Anda di halaman 1dari 7

Nama : Elsa Isabel

NIM : 1907531173

PERBEDAAN BUDAYA KERJA INDONESIA DENGAN JEPANG

Perbedaan letak georgrafis, dan historis merupakan aspek yang sangat berpengaruh atas
terbentuknya budaya masyarakat di dalam suatu negara atau wilayah. Seseorang yang dari kecil
sudah dibiasakan untuk membantu ibu di dapur, besar kemungkinan kebiasaan itu akan terbawa
hingga sang anak tumbuh dewasa. Pasti akan berbeda jika sang anak dibiasakan hidup dengan
manja sejak kecil, besar kemungkinan sifat sang anak akan terbawa hingga tumbuh dewasa.

Peningkatan etos kerja sumber daya manusia di jepang tidak lepas dar peristiwa
pengeboman dua kota penting yang ada di jepang, yaitu hota hirosima dan nagasaki. Hanya
berkisar 40 tahun sejak Hiroshima dan Nagasaki diluluhlantakan hancur berkeping-keping oleh
Nato, sekarang Jepang berubah 180 derajat menjadi negara adidaya dikawasan Asia bahkan
dunia, para pemimpin Jepang waktu itu telah berhasil melakukan perubahan hebat terutama
dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) nya. Mereka menyadari betul bahwa dengan
peningkatan kualitas SDM maka dapat segera melakukan restorasi dan percepatan pembangunan,
apalagi bangsa Jepang memaklumi kondisi negaranya yang kurang dalam kekayaan sumber daya
alamnya.

Jepang sekarang kita kenal sebagai salah satu negara di dunia yang memiliki etos kerja
yang hebat. Etos kerja yang baik ini menimbulkan suatu dampak kemajuan teknologi dan
penguasaan teknologi, serta mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara Jepang itu sendiri.
Semangat dan pantang menyerah merupakan ciri khas orang Jepang, hal ini disimbolkan dengan
berbagai semboyan semacam “samurai” yang menyatakan “Lebih baik mati dari pada berkalang
malu”, ada juga istilah MAKOTO yang artinya “bekerja dengan giat,semangat, jujur serta
ketulusan“. Belum lagi semangat dan semboyan serta falsafah yang lain yang dapat memacu
kerja dan membentuk etos kerja para pekerja di luar negara Jepang. Sedangkan bila dilihat dari
segi kebudayaannya, kepemimpinan Jepang dikenal memiliki etos kerja yang sangat baik dalam
memajukan negara atau organisasi yang berada di dalamnya. Diambil dari sumber yang ditulis
oleh Ahmad Kurnia dari buku karya ANN WAN SENG, “RAHASIA BISNIS ORANG JEPANG
(Langkah Raksasa Sang Nippon Menguasai Dunia)”, diceritakan setelah bom atom Amerika
menghunjam Hiroshima dan Nagasaki yang merupakan jantung kota Jepang tahun 1945, semua
pakar ekonomi saat itu memastikan Jepang akan segera mengalami kebangkrutan. Namun, dalam
kurun waktu kurang dari 20 tahun, Jepang ternyata mampu bangkit dan bahkan menyaingi
perekonomian negara yang menyerangnya. Terbukti, pendapatan tahunan negara Jepang bersaing
ketat di belakang Amerika Serikat. Apalagi di bidang perteknologian, Jepang menjelma menjadi
negara raksasa di atas negara-negara besar dan berkuasa lainnya. Dengan segala bentuk
kekurangan secara fisik, tidak fasih berbahasa Inggris, kekurangan sumber tenaga kerja, dan
selalu terancam bencana alam rupanya tidak menghalangi mereka menjadi bangsa yang
dihormati dunia.

Orang Jepang sanggup berkorban dengan bekerja lembur tanpa mengharap bayaran atau
imbalan. Mereka merasa lebih dihargai jika diberikan tugas pekerjaan yang berat dan menantang.
Bagi mereka, jika hasil produksi meningkat dan perusahaan mendapat keuntungan besar, secara
otomatis mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal. Dalam pikiran dan jiwa mereka,
hanya ada keinginan untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin dan mencurahkan seluruh
komitmen pada pekerjaan. Pada tahun 1960, rata-rata jam kerja pekerja di Jepang adalah 2.450
jam/tahun. Pada tahun 1992 jumlah itu menurun menjadi 2.017 jam/tahun. Namun, jam kerja itu
masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata jam kerja di negara lain, misalnya Amerika
(1.957 jam/tahun), Inggris (1.911 jam/tahun), Jerman (1.870 jam/tahun), dan Prancis (1.680
jam/tahun).

Ukuran nilai dan status orang Jepangn didasarkan pada disiplin kerja dan jumlah waktu
yang dihabiskannya di tempat kerja. Keadaan ini tentu sangat berbeda dengan budaya kerja
orang atau bangsa Indonesia yang biasanya selalu ingin pulang lebih cepat. Di Jepang, orang
yang pulang kerja lebih cepat selalu diberi berbagai stigma negatif, dianggap sebagai pekerja
yang tidak penting, malas dan tidak produktif.

Etos kerja dan budaya kerja orang Jepang.

1. Meishi Kokan
Dalam bekerja, orang Jepang kerap kali melakukan suatu ritual berupa tukar kartu
nama yang bertujuan untuk menjaga hubungan profesional. Meski terdengan sederhana,
meishi kokan ini tidak boleh dilakukan secara sembarangan agar tetap memiliki kesan
menghargai antar sesama rekan kerja.
Cara melakukan meishi kokan adalah ketika akan menerima sebuah kartu nama
yang diberikan oleh relasi harus menggunakan kedua tangan. Kemudian, kartu nama
tersebut harus dibaca dengan seksama guna mengonfirmasi data yang tertetera kepada
pemberi kartu nama tersebut. Terakhir, kartu nama disimpan di dalam dompet atau
diletakkan di atas meja. Hindari menaruh kartu nama ke dalam saku pakaian karena
tindakan tersebut dinilai tidak sopan.
2. Ganbatte
Kata ini biasa digunakan untuk memberikan semangat kepada seseorang. Bukan
hanya tentang “semangat”, kata ganbatte ternyata memiliki makna filosofis yang
mendalam. Prinsip ganbatte mengajarkan masyarakat Jepang untuk tidak menyerah
dalam menyelesaikan sesuatu hingga mencapa titik akhirnya.
Masyarakat Jepang ssedari kecil diajarkan untuk selalu semangat dalam menjalani
hidup. Berbagai beban pekerjaan atau tugas sekolah harus diselesaikan secara tepat waktu
dan dikerjakan dengan sebaik-baiknya. Hal itulah yang membuat orang Jepang memiliki
etos kerja yang baik dan tidak pernah menyerah dalam melakukan pekerjaan apapun.
3. Kaizen
Kaizen memiliki makna “perbaikan berkesinambungan”. Istilah ini merujuk pada
hidup kita hendaknya harus fokus pada upaya perbaikan terus-menerus. Kaizen biasanya
identik dengan konteks bisnis, di mana sebuah bisnis atau perusahaan hendaknya harus
terus melakukan pengembangan serta evaluasi secara berkelanjutan. Akan tetapi, prinsip
kaizen juga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari juga. Kaizen mengajarkan kita
untuk harus terus menerus melakukan pengembangan pada kemampuan diri dan
melakukan perbaikan dalam segala hal yang dirasa masih kurang.
4. Bushido
Prinsip ini adalah prinsip hidup ala Kstaria Jepang. Singkatnya, bushido
merupakan tata cara untuk menjadi seorang kstaria di Jepang pada masa samurai dulu.
Ada 7 nilai penting yang terkandung dalam bushido. Nilai tersebut adalah kenning
(ketekunan dan kegigihan), shinnen (keyakinan pada kemampuan diri), shinco
(kebijaksanaan atau kepedulian), seigi (kebenaran dan keadilan), sessei (kesederhanaan
dan seimbang), jizen (perbuatan baik serta amal), dan yang terakhir adalah kibo (harapan
dan sikap optimis).
Dalam penerapannya sehari-hari, prinsip bushido ini tercermin pada menghargai
orang di sekitar kita ataupun menyelesaikan tugas secara tepat waktu. Tindakan disiplin
dalam mengeluarkan uang untuk hal-hal yang dirasa penting saja juga termasuk ke dalam
prinsip ini. Jika seseorang menerapkan prinsip ini, maka orang tersebut akan tumbuh
menjadi orang dengan pribadi yang optimis.
5. Keishan
Keishan mengajarkan kita untuk terus meningkatkan kemampuan yang dimiliki.
Berbeda dengan kaizen, prinsip ini lebih menekankan pada peningkatan kreativitas,
produktivitas, dan kemampuan untuk berinovasi. Kita tidak dapat mengelak bahwa
kemampuan untuk dapat menciptakan ide dan inovasi yang kreatif saat ini telah menjadi
aset yang sangat berharga. Oleh sebab itu, keishan sangat penting diterapkan dalam
kehidupan bermasyarakat.

Budaya kerja produktif di Indonesia, belum merata. Bekerja masih dianggap sebagai
sesuatu yang rutin. Bahkan di sebagian karyawan, bisa jadi bekerja dianggap sebagai beban dan
paksaan terutama bagi orang yang malas. Pemahaman karyawan tentang budaya kerja positif
masih lemah. Budaya organisasi atau budaya perusahaan masih belum banyak dijumpai. Hal ini
jugalah yang agaknya kurang mendukung terciptanya budaya produktivitas kerja.

Etos kerja dan budaya kerja orang Indonesia.

1. Hierarki Sosial
Mirip dengan banyak budaya Asia, hierarki sangat penting, khususnya, hierarki di
tempat kerja. Di Indonesia, sebagian besar kontak sosial terjadi dengan pertimbangan
hierarki sosial persaudaraan. Beberapa konteks sosial yang penting berasal dari cara
menyapa rekan kerja. Cara berpakaian tergantung pada tingkat senioritas dan usia
mereka. Perlu diingat bahwa tidak semua orang masih mempertahankan hal tersebut,
tetapi akan sangat membantu saat dalam konteks interaksi formal atau pertama. Beberapa
orang mungkin memilih untuk tidak menggunakan isyarat sosial. Beberapa kehormatan
itu adalah:
 Laki-laki yang lebih tua atau lebih tua: Bapak / Pak + (Nama)
 Perempuan yang lebih tua atau lebih tua: Ibu / Bu + (Nama)
 Laki-laki sederajat: Mas + (Nama), Perempuan sederajat: Mbak + (Nama)
 Seseorang yang sebaya, terlepas dari jenis kelamin: Kak + (Nama)
2. Reputasi itu penting
Sekarang, adalah hal yang wajar bagi siapapun untuk menerima keluhan atau
masukan atau kritik di kantor. Ini juga benar di Indonesia, tapi cara melakukannya
berbeda. Berusahalah sebisa mungkin untuk tidak bersikap menghina atau bersikap tidak
hormat terhadap orang yang kita coba beri masukan. Ini untuk memastikan bahwa ada
bentuk penyelamatan muka yang umum di tatanan sosial Indonesia. Jadi, berhati-hatilah,
orang Indonesia sangat menghargai orang-orang yang bisa memiliki kejujuran tetapi juga
kesopanan. Ini terutama berlaku dengan tempat kerja dan pengaturan formal lainnya.
Ini mungkin cukup membuat frustasi dengan orang asing yang terbiasa blak-
blakan, secara relatif berbicara. Namun, seiring berjalannya waktu, orang Indonesia justru
bisa terbiasa dengan tingkat kejujuran kamu yang brutal.
3. Menghindari Konflik
Meskipun menyampaikan kritik atau keluhan lebih umum, konflik antara rekan
kerja masih sering terjadi. Namun, jika kamu tidak terbiasa dengan budaya yang
cenderung menghindari konflik, kemungkinan besar kamu harus menyesuaikan diri.
Inilah salah satu ciri khas orang Indonesia, yang secara umum tidak suka konfrontasi
langsung. Karena sekali lagi, orang Indonesia sangat menghargai reputasi. Dengan
demikian, konfrontasi langsung dihindari karena dapat mengubah secara dramatis.
Jadi jika ada ketidaksepakatan yang meningkat, kemungkinan besar hal itu akan
ditangani dengan cara yang terpisah. Oleh karena itu, kamu mungkin dari waktu ke waktu
mengetahui bahwa ada masalah yang telah diselesaikan tanpa kamu sadari. Kemungkinan
besar kamu mendengar konflik hanya dalam gosip coffee break atau rumor saat makan
siang.
4. Jaringan Sosial
Di Indonesia, terkadang jika bukan sebagian besar waktu, relasi lebih penting
daripada keahlian, pengalaman, atau pengetahuan kamu. Jadi, kamu mungkin
menemukan bahwa terkadang mengenal seseorang lebih penting daripada mengetahui
sesuatu. Jadi membina hubungan membentuk jejaring sosial adalah unsur penting dalam
karier yang sukses. Artinya, kamu tidak hanya harus pandai dalam aspek praktis atau
teknis dari pekerjaan itu, penguasaan permainan sosial juga kuncinya.
Untuk menjaga jejaring sosial yang baik, sangat disarankan untuk menjaga
kesopanan, tetap berhubungan, dan menjaga hubungan positif dengan atasan.
Mempertahankan jejaring sosial yang baik tidak diragukan lagi akan memberimu banyak
keuntungan bisnis. Ini dapat berkisar dari promosi yang lebih mudah dari atasan, bentuk
balas dendam di masa depan, dan bahkan urusan bisnis yang menguntungkan. Jadi,
pastikan keterampilan sosial kamu cukup siap untuk bisnis ketika kamu bekerja di
Indonesia, itu membuat sebuah perbedaan.
5. Produktivitas
Apa yang terkait dengan produktivitas dan suasana hati secara keseluruhan saat
bekerja, biasanya bervariasi dari lingkungan kerja dan jenis kantor. Kamu akan
menemukan sikap berbeda yang berasal dari perusahaan swasta, startup, dan kantor
pemerintah. Meskipun tidak selalu demikian, umumnya perusahaan swasta memiliki
pendekatan kerja yang lebih antusias daripada kantor pemerintah. Bisa dibilang, tingkat
daya saing lebih banyak dijumpai di perusahaan swasta, terlebih lagi di startup.
Memang, sebagian orang mungkin mengaitkan hal ini dengan mentalitas orang
yang bekerja di kantor pemerintahan yang merasa minim persaingan. Jadi, pastikan
bahwa selama pekerjaan selesai, tidak peduli seberapa buruk atau lambatnya, kamu baik-
baik saja. Inilah mengapa tidak jarang ditemukan orang-orang yang terbiasa dengan
lingkungan kerja yang kompetitif dan antusias serta tidak senang ketika berhadapan
dengan birokrasi.
6. Keseimbangan Kehidupan Kerja
Orang Indonesia, dengan segala keterbatasannya, seringkali adalah orang yang
ramah dan berinvestasi secara sosial. Jadi bergaul dengan rekan kerja setelah jam kerja
bukanlah sesuatu yang dibuat-buat. Bahkan sebagian besar waktu, mereka akan dengan
senang hati mengajak kamu berkeliling kota. Jadi, kamu tidak perlu terlalu malu untuk
bertanya tentang pengenalan lingkungan.
Tentu saja, sisi negatifnya adalah bagi orang-orang yang cenderung ingin
memisahkan kehidupan pribadi dan pekerjaan. Beberapa orang Indonesia mungkin
menemukan orang yang tidak sosial dengan pandangan negatif. Tapi, sebagian besar
orang Indonesia akan mengerti jika kamu memilih untuk tidak keluar, terutama untuk
rekan kerja non-Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai