Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


Dosen Pembimbing : Miqdarul Khoir Syarofit, Lc., M.Pd.I

Nama Kelompok :
1. Andhini Putri Kinanti (NRP: 2043211001)
2. Annisa Lintang Maulidina (NRP : 2043211035)
3. Amru Rasyid Hammami (NRP : 2043211052)
4. Amalia Arinal Haq (NRP : 2043211061)
5. Anggi Saputra (NRP 2043211071)

DEPARTEMEN STATISTIKA BISNIS


INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah, puji syukur hanya untuk Allah SWT dan shalawat serta salam
semoga dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai manusia rahmatan li
al-‘alamin. Kami selaku kelompok 2 dari kelas Agama Islam A,bersukur telah
merampungkan penyusunan makalah ini yang berjudul “Fitrah Manusia Bertuhan”.

Kami selaku penulis, menyadari bahwa makalah yang kami tulis masih jauh
dari kata sempurna. Sehingga, kami memohon maaf atas segela kesalahan yang
terdapat didalam makalah ini dan dengan senang hati menerima kritik maupun saran
yang bersifat membangun. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Surabaya, 18 September 2021


Penulis

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN..............................................................................................................iii
1.1. Latar Belakang......................................................................................................iii
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................iv
1.3. Tujuan....................................................................................................................iv
BAB II.....................................................................................................................................1
PEMBAHASAN.................................................................................................................1
2.1. Trilogi Metafisika...............................................................................................1
2.2. Tuhan sebagai kesatuan wujud.........................................................................3
2.3. Eksistensi Tuhan dalam Kehidupan Manusia..................................................4
2.4. Menjawab Kaum Materialis..............................................................................6
2.5. Manusia Sebagai Tujuan Akhir Penciptaan....................................................8
BAB III.................................................................................................................................13
KESIMPULAN................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


lmu pengetahuan selalu berkembang dan mengalami kemajuan yang
sangat pesat, sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan kebutuhan,
dan perkembangan cara berpikir manusia. Begitu banyak perubahan yang
menyangkut dalam segi aspek kehidupan dari mulai kepribadian ,tingkah laku,
cara pikir, hingga rasa saling menghargai yang kini sangat jarang di dalam
kehidupan bermasyarakat.

Dalam kesempatan kali ini kami mencoba menyusun makalah tentang


fitrah manusia bertuhan. Implikasi yang berarti dampak atau akibat jadi
implikasi fitrah manusia bertuhan bisa di artikan apa dampak yang kita rasakan
saat mengetahui temtang fitrah manusia bertuhan.

Fitrah manusia bertuhan sering diartikan dimana, sampai kapan pun, dan
saat kondisi apapun manusia adalah makhluk yang berketuhanan, makhluk yang
mengakui adanya tuhan. Manusia dalam fitrahnya, “tidak mungkin tidak
mengakui adanya Tuhan”
Jika tidak ada fitrah manusia maka kehidupan di dunia akan rusak dan
hancur karena manusia tidak memikirkan tuhan, tidak berfikir akan ada balasan
untuk semua yang dilakukan, maka dengan itu manusia bisa seenaknya
melakukan apapun, melakukan semua yang mereka suka walaupun itu hal yang
kejam, manusia akan saling membicarakan satu sama lain, saling menjahati satu
sama lain, saling menfitnah, bahkan saling membunuh.
Di kesempatan kegiatan yang baik kita juga akan mendapatkan ilmu serta
pahala yaitu mempelajari ilmu dimana di dunia ini kita hidup selamanya dan
ketika kita meninggal, hanya ada tiga amal yang tidak terputus pahalanya meski
seseorang telah meninggal, yakni sedekah jariyah, ilmu bermanfaat, dan doa

iii
anak sholeh. Dengan begitu kita berharap agar ilmu yang kita sampaikan saat
ini aka bisa menjadi ilmu yang bermanfaat untuk kita semua.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep trilogi metafisika dalam Islam?
2. Bagaimana konsep tuhan sebagai kesatuan wujud?
3. Bagaimana eksistensi tuhan dalam kehidupan manusia?
4. Bagaimana manusia sebagai tujuan akhir penciptaan?
5. Bagaimana tradisi intelektual?
6. Bagaimana sekularisasi ilmu dalam Islam?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui mengenai konsep trilogi metafisika dalam Islam
2. Mengetahui konsep tuhan sebagai kesatuan wujud
3. Mengetahui eksistensi tuhan dalam kehidupan manusia
4. Mengetahui manusia sebagai tujuan akhir penciptaan
5. Mengetahui tradisi intelektual
6. Mengetahui sekularisasi ilmu dalam Islam

iv
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Trilogi Metafisika


Tiga hal penting yang berkaitan dengan metafisika yakitu tuhan, alam, dan manusia
atau. Atau bisa disebut trilogy metafisika. Kemampuan untuk mengungkapkan pikiran
atau konsep pribadi merupakan sebuah Langkah awal untuk menumbuhkan pemikiran
yang lainnya yang lebih besar.

2.1.1. Tuhan
Tuhan adalah prinsip fundamental dari segala yang ada. Bukti adanya tuhan
adalah faktanya alam ini ada. Alam tidak mungkin mendirikan dirinya sendiri oleh
karna itu tuhan ada yang menciptaka ala ini. Tuhan memiliki sifat yang paling
esensial yaitu keesan-Nya, yang mana keesaan merupakan cerminah bahwa tuhan
menegndalikan alam semesta yang sudah terbukti, baik secara ilmiah maupun
filosofis . oleh karena keesaanya maka tidak satu pun yang sama atau setara
dengan-Nya. Tuhan tidak memikirkan dirinya sendiri tetapi tuhan mendengarkan
keluhan dan doa hamba-hamba-Nya. Tuhan itu maha besar, kebesarannya tercermin
dari kebesaran alam semesta tetapi tuhsn tidak identik dengan kebesran alam yang
bersifat ekstensif (tuhan berbeda dari apapun). Tuhan juga bersifat maha kuasa
tetapi tuhan tidak sewenang-wenang atas kekuasaannya melainkan sangat kasih
terhadap makhluk-makhluk-Nya, terutama manusia. Tuhan memberikan kasing
saying dan kenikmatan pada makluknya yang tidak bisa dihitung seperti nikmat
hidup, didalam nikmat hidup terdapat berbagai nikmat-nikmat lainnnya yang luar
biasa. Menurut penulis tuhan bisa transnden dan imanen. Tuhan transenden karena
mengatasi dan tibak bisa disamakan dengan alam. Tuhan juga imanen karena
kehadiran-Nya dapat dirasakan dimanapun, tanpa harus berwujud. Tetapi kitab isa
merasakan keberadaan itu pasti adanya. Kasih sayang tuhan melebihi dari
kermurkaan dan demdam-Nya kepada hamba-hamba-Nya

1
2.1.2. Alam Semesta
Alam semesta merupkan wujud yang patut disebut realitas terakhir, karena
mempelajari alam semesta dan isinya sama halnya dengan mempelajari kebesaran
dan kebijakan tuhan. Alam diciptakan melalui kehendak bebas, bukan melalui
keniscayaan dan bukan juga secara kebetulan, alam diatur melalui Al-Qur’an
disebut sunnahtullah. Tetapi sunnahtullah tidak sama dengan hukum alam, karena
hukum alam tidak mengizinkan tentang kreativitas atau kebaruan dalam pengertian
apapun pada alam, sementara sunnatullah memberikan apa yang hukum alam tidak
berikan. Banyak ilmuan yang mencerminkan alam sebagai pantulan dari sifat-sifat
tuhan. Diantara makhluk tuhan yang ada dialam ini, manusia lah yang memiliki
kedudukan tertinggi.
2.1.3. Manusia
Seperti yang sudah dijelaskan diatas tentang alam semesta, manusia memiliki
kedudukan tertinggi dianatara makhluk-makhluk yang ada pada alam ini. Manusia
merupakan hasil akhir panjang yang disebut dengan evolusi. Manusia tergolong
menjadi makhluk fisik dan spiritual. Diakatan maksluk fisk karena manusia terbuat
dari tanah, sedangkan dikatakan makhluk spiritual karena dalam Al-Qur’an
dijelaskan bahwa manusia ditiupi ruh kedalam dirinya. Manusia memiliki jiwa yang
rasional dimana manusia bisa berpikir dan menentukan mana yang baik dan salah,
selain itu juga manusia dengan jiwa rasionalnya itu bisa mengendalikan nafsunya.
Manusia merupakan mahkluk yang unik, oleh karena keunikannya itu tuhan
menjadika manusia sebagai tujuan akhir, menurut para sufi manusia adalah tujuan
akhir dari penciptaan alam. Sebagai khalifah tuhan dibumi ini, manusia diharapkan
mampu menjalankan fungsinya sebagai wakil tuhan dan instrument bagi kehendak
hamba-Nya. Oleh karena itu manusia diberikan hadiah yang luar biasa dan
istimewa yaitu ilmu pengetahuan dan kebebasan memilih. Manusia memiliki
imajinasi untuk menangkap objek-objek imajinal untuk membayangkan suatu
kejadian seperti mimpi.
Manusia juga meiliki akal yang mampu menembus batas-batas indrawi yang
digunakan menangkap objek-objek non material melalui metode silogistik secara
tidak langsung. Selain itu manusia dikaruniai tuhan yaitu hati(intuisi), sama seperti

