Anda di halaman 1dari 11

Phinisi Integration Review

Vol. 2, No.2, Agustus 2019 Hal 227-237


Website: http://ojs.unm.ac.id/pir
p-ISSN: 2614-2325 dan e-ISSN: 2614-2317
DOI: https://doi.org/10.26858/pir.v2i2.10000

Persepsi Mayarakat Toraja Pada Upacara Adat Rambu Solo’ Dan


Implikasinya Terhadap Kekerabatan Masyarakat Di Kecamatan
Makale Kabupaten Tana Toraja
Grace Rima
Program Pascasarjana, Universitas Negeri Makassar
Email: gracerima2@gmail.com

Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang (i) Struktur kelembagaan
masyarakat adat Toraja, (ii) Persepsi masyarakat Toraja pada Upacara Adat Rambu Solo’;
(iii) Implikasi pelaksanaan Rambu Solo’ terhadap keeutuhan kekerabatan masyarakat di
kecamatan makale kabupaten Tana Toraja. Penelitian ini adalah penelitian menggunakan
kualitatif yang menggambarkan dan mendeskripsikan fenomena-fenomena yang realistis
yang terjadi pada “Masyarakat Toraja Pada Upacara Adat Rambu Solo’ Dan Implikasinya
Terhadap Kekerabatan Masyarakat”. Metode pengumpulan data melalui observasi,
wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan (i) Pusat kelembagaan
Masyarakat Adat Tana Toraja adalah Tongkonan. Lembaga adat terdiri dari pemangku adat
(To Parenge’), hakim adat dan tokoh-tokoh masyarakat yang saling bekerjasama dalam
menjalankan fungsinya. (ii) Masyarakat Tana Toraja dalam menanggapi upacara adat Rambu
Solo’ beranggapan bahwa Rambu Solo’ merupakan upacara adat khusus kedukaan/kematian
dimana jiwa dan roh manusia yang telah meninggal kembali ke tempat semula. Pada awalnya
ketika masyarakat Tana Toraja hidup di dalam kasta-kasta, tidak semua orang bisa
melasanakan upacara adat Rambu Solo. Upacara ini hanya bisa dilaksanakan oleh kaum
bangsawan (puang) dan kaum golongan atas (to sugi’), akan tetapi seiring dengan
perkembangan zaman pandangan itu mulai bergeser sehingga upacara adat Rambu Solo’ ini
pun juga bisa dilakukan oleh para kaum golongan bawah (kaunan). (iii) Implikasi dari
pelaksanaan Rambu Solo’ terhadap keutuhan kekerabatan Masyarakat Di Kecamatan Makale
Kabupaten Tana Toraja yaitu Membentuk nilai-nilai yang mempererat tali persaudaraan antar
keluarga dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap sistem kekerabatan antara
keluarga dengan keluarga, keluarga dengan masyarakat dan masyarakat dengan masyarakat
lainnya.

Kata Kunci : Persepsi Masyarakat, Upacara Adat Rambu Solo’, Sistem Kekerabatan

Abstract. The purposes of this research are to discover (i) the institutional structure of the
traditional of Toraja people, (ii) the perception of Toraja people on the traditional ceremony
of Rambu Solo’, (iii) the the implication in implementing Rambu Solo’ on the integrity of
community relations in Makale subdistrict of Tana Toraja district. The type of this research is
qualitative research which describes realistic phenomenon in “Tana Toraja people on
traditional ceremony of Rambu Solo’ and its implication on their kinship. The methods used
in collecting the data are observation, interview, and documentation. The results of this
research reveal that (i) the Institution Center of the indigenous people of Tana Toraja is
227
Phinisi Integration Review. Vol 2(2) Agustus 2019

Tongkonan. The customary institutions consist of customary stakeholders (To Parenge),


customary judges, and prominent people who work together to do their duty such as resolving
conflicts and disputes that occur in society, preserving the traditional values, and enhancing
the sense of kinship and mutual cooperation, (ii) the Tana Toraja people in responding
traditional ceremony of Rambu Solo’ state that it is a ceremony especially for funeral
ceremony where the souls of the deceased return to their original place. The traditional
ceremony carried out are based on ancestral beliefs, it is called Aluk To Dolo. Initially, when
Tana Toraja people lived in different social status or castes, not all of them could carry out
Rambu Solo’ ceremony. This ceremony can only be held by noble people (Puang) and high
class people (To Sugi’); however, along with the development of times, such opinion began
to shift so the lower class people (Kaunan) can conduct this ceremony as well, (iii) The
implementation of Rambu Solo’ on the integrity of community relations in Makale subdistrict
of Tana Toraja district is forming the values that strengthen the kinship among families and
has huge influence on kindship system among families, family to society, and society to other
society

Keywords: Perception of People, Tradisional Ceremony of Rambu Solo’, Kinship System


Ini adalah artikel dengan akses terbuka dibawah licenci CC BY-NC-4.0
(https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/ ).

PENDAHULUAN Negara Repulik Indonesia Tahun 1945 pasal 18


Negara Indonesia merupakan Negara B ayat (2) mengatur bahwa Negara mengakui
hukum yang menjunjung tinggi keberadaan dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum itu sendiri. Hukum dalam kehidupan hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.
masyarakat berfungsi untuk mengatur dan Adat merupakan suatu kebiasaan dalam
mewaspadai atau bahkan mengatasi segala masyarakat yang dilakukan secara terus-
bentuk perubahan sosial maupun kebudayaan menerus dan dipertahankan oleh semua
yang menggejala di masyarakat yang kompleks pendukungnya. Kebiasaan yang bertahan selama
sekalipun. Undang-Undang Dasar Negara bertahun-tahun dan telah berakar dan bertumbuh
Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) dalam hati nurani para anggota masyarakatnya,
kemudian mempertegas bahwa “Negara maka itu akan menjadi kebudayaan. Budaya
Indonesia adalah negara hukum”. Untuk merupakan identitas dan komunitas suatu daerah
menciptakan suatu negara hukum, maka yang dibangun dari kesepakatan-kesepakatan
tentunya segala tindakan masyarakat tanpa sosial dalam kelompok masyarakat tertentu.
terkecuali termasuk semua pemerintah harus Budaya dapat menggambarkan kepribadian
berdasarkan pada hukum yang berlaku dan suatu bangsa, sehingga budaya dapat menjadi
segala bentuk pelanggaran atau tindak kejahatan ukuran bagi majunya suatu peradaban manusia.
harus dikenakan sanksi. Segala bentuk tindakan Kebudayaan merupakan hasil dari ide-
yang dilakukan oleh warga masyarakat baik itu ide dan gagasan-gagasan yang akhirnya
yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar, mengakibatkan terjadinya aktifitas dan
secara terus menerus dan berulang kali menghasilkan suatu karya (kebudayaan fisik)
dilakukan sehingga menjadi sebuah kebiasaan sehingga manusia pada hakikatnya disebut
pastilah ada aturan hukum yang mengaturnya. mahkluk sosial. Setiap masyarakat di setiap
Kebiasaan yang terus-menerus daerah tentunya memiliki kebudayaannya
dilakukan dalam kehidupan masyarakat masing-masing. Oleh karena itu, setiap
kemudian berkembang menjadi masyarakat- masyarakat memiliki aturan hukum tersendiri
masyarakat hukum adat. Undang-Undang Dasar yang tentunya berbeda satu sama lain.
228
Rima. Persepsi masyarakat toraja

Perbedaan inilah yang menunjukkan bahwa Keperayaan ini telah ada sebelum masuknya
setiap masyarakat memiliki ciri khas yang agama Islam dan Nasrani. Menurut kepercayaan
berbeda-beda. Kebudayaan juga yang telah Aluk Todolo, mati adalah suatu proses hidup
membuat perbedaan antara bangsa Indonesia manusia di dunia dan merupakan bayangan
dengan bangsa lain, antara hukum bangsa hidup kemudian karena apa yang dialami di
Indonesia dengan hukum di negara lain. Dalam dunia nyata akan dialami di alam gaib. Dalam
hal ini hukum khas bangsa Indonesia adalah tradisi suku Toraja, Upacara Rambu Solo’
Hukum Adat. menjadi penting jika ditilik dalam perspektif
Adat merupakan gambaran sikap dan Masyarakat Adat, kesempurnaan upacara
perilaku manusia yang telah berproses dalam kematian akan menentukan posisi arwah, apakah
jangka waktu yang lama dan dilaksanakan sebagai bombo (arwah gentayangan), to-
secara turun-temurun dari generasi ke generasi membali puang (arwah yg mencapai tingkat
berikutnya. Adat juga mencakup aturan, prinsip, dewa), atau deata (menjadi dewa pelindung).
dan ketentuan-ketentuan kepercayaan yang Dalam konteks ini, upacara kematian menjadi
terpelihara rapi yang diwariskan secara turun- sebuah "kewajiban", maka dengan cara apapun
temurun pada setiap generasi. Kekhususan adat orang Toraja hampir pasti akan mengadakan
dari tiap-tiap daerah didasarkan pada upacara tersebut, karena dengan begitulah
kepribadian dari daerah tersebut dimana dalam mereka mengabdi kepada orang tua atau kerabat
pelaksanaannya berkisar pada lingkaran hukum yang meninggal serta menjaga dan melestarikan
yaitu menyangkut kondisi dan peradaban budaya atau tradisi.
masyarakat itu. Hal ini pun nampak dalam Berdasarkan Aluk Todolo seseorang
ungkapan yang menyatakan bahwa bila orang yang telah meninggal dunia akan dikorbankan
Bugis Makassar mengutamakan pesta berupa kerbau dan babi sesuai dengan
pernikahan, maka orang Toraja lebih kemampuan keturunannya serta kaum
mengutamakan Upacara Kematian atau yang kelurganya. Kemeriahan Upacara Rambu Solo’
disebut dengan Upacara Rambu Solo’. ditentukan oleh status sosial keluarga yang
Masyarakat Toraja sejak dahulu dikenal sebagai meninggal. Hal tersebut dapat diukur dari
masyarakat religius dan memiliki integritas jumlah hewan yang dikorbankan. Semakin
tinggi dalam menjunjung tinggi budayanya. banyak hewan yang dikorbankan maka semakin
Masyarakat Tana Toraja memiliki tinggi pula status sosialnya. Namun seiring
upacara adat besar diantaranya Upacara “Rambu dengan perkembangan zaman, masyarakat
Solo” yaitu upacara kedukaan yang biasa sekarang sudah mulai bergeser dimana
disebut “Aluk to mate” atau upacara masyarakat tidak lagi berdasarkan pada kasta
penguburan, sedangkan Upacara “Rambu Tuka” atau kedudukan, melainkan pada tingkat
yaitu upacara adat yang berhubungan dengan kekampuan perekonomian.
acara syukuran dan penuh dengan kegembiraan Bagi masyarakat Toraja, berbicara
dimana diadakan pemujaan korban kepada mengenai kematian bukan hanya tentang adat,
Tuhan dan dewata. upacara, kedudukan atau kasta, jumlah hewan
Bagi masyarakat Toraja, upacara Rambu yang akan disembelih, tetapi juga berbicara
Solo’ merupakan tradisi yang paling tinggi mengenai siri’ (malu). Hal inilah yang kemudian
nilainya dibanding dengan unsur budaya mendasari masyarakat Toraja untuk
lainnya. Upacara Rambu Solo’ diatur dalam Aluk berkomitmen menyelenggarakan upacara
Rampe Matampu dan mempunyai sistem serta tersebut. Semua kerabat dan keluarga dituntut
tahapan sendiri yaitu dalam upacara kedukaan untuk terlibat langsung dalam kegiatan ini. Pada
dan kematian. Upacara Rambu Solo’ merupakan Upacara kematian tanpa ada persetujuan dari
salah satu aspek kehidupan yang dianut kerabat dan keluarga maka dapat mengakibatkan
masyarakat Toraja yang pada awalnya sebagai pertentangan dan perseteruan dalam lingkungan
kepercayaan “Aluk Todolo”. keluarga yang mengandung unsur tidak baik
Aluk Todolo merupakan kepercayaan (terjadi pertentangan dan perselisihan) antar
(agama) leluhur di Daerah Tana Toraja.
229
Phinisi Integration Review. Vol 2(2) Agustus 2019

sanak-saudara serta keluarga dan kerabat atau yang disebut dengan Tomina, pada tanggal
lainnya. 9 Juli 2018 menyatakan bahwa dalam
Sistem kekerabatan merupakan masyarakat Toraja dikenal adanya Strata atau
kerangka interaksi antara anggota masyarakat golongan kasta diantaranya Tana’ Bulaan,
yang merasa mempunyai hubungan kekerabatan. Tana’ Bassi, Tana’ Karurung dan Tana’ kua-
Pusat sistem kekerabatan adalah keluarga, baik kua
keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari Keempat Kelompok sosial ini
ayah, ibu dan anak-anak mereka, maupun merupakan tatanan yang mengatur perilaku para
keluarga luas (extended family) yang terdiri dari anggota kelompoknya, termasuk memberi ciri-
keluarga inti ditama kakek, nenek paman, bibi, ciri yang khas dalam melaksanakan upacara
para sepupu, kemanakan dan lain-lain. Rambu Solo’. Bentuk upacara Rambu Solo’ yang
Dalam sistem kekerbatan terdapat dilaksanakan di Tana Toraja disesuaikan dengan
prinsip-prinsip keturunan (descent) yang kedudukan sosial masyarakatnya. Oleh
mematasi keanggotaa kelompok kekerabatan itu. karena itu, upacara Rambu Solo’ di Tana Toraja
Kekerabatan adalah lembaga yang bersifat dibagi ke dalam empat tingkatan, di mana setiap
umum dalam masyarakat dan memainkan tingkatan juga masih memiliki beberapa bentuk
peranan penting dalam aturan tingkah laku dan yaitu Upacara Disilli’, Upacara
susunan kelompok. Dipasangbongi, Upacara Dibatang atau Didoya
Sistem kekerabatan masyarakat Toraja Tedong, Upacara Rapasan.
memiliki sebuah karakteristik kekerabatan yang Menurut Trija Putra Pamian makna dan
menguatkan persatuan dalam keluarga, hal ini nilai dari tradisi masyarakat Toraja terkhususnya
dapat dilihat dari kekerabatan Toraja yang Upacara Rambu Solo’ sudah mulai bergeser
terbentuk dengan komposisi di setiap desa seiring dengan modernisasi yang berkemang di
dimana terbentuk dari suatu keluarga besar. masyarakat.
Dalam setiap satu keluarga besar atau yang Persepsi masyarakat dalam menanggapi
disebut dengan Tongkonan, keluarga memiliki upacara adat sudah tidak lagi didasarkan pada
nama yang dijadikan nama desa. Sistem syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku tetapi
kekerabatan dalam masyarakat Toraja teerbagi mereka mulai mengenyampingkan syarat-syarat
atas kelurga inti. Ayah sebagai pemegang dan ketentuan tersebut dan berbuat sesuai
peranan utama dalam keluarga, sebagai kemauan dan kemampuan perekonomian
penanggung jawab dalam keluarga, dan akan mereka.
diganti anak laki-laki bila meninggal. Dalam pelaksanaan Upacara Rambu
Sedangkan ibu hanya mendidik dan memelihara Solo’ semua pihak keluarga dan kerabat
anak serta nama baik keluarga. Dalam tatanan dihadirkan untuk berembuk dan membentuk
masyarakat Toraja, unsur terkecil dalam sistem panitia. Maka semua kerabat dan keluarga baik
kekerabatan disebut Siulu (keluarga batih). Jika yang berdomisili di Tana Toraja maupun di luar
anak dalam keluarga masyarakat Toraja lahir Tana Toraja akan menyempatkan hadir
maka nama anak diberikan atas dasar mengikuti Upacara adat. Tanpa ada persetujuan
kekerabatan, dan biasanya nama anak dipilih dari pihak kerabat dan kelurga akan dapat
dari kerabat yang telah meninggal. Keunikan mengakibatkan pertentangan baik dalam dalam
lain dari sistem kekerabatan masyarakat Toraja harta benda dalam hal pewarisan maupun
adalah mereka mengadopsi anak meskipun telah gejolak batin setiap individu-individu yang di
dikaruniai anak sebelumnya, hal itu dikarenakan tinggalkan, yang mengandung unsur tidak baik
masyarakat Toraja memiliki keyakinan bahwa (perselisihan) antara sanak-saudara serta kelurga
semakin banyak anak akan semakin banyak pula lainnya.
toding atau kerbau yang akan dikurbankan saat Merujuk pada fenomena tersebut,
orang tua angkatnya meninggal dunia. peneliti tertarik untuk melakuukan penelitian
Berdasarkan hasil observasi awal mengenai Persepsi Mayarakat Toraja Pada
dengan salah satu Tokoh Adat yaitu Trija Putra Upacara Adat Rambu Solo’ Dan Implikasinya
Pamian yang merupakan pemandu adat Toraja Terhadap Kekerabatan Masyarakat Di
230
Rima. Persepsi masyarakat toraja

Kecamatan Makale Kabupaten Tana Toraja. Solo’ Dan Implikasinya Terhadap Kekerabatan
Dengan fokus penelitian ditujukan kepada Masyarakat.
masyarakat Toraja. Hal tersebut dilakukan untuk
mengetahui dan memperoleh gambaran tentang TINJAUAN PUSTAKA
keutuhan kekerabatan masyarakat Toraja pada A. Dasar Berlakunya Hukum Adat
Rambu Solo’. Dasar berlakunya hukum adat ditinjau
Berdasarkan uraian diatas, peneliti secara yuridis dalam berbagai Peraturan
bermaksud mengkaji lebih dalam melalui Perundang-Undangan. Mempelajari segi yuridis
penelitian yang berjudul “Persepsi Mayarakat dasar berlakunya hukum adat berarti
Tana Toraja Pada Upacara Adat Rambu mempelajari dasar hukum berlakunya hukum
Solo’ Dan Implikasinya Terhadap adat di Indonesia (Saragih, 1984:15).
Kekerabatan Masyarakat Di Kecamatan 1. Undang-Undang Dasar Negara
Makale Kabupaten Tana Toraja. Republik Indonesia Tahun 1945
A. Rumusan Masalah Konstitusi Republik Indonesia yang diatur
1. Bagaimana struktur kelembagaan masyarakat dalam UUD 1945 berlaku sejak tanggal 18
adat Tana Toraja? agustus 1945. Dasar hukum berlakunya hukum
2. Bagaimana persepsi dan pandangan adat dalam UUD NRI Tahun 1945 ini adalah:
masyarakat Toraja pada Upacara Adat a. UUD NRI Tahun 1945 Pasal 18 B (2) yang
Rambu Solo’? mengatur bahwa “Negara mengakui dan
3. Bagaimana implikasi pelaksanaan Upacara menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
Adat Rambu Solo’ terhadap kekerabatan hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
masyarakat di kecamatan makale kabupaten sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
Tana Toraja? perkembangan masyarakat dan prinsip
B. Tujuan Penelitian Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
1. Untuk mengetahui struktur kelembagaan diatur dalam undang-undang”.
masyarakat adat Toraja b. UUD NRI Tahun 1945 Pasal 32 (1) yang
2. Untuk mengetahui persepsi masyarakat mengatur bahwa “Negara memajukan
Toraja pada Upacara Adat Rambu Solo’ kebudayaan nasional Indonesia di tengah
3. Untuk mengetahui implikasi pelaksanaan peradaban dunia dengan menjamin
Upacara Adat Rambu Solo’ terhadap kebebasan masyarakat dalam memelihara
kekerabatan masyarakat di kecamatan dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.
makale kabupaten Tana Toraja Pasal 32 (2) bahwa “Negara menghormati
C. Manfaat Penelitian dan memelihara bahasa daerah sebagai
1. Manfaat Teoritis kekayaan budaya nasional”.
Penelitian ini diharapkan dapat 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka tentang Kekuasaan Kehakiman
pengembangan ilmu pengetahuan dan sekaligus Dasar hukum adat dalam Undang-
menjadi acuan bagi penelitian serupa yang Undang Nomor 4 Tahun 2014 diatur di dalam
menelaah dan mengkaji mengenai Persepsi pasal 25 (1) dan pasal 28 (1) yaitu sebagai
Mayarakat Toraja Pada Upacara Adat Rambu berikut:
Solo’ Dan Implikasinya Terhadap Kekerabatan a. UU No. 4 Tahun 2004 pasal 25 (1) yang
Masyarakat. mengatur bahwa “Segala putusan pengadilan
2. Manfaat Praktis selain harus memuat alasan dan dasar
Hasil penelitian ini diharapkan dapat putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu
menam bah pengetahuan dan wawasan bagi dari peraturan perundang-undangan yang
penyusun secara khusus dan pembaca pada bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis
umumnya serta dapat memberikan sumbangsih yang dijadikan dasar untuk mengadili”
konkret sebagai bahan evaluasi kepada jajaran b. UU No. 4 Tahun 2004 pasal 28 (1) yang
pemerintah dan masyarakat mengenai Persepsi mengatur bahwa “Hakim wajib menggali,
Mayarakat Toraja Pada Upacara Adat Rambu mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum
231
Phinisi Integration Review. Vol 2(2) Agustus 2019

dan rasa keadilan yang hidup dalam temurun pada setiap generasi. Hal ini pun
masyarakat. tampak jelas dalam masyarakat Toraja yang
Kesadaran hukum merupakan suatu yang dikenal sebagai daerah yang menjunjung
proses psikis yang yang terdapat dalam diri tinggi adat budayanya.
manusia, yang mungkin timbul dan mungkin Adat masyarakat Tana Toraja
juga tidak timbul. Jadi kesadaran hukum merupakan warisan budaya dunia ribuan tahun
merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang yang lalu , yang masih ada dan tetap dilestarikan
terdapat di dalam diri manusia tentang hukum serta menjadikan Tana Toraja sebagai obyek
yang ada atau tentang hukum yang diharapkan wisata. Pada umumnya upacara adat masyarakat
ada. Dengan demikian, jelaslah bahwa Toraja kerap dilaksanakan dengan meriah dan
kesadaran hukum sebetulnya menjadi dasar bagi besar-besaran terkhususnya pada upacara adat
penegakan hukum sebagai proses. (Ishak, 2016 : kematian (Rambu Solo’).
304) C. Konsep Persepsi
B. Pengertian Hukum Adat Dalam Ensiklopedia Indonesia (Van
Hukum Adat adalah terjemahan dari Hoven, 1988: 866) dijelaskan bahwa yang
istilah Belanda : “Adat-Recht”, yang pertama dimaksud dengan persepsi adalah proses mental
kali dikemukakan oleh Snouck Hurgrounje pada yang menghasilkan bayangan pada diri individu,
tahun 1893 yang menyatakan bahwa hukum sehingga dapat mengenal suatu obyek dengan
rakyat Indonesia yang tidak dikodifikasi artinya jalan sosiasi dengan suatu ingatan tertentu baik
tidak tertulis dalam bentuk kitab undang-undang secara indera penglihatan, indera peraba, dan
yang teratur susunannya. Istilah hukum adat sebagainya, sehingga akhirnya bayangan
(Dominikus Rato, 2011 : 3) berasal dari Bahasa tersebut dapat disadari.
Arab yang diadopsi oleh Snouck Hurgronje Menurut Mar’at (Mar’at, 1981: 21)
ketika ia menyamar menjadi Affan Gaffar untuk menyatakan bahwa Persepsi adalah pengamatan
mengerti hukum Islam atau tepatnya hukum adat seseorang yang berasal dari kelompok kognisi.
Aceh, yang kemudian dinamakan “Adhatrecht” Aspek kognisi merupakan aspek penggerak
yang kemudian dipopulerkan oleh Van perubahan karena informasi yang diterima akan
Vollenhoven dan diimplementasikan oleh Ter menentukan perasaan dan kemauan untuk
Haar. Hukum adat menurut M.M Djojodigoeno berbuat. Jadi komponen kognisi akan
(Dominikus Rato 2011 : 15) adalah “hukum berpengaruh terhadap predisposisi seseorang
yang tidak bersumber kepada peraturan- untuk bertidak senang atau tidak terhadap suatu
peraturan. Maksudnya ialah bahwa hukum adat objek, yang merupakan jawaban atas pertanyaan
itu tidak bersumber dari peraturan perundang- apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang
undangan yang dibuat oleh Lembaga Legislatif.” objek tersebut.
Hukum adalah suatu karya masyarakat Jadi Persepsi merupakan suatu proses
tertentu yang bertujuan untuk menata menuju masuknya pesan atau informasi ke dalam otak
yang adil dalam perilaku dan perbuatan orang atau alam pikiran manusia yang kemudian
dalam perhubungan pamrihnya (bertujuan) serta melahirkan pendapat-pendapat tertentu
kesejahteraan masyarakat itu sendiri yang mengenai suatu objek.
menjadi substratumnya (dasar/alasnya). D. Hakikat Tradisi dan Kebudayaan
Jadi adat istiadat diciptakan untuk 1. Hakikat Tradisi
mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat, Tradisi merupakan suatu gambaran
yang mencakup bidang yang sangat luas sikap dan perilaku manusia yang telah berproses
diantaranya tata cara berinteraksi antara dalam waktu lama dan dilakukan secara turun-
kelompok-kelompok yang ada di masyarakat, temurun dimulai dari nenek moyang. Tradisi
apakah itu dalam perkawinan, kesenian, mata yang telah membudaya akan menjadi sumber
pencaharian, sistem kekerabatan dan dalam berakhlak dan berbudi pekerti seseorang.
sebagainya. Adat juga mencakup aturan prinsip, Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian yang
dan ketentuan-ketentuan kepercayaan yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah
terpelihara yang diturunkan secara turun- dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian
232
Rima. Persepsi masyarakat toraja

dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, mempunyai pikiran akan kemungkinan


biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, pembubaran kelompok itu. Golongan
atau agama yang sama. Hal yang paling masyarakat tersebut mempunyai pengurus
mendasar dari tradisi adalah adanya informasi sendiri dan harta benda, milik keduniaan dan
yang diteruskan dari generasi ke generasi baik milik gaib. Golongan-golongan yang demikian
tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, yangn bersifat persekutuan hukum.”
suatu tradisi dapat punah. Selain itu, tradisi juga Masyarakat hukum adat merupakan
dapat diartikan sebagai kebiasaan bersama suatu kesatuan manusia sebagai satu kesatuan,
dalam masyarakat manusia, yang secara menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai
otomatis akan mempengaruhi aksi dan reaksi penguasa-penguasa, mempunyai kekayaan yang
dalam kehidupan sehari-hari para anggota berwujud atau tidak berwujud, di mana para
masyarakat itu. anggota kesatuan hidup dalam masyarakat yang
Di setiap wilayah atau daerah tertentu merupakan kodrat yang para anggotanya tidak
pasti memiliki kebiasaan-kebiasaan atau tradisi berpikir untuk membubarkan ikatan tersebut
masing-masing yang kemudian disepakati atau melepaskan diri dari ikatan itu.
bersama oleh seluruh anggota masyarakat. Dalam peraturan perundang-undangan
Berbicara masalah tradisi, tentu saja tidak di Indonesia, masyarakat hukum adat
terlepas dari konteks kebudayaan. Sebagaimana dirumuskan sebagai sekelompok orang yang
pendapat dari Koentjaraningrat (Noor Sulistyo terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai
Budi,1997: 1) yang memandang bahwa warga bersama suatu persekutuan hukum karena
kebudayaan itu sebagai keseluruhan dari kesamaan adat tempat tinggal atapun atas dasar
kelakuan dan hasil kelakuan yang harus keturunan.
didapatkan dengan cara belajar, dan yang Menurut Soepomo (Soepomo 1977 : 51)
kesemuanya itu tersusun dalam kehidupan masyarakat-masyarakat hukum adat di Indonesia
masyarakat. Dengan demikian, tidak pernah ada dapat dibagi atas dua golongan menurut dasar
masyarakat yang tidak mempunyai tradisi atau susunannya, yaitu berdasarkan pertalian suatu
kebudayaan. Sebaliknya, tidak ada kebudayaan keturunan (genealogi) dan yang berdasarkan
tanpa masyarakat yang sekaligus berfungsi lingkungan daerah (territorial).
sebagai wadah pendukung utamanya. Masyarakat hukum adat memeiliki
E. Masyarakat Hukum Adat fungsi seperti yang dinyatakan oleh Van
Masyarakat merupakan suatu bentuk Vollenhoven (Dominikus Rato 2011 : 86) adalah
kehidupan bersama, yang warga-warganya “Sebagai bingkai, dan di dalam bingkai inilah
hidup bersama untuk jangka waktu yang lama, terdapat corak hukum adat”. Berdasarkan
sehingga menghasilkan kebudayaan. Masyarakat bingkai itulah corak hukum adat pada
merupakan sistem sosial, yang menjadi wadah masyarakat yang satu berbeda dengan coorak
dari pola-pola interaksi sosial atau hubungan hukum adat pada masyarakat hukum adat
interpersonal maupun hubungan nantar lainnya.
kelompok. F. Arti Magis dan Animisme Upacara Adat
Masyarakat hukum adat menurut Ter Adat Rambu Solo’
Haar (Ter Haar 1937 : 87) adalah “Di seluruh Di Indonesia, faktor magis dan animism
kepulauan Indonesia pada tingkatan rakyat memiliki pengaruh yang sangat besar, sehingga
jelata, terdapat pergaulan hidup di dalam tidak dapat atau belum dapat hilang didesak oleh
golongan-golongan yang bertingkah laku Agama, yang kemudian datang. Hal ini terlihat
sebagai kesatuan terhadap dunia luar, lahir batin. dalam wujud pelaksanaan-pelaksanaan upacara
Golongan-golongan / kelompok itu mempunyai adat yang bersumber pada kepercayaan kepada
tata susunan yang tetap dan kekal dan orang- kekuasaan-kekuasaan serta kekuatan-kekuatan
orang segolongan itu masing-masing mengalami gaib, yang dapat dimohon bantuannya.
kehidupan dalam golongan sebagai hal yang Animisme (Zakiah Drajat, 1996 : 24)
sewajarnya, dalam hal menurut kodrat alam. berasal dari kata anima, dari bahasa
Tidak ada seorang pun dari mereka yang latin animus dan bahasa yunani anepos, dalam
233
Phinisi Integration Review. Vol 2(2) Agustus 2019

bahasa sansekerta disebut prana, dalam bahas perkembangan kehidupan keluarga dalam
ibrani ruah. Arti semua itu adalah napas atau masyarakat, sebagai suatu sistem sosial yang
jiwa. Animisme adalah ajaran/doktrin tentang menyeluruh. Sistem kekerabatan (Ch. Winick
realitas jiwa. 1975 : 302) merupakan terjemahan dari istilah
Dalam kamus bahasa Toraja (Bert T. kinship-systems (Bahasa Inggris) yaitu “The
Lembang, 2012 : 99) Aluk adalah hal berbakti social recognition and expression of
kepada Allah dan Dewa; upacara adat atau genealogical relationship, both consanguineal
agama, adat istiadat; perilaku atu tingkah laku. and affinal” yang diartikan sebagai suatu
Aluk Todolo (Bert T. Lembang, 2012 : 100) pengakuan dan ekspresi sosial dari hubungan
merupakan Agama/kepercayaan leluhur orang genealogis, baik secara kekerabatan maupun
Toraja). Alukta = aluk nenek moyang todolota = afinitas.
aluk kepunyaan kita. Aluk diciptakan oleh Murdock (G.P Murdock 1965 : 92)
Puang Matua di atas langit, diturunkan melalui berpendapat bahwa “sistem kekerabatan berbeda
nene’ manurun di Langi’pendahulu manusia dengan organisasi sosial lainnya di dalam
Toraja, dipelihara dan diwariskan turun-temurun masyarakat. Suatu sistem kekerabatan bukanlah
kepada anak-cucu. suatu kelompok sosial, serta tidak dikaitkan
Menurut Aluk Todolo, Upacara Rambu dengan suatu kumpulan individu-individu yang
Solo atau upacara kematian yang dilaksanakan terorganisasikan.”
dengan keyakinan dan kepercayaan terhadap Ikatan-ikatan kekerabatan berfungsi
Todolo bahwa sesorang yang baru meninggal sebagai sarana untuk mengikat individu-individu
dunia rohnya masih menggembara disekitar tertentu, ke dalam kelompok-kelopok sosial,
rumah dan kampung tempat ia meninggal seperti keluarga dan keluarga besar.
bahkan yang belum diupacarakan
penguburannya masih diberi makanan dan
disebut orang sakit yang pada prinsipnya bahwa METODE PENELITIAN
sesudah orang meninggal dunia akan menjadi Jenis penelitian ini adalah kualitatif
dewa (membali puang) dimana suatu proses yang menggambarkan dan mendeskripsikan
kehidupan dalam roh manusia di alam nyata fenomena-fenomena yang realistis yang terjadi
akan tetap sama di alam gaib, hanya saja tidak pada “Masyarakat Toraja Pada Upacara Adat
dapat dilihat atau diraba. Rambu Solo’ Dan Implikasinya Terhadap
Upacara Rambu Solo’ atau upacara adat Kekerabatan Masyarakat”, khususnya bagi
kematian di Tana Toraja (Ibrahim Abbas, masyarakat di Kecamatan Makale Kabupaten
1990:54-55) termasuk objek dinamis karena Tana Toraja secara mendalam, guna
merupakan hasil budaya yang bergerak dan terus menghasilkan data deskriptif bersifat uraian
berjalan. Upacara yang merupakan pesta rakyat kata-kata -+atau makna-makna tertulis dari
yang menarik bahkan mengesankan karena orang-orang atau responden yang diteliti dan
mempunyai nilai yang tinggi di dalam tatanan dapat dipercaya serta memilih informan dari
kehidupan orang Toraja baik sebagai anggota kepolisian yang memiliki pengetahuan lebih
masyarakat maupun sebagai orang yang terhadap lalu lintas jalan.
menganut berbagai kepercayaan. Pesta ini tetap Lokasi penelitian ini dilakukan di
dilakukan sebagai lambang kekayaan dan Kecamatan Makale Kabupaten Tana Toraja dan
indentitas orang Toraja. yang menjadi yang menjadi fokus dalam
Bagi masyarakat Tana Toraja, Rambu penelitian adalah sistem kekerabatan yang tetap
Solo’ dianggap sebagai sebuah “kewajiban” terjalin pada mayarakat toraja yang bertempat
yang mau tidak mau harus dilaksanakan sebagai tinggal di wilayah kecamatan makale kabupaten
bentuk penghormatan dan pengabdian kepada Tana Toraja pada saat melaksanakan upacara
manusia yang telah meninggal dunia. adat Rambu Solo’.
G. Sistem Kekerabatan di Indonesia Dalam penelitian ini pemilihan lokasi
Sistem kekerabatan terbentuk oleh dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu
karena manusia ingin mengetahui sejarah ditetapkan secara sengaja oleh peneliti
234
Rima. Persepsi masyarakat toraja

berdasarkan atas kriteria atau pertimbangan menjalankan fungsinya. To Parenge’ merupakan


