Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
ALDI FAHROZA
11950314484
SISTEM INFORMASI
TAHUN 2020/2021
TUGAS
SOAL :
1. Kitab Jami’
2. Kitab Shahih
3. Kitab Sunan
4. Kitab Al-Mushanaf
5. Kitab Musnad
6. Kitab Mustadrak
7. Kitab Mustakhraj
Jawaban:
1. Kitab jami’
Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam At-Tirmidzi yang terbesar dan menjadi
salah satu rujukan utama. Kitab ini terkenal dengan nama Jami' At-Tirmidzi yang dinisbatkan
kepada penulisnya yang juga terkenal dengan nama Sunan Tirmizi. Namun, kitab ini lebih
dikenal dengan nama pertama.
Setelah selesai menyusun kitab ini, at-Tirmidzi memperlihatkan kitabnya kepada para
ulama dan mereka senang serta menerimanya dengan baik. Ia menerangkan, ''Setelah selesai
menyusun kitab ini, aku perlihatkan kitab tersebut kepada ulama-ulama Hijaz, Irak, dan
Khurasan. Mereka semuanya meridhainya, seolah-olah di rumah tersebut ada nabi yang selalu
berbicara.''
Imam At-Tirmidzi dalam kitab Al-Jami' tidak hanya meriwayatkan hadis sahih semata,
tetapi juga meriwayatkan hadis-hadis hasan, dhaif, garib, dan muallal dengan menerangkan
kelemahannya.
Dalam kitabnya itu, ia tidak meriwayatkan, kecuali hadis-hadis yang diamalkan atau
dijadikan pegangan oleh para ahli fikih. Metode demikian ini merupakan cara atau syarat yang
longgar. Oleh karena itu, ia meriwayatkan semua hadis yang memiliki nilai demikian, baik jalan
periwayatannya itu sahih maupun tidak sahih. Namun, ia selalu memberikan penjelasan yang
sesuai dengan keadaan setiap hadis.
Diriwayatkan, ia pernah berkata, ''Semua hadis yang terdapat dalam kitab ini dapat
diamalkan.'' Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu hadis menggunakannya sebagai pegangan,
kecuali dua buah hadis. Hadis pertama, ''Sesungguhnya, Rasulullah SAW menjamak shalat
Zuhur dengan Ashar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab takut dan dalam perjalanan.”
Hadis kedua, ''Jika ia peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah
dia.''
Menurut ijmak (kesepakatan) ulama, kedua hadis tersebut adalah mansukh (ditiadakan).
Sedangkan, mengenai shalat jamak dalam hadis di atas, para ulama berbeda pendapat atau tidak
sepakat untuk meninggalkannya. Sebagian besar ulama berpendapat boleh (jawaz) hukumnya
melakukan shalat jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah
pendapat Ibnu Sirin dan Asyab serta sebagian besar ahli fikih dan ahli hadis juga Ibnu Munzir.
Hadis-hadis dhaif dan mungkar yang terdapat dalam kitab ini pada umumnya hanya
menyangkut fadla`il al-a'mal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan). Hal itu dapat
dimengerti karena persyaratan-persyaratan bagi (meriwayatkan dan mengamalkan) hadis
semacam ini lebih longgar dibandingkan persyaratan bagi hadis-hadis tentang halal dan haram.
Koleksi hadis ini di kalangan muslim Sunni adalah koleksi terbaik kedua setelah Shahih
Bukhari. Dari sekitar 300.000 hadis yang ia kumpulkan hanya sekitar 4000 yang telah diteliti
selama hidupnya dan dapat diterima keasliannya.
Shahih Muslim terbagi menjadi beberapa kitab di mana tiap kitab terdiri dari beberapa bab.
Judul bab tersebut menunjukkan fiqih Imam Muslim terhadap hadis-hadis yang termuat di
dalamnya. Shahih Bukhari bersama dengan kitab Shahih Muslim disebut sebagai ash-
Shahihain (Dua Kitab Shahih rujukan utama). Dalam menyusun kitab Shahihnya, Imam Muslim
tidak memberikan nomor. Di kemudian hari ditambahkan nomor pada Shahih Muslim untuk
memudahkan perujukan hadis, sebagaimana dikemukakan berikut:
Perujukan hadis pada penomoran al-Alamiyah berdasarkan sanad hadis. Setiap sanad
dihitung satu hadis.
Perujukan hadis berdasarkan penomoran yang diberikan oleh Abdul Baqi ketika
mentahqiq (memeriksa, mengoreksi, menyunting, menomori hadis) Shahih Muslim. Penomoran
dia berdasarkan hadis yang serupa. Ia menghitung setiap hadis yang serupa sebagai satu hadis.
Penomoran dia banyak digunakan dalam penulisan kitab, buku, dan artikel keislaman.
Penulisan: HR Muslim (nomor hadis), maksudnya adalah hadis riwayat Imam Muslim
dalam Shahihnya pada nomor yang disebutkan.
Perbedaan penomoran menjadikan perbedaan perhitungan jumlah hadis dalam Shahih Muslim.
Menurut penomoran al-Alamiyah, terdapat 5362 hadis dalam Shahih Muslim. Sedangkan
menurut Abdul Baqi, ada 3033 hadis. Perbedaan ini timbul karena penomoran al-Alamiyah
menghitung setiap sanad hadis sebagai satu hadis; sedangkan penomoran Abdul Baqi
menghitung setiap hadis yang serupa sebagai satu hadis, walaupun hadis tersebut mempunyai
beberapa sanad. Oleh sebab itu, jumlah hadis menurut penomoran al-Alamiyah menjadi lebih
banyak daripada menurut Abdul Baqi.
3. Kitab Sunan
Kata ’Sunan’ [arab: ]ال ُسنَن adalah bentuk jamak dari kata sunah [arab: ]ال ُسنّة, yang secara
bahasa berarti jalan dan kebiasaan. Sedangkan secara istilah, sunah menurut mayoritas ulama
adalah sinonim dari hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mencakup ucapan, perbuatan,
persetujuan, dan sifat-sifat beliau.
Dilihat dari sistematikan penulisan, ada beberapa macam kitab hadis yang ditulis para
ulama. Diantaranya,
1. Kitab al-Jami’ [arab: ]الجامع, yaitu kitab hadis yang disusun menurut bab tertentu dan
memuat berbagai macam, meliputi aqidah, ahkam, adab, tafsir, tarikh, siroh, manaqib
(Fadhilah orang soleh), Raqaiq (hadis yang melembutkan hati), dst. Diantara kitab
jami’ yang terkenal adalah Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Jami’ Abdurrazaq, dan
yang lainnya. (Ushul at-Takhrij, hlm. 110)
2. Kitab al-Musnad [arab: ندQQ]المس, yaitu kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan
huruf hijaiyah dengan mengacu kepada nama sahabat. Dimulai dari nama sahabat
yang diwali huruf [َ]أ hingga huruf []ي.
َ Misalnya, dimulai dari hadis dari sahabat Abu
Bakar. Maka dikumpulkan hadis-hadis dari Abu Bakar tanpa memandang pembahasan
dan tema hadis.
Kitab musnad yang terkenal adalah Musnad Imam Ahmad bin Hambal. Kitab ini memuat kurang
lebih 40.000 hadis. Jika dibuang pengulangan, sekitar 30.000 hadis. Kemudian kitab musnad
lainnya: Musnad at-Thayalisi, musnad al-Humaidi, dst. (Ushul at-Takhrij, hlm. 40)
3. Kitab sunan, adalah kiab hadis yang disusun berdasarkan bab fikih, mulai masalah
thaharah, shalat, zakat, dst. dan hanya berisi hadis marfu’ (sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam) dan hanya ada beberapa atsar sahabat.
4. Kitab Mushanaf, kitab hadis yang disusun berdasarkan bab fikih, mulai masalah
thaharah, shalat, zakat, dst. dan berisi hadis marfu’ (hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam), mauquf (keterangan sahabat), dan maqthu’ (keterangan tabi’in). Diantara
kitab mushannaf yang terkenal adalah Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, dan Mushannaf
Abdurrazaq. (Ushul at-Takhrij, hlm. 134).
Kitab Sunan
Dari definisi beberapa kitab hadis di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa satu kitab kumpulan
hadis tergolong kitab sunan, jika terpenuhi 3 syarat,
1. Hanya berisi hadis marfu’ (hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), dan sangat
sedikit selain sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Hadis-hadis tersebut terkait bab hukum fikih
3. Susunannya mengikuti sistematika buku fikih.
Imam an-Nasai, nama aslinya Ahmad bin Syuaib an-Nasai. Nasa’ adalah nama kota kelahiran
beliau, satu daerah di wilayah Khurasan. Beliau wafat tahun 303 H di Ramlah Palestina di usia
88 tahun.
Imam an-Nasai menulis kitab as-Sunan al-Kubro, mencakup hadis-hadis yang shahih, dan hadis
bermasalah. Kemudian beliau ringkas dalam kitab as-Sunan as-Sughro, yang beliau beri nama
‘al-Mujtaba’ [arab: ]المجتبى. Untuk kitab kedua ini, beliau hanya mengumpulkan hadis-hadis yang
beliau anggap shahih. Kitab inilah yang kemudian sering dikenal dengan sunan an-Nasai.
Kitab al-Mujtaba adalah kitab sunan yang paling sedikit jumlah hadis dhaifnya dan paling sedikit
perawi yang majruh (dinilai lemah). Derajatnya di bawah shahih Bukhari dan Muslim. Sehingga
sunan ini, dilihat dari perawi-perawinya, lebih unggul dibandingkan sunan Abu Daud, dan
Turmudzi. Karena penulis sangat ketat dalam memilih perawi hadis. Al-Hafidz Ibnu Hajar
rahimahullah mengatakan,
‘Ada banyak perawi yang dicantumkan dalam kitab Abu Daud dan Turmudzi, namun dihindari
oleh an-Nasai dalam menyebutkan hadis. Bahkan beliau menghindari beberapa perawi yang ada
di kitab shahih Bukhari dan Muslim.’ (Mustholah Hadis, hlm. 51).
Imam Abu Daud, nama lengkapnya Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq as-Sijistani. Beliau
termasuk muridnya Imam Ahmad bin Hambal. Para ulama banyak memuji beliau dengan
kekuatan hafalan dan pemahamannya yang mendalam. Beliau meninggal di Bashrah pada 275 H,
di usia 73 tahun.
Kitab sunan Abu Daud memuat 4800 hadis, yang aslinya adalah pilihan dari 500.000 hadis.
Beliau berusaha untuk memilih hadis-hadis yang shahih, meskipun di sana ada beberapa hadis
yang dhaif.
اهـ.وكان أبو داود يخرج اإلسناد الضعيف إذا لم يجد في الباب غيره؛ ألنه أقوى عنده من رأي الرجال.
Abu Daud mencantumkan hadis yang sanadnya dhaif, jika dalam bab tersebut, beliau tidak
menjumpai hadis lain. Karena hadis dhaif lebih kuat menurut beliau, dari pada pendapat
manusia. (Dinukil dari Mustholah Hadis, hlm. 52).
Ketiga, Sunan at-Turmudzi
Imam at-Turmudzi, nama lengkap beliau: Abu Isa, Muhammad bin Isa as-Sulami at-Turmudzi.
Lahir di kota Turmudz tahun 209 H. Beliau termasuk murid Imam Bukhari.
Kata Turmudzi [ ]الترمذيada dua cara baca, bisa dibaca Tirmidzi, dan bisa dibaca Turmudzi.
Beliau wafat tahun 279 H, di usia 70 tahun.
Dalam kitab sunannya, Turmudzi mencantumkan hadis shahih, hasan dan dhaif, dengan
penjelasan derajat masing-masing hadis, berikut keterangan sisi dhaifnya.
Beliau juga menjelaskan pendapat para ulama sebagai keterangan tambahan untuk hadis yang
beliau bawakan.
ابQQيما في كتQQ وال س،رQQا بعض المنكQQا فيهQتي خرجهQQرائب الQQ والغ.ريبQQن والغQQاعلم أن الترمذي خرج في كتابه الصحيح والحس
يئQQرج عن سQQد يخQQ نعم ق،ردQQناد منفQQه بإسQQ متفق على اتهام، وال أعلم أنه خرج عن متهم بالكذب،ً ولكنه يبيِّن ذلك غالبا،الفضائل
وال يسكت عنه،ً ويبيِّن ذلك غالبا، ومن غلب على حديثه الوهن،الحفظ
Ketahuilah bahwa Turmudzi menyebutkan dalam kitabnya hadis shahih, hasan, dan gharib.
Hadis gharib yang beliau sebutkan, sebagiannya ada yang munkar, terutama untuk bab tentang
fadhilah amal. Hanya saja, umumnya beliau jelaskan sisi lemahnya. Dan saya tidak menjumpai,
beliau menyebutkan hadis dari perawi yang tertuduh berdusta (muttaham bil kadzib), yang
disepakati pelanggarannya, dan dia sendirian. Benar bahwa beliau terkadang menyebutkan hadis
dari perawi yang buruk hafalannya, atau perawi yang umumnya hadisnya lemah. Dan umumnya
beliau jelaskan hal itu, dan tidak didiamkan. (Dinukil dari Mustholah Hadis, Ibnu Utsaimin, hlm.
53).
Ibnu Majah, nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah, Muhammad bin Yazid bin Abdillah bin
Majah al-Qazwaini. Nama Majah adalah kakek buyut beliau. Beliau dilahirkan di Qazwain
(bagian Iraq) tahun 209 H dan meninggal tahun 273 H, di usia 64 tahun.
Dalam urutan kitab sunan, sunan Ibnu Majah berada di urutan paling akhir. Dibandingkan yang
lain, sunan Ibnu Majah paling banyak memuat hadis dhaif.
،ذبQQال متهمين بالكQQديث عن رجQQإخراج الحQQرد بQQه تفQQ إن:يوطيQQال السQQ وق، اهـ. فيه مناكير وقليل من الموضوعات:قال الذهبي
ال تعرف إال من جهتهم، وبعض تلك األحاديث،وسرقة األحاديث.
“Di sana ada beberapa hadis munkar dan sedikit hadis palsu.”
As-Suyuthi mengatakan,
“Ibnu Majah sendirian meriwayatkan hadis dari perawi yang dituduh berdusta, pencuri hadis, dan
sebagian hadisnya, tidak dikenal kecuali dari jalur perawi bermasalah.” (Dinukil dari Mustholah
Hadis, Ibnu Utsaimin, hlm. 54).
Catatan:
1. Shahih Bukhari
2. Shahih Muslim
3. Sunan Nasai
4. Sunan Abu Daud
5. Sunan Turmudzi
6. Sunan Ibnu Majah / Muwatha’ Imam Malik
Di urutan keenam ulama berbeda pendapat, antara Sunan Ibnu Majah dengan Muwatha’ Imam
Malik.
Sebagian ulama yang memposisikan Muwatha’ Imam Malik di urutan keenam itu. Diantaranya
adalah Ahmad bin Razin as-Sarqasthi (w. 535 H) dalam kitabnya at-Tajrid fi al-Jam’i baina as-
Shihhah, dan Abus Sa’adat Ibnul Atsir (w. 606 H). (Taujih an-Nadzar, Thahir al-Jazairi, hlm.
153)
4. Kitab Al-Mushanaf
5. Kitab Musnad
Al-Masǎnǐd adalah jamak dari al-Musnad, yaitu merupakan nama dari jenis kitab hadits
yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannya. Susunan nama-nama
sahabat dalam kitab-kitab musnad tidaklah sama. Ada yang disusun secara alfabetis, dan ada
yang disusun berdasarkan kelompok urutan waktu masuk Islamnya sahabat atau keutamaan
sahabat, di samping ada pula yang disusun berdasarkan keutamaan kabilah atau kota. Dengan
kata lain, hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat yang ditulis dalam kitab ini
dikumpulkan secara tersendiri. Menurut Librande bahwa kitab ini adalah satu bentuk kitab
hadis yang paling awal.
Menurut Gibb dan Kramers (1974); Bosworth, et al. (1993), bahwa kitab al-Muwatta’
karya Malik Ibn Anas, juga termasuk tipe kitab Musnad (Penulis tidak menemukan alasan
mereka sehingga menggolongkan kitab tersebut ke dalam golongan kitab ini). Sebagian para
ahli hadits menempatkan kitab-kitab musnad di derajat ketiga setelah dua kitab shahih dan
kitab-kitab sunan.