2
akal, hati menangkap objek dengan immaterial yaitu dimana manusia secara
langsung menangkap objek melalui kehadiran objek-objek tersebut ke dalam jiwa
manusia. Selain pengetahuan manusia dikaruniai kebebasan, kebebasan tersebut
berawal pada kenyataannya bahwa manusia adalah makhluk dua dimensional, yang
bukan saja memiliki unsur fisik tetapi juga rohani yang ditiupkan tuhan. Kebebasan
manusia yang diberikan tuhan terbatas karena manusia harus tunduk pada hukum
fisik alam yang mana manusia harus memilih apa yang sebaiknya dipilih.
Kebebasan memilih menurt Runi dalam Al-Qur’an disebut dengan amanat yang
ditawarkan pada langit dan bumi. Dengan adanya kebebasan tersebut manusia
merupakan makhluk moral yang bisa menjadi baik atau jahat tergantung bagaimana
manusia berperilaku. Jika manusia tidak diberikan kebebasan itu berarti menusia
sudah diatur dalam melakukan ini atau itu. Tetapi pada hakikatnya manusia tidak
memiliki kekuatan apapun terhadap apa yang dilakukan dengan kata lain manusia
tidak bisa mengubah apapun denga kehendak atau inisiatifnya sendiri, melainkan
atas kehendak tuhan. Kebebasan manusia telah diatur dalam Al-Qur’an dan kitab-
kitab suci lainnya tentang perintah atau larangan apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh manusia.

2.2. Tuhan sebagai kesatuan wujud


Ajaran utama yang mendasari mengenai konsep Tuhan adalah wahdah al-wujud
(kesatuan wujud). Wahdah al-wujud mengajarkan bahwa alam bukanlah wujud yang sama
sekali berbeda dan terpisah tanpa hubungan apapun dengan Tuhan, melainkan menifestasi
dari Tuhan.

Syaikh Akbar (Ibn ‘Arabi) membagi Tuhan pada dua level (wajah), antara lain :

2.2.1. Dzat
Dzat ketika kita merujuk Tuhan pada diri-Nya. Tuhan pada level ini tidak bisa
kita kenal, karena pada level ini Tuhan bukanlah “sesuatu” dan manusia hanya bisa
memahami “sesuatu”. Cara menggambarkan Tuhan pada level ini adalah bahwa Dia
bukanlah seperti apapun, ini disebut via negativa atau juga teologi negatif.
Mengenai hal ini, tidak ada kata apapun yang mampu mendeskripsikan-Nya. Pada

3
level ini, Tuhan tidak bisa dikatakan memiliki sifat apapun, tidak ada sifat apapun
yang dinyatakan secara positif.
2.2.2. Sifat
Pada level ini, Tuhan telah bisa kita kenal secara positif, karena Tuhan telah
menjadi sesuatu (ta’ayyum). Nama dan sifat Tuhan muncul hanya pada konteks
dengan alam. Diperkenalkannya sifat dan nama Tuhan dalam kitab suci adalah
untuk memperkenalkan diri-Nya kepada makhluk-Nya, terutama manusia.

Berbeda dengan teori teolog yang menegaskan bahwa Tuhan harus


berbeda dengan manusia, dalam level ini terlihat adanya keserupaan sifat Tuhan
dengan sifat manusia, tetapi tetap mempertahankan perbedaan yang mutlak. Baik
Tuhan maupun manusia, keduanya memiliki sifat hayy (hidup). Karena sifat hidup
pada manusia itulah manusia berkemungkinan untuk bisa memahami sifat hidup
Tuhan.

Selain teori teolog, terdapat teori filosof. Para teolog. Perbedaan antara
keduanya yaitu terletak pada cara pandangnya. Para teolog memandang bahwa
Tuhan lebih pada level kedua, yaitu sifat. Sedangkan pada filosof memandang
bahwa Tuhan pada level Dzat-Nya.

2.3. Eksistensi Tuhan dalam Kehidupan Manusia


Terdapat 3 argumen mengenai adanya Tuhan oleh para filosof Muslim, antara lain:
2.3.1. Argumen melalui kemungkinan (dalil al-jawaz)

Dunia yang kita kenal ini, meskipun sangat luas, namun juga terbatas. Segala
sesuatu yang terbatas tidak mungkin mempunyai awal tidak terbatas, dengan kata
lain mestilah mempunyai titik awal dalam waktu. Seberapapun jauhnya dirunut ke
belakang, tidak mungkin surut secara tak terhingga atau tasalsul. Sehingga, jika
alam ini terbatas maka materi alam juga terbatas. Dengan materi yang terbatas,
maka terbatas pula gerak dan waktu. Hal tersebut bisa berlaku karena waktu
merupakan efek dari gerak.

4
Dengan dibuktikannya bahwa materi, gerak, dan waktu pada alam semesta
ini terbatas, berarti alam semesta ini baru (huduts), sedangkan apapun yang baru
mestilah dicipta (muhdats). Oleh karena itu, sesuatu yang baru seperti alam ini,
pastilah ada sebab yang memunculkannya. Itulah Tuhan, atau dalam bahasa
filosofis disebut Sebab Pertama.

2.3.2. Argumen melalui kebaruan (dalil al-huduts)

Cara menangkap Tuhan dengan akal, yang dikemukakan oleh Ibn Sina
melalui dalil al-jawaz yaitu dibagi menjadi 3 kategori, antara lain :

1. Wujud niscaya (wajib al-wujud)


Yaitu wujud yang harus ada, tidak boleh tidak ada
2. Wujud mungkin (mumkin al-wujud)
Yaitu wujud yang boleh saja ada atau tiada
3. Wujud mustahil (numtani’ al-wujud)
Yaitu wujud yang keberadaannya tidak dapat dibayangkan oleh akal

Dari pendapat Ibn Sina diatas, dapat dikatakan bahwa alam semesta ini
boleh ada atau tiada. Kata “mungkin” disini bermakna potensial. Dengan
mengatakan bahwa alam itu mungkin, itu berarti sifat dasar alam adalah potensial.

Dengan memahami sifat dasar alam sebagai potensi yang tidak akan
berubah menjadi aktualis tanpa adanya sebab, kita dapat menyimpulkan bahwa
sebagaimana yang kita saksikan, bahwa alam ini kenyataannya ada, sehingga secara
logis pasti ada sesuatu yang mengubah potensi alam ini ke dalam aktualis. Itulah
yang kita sebut dengan Tuhan.

2.3.3. Argumen melalui rancangan (dalil al-‘inayah)

Berbeda dengan kedua argumen diatas, argumen desain ini lebih berdasar
pada argumen logis spekulatif, dan bersifat rasional, serta sebagian religius karena
berdasar pada Al-Quran. Menurut Ibn Rusyd, segala sesuatu yang ditemui di dunia
ini diciptakan untuk kepentingan manusia. Dan ini adalah bukti adanya Tuhan yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Penciptaan dari segala sesuatu di alam ini

5
juga merupakan bukti bahwa adanya Tuhan melalui penciptaan yang menakjubkan
atau keserasian.

2.4. Menjawab Kaum Materialis


Kaum materialis adalah para ilmuan atau filosof yang percara bahwa yang
fundamental fisik atau metrial, merka tidak percaya pada non fisik. Oleh karena itu mereka
tidak percaya bahwa tuhan dan malaikat-malaikat itu ada. Ilmuan yang termasuk kedalam
keompok ini salah satunya adalah Karl Max tokoh utama maxisme. Penemuan William
Ockham dan rekan-rekannya dibidang mekanika dan dan dinamika yang dikenal dengan
hukum determinisme mekanik. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa alam raya ini
dikendalikan secara universal oleh hukum mekanik sehingga alam sering disebut sebagai
mesin raksasa yang beroperasi menurut hukum mekanika. Menurut sebuah teori yang
dikenal dengan clock maker theory yang menyatakan bahwa sekali alam diciptakan seperti
jam tangan yang tidak membutuhkan lagi penciptanya untuk menjalankan hal tersebut
melainkan bisa menjalannya sendiri dengan otomatis. Dari pendapat tersebut muncul kaum
naturalis yang menganggap ala mini otonom. Dalam pandangan naturalis, tuhan telah
berhenti menjadi apapun, berhenti menjadi pencipta , memelihara kelangsungannya, dan
bahkan berhenti ada. Tiga kaum meterialis barat : Karl Max, Emile Durkhiem, dan
Sigmund Frued.

Karl max lebih percaya pada ilmu pengetahuan (sains) dari pada agama. Dia ingin
membangun ilmu manusia dan masyrakat dalam mempelajari fenomena fenomena alam
dibandingkan donegng tentang agama. Untuk bisa melihat realitas fisik dan social, menurut
nya kita harus dibersihkan dari takhayul yang telah diciptakan agama. Namun perlu diingat
bahwa perhatian utama Marx bukan pada dunia fisik melainkan pada kehidupan manusia
sebagai makhluk ekonomi dan politik. Menurut marx agama tidak lain dari pikiran manusia
unutk merefleksikan realitas realitas social manusa. Agama menurut marx telah
mengelabui kita dan menyembunyikan kenyataan-kenyataan pahit berupa penderitaan dan
kesengrasaraan dari mata kita sehingga orang kebanyakan tidak dapat melihat kenyataan
pahit pada diri mereka. Oleh karena hal tersebut untuk melakukan perbaikan-perbaikan
marx menganjurkan kita untuk menghancurkan agama, alasannya selama agama berhasil

6
mengelabui kita tentang realtas pahit kehidupan selama itu pula kita tidak akan tahu
penyakit apa yang diderita, dan hanya ketika penyakit tersebut kita telah mengetahuinya
dengan baik kita bisa mengharapkan perbaikan tersebut dari kedaan kita.

Kaum materialis selanjutnya yaitu Sigmund freud yang memiliki pandangan bahwa
agama berasal dari ketidakberdayaan manusia dalam menghadapi daya-daya diluar sana
dan daya imanjinatif dalam dirinya. Agama menurutnya padangannya sebagai ilusi karena
hal tersebut muncul dan memperoleh kekuatannya dari keinginan-keinginan manusia.
Menurut Freud agama sebagai ilusi yang menurut ramalannya akan segera ditinggalkan
orang-orang modern. Tetapi tentu saja kita mengetahui bahwa sekarang ramalannya itu
tidak benar karena faktanya manusia yang hidup dimasa modern saat ini justru semakin
membuthkan agama dan spiritualitas.

Kaum materialis yang lain yakni Emile Durkhiem, dalam penelitinnya terhadap tarin
religious suku Aborigin mengatakan bahwa suku ketika melakukan ritual tarian
kegamamaan, mereka merasakan kekuatan gaib yang menurut padangan mereka erasal
dari dunia spiritual atau tuhan. Tetapi Durkhiem tidak percaya dan bernaggapan bahwa hal
tersebut dipandang tidak lebih dari kekuatan-kekuatan listrik yang terkonsentrasi. Dia tidak
percaya pada sesuatu yang transensen yang metafisik. Oleh karena hal tersebut dia tidak
percaya adanya tuhan. Menurutnya tuhan bukanlah Dzat transenden yang menciptakan
dunia dengan segala isinya termasul manusia dan lainnya, melainkan tercipta oleh apa yang
disebut dengan kesadaran kolektif.

Unutk menjawab argument-argumen tersebut kita tidak harus langsung menjawab


dari kasus per kasus melainkan dari dasar nya dulu, karena ketika sesorang membangun
sesuatu yang tinggi maka ketika kita menghancurkan dasar atau fondasunya maka
bangunan diatasnya akan ikut runtuh, sama halnya dengan argumen-argumen tersebut.
Kekuatan kaum naturalis terletak pada keabsahan dari teori determinisme mekanik newton.
Hukum determine mekanik tidak berlaku semua benda atau wujud, seperti selama ini yang
kita percayai. Seperti contohnya subataom misalnya terdapat fenomena alamiah yang tidak
bisa diterngkan melalui hukum mekanik yang deterministik, disni hubungan kausalitas
tidak berlaku melainkan Heisberg dengan prinsip ketidakpastian. Ketidakpastian yang
fundamental ini meluas kesemua fenomena atom dan subatom, dan memerlukan sebuah

7
revisi radikal terhadap kepercayaan umum untuk menjelaskannya. Setelah ditemukannya
prinsip ketidakpastian maka muncul pertanyaan yang sulit dijawab oleh kaum naturalis,
bagaimana alam bisa berjalan sendiri dengan sempurna tanpa ada yang mengendalikan?
Pertanyaan tersebut sekarang sulit dijawab karena bagaimana bisa bahwa alam yang diatur
oleh prinsip ketidakpastian pada komponennya yang paling dasar bisa berjalan dengan
begitu teratur, harmonis, tanpa campur tangan sebuah agen yang mengaturnya.

Materialisme tidak bisa dipisahkan dari perkembangan naturalism. Materialism


didasarkan pada asumsi bahwa materilah yang Menyusun semua yang ada karena bagian
terkecil yang Menyusun alam semesta yaitu atom, adalah materi. Kekuatan agumentasi
kaum materialis terletak pada asumsi bahwa atom sebagai komponen terkecil alam adalah
materi. Namun sekarang asumsi tersebut tidak dapat dipertahankan, karena atom ternyata
bukan komponen terkecil yang tidak bisa dibagi lagi. Dengan penemuan yang berkaitan
dengan struktur atom tersebut setiap pendukung materialism harus benar-benar berpiir
untuk merevisi pendiriannya, jika materialism ingin tetap disebut ilmiah. Dalam kaitan ini
terdapat implikasi penemuan mutakhir tentang atom ini sangat besar karena anggapan
bahwa dunia ini bersifat material ternyata tidak bisa dipertahankan.