tertentu dalam penelitian ini dengan maksud Jabatan yang diwariskan secara turun-temurun
agar dapat mendeskripsikan dan dari ahli waris sebelumnya dalam rumpun
menginterpretasikan data dalam keadaan atau keluarga Tongkonan, yang berfungsi untuk
peristiwa sebagaimana adanya, sehingga bersifat mengurus dan menjaga harta pusaka seperti
mengungkap fakta. Rumah Tongkonan dan harta pusaka lainnya
Untuk mengumpulkan data, maka agartetap utuh dan terpelihara sehingga dapat
penulis menggunakan beberapa teknik sebagai terus menyatukan seluruh rumpun keluarga
berikut : sedangkan hakim adat diatur oleh Badan
1. Observasi Pemberdayaan Msyarakat dan Pemerintah
Observasi digunakan untuk memperoleh Lembang atas rekomendasi dari Bupati
data tentang tata cara pelaksanaan upacara adat Kabupaten Tana Toraja.
Rambu Solo’ dan persepsi masyarakat Toraja Berdasarkan data hasil wawancara
pada upacara adat Rambu Solo’ guna menjawab dengan berbagai informan mengenai Struktur
rumusan masalah satu dan dua kelembagaan masyarakat adat Tana Toraja ,
2. Interview (Wawancara) maka dapat dipetakan atas;
Interview (Wawancara) digunakan 1) Makna masyarakat adat Tana Toraja adalah
untuk memperkuat atau melengkapi data tentang sekumpulan masyarakat yang hidup
tata cara pelaksanaan upacara adat Rambu Solo’ bersama secara turun temurun di atas suatu
dan persepsi masyarakat Toraja pada upacara wilayah adat. Dilihat dari prosesnya, dalam
adat Rambu Solo’ untuk menjawab rumusan masyarakat adat lahir nilai-nilai luhur dan
masalah dua dan tiga untuk mendapatkan data tradisi yang diakui dan dijaga
tentang implikasi pelaksanaan upacara adat keberadaannya sebagai pedoman untuk
Rambu Solo’ terhadap keutuhan kekerabatan mengatur tatanan hidup masyarakat.
masyarakat di kecamatan makale kabupaten 2) Struktur kelembagaan masyarakat adat
Tana Toraja untuk menjawab rumusan masalah Tana Toraja terbentuk karena adanya
ke dua. keinginan untuk mengatur kehidupan
3. Dokumentasi bermasyarakat dengan cara diadakannya
Dokumentasi digunakan untuk rapat besar yang dibentuk oleh para
memperoleh data dalam memperkuat hasil Pemangku Adat dari masing-masing
observasi dan wawancara guna menjawab wilayah adat. Hal ini yang bertujuan untuk
rumusan masalah penelitian. merapatkan mengenai tradisi dan kebiasaan
masyarakat yang akan dijadikan sebagai
HASIL DAN PEMBAHASAN acuan atau pandangan hidup masyarakat
adat.
1. Struktur Kelembagaan Masyarakat Adat 3) Struktur kelembagaan masyarakat adat
Tana Toraja Tana Toraja berpusat pada Tongkonan yang
Berdasarkan hasil wawancara yang merupakan pusat kekuasaan dan
dilakukan peneliti kepada lembaga pemerintahan adat yang memiliki fungsi
pemerintahan dan masyarakatan ditemukan dan peranan yang sangat penting dalam
bahwa masyarakat adat Tana Toraja adalah keberlangsungan kehidupan masyarakat
masyarakat yang terbentuk karena adanya seperti meningkatkan rasa kekeluargaan
kesatuan geografis dan sosial beberapa wilayah dan kegotong-royongan.
adat yang disebut dengan Bua’. Bua’ merupakan 2. Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
kesatuan wilayah-wilayah adat terkecil yang Kepatuhan Hukum Berlalu Lintas Peserta
dipimpin oleh To Parenge’ yang menjalankan Didik di Kota Makassar
sistem pemerintahan secara adat. Dari hasil penelitian yang dilakukan
Lembaga adat terdiri dari pemangku melalui wawancara kepada masyarakat, tokoh
adat (To Parenge’), hakim adat dan tokoh-tokoh adat, tokoh agama dan pemerintah setempat di
masyarakat yang saling bekerjasama dalam temukan bahwa Rambu Solo’ merupakan
235
Phinisi Integration Review. Vol 2(2) Agustus 2019