Menurut etimologi, musnad berarti “sesuatu yang disandarkan pada sumbernya”
Sehingga di sini dipahami bahwa kitab musnad merupakan kumpulan hadis yang
semuanya tersusun dengan sebuah sandaran tertentu. Sedangkan menurut terminologinya,
Kitab Musnad adalah sebuah kitab hadis yang disusun berdasarkan nama perawi pertama.
“Kitab Musnad adalah kitab yang mentakhrij (mengeluarkan) hadits-haditsnya
didasarkan pada nama-nama sahabat dan penghimpunan beberapa hadits pada masing-
masing sahabat sebagian kepada sebagian.”
6. Kitab mustadrak
Pengertian Kitab al-Mustadrak. Kata Mustadrak (bentuk jamaknya Mustadrakat)
secara etimologi adalah susulan dari yang ketinggalan atau menambah yang kurang.
Secara terminologi yang digunakan oleh ulama hadis, kitab Mustadrak adalah: “Adalah
menghimpun beberapa hadis yang sesuai dengan persyaratan salah seorang penyusun
tetapi belum ditakhrij di dalam kitabnya.” Kitab mustadrak menghimpun hadis-hadis
yang telah memenuhi persayaratan sebuah kitab, tetapi belum dimasukkannya. Seakan-
akan kitab Mustadrak sebagai susulan atau penambahan terhadap kandungan kitab lain
yang telah memenuhi persyaratannya. Sebagaimana Mustadraknya Imam al-Hakim telah
menghimpun beberapa hadis shahih yang belum disebutkan dalam kitab al-Bukhari dan
Muslim dan menurutnya telah memenuhi persyaratan keduanya. 2. Jenis-jenis Kitab al-
Mustadrak. Kitab jenis ini berjasa paling tidak dalam tiga hal, yaitu: • Menampilkan
ragam hadis yang – secara sengaja maupun tidak – diabaikan oleh para penulis kitab
sebelumnya; • Menampakkan adanya penuturan yang berbeda terhadap matan hadis
tertentu; dan • Menunjukkan transmisi hadis tertentu yang secara subjektif dinilai sahih
oleh penulis mustadrak. Kitab jenis mustadrak yang paling populer–meskipun banyak
mendapat kritik dari para pembelajar hadis–adalah al-Mustadrak `ala as-Sahih ain yang
ditulis oleh Abi Abdillah al-Ḥakim al-Naisaburi (w. 405 H).
7. Kitab Mustakhraj
Mustakhraj secara etimologi dari kata (kharaja) yang berarti keluar, (istakhraja)
berarti mengeluarkan. Secara terminology diartikan: “Yaitu seorang hafiz bermaksud
mengeluarkan hadits-hadits dari sebuah kitab hadits seperti Sahih li al- Bukhori atau
Sahih Muslim dana tau yang lain dengan menggunakan sanad sendiri yang bukan sanad
kitab tersebut, maka bisa bertemu pada sanad itu pada syaikhnya atau orang di atasnya
walaupun pada sahabat serta memelihara urutan, matan dan jalan sanadnya.”
Berikut ini adalah kitab-kitab sejenis “mustakhrajat” antara lain:
Al- Mustakhraj ‘ala al- Sahihain:
- Karya Abu Nu’aim al- Asbahani (w.430 H)
- Karya Ibn al- Akhram (w.344 H)
- Karya Abu Bake al- Barqani (w.425 H)
Al- Mustahkraj ‘ala al- Jami’ li al- Bukhari:
- Karya al- Isma’ili (w.371 H)
- Karya al- Gatrifi (w.377 H)
- Karya Ibn Abi Duhl (w.378 H)
Al- Mustakhraj ‘ala al- Sahih li Muslim:
- Karya Abu ‘Awanah al- Asfarayaini (w.310 H)
- Karya al- Hayiri (w.311 H)
- Karya Abu Hamid al- Harawi (w.425 H)
- Al- Mustakhraj ‘ala Sunan Abi Dawud, karya Qasim Ibn Asbag.