Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Baku dan Bahan Pembantu

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan untuk menghasilkan

produk. Pada Departemen Viscose Line 4 PT South Pacific Viscose dihasilkan

produk selulosa xanthat (viscose) dari bahan baku utama berupa pulp.

Selain bahan baku terdapat bahan pembantu sebagai bahan yang

digunakan untuk membantu proses pembuatan produk selulosa xanthat. Bahan

pembantu yang digunakan yaitu NaOH, CS2, soft water, MnSO4, dan Berol 338.

Fungsi bahan pembantu dalam produksi di PT South Pacific Viscose ditampilkan

pada tabel 10.

Tabel 10. Fungsi bahan pembantu dalam produksi di PT South Pacific Viscose
Bahan Fungsi
NaOH Mengubah sellulosa menjadi alkali sellulosa pada proses alkalizing
CS2 Mengubah alkali sellulosa menjadi selulosa xanthat pada proses
sulfurizing
Soft water Mengencerkan NaOH yang digunakan pada proses alkalising dan
sulfurizing
MnSO4 Katalis pada proses alkalizing
Berol 338 Sebagai anti caking, memekarkan fiber saat proses di departemen
spinning dan mengurangi terjadinya korosi.
(Anonim1, 2016)

2.1.1 Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam proses

pembuatan larutan viscose di PT South Pacific Viscose. Bahan-bahan yang

digunakan yaitu pulp, NaOH, dan CS2.

2.1.1.1 Pulp

Pulp adalah produk utama kayu, terutama digunakan untuk pembuatan

kertas, tetapi juga diproses menjadi berbagai turunan sellulosa, seperti sutera,

rayon, dan selofan (Eero Sjöström, 1995).

34
35

Tujuan utama dari pembuatan pulp kayu adalah melepaskan serat – serat

dalam kayu. Dimana pembuatan pulp dari kayu ini dapat dikerjakan secara kimia

atau secara mekanik atau dengan kombinasi dari dua tipe tersebut.

Proses pembuatan pulp secara kimia dilakukan untuk melemahkan

hubungan lignin-karbohidrat sebagai perekat serat dengan pengaruh bahan

kimia. Umumnya serat kayu dan bukan kayu merupakan bahan berserat yang

terdiri dari selulosa, hemiselulosa, zat ekstraktif dan mineral.

Pemisahan lignin tergantung dari proses yang digunakan seperti proses

sulfit, proses kraft, dan proses soda. Pengrusakan terhadap selulosa lebih besar

menggunakan proses semi kimia dan proses soda bila dibandingkan dengan

proses kraft. (Azhary dan Dodi, 2010)

Proses pembuatan pulp secara mekanik mempunyai jenis proses

pembuatannya yaitu proses asah batu dan proses pembuatan pulp mekanik

digiling.

1. Proses Asah Batu

Proses ini merupakan proses yang paling tua untuk merubah kayu menjadi

pulp ditemukan oleh Keller dalam tahun 1843. Pada dasarnya kayu gelondong

tak berkulit (panjang 60 – 120 cm, diutamakan kayu lunak, tetapi juga kayu

keras yang cocok) ditekan dengan sisi yang panjang sejajar dengan

permukaan batu asah yang berputar, sedang air disemprotkan pada bagian

yang mengasah. Gesekan menaikan suhu dalam daerah pengasahan hingga

150 – 190oC, akibatnya dapat melenturkan komponen lignin kayu. Berkas –

berkas serat, serat – serat dan kelompok – kelompok serat tersobek dari

permukaan kayu dan diangkut kea rah ronggga – rongga pengasah. (Fengel

dan Wegener, 1995)


36

2. Proses Pembuatan Pulp Mekanik Digiling

Sifat utama pembuatan pulp mekanik digiling adalah penggunaan serpih

(tetapi juga bubuk atau bahkan serbuk gergaji) terutama dari kayu lunak, dan

pengunaan penggiling cakram dari berbagai tipe untuk pelepasan serat dan

fibrilasi bahan baku. Pada umumnya untuk semua proses penggilingan

mekanik terdapat dua operasi dasar yang dilakukan selama penggilingan yaitu

pelepasan kayu menjadi serat – serat tunggal dan berkas serat dan fibrilasi

yang meliputi pengubahan serat – serat menjadi unsur – unsur fibriler. (Fengel

dan Wegener, 1995)

Proses pembuatan pulp secara kimia, yaitu :

1. Proses Kraft

Proses pembuatan pulp kimia yang paling umum adalah proses pembuatan

pulp kraft, yang merupakan proses alkali yang memanfaatkan natrium

hidroksida dan natrium sulfida bahan kimia delignifikasi aktif. Karena metode

pembuatan pulp kraft ini mampu memproses berbagai bahan baku serat

mentah dari kayu lunak maupun kayu keras. Karena banyaknya produsen

kertas dan pulp yang menggunakan proses kraft maka proses ini berkembang

pesat salah satunya ada proses prehidrolisis kraft. Proses ini adalah proses

pengembangan dari proses kraft yaitu dengan menambahakan prehidrolisis

sebelum permasalahan kraft. Proses prehidrolisis dilakukan untuk

menghilangkan hemisellulosa dengan hidrolisis dengan air pada suhu 160 oC-

180oC atau dengan larutan asam-asam organic seperti asam asetat, asam

format dari kayu. (Calvin Woodings,2001)

2. Proses Soda

Sistem pemasakan alkali menggunakan tekanan tinggi dan menambahkan


37

NaOH yang berfungsi sebagai larutan pemasak dengan perbandingan 4 : 1

dari kayu yang digunakan. Larutan yang dihasilkan dipekatkan dengan cara

penguapan. Keuntungan dari proses ini adalah mudah mendapatkan kembali

bahan kimia hasil pemasakan (recovery) NaOH dari lindi hitam dan bahan

baku yang dipakai dapat bermacam – macam. (Azhary dan Dodi, 2010)

3. Proses Sulfit

Proses ini menggunakan bahan kimia berupa larutan kalsium bisulfit,

magnesium bisulfit atau sodium sulfit. Penggunaan bahan kimia ini dilakukan

dengan mempertimbangkan kondisi pH larutan. Selain itu SO2 terikat harus

sekitar 1% dan total SO2 7 – 10% dan suhu yang digunakan sekitar 140 –

160oC tergantung dari tingkat keasaman larutan. Metode ini digunakan agar

mendapatkan kandungan bebas lignin secara praktis dan kandungan

hemisellulosa yang rendah. (Calvin Woodings,2001)

Pulp tidak terdiri dari 100% sellulosa, tetapi selalu ada bahan-bahan lain

sebagai pengotor. Adapun komposisi dari pulp yaitu :

1. Sellulosa

Komponen utama penyususn jaringan dinding sel tumbuh-tumbuhan pada

umunya adalah selulosa. Sellulosa adalah polimer alam berupa zat

karbohidrat (polisakarida) yang mempunyai serat dengan warna putih, tidak

dapat larut dalam air dan pelarut organik.

Sellulosa mempunyai rumus molekul (C6H10O5)n dengan n adalah derajat

polimerisasi. Panjang suatu rangkaian selulosa tergantung pada derajat

polimerisasi.Semakin panjang suatu rangkaian selulosa, maka rangkaian

selulosa tersebut mempunyai serat yang lebih kuat, lebih tahan terhadap
38

pengaruh bahan kimia, cahaya, dan mikroorganisme. Selulosa dapat

dibedakan menjadi :

a. α-selulosa

Sellulosa untuk jenis ini tidak dapat larut dalam larutan NaOH dengan kadar

17,5% pada suhu 20oC dan merupakan bentuk sesungguhnya yang telah

dikenal sebagai selulosa.

b. β-selulosa

Jenis dari sellulosa ini mudah larut dalam NaOH yang mempunyai kadar

17,5% pada suhu 20oC dan akan mengendap bila larutan tersebut berubah

menjadi larutan yang memiliki suasana asam.

c. γ-sellulosa

Jenis ini mudah larut dalam NaOH yang mempunyai kadar 17,5% pada suhu

20oC dan tidak akan terbentuk endapan setelah larutan tersebut dinetralkan.