upacara adat khusus kedukaan/kematian dimana ini, lama-kelamaan akhirnya menjelma menjadi
jiwa dan roh manusia yang telah meninggal tradisi dalam tata pergaulan masyarakat adat
kembali ke tempat semula. Upacara adat yang Toraja. Hal ini merupakan salah satu faktor
dilakukan masyarakat dilandasi oleh penyebab upacara adat Rambu Solo’ tetap
kepercayaan atau keyakinan leluhur yang bertahan di tengah zaman yang berubah.
disebut Aluk Todolo. Dalam pelaksanaan upacara adat Rambu
Pada awalnya ketika masyarakat Tana Solo’ mengandung nilai-nilai yang mempererat
Toraja hidup di dalam kasta-kasta, tidak semua tali persaudaraan antar keluarga dan memiliki
orang bisa melasanakan upacara adat Rambu pengaruh yang sangat besar terhadap sistem
Solo. Upacara ini hanya bisa dilaksanakan oleh kekerabatan antara keluarga dengan keluarga,
kaum bangsawan (puang) dan kaum golongan keluarga dengan masyarakat dan masyarakat
atas (to sugi’), akan tetapi seiring dengan dengan masyarakat lainnya.
perkembangan zaman pandangan itu mulai - Sebagai wadah pemersatu keluarga
bergeser sehingga upacara adat Rambu Solo’ ini - Sebagai tempat membagi warisan
pun juga bisa dilakukan oleh para kaum - Sebagai tempat bergotong royong
golongan bawah (kaunan).
Banyak dari kalangan tokoh adat, SIMPULAN DAN SARAN
pemerintah setempat dan bahkan dari Dari uraian hasil penelitian maka ditarik
masyarakat sendiri menilai bahwa saat ini kesimpulan sebagai berikut: (1) Pusat
upacara adat Rambu Solo’ sudah mengalami kelembagaan Masyarakat Adat Tana Toraja
pergeseran. Ditemukan kesan ingin menonjolkan adalah Tongkonan. Lembaga adat terdiri dari
diri atau adu gengsi antar saudara dengan pemangku adat (To Parenge’), hakim adat dan
saudara, saudara dengan keluarga dan dengan tokoh-tokoh masyarakat yang saling
masyarakat sekitar. di sisi lain pelaksanaan bekerjasama dalam menjalankan fungsinya
Rambu Solo’ juga berdampak baik bagi seperti membantu menyelesaikan konflik dan
kelangsungan hidup masyarakat seperti sengketa yang terjadi dalam masyarakat,
membuat masyarakat lebih bekerja keras, melestarikan nilai-nilai adat istiadat serta
menguatkan nilai kekeluargaan, kerja sama dan meningkatkan rasa kekeluargaan dan kegotong-
kegotong-royongan antar keluarga dengan royongan, (2) Masyarakat Tana Toraja dalam
masyarakat sekitar, menumbuhkan sikap menanggapi upacara adat Rambu Solo’
toleransi antar keluarga dan masyarakat yang beranggapan bahwa Rambu Solo’ merupakan
berbeda keyakinan dan mempertinggi rasa upacara adat khusus kedukaan/kematian dimana
solidaritas dan kesetiakawanan antar keluarga jiwa dan roh manusia yang telah meninggal
dan masyarakat. kembali ke tempat semula. Upacara adat yang
3. Implikasi Pelaksanaan Rambu Solo’ dilakukan masyarakat dilandasi oleh
terhadap Keutuhan Kekerabatan kepercayaan atau keyakinan leluhur yang
Masyarakat di Kecamatan Makale disebut Aluk Todolo. Pada awalnya ketika
Kabupaten Tana Toraja masyarakat Tana Toraja hidup di dalam kasta-
Sebagaimana hasil penelitian melalui kasta, tidak semua orang bisa melasanakan
wawancara terhadap masyarakat, tokoh adat, upacara adat Rambu Solo. Upacara ini hanya
tokoh agama dan pemerintah setempat bahwa bisa dilaksanakan oleh kaum bangsawan (puang)
dalam pelaksanaan Rambu Solo’ mengandung dan kaum golongan atas (to sugi’), akan tetapi
nilai-nilai yang mempererat tali persaudaraan seiring dengan perkembangan zaman pandangan
antar keluarga dan memiliki pengaruh yang itu mulai bergeser sehingga upacara adat Rambu
sangat besar terhadap sistem kekerabatan antara Solo’ ini pun juga bisa dilakukan oleh para
keluarga dengan keluarga, keluarga dengan kaum golongan bawah (kaunan), (3) Terdapat
masyarakat dan masyarakat dengan masyarakat dua implikasi dari pelaksanaan Rambu Solo’
lainnya. terhadap keutuhan kekerabatan Masyarakat Di
Nilai-nilai sosial yang terbentuk Kecaatan Makale Kabupaten Tana Toraja yaitu
dalam pelaksanaan upacara adat Rambu Solo’ a) Membentuk nilai-nilai yang mempererat tali
236
Rima. Persepsi masyarakat toraja

persaudaraan antar keluarga dan memiliki Rato, Dominikus. 2011. Hukum Adat (Suatu
pengaruh yang sangat besar terhadap sistem Pengantar Singkat Memahami Hukum
kekerabatan antara keluarga dengan keluarga, Adat di Indonesia). Yogyakarta:
keluarga dengan masyarakat dan masyarakat LaksBang PRESSindo.
dengan masyarakat lainnya. b) Memunculkan
pertentangan-pertentangan seperti Samosir, Djamanat. 2013. Hukum Adat
ketidaksepahaman prinsip, kecemburuan dan Indonesia: Eksistensi Dalam Dinamika
rasa rendah diri bahkan rasa kesombongan yang Perkembangan Hukum di Indonesia.
berdampak pada perpecahan dan ketidakutuhan Bandung : Nuansa Alia
antar saudara dengan saudara dan keluarga
dengan keluarga lainnya Soekanto. 1955. Meninjau Hukum Adat
Dari kesimpulan penelitian, maka Indonesia. Cetakan ke-3. Jakarta :
diajukan saran sebagai berikut: (1) Dengan Rajawali
berbagai macam keunikan proses pelaksanaan
upacara adat Rambu Solo’, diharapkan bagi Sugiono. 2010. Statistika Untuk Penelitian,
masyarakat agar bisa mengubah cara pandang cetakan keempat belas. Bandung : CV.
mereka untuk melangsungkan upacara adat Alfa Beta
Rambu Solo’ sesuai dengan keadaan dan
ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya, (2) Tallulembang, Bert. 2012. Reinterpretasi dan
Hendaknya dalam proses pelaksanaan Rambu Reaktualisasi Budaya Toraja.
Solo’ mulai dari rapat sebelum pelaksanaan Yogyakarta : Gunung Sopai Yogyakarta.
sampai pada tahap terahir yaitu penguburan,
keluarga dan masyarakat dapat menyatukan hati Ter Haar Bzn, B. 1937. Hukum Adat Hindia
dan pikiran sehingga tidak terjadi konflik dan Belanda di dalam ilmu dan praktik dan
pertentangan yang mengakibatkan pertentangan pengajaran.
antar saudara dan keluarga.
Tulak, Daniel. 2008. Kada Disedan Sarong
DAFTAR RUJUKAN Bisara Ditoke’ Tambane Baka. Tana
Toraja : Dinas Pariwisata Seni dan
Bushar Muhammad. 1997. Azas-azas Hukum Budaya Kabupaten Tana Toraja.
Adat, Suatu Pengantar. Jakarta: Pradnya
Paramita Van VollenHoven, Cornelis. 1933. Het
Adatrecht van Nederlandsch Indie, deel
Koentjaraningrat. 1967. Beberapa Pokok III. Leiden: E.J. Brill
Antropologi Sosial. Jakarta: Penerbit
Dian Rakyat. Wignjodipuro, Surojo. 1973. Pengantar dan
Azaz-azas Hukum Adat. Bandung :
Mar’at. 1981. Sikap Manusia, Perubahan dan Alumni
Pengukurannya. Jakarta: Ghalia
Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945
Nort, D.C. 1993. Institution: Institution and
Credibility Commitment. Journal of Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Institutional and Theoretical Economics. Kekuasaan Kehakiman

Paranoan, M. 1995. Nilai-nilai Budaya Toraja,


Dalam Laporan Forum Raya
Konsolidasi Pariwisata Toraja.

237

Anda mungkin juga menyukai