Percobaan I
ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF
KARBOHIDRAT
Pernyataan keaslian:
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa laporan yang saya buat
adalah hasil karya sendiri dan tidak memanipulasi data. Jika terbukti ada bagian
yang merupakan hasil meniru karya orang lain dan atau memanipulasi data.
Saya siap menerima sanksi yang semestinya.
Yang menyatakan,
b. Penggolongan Karbohidrat
c. Struktur Karbohidrat
1. Uji Molisch
Pereaksi Molisch adalah α-naftol dalam alcohol 95%. Reaksi ini
sangat efektif untuk uji senyawa-senyawa yang dapat di dehidrasi
oleh asam sulfat pekat menjadi senyawa furfural atau furfural yang
tersubtitusi. Seperti hidroksimetilfurfural. Warna merah ungu yang
terasa disebabkan oleh kondensasi furfural atatu turunannya dengan
α-naftol. Selain dari furfural dapat terkondensasi dengan
bermacam-macam senyawa fenol atu amin memberikan turunan
yang berwarna (Almatsier. S. 2010).
4. Uji Osazon
5. Uji Seliwanoff
a. Uji Molisch
Alat : Tabung reaksi dan pipet tetes
Bahan : Serum darah, glukosa 1%, fruktosa 1%, sukrosa 1%, pereaksi
Molisch, asam sulfat pekat.
Prosedur:
Prosedur:
gunakan glukosa, fruktosa, sukrosa 1% amati hasil (+) endapan merah bata
u/ pembanding
c. Uji Barfoed
Prosedur:
gunakan glukosa, fruktosa, sukrosa 1% amati hasil (+) endapan merah bata
u/ pembanding
d. Uji Osazon
Prosedur:
Bahan : Serum darah, glukosa 1%, fruktosa 1%, sukrosa 1%, maltosa
1%, reagen Seliwanoff, HCl.
Prosedur:
4. Diabetes, HbAIc (%) >6,5 ; glukosa darah pasa (GDP) >126 mg/mL ;
glukosa plasma 2 jam setelah TTOG >200 mg/dL (Konsesus Pengolahan
dan Pencegahan DM Tipe 2 Indonesia 2015).
5. Prediabetes, HbAIc (%) 5,7 - 6,4 ; glukosa darah pasa (GDP) 100 - 125
mg/mL ; glukosa plasma 2 jam setelah TTOG 140 - 199 mg/dL
(Konsesus Pengolahan dan Pencegahan DM Tipe 2 Indonesia 2015).
6. Normal, HbAIc (%) <5,7 ; glukosa darah pasa (GDP) <100 mg/mL ;
glukosa plasma 2 jam setelah TTOG <140 mg/dL (Konsesus Pengolahan
dan Pencegahan DM Tipe 2 Indonesia 2015).
V. Rancangan Analisis
Analisis Kuantitatif
Analisis Kualitatif
Analisis Kuantitatif
Sampel Absorbansi
Replikasi 1 0,485
Replikasi 2 0,479
Replikasi 3 0,475
Standard Glukosa rata2 0,368
x x d( x-x ) d2
130,16 129,61 0,55 0,3025
129,07 0,54 0,2916
1,09 0,5941
Bukti bahwa sampel pada replikasi 1 tertolak:
d = 1,09 / 2 = 0,545
sd = 0,738
(x - x ) / d = 131,79-129,61 / 0,725 = 3 > 2,5
Terbukti bahwa data 1 tertolak, karena menunjukkan angka diatas 2,5
dan memiliki nilai yang paling jauh dari rata-rata. Diperoleh rata-rata kadar
pada sampel 2 dan 3 hasil percobaan sebesar 129,61%
Kadar glukosa darah normal (puasa) = 70-110 mg/dL, didapatkan kadar
hasil percobaan sebesar 129,61 +/- 0,738 mg/dL , dapat disimpulkan bahwa
kadar glukosa darah hasil percobaan tinggi, karena melebihi range
normalnya.
VII. Pembahasan
Pada uji benedict hasil percobaan juga menunjukkan hasil yang positif
semua pada sampel serum darah, glukosa 1%, fruktosa 1% dan sukrosa 1%
yaitu terbentuknya warna merah bata, karena hasil reduksi ion Cu2+ menjadi
ion Cu+ oleh suatu gugus aldehid atau keton bebas yang terkandung dalam
gula reduksi yang berlangsung dalam suasana alkalis. Pada percobaan,
sampel fruktosa dan glukosa lebih cepat membentuk warna merah bata dan
lebih pekat dibanding dengan sukrosa dan serum darah, hal ini dikarenakan
glukosa dan fruktosa memiliki lebih banyak gula pereduksi dibanding serum
darah, serta glukosa dan fruktosa memiliki gugus pereduksi bebas sehingga
dapat bereaksi positif dalam uji benedict, sedangkan sukrosa tidak memiliki
gugus pereduksi bebas karena sukrosa terdiri dari glukosa dan fruktosa yang
berikatan sehingga tidak lagi memiliki gugus pereduksi bebas yang bermutasi
menjadi rantai terbuka. Fruktosa merupakan gugus keton, sedangkan glukosa
merupakan gugus aldehid. Gugus keton akan lebih mudah bereaksi daripada
gugus aldehid karena gugus keton langsung bisa didehidrasi menjadi furfural.
Sedangkan aldehid harus diubah menjadi keton dulu baru kemudian
didehidrasi menjadi furfural, dan terlihat pada video praktikum, fruktosa
lebih cepat membentuk warna merah bata dibanding glukosa, sedangkan
pada sukrosa seharusnya menunjukkan hasil negatif, karena tidak memiliki
gula pereduksi, kemungkinan sukrosa saat percobaan sudah mengalami
oksidasi karena penyimpanan yang lama. Dapat disimpulkan serum darah
mengandung gula pereduksi yang sedikit karena lumayan lama bereaksi dan
warna merah bata yang dihasilkan tidak sepekat fruktosa.
Pada uji seliwanoff, hasil percobaan juga menunjukkan hasil yang positif
semua pada sampel serum darah, glukosa 1%, fruktosa 1% dan sukrosa 1%
yaitu terbentuknya warna merah, sebab hidroksimetilfurfural berkondensasi
dengan resorsinol. Pada hasil reaksi percobaan, sampel fruktosa
menghasilkan warna merah yang paling pekat dan paling cepat bereaksi
menjadi kompleks merah dibanding dengan lainnya, dikarenakan fruktosa
merupakan ketosa yang memiliki gugus keton, gugus keton akan lebih
mudah bereaksi daripada gugus aldehid yang dipunyai glukosa, karena gugus
keton langsung bisa didehidrasi menjadi furfural, sedangkan aldehid harus
diubah menjadi keton dulu oleh asam klorida baru kemudian didehidrasi
menjadi furfural. Lalu pada sukrosa juga menghasilkan reaksi positif karena
pada pemanasan yang lebih, sukrosa akan mengalami hidrolisis menjadi
fruktosa dan glukosa dan masing-masing akan didehidrasi menjadi furfural.
Dapat disimpulkan, serum darah mengandung karbohidrat (aldosa), karena
proses reaksi yang lumayan lama untuk berubah menjadi kompleks merah,
karena terlebih dahulu diubah menjasi ketosa oleh asam klorida sehingga
warna yang dihasilkan tidak terlalu pekat.
Pada uji barfoed, hasil percobaan juga menunjukkan hasil yang positif
pada sampel serum darah, glukosa 1% dan fruktosa 1% yaitu terbentuknya
endapan merah bata, karena hasil reduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+ oleh
suatu gugus aldehid atau keton bebas yang terkandung dalam gula reduksi
yang berlangsung dalam suasana asam. Hasil percobaan pada sampel glukosa
dan fruktosa menghasilkan endapan merah bata yang lumayan pekat, hal ini
sudah sesuai literatur, karena glukosa dan fruktosa merupakan monosakarida
yang mempunyai gugus gula pereduksi, monosakarida sendiri akan lebih
cepat bereaksi karena proses reduksinya yang lebih cepat dibanding
disakarida yang harus diubah ke monosakarida terlebih dahulu, sehingga
glukosa dan fruktosa dapat mereduksi reagen barfoed menjadi endapan
merah bata, sedangkan hasil percobaan pada sukrosa sebenarnya kurang
terlihat jelas, namun menurut penglihatan praktikan, hasil reaksi pada
sukrosa menunjukkan endapan merah kehitaman, sehingga menunjukkan
reaksi negatif, karena sukrosa tidak memiliki gula pereduksi, sehingga tidak
bisa bereaksi dengan reagen barfoed. Dan pada sampel serum darah,
terbentuk endapan merah bata, namun tidak sepekat fruktosa dan glukosa,
dan masih terdapat larutan biru diatasnya, ini dikarenakan butuhnya waktu
yang lebih lama untuk pemanasan dan proses reaksinya, sehingga dapat
disimpulan serum darah mengandung gula disakarida, yang membutuhkan
waktu lebih lama untuk berubah menjadi monosakarida terlebih dahulu baru
bereaksi.
Kadar yang diperoleh dari hasil percobaan yaitu pada replikasi 1 sebesar
131,79%, replikasi 2 130,16% dan pada replikasi 3 129,07%. Kadar tersebut
diperoleh dari rumus kadar gluklosa dalam darah yaitu membagi absorbansi
sampel yang terukur dengan absorbansi glukosa standar lalu dikalikan 100%.
Dapat dilihat bahwa replikasi 1 menunjukkan kadar yang jauh dari rata-rata,
dibanding replikasi 2 dan 3, dan dapat dipastikan bahwa data 1 dicurigai, lalu
dilakukan pembuktian dengan menghitung nilai stastika analisa, dan terbukti
bahwa data 1 menghasilkan nilai yang lebih dari 2,5. Sehingga data 1 tertolak
dari perhitungan, dan dapat disimpulkan kadar rata-rata hasil percobaan,
sebesar 129,61% yang didapat dari rata-rata data2 dan 3, lalu dapat dituliskan
129,61 +/- 0,738 mg/dL, 0,738 disini merupakan standar deviasi yang
dihitung dari data. Sedangkan kadar glukosa darah normal (puasa) sebesar
70-110 mg/dL, dan dapat disimpulkan bahwa kadar glukosa darah hasil
percobaan terlalu tinggi, dimungkinkan mengalami
hiperglikemia/prediabetes/diabetes.
Perlunya ketelitian, penguasan ilmu, dan etos kerja yang tinggi dalam
melakukan percobaan kali ini, karena akan sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan hasil percobaan.
VIII. Kesimpulan
1. Serum darah menunjukkan hasil positif pada semua uji, yaitu uji
molisch yang menunjukkan bahwa serum darah mengandung senyawa
gula, lalu uji benedict yang menunjukkan bahwa serum darah
mengandung gula pereduksi yang sedikit, lalu uji seliwanoff yang
menunjukkan serum darah mengandung aldosa, dan uji barfoed yang
menunjukkan bahwa serum darah mengandung gula disakarida.
Almatsier. S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Hasan, H. 2019. Uji Efektivitas Herbal Sereh (Cymbopogon citratus) Terhadap
Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi
Streptozotocin. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/. Yogyakarta
Hamidjojo, H.S. 2005. Kimia Organik. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Indarti D, Asnawati. 2011. Karakterisasi Film Nata De Coco-Benedict Secara
Adsorpsi Untuk Sensor Glukosa Dalam Urin. Jurnal Ilmu Dasar 12:
200-209
Isbeanny, J. 2014. Uji Kualitatif Karbohidrat dan Hidrolisis Karbohidrat. Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
journal.uinjkt.ac.id
Mjudrawan, F.2016. Identifikasi Senyawa Karbohidrat. Jurusan Kimia Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.
Medan
Nabyl. 2009. Cara Mudah Mencegah Dan Mengobati Diabetes Melitus.
Yogyakarta : Aula Publisher.
Sirajuddin, S dan Najamuddin, U. 2011. Penuntun Praktikum Biokimia.
Makassar : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas