Kel-3 Kejang Demam Fixs

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM SARAF

KEJANG DEMAM

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Anak I

Dosen Pengampu :
Ari Damayanti W, S.Kep.,Ns.,M.Kep.

Oleh Kelompok 3 :

1. Ervina Junila Rosario S ( 191114201669 )


2. Ari Endah Oktafiana ( 191114201679 )
3. Dona Vetrisia Yuniarta ( 191114201685 )
4. Febriana Rosi Natalia ( 191114201691 )
5. Nisrina Noor Sahda ( 191114201709 )
6. Siti Aisyah ( 191114201720 )
7. Widjayanti ( 191114201726 )
8. Nur Laili Sa’adah ( 191114201734 )

STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG


S1 KEPERAWATAN 3B
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. Makalah
ini membahas tentang “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem
Saraf Kejang Demam” Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Anak 1. Kami juga berharap semoga pembuatan makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada ibu Ari Damayanti W,
S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku dosen pengampu. Serta pihak-pihak lain yang turut
membantu dalam menyusun makalah ini.
Usaha serta kerja keras telah kami upayakan untuk menyusun makalah ini
dengan sebaik-baiknya, namun kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh
dari kata kesempurnaan sebagai manusia biasa kita tidak jauh dari kesalahan serta
kekhilafan, oleh karena itu apabila ada kesalahan-kesalahan baik dari segi kata-kata
atau penulisan yang tidak sesuai dengan pedoman penulisan makalah yang kami
sengaja maupun tidak kami sengaja, kami mohon maaf.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................3
2.1 Latar Belakang...........................................................................................3
1.2 Tujuan......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................5
2.1 Definisi........................................................................................................5
2.2 Etiologi........................................................................................................5
2.3 Klasifikasi...................................................................................................6
2.4 Tanda gejala...............................................................................................6
2.5 Patofisiologi & pathway.............................................................................6
2.6 Penatalaksanaan........................................................................................7
2.7 Asuhan keperawatan.................................................................................9
2.7.1 Pengkajian...........................................................................................9
2.7.2 Pemeriksaan Fisik.............................................................................10
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang..................................................................12
2.7.4 Diagnosa............................................................................................12
BAB III PEMBAHASAN...........................................................................................19
3.1 Pengobatan Farmakologi........................................................................20
3.1.1 Antipiretik..........................................................................................20
3.2.2 Antikonvulsan...................................................................................21
3.2 Pengobatan Non Farmakologi................................................................22
BAB IV PENUTUP...................................................................................................23
4.1 Kesimpulan..............................................................................................23
4.2 Saran.........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Berdasarkan define dari The Internasional League Against Epilepsy,
kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih
dari 38,4°C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan
elektronik akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa
demam sebelumnya. Demam pada kejang demam umumnya disebabkan
oleh infeksi, yang sering terjadi pada anak-anak seperti infeksi traktus
respiratorius dan gastroenteritis. Biasanya terjadi dalam rentang 6 hingga 36
bulan, dengan puncak pada usia 18 bulan. Angka kejadian kejang demam
bervariasi di berbagai negara.
Kejang demam diklasifikasi menjadi 2 golongan yaitu kejang demam
sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum.
Kejang demam kompleks, yang berlangsung kurang 15 menit, fokal atau
multiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Dalam hal ini, terdapat
beberapa perbedaan kecil dalam penggolongn tersebut menyangkut jenis
kejang, tingginya demam, usia pasien, lamanya kejang berlangsung,
gambaran rekam otak dan lainnya.
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada
lebih dari 1 episode demam. Bila kejang terjadi pada demam yang tidak
tinggi, anak berisiko tinggi untuk mengalami kejang berulang. Hanya sedikit
penelitian yang membahas tentang prediktor berulangnya kejang demam.
Beberapa faktor risiko berulangnya kejang antara lain kejang pertama terjadi
sebelum usia 18 bulan, suhu tubuh rendah saat kejang (di bawah 38°C),
waktu pendek antara demam dan kejang, serta adanya riwayat kejang
demam dalam keluarga. Hirtz menyebutkan bahwa adanya kejang neonatal,
keterlambatan perkembangan, rendahnya kadar natrium darah, dan panas
sangat tinggi juga merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam. Anak-
anak yang mempunyai seluruh faktor risiko tersebut kemungkinan mengalami
kejang demam berulang 80% dan yang tidak memiliki faktor risiko tersebut
kemungkinan mengalami kejang demam berulang hanya sebesar 10-15%.
Kemungkinan besar (75%) berulang dalam tahun pertama.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Kejang Demam
2. Untuk mengetahui tanda gejala dari Kejang Demam
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan terhadap pasien Anak
Dengan Gangguan Sistem Saraf Kejang Demam.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan non medis dari pasien
Anak Dengan Gangguan Sistem Saraf Kejang Demam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kejang demam merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah
usia 1 bulan, yang berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan
infeksi system saraf pusat, tanpa riwayat kejang neonates dan tidak
berhubungan dengan kejang simptomatik lainnya. Kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih
dari 38°C) akibat suatu proses ekstra kranial, biasanya terjadi antara umur 3
bulan dan 5 tahun. Setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan epilepsy
dan trauma pada otak, sehingga mencemaskan orang tua.

2.2 Etiologi
Penentuan etiologi kejang berperan penting dalam tata laksana
kejang selanjutnya. Keadaan ini sangat penting terutama pada kejang yang
sulit diatasi atau kejang berulang.
Kejang Demam Sederhana Gangguan Metabolik
Infeksi : Hipoglikemia
- Infeksi intakranial meningitis, - Hyponatremia
ensefalitis - Hipoksemia
- Shigellosis - Hipokalsemia
Keracunan : - Gangguan elektrolit atau
- Alcohol dehidrasi
- Teofilin - Defisiensi piridoksin
- Kokain - Gagal ginjal
Lain – lain : - Gagal hati
- Ensefalopati hipertensi - Kelainan metabolic bawaan
- Tumor otak
- Perdarahan intakranial Penghentian obat anti epilepsy
- Idiopatik Trauma kepala
2.3 Klasifikasi
Ada 2 golongan kejang demam menurut Ridha 2017:
a. Kejang demam sederhana
1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy.
2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyakit
apapun.
3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6
bulan – 6 tahun.
4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit.
5) Kejang tidak bersifat tonik klonik.
6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang.
7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi
atau abnormalitas perkembangan.
8) Kejang tidak berulang dalam waktu singkat.
9) Tanpa gerakan fokal dan berulang dalam 24 jam.
b. Bila kejang tidak memenuhi kriteria tersebut diatas, maka golongan
sebagai kejang demam kompleks (Ridha, 2017).

2.4 Tanda gejala


Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Saat kejang, anak
akan terlihat aneh untuk beberapa saat, hilang kesadaran, tangan dan kaki
kaku, tersentak-sentak atau kelojotan, dan mata berputar-putar sehingga
hanya putih mata yang terlihat. Anak tidak responsive untuk beberapa waktu,
napas akan terganggu dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya.
Namun, tidak seberapa lama kemudian, anak akan segera normal kembali
(Sudarmoko, 2017).

2.5 Patofisiologi & pathway


Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1°C akan
menyebabkan kenaikan kebutuhan metabolism basal 10 – 15% dan
kebutuhan oksigen meningkat sebanyak 20%. Pada seorang anak yang
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan dari
membrane sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya
lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan
terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung pada tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak pada
kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38ºC,
anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah, sedangkan pada
suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai ambang kejang yang tinggi.
Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah (Ngastiyah, 2007).

2.6 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Livingston (2001) penatalaksanaan medis ada :
a. Menghentikan kejang secepat mungkin. Diberikan antikonvulsan
secara intravena jika klien masih kejang.
b. Pemberian oksigen.
c. Penghisapan lendir kalau perlu.
d. Mencari dan mengobati penyebab. Pengobatan rumah profilaksis
intermiten. Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat
campuran anti konvulsan dan antipiretika.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Semua pakaian ketat dibuka.
b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung.
c. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen.
d. Monitor suhu tubuh.
e. Obat untuk penurun panas.
f. Berikan kompres hangat.
g. Menaikkan asupan cairan anak.
h. Istirahatkan anak saat demam.
2.7 Asuhan keperawatan
2.7.1 Pengkajian
a. Biodata/ Identitas pasien : Biodata pasien mencakup nama, umur, jenis
kelamin. Sedangkan biodata orang tua perlu ditanyakan untuk mengetahui
status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/ bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat.
b. Keluhan utama : Meliputi Keluhan paling utama yang dialami oleh pasien,
biasanya keluhan yang dialami pasien kejang demam adalah anak
mengalami kejang pada saat panas diatas > 37,5.- 39,5 C.
c. Riwayat penyakit sekarang
1. Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan,
apakah betul ada kejang. Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar
mengetahui kejang yang dialami oleh anak.
2. Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka
diketahui apakah terdapat infeksi. Infeksi mempengaruhi penting dalam
terjadinya bangkitan kejang pada anak.
3. Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Dari lama bangkitan kejang dapat kita ketahui respon
terhadap prognosa dan pengobatan.
4. Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang
teljadi untuk pertama kali dan berapa frekuensi kejang per tahun.
Prognosa makin kurang baik apabila timbul kejang pertama kali pada
umur muda dan bangkitan kejang sering terjadi.
5. Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangantertentu
yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit
kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalamya.
Sesudahnya kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar,
tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya
d. Riwayat penyakit dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pemah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang
teljadi untuk pertama kalinya. Apakah ada riwayat trauma kepala, radang
selaput otak, OMA dan lain-lain.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang memiliki penyakit kejang demam seperti pasien ( 25
% penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota
keluarga yang menderita penyakit saraf atau lainnya. Adakah anggota
keluarga yang mendedta penyakit seperti ISPA, diare atau Penyakit infeksi
menular yang dapat mencetuskan texjadinya kejang demam.
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
Kelainan ibu sewaktu hamil per trisemester, apakah ibu pemah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma perdarahan
pervagina sewaktu hamil, penggunakan obat-obatan maupun jamu selama
hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan
tindakan (forcep/ vakum), perdarahan ante partum, asfiksia dan lain-lain.
Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau
netek dan kejang kejang
g. Riwayat imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta
umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya
setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


Perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, respirasi,
nadi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi
sedang kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum
kejang tanpa kelainan neurologi.
 Kepala
Tanda-tanda mikro atau makro sepali, adakah dispersi bentuk kepala,
apakah tandatanda kenaikan tekanan intrakranial, yajtu ubun-ubun
besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau
belum.
 Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusiserta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
 Muka/Wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke
sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus,
apakah ada gangguan nervus cranial.
 Mata
Saat serangan kejang teljadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Bagaimana keadaan sklera, konjungtiva.
 Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tandatanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
 Hidung
Adakah ada pemafasan cuping hidung, polip yang menyumbat jalan
nafas, apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya Jumlahnya.
 Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus, bagaimana keadaan lidah, adakah
stomatitis, berapa jumlah gigi yang tumbah, apakah ada carries gigi.
 Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil, adakah tandatanda infeksi
faring.
 Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembasaran kelenjar tyroid, adakah
pembesaran vena jugularis.
 Thorax
Pada infeksi amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernafasan,
frekuensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi dada. Pada
auskultasi adakah suara nafas tambahan.
 Jantung
Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya, adakah
bunyi tambahan, adakah bradicardi atau tachycardia.
 Abdomen
Adakah distensi abdomen serta kekakuan otot pada abdomen,
bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus, adakah tanda
meteorismus, adakah pembesaran hepar.
 Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun wamanya, apakah
terdapat oedema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit.
 Ekstremitas
Apakah terdapat kulit baik kebersihan maupun wamanya, apakah
terdapat oedema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit.
 Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tanda-tanda infeksi. Adakah distensi abdomen serta kekakuan otot
pada abdomen, bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus, adakah
tanda meteorismus, adakah pembesaran hepar.

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan laboraturium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap,
elektrolit, dan glukosa darah dapa dilakukan walaupun kadang tidak
menunjukan kelainan yang berarti.
 Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis
 Pemeriksaan EEG

2.7.4 Diagnosa
1. Hipertermi b.d proses demam
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d perubahan suplay
darah ke otak
3. Pola napas tidak efektif b.d kebutuhan oksigen
4. Resiko cidera b.d kejang
5. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang perawatan
kejang demam
No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
(SLKI) (SIKI)
1) Hipertermi b.d proses demam  Observasi
1. Suhu tubuh normal 1. Identifikasi penyebab hipertermi
2. Suhu kulit normal (mis. Dehidrasi, terpapar
3. Tidak ada kejang lingkungan panas, penggunaan
4. Takikardi inkubator)
5. Takipnea 2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor komplikasi akibat
hipertermi
 Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau leapaskan pakain
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Beriakan cairan oral
5. Berikan oksigen, jika perlu
 Edukasi
 Anjurkan tirah baring
2) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan 1. Tingkat kesadaran membaik  Observasi
otak b.d perubahan suplay darah ke 2. Tidak ada sakit kepala 1. Identifikasi penyebab peningkatan
otak 3. Tidak ada gelisah TIK (mis. Lesi, gangguan
4. Tidak ada peningkatan tekanan metabolisme, edema serebral)
intra kranial 2. Monitor tanda dan gejala
peningkatan TIK (mis. Tekanan
darah meningkat, bradikardi, pola
napas ireguler, kesadaran
menurun)
3. Monitor status pernapasan monitor
MAP (mean arterial pressure)
4. Monitor CVP (central venuos
pressure), JIKA PERLU
5. Monitor ICP (intra cranial
pressure)
6. Monitor glombang icp
 Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi semiflower
3. Cegah terjadinya kejang
4. Pertahankan suhu tubuh normal
3) Pola Napas Tidak Efektif b.d 1. Tidak ada dispnea  Observasi
kebutuhan oksigen 2. Tidak ada penggunaan otot 1. Monitor pola napas (frekuensi,
bantu napas kedalaman, usaha napas)
3. Frekuensi napas normal 2. Monitor bunyi napas tambahan
4. Kedalaman napas membaik (mis. Gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
 Terapeutik
1. Posisikan semiflower atau flower
2. Berikan minuman hangat
3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
4. Berikan oksigen, jika perlu
 Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi

4) Resiko cidera b.d kejang 1. Tidak ada kejadian cidera  Observasi


2. Luka/lecet 1. Identifikasi kebutuhan

3. Tidak terjadi fraktur keselamatan (mis. Kondisi fisik,

4. Tekanan darah dalam batas fungsi kognitif, dan riwayat prilaku)


2. Monitor status keselamatan
normal
lingkungan
 Terapeutik
1. Hilangkan bayaha keselamatan
lingkungan (mis. Fisik, biologi, dan
kimia) jika memungkinkan
2. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahaya dan resiko
 Edukasi
1. Anjurkan individu, kluarga dan
kelompok resiko tinggi bahaya
lingkungan
5) Kurang pengetahuan b.d kurangnya 1. Pasien dapat menyatakan  Observasi
informasi tentang perawatan kejang pemahaman tentang 1. Idetifikasi informasi yang akan
demam kondisipenyakit disampaikan
2. Pasien dapat berpartisipasi 2. Identifikasi pemahaman tentang
dalam program pengobatan. kondisi kesehatan saat ini.
3. Pasien dapat melakukan 3. Identifikasi kesiapan menerima
perubahan pola hidup. informasi
 Terapeutik
1. Dahulukan menyampaikan
informasi baik (positif) sebelum
menyampaikan informasi
kurang baik (negatif) terkait
kondisi pasien.
2. Catat identitas dan nomor
kontak pasien untuk memfollow
up kondisi pasien.
3. Fasilitasi akses pelayanan pada
saat dibutuhkan.
 Edukasi
1. Berikan informasi berupa alur,
leaflet atau gambar untuk
memudahkan pasien
mendapatkan informasi
kesehatan.
2. Anjurkan keluarga mendampingi
pasien selama fase akut,
progresif atau terminal jika
memungkinkan.
BAB III
PEMBAHASAN