(Anonim1, 2016)

2. Hemiselulosa

Hemisellulosa berbeda dari sellulosa karena komposisi berbagai unit gula,

karena rantai molekul yang lebih pendek dan karena percabangan rantai

molekul. Unit gula (gula ahidro) yang membentuk hemisellulosa dapat dibagi

menjadi kelompok seperti pentose, heksosa, asam heksuronat dan deoksi –

heksosa. Hemiselulosa tidak larut dalam air tapi larut dalam larutan alkali

encer dan lebih mudah dihidrolisa oleh asam daripada selulosa. Sifat

hemiselulosa yang hidrofilik banyak mempengaruhi sifat fisik pulp.

Hemiselulosa berfungsi sebagai perekat dan dapat mempercepat terjadinya

fibrasi (pembentukan serat).Sifat inilah memperkuat kekuatan fisik lembaran


39

pulp dan menurunkan waktu serta daya operasi penggilingan. (Fengel dan

Wegener, 1995)

3. Lignin

Lignin menaikan sifat – sifat kekuatan mekanik sedemikian rupa sehingga

tumbuhan yang besar seperti pohon yang tingginya lebih dari 100 m tetap

dapat kokoh berdiri. Lignin adalah bagian dari tumbuhan yang terdapat dalam

lamellar tengah dan dinding sel berfungsi sebagai perekat antar sel sehingga

lignin tidak dikehendaki dalam proses pembuatan pulp. Reaksi dengan

senyawa-senyawa tertentu banyak dimanfaatkan dalam proses pembuatan

pulp dimana lignin yang terbentuk dapat dipisahkan, sedangkan reaksi

oksidasi terhadap lignin banyak dipergunakan dalam proses pemutihan.

Lignin dapat mengurangi daya pengembangan serat serta ikatan antar serat.

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk memisahkan lignin adalah

dengan menambahkan H2SO4 pekat dan HCl pekat sebagai pereaksi

anorganik untuk mendestruksi karbohidrat. (Fengel dan Wegener, 1995)

4. Kadar Abu

Nilai maksimum untuk kadar abu yang diperbolehkan sebesar 0,01%. Cara

pengukuran dilakukan lewat insenerasi (pengabuan) selulosa.

5. Kadar Air

Pengukuran kadar air ini dilakukan dengan cara dipanaskan selama 4 jam

pada temperatur 105 0C. Kemudian dibandingkan berat antara sebelum dan

sesudah dipanaskan.

6. Derajat Putih

Untuk mendapatkan serat dengan derajat putih yang tinggi maka sebagai

bahan baku harus digunakan pulp dengan derajat putih yang tinggi pula.
40

Besarnya derajat putih pulp diatur pada saat proses pemutihannya

(bleaching). (Anonim1, 2016)

2.1.1.2 NaOH (Natrium Hidroksida)

Fungsi NaOH adalah untuk melarutkan hemiselulosa yang tidak

dikehendaki serta untuk mengubah sellulosa menjadi alkali selulosa dalam

proses alkalizing serta berperan dalam pembentukan alkali selulosa menjadi

selulosa xanthat atau larutan viscose. Dimana sifat fisis NaOH ditampilkan pada

tabel 11.

Tabel 11. Sifat fisis NaOH


Sifat Besarnya
Berat Molekul 40 gr/mol
Titik Didih 1390 oC
Titik Lebur 318,4 oC
Berat Jenis 2,130 gr/ml
(Perry, 1997, Tabel 2-1)

Sedangkan untuk sifat kimia dari NaOH :

1. Bersifat higroskopis

2. Dengan indikator PP warna berubah menjadi merah muda

3. Menetralkan sampel pada penetapan Clorida

Reaksi :

4. Bereaksi dengan Mangan (II) sulfat membentuk endapan putih

Reaksi :

(Vogel V, 1979)

Pada pembuatan larutan viscose diperlukan larutan NaOH dengan

berbagai konsentrasi. Larutan NaOH (stepping lye) dipakai untuk mengubah

selulosa menjadi alkali selulosa dalam proses alkalising, sedangkan larutan

NaOH (dissolving lye) dipakai di dalam Xanthator untuk membantu pembentukan

alkali selulosa menjadi selulosa xanthat atau larutan viscose.