Jadi kaum naturalis dan materialism tidak mau harus merevisi pandangan atau
asumsi dasarnya yang lama dan Menyusun pandangannya yang baru yang sesuai dengan
penemuan mutakhir dalam bidang ilmiah agar mereka menemukan dasar pijakan yang
kukuh dari sudut keilmuan, bagi pandangan materialistik mereka.

2.5. Manusia Sebagai Tujuan Akhir Penciptaan


Gagasan mengenai manusia adalah tujuan akhir penciptaan didasarkan pada sebuah
hadits qudsi yang berisi, “Kalau bukan karenamu, tidak akan kuciptakan alam semesta ini.”
Walaupun yang menjadi lawan bicaranya adalah Nabi Muhammad SAW., menurut Ibn
‘Arabi, hadits tersebut bisa juga diterapkan kepada manusia karena Nabi disini merupakan
simbol par excellence dari manusia yang telah mencapai tingkat kesempurnaannya (Insan
Kamil). Sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia merupakan tujuan akhir (reason
d’etre) dari penciptaan alam, ,manusia sebagai produk akhir dari evolusi alam. Hal ini juga
kemudian menjelaskan mengapa segala hal yang kita temukan didunia ini adalah untuk

8
manusia. Al-Quran sendiri mengatakan, “Dialah (tuhan) yang menjadikan segala apa yang
ada di bumi untukmu”

Gagasan ini pun juga menimbulkan pertanyaan, apabila benar manusia merupakan
tujuan utama penciptaan alam, mengapa manusia tidak diciptakan terlebih dahulu sebelum
yang lain? Menurut Jalal Al-Din – Rumi, manusia diibaratkan sebagai buah yang tumbuh
dari sebatang pohon, dan merupakan tujuan akhir dari pohon tersebut, yang setelahnya
pohon itu akan mati. Sehingga, sudah jelas ini merupakan kebijaksanaan Tuhan bahwa
buah muncul dibagian akhir, begitu juga manusia sebagai “buah” alam

Tuhan meciptakan manusia diujung proses evolusi dengan tujuan agar manusia bisa
mencapai tingkat kesempurnaan penuh, sebagai makhluk yang muncul paling akhir,
memungkinkan manusia untuk memiliki segala sumber daya dan kecakapan yang dimiliki
makhluk-makhluk lainnya yang telah mendahului, membuat manusia menjadi yang
tercanggih dan terunggul dari pada seluruh makhluk lainnya. Makhluk lainnya justru
diciptakan untuk melayani kepentingan manusia, dan ini kemudian memperkuan konsep
bahwa manusia adalah tujuan akhir dari penciptaan ini.

Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah, apakah tujuan Tuhan menciptakan


manusia, kalau benar bahwa manusia merupakan tujuan akhir dari penciptaan alam? Al-
Quran menyebutkan bahwa manusia diciptakan sebagai wakil (khalifah) Tuhan di muka
bumi. Tuhan mengharapkan manusia untuk menjalankan perintah-perintahnya di bumi.
Jalal Al-Din – Rumi mengibaratkan dengan musnahnya taman mawar, dimana kita masih
tetap dapat mencium aromanya melalui air mawar, disini Tuhan diibaratkan sebagai mawar
sejati yang gaib, dan manusia sebagai air mawar yang mengemban semerbak esensi tuhan.
Dalam kata lain manusia merupakan cerminan dari tuhan

2.6.1. Manusia Sebagai Mikrokosmo


Selain sebagai tujuan akhir penciptaan, manusia juga merupakan mikrokosmo
(dunia kecil) karena didalamnya terkandung segala unsur kosmos, seperti halnya
buah yang didalamnya terdapat unsur pohon yang melahirkannya, seperti akar,
batang, cabang, dahan, dan ranting. Demikian juga dengan manusia yang
didalamnya terdapat kandungan unsur kosmos seperti mineral, tumbuh-tumbuhan,

9
hewan, dan bahkan usur malaikat dan ilahi. Hal ini berkaitan erat dengan fakta
bahwa manusia merupakan puncak evolusi alam.

2.6.2. Manusia Sebagai Cerminan Tuhan


Menurut para sufi, alam merupakan manifestasi sifat-sifat Tuhan, dan karena
itu setiap bagian dari semesta ini merupakan cerminan-cerminan dari sifat-sifat
tertentu Tuhan. Semakin tinggi tingkat wujud sesuatu, semakin banyak sifat-sifat
Tuhan yang dicerminkan atau dipantulkan, seperti misalnya batu-batuan mulia,
sesungguhnya mereka tidak berbeda dengan batu-batu lainnya, namun batu itu
banyak memikat orang dan bahkan membuatnya tergila-gila, karena didalam batu-
batuan mulia itu terdapat cerminan sifat keindahan Tuhan. Karena manusia
merupakan makhluk mikrokosmo, yang mana terdapat segala unsur kosmik
didalamnya, maka manusia merupakan cerminan dari seluruh sifat ilahi. Namun
tidak semua manusia dapat mencerminkan sifat-sifat itu, para sufi mengibaratkan
manusia sebagai cermin kasar yang masih perlu dibersihkan dan digosok secara
rutin hingga mencapai tingkat kehalusan yang sempurna, barulah dia dapat
memantulkan secara sempurna sifat-sifat Tuhan didalamnya. Inilah tingkatan jiwa
manusia yang dapat dicapai oleh seorang paripurna atau insan kamil. Insan kamil
adalah tingkat manusia tertingga, dimana dia mampu mengaktualkan segala potensi
yang tersembunyi didalam dirinya. Ini dapat dicapai dengan menghilangkan segala
sifat keburukan yang ada didalam dirinya bagaikan kotoran yang menempel pada
cermin “hati” manusia yang dapat menghalangi terpantulnya sifat-sifat ilahi
tersebut.

2.6. Tradisi Intelektual


Teori-teori Barat khususnya yang berdampak kepada religious, merupakan tantangan
tersendiri bagi kaum intelektual muslim. Pernyataan dari ilmuan barat yang menolak
keberadaan Tuhan tidak boleh dibiarkan begitu saja karena bisa menimbulkan problem
yang serius. Akan tetapi, ketika ilmuan muslim akan menjawab tantangan ilmiah ini, ia
mendapat kendala yang besar yakni ketiadaan perangkat rasional untuk menunjukkannya.
Di Indonesia pun, sebagai salah satu Negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia
dan tidak diizinkannya ateisme, tidak ditemukannya karya besar yang mengkritik ideologi-
ideologi barat tersebut. Melihat kenyataan itu, kita tidak boleh menyerah dan
menganggapnya hanya takdir yang tidak bisa diubah, tetapi harus terus berupaya untuk
10
menghadapi dan memperbaiknya dengan cara revitalisasi yang memiliki arti
menghidupkan kembali tradisi intelektual islam yang pernah dibangun dan dikembangkan
oleh sarjana-sarjana muslim tempo dulu. Tentu saja itu berarti mengadakan pengkajian-
pengkajian yang intensif terhadap karya-karya tersebut.
Hanya memiliki tradisi intelektual yang kaya dan intens inilah kita boleh berharap
dengan pandangan dunia yang berkaitan dengan makna. Dan hanya ketika kita mampu
memformulasikan pandangan dunia yang sistematik, kita mampu memjawab tantangan
filosofis dan rasional. Apa yang harus kita lakukan adalah melaksanakan dengan giat dan
sabar tahap-tahap baik persiapan maupun pelaksanaan.
2.7. Sekularisasi Ilmu
Telah lama perkembangan ilmu pengetahuan menarik perhatian dunia. Mulai dari
alam semesta, galaksi, tata surya, bintang-bintang, maupun teori terciptanya alam ini. Akan
tetapi, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, tak sedikit membuat para ilmuan justru
menolak keberadaan Tuhan?. Jawabannya adalah kerangka ilmiah yang mereka gunakan
telah mengalami “sekularisasi”. Dahulu penjelasan ilmiah harus 4 sebab Aristotelian,yaitu
efisien, material, formal, dan final. Lalu oleh para ilmuan modern sebab formal dan final
dilepas dari penjelasan ilmiah karena berkenaan dengan makna. Mereka meninggalkan
dimensi makna yang menurut mereka makna lebih berkaitan dengan kepercayaan dan
agama.
Sekularisasi tersebut juga didorong oleh pandangan ideologis bangsa Eropa yang
cenderung rasional serta tidak mempercayai hal-hal yang bersifat spiritual. Oleh karena itu,
sekularisasi juga berarti westernisasi ilmu pengetahuan.
2.7.1. Ilmuan yang mengalami sekularisasi ilmu
1. Ilmuan pertama yang mengalami sekularisasi adalah Pierre Simon De Laplace,
Laplace adalah penemu hukum alas semesta. Dalam buku karyanya, Exposition
du System du Monde mekanistik dia menjelaskan sistem alam semesta
berdasarkan hokum mekanika dan membuktikan stabilitas mekanis tata surya.
Baginya determinisme mekanik telah cukup untuk menjelaskan dengan baik
apa yangterjadi di alam semesta ini tanpa harus membawa-bawa Tuhan.
Bahkan, bagi Laplace, Tuhan hanyalah hipotesis yang salah dan Tuhan telah
berhenti menjadi apapun, pencipta, pemelihara, ataupun perusak alam ini.
2. Ilmuan kedua yang menolak keberadaan Tuhan adalah Charles Darwin. Darwin
adalah ilmuan yang sangat terkenal dengan teori evolusi. Menurutnya alam
telah berkembang sendiri dari dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang
lebih tinggi. Dari mineral sampai dengan manusia. Tentu ini sangat berbeda
dengan pendapat bahwa alam diciptakan langsung oleh Tuhan. Dalam bukunya
yang berjudul “The Origins of Spesies”, Darwin menjelaskan bahwa spesies-
spesies dapat tumbuh karena faktor lingkungan, keinginan untuk tetap hidup,
dan seleksi alamiah. Darwin yang saat itu penganut agama Kristen menjadi
ateis setelah penemuannya tersebut. Ia mengatakan “dahulu orang boleh
percaya dengan Tuhan, setelah menyaksikan adanya keserasian pada alam, tapi

11
kini telah ditemukan hokum seleksi alamiah dank arena itu kita tidak perlu
mengatakan bahwa kerang yang indah ini adalah ciptaan Tuhan, kerang
tersebut harus mengubah dan menciptakan engselnya kembali hingga kokoh,
itu semua merupakan faktor dari dalam kerang itu sendiri, tidak ada faktor
dariluar ataupun Tuhan.
3. Tokoh ketiga adalah Sigmen Freud. Freud dikenal sebagai bapak psikoanalisis
juga menolak keberadaan Tuhan dan memiliki pandangan negative tentan
tuhan dan agama. Dalam bukunya yang berjudul “The Future Of An Ilussion”,
ia menyebut bahwa agama hanya sebagai ilusi yang ia definisikan sebagai tidak
mesti bertentangan dengan kenyataan, namun kemingkinan benarnya hanyalah
amatlah tipis. Menurut pemikirannya, agama dikembangkan oleh manusia
primitif yang tidak berdaya dalam mengikuti tantangan alam, sebagai bentuk
perlindungannya dari keterbatasan-keterbatasan mereka sendiri dengan cara
memohon kepada kepada Dzat yang maha kuasa.

12
BAB III

KESIMPULAN

Dalam kehidupan manusia terdapat trilogi metafisika, yang terdiri dari Tuhan, alam
semesta, dan manusia. Ketiga hal itu memiliki ikatan yang jelas, bahwa Tuhan menciptakan alam
semesta, dan menciptakan manusia sebagai tujuan akhir dari penciptaan alam semesta. Tuhan
merupakan suatu zat yang mengendalikan segala hal, mulai dari yang terlihat hingga yang tidak
terliha, alam sendiri bukanlah wujud yang sama sekali berbeda dan terpisah tanpa hubungan
apapun dengan Tuhan, melainkan menifestasi dari Tuhan.
Manusia merupakan tujuan akhir dari penciptaan alam semesta ini. Tuhan menciptakan
alam beserta makhluk-makhluk lain terlebih dahulu, sebagai bahan untuk manusia manfaatkan
sebagai makhluk dari puncak evolusi alam. Manusia sendiri merupakan khalifah dari Tuhan,
diciptakan untuk menjalankan perintah-perintahnya di bumi. Manusia juga merupakan cerminan
dari tuhan, akan tetapi hanya insan kamil yang merupakan cerminan yang sebenarnya dari tuhan,
yang memiliki hati yang bersih.
Manusia hanyalah makhluk yang cerdas yang sangat kecil dibandingkan dengan seluruh
ciptaan Tuhan, sudah seharusnya akal tersebut digunakan untuk menyembah Tuhan sebagai
penciptanya. Akan tetapi, banyak juga terdapat manusia-manusia yang sangat pintar (ilmuwan)
yang justru memiliki teori-teori tersendiri, yang beranggapan bahwa manusia sepenuhnya
tercipta dari proses alam, dan Tuhan hanyalah sebuah ilusi manusia.
Marilah kita sebagai manusia yang memiliki akal yang sehat serta menyadari akan adanya
Tuhan yaitu Allah SWT melalui ciptaannya yang ada di langit dan di bumi, serta seluruh alam
semesta, untuk selalu beriman kepadanya.

13
DAFTAR PUSTAKA

KBBI. 2021. Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. Tersedia pada:


https://kbbi.kemdikbud.go.id/ (Diakses: 18 September 2021).
Kertanegara, Mulyadi. 2002. Menembus Batas Waktu Panorama Filsafat Islam.
Bandung: Mizan.

14

Anda mungkin juga menyukai