Anda di halaman 1dari 36

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI,DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET


RUMAH SAKIT
Jalan Ahmad Yani Nomor 200 Makam Haji, Kartasura, Sukoharjo 57161
Telepon/Faksmile(0271) 7461665, e-mail : rsuns@mail.uns.ac.id
Laman : rs.uns.ac.id

PERATURAN DIREKTUR
RXJMAH SAKIT UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Nomor : 21.17/UN27.49/HK/2018
TENTANG

PEDOMAN PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN


RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SEBELAS MARET

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kepada


masyarakat, memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada
para petugas dalam melaksanakan tugas, perlu dibuat dokumen di
Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret yang memenuhi kaidah
hukum yang berlaku di Indonesia dan atau lingkup internasional;
b. Bahwa untuk mewujudkan skrining pasien di lingkungan Rumah
Saldt Universitas Sebelas Maret, dipandang perlu membuat suatu
Pedoman;
c. Bahwa acuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b di atas, disusun
dalam bentuk Pedoman skrining pasien di Rumah Sakit Universitas
Sebelas Maret yang ditetapkan Direktur Utama Rumah Sakit
Universitas Sebelas Maret.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
{Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 308);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2017 tentang
Akreditasi Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 1023);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban
Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 416);

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


MEMUTUSKAN

Menetapkan PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SEBELAS


MARET ™ PEDOMAN PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SEBELAS MARET.

Kesatu Menetapkan Pedoman Pelayanan dan Asuhan Pasien sebagaimana dalam


lampiran Peraturan ini.

Kedua Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditentukan sampai dinyatakan
tidak berlaku atau dicabutnya Peraturan ini.

Ditet Sukoharjo
28 Juli 2018

if

Proi?T!H^P2mrraI'Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM/»


NIP 195106011979031002

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


Peraturan Direktur Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret
21.17/UN27.49/HK/2018
28 Juli 2018

PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN


Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret

< ►

RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SUKOHARJO

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS

I
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deiinisi
Rumah sakit adalah organisasi yang berkiprah dalam bidang jasa pelayanan
kesehatan perorangan. Dalam penyelenggaraan upaya pelayanan pada pasien
rumah sakit didukung oleh banyak jenis keterampilan SDM balk yang berbentuk
profesi maupun non profesi.
Dalam menjalankan kegiatannya rumah sakit menyadari bahwa pelayanan
yang diberikan kepada pasien dalam bentuk bermacam-macam asuhan yang
merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para
profesional di bidang pelayanan kesehatan. Dengan adanya pedoman ini
diharapkan rumah sakit dapat menerapkan model pelayanan yang akan
membangun suatu kontinuitas pelayanan, menyelaraskan kebutuhan asuhan
pasien dengan pelayanan yang tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan
pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya.
Hasilnya adalah meningkatnya mutu asuhan pasien dan efisiensi penggunaan
sumber daya yang tersedia di rumah sakit.
Setiap pasien yang datang kerumah sakit harus dijamin aksesnya untuk
mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan, terjamin pula kontinuitas pelayanan
yang didapat, serta mendapatkan pelayanan yang terkoordinasi dan terintegrasi
dari berbagai asuhan dari para profesional pemberi asuhan pasien. Sehingga
dapatlah diharapkan hasil pelayanan yang efektif, efisien dan menjamin
keselamatan pasien, yang akhirnya bermuara pada kepuasan pasien dan
pemenuhan hak pasien.
Beberapa hal penting yang harus dikelola oleh rumah sakit adalah mengenali
dengan baik kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani oleh rumah sakit,
mengatur pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien, dan melakukan
rujukan ke pelayanan yang tepat baik di dalam maupun keluar rumah sakit serta
mengatur pemulangan pasien yang tepat ke rumah.
Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret adalah rumah sakit yang memberikan
pelayanan melalui penyelenggaraan pelayanan secara paripurna pada unit-unit
gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, ruang tindakan dan ruang perawatan
khusus. Penyelenggaraan pelayanan dilaksanakan oleh berbagai kelompok
profesi. Para profesional utama yang memberikan asuhan kepada pasien di rumah
sakit adalah staf medis baik dokter maupun dokter spesialis, staf klinis
keperawatan (perawat dan bidan), nutrisionis dan farmasis yang rutin dan pasti
selalu berkontak dengan pasien, akan tetapi tidak kalah pentingnya profesional
lain yang berfungsi melakukan asuhan penunjang berupa analis laboratorium,
penata rontgen, fisioterapis.
Secara garis besar ada empat kelompok SDM yang mendukung jalannya rumah
sakit yaitu, kelompok medis memberikan pelayanan asuhan medis, kelompok
keperawatan memberikan pelayanan asuhan keperawatan, serta kelompok
keteknisian medis yang memberikan pelayanan penunjang medis, dan akhirnya
adalah kelompok administrasi yang memberikan pelayanan administrasi
manajemen.
Pedoman ini akan membahas pengaturan apa dan bagaimana yang perlu dibuat
di rumah sakit sejak pasien menginjakkan kakinya di rumah sakit sampai pasien
dipulangkan kerumah atau dirujuk ke sarana kesehatan lain atau meninggal
dunia. Pada semua alur perjalanan pasien ini telah ada standar yang ditetapkan
oleh Kemenkes dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 34 Tahun 2017 Tentang
Standar Akreditasi Rumah Sakit. Standar tersebut disebut standar pelayanan
berfokus pasien, yang dibagi menjadi 7 kelompok yaitu ARK, HPK, AP, PAP, PAB,
PKPO dan MKE, yang akan dibahas satu persatu dalam buku pedoman ini.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


B. Landasan Hukum
1. Undang-undang Nomor 36 Taliun 2009 Tentang Kesehatan,
2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit,
3. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran.
4. Keputusan Menteri Kesehatan 1333/1999 Tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit
5. Keputusan Menteri Kesehatan No 1087/2010 Tentang Standar K3 Rumah
Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan No 34 Tahun 2017 Tentang Standar Akreditasi
Rumah Sakit
7. Peraturan Menteri Kesehatan No 169/2008 Tentang Rekam Medis
8. Peraturan Menteri Kesehatan No 290/2008 Tentang Informed Consent
9. Peraturan Menteri Kesehatan No 1691/2010 Tentang Keselamatan Pasien
10. Peraturan Menteri Kesehatan No 1438/2010 Tentang Standar Pelayanan
Kedokteran
11. Peraturan Menteri Kesehatan No 1014/ 2008 Tentang Pelayanan Radiologi
Diagnostik
12. Peraturan Menteri Kesehatan No411 /2010 Tentang Pelayanan Laboratorium
13. Peraturan Menteri Kesehatan No 1197/2004 Tentang Pelayanan Farmasi
Rumah Sakit

C. Visi, Misi & Tujuan


Pelayanan Kesehatan RS UNS
1. Visi
Mewujudkan RS UNS sebagai pusat pendidikan, penelitian dan pelayanan
kesehatan, bereputasi intemasional, berlandaskan kedokteran komunitas dan
nilai luhur budaya nasional"
2. Misi
a. Menyelenggarakan penelitian yang berbasis komunitas dan translational
research.
b. Menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran klinik yang menuntut
pengembangan diri dosen dan mendorong kemandirian mahasiswa dalam
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
c. Menyelenggarakan layanan rumah sakit dengan berbasisis evidence based
medicine dengan mengembangkan sistem informasi kesehatan untuk
memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian dan kebutuhan masyarakat.
d. Menyelenggarakan tata kelola rumah sakit berbasis good hospital
governance untuk meraih reputasi unggul nasional dan intemasional.
3. Tujuan
a. Pendidikan Kedokteran
1) Untuk meningkatkan proses pendidikan yang efektif dan efisien
dengan sistem pendidikan profesi yang terintegrasi, yang memenuhi
standar nasional maupun intemasional
2) Untuk menyediakan real patient yang memadai baik jenis jumlah dan
atau simulasi tentang pasien yang relevan untuk mencapai kompetensi
tertentu.

3) Untuk menyediakan tempat pendidikan bagi tenaga kesehatan dan


tenaga non kesehatan lainnya guna meningkatkan kualitas pelayanan
yang berkelanjutan dan pengembangan profesi berkelanjutan.
4) Untuk meningkatkan layanan pendidikan dan penelitian medis melalui
kerjasama dengan penerapan Teknologi Informasi Kesehatan (TIK).
b. Penelitian Medis

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


1) Untuk menyediakan fasilitas yang memadai untuk melakukan
penelitian dalam ilmu kedokteran dalam rangka meningkatkan
pendidikan dan pelayanan;
2) Untuk meningkatkan ilmu kedokteran dan teknologi.
3) Untuk penilaian dan penjaringan ilmu teknologi kedokteran
c. Pelayanan Kesehatan
1) Untuk mengembangkan pusatunggulan dalam pelayanan medis
sehingga bisa menjadi pusat rujukan.
2) Untuk mengembangkan pelayanan berkualitas dengan mendasarkan
pada pelayanan berbasis bukti (Evidence Based Medicine).
3) Untuk mendukung sistem rujukan kesehatan dengan rumah sakit
afiliasi dan pusat kesehatan masyarakat.
4) Untuk memberikan layanan pada masyarakat, terutama masyarakat
ekonomi rendah, dengan fasilitas kesehatan lebih mudah diakses dan
pelayanan medis yang berkualitas tinggi.
d. Implementasi ICT
1) Untuk mengembangkgin database kesehatan yang dapat diandalkan
dan berkelanjutan yang berperan dalam mendukung proses
pendidikan kedokteran dengan data berbasis masyarakat.
2) Untuk mengembangkan jaringan kolaboratif di bidang pendidikan,
penelitian, dan pelayanan.

D. Kebijakan
Pelayanan Kesehatan RS UNS
Kebijakan Pelayanan Kesehatan (medis, keperawatan, penunjang)
1. Pelayanan kesehatan harus diberikan kepada pasien sesuai ilmu kedokteran,
keperawatan, farmasi, nutrisi yang teruji dan terjangkau.
2. Pelayanan kesehatan dalam mengupayakan kesembuhan dilakukan secara
optimal dan dapat dipertanggung jawabkan.
3. Pelayanan kesehatan dilakukan secara komprehensif dan holistik mulai dari
promosi kesehatan, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
4. Pelayanan kesehatan yang diberikan mengacu pada panduan praktik klinis
(PPK) yang telah ditetapkan di RS UNS.
5. Dalam melakukan pelayanan kesehatan semua pihak harus selalu
memperhatikan konsep keselamatan pasien dan berfokus pasien.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


BAB II

PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN RS UNS

A. Pelayanan Instalasi:
1. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat, Rawat Inap, Rawat Intensif, Laboratorlum
dan Radiologi dilaksanakan dalam 24 jam. Pelayanan Rawat Jalan sesuai
dengan jadwal praktik dokter.
2. Pelayanan Kamar Operasi dilaksanakan dalam jam kerja, dan dilanjutkan
dengan sistem on call.
3. Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.
4. Seluruh staf RS UNS berkompeten bekeija memberi asuhan kepada pasien
sesuai dengan standar profesi, pedoman/panduan dan standar prosedur
operasional yang berlaku, serta sesuai dengan etika profesi, etika RS UNS dan
peraturan perundangan yang berlaku.
5. Seluruh staf RS UNS dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu sesuai
dengan ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3),
termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).
6. Pelayanan asuhan pasien menerapkan dan menggunakan regulasi dan form-
form dalam bidang klinis

B. Skrining dan triase :


1. Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien
dapat dilayani oleh RS UNS.
2. Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan,
pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing
sebelumnya.
3. Kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diidentifikasi dengan proses triase
berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergency.
4. Pasien diterima bila rumah sakit dapat memberi pelayanan rawat jalan dan
rawat inap yang dibutuhkan pasien.
5. Pada proses admisi pasien rawat inap dilakukan skrining kebutuhan pasien
untuk menetapkan pelayanan preventif, paliatif, kuratif, dan rehabilitatif yang
diprioritaskan berdasar atas kondisi pasien.

