
……………………….………………
10 ketukan ………………………………………………………………… 5 ketukan
……………..”(Badudu, 1994: 56).
--------------------------------------------------------------------- 2spasi
------------------------teks----------------------------------------. 2 spasi

e. Kutipan tidak langsung


Pengutipan ini dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
a. Kutipan disatukan dengan teks;
b. Spasi kutipan adalah dua spasi;
c. Tidak memakai tanda petik dua;
d. Menggunakan ungkapan mengatakan bahwa, menyatakan bahwa, mengemukakan
bahwa, berpendapat bahwa dll;
e. Mencantumkan nama akhir pengarang (marga), tahun, dan halaman.

Contoh:
----------------------------------teks-------------------------- 2 spasi
----------------------------------------------------------------------
Badudu (1994: 56) mengatakan bahwa ……………………
……………………………………………………………… 2 spasi
……………………………………… kutipan……… ………………
…………………---------------------------------------------------- 2 spasi
----------------------------------------------- teks ----------------------------------
----------------------------------------.

4. Prinsip-Prinsip Dasar
Prinsip-prinsip dasar dalam pengutipan adalah sebagai berikut.
a. Dalam kutipan tidak dibenarkan mencantumkan judul buku.
Menurut Badudu (1994: 56) dalam bukunya Pelik-Pelik Bhs Indonesia diketahui bahwa
kalimat adalah ………. (salah)
Menurut Badudu (1994:56) kalimat adalah ………… (benar)
b. Nama orang dan identitas tahun terbit dan halaman buku selalu berdekatan
Badudu berpendapat bahwa………….………………………. (1994: 56) (salah)
Badudu (1994: 56)……………………….. (benar)
c. Kutipan tidak dibenarkan dicetak tebal atau dihitamkan.
d. Penulis tidak diperkenankan untuk mengadakan perubahan (kata-kata) dalam kutipan.
Apabila ingin mengadakan perubahan, harus disertai dengan penjelasan.
e. Apabila ada kesalahan dalam penulisan baik EYD atau pun ketatabahasaan, tidak
diperkenankan mengadakan perubahan. Penulis boleh memberikan pendapat atau
komentarnya mengenai kesalahan atau ketidaksetujuannya.
f. Kutipan dalam bahasa asing atau bahasa daerah harus dicetak miring.
g. Kutipan langsung selalu memakai tanda petik dua dan diawali dengan huruf kapital
Badudu (1994: 56) berpendapat, “kalimat adalah….”
h. Kutipan dapat ditempatkan sesuai dengan kebutuhan baik di awal, tengah, atau akhir teks.
i. Jika nama pengarang ada dua, nama akhir (marga) kedua pengarang itu ditulis.
Badudu (1995: 34) berpendapat ……
j. Jika nama pengarang ada tiga atau lebih, nama akhir pengarang pertama yang ditulis dan
diikuti dkk. Badudu, dkk. (1996: 35) …..
k. Kutipan dalam bentuk catatan kaki sudah tidak dipakai lagi dalam penulisan karya ilmiah
karena dirasakan tidak efektif.
l. Kutipan yang berasal dari ragam bahasa lisan seperti pidato pejabat jarang dipakai sebagai
sumber acuan dalam penulisan karya ilmiah karena kebenarannya sulit dipercaya karena
harus diketahui oleh orang yang bersangkutan (rawan kesalahan kutipan).
m. Dalam pengutipan pendapat orang lain, hendaklah dilakukan variasidalam teknik
mengutip (jangan monoton) seperti kutipan langsung dan kutipan tidak langsng.
n. Apabila kutipan itu dirasakan terlalu panjang, penulis boleh mengambil bagian intinya saja
dengan teknik memakai tanda titiktitik
[… ---------------------------------(Badudu, 1994:45)….], tetapi tidak boleh mengubah atau
menggeserkan makna atau pesannya.
o. Jika mengutip pendapat ahli yang berasal dari kutipan karya ilmiah orang lain, bentuk
penyajiannya adalah Menurut Badudu dalam Djajasudarma (1993: 56) bahwa …..

5. Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah daftar atau senarai yang ada dalam karya ilmiah (misalnya
makalah atau skripsi) yang berisikan identitas buku dan pengarang yang disusun secara
alfabetis (setelah nama marga pengarang dikedepankan).
5.1 Ciri-Ciri Daftar Pustaka
Kepustakaan atau juga daftar pustaka memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Diambil dari suatu buku, majalah, makalah, surat kabar, internet, orasi dalam karya ilmiah,
dsb.
2. Berisikan nama pengarang atau lembaga
3. Memiliki identitas buku, yaitu judul, tahun terbit, cetakan atau edisi, nama penerbit, dan
tempat terbit.

5.2 Fungsi Daftar Pustaka


Fungsi dari daftar pustaka adalah sebagai berikut:
1. Menunjukkan bahwa tulisan itu ilmiah (bersifat ilmu pengetahuan);
2. Menginformasikan bahwa karya ilmiah itu (penelitian) memiliki referensi dan akumulasi
dari karya ilmiah terdahulu;
3. Merupakan alat control pada landasan teoretis atau tinjauan pustaka.

5.3 Teknik Penulisan


Teknik penulisan daftar pustaka adalah berikut:
a. Nama pengarang dibalikkan atau diputar dengan catatan nama yang dikedepankan yaitu
nama marga/unsur nama akhir yang dipisahkan oleh koma;
b. Setelah itu, nama marga atau unsure nama akhir pengarang disusun secara alfabetis;
c. Bila nama pengarang ada dua, yang dibalikkan adalah nama pengarang pertama;
Contoh : Emil Salim dan Philip Kotler
Salim, Emil dan Philip Kotler
d. Jika nama pengarang ada tiga atau lebih, nama pengarang pertamalah yang diputar dan
diikuti oleh dkk. atau et. all.
Contoh: Emil Salim, Philip Kotler, Djoemad Tjiptowardojo
Salim, Emil. dkk.
e. Bila tidak terdapat nama pengar ang, nama departeman atau lembagalah yang ditulis; bila
tidak ada kedua-duanya, tulislah tanpa pengarang, atau tanpa lembaga;
f. Gelar akademik tidak dicantumkan;
g. Judul buku harus dicetak miring dalam komputer atau digarisbawahi dalam mesin tik atau
tulisan tangan;
h. Judul artikel, skripsi, tesis, atau disertasi yang belum dibukukan diapit oleh tanda petik
dua;
i. Bila ada edisi/cetakan ditulis sesudah judul buku;
j. Jika buku tersebut merupakan terjemahan dari buku bahasa asing, penerjemah ditulis
sesudah edisi atau judul buku;
k. Spasi dalam daftar pustaka adalah satu spasi;
l. perpindahan dari satu pengarang ke pengarang yang lain adalah dua spasi.
m. Bila dalam satu buku diperlukan dua baris atau lebih, baris yang kedua atau selanjutnya
dimulai dari 1 tabulasi (5-7 ketukan);
n. Jika seorang pengarang menuliskan lebih dari satu buku, nama pengarang ditulis satu kali;
nama pengarang itu diganti dengan garis panjang atau tanpa garis panjang;
o. Bila ada dua atau lebih karya ilmiah (buku) yang ditulis oleh seorang pengarang, urutan
penulisannya berdasarkan tahun terbit;
p. Bila ada dua atau lebih buku (karya ilmiah) dari seorang pengarang yang ditulis dalam
tahun yang sama, urutan penulisannya diikuti nomor urut a, b, c, dsb.
q. Perhatikan urutan penulisan; Nama keluarga/marga, (dipisahkan koma), nama diri
(diakhiri titik), tahun terbit, (diakhiri titik), judul buku, (diakhiri titik atau titik dua bila ada
anak judul dan dicetak miring), cetakan (diakhiri titik), nama tempat (diakhiri titik dua),
nama penerbit (diakhiri titik).
r. Contoh Bentuk penulisan daftar pustaka
Bentuk pertama
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode. Bandung: PT Eresco.

Purwo, Bambang Kaswanti. 1989. “Tata Bahasa Kasus dan Valensi Verba” dalam PELLBA
2. Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya. Jakarta: Kanisius.