Penanganan kejang demam pada anak sangat tergantung pada peran orang
tua, terutama ibu. Ibu adalah bagian integral dari 4 penyelenggaraan rumah tangga
yang dengan kelembutannya dibutuhkan untuk merawat anak secara terampil
agar tumbuh dengan sehat. Ibu yang tahu tentang kejang demam dan memiliki
sikap yang baik dalam memberikan perawatan, dapat menentukan penanganan
kejang demam yang terbaik bagi anaknya. Kemampuan orang tua dalam pemberian
pertolongan pertama pada anak dengan kejang demam dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti umur, pendidikan, dan pekerjaan.
Dilihat dari umur terkait dengan masa produktif dan semakin dewasa seseorang
maka pengalaman hidup juga semakin bertambah serta dimungkinkan kemampuan
analisis dari seseorang akan bertambah sehingga pengetahuan juga semakin
bertambah. Faktor lain yang dapat memengaruhi kemampuan seseorang dalam
melakukan tindakan seperti minat, pengalaman, kebudayaan, informasi, dari media
massa seperti TV, Radio dan penyuluhan dari petugas kesehatan tentang
penatalaksanaan kejang demam pada anak.
Langkah awal yang dapat dilakukan dalam melakukan pertolongan pertama
untuk mencegah terjadinya kejang pada saat anak demam adalah segera memberi
obat penurun panas, kompres air biasa atau air hangat yang diletakkan di dahi,
ketiak, dan lipatan paha. Beri anak banyak minum dan makan makanan berkuah
atau buah-buahan yang banyak mengandung air, bisa berupa jus, susu, teh dan
minuman lainnya.
Kejang demam dibagi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan lamanya lebih
dari 15 menit, kejang fokal / parsial atau fokal / persial menjadi umum dan berulang
dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan kejang demam yang
berlangsung singkat, kurang dari 15 menit,umumnya berhenti sendiri. Adapun
beberapa faktor risiko dari kejang demam yakni
 Faktor Risiko Kejang Demam Pertama
Riwayat kejang demam pada keluarga, problem disaat neonatus,
perkembangan terlambat, anak dalam perawatan khusus, kadar natrium
serum yang rendah, dan temperatur tubuh yang tinggi merupakan faktor
risiko terjadinya kejang demam.
 Faktor Risiko Kejang Demam Berulang
Kemungkinan berulangnya kejang demam tergantung faktor risiko :
adanya riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan,
temperatur yang rendah saat kejang dan cepatnya kejang setelah demam.
 Faktor Risiko Menjadi Epilepsi
Risiko epilepsi lebih tinggi dilaporkan pada anak – anak dengan
kelainan perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama, adanya
riwayat orang tua atau saudara kandung dengan epelepsi, dan kejang
demam kompleks.
Ciri khas kejang demam adalah demamnya mendahului kejang. Pada saat
kejang, anak masih demam dan setelah kejang, anak langsung sadar kembali (IDAI,
2014). Penanganan demam terbagi menjadi dua, yaitu penanganan tanpa obat
(terapi non-farmakologis) dan dengan obat (terapi farmakologis). Penanganan tanpa
obat dilakukan dengan pemberian perlakuan khusus yang dapat membantu
menurunkan suhu tubuh meliputi pemberian cairan, penggunaan kompres, dan
menghindari penggunaan pakaian terlalu tebal (Kristiyaningsih et al., 2019).

 Dampak Kejang Demam Terhadap Tumbuh Kembang Anak


a) Penurunan kecerdasan
Akibat kejang demam pada pertumbuhan anak yang pertama adalah
kondisi dimana memiliki peluang terjadinya penurunan kecerdasan.
Penurunan kecerdasan tersebut terjadi karena secara umum, kondisi
penyakit step akan menyebabkan otak mengalami gangguan sehingga
mematikan sel dalam otak.
b) Keterbelakangnan mental
Beberapa orang banyak yang mengalami keterbelakangan mental
sebagian maupun keseluruhan akibat pernah merasakan keadaan kejang
demam. Kondisi keterbelakangan mental dapat disebabkan karena syok
yang terjadi pada otak sehingga menyebabkan matinya beberapa sel otak.

c) Beresiko mengalami epilepsi


Akibat dari kejang demam pada perkembangan anak selanjutnya
adalah dapat meningkatkan resiko terjadinya epilepsi. Epilepsi pada anak
dapat muncul ketika kondisi kejang demam terjadi secara terus menerus dan
tanpa ada penanganan khusus secara medis agar kejang demam dapat
disembuuhkan.
d) Anak mudah emosi
Kondisi kejang demam dapat menyebabkan munculnya gangguan pada otak
yang bisa jadi merubah sikap dan prilaku anak menjadi lebih emosional.
Kondisi perubahan psikis inilah yang dapat menjadikan anak lebih rewel dari
biasanya.
e) Kelainan bawaan otak anak
Akibat selanjutnya yang juga dapat terjadi ketika seorang anak sering
mengalami kejang demam berulang atau yang disebut sebagai step adalah
munculnya kelainan bawaan otak pada anak. Kondisi kelainan bawaan pada
anak tersebut terjadi akibat adanya rangsangan step terhadap kondisi otak.
f) Terganggunya fungsi otak
Anak merupakan masa dimana proses perkembangan anggota tubuh sedang
berlangsung yang salah satunya pada bagian otak. Kondisi kejang demam
atau step dapat menyebabkan lompatan listrik yang berlebihan pada otak
sehingga  beresiko menyebabkan peran atau fungsi otak dalam hal
pengaturan segala aktivitas yang dilakukan oleh tubuh anak menjadi
berkurang.
g) Trauma dan syok
Kondisi kejang demam pada anak bukan hanya menimbulkan
masalah fisik saja pada mereka yang pernah mengalaminya karena keadaan
psikis seperti trauma dan syok. Kondisi trauma dan syok pada anak akibat
kejang demam dapat memberikan ketakutan tersendiri. Peran orang tua
untuk menenangkan anaknya ketika mengalami syok dan trauma sangat
penting agar kondisi penyerta lainnya tidak terjadi.

h) Munculnya beberapa kondisi psikologis tertentu


Anak yang pernah mengalami step atau kejang demam terutama
pada saat sudah memiliki usia yang relatif besar dapat menimbulkan
beberapa kondisi psikologis tertentu yang memang sangat penting untuk
diperhatikan. Berikut ini beberapa perubahan kondisi psikologis yang dapat
terjadi pada anak diantaranya seperti :
 Anak menjadi mudah murung dan menyendiri
 Munculnya ketakutan untuk bersosialisasi
 Anak menjadi lebih manja pada orang tua
 Minder sering terjadi terutama ketika anak pernah mengalami kejang
demam saat bersama temannya.

 Dampak Kejang Demam Terhadap Pemenuhan Kebutuhan KDM Anak


Pada anak dengan kejang demam kebutuhan dasar yang terganggu adalah :
 Kebutuhan Fisiologis
Pada anak dengan kejang demam salah satu kebutuhan dasar yang
terganggu adalah kebutuhan oksigenasi hal ini terjadi karena pada saat
kejang terjadi inkoordinasi atau ketidakmampuan untuk mengkoordinasi
tubuhnya sebagai akibat dari penurunan kesadaran, salah satu dampak dari
kondisi tersebut diatas dapat menyebabkan lidah anak jatuh kebelakang
sehingga terjadi obstruksi jalan napas sehingga menghambat suplai oksigen
keparu-paru. Masalah lain yang sering muncul adalah resiko aspirasi.
Aspirasi adalah suatu keadaan dimana masuknya benda asing pada saluran
pernapasan yang dapat mempengaruhi status oksigenasi. Hal ini terjadi
karena anak dengan kejang demam mengalami penurunan kemampuan
untukmenelan.
 Gangguan kebutuhan rasa aman nyaman pada anak dengan kejang demam
terjadi karena penurunan kesadaran dan ketidak mampuan anak untuk
mengontol dirinya seperti gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan
sehingga dapat menyebabkan resiko cedera seperti jatuh dari tempat tidur,
menjatuhkan barang-barang yang ada didekatnya, menggigit lidah, terkena
barang-barang yang bisa melukai. Pada masalah resiko kejang berulang juga
bisa terjadi akibat dari kurang pengetahuan orang tua dalam menangani
anak dengan kejang demam.

3.1 Pengobatan Farmakologi


3.1.1 Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
risiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III,
rekomendasi B).
1. Parasetamol
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali
diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
2. Ibuprofen
Dosis Ibuprofen 5-10 mg/ kg/kali ,3-4 kali sehari.
3.2.2 Antikonvulsan
1. Diazepam oral
IDAI menyarankan pemberian diazepam oral dengan dosis 0.3 mg/kgBB
atau diazepam rektal dengan 0.5 mg/kgBB pada saat demam karena
dapat menurunkan risiko terjadinya kejang. Bekerja sebagai
neurotransmitter inhibitor dengan meningkatkan aktivitas GABA,
menekan pada semua tingkatan sistem saraf pusat. Diazepam oral dosis
0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam menurunkan risiko berulangnya
kejang pada 30-60% kasus, juga dengan diazepam rektal dosis 0,5
mg/kgBB tiap 8 jam pada suhu >38,50 C.
2. Fenitoin
Fenitoin bekerja dengan menurunkan aktivitas neuron dengan
mengganggu kerja dari kanal natrium. Tidak boleh diberikan pada cairan
yang mengandung dekstrosa karena risiko presipitasi. Cairan pengencer
yang disarankan adalah NaCl 0.9%. Dosis awal fenitoin 10 – 20
mg/kgBB/pemberian (kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50
mg/menit).
3. Fenobarital
Beberapa dokter spesialis anak mempertimbangkan pemberian
fenobarbital ketika golongan barbiturat (diazepam) tidak memberikan efek
klinis. Tidak ditemukan superioritas antara fenobarbital dengan fenitoin.
Dosis fenobarbital adalah 15 – 20 mg/kgBB/hari IV dengan pemberian
yang tidak melebihi kecepatan 2 mg/kgBB/menit, dan tidak melebihi 1000
mg/dosis. Dapat diulangi dengan dosis 5 – 10 mg/kgBB bolus setelah 15
– 30 menit bila diperlukan. Dosis maksimal kumulatif adalah 40 mg/kgBB.
4. Antikonvulan Rumatan
Pemberian obat anti-konvulsan yang terus menerus seperti fenobarbital
dan asam valproat serta terapi intermiten dengan diazepam ditemukan
efektif untuk mengurangi kejadian kejang demam. Pertimbangan efek
samping dari obat-obatan ini dianggap lebih berbahaya bila dibandingkan
dengan risiko yang terjadi akibat kejang demam sederhana. Obat
rumatan disarankan oleh IDAI untuk kejang demam yang berpotensi
menjadi epilepsi yaitu kejang demam kompleks. Obat anti-konvulsi
rumatan yang dapat diberikan:
 Asam Valproat. Dosis: 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis,
namun  memiliki risiko gangguan fungsi hati terutama pada usia di
bawah 2 tahun
 Fenobarbital. Dosis: 3 – 4 mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis.
Penggunaan setiap hari meningkatkan risiko terjadinya kesulitan
belajar dan gangguan perilaku.

3.2 Pengobatan Non Farmakologi


Italian Pediatric Society Guidelines menjelaskan bahwa water tepid
sponge merupakan salah satu dari beberapa metode yang dapat digunakan
dalam mengatasi demam (Iqomah et al., 2019). Water tepid sponge
merupakan suatu tindakan kompres hangat dengan teknik seka diberikan
kepada pasien yang mengalami demam tinggi untuk menurunkan atau
mengurangi suhu. Tindakan ini dapat dilakukan oleh semua orang,
peralatannya yang murah dan caranya juga mudah dan praktis.
Tindakan ini dilakukan dengan menyeka bagian tubuh terutama di
lipatan-lipatan tubuh. Tindakan ini dapat dilakukan selama 15 menit
sebanyak 3 kali kompres dalam rentang waktu 30 menit perhari sampai suhu
tubuhnya menurun. Ketika tindakan ini dilakukan, suhu tubuh akan menurun
karena adanya seka pada tubuh saat water tepid sponge yang mempercepat
pelebaran pembuluh darah perifer di seluruh tubuh sehingga proses
penguapan panas dari kulit ke lingkungan sekitar akan lebih cepat
dibandingkan dengan kompres hangat.

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR TEPID WATER SPONGE


SOP TEPID WATER SPONGE
Pengertian Merupakan tindakan yang dilakukan untuk
menurunkan suhu tubuh saat demam yaitu dengan
merendam anak di dalam air hangat, mengelap
sekujur tubuh dengan air hangat menggunakan
waslap, dan dengan kompres pada bagian tubuh
tertentu yang memiliki pembuluh darah besar
Tujuan a. Memperlancar sirkulasi darah
b. Menurunkan suhu tubuh
c. Mengurangi rasa sakit
d. Memberi rasa hangat, nyaman, dan tenang
pada klien
e. Memperlancar pengeluaran eksudat
f. Merangsang peristaltic usus
Indikasi Klien dengan demam
Peralatan  Thermometer air raksa
 Kom kecil berisi air hangat kira-kira 450C
 Beberapa buah waslpa/kain kasa dengan
ukuran tertentu
Prosedur Kerja A. Tahap Prainteraksi
1 Melaksanakan verifikasi data dan
program sebelumnya bila ada
2 Menyiapkan alat dan bahan
3 Mencuci tangan.
4 Membawa alat di dekat klien.
B. Tahap Orientasi
1 Memberi salam dan menyapa nama
klien
2 Menjelaskan tujuan dan prosedur
tepid water sponge kepada klien dan
keluarga
3 Menanyakan kesediaan dan
kesiapan klien.
C. Tahap Kerja
1 Dekatkan alat-alat ke klien
2 Cuci tanganMasukkan waslap/kain
kasa kedalam kom berisi air hangat
lalu peras sampai lembab
3 Letakkan waslap/kain kasa tersebut
pada area yang akan dikompres
yaitu pada dahi, axilah, lipatan paha,
dan diusapakan keseluruh tubuh
4 Ganti waslap/ kain kasa dengan
waslap/ kain yang sudah terendah
dalam kom berisi air hangat
5 Diulang-ulang sampai suhu tubuh
turun
6 Rapikan klien dana bereskan alat-
alat bila sudah selesai
D. Tahap Terminasi
1 Melakukan evaluasi tindakan
2 Berpamitan dengan klien
3 Membereskan alat
4 Mencuci tangan
Evaluasi 1 Respon Respon verbal : orang tua klien
mengatakan anaknya demam sudah turun.
Respon non verbal: klien tidak rewel,
ekspresi wajah segar dan suhu dalam batas
normal
2 Beri reinforcement positif
3 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4 Mengakhiri kegiatan dengan baik

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari materi yang kami bahas dapat disimpulkan bahwa kejang
demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 38°C) akibat suatu proses ekstra kranial, biasanya
terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun. Kejang demam di klasifikasikan
menjadi 2 bagian yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam diawali dengan anak yang mengalami demam.
Saat kejang, anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, hilang kesadaran,
tangan dan kaki kaku, tersentak-sentak atau kelojotan, dan mata berputar-
putar sehingga hanya putih mata yang terlihat. Kejang demam dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, faktor resiko kejang demam
pertama, faktor resiko kejang demam berulang dan faktor resiko epilepsi.
4.2 Saran
Kejang demam yang masih sering terjadi pada anak-anak atau
bahkan balita seringkali membuat cemas orang tua. Langkah awal yang
dapat dilakukan dalam melakukan pertolongan pertama untuk mencegah
terjadinya kejang pada saat anak demam adalah segera memberi obat
penurun panas, kompres air biasa atau air hangat yang diletakkan di dahi,
ketiak, dan lipatan paha. Biasanya dokter menyarankan untuk diberikan obat
antipiretik, antikonvulsan dan melakukan kompres untuk menurunkan suhu
tubuh.

DAFTAR PUSTAKA
Pebrisundari, P. D. (2019). PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN
DENGAN MEDIA LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN IBU
DALAM PERTOLONGAN PERTAMA KEJANG DEMAM (Doctoral
dissertation, Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar Jurusan
Keperawatan).
Deliana, M. (2016). Tata laksana kejang demam pada anak. Sari Pediatri,
4(2), 59-62
Arief, R. F. (2015). Penatalaksanaan Kejang Demam. Cermin Dunia
Kedokteran, 42(9), 658-661.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Indicator Diagnostic, Edisi 1 Cetakan III . Jakarta: DPP
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II, Jakarta: DPP
PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II, Jakarta: DPP
PPNI.
Sutisna, Nathania S. Kejang Demam.
https://www.alomedika.com/penyakit/kesehatan-
anak/kejangdemam/penatalaksanaan
H K Nurhayati, Susilawati fepi, Amatiria Gustop. 2017. FAKTOR-FAKTOR
YANG BERPENGARUH DENGAN KEJADIAN KEJANG DEMAM
PADA PASIEN ANAK DI RUMAH SAKIT DALAM WILAYAH
PROPINSI LAMPUNG. Jurnal keperawatan. Vol(1)
Putra Ageng Abdi, Rosuliana Novi Etnis, Irawan M Andri. 2018.
PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTARA PEMBERIAN TEPID
SPONGE BATHDAN KOMPRES PLESTER TERHADAP
PERUBAHAN SUHU TUBUH ANAK BATITA YANG MENGALAMI
DEMAM DI RUANG ANAK RSUD dr. R. SOEDJONO SELONG
LOMBOK TIMUR. Jurnal ilmiah ilmu kesehatan. Vol 4(2)
Ismet. 2017. Kejang Demam. Jurnal kesehatan Melayu. Vol 1(1), 41-44
Faradilla Fera, Abdullah Rusli. 2020. The Effectiveness of the Water Tepid
Sponge to Decrease the Body Temperature in Children with Febrile
Seizure. Jurnal kesehatan pasak bumi Kalimantan. Vol 3(2)
Istiqomah, Niswah Afifah.(2016). Asuhan Keperawatan dalam Pemenuhan
Kebutuhan Dasar pada An. R dengan Kejang Demam diPaviliun
Badar Rumah Sakit Islam Cempaka Putih Jakarta Pusat. Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
12 Akibat Step Pada Pertumbuhan Anak. Diakses pada 13 April 2021 dari
https://www.google.com/amp/s/hamil.co.id/anak/makanan-
anak/akibat-step-pada-pertumbuhan-anak/amp

Anda mungkin juga menyukai