Abstrak
Permasalahan sosial yang terjadi sekarang ini dirasakan semakin kompleks.
Individu, kelompok ataupun masyarakat terkadang tidak memiliki pemahaman
bagaimana cara menghadapi permasalahan tersebut dan membutuhkan
orang lain untuk dapat keluar dari segala permasalahan yang ada. Pekerja
sosial sebagai salah satu profesi yang memiliki tugas dan fungsi
meningkatkan atau memperbaiki kemampuan klien untuk dapat melakukan
fungsi sosialnya, diharapkan dapat berperan dalam membantu setiap individu
keluar dari masalah yang ada dan juga mendekatkan klien pada pelayanan
yang dibutuhkan. Sebagai implementasi tugas tersebut, dibutuhkan satu
metode yang mendekatkan individu agar mendapatkan pelayanan yang
sesuai dan tepat sasaran. Manajemen kasus merupakan suatu pendekatan
dalam pemberian pelayanan yang ditujukan untuk menjamin agar klien yang
mempunyai masalah ganda dan kompleks dapat memperoleh semua
pelayanan yang dibutuhkannya secara tepat. Makalah ini mengupas tuntas
tentang manajemen kasus sebagai upaya peningkatan pelayanan sesuai
kebutuhan klien.
Dengan beragamnya jenis masalah yang dihadapi klien, maka seorang manajer
kasus dituntut melaksanakan fungsi-fungsinya guna memaksimalkan pertolongan
yang akan diberikan. Salah satu fungsi manajemen kasus yang tidak dapat
dilaksanakan sendirian adalah fungsi koordinasi, karena dalam pelaksanaannya
akan selalu berhubungan dengan orang lain untuk mengakses sumber-sumber
yang tersedia di masyarakat guna memaksimalkan pertolongan yang akan
diberikan. Rose,1992 dalam Compton, 1999, bahwa: “untuk beberapa hal,
manajemen kasus berarti membantu klien untuk mengakses sumber-sumber yaitu
dengan mengatur sumber-sumber dari masyarakat”
Lauber: 1992 dan More:1990 dalam Comton :1999 bahwa: “salah satu fungsi dari
pekerjaan sosial adalah koordinasi dukungan sosial formal”. Begitu juga Robert L.
Balker (1982: 20) bahwa: Case management is a procedure to coordinate all the
helping activities on be help of client or group of clients” (kegiatan dalam
manajemen kasus merupakan kegiatan yang memiliki prosedur untuk
mengkoordinasi seluruh aktivitas pertolongan yang diberikan kepada klien secara
perorangan maupun kelompok).
3
sosial selaku asesor, guna menentukan rencana intervensi yang akan
disusunnya.
5
Pelayanan dilakukansesuai dengan tahapan pelayanan yang dimulai dari
pendekatan awal sampai dengan terminasi yang berakhir dengan
kemandirian klien.
6
4) Merekomendasikan kepada pekerja sosial penanggung jawab kasus
(manajer kasus tersendiri)
g. Organisator, dengan tugas:
1) Menghimpun data dan informasi terkait dengan rencana pelayanan
terhadap klien
2) Membangun kerjamama dengan tim sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
3) Melakukan koordinasi dengan lembaga terkait dalam rangka
menyelesaikan masalah klien.
h. Evaluator, dengan tugas:
1) Memperhatikan perkembangan situasi dan kondisi klien.
2) Memperhatikan ketepatan pelayanan yang telah diberikan.
i. Konsultan, dan tugas:
1) Memberikan nasehat-nasehat kepada klien.
2) Memberikan pertimbangan-pertimbangan (solusi) untuk dijadikan
alternatif pilihan dalam memecahkan masalah yang dihadapi klien.
2) Individualisasi (individualization).
Bahwa setiap individu hidup memiliki perbedaan, sehingga dari
perbedaan tersebut, maka seorang pekerja sosial harus memperlakukan
berbeda pula antara klien satu dengan yang lainnya.
3) Ekspresi emosional secara bertujuan.
bahwa emosi egatif maupun positif yang keluar dari perempuan korban
kekerasan, sama pentingnya untuk dipahami oleh pekerja sosial sebagai
ekspresi untuk mencairkan kondisi emosinya agar dapat kembali stabil.
4) Keterlibatan emosional secara terkendali (empaty),
7
bahwa seorang pekerja sosial mampu menunjukkan pemahaman yang
sungguh-sungguh tentang perasaan yang dialami oleh RTSM, seolah-
olah ia berada dalam situasi dan kondisi yang sama dengannya
5) Sikap tidak menghakimi (non-judmental attitude).
Pekerja sosial dilarang menghakimi orang lain, artinya memberikan
pendapat tentang kesalahan atau tak bersalah yang sudah dilakukan oleh
perempuan korban tindak kekerasan, karena ia mempunyai hak untuk
mengemukakan situasi yang dihadapinya tanpa memperoleh tanggapan
negatif, agar klien dapat mengeluarkan perasaan yang mengganjal pada
dirinya.
6) Menentukan kehidupan dirinya sendiri ( self determination )
9
c. Menyusun rencana intervensi:
1) Merumuskan tujuan pelayanan baik jangka pendek maupun jangka
panjang dan realistis sesuai dengan kemampuan dan keinginan klien
berdasarkan hasil konseling atau terapi awal sebelum mengkaitkan
klien dengan sumber-sumber.
2) Menyusun rencana program yang sesuai dengan kebutuhan klien.
3) Merekomendasikan rencana program kepada lembaga rujukan.
d. Menghubungkan klien (linking clients)
1) Manajer kasus mengantarkan klien ke lembaga rujukan
2) Menajer kasus meyakinkan klien bahwa lembaga rujukan
merupakan lembaga yang tepat terhadap pemecahan masalahnya
dan keamanan klien.
3) Manajer kasus memberikan dukungan berupa konseling, motivasi
untuk penguatan klien selama dalam lembaga rujukan.
4) Memberikan inormasi-informasi baru yang dibutuhkan klien.
e. Monitor dan reasesmen (monitoring and reassessment)
Secara berkala melakukan monitoring terhadap keberadaan klien untuk
melihat tingkat perkembangan keseluruhan diri klien. Jika terdapat ketidak
nyamananan klien, maka perlu dilakukan asesmen ulang untuk mengetahui
permasalahannya sehingga dapat memberikan layanan yang lebih baik.
\
DAFTAR PUSTAKA
Roberts, Albert R dan Greene, Gilbert J. (2008) : Social Workers’ Desk Reference,
yang diterjemahkan oleh Juda Damanik, Drs. MSW, dan Cynthia Pattiasina, MSW. MPIA
: Buku Pintar Pekerja Sosial; Jakarta, PT BPK Gunung Mulia.
http://carapedia.com/pengertian_definisi_konsep_menurut_para_ahli_info402.html
https://sites.google.com/site/espatkonseling/
Yusman Iskandar, ( 1988 ), Beberapa Keahlian Penting dalam Pekerjaan Sosial, STKS,
Bandung
11