41

2.1.1.3. CS2 (Carbon Disulfida)

Fungsinya adalah untuk mengubah alkali selulosa menjadi selulosa

xanthat di Xanthator. Sifat fisis dari CS2 ditampilkan dalam tabel 12.

Tabel 12. Sifat fisis CS2


Sifat Besarnya
Berat Molekul 76,13 gr/mol
Titik Didih 46,3 oC
Titik Lebur -108,6 oC
Berat Jenis 1,261 gr/ml
(Perry, 1997, Tabel 2-1)

Larutan CS2 digunakan untuk proses pembuatan viscose yang nantinya

mengubah alkali selulosa menjadi selulosa xanthat. Reaksi yang dihasilkan

sebagai berikut :

Alkali Sellulosa Carbon disulfide Sellulosa Xanthat

Karbon disulfida adalah racun yang sangat kuat terhadap saraf. Efek zat

ini akan membius, melumpuhkan, membuat kejang-kejang serta menimbulkan

halusinasi atau bahkan akan memunculkan tanda-tanda gila. Carbon disulfida

dapat masuk ke tubuh manusia melalui kulit atau terserap melalui kulit. Pengaruh

zat tersebut pada konsentrasi kecil akan menimbulkan sakit kepala. Indikasi

keracunan CS2 adalah sakit kepala, keluhan pada pencernaan, turunnya berat

badan serta gangguan seksual. Oleh karena itu dalam pelaksanaan daripada

produksi serat viscose ini juga harus didukung oleh sistem safty yang baik agar
42

tidak terjadi dampak negative baik bagi pekerja maupun lingkungan. (Anonim1,

2016)

2.1.2. Bahan Pembantu

Bahan pembantu merupakan bahan yag digunakan untuk menunjang

proses pembuatan larutan viscose. Bahan pembantu yang digunakan yaitu soft

water dan MnSO4.

2.1.2.1 Soft Water

Soft water adalah air yang telah mengalami pengolahan terlebih dahulu

sehingga tidak bersifat sadah.Kesadahan adalah kandungan ion-ion Ca dan Mg

yang berlebih pada air. Karakteristik soft water yang digunakan di PT South

Pacific Viscose ditunjukan pada tabel 13.

Tabel 13. Karakteristk soft water yang digunakan di PT South Pacific Viscose
Sifat Besarnya
Tingkat kesadahan (hardness) 70-140 ppm
Alkalinitas <100 ppm
Ph 7 – 7,5
Kadar Cl2 100-200 mg/lt
Kadar asam sulfat (H2SO4) 500-700 mg/lt
Kadar asam nitrat (HNO3) 40 – 50 mg/lt
Kekeruhan 20-15 ppm
(Anonim8, 2016)

Soft water dapat diperoleh dengan menggunakan ion exchanger (penukar

ion) sebagai water softener untuk proses dan bahan baku boiler pada umunya.

Air baku yang tingkat kesadahannya tinggi karena kandungan ion Ca dan Mg

harus diturunkan dengan cara menggantinya dengan ion Na yang terdapat pada

resin. (Hartomo dan Dofmer, 1995)

2.1.2.2 MnSO4

Mangan sulfat digunakan sebagai katalis pada proses alkalizing. Mangan

sulfat yang akan digunakan didalam di PT. South Pacific Viscose ditunjukan pada

tabel 14.
43

Tabel 14. Sifat fisis MnSO4


Sifat Besarnya
Berat Molekul 150,99 gr/mol
Titik Didih 850oC
Titik Lebur 700oC
Berat Jenis 3,235 gr/ml
Specific gravity 3,235
(Perry, 1997, Tabel 2-1)

Sedangkan sifat kimia dari MnSO4 adalah

Bereaksi dengan NaOH membentuk endapan putih

Reaksi :

(Vogel V, 1979)

2.2. Polimer dan Polimerisasi

2.2.1. Polimer

Polimer adalah suatu molekul besar yang tersusun secara berulang dari

unit molekul (disebut monomer). Istilah polimer dan monomer berasal dari Yunani

yaitu “poli” artinya banyak, “mono” berarti tunggal dan “meros” yang artinya

bagian. Banyak sedikit dari perulangan monomer ini dinyatakan oleh derajat

polimerisasi (DP) atau degree of polymerization ditandai dengan simbol n.

