Anda di halaman 1dari 30

Referat Bedah Mulut

BEDAH PREPROSTETIK

“Piezosurgery Versus Conventional Method Alveoloplasty”

Oleh:

Akhmad Aufayed Ma’rifatullah


NIM. 2031111310006

DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
JUNI 2021
BEDAH PREPROSTETIK

1. Definisi Bedah Preprostetik


Bedah preprostetik adalah prosedur pembedahan yang dirancang untuk
mempermudah pembuatan prostesis untuk meningkatkan prognosis perawatan
prostodontik. Prinsip-prinsip bedah rekonstruktif preprostetik pertama kali
diperkenalkan oleh MacIntosh dan Obwegeser pada tahun 1967. Setiap ahli bedah
gigi harus memiliki pengetahuan menyeluruh tentang kondisi yang mendukung
keberhasilan dalam konstruksi gigi tiruan, karena operasi yang direncanakan dan
dilaksanakan dengan hati-hati dapat mencegah terjadinya banyak hal yang tidak
diinginkan, baik pada saat gigi dicabut atau setelahnya.1
Bedah preprostetik berkaitan dengan modifikasi bedah dari prosesus
alveolar dan struktur sekitarnya untuk memungkinkan pembuatan gigi prostesis
yang pas, nyaman dan estetis. Bedah preprostetik besar tidak mudah dilakukan
dan membutuhkan pengalaman berulang dan keterampilan bedah yang tidak
mudah dicapai dalam kasus aneh. Penting juga bagi ahli prostodontik untuk
memahami kebutuhan pasien gigi tiruan lengkap dan juga memahami tujuan
pembedahan dan kesulitannya.2,3

2. Tujuan Bedah Preprostetik


Tujuan dari bedah preprostetik adalah untuk menciptakan struktur
pendukung yang tepat untuk penggantian alat prostetik selanjutnya. Bedah
preprostetik memodifikasi lingkungan mulut agar bebas dari penyakit dan untuk
membuat bentuk dan fungsinya lebih sesuai dengan persyaratan pemakaian gigi
tiruan lengkap. Evaluasi menyeluruh terhadap pasien sangat penting dalam
menentukan apakah pasien tersebut merupakan calon pasien untuk pembedahan
dan prosedur mana yang kira-kira dapat mengatasi masalah tersebut.3
Tujuan modifikasi sebagai persyaratan pemakaian gigi tiruan lengkap antara
lain :
 Menyediakan bentuk ridge yang lebar dan datar dengan ketinggian vertikal
( minimum 5 mm) dengan dinding tulang yang hampir sejajar dan tidak
ada undercut pada maksila dan mandibula.

1
 Menyediakan penutup mukosa yang kuat dan elastis dengan sulkus bukal
dan lingual yang berbentuk bagus, yang tidak terganggu oleh frenae, bekas
luka atau lipatan jaringan yang berlebihan.
 Kasus defisiensi tulang yang parah mandibula memberikan massa tulang
untuk kekuatan dan perlindungan untuk berkas neurovaskular di kanal
mandibula yang mengalami pecahnya tulang.
 Untuk membuat hubungan rahang yang tepat dalam dimensi antero-
posterior, transversal, dan vertikal.
 Bentuk dan cakupan jaringan yang memadai untuk kemungkinan
penempatan implan.3

3. Indikasi Bedah Preprostetik


Pembedahan preprostetik diindikasikan pada pasien dengan deformitas
rahang dan regio kraniofasial bawaan atau didapat. Indikasi tersebut terutama
ditujukan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi prostesis bahkan yang
dikontruksi dengan baik. Hal tersebut dikarenakan jaringan lunak atau jaringan
keras yang tidak menguntungkan.3 Ketika gigi asli hilang akibat penyakit
periodontal, trauma, patologi seperti kista, tumor atau ekstraksi, alveolar dan
jaringan lunak sekitarnya mengalami perubahan yang bervariasi. Beberapa dari
perubahan tersebut mungkin tidak menguntungkan bagi ridge untuk menjalani
rehabilitasi gigi, seperti adanya:
 Pengeroposan tulang dengan ketidakteraturan
 Prominensia/Penonjolan
 Undercut
 Lokasi superfisial saraf mental dan foramen dengan perubahan jaringan
lunak
 Jaringan parut dan perubahan insersi otot perioral
 Kedalaman vestibular berkurang
 Flabby hypertrophic ridge. 2
Indikasi spesifik untuk bedah preprostetik meliputi:
 Edentulous lengkap atau parsial sekunder untuk kehilangan gigi dini.
 Pengurangan yang terjadi secara alami dari sisa ridge tulang.

2
 Nyeri (tidak dapat disembuhkan dengan tindakan prostetik konvensional)
 Disfungsi (tidak dapat disembuhkan dengan cara prostetik konvensional).3
Perubahan yang tidak menguntungkan tersebut mengharuskan koreksi
sebelum melakukan rehabilitasi pada rongga mulut. Selain kondisi tersebut,
seperti torus rahang atas dan rahang bawah, tuberositas rahang atas yang menonjol
menimbulkan masalah dalam rehabilitasi rongga mulut dengan prostesis.2

4. Kontraindikasi Bedah Preprostetik


Pembedahan preprostetik tidak dapat dilakukan ke seluruh pasien yang ingin
dilakukan perawatan prostesis, sehingga penatalaksanaan ini memiliki beberapa
kontraindikasi. Kontraindikasi Perawatan Preprostetik meliputi:
 Penyakit sistemik yang mendasari, misalnya penyakit kardiovaskular
 Jumlah tulang yang tidak mencukupi.
 Kualitas tulang tidak memadai (sklerotik/osteoporosis).
 Hubungan antar lengkung yang kurang baik (vertikal, horizontal,
transversal).3

5. Persiapan Pasien Bedah Preprostetik


1) Evaluasi Pasien
Sebelum perawatan bedah atau prostetik, evaluasi menyeluruh
menguraikan masalah yang harus diselesaikan dan rencana perawatan
terperinci harus dikembangkan untuk setiap pasien.2
2) Pemeriksaan awal sebelum operasi
Riwayat medis masa lalu pasien dan status medis saat ini harus ditinjau
dengan perhatian khusus pada alergi, keanehan obat, dan obat-obatan.
Kecenderungan perdarahan atau gangguan sistemik yang akan mempersulit
prosedur anestesi, meningkatkan risiko bedah, dll.2 Semua prosedur yang
berhubungan dengan implantologi oral, harus mencakup perlindungan jalan
napas yang memadai, untuk mencegah komponen kecil jatuh ke dalam faring
atau lebih dalam. Durasi dan kesulitan prosedur serta preferensi pasien dan
operator menentukan apakah dilakukan anestesi lokal, analgesia relatif atau
anestesi umum. Banyak teknik bedah preprostetik dapat dilakukan di bawah
anestesi lokal dengan atau tanpa sedasi berdasarkan kasus rawat jalan misal

3
konturing tulang rahang, vestibuloplasti sederhana, augmentasi lokal dengan
hidroksiapatit, dan penyisipan implan endosseous, termasuk teknik regenerasi
jaringan terpandu.3
3) Pemeriksaan sekunder preoperatif
Pasien sering memiliki jaringan mulut yang bermasalah dan terdistorsi
oleh prostesis tidak fitting. 2
4) Evaluasi jaringan tulang pendukung
Evaluasi meliputi inspeksi visual, palpasi, pemeriksaan radiografi dan
evaluasi kasus pada model. Ridge mandibula yang tersisa harus dievaluasi
secara visual secara keseluruhan bentuk dan kontur ridge, ketidakteraturan
ridge kasar, tori dan eksostosis bukal. Radiografi sefalometri juga dapat
membantu dalam mengevaluasi konfigurasi penampang dari area ridge
mandibula anterior dan hubungan ridge. 2
5) Medikasi Preoperatif dan Perioperatif
Obat yang diresepkan akan bervariasi sesuai dengan kebijakan lokal
dan individu dan untuk pasien tertentu, namun, yang umum digunakan
meliputi
 Premedikasi antiemetik sedatif konvensional ditambah topikal. Krim
anestesi dapat diberikan di tempat injeksi intravena yang direncanakan.
 Obat anti inflamasi non steroid
 Steroid untuk mengurangi edema
 Antibiotik.3

6. Lingkup Bedah Preprostetik


Bedah preprostetik meliputi:
 Prosedur pemeliharaan ridge.
 Prosedur recontouring korektif.
- Prosedur perbaikan jaringan lunak.
- Prosedur perbaikan jaringan keras.
 Prosedur perpanjangan/ekstensi ridge.
 Prosedur augmentasi ridge.
- Bahan bone graft alloplastik.

4
- Bone graft rusuk/krista iliaka.
- Teknik pengangkatan sinus.
- Implan.
 Koreksi hubungan ridge yang abnormal.
 Koreksi deformitas jaringan lunak.
 Restorasi yang didukung implan dan prosedur ajuvan.4

7. Manajemen Bedah untuk Protesa Lepasan


7.1. Prosedur recontouring tulang
1) Alveoloplasty Sederhana Terkait Dengan Pencabutan Beberapa Gigi
Alveoplasty adalah pembentukan tulang alveolar untuk menghilangkan
ketidakteraturan dan undercut. Tujuannya adalah untuk menyediakan basis
yang stabil untuk protesa dan mempertahankan sebanyak mungkin tulang
alveolar.2

Alveoloplasty Sederhana

2) Intraseptal Alveoloplasty
Teknik alternatif dari teknik alveoloplasty sederhana untuk
menghilangkan ketidakteraturan ridge alveolar. Teknik ini disebut juga teknik
dean (dean’s technique) yang melibatkan pengangkatan tulang intraseptal dan
reposisi tulang kortikal labial daripada pengangkatan area yang berlebihan
atau tidak teratur dari korteks labial.2

5
Intraseptal Alveoloplasty

3) Pengurangan Tuberositas Maksila


Teknik ini ditujukan pada tuberositas maksila yang abnormal besar
pada sejumlah besar pasien edentulous dan pada sebagian besar kasus
pembesaran ini disebabkan oleh kelebihan jaringan fibrosa putih.2

Pengurangan Tuberositas Maksila (Maxillary Tuberosity Reduction)

4) Eksostosis Bukal dan Undercuts Berlebihan


Eksostosis umumnya memerlukan pengangkatan, sedangkan area
undercut yang kecil seringkali dirawat dengan diisi dengan bahan tulang
autogenous atau allogenik. Kasus tersebut dapat terjadi pada rahang atas atau
rahang bawah anterior. Tonjolan tulang bukal diangkat yang dapat
menghasilkan puncak yang sempit di daerah alveolar ridge, daerah
pendukung yang tidak diinginkan untuk gigi tiruan, dan daerah yang mungkin
lebih banyak mengalami resorbsi.2

6
Pengangkatan Eksostosis Bukal

5) Eksostosis Palatal Lateral:


Aspek palatal lateral ada kemungkina sedikit tidak teratur karena
adanya eksostosis palatal lateral. Hal ini menimbulkan masalah dalam
konstruksi gigi tiruan karena undercut yang dibuat oleh Exostosis dan
penyempitan palatal.2
6) Pengurangan Mylohyoid Ridge
Sebagian besar batas gigi tiruan dipengaruhi batas anatomi fungsional
yang ditentukan oleh aktivitas otot. Aktivitas ini mungkin menguntungkan
atau tidak menguntungkan tergantung pada arah relatif serat otot terhadap
basis gigi tiruan.2
7) Pengurangan Genial Tuberkel
Area perlekatan otot genioglossus di bagian anterior mandibula dapat
menjadi semakin menonjol ketika mandibula mulai mengalami resorpsi.
Tuberkulum sebenarnya dapat berfungsi sebagai penyangga di mana gigi
tiruan dapat dibuat, tetapi biasanya memerlukan reduksi untuk membuat
protesa dengan benar.2
8) Pengangkatan Tori
Tori dapat mempersulit atau bahkan menghalangi pembuatan gigi tiruan
setelah gigi hilang. Tori yang besar dan berlobus dengan undercut harus

7
dirawat, sedangkan dokter gigi yang merawat mungkin menganggap tori yang
lebih kecil, halus, dan lebar tidak berdampak signifikan.2

Proses Operasi Pengangkatan Torus Palatal

7.2. Augmentasi Mandibula


1) Superior Border Augmentation
Superior border augmentation dengan bone graft kadang-kadang
diindikasikan ketika resorpsi parah pada mandibula. Kondisi yang parah
tersebut mengakibatkan tinggi atau kontur yang tidak memadai, potensi risiko
fraktur atau ketika rencana perawatan memerlukan penempatan implan di
area dengan tinggi atau lebar tulang yang tidak mencukupi.2

Superior Border Augmentation

2) Inferior Border Augmentation


Sanders dan Cox melaporkan penggunaan klinis pertama dari teknik
inferior border adalah untuk augmentasi mandibula atrofi. Teknik ini jarang

8
digunakan untuk augmentasi mandibula dengan grafting inferior
menggunakan bone graft krista iliaka dan difiksasi yang rigid.2

Inferior Border Augmentation

3) Augmentasi Mandibula dari Hidroksiapatit


Hidroksiapatit telah mengembangkan kembali minat dalam augmentasi
alveolar ridge yang mengalami resorbsi. Augmentasi tulang pada alveolar
ridge sering mengalami resorpsi dalam waktu singkat, tetapi hidroksiapatit
yang tidak dapat diserap oleh tubuh diharapkan untuk menghindari resorpsi
berulang.
4) Regenerasi Tulang Terpandu (Osteopromotion)
Sebuah membran (nonresorbable atau resorbable) digunakan untuk
menutupi area di mana penyembuhan bone graft atau regenerasi tulang
diinginkan. Konsep regenerasi terpandu didasarkan pada kemampuan untuk
mengecualikan jenis sel yang tidak diinginkan, seperti sel epitel atau fibroblas
dari area di mana penyembuhan tulang terjadi.2
5) Visor Osteotomi
Tujuan dari visor osteotomy adalah untuk meningkatkan ketinggian
mandibular ridge untuk dukungan gigi tiruan. Teknik ini terdiri dari
pemisahan sentral mandibula dalam dimensi buccolingual dan posisi superior
dari bagian lingual mandibula, yang dipasang pada posisinya. Bahan bone
graft cancellous ditempatkan di korteks luar di superior labial junction untuk
memperbaiki kontur.2
6) Visor Osteotomi yang Dimodifikasi (Modified Visor Osteotomy)
Terdiri dari pemisahan mandibula secara buccolingual dengan
osteotomi vertikal hanya di daerah posterior dan osteotomi horizontal di

9
daerah anterior. Partikel bone graft corticocancellous dengan granula
hidroksiapatit ditempatkan di celah antara segmen anterior superior dan
inferior. Sisa bahan graft dapat dicetak pada aspek bukal segmen posterior.2

Modified Visor Osteotomy

7.3. Augmentasi Maksila


Kasus tertentu seperti peningkatan ruang antar arkus yang parah, hilangnya
kubah palatal, gangguan dari area penyangga zygomatic, dan tidak adanya
lekukan tuberositas posterior dapat mencegah pembuatan gigi tiruan yang tepat.
Kasus tersebut dapat dilakukan prosedur sebagai berikut.2
1) Onlay Bone Grafting
Teknik ini diindikasikan terutama ketika resorpsi parah alveolar maksila
yang mengakibatkan tidak adanya ridge alveolar klinis dan hilangnya bentuk
kubah palatal yang memadai.2
2) Interposisional Bone Grafting
Interposisional bone grafting pada rahang atas diindikasikan pada
rahang atas yang kekuridge tidak mencukupi.2
3) Maxillary Hydroxyapatite Augmentation
Hydroxyapatite Augmentation telah tersedia dan menghilangkan
kebutuhan untuk operasi donor-situs dan mudah ditempatkan dalam
pengaturan rawat jalan. HA dapat digunakan untuk mengkontur dan
menghilangkan ketidakteraturan ridge kecil dan area undercut di rahang atas.2

7.4. Osteogenesis Distraksi Alveolar


Proses ini didasarkan pada konsep distraksi tulang sepanjang vektor yang
melintang terhadap sumbu panjang tulang yang menghasilkan pembentukan
tulang. Keuntungan utama dari osteogenesis distraksi adalah tidak perlunya

10
pembedahan tambahan di tempat donor. Manfaat lain adalah pemanjangan
tulang yang terkoordinasi dan jaringan lunak terkait.2

7.5. Koreksi Hubungan Abnormal Ridge


Pasien dengan edentulous total memiliki ruang antar arkus dan hubungan
anteroposterior dan transversal dari maksila maupun mandibula yang harus
dievaluasi dengan rahang pasien pada dimensi vertikal oklusal yang tepat. Fase
diagnostik mungkin memerlukan konstruksi galangan gigit (bite rim) dengan
penyangga bibir yang tepat.2

8. Manajemen Bedah untuk Protesa Gigi Tiruan Cekat


8.1. Gingivektomi dan Gingivoplasti
Gingivektomi merupakan eksisi pada gingiva, sedangkan gingivoplasty
adalah pembentukan kembali gingiva untuk membuat kontur fisiologis gingiva
dengan tujuan untuk membentuk kembali gingiva tanpa adanya poket.2
8.2. Teknik untuk Meningkatkan Gingiva Cekat
1) Augmentasi Gingiva Apikal ke Resesi
Reseksi akar:
Prosedur di mana satu atau dua akar gigi multiroot diamputasi,
meninggalkan mahkota untuk didukung oleh akar atau akar yang tersisa.
Hemiseksi:
Reseksi akar yang paling umum melibatkan akar distobukal molar pertama
rahang atas.
2) Augmentasi Gingiva Koronal ke Resesi (Cakupan Akar)
Memahami berbagai tahap dan kondisi resesi gingiva diperlukan untuk
penutupan akar yang dapat diprediksi.2
9. Manajemen Bedah untuk Protesa Lepasan Gigi Tiruan Lengkap
Segera (Immediate Complete Dentures)
Insersi gigi tiruan segera setelah operasi juga berfungsi untuk memasang
splint pada tempat pembedahan, yang menghasilkan pengurangan perdarahan dan
edema pascaoperasi dan perbaikan adaptasi jaringan terhadap alveolar ridge.
Perawatan bedah untuk insersi gigi tiruan segera dapat dilakukan secara bertahap
dengan ekstraksi gigi posterior pada rahang atas dan rahang bawah dilakukan

11
sebelum ekstraksi anterior. Hal ini memungkinkan untuk penyembuhan awal
daerah posterior dan mendukung konstruksi gigi tiruan. Setelah periode
penyembuhan awal segmen posterior, catatan gigit baru diambil, dan model
dipasang pada artikulator. Setelah penggantian model gigi dengan gigi prostetik,
gips pada area alveolar ridge kemudian dikontur ulang dengan hati-hati.3
Pembedahan gigi tiruan segera umumnya melibatkan teknik yang paling
konservatif dalam pengangkatan gigi yang tersisa. umumnya Indikasi intraseptal
alveoloplasty dapat mempertahankan ketinggian vertikal dan tulang kortikal
sebanyak mungkin. Setelah rekonturing tulang dan eliminasi ketidakteraturan
awal selesai, jaringan didekatkan dengan tekanan digital dan clear acrylic
surgical guide yang dibuat pada gips prabedah dipasangkan. Setiap area jaringan
yang memucat atau ketidakteraturan kasar kemudian dikurangi hingga clear
acrylic surgical guide beradaptasi dengan ridge alveolar di semua area. Sayatan
ditutup dengan jahitan continuous atau interrupted. Gigi tiruan segera dengan soft
liner dimasukkan dan hubungan oklusal diperiksa dan disesuaikan sesuai
kebutuhan.3

10. Teknik Pengangkatan Frenulum


Frenektomi adalah pengangkatan total frenulum, termasuk perlekatannya
pada tulang di bawahnya. Teknik ini diperlukan dalam koreksi diastema abnormal
antara gigi insisivus sentralis rahang atas. Selain itu ada juga yang disebut
frenotomi yang merupakan insisi atau memotong frenulum.2 Teknik frenektomi
terdiri dari :
10.1. Teknik konvensional
Sebuah sayatan elips sempit di sekitar daerah frenal ke periosteum.
Frenulum fibrosa kemudian dilakukan diseksi tajam dari periosteum dan
jaringan lunak di bawahnya, dan tepi luka digerus secara perlahan dan
didekatkan kembali.
10.2. Z-plasty
Setelah eksisi jaringan fibrosa, dua sayatan miring dibuat dengan cara z,
satu di setiap ujung area eksisi sebelumnya. Kedua flap runcing kemudian
digerus perlahan dan diputar untuk menutup insisi vertikal awal secara
horizontal. Dua ekstensi miring kecil juga membutuhkan penutupan.

12
Teknik Z-plasty

11. Manajemen Bedah untuk Kelainan Jaringan Lunak


11.1. Bedah Jaringan Lunak untuk Ekstensi Ridge Mandibula
Perlekatan mukosa di dekat daerah penyangga gigi tiruan memberikan
pengaruh yang lebih besar pada retensi dan stabilitas gigi tiruan saat terjadi
resorpsi alveolar ridge. Pembedahan jaringan lunak yang dilakukan untuk
meningkatkan stabilitas gigi tiruan dapat dilakukan langsung atau dapat
dilakukan setelah augmentasi tulang.2
1) Flap vestibuloplasti transposisional (lip switch)
Flap vestibuloplasti berbasis lingual pertama kali dijelaskan oleh
Kazanjian. Teknik-teknik ini memberikan hasil yang memadai dalam banyak
kasus dan umumnya tidak memerlukan rawat inap.2
2) Prosedur ekstensi vestibulum dan dasar mulut:
Prosedur kombinasi ini secara efektif menghilangkan kekuatan lepas
dari mukosa dan perlekatan otot dan menyediakan dasar yang luas dari
jaringan berkeratin terfiksasi pada area bantalan (bearing area) gigi tiruan
primer.2
11.2. Bedah Jaringan Lunak untuk Ekstensi Maxillary Ridge
1) Vestibuloplasti submukosa
Obwegeser menjelaskan bahwa vestibuloplasti submukosa merupakan
prosedur pilihan untuk koreksi perlekatan jaringan lunak pada atau di dekat
puncak ridge alveolar pada rahang atas. Teknik ini sangat berguna ketika

13
resorpsi tulang alveolar rahang atas telah terjadi tetapi sisa tulang rahang atas
cukup untuk dukungan gigi tiruan yang tepat.2
2) Vestibuloplasti Maksila dengan Cangkok Jaringan (Tissue Grafting)
Teknik vestibuloplasti submukosa yang dilakukan ketika terdapat
mukosa labiovestibular yang cukup akan menghasilkan pemendekan bibir.
Teknik ekstensi vestibular lainnya harus melakukan modifikasi teknik
vestibuloplasti Clark menggunakan mukosa pedikel dari bibir atas dan dijahit
pada kedalaman ruang depan rahang atas setelah diseksi supraperiosteal dapat
digunakan.2

12. Prosedur Pengangkatan Sinus dan Augmentasi Tulang untuk


Penempatan Implan
12.1. Subantral Opsi 1: Penempatan Implan Konvensional dengan Tulang
yang Cukup Tersedia untuk Penempatan Implan
Kasus tulang yang mencukupi (Divisi A) maka menggunakan implan
dengan tinggi > 12 mm dan diameter 4 mm. Kasus tulang Divisi B dilakukan
osteoplasti atau augmentasi untuk menambah lebar ke Divisi A. Augmentasi
untuk lebar dilakukan dengan penyebaran tulang dan autogenous Onlay.2
12.2. Subantral Opsi 2: Pengangkatan Sinus dan Penempatan Implan
Simultan
Tulang vertikal yang ada adalah 10 – 12 mm. Lantai antral ditinggikan 0-2
mm.2
12.3. Subantral Opsi 3: Sinus Graft dengan Penundaan Penempatan Implan
Endosteal
Setidaknya ada 5 mm tulang vertikal antara lantai antral dan puncak dari
sisa ridge.2
12.4. Opsi Subantral 4: Sinus Graft dan Penundaan Penempatan Implan
Endosteal Yang Diperpanjang
Tinggi tulang < 5 mm antara residual crest dan dasar sinus.2

13. Piezosurgery
Piezosurgery adalah teknik yang relatif baru ditemukan oleh Profesor
Vercelloti pada tahun 1988. Teknik ini memberikan keuntungan dan mengatasi

14
keterbatasan instrumentasi tradisional dalam bedah tulang pada mulut dengan
memodifikasi dan meningkatkan teknologi ultrasound konvensional. Prinsip dasar
piezoelektrik yang ditemukan oleh Jacque dan Pierre Curie pada akhir abad ke-19
untuk pemotongan tulang didasarkan pada getaran mikro ultrasonik. Getaran
mikro ini diciptakan oleh efek piezoelektrik di mana keramik dan kristal tertentu
berubah bentuk saat melewati arus listrik melaluinya, menghasilkan osilasi
frekuensi ultrasonik.5
13.1. Indikasi Piezosurgery
 Debridemen jaringan lunak
 Menghaluskan permukaan akar
 Bone grafting
 Preparasi lokasi implan
 Pelepasan implan
 Prosedur pengangkatan sinus
 Preparasi saluran akar retrograde
 Apicectomy
 Cystectomy
 Ekstraksi gigi ankylosis
 Bedah ortodontik.5
13.2. Kontraindikasi Piezosurgery
 Tidak ada kontraindikasi absolut
 Kardiopati
 Pasien dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol
 Pasien yang menerima radioterapi
 Pasien dengan mahkota logam/keramik
 Pasien dengan alat pacu jantung.5
13.3. Mekanisme Kerja Piezosurgery
Ultrasonik adalah cabang akustik yang berhubungan dengan getaran suara
dalam frekuensi yang berkisar di atas tingkat yang dapat didengar yaitu > 20
kHz. Sonik merupakan gelombang ultrasound dengan amplitudo tinggi yang
dihasilkan oleh tiga metode berbeda.

15
 Metode Mekanik – hingga 100 kHz
 Metode Magnetostatik – 18–25 kHz
 Efek piezoelektrik – 25–50 kHz.5
Piezosurgery menggunakan efek piezoelektrik dimana energi mekanik
berupa tegangan dan kompresi diubah menjadi energi listrik. Frekuensi
ultrasonik piezoelektrik dibuat dengan memaksa arus listrik dari generator
melalui cincin piezo-keramik yang menyebabkan deformasi. Frekuensi
ultrasonik biasanya berkisar 24-36 kHz, sehingga mampu memotong jaringan
mineral dalam pengaplikasiannya dikedokteran gigi. Gerakan yang timbul dari
deformasi cincin membuat getaran di transduser yang menciptakan output
ultrasound. Gelombang ini ditransmisikan ke ujung handpiece di mana gerakan
longitudinal terjadi yang mengakibatkan pemotongan jaringan tulang dari
penghancuran tulang secara mikroskopis. Transduser adalah bagian yang sangat
penting dari sistem instrumen karena menggabungkan elemen piezoelektrik,
yang mengubah sinyal listrik menjadi getaran mekanis dan akhirnya getaran
mekanis menjadi sinyal listrik.5
Kavitasi adalah fenomena pendidihan mikro yang terjadi dalam cairan
pada antar permukaan padat-cair yang bergetar dengan frekuensi menengah.
Pecahnya kohesi molekuler dalam cairan dan munculnya zona depresi yang
terisi dengan uap akan membentuk gelembung yang akan segera meletus. Kasus
seperti alat detartrating, kavitasi terjadi ketika semprotan air menyentuh sisipan
yang bergetar ke frekuensi menengah. Prosedur osteotomi ultrasonik terdapat
fenomena ini yang mempertahankan visibilitas yang baik di bidang bedah
dengan menyebarkan cairan pendingin sebagai aerosol dan menyebabkan
hemostasis. Efek kavitasi juga menunjukkan sifat antibakteri dengan memecah
dinding sel bakteri, yang membantu dalam memperoleh prediktabilitas tinggi
dan morbiditas rendah dalam bedah tulang.5
13.4. Perangkat Piezoelektrik
Perangkat ini terdiri dari handpiece dan sakelar kaki yang terhubung ke
unit utama yang memasok daya dan memiliki dudukan untuk bagian tangan dan
cairan irigasi. Unit utama terdiri dari platform dan panel kontrol bersama dengan
tampilan digital dan keypad. Frekuensi 25–29 kHz dapat terlihat dengan

16
serangkaian sisipan dari berbagai bentuk bersama dengan getaran linier mulai
dari 60–200 µm. Daya perangkat ini kira-kira 5 W. Unit ini menawarkan tiga
tingkat daya yang berbeda dari sudut pandang klinis. Mode rendah untuk bedah
ortodontik dan pembersihan apiko endokanal; mode tinggi untuk membersihkan
dan menghaluskan permukaan radikular; dan mode yang ditingkatkan (boosted)
untuk bedah tulang untuk melakukan osteotomi dan osteoplasti.5

Piezosurgery unit

13.5. Piezosurgery dalam Bedah Mulut dan Maksilofasial


Indikasi yang paling penting dalam bedah mulut adalah pengangkatan
sinus, bone graft harvesting, distraksi osteogenik, ekspansi ridge, bedah
endodontik, bedah periodontal, dekompresi nervus alveolaris inferior,
pengangkatan kista, pencabutan gigi, hiperplasia kondilus unilateral, dan
pencabutan gigi impaksi. Risiko perforasi membran Schneiderian berkurang dari
30% menjadi 7% selama prosedur osteotomi untuk pembuatan bone window
atau selama pengangkatan membran.5

17
Piezosurgery Versus Conventional Method Alveoloplasty

PENDAHULUAN
Sebuah alveolar ridge yang berkontur dengan baik dan halus sangat penting
untuk pembuatan gigi tiruan sebagian atau lengkap. Saat membentuk (contouring)
ridge sangat penting diingat bahwa semakin besar eksisi tulang, maka semakin
tinggi resorpsi yang dihasilkan. Prosedur pembuatan kontur tersebut harus dibatasi
pada eksisi ridge yang tajam tidak beraturan dan undercut yang tidak sesuai untuk
konstruksi gigi tiruan. Oleh karena itu, tujuan dari alveoloplasty adalah untuk
mendapatkan dukungan jaringan yang baik untuk prostesis yang dirancang sambil
mempertahankan sebanyak mungkin jaringan lunak dan jaringan keras.
Alveoloplasty adalah prosedur bedah preprostetik yang melibatkan
penghalusan tulang alveolar yang kasar setelah ekstraksi pada area edentulous
atau pengurangan bulbus tuberositas yang menciptakan undercut yang dalam.
Teknik ini merupakan salah satu teknik bedah yang paling umum digunakan
untuk mempersiapkan alveolar ridge dalam menempatkan prostesis. Sejarah
prosedur ini telah dikenal lebih dari satu abad oleh A. T. Willard pada tahun 1853.
Dia menganjurkan pengurangan alveolar ridge untuk membawa kedekatan
lengkap jaringan lunak di atas alveolar. Kemudian, Sir O. T. Dean pertama kali
memperkenalkan “Alveoloplasty Intraseptal” atau dikenal sebagai “Dean's
alveoloplasty” dalam jurnal American Dental Association pada tahun 1936.
Piezosurgery atau operasi tulang piezoelektrik adalah sistem baru yang
inovatif, meyakinkan, dan tepat untuk menghilangkan jaringan keras, dan sedikit
mengurangi jaringan lunak. Teknik ini bekerja berdasarkan prinsip getaran
ultrasonik. Penelitian penggunaan teknologi ini dalam kedokteran gigi sebagai
prosedur elevasi sinus maksilaris, pengambilan tulang, perluasan puncak alveolar,
implantologi, bedah periodontal, bedah ortognatik dan maksilofasial, serta
pemaparan dan ekstraksi gigi. Namun, hingga saat ini belum ada penelitian untuk
penggunaan piezosurgery dengan teknik invasif minimal untuk prosedur
alveoloplasty.

18
MATERIAL DAN METODE
Desain dan sampel studi
Untuk menjawab tujuan penelitian, penulis merancang dan menerapkan
studi split-mouth in vivo setelah menerima persetujuan dari Dewan Peninjau
Institusional dan Komite Etik. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan Deklarasi
Helsinki. Informed consent tertulis diperoleh dari semua pasien setelah mereka
diberi informasi tertulis dan verbal lengkap mengenai penelitian ini.
Populasi penelitian terdiri dari semua pasien edentulous dengan spikula
tulang bilateral pada alveolar ridge diindikasikan untuk alveoloplasty yang datang
ke institut departemen rawat jalan kedokteran gigi antara 1 Januari 2016 - 1
Januari 2017. Pasien yang memiliki spikula tulang bilateral dengan diameter
maksimal 2-mm pada kedua sisi dimasukkan dalam penelitian ini. Pasien dengan
gangguan perdarahan, komorbiditas sistemik yang tidak terkontrol, spikula tulang
unilateral, dan diameter spikula tulang melebihi 2 mm dikeluarkan dari penelitian.

Metodologi
Pasien diperoleh dengan teknik pengacakan menggunakan amplop tertutup
buram yang diberi nomor berurutan, kemudian salah satunya dipilih dan akan
dilakukan piezo alveoloplasty. Semua prosedur bedah dan penilaian pasca operasi
dilakukan oleh ahli bedah yang sama. Pasien diharuskan berkumur dengan obat
kumur klorheksidin 0,12% (Oradex) selama satu menit sebelum operasi. Setelah
melakukan pengecatan dan penutupan (painting and draping) standar pada daerah
bedah, kemudian pasien diberikan anestesi lokal (2% Lignokain Hidroklorida
dengan Adrenalin 1:200,000) disuntikkan pada muccobucal fold di atas daerah
spikula tulang yang menonjol.
Anestesi lengkap dari area bedah yang direncanakan telah tercapai,
kemudian sayatan crestal dan lepasan sayatan diambil, dan full thickness flap
dilakukan. Kontur tulang dibentuk dengan bone files, rongeurs forceps, atau burs.
Palpasi digital digunakan untuk menentukan keseragaman ridge. Flap didekatkan
dan diamankan dengan jahitan nonresorbable (3-0 silk suture, Monodek®).
Prosedur pembedahan dihitung dari sayatan pertama hingga jahitan terakhir.

19
1) Sayatan crestal bersama dengan melepaskan sayatan. 2) Eksisi spikula tulang
menggunakan forsep rongeurs. 3) Penutupan dengan black silk 3-0.

Sayatan pada sisi kontralateral dari lengkung lainnya ditempatkan di mesial


atau distal spikula tulang menggunakan pisau bedah (No. 15). Sebuah elevator
periosteal dengan ujung berukuran kecil dimasukkan di bawah sayatan, dan
membuat subperiosteal tunneling yang dilakukan hingga mencapai spikula tulang
yang menonjol. Sebuah Piezo Blade berbentuk Rhomboid (EX-03, Dmetec
Surgystar®, Korea) dimasukkan melalui rongga subperiosteal hingga spikula
tulang tersebut. Unit alat piezo dinyalakan dengan frekuensi yang diatur pada 25-
29 kHz dalam mode "ditingkatkan (boosted) " dengan aliran saline 60 ml/menit.
Spikula tulang dipotong dengan hati-hati dalam gerakan searah dari piezo blade.
Gerakan dilanjutkan sampai spikula tulang tidak lagi teraba secara digital. Waktu
dari awal sayatan sampai akhir alveoloplasty dicatat. Baik prosedur bedah,
alveoloplasty konvensional, dan alveoloplasty menggunakan piezosurgery
dilakukan dalam sesi bedah yang sama.

20
4) Sayatan berdekatan dengan spikula tulang. 5) Subperiosteal tunneling. 6) Piezo
unit. 7) Alveoloplasty menggunakan piezo blade EX-03.

Pasien diberi resep analgesik (500 mg Aceclofenac setiap 8 jam selama 5


hari) dan antibiotik (250 mg amoksisilin setiap 8 jam selama 5 hari) pasca operasi.
Apabila ada kasus alergi amoksisilin, eritromisin (250 mg setiap 8 jam selama 5
hari) diresepkan. Pilihan analgesik dan antibiotik didasarkan pada protokol
institusional standar. Nyeri pasca operasi di tempat yang dioperasi dinilai dengan
Visual Analog Scale (VAS) pada hari kedua pasca operasi. Jahitan dilepas pada
pasca operasi hari ke-7 dan penyembuhan dinilai menggunakan indeks Landry et
al. Nilai yang diperoleh dicatat, ditabulasi, dan dievaluasi secara statistik.

Visual Analog Scale (VAS)

21
Indeks penyembuhan (Healing Index) (Landry, Turnbull dan Howley)
Healing Index Kriteria
Sangat Buruk (Very Warna jaringan : Lebih dari 50% gingiva merah
Poor) Respon terhadap palpasi : Perdarahan
Jaringan granulasi: Ada
Tepi insisi: Tidak terepitelisasi dengan hilangnya
epitel di luar tepi
Supurasi: ada
Buruk (Poor) Warna jaringan: Lebih dari 50% gingiva merah
Respon terhadap palpasi: Perdarahan
Jaringan granulasi: Ada
Margin sayatan: Tidak terepitelisasi dengan jaringan
ikat terbuka.
Bagus (Good) Warna jaringan: kurang dari 50% gingiva merah
Respon terhadap palpasi: Tidak ada perdarahan
Jaringan granulasi: Tidak ada
Margin sayatan: Tidak ada jaringan ikat yang terbuka
Sangat Bagus (Very Warna jaringan: Kurang dari 25% gingiva merah
Good) Respon terhadap palpasi: Tidak ada perdarahan
Jaringan granulasi: Tidak ada
Margin sayatan: Tidak ada jaringan ikat yang terbuka
Luar Biasa (Excellent) Warna jaringan: Semua gingiva pink
Respon terhadap palpasi: Tidak ada perdarahan
Jaringan granulasi: Tidak ada
Margin sayatan: Tidak ada jaringan ikat yang terbuka

HASIL
Para pasien yang terpilih dalam penelitian ini terdiri dari 35 pasien yaitu 25
laki-laki dan 10 perempuan, rentang usia 38-83 tahun dengan usia rata-rata 60,8
tahun yang didiagnosis spikula tulang bilateral pada edentulous alveolar ridge.
Analisis statistik menggunakan paket statistik SPSS versi 21.0 (SPSS, Inc,
Mumbai, India). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam usia pasien dan
ukuran spikula tulang. Namun, jenis kelamin tercatat sebagai faktor perancu
karena didominasi oleh populasi laki-laki.

22
Distribusi jenis kelamin
Statistik deskriptif seperti mean, standar deviasi, frekuensi, dan persentase
variabel independen telah diungkapkan. Perbandingan antar kelompok variabel
hasil, seperti waktu yang dibutuhkan untuk operasi, skor VAS untuk penilaian
nyeri, dan indeks penyembuhan, dilakukan dengan menggunakan uji t
berpasangan di mana P <0,05 dianggap signifikan secara statistik.
Penelitian ini terdapat perbedaan yang sangat signifikan secara statistik
antara kedua kelompok sehubungan dengan variabel hasil seperti waktu yang
dibutuhkan dalam detik, VAS pada hari ke-2, dan indeks penyembuhan pada hari
ke-7. Rata-rata (mean) waktu yang dibutuhkan (dalam detik) dan rata-rata VAS
lebih tinggi dan rata-rata indeks penyembuhan lebih rendah untuk kelompok
konvensional dibandingkan dengan kelompok piezosurgery.

Nyeri
Pasien dalam subkelompok piezosurgery melaporkan skor VAS yang secara
signifikan lebih rendah di daerah bedah pada pasca operasi hari ke-1,
dibandingkan dengan subkelompok konvensional. Rata-rata skor VAS adalah 2,74
untuk metode konvensional dan 0,94 untuk metode piezosurgery dengan standar
deviasi masing-masing 1,2 dan 0,7.

23
Perbandingan Visual Analog Scale

Waktu Operasi
Waktu operasi yang dilaporkan dalam subkelompok piezosurgery
alveoloplasty secara signifikan lebih sedikit dibandingkan dengan subkelompok
konvensional. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk alveoloplasti dengan
metode konvensional adalah 255,20 detik dan untuk prosedur dengan teknik
piezosurgery adalah 132,37 detik dengan standar deviasi masing-masing 109,8
dan 78,2.

Perbandingan waktu operasi

Index Penyembuhan
Daerah bedah di subkelompok piezosurgery menunjukkan penyembuhan
yang lebih baik dan lebih cepat secara signifikan dibandingkan dengan
subkelompok konvensional. Indeks penyembuhan oleh Landry et al. pada pasca
operasi hari ke-7 untuk metode konvensional adalah 3,11 dan untuk metode
piezosurgery adalah 4,31 dengan standar deviasi masing-masing adalah 0,71 dan
0,67.

24
Perbandingan penyembuhan pasca operasi

PEMBAHASAN
Prosedur bedah preprostetik yang paling umum dilakukan adalah
alveolektomi dan alveoloplasti. Alveolektomi telah didefinisikan oleh Boucher
pada tahun 1974 sebagai “pengangkatan sebagian alveolar dengan pembedahan.
Istilah "Alveoloplasty" telah diambil untuk menunjukkan proses rekonturing
alveolar daripada pengangkatannya. Thoma telah menyatakan bahwa terdapt
kebutuhan alveoloplasty pada hampir setiap pasien yang telah menjalani beberapa
ekstraksi dan mungkin juga diperlukan pada pasien dengan ekstraksi tunggal.
Tujuan pembuatan kontur alveolar ridge adalah untuk mendapatkan dukungan
jaringan yang baik untuk prostesis yang dirancang sambil mempertahankan
jaringan lunak dan jaringan keras sebanyak mungkin.
Alveoloplasty dikenal di bidang bedah selama beberapa dekade terakhir. W.
G. Beers pada tahun 1976 menciptakan ungkapan "heroic treatment of
alveolectomy" di mana sebagian besar alveolar diangkat dengan tang potong. W.
Shearer menganjurkan dan mengembangkan alveolektomi untuk menghilangkan
patologi gingiva dan alveolar yang merupakan dasar bagi prostodontis untuk
menyiapkan gigi tiruan yang dikemukakan pada tahun 1905. Masalah resorpsi
tulang yang berlebihan setelah alveolektomi diatasi ketika Sir O. T. Dean
menerbitkan dan merevolusi proses alveoloplasty dengan memperkenalkan
alveoloplasty intraseptal pada tahun 1936. Dia telah menggunakan prosedur
tersebut selama 20 tahun dan tidak ada perbaikan maupun perubahan dalam
prosedur tersebut. Dean juga menganjurkan pemeliharaan korteks labial dan lebih
memilih untuk mengorbankan tulang meduler interradikular untuk mencapai

25
kontur alveolar ridge yang optimal yang membuat dia berbeda dengan pelopor
lainnya di bidang bedah preprostetik. Dean’s intraseptal alveoloplasty sangat
cocok untuk bedah immediate denture. Obwegeser menyarankan modifikasi
teknik Dean dimana korteks palatal dan labial dipatahkan dan diposisikan ulang
dalam kasus protrusi premaxillary yang ekstrim yang dikemukakan pada tahun
1966.
Michael dan Barsoum mempelajari jumlah dan durasi resorpsi tulang pasca
operasi dan perubahan kontur ridge pada pasien immediate denture menggunakan
berbagai teknik bedah pada tahun 1976, yang terdiri dari: (1) ekstraksi sederhana
tanpa operasi tambahan, (2) ekstraksi dengan alveolektomy kortikal labial , dan
(3) ekstraksi dengan Dean’s intraseptal alveoloplasty. Mereka menggunakan foto
kontur sagital serial dari model studi dan serial radiografi sefalometrik pasien.
Hasilnya menunjukkan bahwa ketiga teknik menghasilkan jumlah resorpsi tulang
yang hampir sama pada 3 bulan akhir, tetapi setelah itu perbedaannya patut
diperhatikan (dengan perbedaan yang signifikan secara statistik). Ekstraksi non-
bedah telah menghasilkan jumlah resorpsi tulang paling sedikit dengan tingkat
perlambatan yang nyata selama pada 6 bulan akhir, sedangkan kedua teknik
alveoloplasty menghasilkan resorpsi tulang yang berkelanjutan.
Horton memperkenalkan teknik piezoelektrik dalam bedah mulut pada
tahun 1970-an ketika meneliti proses pemulihan anjing yang telah menjalani
osteotomi. Dia bekerja berdasarkan prinsip efek piezoelektrik pertama kali
dilaporkan pada tahun 1880 oleh Marie dan Jean Curie yang menyatakan bahwa
beberapa kristal dan keramik berubah bentuk ketika arus listrik dikirim
melintasinya, menghasilkan osilasi frekuensi ultrasonik. Adanya amplifikasi
getaran dengan tekanan minimum pada jaringan keras yang menghasilkan
fenomena kavitasi, yaitu fenomena pemotongan mekanis yang terjadi terutama
pada jaringan keras.
Instrumen piezoelektrik membentuk frekuensi ultrasonik yang diatur 24-29
kHz dan amplitudo mikrovibrasi 60-200 mm/s. Jaringan lunak tetap tidak terluka
pada frekuensi ini, tetapi juga dapat rusak pada frekuensi di atas 50 kHz.
Fenomena microstreaming dan kavitasi adalah ciri khas dari piezosurgery.

26
Bedah tulang piezoelektrik memiliki 2 konsep dasar tulang yang secara
prinsip mengatur filosofi di balik pengembangannya dalam bedah mikro. Yang
pertama adalah operasi invasif minimal di mana rasa sakit dan pembengkakan
pasca operasi jauh lebih rendah dibandingkan dengan teknik tradisional karena
penyembuhan jaringan yang lebih baik, yang pada akhirnya mengurangi
ketidaknyamanan pasien. Konsep kedua yang meningkatkan efektivitas
pengobatan adalah prediktabilitas bedah. Perkembangan bedah tulang
piezoelektrik memang telah mengoptimalkan hasil bedah bahkan dalam kasus
anatomi yang paling kompleks dan tidak menguntungkan karena kemudahan
mengontrol instrumen yang mengarah pada pengurangan perdarahan, pemotongan
yang tepat pada akhirnya menghasilkan penyembuhan jaringan yang sangat baik.
Kim et al mengemukakan subperiosteal tunneling yang merupakan prosedur
akses minimal invasif adalah teknik yang digunakan dalam prosedur augmentasi
ridge horizontal. Operator harus menyiapkan rongga subperiosteal dengan
elevator periosteal dan bahan bone graft pilihan yang ditempatkan ke dalam
rongga untuk menambah ridge alveolar yang kurang. Teknik serupa digunakan
dalam penelitian ini untuk mendapatkan akses ke spikula tulang dan melakukan
alveoloplasty menggunakan pisau piezo contrangled. Keuntungan dari teknik
tanpa jahitan invasif minimal ini adalah mengurangi waktu penyembuhan dengan
ketidaknyamanan pasca operasi yang lebih rendah.
Waite dan Cherala melakukan studi prospektif dan menyatakan bahwa
penutupan yang ketat pada defek atau soket tulang yang besar mempersulit
drainase dan kebersihan mulut. Penjahitan dapat membuat katup satu arah yang
memungkinkan sisa makanan masuk ke soket dan sulit untuk keluar yang dapat
menyebabkan infeksi lokal, peradangan, edema, gumpalan nekrosis, alveolar
osteitis, dan nyeri. Flap kecil yang dibiarkan terbuka tanpa penjahitan dapat
mempermudah drainase, meningkatkan kebersihan, dan mengurangi risiko nyeri
yang terkait dengan alveolar osteitis. Oleh karena itu, peneliti melakukan teknik
alveoloplasti tanpa jahitan dalam penelitian ini.
Sortino et al. dan Goyal et al. membandingkan keberhasilan piezosurgery
dan instrumen rotatory konvensional untuk pencabutan gigi molar ketiga rahang
bawah impaksi. Peneliti menyimpulkan bahwa ada penurunan nyeri pasca operasi,

27
pembengkakan wajah, dan trismus pada kelompok piezosurgery, sedangkan waktu
operasi lebih tinggi pada kelompok yang sama dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Namun, dalam penelitian ini, waktu operasi pada kelompok piezo lebih
sedikit dibandingkan dengan kelompok kontrol karena kurangnya kebutuhan
untuk menjahit sayatan invasif minimal.
Labanca et al. melaporkan kemajuan dalam piezosurgery selama 20 tahun
terakhir dan berfokus pada penggunaannya di berbagai bidang bedah.
Piezosurgery telah digunakan dalam bedah mulut dan maksilofasial sebagai bedah
ortognatik, rinoplasty, dan ekstraksi bedah. Peneliti menyimpulkan bahwa operasi
piezoelektrik adalah teknik inovatif untuk osteotomi yang aman dan efektif karena
kurangnya getaran makro, kemudahan penggunaan, dan pemotongan yang
terkontrol dan aman. Fase pertama penyembuhan tulang terlihat lebih efisien
mendorong peningkatan sebelumnya dalam Protein Morfogenik Tulang (BMP),
mengendalikan proses inflamasi dengan lebih baik, dan merangsang remodeling
tulang sejak 56 hari setelah perawatan. Ada beberapa keterbatasan juga termasuk
waktu osteotomi yang sedikit lebih lama dan peningkatan transmisi panas karena
peningkatan tekanan kerja yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan kecuali
digunakan dengan hati-hati.

KESIMPULAN
Piezosurgery menggunakan sayatan minimal invasif yang menjadi alternatif
lebih baik dengan meminimalkan waktu operasi, mengurangi ketidaknyamanan
pasien, dan mempercepat proses penyembuhan dibandingkan berbagai instrumen
dan teknik yang digunakan untuk alveoloplasty lainnya. Oleh karena itu,
penelitian ini membenarkan penggunaan piezosurgery pada alveoloplasty
atraumatic pada semua pasien. Ada beberapa keterbatasan untuk penelitian ini
seperti ukuran sampel dalam penelitian ini kecil. Namun, temuan ini konsisten di
semua pasien. Studi lanjutan menggunakan ukuran sampel yang lebih besar
diperlukan untuk menetapkan temuan dengan signifikansi statistik yang lebih
tinggi.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Balaji SM. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. Second Edition. Tamil
Nadu:  Elsevier; 2013. p. 404.

2. Rohilla PM, Kumar M, Majeed U, Singh A. Preprosthetic surgery: A review of


literature. Chronicles of Dental Research. 2019; 8(1): p. 28-34.

3. Gupta T, Vikram J, HG Jagadeesh, Choudhary A, Hasti A. Preprosthetic


Surgery. Heal Talk. 2018; 10(5): p. 54-7.

4. Borle RM, Anjali B, Ketan G. Preprosthetic Surgeries. In Borle RM, editors.


Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers; 2014. p. 245.

5. Thomas M, Akula U , Ealla KKR , Gajjada N. Piezosurgery: A Boon for


Modern Periodontics. Journal of International Society of Preventive and
Community Dentistry. 2017; 7(1): p. 1-7.

6. Gangwani KD, Shetty L, Kulkarni D, Seshagiri R, Chopra R. Piezosurgery


Versus Conventional Method Alveoloplasty. Annals of Maxillofacial Surgery.
2018; 8(2): p. 181-7.

29

Anda mungkin juga menyukai