C. Identifikasi ;
1. Setiap pasien yang masuk rawat inap harus dipasangkan gelang identitas
pasien.
2. Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, sebelum transfusi darah
atau produk darah lainnya, sebelum pengambilan darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan laboratorium klinis, sebelum pemeriksaan radiologi, serta
sebelum dilakukan tindakan.

D. Transfer/ perpindahan di dalam rumah sakit:


1. Transfer dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2. Pasien yang ditransfer harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum
dipindahkan.

E. Transfer keluar rumah sakit / rujukan :


1. Stabilisasi terlebih dahulu sebelum dirujuk.
2. Rujukan ke rumah sakit atau sarana kesehatan ditujukan kepada unit atau
individu secara spesifik.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


3. Merujuk berdasarkan atas kondisi kesehatan dan kebutuhan akan pelayanan
berkelanjutan.
4. Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan serta
perbekalan dan peralatan apa yang dibutuhkan selama transportasi.
5. Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan rumah sakit penerima.
6. Informasi mengenai pasien yang dirujuk, proses rujukan, serta serah terima
dengan sarana kesehatan lain didokumentasikan dalam lembar monitoring
pasien di ambulance dan lembar rujukan.

F. Penundaan pelayanan :
1. Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau
penundaan untuk pelayanan diagnostik dan pengobatan
2. Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau
pengobatan
3. Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan
informasi tentang alternatif yang tersedia sesuai dengan keperluan klinis
mereka.
4. Seluruh informasi yang diberikan tersebut didokumentasikan pada lembar KIE
(Komunikasi Informasi dan Edukasi) dan ditandatangani pemberi maupun
penerima informasi.

G. Pemulangan pasien :
1. DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus
menentukan kesiapan pasien untuk dipulangkan.
2. Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang terbaik
atau sesuai kebutuhan pasien.
3. Rencana pemulangan pasien meliputi kebutuhan pelayanan penunjang dan
kelanjutan pelayanan medis.
4. Identifikasi organisasi dan individu penyedia pelayanan kesehatan di
lingkungannya yang sangat berhubungan dengan pelayanan yang ada di rumah
sakit serta populasi pasien.
5. Resume pasien pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang.
6. Resume berisi pula instruksi untuk tindak lanjut.
7. Salinan resume pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis.
8. Salinan resume pasien pulang diberikan kepada praktisi kesehatan yang
dirujuk.

H. Transportasi:
1. Transportasi milik rumah sakit, harus sesuai dengan hukum dan peraturan
yang berlaku berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan
2. Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
pasien
3. Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi, baik kontrak
maupun milik rumah sakit, dilengkapi . dengan peralatan yang memadai,
perbekalan dan medikamentosa sesuai dengan kebutuhan pasien yang dibawa.

I. Hak pasien dan keluarga :


1. Menghormati kebutuhan privasi pasien.
2. Melindungi barang milik pasien dari pencurian atau kehilangan.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


3. Melindungi pasien dari kekerasan fisik.
4. Anak-anak, individu yang cacat, lanjut usia dan lainnya yang berisiko,
mendapatkan perlindungan yang layak.
5. Membantu mencari second opinion dan kompromi dalam, pelayanan didalam
maupun diluar rumah sakit.
6. Pemyataan persetujuan (Informed Consent) dari pasien didapat melalui suatu
proses yang ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih,
dalam bahasa yang dipahami pasien.
7. Informed consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, sedasi, penggunaan
darah atau produk darah dan tindakan serta pengobatan lain yang bensiko
tinggi.

J. Penolakan pelayanan dan pengobatan :


1. Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak
melanjutkan pengobatan.
2. Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggung jawab berkaitan dengan
keputusan tersebut dan tersedianya altematif pelayanan dan pengobatan.
3. Memberitahukan pasien dan keluarganya tentang menghormati keinginan dan
pilihan pasien untuk menolak pelayanan resusitasi atau memberhentikan
pengobatan bantuan hidup dasar( Do Not Resuscitate )
a. Rumah sakit telah menetapkan posisinya pada saat pasien menolak
pelayanan resusitasi dan membatalkan atau mundur dari pengobatan
bantuan hidup dasar.
b. Posisi rumah sakit sesuai dengan norma agama dan budaya masyarakat,
serta persyaratan hukum dan peraturan.

K. Pelayanan pasien tahap terminal:


1. Mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat dan
kasih sayang pada akhir kehidupannya
2. Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua
aspek pelayanan pada tahap akhir kehidupan
3. Semua staf harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupannya
yaitu meliputi pengobatan terhadap gejala primer dan sekunder, manajemen
nyeri, respon terhadap aspek psikologis, sosial, emosional, agama dan budaya
pasien dan keluarganya serta keterlibatannya dalam keputusan pelayanan.

L. Asesmen pasien :
1. Semua pasien yang dilayani rumah sakit harus diidentifikasi kebutuhan
pelayanannya melalui suatu proses asesmen yang baku.
2. Asesmen awal setiap pasien meliputi evaluasi faktor fisik, psikologis, sosial dan
ekonomi, termasuk pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan
3. Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan peraturan
yang berlaku dan sertifikasi dapat melakukan asesmen
4. Asesmen awal medis dilaksanakan selambatnya 24 jam sejak pasien masuk
rawat inap.
5. Asesmen awal medis yang dilakukan di rawat jalan sebelum pasien di rawat
inap, atau sebelum tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, harus
diperbaharui setiap 30 hari untuk pasien dengan penyakit akut (non kronis)
atau 90 hari untuk pasien dengan penyakit kronis.
6. Asesmen awal medis yang dilakukan di rawat jalan harus diselesaikan
pendokumentasiannya selambatnya 1 jam sejak pasien masuk ke ruang
pemeriksaan dokter di poli.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


7. Asesmen gawat darurat yang dilakukan di IGD harus diselesaikan
pendokumentasiannya selambatnya 2jam sejak pasien masuk IGD.
8. Untuk asesmen yang berumur kurang dari 30 hari, apabila ada perubahan
kondisi pasien yang signifikan, maka perubahan dicatat dalam rekam medis
pasien pada saat masuk rawat inap.
9. Assessment dilakukan dengan metoda lAR (Informasi, Analisis, Rencana]
10.Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan pasien
(discharge planning).
ll.Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar
kondisi dan pengobatan untuk menetapkan respons terhadap pengobatan dan
untuk merencanakan pengobatan atau untuk pemulangan pasien.
12.Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan.

M. Manajemen obat:
1. Elektrolit konsentrat tidak boleh berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan dengan kebijakan
khusus.
2. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang
jelas dan disimpan dengan cara yang membatasi akses (restricted access).

N. Manajemen nutrisi:
1. Pasien di skrining untuk status gizi.
2. Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
3. Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi
dan pembusukan.
4. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
5. Distribusi makanan secara tepat waktu, dan memenuhi permintaan khusus.

O. Manajemen nyeri:
1. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan
dilakukan asesmen apabila ada rasa nyerinya.
2. Apabila pasien mengalami nyeri, dilakukan reasesmen nyeri setelah dilakukan
tatalaksana pengelolaan nyeri (satu jam setelah pemberian untuk obat oral dan
setengah jam setelah pemberian untuk obat intravena).
3. Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.
4. Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai pedoman dan protokol.
5. Komunikasi dengan dan mendidik pasien dan keluarga tentang pengelolaan
nyeri dan gejala dalam konteks pribadi, budaya dan kepercayaan agama masing-
masing.

P. Surgical Safety Checklist :


1. Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi operasi
dan melibatkan pasien dalam proses penandaan / pemberian tanda.
2. Menggunakan suatu checklist untuk melakukan verifikasi praoperasi tepat-
lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan
yang diperlukan tersedia, tepat/benar, dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/mendokumentasikan
prosedur "sebelum insisi / time-out" tepat sebelum dimulainya suatu prosedur
/ tindakan pembedahan.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


Q. Hand hygiene :
1. Mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang baru-baru ini diterbitkan
dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2. Menerapkan program hand hygiene yang efektif.

R. Risiko jatuh :
1. Penerapan asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang
terhadap pasien bila diindikasikan teijadi perubahan kondisi atau pengobatan.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap berisiko.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan
cedera akibatjatuh maupun dampakyang berkaitan secara tidak disengaja.

S. Komunikasi efektif:
1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
2. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap
dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.

T. Manajemen di Instalasi :
1. Semua petugas instalasi wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
3. Melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan
minimal satu bulan sekali.
4. Setiap bulan Instalasi wajib membuat laporan.

U. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan RS:


1. Peralatan di instalasi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kaliberasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, untuk menjamin semua peralatan tetap dalam
kondisi yang baik.
2. Perbaikan peralatan dilaksanakan dengan memperhatikan kontinuitas
pelayanan RS terutama pada pelayanan yang menyangkut emergency dan
bantuan hidup.
3. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan
dalam K3(Keselamatan dan Kesehatan Keija).

V. Jenis Pelayanan yang Tidak Bisa Dilakukan di RS


1. Kemoterapi
2. Layanan bedah saraf
3. Layanan bedah jantung
4. Layanan bedah plastik
5. MDR TB
6. Gangguan psikotik dalam fase akut
7. MERS CoV

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


BAB III
PANDUAN PELAYANAN PASIEN SERAGAM

Adalah asuhan yang menghormati dan responsif terhadap pilihan, kebutuhan


dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-nilai pasien menjadi
panduan bagi semua keputusan klinis
Penyediaan pelayanan yang paling sesuai di suatu rumah sakit untuk mendukung
dan merespon setiap kebutuhan pasien yang unik, memerlukan perencanaan dan
koordinasi tingkat tinggi. Ada beberapa aktivitas tertentu yang bersifat dasar bagi
pelayanan pasien. Untuk semua disiplin yang memberikan pelayanan pasien, aktivitas
ini termasuk :
1. Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing pasien,
2. Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien;
3. Modifikasi asuhan pasien bila perlu;
4. Penuntasan asuhan pasien; dan
5. Perencanaan tindak lanjut.
Banyak praktisi kesehatan yaitu ; dokter, perawat, apoteker, nutrisionis, terapis
rehabilitasi, dan praktisi pelayanan kesehatan lain melaksanakan aktivitas tersebut.
Masing-masing praktisi pelayanan kesehatan mempunyai peran yang jelas dalam
asuhan pasien. Peran tersebut ditentukan oleh lisensi; kredensial; sertifikat, undang-
undang dan peraturan; ketrampilan (skill)khusus individu, pengetahuan, pengalaman,
juga kebijakan rumah sakit atau uraian tugas. Sebagian pelayanan bisa dilaksanakan
oleh pasien, keluarganya, atau pembantu pelaksana asuhan lainnya yang terlatih.
Seluruh pimpinan unit pelayanan bekeqa sama memberikan asuhan yang
seragam kepada pasien seusai dengan standar profesi, pedoman/panduan dan standar
prosedur operasional yang berlaku, serta sesuai dengan etika profesi, etika RS UNS
dan peraturan perundangan yang berlaku.
Dalam asuhan pasien seragam, Pelayanan asuhan yang diberikan kepada
pasien adalah sama di semua unit, misal : pelayanan anestesi. Selain itu Pelayanan
asuhan menggunakan alokasi sumber daya yang sama ; staf klinik dan pemeriksaan
diagnostik untuk memenuhi kebutuhan pasien pada alokasi yang sama. Seluruh
pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama, menerima asuhan
keperawatan yang sama disleuruh rumah sakit

Konsep dasar Pelayanan Asuhan Seragam :


a. Martabat dan rasa hormat.
1) Pemberi pelayanan kesehatan mendengarkan dan menghormati
pandangan dan pilihan pasien dan keluarga.
2) Pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, latar belakang kultural pasien
dan keluarga dimasukkan dalam perencanaan dan pemberian
pelayanan kesehatan
b. Berbagi informasi.
1) Pemberi pelayanan kesehatan . mengkomunikasikan dan berbagi
informasi secara lengkap pasien dan keluarga.
2) Pasien dan keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan
akurat
c. Partisipasi.
1) Pasien dan keluarga didorong dan didukung untuk berpartisipasi
dalam asuhan dan pengambilan keputusan atau pilihan mereka.
d. Kolaborasi / kerjasama.
1) Pimpinan pelayanan kesehatan bekerjasama dengan pasien dan
keluarga dalam pengembangan, implementasi dan evaluasi kebijakan
dan program.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakil UNS


Asuhan Pasien Seragam
Rumah sakit menetapkan staf medis, keperawatan dan staf lain yang
bertanggung jawab atas pelayanan pasien, bekerja sama dalam menganalisis dan
mengintegrasikan asesmen pasien.
Pasien mungkin menjalani banyak jenis pemeriksaan diluar dan didalam
rumah sakit oleh berbagai unit kerja dan berbagai pelayanan. Akibatnya,terdapat
berbagai informasi, hasil tes dan data lain di rekam medis pasien. Manfaatnya
akan besar bagi pasien, apabila staf yang bertanggung jawab atas pasien bekerja
sama menganalisis temuan pada asesmen dan mengkombinasikan informasi
dalam suatu gambaran komprehensif dari kondisi pasien. Dari keija sama ini,
kebutuhan pasien di identifikasi, ditetapkan urutan kepentingannya, dan dibuat
keputusan pelayanan. Integrasi dari temuan ini akan memfasiUtasi koordinasi
pemberian pelayanan.

1. Asuhan Pasien Terintegrasi Yang Berpusat pada Pasien


Adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien oleh
praktisi para Professional Pemberi Asuhan (PPA) yang multi profesi yaitu :
Dokter, Perawat, Ahli Gizi, Fisioterapis, Radiografer, Analis Laboratorium,
Apoteker/Petugas Farmasi, Pekerja Sosial, dsb. PPA tersebut bekeija
sebagai interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional dengan memakai
panduan praktik klinik (PPK), Clinical Pathway, dan catatan perkembangan
pasien terintegrasi (CPPT).
Proses asuhan pasien bersifat dinamis dan melibatkan semua PPA
tersebut diatas, sehingga pengintegrasian dan koordinasi aktivitas asuhan
pasien menjadi tujuan agar menghasilkan proses asuhan yang efisien,
penggunaan yang lebih efektif sumber daya manusia dan sumber daya lain,
dengan kemungkinan hasil asuhan pasien yang lebih baik, dimana Dokter
(DPJP) bertindak sebagai Team Leader.
Rekam medis pasien memfasiUtasi dan menggambarkan integrasi dan
koordinasi asuhan, khususnya setiap catatan observasi dan pengobatan
oleh praktisi pelayanan. Demikian juga, setiap hasil atau kesimpulan dari
rapat tim atau diskusi tentang pasien dicatat dalam rekam medis pasien.
Perencanaan yang teliti diperlukan untuk proses asuhan pasien agar
mendapat hasil yang optimal. Proses perencanaan menggunakan data dan
asesmen awal pasien dan asesmen ulang periodik untuk menetapkan dan
menyusun prioritas pengobatan, prosedur, asuhan keperawatan, dan
asuhan lain untuk memenuhi kebutuhan pasien. Pasien dan keluarga diikut
sertakan dalam proses perencanaan.
Rencana asuhan dicantumkan dalam rekam medis pasien. Penulisan
asesmen awal IGD selambatnya diselesaikan dalam waktu 2 jam, untuk
asesmen awal maupun ulang di poliklinik selambatnya diselesaikan dalam
waktu 1 jam. Di samping itu, asesmen awal rawat inap diselesaikan
selambatnya 24 jam yang dihitung sejak pasien diterima di rawat inap.
Untuk asesmen ulang rawat inap dituUskan secara berkala sesuai dengan
perubahan kondisi pasien.

2. Rencana Asuhan Pasien


Hasil assessment pasien dari berbagai PPA yang multiprofesi
selanjutnya dianaUsa untuk disusun rencana asuhan pasien. Rencana
asuhan untuk seorang pasien harus terkait dengan kebutuhannya,
Kebutuhan ini mungkin berubah sebagai akibat perbaikan klinis, informasi
baru dari asesmen ulang yang rutin (contoh, hasil laboratorium atau

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


radiografi yang abnormal}, atau karena perubaliaii keadaan pasien yang
tiba-tiba (contoh, penurunan kesadaran). Bila kebutuhan berubah, rencana
asuhan pasien pun berubah.. Perubahan ditulls dalam rekam medis sebagai
catatan pada rencana awal, perbaikan atau sasaran asuhan yang baru, atau
dapat menjadi suatu rencana yang baru. Jadi satu rencana asuhan tunggal
dan terintegrasi yang mengukur pencapaian sasaran yang diharapkan
setiap disiplin, lebih balk daripada rencana terpisah oleh masing-masing
praktisi pelayanan.
Rencana pelayanan untuk setiap pasien harus mencerminkan tujuan
yang bersifat individual, obyektif dan sasaran asuhan yang realistik untuk
memungkinkan asesmen ulang dan revisi rencana pelayanan. Rencana
asuhan setiap pasien direncanakan oleh dokter penanggung jawab
pelayanan (DPJP), perawat, dan PPA lainnya sesudah pasien masuk rawat
inap. Rencana asuhan dicatat dalam rekam medis dalam bentuk kemajuan
terukur pencapaian sasaran. Rencana asuhan dievaluasi secara berkala
sesuai dengan kondisi pasien, dimutakhirkan atau direvisi oleh tim PPA
berdasar assessmen ulang (lanjut) rawat inap. Kemajuan yang diantisipasi
dicatat atau direvisi sesuai kebutuhan, berdasarkan hasil asesmen ulang
atas pasien oleh pemberi asuhan.

DPJP sebagai team leader


Dalam semua fase pelayanan, ada staf yang kompeten sebagai orang
yang bertanggung jawab terhadap pelayanan pasien, dan staf yang
kompeten inilah yang disebut Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP),
yang bertanggung jawab menyiapkan dokumentasi rencana pelayanan
pasien. Rencana asuhan untuk tiap pasien direview dan di verifikasi oleh
DPJP secara harian dengan mencatat kemajuannya. DPJP mengatur
pelayanan pasien selama seluruh waktu rawat inap, dalam rangka
meningkatkan kontinuitas pelayanan, pengintegrasian asuhan dari para
PPA, serta menjamin kualitas pelayanan dan hasil yang diharapkan. Ada
kebijakan rumah sakit yang mengatur proses transfer tanggung jawab
pasien dari satu ke orang lain, pada masa libur, hari besar dan Iain-lain.
Dalam kebijakan ditetapkan dokter konsulen, dokter on call, atau dokter
pengganti yang bertanggung jawab.(lihat Panduan Pelaksanaan DPJP)

Manajer Pelayanan Pasien (Case Manager)


Manajer Pelayanan Pasien (case manager) adalah profesional dalam RS
yang bekerja secara kolaboratif dengan PPA, memastikan bahwa pasien
dirawat serta ditransisikan ke tingkat asuhan yang tepat, dalam
perencanaan asuhan yang efektif dan menerima pengobatan yang
ditentukan, serta didukung pelayanan dan perencanaan yang dibutuhkan
selama maupun sesudah perawatan RS.
Untuk mempertahankan kontinuitas pelayanan selama pasien tinggal
di rumah sakit, staf yang bertanggung jawab secara umum terhadap
koordinasi, kesinambungan, dan mengintegrasikan pelayanan pasien
teridentifikasi dengan jelas. Staf yang dimaksud adalah Manajer Pelayanan
Pasien (case manager) yang kualifikasinya seorang dokter atau tenaga
keperawatan yang kompeten. Nama staf (manajer pelayanan pasien) ini
tercantum didalam rekam medis pasien atau dengan cara lain dikenalkan
kepada semua staf rumah sakit., serta sangat diperlukan apalagi bagi
pasien-pasien tertentu yang kompleks dan pasien lain yang ditentukan
rumah sakit. Manajer Pelayanan Pasien perlu bekerjasama dan
berkomunikasi dengan pemberi pelayanan kesehatan yang lain. Fungsi

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


Manajer Pelayanan Pasien diuraikan secara rinci dalam Panduan
Pelaksanaan Manajer Pelayanan Pasien (MPP). MPP bukan merupakan
professional pemberi asuhan (PPA) aktif.
Aktivasi MPP dilakukan oleh kepala ruang perawatan dengan cara
melaporkan kasus yang memenuhi kriteria pada MPP. Kriteria pasien yang
dapat dilaporkan antara lain:
a. Pasien yang mempunyai permasalahan medis kompleks dengan lebih
dari 3 DPJP
b. Pasien yang berisiko pembiayaan tinggi [high cost) dan/atau
mempunyai masalah pada pembayaran
c. Pasien yang rentan komplain dan/atau berisiko tuntutan hukum.

Asesmen Awal Rawat Inap


Tujuan utama pembuatan asesmen awal pasien adalah untuk
memahami kebutuhan pelayanan medis dan pelayanan keperawatan
sehingga pelayanan dan pengobatan dapat dimulai. Untuk mencapai ini,
rumah sakit menetapkan isi minimal dari asesmen awal medis dan
keperawatan serta asesmen lain. Asesmen awal pasien harus dilakukan
DPJP, Perawat, dan PPA lainnya selambatnya dalam waktu 24 jam setelah
pasien masuk ke rawat inap. Selain asesmen medis dan keperawatan adalah
penting untuk inisiasi pelayanan, kemungkinan diperlukan asesmen
tambahan dari praktisi pelayanan kesehatan lain termasuk asesmen khusus
dan asesmen individual. Semua asesmen ini harus terintegrasi dan
kebutuhan pelayanan yang paling urgen harus di identifikasi atau
ditetapkan. Rencana asuhan pasien harus dibuat berdasarkan data
asesmen awal ini.
Pada keadaan gawat darurat, asesmen awal medis dan keperawatan,
dapat dibatasi pada kebutuhan dan kondisi yang nyata. Juga apabila tidak
ada waktu untuk mencatat riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang
lengkap dari seorang pasien gawat darurat yang perlu dioperasi, dibuat
catatan pada diagnosis praoperatif sebelum tindakan dilaksanakan.

Asesmen Lanjut (Ulang) Rawat Inap


Asesmen ulang atau asesmen lanjut atau biasa disebut dengan follow
up perjalanan pasien adalah asesmen yang dilakukan sepanjang proses
pelayanan pasien untuk mengevaluasi kemajuan pasien dan untuk
memahami kebutuhan akan perencanaan asuhan selanjutnya atau
memodifikasi asuhan sesuai dengan respons yang diberikan oleh pasien.
Asesmen ulang oleh para praktisi pelayanan kesehatan adalah kunci untuk
memahami apakah keputusan pelayanan sudah tepat dan efektif.
Oleh karena itu sangat perlu bahwa asesmen ulang ini baik medis,
keperawatan dan asesmen lain yang berarti, didokumentasikan dengan baik
dan dapat dengan cepat dan mudah ditemukan kembali dalam rekam medis.
Berdasarkan asesmen ulang pasien oleh praktisi pelayanan kesehatan,
maka rencana diperbaharui sesuai dengan perubahan kondisi pasien. Basil
asesmen ulang dicatat dalam rekam medis pasien untuk informasi dan
digunakan oleh semua staf yang memberi pelayanan. Tempat di rekam
medis untuk mencatat asesmen ulang ini adalah pada Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


Interval Waktu untuk melakukan Asesmen Ulang Rawat Inap
Pasien dilakukan asesmen ulang selama proses pelayanan pada
interval tertentu berdasarkan kebutuhan dan rencana pelayanan atau
sesuai kebijakan dan prosedur rumah sakit.
Asesmen ulang oleh dokter terintegrasi dan dilakukan secara berkala
dalam proses asuhan pasien yang sedang berlangsung. Dokter melakukan
asesmen ulang pada pasien rawat inap setiap hari, termasuk hari libur, dan
bila ada perubahan yang signifikan pada kondisi pasien. Untuk asesmen
ulang oleh PPA selain dokter dilaksanakan:
a. Pada interval yang reguler secara berkala selama pelayanan (contoh,
secara periodik perawat mencatat tanda-tanda vital sesuai kebutuhan
berdasarkan kondisi pasien).
b. Sebagai respons terhadap perubahan kondisi pasien yang signifikan.
c. Bila diagnosis pasien telah berubah dan kebutuhan asuhan
memerlukan perubahan rencana.
d. Untuk mendokumentasikan apakah obat-obatan atau tatalaksana lain
telah berhasil sehingga pasien dapat dipindahkan atau dipulangkan
sesuai arahan dokter.
Seluruh asesmen ulang yang dilakukan oleh PPA dicatat di Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) sesuai dengan kaidah dan
petunjuk teknis penulisan rekam medis lalu ditandatangani dan diberi
nama terang. Seluruh asesmen ulang yang dilakukan oleh PPA selain DPJP
utama harus di-review dan diverifikasi harian oleh DPJP utama.

8. Deteksi perubahan kondisi pasien dengan Sistem EWS


Early Warning Score (EWS) adalah skoring yang digunakan untuk
mendeteksi pasien yang berisiko mengalami penurunan kondisi di rumah
sakit. Skoring tersebut dapat menggambarkan terjadinya gangguan fungsi
tubuh yang buruk atau ketidakstabilitas fisik pasien. Setiap hasil skor
memiliki langkah penanganan lebih lanjut yang apabila dilaksanakan
dengan baik diharapkan dapat mencegah pasien jatuh ke dalam kondisi
perburukan yang lebih lanjut.
Untuk pasien dewasa menggunakan EWS, untuk pasien anak
menggunakan Brighton PEWS {Pediatric Early Warning Score). Untuk EWS,
parameter yang digunakan ada 7, yaitu laju respirasi, saturasi oksigen,
metode oksigenasi, tekanan darah sistolik, laju jantung, kesadaran, dan
temperatur tubuh. Untuk Brighton PEWS, parameter yang digunakan ada
perilaku, respirasi, kardiovaskular, dan penggunaan bronkodilator dan
muntah persisten pasca operasi.

9. Asessmen Lanjut Lainnya


Informasi yang didapat pada asesmen awal medis dan keperawatan,
melalui penerapan kriteria skrining atau penyaringan, dapat meraberi
indikasi bahwa pasien membutuhkan asesmen lebih lanjut atau lebih
mendalam tentang status gizi atau status fungsional, termasuk asesmen
risiko jatuh. Asesmen lebih mendalam ini mungkin penting untuk
mengidentifikasi pasien yang membutuhkan intervensi nutrisional, dan
pasien yang membutuhkan pelayanan rehabilitasi medis atau pelayanan
lain terkait dengan kemampuan fungsional yang independen atau pada
kondisi potensial yang terbaik.
Cara yang paling efektif untuk mengidentifikasi pasien dengan
kebutuhan gizi atau fungsional adalah melalui kriteria skrining, dimana
formulir asesmen awal keperawatan dapat memuat kriteria ini. Pada setiap

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakil UNS


kasus kriteria skrining dikembangkan oleh staf yang kompeten yang mampu
melakukan asesmen lanjutan, dan bila perlu, membuat persyaratan
pengobatan pasien. Contoh, kriteria skrining untuk risiko nutrisional dapat
dikembangkan oleh perawat yang akan menerapkan kriteria tersebut, ahli
gizi yang akan menyediakan intervensi diet yang direkomendasikan dan
nutrisionis yang mampu mengintegrasikan kebutuhan nutrisi dengan
kebutuhan lain dari pasien, sedangkan skrining status fungsional
dikembangkan kriterianya oleh staf medis rehab medis.

10. Asesmen Nyeri


Pada saat asesmen awal dan asesmen ulang, prosedur skrining
dilakukan untuk mengidentifikasi pasien dengan rasa sakit, pasien dapat
diobati di rumah sakit atau dirujuk untuk pengobatan. Lingkup pengobatan
berdasarkan pelayanan yang tersedia di rumah sakit.
Bila pasien diobati di rumah sakit, dilaksanakan asesmen yang lebih
komprehensif. Asesmen disesuaikan dengan umur pasien dan mengukur
intensitas dan kualitas rasa nyeri, seperti karakter rasa nyeri, frekuensi,
lokasi dan durasi. Asesmen ini dicatat sedemikian rupa agar memfasilitasi
atau memudahkan asesmen ulang yang reguler dan follow up sesuai kriteria
yang dikembangkan oleh rumah sakit dan kebutuhan pasien.
Apabila pasien mengalami nyeri, dilakukan reasesmen nyeri setelah
dilakukan tatalaksana pengelolaan nyeri (satu jam setelah pemberian untuk
obat oral dan setengah jam setelah pemberian untuk obat intravena).

11. Assesmen Tambahan


Asesmen awal dari tipe-tipe pasien atau populasi pasien tertentu
memerlukan modifikasi proses asesmen. Modifikasi ini didasarkan atas
karakteristik yang unik atau menentukan setiap populasi pasien. Rumah
sakit mengidentifikasi kelompok pasien khusus dan memodifikasi proses
asesmen untuk memenuhi kebutuhan khusus ini. Secara khusus, apabila
rumah sakit, melayani satu atau lebih pasien atau populasi dengan
kebutuhan khusus seperti daftar di bawah ini, maka rumah sakit
melakukan asesmen individual untuk :
a. Anak-anak;
b. Neonatus;
c. Pasien dengan gangguan kulit dan kelamin;
d. Pasien dengan gangguan mata;
e. Wanita dengan diagnosa obstetri ginekologi;
f. Pasien dengan kelainan emosional atau gangguan jiwa;
g. Pasien dengan gangguan syaraf;
h. Pasien dengan gangguan urologi;
i. Pasien dengan gangguan gigi;
j. Pasien dengan gangguan THT;
k. Pasien Psikiatri.

Pasien psikiatri yang memiliki gangguan kejiwaan, ketergantungan


obat atau zat atau alkohol, serta korban penganiayaan memerlukan
perhatian khusus. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain akan
dijelaskan di bawah ini.
a. Asesmen Pasien Dengan Gangguan Kejiwaan
1) Identifikasi pasien dengan gangguan kejiwaan.
• Pasien dengan gangguan kejiwaan dapat teridentifikasi baik di
rawat jalan, rawat inap, maupun Instalasi Gawat Darurat.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


• Pasien dengan percobaan bunuh diri perlu selalu dikonsulkan
ke psikiater,disamping penanganan kegawat daruratannya (baik
medical maupun surgical).
• Pasien dengan depresi yang dicurigai berat yang ditemukan di
setting apapunharus dikonsulkan ke psikiater.
• Pasien dengan gangguan cemas dan ringan yang belum dirasa
mengganggu aktivitas harian dapat diberi terapi oleh dokter
penanggung jawabnya. Pasien dengan kecurigaan gangguan
psikotik, dengan atau tanpa organic underlying disease perlu
dikonsulkan ke psikiater.
2) Penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan.
• Pasien dengan gangguan psikotik dirujuk ke RS Jiwa.
• Pasien dengan percobaan bunuh diri atau ancaman bunuh diri
dirawat dengan kewaspadaan tinggi dibawah tanggung jawab
psikiater, atau dirujuk bila dinilai ancaman bunuh dirinya
tinggi, karena Rumah Sakit UNS tidak memiliki fasilitas yang
memadai untuk pencegahan bunuh diri.
• Pasien lain ditangani sesuai kondisi psikiatriknya.
b. Asesmen Pasien Dengan Kecurigaan Ketergantungan Alkohol / Obat.
1) Jenis zat yang perlu diwaspadai menimbulkan ketergantungan:
• Alkohol
• Nikotin
• Golongan barbiturat (flunitrazepam, triazolam, temazepam, dan
nimetazepam)
• Golongan opiat (kodein, morfin, fentanil, oxycodon)
• Amfetamin& Metamfetamin
2) Identifikasi populasi berisiko:
• Pasien yang "meminta" obat secara spesifik {terutama obat
tranquilizer atau opiatjdengan frekuensi yang sering dari rekam
medik (dokter/ perawat melihat rekam medik untuk melihat
riwayat obat-obatan pasien).
• Dokter/perawat baik IGD/rawat inap perlu juga waspada bagi
pasien yang mengeluhnyeri kronik dan "meminta" pain killer
yang kuat atau meminta peningkatan dosis.
• Keluhan keluarga yang mengantar (anak, istri, orang tua)
tentang masalah obat,alkohol maupun merokok.
• Farmasi dapat mendeteksi riwayat pengobatan pasien. Bila hal
ini terjadi, maka petugas farmasi perlu melaporkan ke dokter
penanggung jawab pasien yang bersangkutan.
• Memasukkan riwayat minum alkohol dan merokok sebagai
bagian dari pertanyaan rutin untuk Medical Check Up.
3) Tergantung dari kondisi pasien, dokter yang mengidentifikasi
(mencurigai adanya masalah ketergantungan) dapat melakukan
asesmen awal berupa pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a) Berapa banyak merokok? Minum alkohol? (Jika drug abuse :
ditanya, obat apa yang digunakan? Darimana didapatkan?)
b) Sejak usia berapa?
c) Pernah mencoba berhenti atau mengurangi?
d) Apakah pasien sadar bahaya dan risiko dari merokok?
4) Bila ditemukan populasi berisiko, pasien dibuatkan rujukan ke
psikiater untuk pengkajian dan penanganan lebih lanjut.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


5) Penanganan meliputi : psikoterapi, medikamentosa, termasuk
diantaranya konselinguntuk HIV oleh tim HIV bagi pengguna obat
via injeksi (Injecting drug users / IDUs)
6) Seluruh proses penanganan ini didokumentasikan dalam rekam
medic.
c. Asesmen untuk korban penganiayaan.
1) Korban penganiayaan adalah pasien yang mengalami tindak
kekerasan fisik diluar kemauannya.
2) Kelompok yang rentan menjadi korban penganiayaan dapat anak-
anak, pasangan hidup,orang lanjut usia, dan Iain lain orang yang
secara sosio-ekonomi budaya dan fisiktergantung kepada orang Iain.
Jika menjumpai kelompok ini, petugas harus
mewaspadaikemungkinan terjadinya penganiayaan.
3) Saat menerima kasus medik yang dicurigai merupakan korban
penganiayaan, maka disamping penanganan terhadap cederanya,
maka korban harus mendapat pengkajian lebihdalam dan
penanganan khusus yang meliputi:
4) Privasi pasien dari orang yang mengantar agar mereka dapat bicara
bebas.
5) Bila korban anak-anak,asesmen mungkin perlu dilakukan terhadap
orang tuanyasecara terpisah, atau keluarga lain di luar orang
tuanya untuk mendapat gambaran lebihlengkap mengenai
kejadiannya.
6) Untuk orang lanjut usia atau yang tidak mampu mengutarakan
keinginannya sendiri, asesmen perlu dilakukan terhadap seluruh
keluarga yang ada, termasuk orangyang sehari-hari merawat
korban.
7) Asesmen terhadap kemungkinan fraktur multipel dilakukan,
terutama pada korbanyang tidak dapat mengeluhkan nyeri untuk
dirinya sendiri (anak kecil, bayi maupunorang tua atau dengan
kecacatan / keterbatasan).
8) Konsultasi psikologi dilakukan pada pasien dengan curiga korban
kekerasan /penganiayaan.

12. Asesmen pasien di akhir kehidupan/hayat


Kepada pasien yang akan meninggal dan keluarganya, dilakukan
asesmen dan asesmen ulang sesuai kebutuhan individual mereka. Asesmen
dan asesmen ulang perlu dilaksanakan secara individual untuk memenuhi
kebutuhan pasien dan keluarga apabila pasien mendekati kematian.
Asesmen dan asesmen ulang, sesuai kondisi pasien, harus mengevaluasi :
a. Gejala seperti mau muntah dari kesulitan pernapasan;
b. Faktor-faktor yang meningkatkan dan membangkitkan gejala fisik;
c. Manajemen gejala saat ini dan hasil respon pasien;
d. Orientasi spritual pasien dan keluarga dan kalau perlu keterlibatan
kelompok agama;
e. Urusan dan kebutuhan spiritual pasien dan keluarga, seperti putus
asa, penderitaan, rasa bersalah atau pengampunan;
f. Status psikososial pasien dan keluarga seperti hubungan keluarga,
lingkungan rumah yang memadai apabila diperlukan perawatan di
rumah, cara mengatasi dan reaksi pasien dan keluarga atas penyakit
pasien;
g. Kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan (respite services)
bagi pasien, keluarga dan pemberi pelayanan lain;

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


h. Kebutuhan akan altematif atau tingkat pelayanan lain;
i. Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan
potensi reaksi patologis atas kesedihan.

13. Asuhan pasien di akhir kehidupan yang diberikan rumah sakit:


a. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien
dan keluarga;
b. Menyampaikan isu yang sensitif seperti autopsi dan donasi organ;
c. Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya;
d. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek
pelayanan;
e. Member! respon pada masalah-masalah psikologis, emosional,
spiritual dan budaya dari pasien dan keluarganya.
Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan
kebutuhan pasien yang unik pada akhir hidupnya. Rumah sakit
mengevaluasi mutu asuhan akhir-kehidupan, berdasarkan evaluasi (serta
persepsi) keluarga dan staf, terhadap asuhan yang diberikan. Rumah sakit
perlu mengupayakan :
a. Semua staf harus diupayakan memahami kebutuhan pasien yang unik
menjelang akhir kehidupan.
b. Asuhan akhir kehidupan oleh rumah sakit mengutamakan kebutuhan
pasien menjelang akhir kehidupan dengan memperhatikan, sedikitnya
termasuk elemen a) s/d e) tersebut diatas.
c. Kualitas asuhan akhir kehidupan dievaluasi oleh staf dan keluarga
pasien.

14. Rencana Pemulangan (discharge planning)


Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan
pasien (discharge). Untuk menjamin kesinambungan pelayanan dan asuhan
pasien, harus dilakukan rencana pemulangan pasien yang terintegrasi
berupa discharge planning. Karena perencanaan proses pemulangan pasien
dapat membutuhkan waktu agak lama, maka proses asesmen dan
perencanaan dapat dimulai segera setelah pasien diterima sebagai pasien
rawat inap.
Rumah sakit mengembangkan mekanisme seperti daftar kriteria untuk
mengidentifikasi pasien, yang rencana pemulangannya kompleks,
pertimbangan yang dipakai antara lain karena umur, kesulitan mobilitas
atau gerak, kebutuhan pelayanan medis dan keperawatan berkelanjutan,
atau bantuan dalam aktivitas hidup sehari-hari. Kriteria pasien yang
ditetapkan RS dianggap membutuhkan discharge planning adalah:
a. Pasien usia lanjut dengan dementia;
b. Pasien dengan gangguan mobilitas sehingga tidak mampu atau
bergantung orang lain untuk aktivitas kesehariannya;
c. Pasien yang masih memerlukan pertolongan untuk melanjutkan terapi
atau perawatan di rumah [home care);
d. Pasien usia lanjut yang hidup sebatang kara atau hidup dengan
keluarga atau kerabat yang juga berusia lanjut;
e. Pasien yang tunawisma;
f. Pasien yang ditangani oleh Manajer Pelayanan Pasien.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


15. Pelayanan Yang Seragam bagi Semua Pasien
Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang
sama berhak mendapat kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk
melaksanakan prinsip "kualitas asuhan yang setingkat" mengharuskan
pimpinan merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan pasien. Secara
khusus, pelayanan yang diberikan kepada populasi pasien yang sama pada
berbagai unit kerja, dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang
menghasilkan pelayanan yang seragam. Sebagai tambahan, pimpinan
harus menjamin bahwa rumah sakit menyediakan tingkat kualitas asuhan
yang sama setiap hari dalam seminggu dan pada setiap shift. Kebijakan dan
prosedur tersebut harus sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang
berlaku yang membentuk proses pelayanan pasien dan dikembangkan
secara kolaboratif. Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut
dalam :
a. Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai,tidak tergantung
atas kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.
b. Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang memadai, yang
diberikan oleh praktisi yang kompeten tidak tergantung atas hari-hari
tertentu atau waktu tertentu.
c. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi
sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pasien.
d. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan
anestesia) sama di seluruh rumah sakit.
e. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima
asuhan keperawatan yang setingkat diseluruh rumah sakit.
f. Asuhan pasien yang seragam menghasilkan penggunaan sumber daya
yang efisien dan sehingga mendapatkan evaluasi hasil (outcome) yang
sama untuk asuhan di seluruh rumah sakit.

16. Catalan Perkembangan Terintegrasi (Integrated Progress Note)


Adalah lembar pada berkas rekam medis pasien dimana semua kondisi
dan perkembangan penyakit pasien serta tindakan yang dialami pasien
dicatat. Rumah sakit menetapkan bahwa mereka yang diizinkan
memberikan perintah atau order menuliskan perintah ini dalam rekam
medis pasien di lokasi yang seragam, dan lokasi itu adalah pada lembar
Catalan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).
Aktivitas asuhan pasien termasuk pemberian perintah, (misalnya,
untuk pemeriksaan laboratorium, pemberian obat, pelayanan keperawatan
dan terapi nutrisi). Tindakan klinis, prosedur diagnostik, operasi dan
prosedur lain diperintahkan oleh mereka yang kompeten untuk hal tersebut.
Tenaga medis yang memberikan perintah tersebut harus mencantumkan
alasan dilakukan tindakan, lalu dicatat di rekam medis. Perintah ini harus
raudah diakses untuk dapat dilaksanakan tepat waktu. Penempatan
perintah pada suatu lembar umum atau lokasi yang seragam di rekam medis
pasien membantu terlaksananya perintah. Perintah tertulis membantu staf
untuk mengerti kekhususan perintah, kapan harus dilaksanakan dan siapa
yang harus melaksanakan. Perintah dapat ditulis pada suatu lembar
perintah yang kemudian dimasukkan ke rekam medis pasien secara periodik
atau pada waktu pemulangan pasien. Hasil dari tindakan tersebut disimpan
di rekam medis. Untuk pasien rawat jalan, bila dilakukan tindakan
diagnostik invasif/beresiko harus dilakukan assessment serta dicatat di
rekam medis. Setiap rumah sakit memutuskan :
a. Perintah mana yang harus tertulis daripada lisan.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


b. Permintaan pemeriksaan diagnostik imajing dan pemeriksaan
laboratorium klinik termasuk indikasi klinis atau rasional.
c. Tiap pengecualian di pelayanan khusus seperti IGD dan Unit
Pelayanan Intesif;
d. Siapa yang diizinkan menuliskan perintah.
e. Dilokasi mana perintah tersebut dicatat dalam rekam medis pasien.
f. Jadi semua para PPA (dokter,perawat,nutrisionis, farmasis,fisioterapis
dll) akan mencatatkan semua perkembangan pasien yang
dievaluasinya pada lembar yang sama yaitu CPPT, dengan ciri
penulisan dan identitas masing-masing.

17. Pemberian Instniksi


Dalam asuhan pelayanan pasien, petugas medis yang kompeten
memiliki kewenangan memberikan instruksi demi menunjang kelancaran
dan kemajuan asuhan pasien. Instruksi dituliskan secara detail di kartu
perintah pemberian obat, lembar instruksi post operasi, form permintaan
pemeriksaan laboratorium dan radiologi (diagnostik imajing) dan disimpan
dalam rekam medis. Untuk permintaan pemeriksaan laboratorium dan
radiologi memuatjuga indikasi klinis.
Instruksi harus diberikan dalam bentuk tertulis bukan secara lisan
kecuali dalam kondisi darurat dimana jika tidak dilakukan dalam waktu
cepat akan mengakibatkan keterlambatan pelayanan pasien. Instruksi
secara verbal/lisan/tidak langsung dilakukan oleh DPJP. Instruksi terkait
rencana asuhan pasien ditulis pada format/catatan perkembangan pasien
terintegrasi. Untuk instruksi langsung (verbal) dilakukan sesuai prosedur
komunikasi efektif(TBaK) dan dikonflrmasi ulang ke DPJP (read back)

18. Pemberian Informasi dan Edukasi pada Pasien dan Keluarga


Peraturan mengharuskan bahwa pasien dan keluarga diberi tahu
tentang hasil asuhan termasuk kejadian tidak diharapkan. Serta rumah
sakit menyediakan pendidikan atau edukasi untuk menunjang partisipasi
pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan dan proses pelayanan.
Asuhan dan proses pengobatan merupakan siklus berkelanjutan dari
asesmen dan asesmen ulang, perencanaan dan pemberian asuhan, dan
asesmen hasil. Pasien dan keluarga diberitahukan tentang hasil dari proses
asesmen, tentang perencanaan asuhan dan pengobatan dan diikutsertakan
dalam pengambilan keputusan. Jadi untuk melengkapi siklus informasi
dengan pasien, mereka perlu diberitahu tentang hasil asuhan dan
pengobatan, termasuk informasi tentang hasil asuhan yang tidak
diharapkan.
Rumah sakit mendidik pasien dan keluarganya, sehingga mereka
mendapat pengetahuan dan ketrampilan untuk berpartisipasi dalam proses
dan pengambilan keputusan asuhan pasien. Setiap rumah sakit
mengembangkan atau memasukkan pendidikan ke dalam proses asuhan
berbasis misi, jenis pelayanan yang diberikan dan populasi pasien.
Pendidikan direncanakan untuk menjamin bahwa setiap pasien diberikan
pendidikan sesuai kebutuhannya. Rumah sakit menetapkan bagaimana
mengorganisasikan sumber daya pendidikan secara efektif dan efisien. Oleh
karena itu, rumah sakit perlu menetapkan koordinator pendidikan atau
komite pendidikan, menciptakan pelayanan pendidikan, mengatur
penugasan seluruh staf yang memberikan pendidikan secara terkoordinasi.
Semua kegiatan pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan
keluarganya, haruslah tercatat dalam berkas medis pasien. Oleh karenanya

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


rumah sakit menyediakan lembar KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi)
dalam berkas rekam medis untuk mencatat kegiatan ini.

19. Larangan bagi Pasien untuk Meninggalkan Rumah Sakit pada Periode
Waktu Tertentu
RS UNS tidak memberikan ijin dan tidak raemfasilitasi pasien untuk
alasan apapun mengajukan ijin untuk keluar meninggalkan RS dalam
periode waktu tertentu. Apabila setelah dijelaskan mengenai peraturan ini
pasien tetap ingin meninggalkan RS untuk melakukan kepentingannya,
pasien atau keluarga harus menandatangani form pulang atas permintaan
sendiri dan melalui prosedur pemulangan pasien.

Tindakan Sedasi, Anestesi dan Pembedahan pada Pasien

1. Sedasi:
Sedasi baik sedasi yang moderat maupun dalam, menghadapkan risiko
kepada pasien, karenanya perlu dilengkapi dengan definisi, kebijakan serta
prosedur yang jelas. Derajat sedasi terjadi dalam suatu kontinuum,
seorang pasien dapat bergerak dari satu derajat tertentu menuju derajat
yang lain, berdasarkan medikasi yang diberikan, rute dan dosisnya.
Pertimbangan penting mencakup kemampuan pasien untuk
mempertahankan refleks protektif, saluran pernafasan yang paten-
independen-berkesinambungan, dan mampu berespon terhadap stimulasi
fisik atau instruksi lisan. Kebijakan dan prosedur sedasi memuat :
a. penyusunan rencana termasuk identifikasi perbedaan antara populasi
dewasa dan anak atau pertimbangan khusus lainnya.
b. dokumentasi yang diperlukan tim pelayanan untuk dapat bekeija dan
berkomunikasi secara efektif.
c. persyaratan persetujuan (consent)khusus, bila diperlukan.
d. frekuensi dan jenis monitoring pasien yang diperlukan.
e. kualifikasi atau ketrampilan khusus para staf yang terlibat dalam
proses sedasi.
f. ketersediaan dan penggunaan peralatan spesialistik.
Hal lain yang juga penting adalah kualifikasi para dokter, dokter gigi
atau seraua individu yang kompeten yang bertanggung jawab atas pasien
yang menerima sedasi moderat maupun dalam. Setiap petugas harus
kompeten dalam ;
a. teknik berbagai modus sedasi.
b. monitoring yang tepat.
c. respons terhadap komplikasi.
d. penggunaan zat-zat reversal.
e. sekurang-kurangnya bantuan hidup dasar.
Petugas yang kompeten bertanggung jawab melakukan asesmen
prasedasi terhadap pasien untuk memastikan bahwa perencanaan sedasi
dan tingkatannya adalah tepat dan aman bagi pasien. Sebagai tambahan,
seorang petugas yang kompeten lain dibutuhkan untuk bertanggung jawab
atas pelaksanaan monitoring berkesinambungan atas parameter fisiologis
pasien, dan membantu tindakan suportif atau resusitasi. Kualifikasi
petugas yang melaksanakan monitoring, dan monitoring peralatan serta
suplainya adalah sama seperti pada pemberian sedasi di unit atau tempat
yang lain di rumah sakit, misalnya dalam kamar operasi dan dalam klinik
rawat jalan. Sehingga terpelihara tingkatan mutu pelayanan yang sama.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


Anestesi:

Pelayanan anestesi direncanakan secara seksama dan


didokumentasikan dalam catatan anestesi. Perencanaan
mempertimbangkan informasi dari asesmen pasien dan mengidentifikasi
anestesi yang akan digunakan, termasuk metode pemberiannya, pemberian
medikasi dan cairan lain, serta prosedur monitoring dalam mengantisipasi
pelayanan pasca anestesi.
Berhubung anestesi membawa risiko tinggi, maka pemberiannya harus
direncanakan dengan seksama. Asesmen pra anestesi pasien mempakan
basis untuk perencanaan tersebut dan untuk penggunaan analgesia pasca
operatif. Asesmen pra anestesi memberikan informasi yang diperlukan bagi

a. Pemilihan pelayanan anestesi dan merencanakan anestesi;


b. Pemberian layanan anestesi yang aman dan tepat; dan
c. Penafsiran temuan pada monitoring pasien.
Seorang spesialis anestesi atau petugas lain yang kompeten
menjalankan asesmen pra anestesi. Proses perencanaan anestesi mencakup
mengedukasi pasien, keluarganya, atau pembuat keputusan atas risiko,
manfaat dan alternatif yang berhubungan dengan perencanaan anestesia
dan analgesia pasca operatif. Diskusi ini terjadi sebagai bagian dari proses
untuk memperoleh persetujuan anestesi (termasuk sedasi moderat dan
dalam) sebagaimana disyaratkan dalam hak-hak pasien. Seorang
anestesiolog atau petugas yang kompeten memberikan edukasi ini.
Proses asesmen pra anestesi dijalankan beberapa waktu sebelum
rawat inap atau sebelum tindakan pembedahan atau sesaat sebelum operasi
(khusus pada pasien emergensi atau obstetri).
Sedangkan asesmen pra induksi terpisah dari asesmen pra anestesi,
karena fokusnya pada stabilitas fisiologis dan kesiapan pasien untuk
anestesi dan teijadi sesaat sebelum induksi anestesi.
Bila tindakan anestesi harus dilakukan secara darurat, asesmen pra
anestesi dan asesmen pra induksi dapat segera dilaksanakan secara
berurutan atau secara serempak, tetapi masing-masing didokumentasikan
sendiri. Jadi pada pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi harus
dilakukan :
a. Asesmen pra anestesi dikerjakan pada setiap pasien.
b. Asesmen pra induksi dilaksanakan untuk re-evaluasi pasien segera
sebelum induksi anestesi, sesaat sebelum diberikan induksi anestesi.
c. Kedua asesmen dikerjakan oleh staf yang kompeten untuk
melakukannya.
d. Kedua asesmen didokumentasikan dalam rekam medis.

Monitoring selama tindakan Anestesi

Selama pemberian anestesi, status fisiologis setiap pasien terus


menerus dimonitor dan dituliskan dalam rekam medis pasien. Monitoring
fisiologis memberikan informasi yang dapat diandalkan tentang status
pasien selama pemberian anestesi(umum, spinal dan regional) dan periode
pemulihan. Metode monitoring tergantung pada status pra anestesi pasien,
anestesi yang dipilih dan kompleksitas dari pembedahan atau prosedur lain
yang dikerjakan selama anestesi. Namun demikian, dalam semua kasus,

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


proses monitoring dilakukan terus menerus dan hasilnya dituliskan ke
dalam rekam medis pasien.

4. Masa Pemulihan pasca Anestesi

Setiap pasien pasca anestesi dimonitor dan didokumentasikan dan


pasien dipindahkan dari ruang pemulihan oleh staf -yang kompeten atau
dengan menggunakan kriteria baku. Monitoring selama anestesi adalah
dasar dari monitoring selama periode pemulihan pasca anestesi.
Pengumpulan data secara sistematik dan analisis data yang berlangsung
terhadap kondisi pasien yang dalam pemulihan, mendukung keputusan
untuk memindahkan pasien ke setting pelayanan lain dengan pelayanan
yang kurang intensif. Pencatatan data monitoring merupakan dokumentasi
untuk mendukung keputusan untuk memindahkan pasien.

5. Tindakan Pembedahan

Karena pembedahan membawa risiko dengan tingkatan yang tinggi,


maka penggunaannya haruslah direncanakan secara seksama. Asesmen
pasien adalah dasar untuk memilih prosedur pembedahan yang tepat.
Asesmen memberikan informasi penting terhadap :
a. Pemilihan prosedur yang tepat dan waktu yang optimal.
b. Melaksanakan prosedur secara aman.
c. Menginterpretasi temuan dalam monitoring pasien.
Pemilihan prosedur tergantung pada riwayat pasien, status fisik, dan
data diagnostik termasuk risiko dan manfaat prosedur bagi pasien.
Pemilihan prosedur mempertimbangkan informasi dari asesmen saat masuk
rawat inap, tes diagnostik, dan sumber lain yang tersedia. Proses asesmen
dijalankan dalam kerangka waktu dipersingkat bilamana pasien secara
darurat membutuhkan pembedahan.
Asuhan bedah yang direncanakan bagi pasien didokumentasikan
dalam status pasien, termasuk diagnosis pra operatif. Nama dari prosedur
bedah saja tidak bisa untuk menegakkan suatu diagnosis.

6. Persetujuan Tindakan (Informed Consent)

Manfaat, risiko, dan alternatif didiskusikan dengan pasien dan


keluarganya atau orang yang berwenang membuat keputusan bagi pasien.
Pasien dan keluarganya atau para pembuat keputusan menerima
informasi yang adekuat untuk berpartisipasi dalam keputusan pemberian
asuhan dan memberikan persetujuan (informed consent) yang diperlukan
dalam pemenuhan hak pasien. Informasi termasuk :
a. Risiko dari prosedur yang direncanakan.
b. Manfaat prosedur yang direncanakan.
c. Komplikasi yang potensial teijadi.
d. Alternatif tindakan bedah dan nonbedah yang tersedia untuk
mengobati pasien.
Sebagai tambahan, bila darah atau produk darah mungkin
dibutuhkan, informasi tentang risiko dan alternatif didiskusikan. Dokter
bedah yang bersangkutan atau petugas yang kompeten lain memberikan
informasi ini.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


p
7. Laporan Operas!

Pada setiap pasien yang dioperasi ada laporan operasi yang berisi
catatan operasi dalam rekam medls pasien untuk keperluan pelayanan
berkesinambungan.
Pelayanan pasca bedah tergantung pada kejadian dan temuan dalam
tindakan bedah. Jadi, status pasien termasuk diagnosis pasca bedah,
deskripsi dari prosedur bedah dan temuan-temuan (termasuk spesimen
bedah yang dikirim untuk pemeriksaan) dan nama ahli bedah dan asisten
bedah. Guna mendukung suatu kontinum dari pelayanan suportif pasca
bedah, catatan laporan operasi tersedia sebelum pasien meninggalkan
ruang pulih pasca anestesi.
Sebelum pasien meninggalkan lokasi pemulihan pasca anestesi, suatu
catatan singkat tindakan bedah bisa digunakan sebagai pengganti laporan
tertulis tindakan bedah. Laporan tertulis tindakan bedah atau catatan
singkat operasi tersebut minimum memuat:
a. Diagnosa pasca operasi.
b. Nama dokter bedah dan asisten-asisten.
c. Nama prosedur.
d. Spesimen bedah untuk pemeriksaan.
e. Catatan spesifik komplikasi atau tidak adanya komplikasi selama
operasi, termasuk jumlah kehilangan darah.
f. Tanggal, waktu, dan tandatangan dokter yang bertanggung jawab.

8. Penatalaksanaan Pasca bedah

Pada setiap pasien yang dilakukan pembedahan, asuhan pasien pasca


pembedahan direncanakan dan didokumentasikan. Asuhan medis dan
perawatan pasca bedah setiap pasien perlu dibedakan. Oleh karenanya,
penting untuk merencanakan asuhan tersebut, termasuk tingkatan asuhan,
serta tempat (setting) asuhan, pemantauan tindak lanjut atau pengobatan
dan kebutuhan obat. Perencanaan asuhan pasca bedah dapat dimulai
sebelum pembedahan berdasarkan asesmen kondisi dan kebutuhan pasien.
Asuhan yang direncanakan didokumentasikan dalam status pasien untuk
memastikan kelanjutan pelayanan selama periode pemulihan atau
rehabilitasi.

Pelayanan Pasien Risiko Tinggi dan Pelayanan Risiko Tinggi

Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan


berbagai variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang
digolongkan risiko tinggi karena umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifat
kritis. Anak dan lanjut usia umumnya dimasukkan dalam kelompok ini karena
mereka sering tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses
asuhan dan tidak dapat ikut memberi keputusan tentang asuhannya. Demikian
pula, pasien yang ketakutan, bingung atau koma tidak mampu memahami proses
asuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan eflsien.
Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian
termasuk yang berisiko tinggi karena memerlukan peralatan yang kompleks, yang
diperlukan untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa (pasien dialisis),
sifat pengobatan (penggunaan darah atau produk darah), potensi yang
membahayakan pasien.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk
memahami pasien tersebut dan pelayanannya dan memberi respon yang cermat,
kompeten dan dengan cara yang seragam. Pimpinan bertanggung jawab untuk :
1. Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di
rumah sakit.
2. Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan
kebijakan dan prosedur yang sesuai.
3. Melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan dan
prosedur.
Pasien dan pelayanan yang diidentifikasikan sebagai kelompok pasien risiko
tinggi dan pelayanan risiko tinggi, apabila ada di dalam rumah sakit maka
dimasukkan dalam daftar prosedur.
Rumah sakit dapat pula melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai
akibat dari suatu prosedur atau rencana asuhan (contoh, perlunya pencegahan
trombosis vena dalam, ulkus dekubltus dan jatuh). Staf dilatih untuk pemberian
pelayanan pada pasien resiko tinggi dan pelayanan resiko tinggi. Yang termasuk
pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi :
1. Pasien gawat darurat.
2. Pelayanan resusitasi tersedia dan diberikan selaraa 24 jam setiap hari di
seluruh unit rumah sakit delengkapi dengan peralatan dan obat untul
resusitasi.
3. Pemberian darah dan produk darah harus dilakukan dengan informed
consent. Dan dipastikan terkait pengadaan darah, indentifikasi pasien,
pemberian darah, moniroring pasien dan indentifikasi respon reaksi
transfusi
4. Pasien yang menggunakan peralatan bantu hidup dasar atau yang koma.
5. Pasien dengan penyakit menular dan mereka yang daya tahannya menurun.
{immuno'suppressed)
6. Pasien dialisis (cuci darah).
7. Penggunaan alat pengekang (restraint) dan pasien yang diberi pengekang /
penghalang.
8. Pasien lanjut usia, mereka yang cacat, anak-anak dan populasi yang
berisiko diperlakukan kasar atau kejam.

Pelayanan gizi bagi Pasien di RS

Makanan dan nutrisi yang memadai penting bagi kondisi kesehatan dan
proses pemulihan pasien. Makanan yang sesuai dengan umur pasien, budaya
pasien dan preferensi diet, rencana pelayanan, harus tersedia secara rutin. Pasien
berpartisipasi dalam perencanaan dan seleksi makanan, dan keluarga pasien
dapat, bila sesuai, berpartisipasi dalam menyediakan makanan, konsisten
dengan budaya, agama, dan tradisi dan praktik lain. Berdasarkan asesmen
kebutuhan pasien dan rencana asuhan, DPJP atau pemberi pelayanan lainnya
yang kompeten memesan makanan atau nutrien lain yang sesuai bagi pasien.
Bila keluarga pasien atau pihak lain menyediakan makanan pasien, mereka
diberikan edukasi tentang makanan yang dilarang / kontra indikasi dengan
kebutuhan dan rencana pelayanan, termasuk informasi tentang interaksi obat
dengan makanan. Bila mungkin, pasien ditawarkan berbagai macam makanan
yang konsisten dengan status gizinya.
Pada asesmen awal, pasien diperiksa / ditapis untuk mengidentifikasi
adanya risiko nutrisional. Pasien ini akan dikonsulkan ke nutrisionis untuk
asesmen lebih lanjut. Bila ternyata ada risiko nutrisional, dibuat rencana terapi
gizi. Tingkat kemajuan pasien dimonitor dan dicatat dalam rekam medisnya.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


Dokter, perawat dan ahli diet dan kalau perlu keluarga pasien, bekeijasama
merencanakan dan memberikan terapi gizi. Hal yang hams dipenuhi oleh mmah
sakit terkait nutrisi pasien adalah :
1. Makanan atau nutrisi yang sesuai untuk pasien, tersedia secara reguler.
2. Sebelum memberi makan pasien, semua pasien rawat inap telah memesan
makanan dan dicatat.
3. Pesanan didasarkan atas status gizi, latar belakang agama dan budaya serta
kebutuhan pasien .
4. Ada bermacam variasi pilihan makanan bagi pasien konsisten dengan
kondisi dan pelayanannya.
5. Bila keluarga menyediakan makanan, mereka diberikan edukasi tentang
pembatasan diet pasien.
6. Makanan disiapkan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan
pembusukan.
7. Makanan disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan
pembusukan .
8. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
9. Distribusi makanan dilakukan tepat waktu, dan memenuhi sesuai
permintaan khusus pasien terkait waktu,
10. Praktik penanganan memenuhi peraturan dan pemndangan yang berlaku.
11. Pasien, termasuk pasien ansik dan balita yang pada asesmen berada pada
risiko nutrisional, mendapat terapi gizi.
12. Suatu proses kerjasama dipakai untuk merencanakan, memberikan dan
memonitor terapi gizi.
13. Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
14. Respon pasien terhadap terapi gizi dicatat dalsim rekam medisnya.

E. Pelayanan Obat untuk Pasien di RS

Rumah sakit mengidentifikasi petugas yang kompeten yang diijinkan untuk


menuliskan resep atau memesan obat-obatan.
Seleksi obat untuk mengobati pasien membutuhkan pengetahuan dan
pengalaman yang spesifik. Setiap mmah sakit bertanggung jawab untuk
mengidentifikasi petugas yang berpengetahuan dan berpengalaman yang
disyaratkan dan yang juga diijinkan dengan lisensi, sertifikasi, hukum, atau
peraturan untuk menuliskan resep atau memesan obat-obatan. Suatu mmah
sakit dapat menentukan batas-batas untuk penulisan resep maupun pemesanan
oleh perseorangan, misalnya untuk bahan yang dikendalikan, bahan-bahan
kemoterapi, atau radioaktif serta obat investigatif. Petugas-petugas yang
diperkenankan untuk penulisan resep dan pemesanan obat dikenal oleh bagian
pelayanan farmasi atau orang-orang lain yang mengeluarkan obat. Dalam situasi
emergensi, mmah sakit mengidentifikasi setiap petugas tambahan yang diijinkan
untuk penulisan resep atau pemesanan obat. Hal yang hams dipatuhi terkait
obat:
^ Hanya orang yang diijinkan oleh mmah sakit dan peraturan pemndangan
yang dapat menuliskan resep atau memesan obat.
^ Ada proses untuk menetapkan batas bagi petugas, bila perlu, untuk praktek
penulisan resep atau pemesanan obat.
^ Petugas-petugas yang diijinkan untuk menuliskan resep dan memesan obat
dikenal oleh unit pelayanan farmasi atau orang lain yang mengeluarkan
obat-obat.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


Pendokumentasian obat

Obat-obatan yang diresepkan dan diberikan dicatat dalam rekam


medis pasien. Pencatatan setiap pasien yang menerima obat, rekam
medisnya berisi daftar obat yang diresepkan atau dipesan untuk pasien
beserta dosis dan berapa kali obat diberikan. Termasuk pula obat yang
diberikan "bila perlu". Bila informasi ini dicatat pada lembaran obat yang
terpisah, maka lembaran tersebut diselipkan dalam rekam medis pasien
saat dipulangkan atau dipindahkan.
Rumah sakit menyalurkan obat melalui pengisian formulir yang paling
sederhana untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dalam
pendistribusian dan pemberian. Ketika suatu obat dikeluarkan dari
kemasannya yang asli atau disiapkan dan disalurkan dalam bentuk atau
wadah (container) yang berbeda dan tidak segera diberikan, obat harus
diberi label dengan nama obat, dosis atau konsentrasi obat, tanggal
penyiapan dan tanggal kadaluwarsa. Farmasi sentral dan titik distribusi
obat yang lain di seluruh rumah sakit menggunakan sistem yang sama.
Sistem menunjang pengeluaran obat secara akurat dan tepat waktu.
Dalam kaitan ini maka rumah sakit harus menetapkan sistem yang
baku berupa :
a. Ada sistem yang seragam di rumah sakit dalam penyaluran dan
pendistribusian obat.
b. Setelah disiapkan, obat diberi label secara tepat, dengan nama obat,
dosis/ konsentrasi, tanggal penyiapan, tanggal kadaluwarsa, dan
nama pasien.
c. Obat disalurkan dengan bentuk yang paling siap diberikan.
d. Sistem mendukung penyaluran obat secara akurat.
e. Sistem mendukung penyaluran obat tepat waktu.

Siapa yang berhak memberikan obat

Pemberian obat untuk mengobati seorang pasien membutuhkan


pengetahuan dan pengalaman yang spesifik. Setiap rumah sakit
bertanggung jawab untuk mengidentifikasi petugas dengan pengetahuan
dan pengalaman sesuai persyaratan dan yang juga diijinkan berdasarkan
lisensi, sertifikasi, undang-undang atau peraturan untuk pemberian obat.
Suatu rumah sakit bisa membuat batasan bagi petugas dalam pemberian
obat, seperti bahan yang diawasi atau radioaktif dan obat investigatif. Dalam
situasi emergensi, rumah sakit mengidentifikasi setiap petugas tambahan
yang diijinkan untuk memberikan obat. Apa yang harus dilakukan rumah
sakit adalah :
a. Rumah sakit mengidentifikasi petugas, melalui uraian jabatannya atau
proses pemberian kewenangan, mendapatkan otorisasi untuk
memberikan obat.
b. Hanya mereka yang mempunyai ijin dari rumah sakit dan pemberi
lisensi yang terkait, undang-undang dan peraturan bisa memberikan
obat.
c. Ada proses untuk menetapkan batasan, bila perlu, terhadap
pemberian obat oleh petugas.

Pedoman Felayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


Obat yang dibawa pasien dari rumah
Kebijakan dan prosedur mengatur obat yang dibawa ke dalam rumah
sakit oleh pasien yang menggunakan obat sendiri (self-administration).
Mengawasi penggunaan obat di rumah sakit memerlukan suatu
pemahaman terhadap sumber dan penggunaan obat yang tidak diresepkan
atau dipesan di rumah sakit. Obat yang dibawa ke dalam rumah sakit oleh
pasien atau keluarganya harus diketahui oleh DPJP dan dicatat di rekam
medis pasien. Penggunaan obat tersebut dikendalikan oleh staf rumah sakit.

Monitoring efek obat dan efek samping obat


Pasien, dokter, perawat dan praktisi pelayanan kesehatan lainnya
bekerja bersama untuk memantau pasien yang mendapat obat. Tujuan
monitoring adalah untuk mengevaluasi efek pengobatan terhadap gejala
pasien atau penyakitnya, demikian juga hitung leukosit, erytrosit, fungsi
ginjal, fungsi hati dan monitoring lain untuk obat yang selektif, dan untuk
mengevaluasi pasien terhadap KTD. Berdasarkan monitoring, dosis atau
jenis obat dapat disesuaikan, bila perlu. Monitoring demikian dimaksudkan
untuk mengidentifikasi respons terapetik yang diantisipasi maupun reaksi
alergik, interaksi obat yang tidak diantisipasi, adanya perubahan dalam
keseimbangan pasien yang akan meningkatkan risiko jatuh dan Iain-lain.
Memonitor efek obat termasuk mengobservasi dan
mendokumentasikan setiap KTD. Rumah sakit mempunyai kebijakan yang
mengidentifikasi semua KTD yang harus dicatat dan yang harus dilaporkan.
Rumah sakit membangun suatu mekanisme pelaporan dari KTD bila perlu
dan kerangka waktu untuk pelaporan. Hal yang perlu diperhatikan :
a. Efek pengobatan terhadap pasien dimonitor, termasuk efek yang tidak
diharapkan (adverse effect).
b. Proses monitoring dilakukan secara kolaboratif
c. Rumah sakit mempunyai kebijakan yang mengidentifikasi efek yang
tidak diharapkan yang harus dicatat dalam status pasien dan yang
harus dilaporkan ke rumah sakit.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


BAB IV

PEMBUATAN CATATAN ASUHAN PASIEN TERINTEGRASI

Semua proses asuhan pasien oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) hams
dicatat dalam berkas rekam medis pasien secara mntut dan terintegrasi (CPPT) sesuai
dengan peijalanan asuhan yang dialami pasien di RS, mulai dari Assesmen Awal
sampai pada Resume Pulang.
Pencatatan dalam berkas rekam medis mengikuti kaidah Informasi, Analisis,
Rencana Asuhan (lAR) yaitu dengan pola S (subyektif, keterangan atau keluhan
pasien), O (objektif, fakta yang ditemukan pada pasien melalui pemeriksaan fisik dan
penunjang), A {analisis, mempakan kesimpulan/diagnose yang dibuat berdasarkan S
dan O) dan P (plan, rencana asuhan yang akan diterapkan pada pasien).
Penulisan hasil komunikasi antar profesi atau unit dengan mengunakan prinsip
komunikasi efektif yang digunakan yang terdiri dari Situation (kondisi terkini yang
terjadi pada pasien). Background (info penting yang berhubungan dengan kondisi
pasien terkini). Assessment (hasil pengkajian dari kondisi pasien saat ini),
Recommendation (Rekomendasikan intervensi)
Penulisan hasil implementasi menerapkan prinsip "Kerjakan apa yang kamu
tulis dan tulis apa yang kamu kerjakan" yang menjadi jargon ISO dari sejak
diterbitkannya hingga sekarang. Sistem Manajemen ISO mempunyai pandangan
bahwa sebuah sistem manajemen hamslah ada bukti evidence dalam bentuk tertulis.
Tulisan tersebut menjadi sebuah referensi didalam pekerjaan aktivitas.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


BAB V
MODEL PELAYANAN PASIEN RSUNS
Pelayanan Berfokus Pasien (Patient centered care)

A. Definisi
Menurut Institute for Patient-Family Centered Care (2012) Pelayanan yang
berpusat pada pasien dan keluarga adalah suatu pendekatan dalam perencanaan,
pemberian dan evaluasi pelayanan kesehatan yang berbasis pada kemitraan yang
saling memberikan manfaat antara penyedia pelayanan, pasien, dan keluarga.
Menurut Australian Commision on Safety and Quality in Health care (ACSQHC)
patient centered care adalah suatu pendekatan inovatif terhadap perencanaan,
pemberian, dan evaluasi atas pelayanan kesehatan yang didasarkan pada
kemitraan yang saling menguntungkan antara pemberi layanan kesehatan, pasien
dan keluarga. Patient centered care diterapkan kepada pasien dari segala kelompok
usia, dan bisa dipraktekkan dalam setiap bentuk pelayanan kesehatan (Lumenta,
2012).

Model Patient - Centered Care

B. Konsep Inti Patient centered care


Ada 4 Konsep inti yang ada dalam konsep PCC [Patient Centered Care] dalam
PFCC 2007, Benchmarking Project, Executive Summary and Strategy Map yaitu :
martabat dan respek, berbagi informasi, partisispasi, dan kolaborasi.
1. Martabat dan Respek
Dalam aspek ini, sikap seorang tenaga kesehatan mendengarkan, peduli dan
menghormati pilihan pasien. Pengetahuan, nilai-nilai yang dianut, dan
background Pasien, Perawat, Fisioterapi, Analis Dokter apoteker Lainnya Ahli
Gizi budaya pasien ikut berperan penting selama perawatan pasien dan
menentukan outcome pelayanan kesehatan kepada pasien. Kultur(kebudayaan)

Respect for patients' preferences

Coordination and Integration of care

Information and education

Physical comfort

Emotional support

Involvementof family and friends

Continuity and transition

iP;?:^Picker's Eight Principles of Piitient Centred Cure '• :•


adalah
determinan paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang. Seorang

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


anak memperoleh serangkaian nilai, persepsi, preferensi dan perilaku melalui
keluarganya (Thamrin,2012). Aspek martabat dan respek dalam konsep patient
centered care adalah perilaku seorang perawat yang mencerminkan sikap caring
saat melaksanakan pelayanan kesehatan. Perilaku caring mengandung 3 hal
yang tidak dapat dipisahkan yaitu perhatian, tanggung jawab, dan dilakukan
dengan ikhlas {Dwidyanti,2009). Perilaku caring memiliki inti yang sama yaitu
sikap peduli, menghargai dan menghormati orang lain,member perhatian, dan
mempelajari kesukaan seseorang serta cara berpikir dan bertindak.
2. Berbagi Informasi Komunikasi
Dalam menginformasikan sesuatu kepada konsumen layaknya dilakukan
dengan efektif. Tanpa komunikasi yang efektif di berbagai pihak, pola hubungan
yang kita sebut organisasi tidak akan melayani kebutuhan seorang konsumen
dengan balk (Nugroho J. Setiadi, 2013 ). Dalam hal ini, mengkomunikasikan
dan menginformasikan secara lengkap mengenai kondisi pasien dan hal- hal
yang berkaitan dengan pasien, maupun program perawatan dan intervensi yang
akan diberikan kepada pasien. Memberikan Informasi secara lengkap dapat
membantu dalam perawatan pasien, meningkatkan pengetahuan pasien dan
pembuatan keputusan.{ PFCC, 2007) .
3. Partisipasi
Pasien dan keluarga dilibatkan dan di-support untuk ikut serta dalam
perawatan dan pembuatan keputusan( PFCC,2010). Partisipasi adalah hal yang
dapat mendorong peran serta pasien dalam penyelenggaraan pelayanan
keperawatan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan pasien.
Keterlibatan atau partisipasi adalah status motivasi yang menggerakkan serta
mengarahkan proses kognitif dan perilaku konsumen pada saatn mereka
mengambil keputusan ( Nugroho J. Setiadi, 2013).
4. Kolaborasi
Tenaga kesehatan mengajak pasien dan keluarga pasien dalam membuat
kebijaksanaan, perencanaan dan pengembangan program, implementasi dan
evaluasi program yang akan didapatkan oleh pasien { Kusumaningrum,2009).
Planetree, pemimpin patient centered care yang diakui secara intemasional telah
menunjukkan langkah besar dalam memajukan konsepnya. Model perawatan
planetree adalah pendekatan holistic berpusat pada pasien yang
mempromosikan penyembuhan mental, emosional, spiritual, social, dan fisik,
sebagian dengan memberdayakan pasien dan keluarga melalui pertukaran
informasi (Cliff,2012).
Salah satu model desain dari patient centered care adalah Planetree model yang
mempunyai konsep ( Dewi,2011) :
a. Pasien memiliki hak untuk membuka dan komunikasi yang jujur dalam
kepedulian dan kehangatan lingkungannya.
b. Para pasien,keluarga dan staf professional mempunyai peran yang vital
dalam tim.
c. Pasien bukan unit yang diisolasikan namun anggota dari
keluarga,komunitas dan sebuah budaya.
d. Pasien adalah seorang individu dengan hak, tanggungjawab, dan pilihan
tentang gaya hidup.
e. Sebuah lingkungan yang mendukung, ramah dan peduli adalah komponen
pentingyang memberikan kesehtan berkualitas tinggi.
f. Lingkungan fisik sangat penting untuk proses penyembuhan dan harus
dirancang untuk mempromosikan penyembuhan dan pembelajaran, serta
pasien dan keluarga berpartisipasi dalam perawatan.

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS


PROSES ASUHAN PASIEN

BAB VI

STANDAR PELAYANAN DAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Dalam melaksanakaji tugas profesionalnya staf medis mengacu pada buku PPK
medis dan SPG tindakan medis.
Panduan praktik klinis adalah istilah teknis sebagai pengganti standar prosedur
operasional (SPG) dalam undang-undang praktik kedokteran 2004 dan undang-
undang keperawatan yang mempakan istilah administrative, penggantian ini perlu
untuk menghindarkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi, bahwa "standar"
merupakan hal yang harus dilakukan pada semua keadaan. Jadi secara teknis standar
prosedur operasional (SPG) dibuat berupa panduan praktik klinis (PPK) yang dapat
berupa atau disertai dengan salah satu atau lebih: Alur Klinis (Clinical Pathway),
Protokol, Prosedur, Algoritme, Standing Order Para dokter melakukan praktik dengan
panduan PPK tersebut untuk menegakkan diagnosis, memberikan pengobatan, dan
memberi penjelasan kepada pasien dan keluarganya tentang kemungkinan hasil
pengobatan
Dalam tataran pelaksanaan, PPK mungkin memerlukan satu atau lebih
perangkat untuk merinci panduan agar dapat dilakukan secara spesifik dalam bentuk
alur klinis (clinical pathway), algoritme (diagram pengambilan keputusan cepat),
protocol (panduan pelaksanaan tugas yang cukup kompleks) , prosedur (panduan
langkah-langkah tugas teknis), atau standing orders (instruksi tetap kepada perawat).
PPK seharusnya dibuat untuk semua jenis penyakit / kondisi klinis yang
ditemukan dalam fasyankes. Namun dalam pelaksanaannya dapat dibuat secara
bertahap, dengan mengedepankan misalnya 10 penyakit tersering yang ada di tiap
bagian yang high volume, high cost, dan high risk/impact Di RSUNS Sukohaijo,
PPK dibuat atas penyakit yang terbanyak di masing-masing divisi atau subspesialis
dari semua SMF./Laboratorium. Selain PPK Kasus juga terdapat PPK Prosedur atau
PPK Tindakan

SPG Standar Prosedur Operasional (SOP) adalah serangkaian instruksi tertulis


yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi
pemerintahan, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa
dilakukan, manfaat mengunakan SPG:
1. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan
pekerjaan yang menjadi tugasnya.
2. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugas.
3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggungjawab
individual pegawai dan organisasi secara keseluruhan.
4. Membantu pegawai menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung pada intervensi
manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam
pelaksanaan proses sehari-hari.
5. Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan tugas.
6. Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan pegawai cara
konkrit untuk memperbaiki kineija serta membantu mengevaluasi usaha yang
telah dilakukan.

Pedoman Pelayanan dan. Asuhan Rumah Sakit UNS


IS,
7. Memastikan pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan dapat
berlangsung dalam berbagai situasi.
8. Memberikan informasi mengenai kualifikasi kompetensi yang harus dikuasai
oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya.
9. Memberikan informasi bagi upaya peningkatan kompetensi pegawai.
10.Memberikan informasi mengenai beban tugas yang dipikul oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya.
Prinsip sop prinsip penyusunan SPO :
1. Kemudahan dan kejelasan.
2. Efisiensi dan efektivitas.
3. Keselarasan.
4. Keterukuran.
5. Dinamis.
6. Berorientasi pada pengguna (mereka yang dilayani).
7. Kepatuhan hukum.
8. Kepastian hukum.
Prinsip pelaksanaan SOP :
1. Konsisten.
2. Komitmen.
3. Perbaikan berkelanjutan.
4. Mengikat.
5. Seluruh unsur memiliki peran penting.
6. Terdokumentasi dengan baik.

Pedoman Pelayanan. dan Asuhan Rumah Sakit UNS


BAB VII

PENUTUP

Pedoman Asuhan Pasien Seragam ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam
menyelenggarakan pelayanan di masing-masing unit RS UNS. Pedoman ini yang
membahas pengaturan apa dan bagaimana yang perlu dibuat di rumah sakit sejak
pasien menginjakkan kakinya di rumah sakit sampai pasien dipulangkan kerumah
atau dirujuk ke sarana kesehatan lain atau meninggal dunia, dibuat agar menjadi
acuan dalam pelaksaanaan pemberian asuhan, selanjutnya perlu dijabarkan dalam
panduan pelayanan unit, prosedur tetap, prosedur pelaksanaan, dan kebijakan di
rumah sakit guna kelancaran pelaksanaannya.

<OUOGt

fis^ur

Pr^!^ikaSifii^rifm Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM


NIP T95106011979031002

Pedoman Pelayanan dan Asuhan Rumah Sakit UNS

Anda mungkin juga menyukai