Semakin besar molekul (berarti berat molekul juga semakin besar) maka

bentuk polimer cenderung mengental atau memadat. Sebagai ilustrasi suatu

molekul etana (CH3-CH3) berbentuk fasa gas pada suhu kamar. Karena

merupakan molekul kecil, maka mobilitasnya tinggi artinya mudah bergerak

kesana kemari. Kemudian bila jumlah atom C digandakan empat maka akan

menjadi senyawa butana (CH3-CH2-CH2-CH3 ) yang berbentuk cairan. Dengan

molekul yang lebih besar maka pergerakan molekulnya menjadi berat atau
44

lambat sehingga cenderung mengental. Selanjutnya bila jumlah atom C adalah

22 maka senyawa berbentuk seperti lilin (wax) disebut parafin.

2.2.2. Polimerisasi

Reaksi polimerisasi secara garis besar dibagi menjadi reaksi polimerisasi

adisi (poliadisi) dan polimerisasi kondensasi (polikondensasi). Kemudian terdapat

istilah chain growth polymerization yang identik dengan polimerisasi adisi dan

step-growth polymerization sebutan lain bagi polimerisasi kendensasi.

1. Polimerisasi Kondensasi (Polikondensasi)

Reaksi polimerisasi kondendasi mempunyai ciri bahwa jumlah atom pada

polimer yang terbentuk lebih sedikit dari penjumlahan atom monomer. Ini berarti

terdapat atom-atom yang terlepas dari monomer yang kemudian menjadi hasil

samping dalam bentuk molekul sederhana.

2. Polimerisasi Adisi (Poliadisi)

Reaksi polimerisasi yang menghasilkan produk polimer dimana bangun

molekul polimer terbentuk semata-mata oleh pengulangan unit (monomer) tanpa

adanya pemisahan sebagian atom dari monomer untuk membenetuk hasil

samping. Dengan demikian rumus molekul polimer adalah sama dengan

penjumlahan monomer karena setiap rumus molekul unit pengulangan adalah

sama dengan monomer penyusun. Umumnya reaksi chain growth polimerization


45

terdiri atas tiga langkah yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Sesuai dengan

namanya inisiasi memang merupakan reaksi awal pembentukan radikal bebas.

Kemudian diikuti propagasi yaitu langkah reaksi dimana terjadi pertumbuhan

rantai polimer secara berulang-ulang. Reaksi rantai ini diakhiri dengan tahapan

terminasi.

(Permono Anjar, 2007)

2.3. Reaktor

Reaktor adalah suatu alat yang digunaan untuk berlangsungnya reaksi

agar diperoleh produk yang diinginkan. Pembagian dari reaktor ini ditinjau

berdasarkan beberapa aspek seperti proses, bentuk dan kondisi operasinya.


46

2.3.1. Berdasarkan Proses

1. Reaktor Batch

Reaktor batch ini bahan dimasukan lalu terjadi reaksi beberapa waktu / hari

(residence time) dan dikeluarkan sebagai produk dan selama proses tidak ada

umpan-produk mengalir. Contohnya yaitu fermentasi pembuatan alkohol.

2. Reaktor Kontinyu

Reaktor kontinyu mempunyai aliran masukan dan keluaran (inlet/outlet) yang

terdiri dari campuran homogen/heterogen . Reaksi kontinyu dioperasikan pada

kondisi steady. Dimana arus aliran masuk sama dengan arus aliran keluar.

Reaktor kontinyu dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu :

a. Reaktor AlirTangki Berpengaduk (RATB) atau Continous Stirred Tank Reaktor

(CSTR)

Adalah reaktor model berupa tangki berpengaduk dan diasumsikan pengaduk

yang bekerja dalam tanki sangat sempurna sehingga konsentrasi tiap

komponen dalam reaktor seragam sebesar konsentrasi aliran yang keluar dari

reaktor. Model ini biasanya digunakan pada reaksi homogen di mana semua

bahan baku dan katalisnya berfasa cair, atau reaksi antara cair dan gas

dengan katalis cair

b. Reaktor Alir Pipa (RAP) atau Plug Flow Reaktor (PFR).

merupakan suatu reaktor berbentuk pipa yang beroperasi secara kontinyu.

Dalam PFR selama operasi berlangsung, bahan baku dimasukkan terus

menerus dan produk reaksi akan dikeluarkan secara terus menerus sehinga

disini tidak terjadi pencampuran ke arah aksial dan semua molekul

mempunyai waktu tinggal di dalam reaktor sama besar.


47

2.3.2. Berdasarkan Bentuk Reaktor

1. Reaktor Tangki

merupakan reaktor yang bentuknya tangki atau bejana. Dikatakan reaktor

tangki ideal jika pengadukannya sempurna, sehingga komposisi dan suhu di

dalam reaktor setiap saat uniform. Dapat di pakai untuk proses batch, semi

batch dan proses alir.

2. Reaktor Alir pipa

Biasanya digunakan tanpa pengaduk sehingga disebut reaktor alir pipa.

Dikatakan ideal jika zat pereaksi yang berupa gas atau cairan, mengalir di

dalam pipa dengan arah sejajar sumbu pipa.

2.3.3. Berdasarkan Keadaan Operasi

1. Reaktor Isothermal

Dikatakan isotermal jika umpan yang masuk, campuran dalam reaktor, aliran

yang keluar dari reaktor selalu seragam dan bersuhu sama.

2. Reaktor Adiabatis

Dikatakan adiabatis jika tidak ada perpindahan panas antara reaktor dan

sekelilingnya.

(Muhibib, 2015)

2.4. Macam-Macam Proses

Proses pembuatan larutan viscose di PT South Pacific Viscose diterapkan

2 tahapan proses yaitu :

1. Proses pembuatan alkali selulosa (alkalizing)

2. Proses pembuatan selulosa xanthat (sulfurizing)

Pembuatan larutan viscose atau selulosa xanthat dapat diringkas dalam

diagram alir yang tersaji dalam gambar 7.


48

Pulp ditimbang

NaOH Alkalising Alkali Sellulosa

Depolimerisasi

CS2 Sulfurising Selulosa Xanthat

Pematangan

Gambar 7. Diagram alir secara umum proses pembuatan larutan viscose


(Anonim1, 2016)

Pada tiap tahapan proses tersebut, terjadi reaksi

1. Reaksi pembentukan alkali selulosa

[C6H10O5]n + NaOH [C6H9O5Na]n + H2O

2. Reaksi pembentukan selulosa xanthat

[C6H10O5Na]n + CS2 [C7H9O5S2Na]n

2.4.1. Proses Pembuatan Alkali Selulosa

2.4.1.1. Alkalising

Alkali selulosa terbentuk dari hasil reaksi pulp dengan NaOH. Proses

pencampuran pulp dan larutan NaOH dinamakan steeping. Steeping bertujuan

untuk mengkonversi selulosa menjadi alkali selulosa dan untuk menghilangkan

rantai pendek yang tidak diinginkan (β-selulosa dan γ-selulosa). Karena

keberadaan β-selulosa dan γ-selulosa ini akan bereaksi dengan CS2 dalam

Xanthator dan berpotensi memperburuk kualitas serat. Parameter utama yang

digunakan untuk mencapai kondisi optimum steeping adalah suhu dan

konsentrasi NaOH. Dimana kisaran suhu yang optimum digunakan untuk proses

steeping adalah 45 – 55 oC dan untuk konsentrasi NaOH yang digunakan adalah

17 – 19%. Waktu yang dibutuhkan dalam proses steeping ini berkisar antara
49

5 – 10 menit untuk pencampuran didalam steeping vessel (biasa disebut pulper)

dan setelah itu diumpankan dalam tangki retensi untuk penyempunaan

pengadukan dan menjaga kontinyunitas slurry yang memerlukan waktu sekitar

10-20 menit.

Alkali selulosa yang terbentuk kemudian diperas sehingga hasil keluaran

berupa slurry alkali selulosa dan larutan NaOH berlebih dengan menggunakan

roll pemeras yang berputar dan dipasang berimpit. Larutan NaOH berlebih

dikembalikan kembali ke tangki penampung untuk digunakan kembali. Dimana

proses pengepresan ini sangat tergantung oleh waktu tinggal dan jarak antar roll

pemeras. Selain untuk me-recovery pengambilan NaOH ini juga untuk

mengambil potongan serat dari pulp dan hemiselulosa yang dengan filtrasi lebih

lanjut. Selanjutnya NaOH yang sudah bersih diolah lebih lanjut untuk digunakan

dalam proses pembuatan selulosa xanthat.

Setelah pemerasan alkali sellulosa ini mempunyai komposisi 30 – 36%

dan NaOH 13 – 17%. Lalu menuju alat selanjutnya untuk diparut sehingga

didapatkan parutan alkali selulosa yang disebut crumbs. Tujuan diparut ini adalah

untuk memperluas kontak permukaan antara alkali selulosa dengan CS2 pada

reaksi selanjutnya. Kemudian, crumbs masuk ke tangki tabung horizontal yang

berputar untuk dieramkan. Pengeraman ini bertujuan untuk memotong ikatan

rantai pada alkali selulosa. (Calvin Woodings, 2001)

2.4.1.2. Depolimerisasi

Depolimerisasi alkali selulosa dilakukan untuk mengurangi berat molekul

yang ditandai dengan rendahnya derajat polimerisasi.Pengurangan derajat

polimerisasi diharapkan dalam pemeraman ini mempunyai derajat polimerisasi

antara 270 – 350. Pemeraman ini sangat berganung oleh waktu dan temperatur.
50

Waktu yang dibutuhkan 0,5 – 5 jam dan untuk temperatur yaitu 40 – 60 oC.

Beberapa manufaktur menggunakan katalis (contoh MnSO4) untuk mempercepat

proses. Panjang rantai sellulosa akan dikurangi dengan kombinasi dari radikal

bebas dan degradasi alkali.

Setelah mengalami proses pemeraman selanjutnya dilakukan transportasi

ke proses xanthasi dengan belt conveyor dan atau sistem transportasi udara.

Khusus untuk yang menggunakan transportasi udara ini dapat juga menurunkan

suhu menjadi 28 – 35 oC. Disela – sela sistem transportasi ditambahkan metal

detector karena jika ada benda metal masuk kedalam proses xanthasi akan

berjadi percikan hingga ledakan. (Calvin Woodings, 2001)

2.4.2. Proses Pembuatan Selulosa Xanthat

2.4.2.1. Sulfurising

Dinamakan tahap sulfurizing karena alkali selulosa bereaksi dengan CS2

membentuk selulosa xanthat.Reaksi ini dilakukan dengan tekanan vakum untuk

memastikan penguapan dari CS2 (CS2 cair dalam suhu ruangan). Proses

Sulfurizing terdapat 3 macam yaitu proses basah, proses kering dan proses

kontinyu. Kecepatan transfer massa adalah kunci dasar reaksi xanthasi sebagai

reaksi heterogen.

Reaksi alkali selulosa bereaksi dengan CS2 membentuk selulosa xanthat

yaitu :

cellulose–O-Na+ + CS2 cellulose–OCS2-Na+

Tetapi tidak semuanya terjadi reaksi yang diinginkan, terjadi pula reaksi

samping :

3CS2 + 6NaOH 2Na2CS3 + Na2CO3 + 3H2O

Na2CS3 + 6NaOH 3Na2S + Na2CO3 + 3H2O


51

Untuk mencapai efisiensi dapat melihat parameter proses xanthasi yaitu

banyaknya alkali selulosa yang masuk, suhu, level CS 2, dan waktu antara

½ - 1½ jam. Suhu di Xanthator harus dijaga konstan (25 – 37ºC).

Setelah terbentuk sellulosa xanthat selanjutnya ditambah dengan NaOH

yang mempunyai konsentrasi sebesar 1 – 2% NaOH dengan suhu yang rendah

0 – 5ºC agar larutan viscose terbentuk. (Calvin Woodings, 2001)

2.4.2.2. Pematangan

Larutan viscose yang sudah terbentuk dari proses sulfurizing kemudian

harus dimatangkan terlebih dahulu pada suhu kamar dan waktu yang tepat untuk

menghindari penggumpalan yang tidak sempurna. Larutan viscose harus cukup

matang sebelum dipintal untuk pendistribusian CS2 lebih lanjut dalam rantai

selulosa. Pendistribusian ini sangat penting apabila ingin menghasilkan fiber

yang baik.

Viscose yang sudah larut tidak bisa langsung digunakan untuk proses

spinning, larutan viscose harus dimatangkan dengan cara mengatur suhu dan

waktu penyimpanan dalam suatu tangki. Proses pematangan adalah suatu

proses pelepasan CS2 pada selulosa xanthat secara perlahan-lahan. Semakin

tinggi suhu maka semakin cepat proses pematangannya sedangkan makin tinggi

kadar NaOH dan CS2 maka proses pematangan akan semakin lambat. Selain

dimatangkan larutan viscose dibebaskan dari pengotor dengan cara filtrasi

dengan ukuran filter sekitar 10 µm hingga 30 µm kemudian gelembung udara

dalam larutan viscose dihilangkan dengan menggunakan flash deaerator.

Penghiangan gelembung udara ini bertujuan agar nantinya gelembung tidak

menghambat pada proses yang dilakukan didalam proses spinning.

(Calvin Woodings, 2001)


52

2.5. Produk Utama dan Produk Samping

2.5.1. Produk Utama

Produk utama yang dihasilkan di PT South Pacific Viscose adalah serat

rayon (rayon staple fiber). Serat rayon viscose merupakan fiber selulosa alami

yang dimanufaktur dari pulp kayu yang diregenerasi sehingga struktur kimia dan

fisiknya hampir sama dengan serat kapas. Perbedaan serat rayon viscose

dengan serat kapas terletak pada derajat polimerisasinya.Serat rayon viscose

memiliki derajat polimerisasi rendah daripada kapas.Hal ini terjadi karena adanya

degradasi rantai polimer selama pembuatan serat.

Selain itu, rayon viscose memiliki daya serap air yang lebih tinggi

daripada kapas dan dapat diatur dalam hal kecerahan (brightness), panjang, dan

diameter sehingga dapat dibuat bahan tekstil yang menyerupai kapas, linen,

wool, dan sutera.

Serat rayon digunakan pada pembuatan benang untuk tekstil.Serat rayon

viscosesangat sesuai sebagai bahan campuran dengan serat-serat lain seperti

kapas, wool, dan serat-serat sintetik polyester. Campuran bahan dengan serat

viscose menghasilkan kain yang berstektur lembut, mudah diberi warna, nyaman

dipakai, dan memiliki sifat higroskopis yang baik ( Calvin Woodings, 2001)

2.5.2. Produk Samping

2.5.2.1. Natrium Sulfat Anhidrat

Natrium sulfat anhidrat (Na2SO4) merupakan produk samping yang

dihasilkan PT South Pacific Viscose di Departemen Spinbath. Kapasitas produksi

Na2SO4 mencapai ±270 ton/hari dalam kondisi produksi normal.

Natrium sulfat anhidrat juga bisa disebut Sodium Sulfat Anhidrous yang
53

digunakan sebagai Sodium sulfat.Sodium sulfat sebagian besar diekspor ke

Singapura, sisanya didistribusi di dalam negeri.

2.3.2.2 Karbon Disulfida (CS2)

Karbon disulfide diproduksi oleh Departemen NGBC (Natural Gas Based

CS2) dengan bahan baku natural gas (CH 4) dan sulfur liquid dengan reaksi

sebagai berikut :

CH4 + 2S2 CS2 + 2H2S

Departemen NGBC memproduksi CS2 sebanyak ±120 ton/haridan

digunakan sendiri oleh Departemen Viscose pada proses xanthasi.

2.3.2.3 Asam Sulfat (H2SO4)

Produk H2SO4 digunakan sebagai bahan baku pembuatan larutan

spinbath di Departemen Spinbath. Asam sulfat ini diproduksi sendiri di Acid Plant

dengan proses kontak yang memanfaatkan kandungan O2 udara.

Selain di Acid Pant, Departemen WSA (Waste Sulphuric Acid) juga

memproduksi H2SO4 dengan memanfaatkan buangan limbah gas CS2 dan H2S

dari Departemen Spinbath, Deaprtemen Spinning, dan Departemen NGBC.

Kapasitas produksi asam sulfta sekitar ±120 ton/hari. (Anonim1, 2016)

Anda mungkin juga menyukai