Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 21 No.

1, Maret 2018, hal 43-


50 pISSN 1410-4490, eISSN 2354-9203
DOI: 10.7454/jki.v21i1.542

REGULASI DIRI PADA PENYAKIT KRONIS—SYSTEMIC


LUPUS ERYTHEMATOSUS: KAJIAN LITERATUR

Atikah Fatmawati*

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit Mojokerto, Jawa Timur, 61364, Indonesia

*E-mail: tikaners87@gmail.com

Abstrak

Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah salah satu penyakit yang terkait dengan sistem imun. Penyakit
SLE masih tergolong penyakit yang awam di Indonesia. Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya kasus SLE di
Indonesia, antara lain belum terpenuhinya kebutuhan pasien dan keluarganya tentang informasi, pendidikan, dan
dukungan yang terkait dengan SLE. Hal ini diperlukan agar pasien mudah dalam penanganan penyakit terkait. Artikel
dikumpulkan melalui database elektronik CINAHL, ScienceDirect, dan Proquest menggunakan kata kunci manajemen
diri, sistemik lupus erythemathosus, kelelahan, dan depresi. Kriteria inklusi adalah penelitian terhadap jurnal yang
diterbitkan pada periode antara tahun 2008-2017. Upaya mengurangi efek negatif penyakit kronis mutlak diperlukan.
Salah satunya adalah penerapan program manajemen diri pada pasien SLE. Telah terbukti bahwa penerapan manajemen
diri memiliki efek dalam mengurangi kelelahan dan depresi, dan meningkatkan keterampilan mengatasi dan efikasi diri.
Pengetahuan dan pemahaman tentang program keperawatan yang relevan dalam pengelolaan penyakit kronis harus
dikembangkan dalam lingkup praktik dan penelitian. Oleh karena itu, partisipasi aktif pasien dan keluarga merupakan
komponen penting dalam keberhasilan program pengobatan.

Kata kunci : depresi, kelelahan, manajemen diri, regulasi diri, dan sistemik lupus erythemathosus

Abstract

Self Regulation in Chronic Illness - Systemic Lupus Erythematosus: Literature Review. Systemic Lupus
Erythematosus (SLE) is one of the diseases that associated with immune system. SLE is still classified as a disease that
lay in Indonesia. Many factors that cause this disease are not detected, one of which has not fulfilled the needs of
patients and family of information, education, and support that is associated with SLE. This is necessary to enable the
patient in self- management related illness. Articles were collected through electronic databases CINAHL, Science
Direct, and ProQuest using keywords self-management, systemic lupus erythematosus, fatigue, and depression. The
inclusion criteria were studies to journals published in the period between the years 2008-2017. Efforts to reduce the
negative effects of chronic disease is absolutely necessary. One is the application of self-management program in
patients with SLE. It has been proven that the application has an effect in reducing fatigue and depression, and
increasing coping skills and self-efficacy. Knowledge and understanding of relevant nursing programs in chronic
disease self-management should be developed within the scope of practice and research. So that the active participation
of the patient and family is an important component in the success of a treatment program.

Keywords : depression, fatigue, self management, self regulation, and systemic lupus erythemathos

Pendahuluan Isenberg, & Newman, 2012). Istilah penyakit


SLE telah diperkenalkan oleh dokter pada
Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) abad ke-19 untuk menggambarkan lesi di kulit,
adalah penyakit yang ditandai dengan produksi dan membutuhkan waktu hampir 100 tahun
antibodi yang berlebihan terhadap komponen untuk akhirnya menyadari bahwa penyakit ini
inti sel, dan menimbulkan berbagai macam bersifat sistemik pada beberapa organ yang
ma- nifestasi klinis pada organ (Cleanthous, disebabkan respon autoimun yang
Tyagi, menyimpang (Tsokos,
44 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 21, No. 1, Maret 2018, hal 43-50

2011). Penyebab pasti dari penyakit SLE sam- terlambat diketahui dan diobati dengan benar
pai saat ini masih belum diketahui. Namun karena cukup banyak dokter yang tidak
terdapat beberapa faktor yang diduga menjadi menge- tahui atau kurang waspada tentang
faktor risiko dari penyakit ini, yaitu genetik, gejala pe- nyakit dan dampaknya terhadap
lingkungan, regulasi sistem imun, hormonal, kesehatan. Hal ini disebabkan karena tanda
dan epigenetic (Bartels, et al., 2013). dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit
SLE ini masih terlalu umum dan seringkali
SLE adalah hasil dari regulasi sistem imun merujuk pada penyakit lain, misalnya malaria,
yang terganggu yang menyebabkan produksi nyeri sendi, dan lain- lain.
berle- bihan dari autoantibodi. Pada kondisi
normal tubuh manusia, antibodi diproduksi Odapus harus berhadapan dengan beragai ma-
dan diguna- kan untuk melindungi tubuh dari cam keterbatasan aktivitas yang disebabkan
benda asing (virus, kuman, bakteri, dll). oleh kemungkinan munculnya tanda dan gejala
Namun pada kon- disi SLE, antibodi tersebut pe- nyakit. Hal ini bukan tidak mungkin dapat
kehilangan kemam- puan untuk membedakan me- mengaruhi aktifitas kesehariannya. Faktor
antara benda asing dan jaringan tubuh sendiri. yang dapat memengaruhi yaitu belum
Secara khusus, sel B dan sel T berkontribusi terpenuhinya kebutuhan Odapus dan
pada respon imun pe- nyakit SLE ini kelurganya tentang in- formasi, pendidikan,
(Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). dan dukungan yang terkait dengan SLE.
Dengan minimalnya tingkat pe- ngetahuan
Penyakit SLE masih tergolong penyakit yang pasien dengan SLE, maka dikhawa- tirkan
awam di Indonesia. Akan tetapi tidak berarti status aktivitas penyakitnya pun akan ber- ada
bahwa tidak ada orang yang menderita pada level yang buruk, akibat ketidaktahu- an
penyakit ini. Prevalensi penyakit SLE ini tentang perilaku apa saja yang harus diper-
semakin hari semakin banyak diteliti. hatikan pada penyakit SLE ini. Maka dari itu,
Prevalensi berkisar antara 20–150 kasus per dibutuhkan suatu kajian mengenai peran self
100.000 penduduk, dengan prevalensi yang regulation sebagai bagian dari terapi pada SLE
tertinggi terdapat di negara Brazil. Di Amerika yang dapat dilakukan oleh pasien dengan ban-
Serikat, orang-orang Afrika, Hispanik, atau tuan perawat, dalam rangka mengurangi efek
Asia keturunan cende- rung memiliki angka negatif yang mungkin muncul dari penyakit
prevalensi yang tinggi di- bandingkan dengan SLE ini.
kelompok ras atau etnis lainnya. Tingkat
kelangsungan hidup selama 10 tahun pada Metode
Odapus (Orang dengan Lupus) ber- kisar pada
70% (Tsokos, 2011). Di Indonesia, data Metode penulisan artikel menggunakan pene-
jumlah Odapus belum diketahui secara pasti. lusuran literatur melalui database online yaitu
Survey yang dilakukan Prof. Handono Kalim, CINAHL, ScienceDirect, dan Proquest. Lite-
dkk. menunjukkan jumlah Odapus ada- lah ratur dibatasi dari tahun 2008–2017 dengan
sebesar 0,5% dari total populasi penduduk kata kunci “manajemen diri”, “sistemik lupus
yang ada di Malang (Kemenkes RI, 2017). ery- themathosus”, “kelelahan”, dan “depresi”.
Se- banyak 15 artikel didapatkan pada kajian
Banyak pasien yang datang ke rumah sakit su- lite- ratur ini.
dah dalam kondisi penyakit SLE yang serius,
ini mungkin dikarenakan terlambatnya pasien Hasil
tersebut mengenali tanda dan gejala. Sehingga
banyak kasus SLE yang tidak terdeteksi keber- Efek yang Mungkin Muncul pada SLE. Ber-
adaannya. Masalah tidak terdeteksinya kasus bagai efek dapat timbul pada pasien dengan
SLE di Indonesia dapat dikarenakan berbagai SLE. Efek tersebut dapat datang dari efek se-
macam hal, antara lain seringnya penyakit ini cara fisik maupun efek secara psikologis. Pada
penderita lupus jaringan di dalam tubuh diang- prevalensi kejadian depresi pada perempuan
gap benda asing. Rangsangan dari jaringan ter- yang menderita SLE adalah sebesar 18,75%
sebut akan bereaksi dengan sistem imunitas (15 dari 80 perempuan yang diteliti) (Sehlo &
dan akan membentuk antibodi yang Bahlas, 2013). Studi lain yang dilakukan di
berlebihan, di- mana antibodi yang berfungsi Iran tahun 2005 menyebutkan dari 85 pasien
sebagai pertahan- an tubuh terhadap penyakit, SLE yang diteliti terdapat 60% yang menderita
masuk ke dalam tubuh justru akan menyerang dep- resi. Gejala-gejala depresi yang sering
sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat dan muncul pada responden, antara lain kelemahan
berbagai jaringan organ tubuh seperti jaringan dan kelelahan (88,2%), kesedihan (77,6%),
kulit otot tulang, ginjal, sistem saraf, perasa- an mudah tersinggung (82,3%),
kardiovaskular, paru-paru, dan hati (Tsokos, sedangkan ge- jala yang terkadang muncul,
2011). antara lain ke- hilangan berat badan (34,1%),
penurunan ener- gi (28,2%), sampai pada ide
Efek psikologis pun muncul pada Odapus, me- untuk bunuh diri (10,5%) (Zakeri, et al., 2012).
ngingat manifestasi klinisnya yang menyerang
berbagai macam organ, diantaranya ginjal, ku- SLE berpotensi memiliki banyak tantangan
lit, paru-paru, otak, dan jantung. Salah satu yang berhubungan dengan cara untuk
efek yang sangat terlihat dan menjadi ciri pada mengatasi kon- disi kronis dari penyakit ini
Oda- pus adalah adanya butterfly rush dan regimen peng- obatannya. Dengan
(kemerahan pada wajah di sekitar pipi) yang demikian, SLE, dapat mem- bawa dampak
dapat menu- runkan kepercayaan diri dan tidak yang cukup signifikan pada kua- litas hidup
jarang meng- akibatkan depresi. Hal ini dapat individu yang mengalaminya (Zakeri, et al.,
memengaruhi aktivitas kehidupan sehari- 2012). Saat ini yang banyak terjadi adalah
harinya. Dalam ka- itannya terhadap banyak peneliti klinis dan dokter yang meneliti
keterlibatan sistem saraf pusat pada SLE, tentang SLE menemukan bahwa pasien harus
banyak yang mengarah ke spektrum yang lebih dikaji secara holistik, akan tetapi yang banyak
luas dari gejala neurologis, dian- taranya terjadi adalah hanya berfokus pada kerusakan
kejang, stroke, chorea, mielopati, dan gejala organ yang terjadi, infeksi, penyakit penyerta,
kejiwaan. Adapun gejala kejiwaan yang sering dan efek samping obat. Peneliti juga menemu-
muncul pada pasein SLE adalah kondisi kan bahwa penting bagi dokter dan tenaga ke-
depresi, kecemasan, psikosis, dan kebingungan sehatan untuk menyadari dan mengkaji konse-
yang bersifat akut (Nery, et al., 2008). kuensi fungsional dan sosial pada pasien SLE,
dan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup-
Dalam satu studi yang dilakukan di wilayah nya (Griffiths, Mosca, & Gordon, 2005).
Saudi Arabia pada 2013 menunjukkan bahwa

Gambar 1. Model Manajemen Diri Pada Penyakit Kronis (Sumber: Udlis, 2011)
Pembahasan hatan. Peningkatan kualitas hidup sebagai kon-
sekuensi yang terakhir merupakan efek yang
Self-Management Skills pada SLE. Banyak dapat timbul dengan semakin membaiknya dan
yang beranggapan bahwa penyakit SLE adalah semakin meningkatnya kemampuan pasien da-
penyakit yang bersifat fatal. Anggapan lam self-management.
tersebut terjadi karena adanya ketidaktepatan
dalam hal manajemen penyakit yang dapat Menurut Bomar (2012), terdapat beberapa ke-
datang dari sisi pasien dan bahkan tenaga mampuan dan keterampilan yang harus diinte-
kesehatan. Aktivitas harian pasien dapat grasikan dalam self-management pada
terganggu karena efek sam- ping yang penyakit SLE ini, diantaranya komunikasi,
mungkin muncul dari pengobatan jangka koping dan stres, aktifitas fisik, pengaturan
panjang dan ketidakmampuan pasien untuk obat, nutrisi, dan perawatan kesehatan
mengatasinya. Peningkatan kelangsung- an alternatif. Komunikasi menjadi bagian penting
hidup pada Odapus perlu untuk dilakukan, dalam self-management. Tidak hanya antara
karena hal ini dapat menggeser beban pengelo- pasien dan tenaga kese- hatan, akan tetapi juga
laan penyakit dari mengobati berbagai gejala dibutuhkan peran serta keluarga. Komunikasi
yang muncul ke upaya-upaya pencegahan yang melibatkan pihak keluarga atau mitra
mun- culnya gejala tersebut (Drenkard, et al., yang mendukung akan membawa manfaat,
2012). diantaranya meningkatkan komunikasi
pasangan, meningkatkan keteram- pilan
Integrasi self-management pada perawatan pa- mengatasi masalah, dan meningkatkan
sien dengan SLE mempunyai efek positif, dukungan sosial (Karlson, et al., 2004;
yaitu hasil klinis yang membaik, mengurangi Koroma, 2012).
pe- ngeluaran dana perawatan kesehatan, dan
pe- ningkatan kualitas hidup (Udlis, 2011). Dalam Model of Inner Strength yang dikem-
Hasil klinis yang membaik dapat menjadi bangkan oleh Lundman, et al., (2010), disebut-
salah satu indikator keberhasilan dari suatu kan bahwa inner strength adalah kondisi se-
program self- management pada penyakit seorang yang memiliki pandangan tentang ke-
kronis. Konsekuen- si lain yaitu berkurangnya hidupan dimana perubahan dari berbagai jenis
pengeluaran pembia- yaan kesehatan. Hal ini adalah bagian alami dari kehidupan. Inner
dapat terjadi karena dengan meningkatnya strength sendiri terkait erat dengan hubungan,
kemampuan pasien un- tuk me-manage baik itu hubungan dengan keluarga, teman, ko-
kondisi penyakit dan kesehat- an, maka akan munitas, alam, dan dimensi spiritual yang
semakin berkurang juga jumlah kunjungan dapat
mereka ke pusat pelayanan kese-

Communication

Alternative health care Stress & Coping

Physical activity
Nutrition

Drugs management

Gambar 2. Keterampilan Manajemen Diri Pada SLE (Sumber: Bomar, 2012)


membawa efek pada berbagai macam cara da- kit kardiovaskular. Mendidik pasien dengan
lam menghadapi perubahan yang terjadi di ke- SLE tentang pengaruh lemak dan tujuan me-
hidupan (Viglund, Jonsén, Strandberg, ngontrol tekanan darah untuk meminimalkan
Lundman, & Nygren, 2013). Hal ini risiko penyakit arteri koroner. Pasien dengan
mendukung penting- nya komunikasi dan juga SLE juga perlu diberikan pendidikan
dukungan sosial ter- hadap kemampuan pasien kesehatan terkait nutrisi, diantaranya untuk
dalam melaksanakan self-management pada menambah konsumsi makanan yang
penyakitnya. mengandung kalsium dan vitamin D (Wheeler,
2010; Robinson, Cook, & Currie, 2011).
Koping dan stres mengacu pada kemampuan
pasien untuk mengatasi stressor yang mungkin Penyakit SLE dapat menyebabkan gejala se-
datang akibat serangan berulang penyakit, efek rangan yang mendadak, maka dari itu diper-
pengobatan jangka panjang, gejala ketidaknya- lukan pengetahuan dan kemampuan pasien da-
manan pada tubuh, dan lain-lain. Pasien lam pengambilan keputusan yang tepat terkait
dengan penyakit SLE ini akan mengalami pemilihan dan penentuan fasilitas pelayanan
berbagai perubahan dalam fungsi fisik saat kesehatan yang akan digunakannya. Selain fa-
berada pada kondisi serangan, selain itu silitas pelayanan kesehatan yang bersifat kon-
perasaan depresi dan putus asa juga akan vensional, perawatan yang bersifat alternative
muncul akibat ke- tidakpastian gejala dan efek dan komplementer juga dibutuhkan untuk me-
pengobatan, serta prognosis yang tidak pasti ngurangi efek negative dari penyakit. Pilihan
(Sohng, 2003). Hal ini tentunya membutuhkan perawatannya dapat berupa obat herbal, aku-
suatu intervensi dari perawat untuk membantu puntur, massage, yoga, dan lain-lain (Bomar,
pasien melewati kon- disi stress dengan cara 2012).
mengembangkan meka- nisme koping yang
efektif. Satu hal penting lain terkait self-management
pada pasien SLE, yaitu perencanaan
Aktivitas fisik juga penting untuk diperhatikan kehamilan. Perencanaan kehamilan penting
pada pasien dengan SLE ini, terutama terkait untuk diper- hatikan oleh wanita dengan SLE.
upaya untuk mengurangi paparan sinar ultra- Kesuburan penderita SLE sama dengan
violet yang kemungkinan dapat menimbulkan populasi wanita bukan SLE. Beberapa
eksaserbasi. Penggunaan sun screen/sun pro- penelitian mendapatkan kekambuhan lupus
tection selama aktivitas di luar ruangan serta selama kehamilan namun umumya ringan,
penggunaan baju tertutup dan topi, perlu untuk tetapi jika kehamilan terjadi pada saat nefritis
disampaikan pada pasien. Selain itu, penjad- masih aktif maka 50–60% eksaserbasi,
walan aktivitas fisik yang berada di luar ru- sementara jika nefritis lupus dalam keadaan
angan perlu untuk dilakukan guna mencegah remisi 3–6 bulan sebelum konsepsi hanya 7–
paparan matahari yang terlalu lama (Wheeler, 10% yang mengalami kekambuhan.
2010; Tsokos, 2011; Koroma, 2012; Bartels, et Kemungkinan untuk mengalami pre-eklampsia
al., 2013). dan eklampsia juga meningkat pada penderita
dengan nefritis lupus dengan faktor
Pengaturan obat dan nutrisi pada pasien predisposisi yaitu hipertensi dan sindroma anti
dengan SLE penting untuk dipahami, baik oleh fosfolipid (APS).
pasien, keluarga, maupun tenaga kesehatan.
Perawat perlu menekankan pentingnya Jika penderita SLE ingin hamil dianjurkan se-
kepatuhan ter- hadap pengobatan dan tindak kurang-kurangnya setelah 6 bulan aktivitas pe-
lanjut untuk de- teksi dan pengendalian nyakitnya terkendali atau dalam keadaan
penyakit SLE. Instruk- sikan pasien untuk remisi total. Pada lupus nefritis jangka waktu
mencari perawatan medis jika muncul gejala lebih lama sampai 12 bulan remisi total. Hal
baru, termasuk demam (Panjwani, 2009). ini dapat mengurangi kekambuhan lupus
Menasihati pasien SLE me- ngenai risiko selama hamil.
tinggi terhadap infeksi dan penya-
Pengaruh kehamilan pada SLE terhadap fetus self-management ini memiliki efek dalam me-
adalah adanya kemungkinan peningkatan ngurangi kondisi fatigue (p= 0,049) dan
risiko terjadi fetal heart block (kongenital) depresi (0,025), serta meningkatkan
sebesar 2%. Kejadian ini berhubungan dengan kemampuan ko- ping (0,007) dan self-efficacy
adanya antibodi anti Ro/SSA atau anti La/SSB (p= 0,001). Pro- gram ini memiliki potensi
(Kasjmir, et al., 2011). untuk menjadi inter- vensi keperawatan terbaik
di tatanan komunitas (Sohng, 2003). Dalam
Evidence Based Practice. Fenomena penyakit studi ini lebih terlihat efek self-management
konis akan semakin meningkat jumlahnya dari terhadap kondisi psycho- social daripada efek
hari ke hari dan membutuhkan suatu model terhadap kondisi nyeri dan aktivitas penyakit
perawatan yang tepat (Weinert, Cudney, & setelah pemberian intervensi.
Spring, 2008; Udlis, 2011). Hal inilah yang
menjadi dasar untuk dilaksanakannya program Dalam program self-management ini,
self-management pada pasien. Terdapat 5 di- intervensi yang dapat diberikan adalah terkait
mensi yang terintegrasi dalam program terse- dengan psychoeducational. Salah satu
but, yaitu sumber daya, pengetahuan, kepa- penelitian RCT yang dilakukan di Amerika
tuhan terhadap rencana, adanya partisipasi Serikat menunjuk- kan bahwa
aktif, dan kemampuan pengambilan keputusan psychoeducational tersebut dapat
(Udlis, 2011). Self-management ini didukung meningkatkan kemampuan komunikasi
oleh teori model keperawatan, yaitu Watson’s pasang- an (p= 0,01), self-efficacy (p= 0,004),
Caring Model, yang memiliki tujuan untuk status kesehatan mental (p= 0,03), dan
meningkatkan keseimbangan aspek dalam in- menurunkan skor fatigue (p= 0,02)
dividu (body, mind, and spirit) melalui self- dibandingkan dengan ke- lompok kontrol
knowledge, self-reverence, self-healing, dan (Karlson, et al., 2004).
self- care (Leong, Wa, Peggy, & Chio, 2013).
Kesimpulan
Salah satu dimensi yang harus terintegrasi
dalam self-management ini adalah adanya Fenomena jumlah penyakit kronis yang terus
parti- sipasi aktif dari pihak yang terkait, meningkat membutuhkan suatu penanganan
diantaranya adalah pasien, keluarga, dan juga khusus. Hal ini dalam upaya untuk mengurangi
tenaga ke- sehatan. Dalam satu literatur efek negatif yang mungkin muncul. Salah satu-
disebutkan bahwa faktor yang dapat nya adalah penerapan program self-manage-
memengaruhi kesuksesan penerapan self- ment ini pada pasien dengan penyakit kronis,
management ini adalah karak- teristik pribadi salah satunya adalah penyakit SLE. Telah ter-
dari pasien. Perawat harus mam- pu bukti bahwa program self-management ini me-
mendapatkan data tentang pemahaman pa- sien miliki efek dalam mengurangi kondisi fatigue
tentang kondisi penyakit, yang hal ini akan dan depresi, serta meningkatkan kemampuan
digunakan untuk mengembangkan hubungan koping dan self-efficacy. Oleh karena itu, self-
terapeutik pasien-perawat, mengidentifikasi dan management dapat menjadi suatu intervensi
menentukan kebutuhan pendidikan, terbaik untuk pasien.
mengadop- si strategi yang tepat, dan
menyesuaikan inter- vensi pendidikan atau Pengetahuan dan pemahaman perawat terkait
program self-manage- ment (Bagnasco, et al., program self-management pada penyakit
2013). kronis harus terus dikembangkan dalam
lingkup pra- ktik dan penelitian. Hal ini
Sampai saat ini telah terdapat beberapa pene- didukung oleh jus- tifikasi bahwa semakin
litian yang membahas tentang efek dari self- kekinian konsep asuhan keperawatan akan
management pada penyakit SLE. Dalam pene- berubah menjadi patient and family center
litian yang dilakukan di Rheumatology care. Peran serta aktif pasien dan keluarga
Hospital merupakan suatu komponen penting dalam
–Korea Selatan, menunjukkan bahwa program kesuksesan suatu program perawatan (JH,
AW, TN).
Referensi
Arthritis and Rheumatism, 50 (6), 1832–
Bagnasco, A., Di Giacomo, P., Da Rin Della Mora, 1841. https://doi.org/10.1002/art.20279
R., Catania, G., Turci, C., Rocco, G., &
Sasso, L. (2013). Factors influencing self- Kasjmir, Y., Handono, K., Wijaya, L. K.,
management in patients with type 2 diabetes: Hamijoyo, L., Albar, Z., Kalim, H., …
a quantitative systematic review protocol. Ongkowijaya. (2011). Rekomendasi
Journal of Advanced Nursing, 187–200. Perhimpunan Reuma- tologi Indonesia
https://doi.org/10.1111/jan.12178 untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus
Eritematosus Sistemik. Jakarta: Perhimpunan
Bartels, C.M., Diamond, H.S., Muller, D., Farina, Reumatologi Indonesia.
A.G., Goldberg, E., Hildebrand, J., …
Lakdawala, V.S. (2013). Systemic Lupus Koroma, F. (2012). Systemic lupus erythematosus:
Erythematosus (SLE). Retrieved from http:// nurse and patient education. Nursing
www.emedicine.medscape.com Standard (Royal College of Nursing),
26(39), 49–58.
Bomar, M.G. (2012). Systemic Lupus Erythema-
tosus: Self Management Skills in Chronic Leong, L.T., Wa, S., Peggy, L., & Chio, H.I.
Illness. Retrieved from http://shp.missouri. (2013). Understanding Watson's caring
edu/vhct/case2700/self_mgmt.htm model in the self-management program for
chronic heart failure patient. Macau Journal
Cleanthous, S., Tyagi, M., Isenberg, D.A., & of Nursing, 12 (1), 42–48.
Newman, S.P. (2012). What do we know
about self-reported fatigue in systemic lupus Lundman, B., Aléx, L., Jonsén, E., Norberg, A.,
erythematosus? Lupus, 21 (5), 465–476. Nygren, B., Santamäki Fischer, R., &
https://doi.org/10.1177/0961203312436863 Strandberg, G. (2010). Inner strength--a
theoretical analysis of salutogenic concepts.
Kemenkes RI. (2017). Situasi Lupus di Indonesia. International Journal of Nursing Studies, 47
Jakarta: Pusdatin–Pusat Data dan Informasi (2), 251–260. https://doi.org/10.1016/j.ijnurs
Kementerian Kesehatan RI. ISSN: 2442- tu.2009.05.020
7659.
Nery, F.G., Borba, E.F., Viana, V.S.T., Hatch, J.P.,
Drenkard, C., Dunlop-Thomas, C., Easley, K., Soares, J.C., Bonfá, E., & Neto, F.L. (2008).
Bao, G., Brady, T., & Lim, S. S. (2012). Prevalence of depressive and anxiety
Benefits of a self-management program in disorders in systemic lupus erythematosus
low- income African-American women with and their association with anti-ribosomal P
systemic lupus erythematosus: Results of a antibodies. Progress in Neuro-Psychophar-
pilot test. Lupus, 21 (14), 1586–1593. macology & Biological Psychiatry, 32(3),
https://doi.org/10. 1177/0961203312458842 695–700. https://doi.org/10.1016/j.pnpbp.20
07.11.014
Griffiths, B., Mosca, M., & Gordon, C. (2005).
Assessment of patients with systemic lupus Panjwani, S. (2009). Early diagnosis and treatment
erythematosus and the use of lupus disease of discoid lupus erythematosus. Journal of
activity indices. Best Practice & Research. The American Board of Family Medicine,
Clinical Rheumatology, 19 (5), 685–708. 22(2). https://doi.org/10.3122/jabfm.2009.0
https://doi.org/10.1016/j.berh.2005.03.010 2.080075

Karlson, E.W., Liang, M.H., Eaton, H., Huang, J., Robinson, M., Cook, S.S., & Currie, L.M. (2011).
Fitzgerald, L., Rogers, M.P., & Daltroy, Systemic lupus erythematosus: a genetic
L.H. (2004). A randomized clinical trial of a review for advanced practice nurses.
psychoeducational intervention to improve Journal of the American Academy of Nurse
outcomes in systemic lupus erythematosus. Practitioners, 23 (12), 629–637. https://doi.
org/10.1111/j.1745-7599.2011.00675.x
Sehlo, M.G., & Bahlas, S.M. (2013). Perceived Weinert, C., Cudney, S., & Spring, A. (2008).
illness stigma is associated with depression Evolution of a conceptual model for
in female patients with systemic lupus adaptation to chronic illness. Journal of
erythematosus. Journal of Psychosomatic Nursing Scholarship : An Official Publica-
Research, 74 (3), 248–251. https://doi.org/ tion of Sigma Theta Tau International
10.1016/j.jpsychores.2012.09.023 Honor Society of Nursing / Sigma Theta
Tau, 40(4), 364–372.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & https://doi.org/10.1111/j.1547-50
Cheever, 69.2008.00241.x
K.H. (2010). Brunner and Suddarth
textbook of medical surgical nursing (12th Wheeler, T. (2010). Systemic lupus erythematosis:
Ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & the basics of nursing care. British Journal of
Wilkins. Nursing (Mark Allen Publishing), 19(4),
249–253. Retrieved from http://www.ncbi.
Sohng, K. Y. (2003). Effects of a self-management nlm.nih.gov/pubmed/20220676
course for patients with systemic lupus
erythematosus. Journal of Advanced Nursing, Zakeri, Z., Shakiba, M., Narouie, B., Mladkova,
42 (5), 479–486. N., Ghasemi-Rad, M., & Khosravi, A.
(2012). Prevalence of depression and
Tsokos, G.C. (2011). Systemic lupus erythema- depressive symptoms in patients with
tosus. The New England Journal of systemic lupus erythematosus: Iranian
Medicine, 365 (22), 2110–2121. experience. Rheumatology International,
https://doi.org/10.10 32 (5), 1179–
56/NEJMra1100359 1187. https://doi.org/10.1007/s00296-010-17
91-9
Udlis, K.A. (2011). Self-management in chronic
illness: concept and dimensional analysis.
Journal of Nursing and Healthcare of
Chronic Illness, 3 (2), 130–139. https://doi.
org/10.1111/j.1752-9824.2011.01085.x

Viglund, K., Jonsén, E., Strandberg, G., Lundman,


B., & Nygren, B. (2013). Inner strength as a
mediator of the relationship between disease
and self-rated health among old people.
Journal of Advanced Nursing. https://doi.
org/10.1111/jan.12179

Anda mungkin juga menyukai