Bentuk kedua
Djajasudarma, T. Fatimah.
1993a Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung : PT Eresco.
1993b Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung : PT Eresco.

Rujukan elektonik
Boon, J. (tanpa tahun) Anthropology of Religion. Melalui http://www.joe.org/june3/95.html
[June/17/03]
Bln tgl thn

6. Catatan Kaki
Catatan kaki adalah keterangan-keterangan atas teks karangan yang ditempatkan pada
kaki halaman karangan yang bersangkutan. Catatan ini memberikan informasi singkat
sesungguhnya yang terdapat pada tulisan. Dengan catatan kaki, seorang penulis
sesungguhnya telah memberikan penghargaan atas karya orang lain. Hubungan antara catatan
kaki dengan teks dinyatakan dengan nomor-nomor penunjukkan yang sama. Selain
menggunakan nomor-nomor penunjukkan, hubungan itu dapat dinyatakan dengan
menggunakan tanda asterik atau tanda bintang (*).

a. Unsur-unsur catatan kaki


    1) Nama pengarang (editor, penerjemah)
    2) Judul buku 
    3) Nama atau nomor seri (jika ada)
    4) Data publikasi (jilid, nomor cetakan, kota penerbit, nama penerbit, tahun terbit)
    5) Nomor halaman

b. Aturan penulisan catatan kaki


1) Urutannya: Nama pengarang, judul buku, nama penerbit, kota terbit, tahun terbit, dan
nomor halaman.
2) Nama pengarang ditulis lengkap, tidak boleh dibalik, dan tanpa gelar akademik.
3) Judul buku, masing-masing kata ditulis dengan huruf kapital, dicetak miring, digaris
bawah,  atau dicetak tebal.
4) Tanda baca yang digunakan untuk memisahkan unsur-unsur dalam catatan kaki adalah
koma (,).
5) Harus disediakan ruang atau tempat secukupnya pada kaki halaman tersebut sehingga
margin di bawah tidak boleh lebih sempit dari 3 cm sesudah diketik baris terakhir dai catatan
kaki.
6) Sesudah baris terakhir dari teks, dalam jarak 3 spasi harus dibuat sebuah garis, mulai dari 
    margin kiri sepanjang 15 ketikkan dengan huruf pika atau 18 ketikkan dengan huruf dite
7) Dalam jarak dua spasi dari jenis tadi, dalam jarak 5-7 ketikkan dari margin kiri nomor 
penunjukkan.
8) Langsung sesudah nomor penunjukkan, setengah spasi ke bawah mulai diketik baris
pertama dari catatan kaki.
    9) Jarak antarbaris dalam catatan kaki adalah spasi rapat, sedangkan jarak antarcatatan kaki
pada halaman yang sama (kalau ada) adalah dua spasi.
  10) Baris kedua dari tiap catatan kaki selalu dimulai dari margin kiri.

Perhatikan contoh penulisan catatan kaki yang berasal dari buku di bawah ini !
1. Footnote dengan satu pengarang
^1 Ade Iwan Setiawan, Penghijauan dengan Tanaman Potensial, Penebar Swadaya, Depok,
2002, hlm. 14.

2. Footnote dengan dua pengarang


^2 Bagas Pratama dan T. Manurung, Surat Menyurat Bisnis Modern, Pustaka Setia, Bandung,
1998, hlm. 50.

3. Footnote dari majalah


^4 Mochtar Naim, ’’Mengapa Orang Minang Merantau?’’ Tempo, 31 Januari 1975, hlm. 36.

4. Footnote dari surat kabar


^12 Suara Merdeka, 29 Agustus 2005, hlm. 4.

5. Footnote dari internet


^11 Richard Whittle, “High Sea Piracy: Crisis in Aden”, Aviation Today, diakses dari
http://www.aviationtoday.com/rw/military/attack/High-Sea-Piracy-Crisis-in-
Aden_32500.html, pada tanggal 26 Juli 2009 pukul 11.32
c. Istilah-istilah yang sering digunakan dalam catatan kaki.
   1) Ibid, singkatan dari ibidan, artinya sama dengan di atas.
Untuk catatan kaki yang sumbernya sama dengan catatan kaki yang tepat di atasnya.
Ditulis  dengan huruf besar, digarisbawahi, diikuti tanda koma, lalu nomor halaman. 
       Contoh: Ibid; halaman 10
   2) op.cit., singkatan dari opere citato,  artinya dalam karya yang telah dikutip.
Digunakan untuk catatan kaki dari sumber yang pernah dikutip tetapi sudah disisipi
catatan kaki lain dari sumber yang lain. Urutan nama penulisan pengarang, op.cit, nomor
halaman.
   3) loc. cit., singkatan dari loco citato,  artinya tempat yang telah dikuti[.
Seperti di atas tetapi dari halaman yang sama. Urutan penulisan nama tempat yang telah
dikutip, seperti di atas tetapi dari halaman yang sama. Urutan penulisannya nama
pengarang loc. cit (tanpa nomor halaman).

Perhatikan pemakaian ibid., op. cit., dan loc. cit., dibawah ini!

* ^1 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hlm. 8.
* ^2 Ibid., hlm. 15 (berarti dikutip dari buku di atas)
* ^3 Ismail Marahimin, Menulis secara Populer, Pustaka Jaya, Jakarta, 2001, hlm 46.
* ^4 Soedjito dan Mansur Hasan, Keterampilan Menulis Paragraf, Remaja Rosda Karya,
Bandung, hlm. 23.
* ^5 Gorys Keraf, op. cit. hlm 8 (buku yang telah disebutkan di atas)
* ^6 Ismail Marahimin, loc. cit. (buku yang telah disebut di atas di halaman yang sama, yakni
hlm. 46)
* ^7 Soedjito dan Mansur Hasan, loc. cit. (menunjuk ke halaman yang sama dengan yang
disebut terakhir, yakni hlm. 23)

MODUL XI

Ringkasan, Abstrak, dan Sintesis

1. Ringkasan
Menyajikan kembali sebuah tulisan yang panjang ke dalam bentuk yang pendek
disebut meringkas. Tindakan meringkas dapat dilakukan terhadap berbagai jenis teks, di
antaranya ringkasan atas novel, ringkasan atas buku laporan tahunan, dan ringkasan atas
sebuah bab sebuah buku.
Untuk sampai pada ringkasan yang baik, cara yang dapat dilakukan oleh penulis
adalah menghilangkan segala macam ‘hiasan’ dalam teks yang akan diringkas. Yang
dimaksud dengan ‘hiasan’ di sini dapat berupa (1) ilustrasi atau contoh, (2) keindahan gaya
bahasa, dan (3) penjelasan yang terperinci. Sebuah ringkasan memiliki beberapa ciri.
Pertama, penulis haruslah mempertahankan urutan pikiran dan cara pandang penulis asli.
Kedua, penulis harus bersifat netral, dalam arti tidak memasukan pikiran, ide, maupun
opininya ke dalam ringkasa yang dibuatnya. Ketiga, ringkasan yang dibuat haruslah mewakili
gaya asli penulisnya, bukan gaya pembuat singkasan. Dengan membaca teks asli secara
berulang-ulang, menandai kalimat topik setiap paragraf, dan menghilangkan segala macam
hiasan, penulis akan dapat membuat sebuah ringkasan yang baik.

2. Abstrak
Abstrak adalah karangan ringkas berupa rangkuman. Istilah ini lazim digunakan
dalam penulisan ilmiah. Oleh karena itu, abastark terikat dengan aturan penulisan ilmiah.
Dalam sebuah abstrak setidaknya ada hal-hal berkut:
(1) latar belakang atau alasan atas topik yang dipilih,
(2) tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis,
(3) metode atau bahan yang digunakan dalam penelitian,
(4) keluaran atau kesimpulan atas penelitian.
Panjang-pendek sebuah abstrak amat ditentukan oleh tujuannya. Apabila abstrak
tersebut ditulis untuk keperluan Jurnal, maka panjangnya antara 75 sampai dengan 100 kata,
sedangkan untuk skripsi 200 sampai dengan 250 kata. Perhatikan contoh abstrak di bawah ini
untuk keperluan jurnal.

Abstrak
Tradisi lisan Indonesia mengalami ancaman kepunahan karena berbagai sebab sehingga
diperlukan usaha-usaha yang komprehensif untuk memeliharanya. Makalah ini akan
membicarakan berbagai cara perekaman tradisi lisan di Provinsi Jawa Barat, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dan tantangan yang dihadapinya. Tujuannya
adalah menjelaskan perlunya usaha inventarisasi sebagai tahap awal penyelamatan tradisi
tersebut. Dengan metode observasi langsung yang ditunjang oleh kepustakaan, penelitian
diharapkan mampu merekam secara akurat berbagai tradisi lisan yang ada dalam
masyarakat Indonesia secara akurat.

Selain itu, perlu diperhatikan pula bahwa kesepakatan umum dalam dunia ilmu bahwa
abstrak ditulis bahasa Inggris. Misalnya, apabila sebuah artikel untuk jurnal atau skripsi
ditulis dalam bahasa Indonesia, maka abstraknya ditulis dalam bahasa Inggris.

3. Sintesis
Berbeda dengan ringkasan dan abstrak yang merupakan ringkasan atas satu sumber
saja, sintesis dibuat atas beberapa sumber. Pada dasarnya sintesis adalah merangkum intisari
bacaan yang berasal dari beberapa sumber. Kegiatan ini harus memperhatikan data publikasi
atas sumber-sumber yang digunakan. Dalam tulisan laras ilmiah, data publikasi atas sumber-
sumber tadi kemudian dimasukan dalam daftar pustaka. Ada sejumlah syarat yang harus
diperhatikan oleh penulis dalam membuat sintesis, di antaranya (Utorodewo dkk, 2004: 97):
(1) penulis harus bersikap objektif dan kritis atas teks yang digunakannya, (2) bersikap kritis
atas sumber yang dibacanya, (3) sudut pandang penulis harus tajam, (4) penulis harus dapat
mencari kaitan antara satu sumber dengan sumber lainnya, dan (5) penulis harus menekankan
pada bagian sumber yang diperlukannya.

MODUL XII

PENULISAN KARANGAN
Berita dan Feature

Berita adalah laporan peristiwa yang bernilai jurnalistik atau memiliki nilai berita
(news values) –aktual, faktual, penting, dan menarik. Berita disebut juga “informasi terbaru”.
Jenis-jenis berita a.l. berita langsung (straight news), berita opini (opinion news), berita
investigasi (investigative news), dan sebagainya.
Ada juga tulisan yang tidak termasuk berita juga tidak bisa disebut opini, yakni
feature, yang merupakan perpaduan antara news dan views. Jenis feature yang paling populer
adalah feature tips (how to do it feature), feature biografi, feature catatan
perjalanan/petualangan, dan feature human interest.

1. Pengertian Berita
Berita adalah laporan peristiwa (fakta) atau pendapat (opini) yang aktual (terkini),
menarik danpenting. Ada juga yang mengartikan berita sebagai informasi baru yang disajikan
dalam pembacaan / penulisan yang jelas, aktual dan menarik. Selain itu, sesuai dengan
Kamus Besar Bahasa Indonesia, berita diartikan sebagai cerita atau keterangan mengenai
kejadian atau peristiwa yang hangat. Fakta adalah peristiwa yang benar-benar ada / terjadi,
sedangkan opini adalah hal yang sifatnya pernyataan, belum terjadi dan belum tentu benar.

1.1 Syarat Berita


Syarat berita adalah sebagai berikut :
 Merupakan fakta, berita haruslah berdasarkan kejadian atau peristiwa yang benar-
benar nyata
 Terkini, artinya jarak penyiaran berita dengan waktu kejadian tidak telalu jauh
 Seimbang, artinya berita harus ditulis dan disampaikan dengan seimbang, tidak
memihak kepada salah satu pihak.
 Lengkap, berita haruslah memenuhi unsur-unsur berita sebagaimana akan kita bahas
di bawah ini.
 Menarik, artinya berita harus mampu menarik minat pembaca atau pendengarnya.
Berita dapat dikatakan menarik bila bermanfaat bagi pembaca atau pendengarnya,
berkaitan dengan tokoh terkenal, berkaitan dengan kejadian penting, humor, aneh,
luar biasa atau bersifat konflik.
 Sistematis, berita seharusnya disusun secara sistematis, urutannya jelas sehingga
pembaca tidak kebingungan dalam menangkap isi berita.

1.2 Unsur-unsur Berita


Salah satu syarat berita adalah lengkap. Untuk dapat dikatakan lengkap, berita
haruslah mampu menjawab pertanyaan 5W + 1 H sebagai berikut :
 What : Apa yang terjadi ?
 Who : Siapa yang terlibat ?
 Why : Mengapa hal itu bisa terjadi ?
 When : Kapan peristiwa  tersebut terjadi ?
 Where : Dimanakah peristiwa tersebut terjadi ?
 How : Bagaimana peristiwa itu terjadi ?
Dalam menyusun berita selain memperhatikan unsur-unsur berita tersebut di atas, kita
perlu juga memperhatikan beberapa hal berikut ini :
 gunakan struktur dan tata bahasa yang benar
 gunakan pemilihan kata yang tepat
 gunakan penalaran yang logis
 tidak menggunakan kata-kata yang ambigu

2. Pengertian Feature
Feature merupakan  bentuk tulisan yang dalam dan enak untuk disimak. Kisahnya
deskriptif, memaparkan peristiwa secara objektif, sehingga bisa membangkitkan bayangan-
bayangan kejadian yang sesungguhnya kepada pembaca. Redaktur Senior Majalah Gatra,
Yudhistira ANM Massardi, mengatakan, Feature bukan karya fiksi, tapi karya jusnalistik.
Karenanya, Feature harus memiliki satu makna, satu arti, tidak seperti karya sastra yang
banyak arti tergantung si pembacanya. Feature juga disebut karya “sastra jurnalistik” karena
sangat bertumpu pada kekuatan deskripsi yakni mampu mengambarkan situasi dan suasana
secara rinci, hidup, berkeringat (basah), beraroma, membuka pintu akal, membetot perhatian,
meremas perasaan, sehingga imajinasi pembaca terbawa ke tempat peristiwa.

2.1 Ciri-ciri Tulisan Feature


Beberapa ciri khas tulisan feature, antara lain:
1. Mengandung segi human interest
Tulisan feature memberikan penekanan pada fakta-fakta yang dianggap mampu
menggugah emosi—menghibur, memunculkan empati dan keharuan. Dengan kata lain,
sebuah feature juga harus mengandung segi human interest atau human touch—
menyentuh rasa manusiawi. Karenanya, feature termasuk kategori soft news (berita
ringan) yang pemahamannya lebih menggunakan emosi. Berbeda dengan hard news
(berita keras), yang isinya mengacu kepada dan pemahamannya lebih banyak
menggunakan pemikiran.
2. Mengandung unsur sastra
Satu hal penting dalam sebuah feature adalah ia harus mengandung unsur sastra.
Feature ditulis dengan cara atau gaya menulis fiksi. Karenanya, tulisan feature mirip
dengan sebuah cerpen atau novel—bacaan ringan dan menyenangkan—namun tetap
informatif dan faktual. Karenanya pula, seorang penulis feature pada prinsipnya adalah
seorang yang sedang bercerita.

2.2 Fungsi Feature


Dengan kedudukan yang sangat penting dan tak tergantikan tersebut, fungsi feature
mencakup lima hal :
1. Sebagai pelengkap sekaligus variasi sajian berita langsung (straight news)
2. Pemberi informasi tentang situasi, keadaan, atau peristiwa yang terjadi
3. Penghibur atau sarana rekreasi dan pengembangan imajinasi yang menyenangkan
4. Wahana pemberi nilai dan makna terhadap suatu keadaan atau peristiwa
5. Sarana ekspresi yang paling efektif dalam mempengaruhi khalayak

2.3 Jenis-jenis Feature


a. Feature Berita
Yaitu suatu feature yang lebih banyak mengandung unsur beritanya, dan berhubungan
dengan peristiwa aktual yang menarik perhatian khalayak. Feature ini biasanya adalah
merupakan pengembangan dan pendalaman (News analisys) dari sebuah Straight News atau
issue yang masih menjadi perhatian publik.

b. Feature Opini
Feature jenis ini pun biasanya terkait secara langsung atau tidak langsung dengan isu-isu
yang masih aktual tentang sebuah peristiwa, sebuah ide/gagasan, atau sebuah statemen
(pernyataan) orang penting, dan lain-lain. Bisa juga termasuk ke dalam jenis ini adalah artikel
tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, fenomena kehidupan sosial-
ekonomi, politik, kebudayaan, kesusteraan, dan lain-lain.

c. Feature Human Interest


Feature yang muatan isinya langsung dapat menyentuh rasa perikemanusiaan
pembaca, seperti kegembiraan, kejengkelan, bahkan kebenciannya. Misalnya, cerita tentang
penjaga mayat di rumah sakit, kehidupan seorang petugas kebersihan di jalanan, liku-liku
kehidupan seorang guru di daerah terpencil, suka-duka menjadi dai di wilayah pedalaman,
atau kisah seorang penjahat yang dapat menimbulkan kejengkelan.

d. Feature Profil Tokoh (biografi)


Feature biografi atau tentang riwayat perjalanan hidup seseorang, terutama kalangan tokoh
seperti pemimpin pemerintahan dan masyarakat, public figure, atau mereka yang selalu
mengabdikan hidupnya untuk negara, bangsa, atau sesuatu yang bermanfaat bagi peradaban
umat manusia, senantiasa mendapat tempat yag terhormat di berbagai perpustakaan kampus
dan sekolah di seluruh dunia. Misalnya, riwayat hidup seorang tokoh yang meninggal,
tentang seorang yang berprestasi, atau seseorang yang memiliki keunikan sehingga bernilai
berita tinggi. Itu sebabnya, kita bisa menuliskan tentang profil para pemimpin Islam di masa
lalu, misalnya. Kita juga bisa cerita tentang kisahnya al-Khawarizmi, ilmuwan muslim yang
menemukan angka nol.

e. Feature Perjalanan/Petualangan
Feature ini biasanya ditulis oleh pelaku perjalanan atau petualangan secara langsung
atau tak langsung. Tulisan ini mengungkap laporan kisah perjalanan, fakta-fakta yang
ditemui, dan kesan-kesan yang dirasakan selama perjalanan itu. Feature yang mengajak
pembaca, pendengar, atau pemirsa untuk mengenali lebih dekat tentang suatu kegiatan atau
tempat-tempat yang di nilai memiliki daya tarik tertentu. Dalam Feature jenis ini,
subjektifitas penulis sangat menonjol dengan sudut pandang “aku” atau “kami”. Misalnya,
tentang perjalanan menunaikan ibadah haji.

f. Feature Sejarah
Feature ini bercerita tentang fakta-fakta sejarah peristiwa dan tokoh masa lampau di
suatu daerah atau tempat. Berbagai tempat dan peninggalan bersejarah, sejak ribuan tahun
silam hingga satu abad terakhir, baik dalam lingkup internasional dan nasional maupun dalam
lingkup regional dan local, senantiasa menjadi objek cerita feature yang amat menarik.
contohnya tentang peristiwa proklamasi kemerdekaan RI. Feature sejarah yang baik, mampu
membawa pembacanya ke masa silam. Seolah para pembaca ikut masuk ke dalam peristiwa
sejarah yang dibacanya.
g. Feature Tips
Feature ini dikenal juga dengan informasi how to do it. Misalnya tentang memasak,
merangkai bunga, membangun rumah, seni mendidik anak, panduan memilih perguruan
tinggi, cara mengendarai bajaj, teknik beternak bebek, seni melobi calon mertua dan
sebagainya.

Daftar Pustaka

Anwar, Rosihan. Bahasa Jurnalistik dan Komposisi. 1991. Jakarta: Pradnya Paramita.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende: Nusa Indah.
Lamuddin, Finoza. 2011. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Insan Mulia.
Waridah, Ernawati. EYD dan Seputar Kebahasa-Indonesiaan. 2008. Jakarta: Kawan Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai