Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN DPMKL

PEMECAHAN MASALAH DI KECAMATAN KENJERAN SURABAYA

Dosen Pembimbing :

Hadi Suryono, ST., MPPM

Disusun oleh :

Kelompok 4

1. Rany Amelia Apriliani (P27833318025)


2. Fauzana Armadea Kristin (P27833318026)
3. Imelynia Pratiwi S. (P27833318027)
4. Defina Ambarumundah (P27833318028)
5. Saphire Febrary P. P (P27833318029)
6. Mirotul Viona (P27833318031)
7. Achmad Hilal R. (P27833318033)

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA

PROGRAM STUDI SANITASI LINGKUNGAN PROGRAM DIPLOMA IV

2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya kepada kami sehingga Laporan Dasar Pemecahan
Masalah Kesehatan Lingkungan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Ucapan
terimakasih kami sampaikan kepada Bapak Hadi Suryono, ST., MPPM. selaku dosen mata
kuliah DPMKL yang telah membimbing kami dalam penyusunan laporan ini. Tidak lupa kami
juga berterimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan laporan ini
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini.

Laporan ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah DPMKL berdasarkan hasil
observasi dan studi literatur yang telah kami lakukan. Akhir kata kami berharap semoga laporan
ini dapat bermanfaat dan memberi wawasan serta pengetahuan bagi pembaca. Atas perhatiannya
kami ucapkan terima kasih.

Surabaya, 24 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................... 3
BAB III ISI DAN PEMBAHASAN ............................................................................................. 17
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 31

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Penentuan Prioritas ...................................................................................................... 17


Tabel 3. 2 Analisis Alternatif Pemecahan Masalah Masih Dijumpai Sampah Berserakan .......... 21
Tabel 3. 3 Analisis Alternatif Pemecahan Masalah Angka Kepadatan Lalat di Pemukiman Masih
Tinggi ........................................................................................................................... 22
Tabel 3. 4 Analisis Alternatif Pemecahan Masalah Masih Ditemukan Jentik dan Nyamuk
Penyebab DBD ............................................................................................................. 23
Tabel 3. 5 Terdapat Sampah yang Berserakan.............................................................................. 24
Tabel 3. 6 Kepadatan Lalat pada Pemukiman .............................................................................. 25
Tabel 3. 7 Adanya Jentik dan Nyamuk Aedes Aegypti ................................................................ 25
Tabel 3. 8 Perencanaan POA ........................................................................................................ 27

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Semenjak umat manusia menghuni planet bumi ini, manusia sudah seringkali
menghadapi masalah-masalah kesehatan serta bahaya kematian yang disebabkan oleh
faktor-faktor lingkungan hidup yang ada di sekeliling mereka, seperti benda mati,
mahkluk hidup, adat istiadat, kebiasaan, dan lain- lain.
Menurut Hendrik L. Bloom derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor,
yaitu: faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan. Faktor
lingkungan memiliki pengaruh dan peranan terbesar diikuti perilaku, fasilitas kesehatan
dan keturunan.Lingkungan sangat bervariasi, salah satunya berhubungan dengan
lingkungan fisik. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik contohnya sampah,
air limbah, udara, tanah, ikim, perumahan, dan sebagainya.
Berbagai faktor dapat berperan dalam timbulnya penyakit lingkungan berbasis
wilayah seperti water borne deseases, air borne deseases, vector borne deseases, food
borne deseases, antara lain dukungan ekosistem sebagai habitat dari pelbagai vektor,
peningkatan iklim global (global warming) yang meningkatkan akselerasi
perkembangbiakan nyamuk, peningkatan kepadatan populasi penduduk yang dijadikan
hamparan kultur biakan bagi berbagai macam penyakit serta dijadikan persemaian subur
bagi virus sekaligus sarana eksperimen rekayasa Genetika.
Contohnya keadaan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar masyarakat
Kecamatan Kenjeran yang masih kurang baik, dapat dijumpainya sampah yang
berserakan di sekitar rumah , angka kepadatan lalat di perumahan penduduk masih tinggi
dan masih ditemukan jentik dan nyamuk Aedes aegypti di rumah warga yang dapat
menimbulkan penyakit berbasis lingkungan. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam
membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat atau perubahan perilaku yang mendukung
aksesbilitas agent menginfeksi host pencemaran lingkungan yang cukup intens. Dengan
demikian perlu adanya pemecahan masalah dalam masalah sanitasi lingkungan tersebut.

1
B. TUJUAN
1. Untuk menganalisis alternatif pemecahan masalah sampah yang berserakan
2. Untuk menganalisis pemecahan masalah agka kepadatan lalat di pemukiman
3. Untuk menganalisis alternatif pemecahan masalah penemuan jentik nyamuk dan
nyamuk penyebab DBD
4. Untuk menyusun perencanaan POA (Plan of Action)
C. MANFAAT
Mahasiswa mampu menganalisis alternatif pemecahan masalah yang terjadi di
lingkungannya serta mampu merencanakan POA (Plan of Action) untuk mengatasi
masalah yang terjadi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. PERMASALAHAN PENUMPUKAN SAMPAH
1. Pengertian Sampah
Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh
pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika
dikelola dengan prosedur yang benar.(Panji Nugroho, 2013).
Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Sumber
sampah bisa berasal dari rumah tangga, pertanian, perkantoran, perusahaan, rumah
sakit, dan sebagainya (Sejati, 2009) . Penumpukan sampah disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah volume sampah yang sangat besar sehingga malebihi
kapasitas daya tampung tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Pengelolaan
sampah yang terjadi selama ini dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada
lingkungan, dan kuranganya dukungan kebijakan dari pemerintah.
Menurut Prof. Dr. Ir. Ign. Suhatro dalam buku Limbah Kimia (2011)
mengatakan pemerintah belum begitu serius dalam memikirkan masalah sampah ini.
Meski pemerintah sudah melakukan beberapa terobosan namun di beberapa tempat
pembuangan sementara (TPS) gunungan sampah masih sangat mengganggu
masyarakat dan masih menjadi perhatian.
2. Jenis – Jenis Sampah
Jenis sampah disekitar kita sangat banyak mulai dari sampah medis, sampah rumah
tangga, sampah pasar, sampah industri, sampah pertanian, sampah peternakan dan
masih banyak lainnya. Menurut Sucipto (2012), jenis-jenis sampah berdasarkan zat
kimia yang terkandung di dalamnya dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Sampah Organik
Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun
tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi menjadi sampah organik basah dan
sampah organik kering. Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah
mempunyai kandungan air yang cukup tinggi seperti kulit buah dan sisa sayuran.
Sementara bahan yang termasuk sampah organik kering adalah bahan organik lain

3
yang kandungan airnya kecil seperti kertas, kayu atau ranting pohon dan
dedaunan kering.
b. Sampah Anorganik
Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini berasal dari
bahan yang bisa diperbaharui dan bahan yang berbahaya serta beracun. Jenis yang
termasuk ke dalam kategori bisa didaur ulang (recycle) ini misalnya bahan yang
terbuat dari plastik atau logam. Sampah kering non logam (gelas kaca, botol kaca,
kain, kayu, dll) dan juga sampah lembut yaitu seperti sebu dan abu.
3. Sumber Sampah
Sampah dapat digolongkan berdasar sumber sampah yaitu :
a. Rumah tangga, umumnya terdiri dari sampah organik dan anorganik, yang
dihasilkan dari aktivitas rumah tangga. Misalnya dari buangan dapur, taman,
debu, dan alat-alat rumah tangga.
b. Daerah komersial, yaitu sampah yang dihasilkan dari pertokoan, restoran, pasar,
perkantoran, hotel, dan lain-lain, biasanya terdiri dari bahan pembungkus sisa-sisa
makanan, kertas, dan lain sebagainya.
c. Sampah institusi, berasal dari sekolah, rumah sakit, dan pusat pemerintahan.
d. Sampah industri, berasal dari proses produksi indutri, dari pengolahan bahan baku
hingga hasil produksi.
e. Sampah dari fasilitas umum, berasal dari taman umum, pantai atau tempat
rekreasi.
f. Sampah dari sisa-sisa konstruksi bangunan yaitu, sampah yang berasal dari sisa-
sisa pembuatan gedung, perbaikan, pembongkaran jalan, jembatan, dan lain-lain.
g. Sampah dari hasil pengelolaan air buangan dan sisa-sisa pembuangan dari
incinerator.
h. Sampah pertanian berasal dari sisa-sisa pertanian yang tidak dapat dimanfaatkan
lagi (Damanhuri, 2010).
4. Dampak Sampah
Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan dampak negative bagi
kesehatan dan lingkungan seperti berikut (Chandra, 2006) :
a. Dampak terhadap kesehatan

4
1. Menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakan vector penyakit
seperti lalat, kecoa atau tikus.
2. Jumlah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) akan meningkat karena
vektor penyakit hidup dan berkembang biak dalam sampah kaleng ataupun
ban bekas yang berisi air hujan.
3. Terjadi kecelakaan akibat pembuangan sampah sembarangan seperti luka
akibat benda tajam seperti besi, kaca, dan sebagainya.
4. Gangguan psikosomatis atau penyakit yang melibatkan pikiran dan tubuh, di
mana pikiran memengaruhi tubuh hingga penyakit muncul atau menjadi
bertambah parah misalnya sesak napas, insomnia, stress, dan lain-lain.
b. Dampak terhadap lingkungan
1. Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata.
2. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-gas
tertentu yang menimbulkan bau busuk.
3. Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran undara dan bahaya
kebakaran yang lebih luas.
4. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan menyebabkan
aliran air terganggu dan saluran air menjadi dangkal.
5. Konsep Pengelolaan
Sampah Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (UUPS), yang dimaksud dengan sampah adalah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah
yang merupakan sisa dari kegiatan manusia harus dikelola agar tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Pengelolaan sampah adalah
kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah yang dimaksud dalam
UUPS meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan
pemanfaatan Kembali sampah. Untuk dapat mewujudkan kegiatan-kegiatan ini,
masyarakat dan para pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatannya diharapkan dapat
menggunakan bahan yang menimbulkan sampah sedikit mungkin, dapat digunakan
kembali, dapat didaur ulang, dan mudah diurai oleh proses alam. Penanganan sampah

5
yang dimaksud dalam UUPS adalah kegiatan yang diawali dengan pemilahan dalam
bentuk pengelompokkan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan
sifat sampah.
Langkah selanjutnya adalah pengumpulan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara, dan pengangkutan sampah dari
tempat penampungan sampah sementara menuju ke tempat pemrosesan akhir.
Kemudian sampah yang telah terkumpul di tempat pemrosesan akhir dikelola dengan
cara mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah dan/atau diproses untuk
mengembalikan hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui 3 tahapan
kegiatan, yakni pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Alfiandra
(2009) menggambarkan secara sederhana tahapan-tahapan dari proses kegiatan dalam
pengelolaan sampah sebagai berikut.
a. Pengumpulan, diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat asalnya sampai
ke tempat pembuangan sementara sebelum menuju tahapan berikutnya. Pada
tahapan ini digunakan sarana bantuan berupa tong sampah, bak sampah, peti
kemas sampah, gerobak dorong, atau tempat pembuangan sementara. Untuk
melakukan pengumpulan, umumnya melibatkan sejumlah tenaga yang
mengumpulkan sampah setiap periode waktu tertentu.
b. Pengangkutan, yaitu mengangkut sampah dengan menggunakan sarana bantuan
berupa alat transportasi tertentu ke tempat pembuangan akhir/pengolahan. Pada
tahapan ini juga melibatkan tenaga yang pada periode waktu tertentu mengangkut
sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir (TPA).
c. Pembuangan akhir, dimana sampah akan mengalami pemrosesan baik secara
fisik, kimia maupun biologis hingga tuntas penyelesaian seluruh proses
Departemen Pekerjaan Umum (2007) menjelaskan bahwa prinsip 3R dapat diuraikan
sebagai berikut.
a. Prinsip pertama adalah reduce atau reduksi sampah, yaitu upaya untuk
mengurangi timbulan sampah di lingkungan sumber dan bahkan dapat dilakukan
sejak sebelum sampah dihasilkan. Setiap sumber dapat melakukan upaya reduksi
sampah dengan cara mengubah pola hidup konsumtif, yaitu perubahan kebiasaan

6
dari yang boros dan menghasilkan banyak sampah menjadi hemat/efisien dan
hanya menghasilkan sedikit sampah.
b. Prinsip kedua adalah reuse yang berarti menggunakan kembali bahan atau
material agar tidak menjadi sampah (tanpa melalui proses pengolahan), seperti
menggunakan kertas bolak balik, menggunakan kembali botol bekas minuman
untuk tempat air, dan lain-lain. Dengan demikian reuse dapat memperpanjang usia
penggunaan barang melalui perawatan dan pemanfaatan kembali barang secara
langsung.
c. Prinsip ketiga adalah recycle yang berarti mendaur ulang suatu bahan yang sudah
tidak berguna menjadi bahan lain atau barang yang baru setelah melalui proses
pengolahan. Beberapa sampah dapat didaur ulang secara langsung oleh
masyarakat dengan menggunakan teknologi dan alat yang sederhana, seperti
mengolah sisa kain perca menjadi selimut, kain lap, keset kaki dan sebagainya,
atau sampah dapur yang berupa sisa-sisa makanan untuk dijadikan kompos.
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa pengelolaan sampah merupakan kegiatan bertahap yang pada dasarnya
dilakukan untuk mengolah sampah agar dapat diproses menjadi bentuk lain yang
memberikan manfaat dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Pengelolaan sampah yang
dimaksud pada penelitian ini adalah kegiatan pengelolaan sampah yang dilakukan
pada tingkat rumah tangga, berupa pengurangan pemakaian bahan yang sulit terurai,
pemilahan sampah, pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan
sementara, pemanfaatan kembali sampah, serta kegiatan kebersihan seperti gotong
royong untuk kerja bakti di lingkungan tempat tinggal.
B. PERMASALAHAN KEPADATAN LALAT
1. Pengertian
Lalat merupakan salah satu vektor penting dalam penyebaran penyakit dan
tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, sering dijumpai dalam keseharian kita.
Lalat dapat berperan pada ekosistem dalam proses pembusukan, sebagai predator,
parasit pada serangga, sebagai polinator, dapat berperan sebagai vektor penyakit
saluran pencernaan seperti kolera, myasis, typhus, disentri dan diare. Lalat merupakan
serangga dan berkembangbiak di tempattempat kotor dan berbau busuk. Serangga

7
kecil ini sangat mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup, mata majemuknya
terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Beberapa jenis lalat
memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat.
2. Siklus hidup lalat
Pada umumnya siklus hidup lalat melalui 4 stadium yaitu : telur - larva - pupa
- lalat dewasa. Pada beberapa jenis lalat telur-telur tetap dalam tubuh lalat dewasa
sampai menetap dan baru kemudian dilahirkan larva. Lamanya siklus hidup dan
kebiasaan tempat bertelur bisa berbeda antara berbagai jenis lalat. Demikian pula
terdapat perbedaan perbedaan dalam hal suhu dan tempat hidup yang biasanya untuk
masing-masing jenis lalat.
3. Pengendalian
Kondisi yang sangat mendukung perkembanganbiakan lalat hingga menjadi
populasi yang cukup meresahkan lingkungan kita antara lain kelembaban tinggi, suhu
hangat, dan melimpahnya sumber makanan bagi lalat yaitu sampah organik sisa
rumah tangga dan kotoran hewan. Kondisi tersebut sangat ideal bagi
perkembangbiakan lalat dan hanya bisa terjadi pada suatu wilayah yang memiliki
sanitasi yang buruk dan cenderung kumuh. Pengendalian lalat merupakan upaya
kesehatan masyarakat yang harus dilakukan. Salah satu pengendalian lalat
mengunakan insektisida. Penggunaan insektisida kimia menyebabkan pencemaran
lingkungan, oleh karena itu sebagai alternatif pengendalian lalat yang ramah
lingkungan dengan menggunakan insektisida nabati yang terbuat dari tumbuhan.
Strategi pengendalian populasi lalat lain dapat menggunakan perangkap atau umpan
yang dapat dibuat dengan sederhana dan memanfaatkan bahan yang ada di sekitar
kita. Usaha pengendalian lalat meliputi :
a. Tindakan penyehatan lingkungan
1) Menghilangkan tempat – tempat pembiakan lalat
a) Melenyapkan atau memperbaiki semua kakus-kakus dan cara-cara
pembuangan manusia yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan,
terutama yang memungkinkan lalat langsung berkotak dengan excreate
manusia.

8
b) Garbage harus dibuang dalam tempat sampah yang tertutup. Cara
pembuangan sampah harus tidak memungkinkan sampai sampah menjadi
sarang lalat. Cara yang baik ialah sanitary landfill dan incineration. Pada
Sanitary Landfill tanah yang menutup lapisan sampah harus didapatkan
supaya lalat yang keluar dari pupa yang sudah ada tidak bisa menembus
keluar tanah yang padat itu.
c) Industri dan perusahaan-perusahaan pada mana terhadap
kumpulankumpulan kotoran hewan atau zat-zat organik lain yang bisa
menjadi tempat pembiakan lalat harus ditimbun dan membuangnya
dengan cara yang mencegah pembiakan lalat didalamnya. Ini berlaku
untuk abattoir, peternakan ayam, babi dan hewan lain, perusahaan-
perusahaan makanan dan semua perusahaan-perusahaan yang
menghasilkan sisa-sisa sayuran dan bahan dari hewan .Juga sewage-
treatment plant harus diawasi terutama tentang cara-cara pembuangan
kotoran yang tersaing dan sludge.
d) Rumput dan tumbuhan-tumbuhan liar merupakan tempat perlindungan
untuk lalat dan membuat usaha fogging atau misting dengan insektisida
kurang effektif. Disamping itu rumput yang tinggi dapat menutupi
timbunantimbunan dari zat-zat organik yang bisa menjadi tempat
pembiakan lalat. Karena itu rumput harus dipotong pendek dan tumbuhan-
tumbuhan liar dicabut dan dibuang dari pekarangan-pekarangan dan
lapangan-lapangan terbuka.
2) Melindungi makanan terhadap kontaminasi oleh lalat
b. Membasmi larva lalat
Kotoran hewan ternak kalau setiap hari diangkat dari kandang lalu segera
disebarkan diatas lapangan terbuka atau ditimbun dalam tempat-tempat yang
tertutup rapat sehingga tidak masuk lalat akan tidak memungkinkan lalat
berkembang biak didalamnya. Keadaan kering akan mematikan larva dan
bahanbahan organik yang kering tidak disukai lalat sebagai tempat bertelur.
Timbunan kotoran hewan bisa disemprot dengan diazinon dan malathion (sebagai
emulsi) atau insektisida lain.

9
c. Membasmi lalat dewasa
Untuk membasmi lalat dewasa bisa dilakukan penyemprotan udara :
1) Dalam rumah : penyemprotan dengan 0,1% pyrethrum dengan synergizing
agents.
2) Luar rumah : fogging dengan suspensi atau larutan dari 5% DDT, 2% lindane
atau 5% malathion. Tetapi lalat bisa menjadi resisten terhadap insektisida.
Disamping penyemprotan udara (space spraying) bisa juga dilakukan.
3) Residual spraying dengan organo phosphorus insecticides seperti : Diazinon
1%, Dibrom 1%, Dimethoote, malathion 5%, ronnel 1%, DDVP dan bayer L
13/59. Pada residual spraying dicampur gula untuk menarik lalat.
4) Khusus untuk perusahaan-perusahaan susu sapi dipakai untuk residual
spraying diazinon, ronnel dan malathion menurut cara-cara yang sudah
ditentukan. Harus diperhatikan supaya tidak terjadi kontaminasi makanan
manusia, makanan sapi dan air minum untuk sapi, dan sapi-sapi tidak boleh
disemprot.
5) Tali yang diresapi dengan insektisida (Inpregnated Cords) : Ini merupakan
variasi dari residual spraying. Tali-tali yang sudah diresapi dengan DDT
digantung vertikal dari langit-langit rumah, cukup tinggi supaya tidak
tersentuh oleh kepala orang. Lalat suka sekali hinggap pada tali-tali ini untuk
mengaso, terutama pada malam hari. Untuk ini dipakai : Parathion : ini bisa
tahan sampai 10 minggu Diazinon : ini bisa tahan sampai 7 minggu Karena
parathion sangat tosis untuk manusia, hanya orang-orang yang berpengalaman
dapat mengerjakannya dengan sangat hati-hati, dengan memakai sarung
tangan dari kain atau karet. Kalau kulit terkena kontaminasi dengan parathion
maka bagian kulit yang terkena harus segara disetujui dengan air dan sabun.
4. Penyakit yang dapat diakibatkan oleh lalat
Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh lalat dapat ditularkan langsung maupun
tidak langsung. Penularan langsung misalnya larva migrans dan trypanosomiasis
melalui penetrasi larva dan gigitan lalat dewasa.
a. Diare

10
Diare merupakan suatu gejala buang air besar (BAB) cair dengan
frekuensi tidak normal karena pergerakan usus yang berlebihan.40 Penderita
dapat menderita dehidrasi dan dapat menyebabkan kematian apabila tidak
mendapatkan pertolongan segera. Diare bisa disebabkan oleh protozoa misalnya
dari genus Cryptosporidium, Entamoeba coli dan Giardia. Virus penyebab diare
biasanya dari golongan Norovirus dan Rotavirus. Semua agen patogen di atas
dapat dengan mudah terbawa oleh lalat melalui permukaan tubuh maupun
termakan oleh lalat. Lalat kemudian mencemari makanan manusia dengan
hinggap di atas permukaan dan menyebarkan patogen tersebut melalui muntahan,
kotoran, dan permukaan tubuh lalat.
b. Myiasis
Myiasis merupakan penetrasi larva lalat pada jaringan kulit hewan maupun
manusia. Myiasis dibagi menjadi empat secara klinis, yaitu:
1) Myiasis sanguinivorus (penyedot darah)
2) Kutaneus (furunkular dan migratorik)
3) Myiasis pada luka (wound myiasis)
4) Myiasis pada kavitas.
c. Kecacingan
Penyakit kecacingan biasanya terjadi pada anak-anak yang memiliki
perilaku higiene yang kurang. Perilaku tidak mencuci tangan sebelum makan
merupakan faktor risiko bagi tertularnya penyakit kecacingan. Lalat juga
berpotensi menularkan kecacingan ini dengan membawa telur cacing yang
infektif dan mengkontaminasi makanan atau minuman. Meskipun demikian
potensi penularan kecacingan yang ditularkan oleh lalat sangat jarang dilaporkan.
d. Anthrax
Penyakit anthrax lebih sering menyerang hewan ternak, namun penyakit
ini merupakan zoonosis dan sangat kontagius menginfeksi manusia. Penyakit
yang disebabkan oleh Bacillus anthracis ini menular melalui kotoran ternak,
karkas, produk peternakan lainnya, bahan makanan yang terkontaminasi spora
kuman anthrax, maupun melalui spora kuman di udara. Lalat berpotensi menjadi
vektor mekanik kuman ini.

11
C. PERMASALAHAN KEPADATAN LARVA NYAMUK
1. Morfologi Nyamuk
Nyamuk merupakan serangga kecil dan ramping, yang tubuhnya terdiri tiga
bagian terpisah, yaitu kepala (caput), dada (thorax), dan abdomen. Pada nyamuk
betina, antena mempunyai rambut pendek dan dikenal sebagai antena pilose. Pada
nyamuk jantan, antena mempunyai rambut panjang dan dikenal sebagai antena
plumose. Nyamuk mempunyai sepasang sayap berfungsi sempurna, yaitu sayap
bagian depan. Sayap belakang tumbuh mengecil (rudimenter) sebagai halter dan
berfungsi sebagai alat keseimbangan. Kaki nyamuk berbentuk panjang, terdiri atas
tiga bagian, yaitu femur, tibia dan tarsus, dengan tarsus tersusun atas lima segmen.
Thorax merupakan salah satu bagian tubuh yang penting untuk identifikasi spesies
pada beberapa genus nyamuk. Bagian tubuh nyamuk lainnya adalah abdomen.
Abdomen terdiri atas 10 segmen, tetapi hanya abdomen satu sampai tujuh atau
delapan yang terlihat (Permenkes RI, 2017).

12
2. Jenis – jenis nyamuk
a. Aedes spp.
Nyamuk- nyamuk Aedes merupakan nyamuk yang aktif pada waktu siang
hari seperti Ae. Aegypti dan Ae. Albopictus biasanya meletakkan telur dan
berbiak pada tempat- tempat penampungan air bersih atau air hujan seperti bak
mandi, tangko penampungan air, vas bunga, kaleng- kaleng atau kantung plastik
bekas, di atas lantai gedung terbuka, talang rumah, bambu pagar, kulit- kulit buah
seperti kulit buah rambutan, tempunrung kelapa, ban- ban bekas, dan semua
bentuk kontainer yang dapat menampung air bersih. Jentik- jentik nyamuk dapat
dilihat berenang naik turun di tempat- tempat penampungan air tersebut. Kedua
jenis nyamuk Aedes tersebut merupakan vektor utama penyakit demam berdarah
(Sanbel, 2009).
b. Culex spp.
Nyamuk jenis ini merupakan nyamuk yang aktif pada waktu pagi, siang,
dan ada yang aktif pada waktu sore atau malam. Nyamuk- nyamuk ini meletakkan
telur dan berbiak diselokan- selokan yang berisi air bersih ataupun selokan air
pembuangan domestik yang kotor (air organik), serta di tempat- tempat
penggenangan air domestik atau air hujan diatas permukaan tanah. Jentik- jentik
nyamuk Culex sering kali terlihat dalam jumlah yang sangat besar diselokan-
selokan air kotor. Jenis- jenis nyamuk seperti Culex pipien dapat menularkan
penyakit filariasis (kaki gajah), ensefalitis, dan virus chikungunya (Sanbel, 2009).
c. Armigers spp.
Nyamuk Armigeres ada yang berbiak dalam kantuk tanaman yang
menampung air, contohnya Armigeres sembeli (Toma & Miyagi, 2002). Jentik-
jentik nyamuk berkembang dalam air yang tertampung dalam kantung tanaman
seperti Nephenthes ampularia dan tumbuh disana sampai menjadi dewasa (Sanbel,
2009).
d. Mansonia spp.
Nyamuk Mansonia biasanya berbiak dalam kolam- kolam air tawar seperti
kolam ikan. Larva- larva nyamuk ini bernapas dengan memenetrasi akar tanaman

13
air. Nyamuk Mansonia selain menularkan penyakit chikungunya juga dapat
menularkan penyakit filariasis dan ensefalitis (Sambel, 2009).
e. Anopheles spp.
Nyamuk Anopheles dapat berkembang biak dalam kolam- kolam air tawar
yang bersih, air kotor, air payau, maupun air- air yang tergenang dipinggiran laut.
Nyamuk- nyamuk ini ada yang senang hidup didalam rumah dan ada yang aktif di
luar rumah. Ada yang aktif terbang pada waktu pagi, siang, sore, ataupun malam.
Nyamuk Anopheles sering disebut nyamuk malaria karena banyak jenis nyamuk
ini yang menularkan penyakit malaria. Jenis nyamuk ini juga dilaporkan
menularkan penyakit chikungunya. Spesies- spesies Anopheles yang berbeda
sering menunjukkan tingkah laku yang berbeda dan kemampuan menularkan
penyakit yang berbeda pula. Oleh sebab itu, jenis nyamuk Anopheles yang
menularkna penyakit di satu daerah sering berbeda dengan Anopheles yang
menularkan penyakit malaria atau chikungunya di daerah yang lain (Sembel,
2009).
3. Siklus hidup nyamuk
Dalam siklus hidup nyamuk terdapat empat stadium, yaitu stadium telur,
larva, pupa, dan dewasa. Stadium dewasa hidup di alam bebas, sedangkan ketiga
stadium yang hidup dan berkembang di dalam air. Nyamuk meletakkan telurnya di
tempat yang berair. Telur akan menetas menjadi stadium larva/jentik, terdiri dari
instar 1-4. Stadium jentik memerlukan waktu kurang lebih satu minggu. Selanjutnya
jentik akan berubah menjadi pupa. Pada stadium ini terjadi pembentukan sayap
sehingga setelah cukup waktunya nyamuk yang keluar dari kepompong dapat
terbang. Dari pupa akan keluar nyamuk/stadium dewasa. Nyamuk jantan keluar lebih
dahulu dari nyamuk betina, setelah nyamuk jantan keluar, maka jantan tersebut tetap
tinggal di dekat sarang (breeding places). Kemudian setelah jenis yang betina keluar,
maka si jantan kemudian akan mengawini betina sebelum betina tersebut mencari
darah. Betina yang telah kawin akan beristirahat untuk sementara waktu (1-2 hari)
kemudian baru mencari darah. Setelah perut penuh darah betina tersebut akan
beristirahat lagi untuk menunggu proses pematangan telurnya (Permenkes RI, 2017).

14
4. Penyakit yang disebabkan oleh nyamuk
Penyakit- penyakit endemis yang ditularkan melalui gigitan nyamuk di
Indonesia diantaranya filariasis, malaria, dan dengue haemorrhagic fever, demam
kuning, ensefalitis virus (Sumantri, 2015). Diseluruh dunia, terdapat lebih dari 2500
spesies nyamuk meskipun sebagian besar dari spesies- spesies nyamuk ini tidak
berasosiasi dengan penyakit arbovirus dan penyakit lainnya. Jenis- jenis nyamuk yang
menjadi vektor utama adalah Aedes spp, Culexspp, Anopheles spp (Sembel, 2009).
15
5. Pengendalian nyamuk
Pengendalian nyamuk dapat dilakukan secara kimia, mekanis, maupun biologis
(Kardinan, 2003).
a. Secara Kimia
Cara kimia lazim disebut dengan pengendalian menggunakan insektisida, seperti
memnggunakan larvasida, fogging. Pengendalian dengan insektisida ada 2 macam
yaitu sintesis dan alami (tumbuhan).
b. Secara Mekanis
Cara ini biasanya dengan mengubur kaleng- kaleng atau wadah- wadah sejenis
yang dapat menampung air hujan dan membersihkan lingkungan yang potensial
dijadikan sebagai sarang nyamuk demam berdarah, misalnya semak belukar atau
got. Pengendalian secara mekanis lain yang bisa dilakukan adalah pemasangan
kelambu dan pemasangan perangkap nyamuk, baik menggunakan cahaya, lem
atau raket pemukul.
c. Secara Biologis
Cara ini bisa dilakukan dengan memelihara ikan, misalnya ikan mujair di bak atau
tempat penampungan air lainnya sehingga bisa menjadi predator bagi jentik dan
pupa nyamuk. Selain itu menerapkan 3M untuk memimalkan tempat perkembang
biakan nyamuk.

16
BAB III

ISI DAN PEMBAHASAN


A. TAHAP I : PENENTUAN PRIORITAS

Tabel 3. 1 Penentuan Prioritas

No. Masalah Gawatnya Mendesaknya Mudah Jumlah Score Prioritas


dilakukan

Masih dijumpai
sampah-sampah 5
1. 2 4 11 II
berserakan di beberapa
Kelurahan Kenjeran

Angka kepadatan lalat


2. pada pemukiman 3 2 3 8 III
penduduk masih tinggi

Masih ditemukan di
rumah warga jentik
3. 5 4 5 14 I
dan nyamuk aedes
aegypti

Rumusan Masalah :

1. Masih dijumpai sampah-sampah berserakan di beberapa kelurahan.


Di Kecamatan Kenjeran terdapat beberapa Kelurahan yang menjadi perhatian karena
masih dijumpai sampah-sampah berserakan pada tanggal 29 September 2020 sebesar 4%
2. Angka kepadatan lalat pada pemukiman penduduk masih tinggi
Jumlah rumah yang angka kepadatan lalatnya tinggi pada pemukiman penduduk di
Kecamatan Kenjeran Surabaya pada tanggal 29 September 2020 sebesar 3%.

17
3. Masih ditemukan dirumah warga jentik dan nyamuk Aedes aegypti
Jumlah rumah yang masih ditemukan jentik dan nyamuk Aedes aegypti di Kecamatan
Kenjeran Surabaya pada tanggal 29 September 2020 sebesar 5%.

18
B. TAHAP II : ANALISIS MASALAH
1. Penyebab yang mungkin terjadi :
a. Masih dijumpai sampah – sampah yang berserakan
1) Kurangnya pengetahuan penduduk mengenai pentingnya memelihara sarana
sanitasi
2) Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya mengelola sampah
dengan benar
3) Kurangnya kesadaran masyarakat untuk memelihara kebersihan dan
membuang sampah pada tempatnya
4) Kurangnya pengawasan dan penegakan peraturan
5) Tidak ada/kurangnya tempat sampah pribadi maupun fasilitas TPS, sehingga
masyarakat membuang sampah sembarangan
6) Akses menuju TPA/TPS tidak mudah dijangkau
b. Angka kepadatan lalat di perumahan penduduk masih tinggi
1) Kurangnya pengetahuan penduduk tentang perilaku hidup bersih dan sehat
2) Penduduk masih belum menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
3) Banyak sampah menumpuk/berserakan di lingkungan sekitar rumah penduduk
4) Terdapat tempat sampah yang tidak tertutup
5) Perumahan penduduk berdekatan dengan TPS/TPA
6) Perumahan penduduk berdekatan dengan kandang ternak/peternakan/RPH
7) Makanan/minuman dibiarkan terbuka
8) Penduduk masih memiliki kebiasaan buang air besar sembarangan
9) Hygiene dan sanitasi di rumah penduduk masih kurang
c. Masih ditemukan jentik dan nyamuk Aedes aegypti di rumah warga
1) Kurangnya pengetahuan penduduk tentang nyamuk Aedes aegypti
2) Kebersihan rumah penduduk masih kurang
3) Penduduk belum/kurang menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
4) Penduduk masih terbiasa menerapkan kebiasaan menggantung/menumpuk
pakaian
5) Belum/tidak adanya program PSN dari puskesmas setempat

18
6) Tidak adanya program kerja bakti membersihkan lingkungan
7) Kurangnya edukasi yang diberikan oleh puskesmas setempat baik mengenai
nyamuk Aedes aegypti, dampak yang ditimbulkan, dan cara
penanggulangannya
8) Penduduk memiliki kebiasaan membiarkan genangan air
9) Penduduk kurang/tidak menerapkan upaya 3Mplus
10) Rumah penduduk berdekatan dengan sungai
2. Penyebab Sesungguhnya
Setelah dilakukan pencarian data, ditemukan penyebab sesungguhnya terhadap masalah
yang terjadi di Kecamatan Kenjeran Surabaya adalah sebagai berikut :
a. Masih dijumpai sampah – sampah yang berserakan
1) Tidak adanya lahan untuk pembangunan tempat penampungan sementara
2) Fasilitas sarana dan prasarana yang masih belum baik
3) Tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah akan pentingnya pengelolaan
sampah dengan baik dan benar.
b. Angka kepadatan lalat di perumahan penduduk masih tinggi
1) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan dengan pemukiman
penduduk
2) Kurangnya pemahaman tentang sanitasi perumahan untuk mencegah berkembang
biaknya vektor pembawa penyakit
3) Kurangnya prilaku PHBS yang dilakukan di perupaham penduduk
c. Masih ditemukan jentik dan nyamuk Aedes aegypti di rumah warga
1) Kurangnya masyarakat pengetahuan dan tindakan mengenai PSN
2) Tingkat pendidikan pendidikan masyarakat
3) Tingkat perekonoian masyarakat

19
C. TAHAP III : PEMECAHAN MASALAH
1. Rumusan Tujuan
a. Di Kecamatan Kenjeran terdapat beberapa Kelurahan yang menjadi perhatian
karena masih dijumpai sampah-sampah berserakan pada tanggal 29 September
2020 sebesar 4%
b. Jumlah rumah yang Angka kepadatan lalatnya tinggi pada pemukiman penduduk
di Kecamatan Kenjeran Surabaya pada tanggal 29 September 2020 sebesar 3%.
c. Jumlah rumah yang masih ditemukan Jentik dan nyamuk Aedes Aegypti di
Kecamatan Kenjeran Surabaya pada tanggal 29 September 2020 sebesar 5%
2. Alternatif Pemecahan Masalah
a. Untuk permasalahan masih dijumpai sampah-sampah berserakan di beberapa
kelurahan :
1) Melakukan sosialisasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan
cara pengolahan sampah yang baik dan benar.
2) Memberikan pengadaan berupa tong sampah.
3) Mengadakan jadwal rutin bersih desa.
4) Memberikan pelatihan pengelolaan sampah menjadi barang yang berguna dan
bermanfaat.
b. Untuk permasalahan angka kepadatan lalat pada pemukiman penduduk masih
tinggi :
1) Mengadakan penyuluhan tentang pengaruh lalat sebagai vektor perantara
penyakit perut, pentingnya menerapkan 5 pilar STBM dan rumah sehat
2) Mengadakan kerja bhakti bersih-bersih kampung / pemukiman
3) Mengadakan tindakan pembasmian lalat dengan obat bahan kimia tertentu
c. Untuk permasalahan masih ditemukannya jentik dan nyamuk penyebab DBD:
1) Mengadakan penyuluhan tentang Penyakit DBD, penyebab, pencegahan dan
cara penaggulangannya.
2) Melakukan penyelidikan epidemiologi DBD di Kecamatan Kenjeran
3) Melakukan kegiatan PSN di lokasi yang ditetapkan
4) Melakukan kerja bakti bersama masyarakat.

20
3. Analisis Alternatif Pemecahan Masalah
a. Permasalahan masih dijumpai sampah-sampah berserakan di beberapa kelurahan :
Tabel 3. 2 Analisis Alternatif Pemecahan Masalah Masih Dijumpai Sampah
Berserakan
No. Kriteria Alternatif Alternatif II Alternatif III Alternatif IV
I Jadwal Rutin
Pengadaan Pelatihan
Sosialisasi

1. Biaya 80 70 100 75

2. Manfaat 70 100 100 90

3. Efektivitas 90 100 100 80

4. Politis 70 80 95 80

5. Administrasi 80 70 100 80

6. Hukum 95 95 95 95

7. Pemerataan/keadilan 80 90 90 80

8. Waktu 90 80 80 70

9. Sosial – Budaya 85 85 85 85

10. Lingkungan 100 80 100 95

JUMLAH 840 850 945 830

Urutan Prioritas III II I IV

21
b. Permasalahan angka kepadatan lalat pada pemukiman penduduk masih tinggi
Tabel 3. 3 Analisis Alternatif Pemecahan Masalah Angka Kepadatan Lalat di
Pemukiman Masih Tinggi
No. Kriteria Alternatif I Alternatif II Alternatif III
pembasmian
Penyuluhan Kerja bakti

1. Biaya 90 60 40

2. Manfaat 75 90 100

3. Efektivitas 75 90 100

4. Politis 60 75 90

5. Administrasi 90 80 65

6. Hukum 95 95 80

7. Pemerataan/keadilan 80 90 90

8. Waktu 80 80 80

9. Sosial – Budaya 90 95 85

10. Lingkungan 80 80 70

JUMLAH 815 835 800

Urutan Prioritas II I III

22
c. Permasalahan masih ditemukannya jentik dan nyamuk penyebab DBD
Tabel 3. 4 Analisis Alternatif Pemecahan Masalah Masih Ditemukan Jentik dan
Nyamuk Penyebab DBD
No. Kriteria Alternatif I Alternatif II Alternatif III Alternatif IV
PSN
Penyuluhan PE DBD Kerja Bakti

1. Biaya 80 80 90 85

2. Manfaat 75 90 100 90

3. Efektivitas 80 90 100 90

4. Politis 75 70 90 90

5. Administrasi 80 70 90 80

6. Hukum 95 95 95 95

7. Pemerataan/keadilan 80 80 90 90

8. Waktu 80 80 80 80

9. Sosial – Budaya 85 85 85 85

10. Lingkungan 80 80 100 95

JUMLAH 810 820 920 880

Urutan Prioritas IV III I II

23
D. TAHAP IV : PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Langkah I : Analisis

Tabel 3. 5 Terdapat Sampah yang Berserakan


ALT 3
ALT 1 ALT 2 ALT 4
No. Kriteria Analisis Bersih
Sosialisasi Pengadaan Pelatihan
Desa
1. Risiko yang paling kecil 2 3 4 2
2. Sasaran yang ingin dicapai 3 4 4 3
3. Biaya yang relatif kecil 3 3 3 1
Waktu pencapaian yang paling
4. 2 4 5 2
pendek
5. Memecahkan masalahnya 3 4 5 3
Jumlah 13 18 21 11
Urutan Prioritas III II I IV

ALT 1 = Sosialisasi PHBS


ALT 2 = Pengadaan tempat sampah
ALT 3 = Jadwal rutin bersih desa
ALT 4 = Pelatihan pengolahan sampah

Berdasarkan hasil analisis pengambilan keputusan untuk permasalahan sampah


yang berserakan di beberapa kelurahan yang ada di Kecamatan Kenjeran, disimpulkan
bahwa prioritas utama untuk alternatif pemecahan masalah tersebut adalah dengan
diadakannya bersih desa. Selanjutnya untuk alternatif pemecahan masalah kedua adalah
dengan pengadaan tempeh sampah baik berupa tong ataupun tempat sampah karet untuk
setiap rumah disediakan satu tempat sampah pada area depan rumah.

24
Tabel 3. 6 Kepadatan Lalat pada Pemukiman

ALT 1 ALT 2 ALT 3


No. Kriteria Analisis
Penyuluhan Kerja Bakti Pengendalian

1. Risiko yang paling kecil 4 4 4


2. Sasaran yang ingin dicapai 3 4 5
3. Biaya yang relatif kecil 3 3 3
Waktu pencapaian yang paling
4. 2 4 4
pendek
5. Memecahkan masalahnya 3 4 5
Jumlah 15 19 21
Urutan Prioritas III II I

ALT 1 = Penyuluhan tentang pengaruh lalat sebagai vektor penyakit


ALT 2 = Mengadakan kerja bakti
ALT 3 = Mengadakan tindakan pengendalian lalat dengan pestisida tertentu

Berdasarkan hasil analisis pengambilan keputusan untuk permasalahan angka


kepadatan lalat yang masih tinggi pada pemukiman di Kecamatan Kenjeran, disimpulkan
bahwa prioritas utama untuk dijadikan alternatif pemecahan masalahnya adalah dengan
mengadakan tindakan pengendalian dengan menggunakan pestisida tertentu yang aman
bagi masyarakat. Selanjutnya untuk alternatif pemecahan masalah kedua adalah dengan
melakukan kegiatan kerja bakti bersih desa untuk mengurangi tempat tempat yang kotor
sehingga dapat dijadikan tempat perkembangbiakan dari lalat tersebut.

Tabel 3. 7 Adanya Jentik dan Nyamuk Aedes Aegypti


ALT 4
ALT 1 ALT 2 ALT 3
No. Kriteria Analisis Kerja
Penyuluhan PE PSN
Bakti
1. Risiko yang paling kecil 2 2 3 3
2. Sasaran yang ingin dicapai 4 4 5 4

25
3. Biaya yang relatif kecil 3 4 4 3
Waktu pencapaian yang paling
4. 2 3 4 4
pendek
5. Memecahkan masalahnya 3 3 5 4
Jumlah 14 16 21 18
Urutan Prioritas IV III I II

ALT 1 = Penyuluhan DBD


ALT 2 = PE DBD
ALT 3 = PSN
ALT 4 = Kerja bakti

Berdasarkan hasil analisis pengambilan keputusan untuk permasalahan adanya


jentik dan juga nyamuk Aedes Aegypti pada rumah warga di Kecamatan Kenjeran,
disimpulkan bahwa prioritas utama untuk dijadikan alternatif pemecahan masalahnya
adalah dengan melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Hal tersebut
merupakan upaya terbaik untuk mengurangi keberadaan jentik dan nyamuk Aedes
Aegypty. Kemudian untuk alternatif kedua pemecahan masalah tersebut adalah dengan
diadakannya kerja bakti setiap minggunya atau setiap dua minggu sekali agar lingkungan
sekitar tetap terjaga kebersihannya.

26
Tabel 3. 8 Perencanaan POA

No. Jenis Kegiatan Tanggal Penanggung Sasaran


Pelaksanaan Jawab
1. Koordinasi perencanaan 30 September Kelompok 4 Tokoh
2020 masyarakat
dan kader
bumantik
2 Survei Lokasi 1 Oktober 2020 Kelompok 4 Tokoh
masyarakat
dan kader
bumantik
3. Persiapan sumber daya 2 Oktober 2020 Kelompok 4 Tokoh
masyarakat
dan kader
bumantik
4. Surat pemberitahuan 3 Oktober Kelompok 4 Masyarakat
2020 Kecamatan
Kenjeran
5. Pelaksanaan penyediaan 4 Oktober 2020 Kelompok 4 Kader
abate Bumantik
Kecamatan
Kenjeran
6 Pelaksanaan Penyediaan 4 Oktober 2020 Kelompok 4 Tokoh
Tempat sampah Masyarakat
Kecamatan
Kenjeran
7. Penyuluhan terkait 3M 9 Oktober 2020 Kelompok 4 Masyarakat
dan Penyakit DBD Kecamatan
Kenjeran

27
8. Penyuluhan terkait 9 Oktober 2020 Kelompok 4 Masyarakat
penyakit berbasis Kecamatan
lingkungan yang dapat Kenjeran
timbul akibat sampah
dengan lalat sebagai
vektor
9. Pemeriksaan Jentik, 10 Oktober Kelompok 4 Masyarakat
pembagian abate, di 2020 Kecamatan
setiap rumah Kenjeran
10. Melakukan Kegiatan 3M 10 Oktober Kelompok 4 Masyarakat
dan Kerja Bakti 2020 Kecamatan
Bersama Kenjeran
11. Pemberian tempat 10 Oktober Kelompok 4 Masyarakat
sampah 2020 Kecamatan
Kenjeran
12. Penyemprotan 10 Oktober Kelompok 4 Masyarakat
Insektisida untuk 2020 Kecamatan
pengendalian lalat di Kenjeran
TPA dan Pasar
13. Evaluasi Pelaksanaan 16 Oktober Kelompok 4 Tokoh
2020 masyarakat
dan kader
bumantik

Dalam rencana kegiatan (Plan Of Action) ini akan membutuhkan alat dan bahan
yang meliputi :

No. Jenis Kegiatan Alat dan Biaya Sarana Tenaga


Bahan
1. Pembuatan dan Lembar Rp.
fotocopy surat pemberitahuan 300,00/lembar

28
pemberitahuan
2. Pemeriksaan Senter Kader
Jentik Bumantik
5. Melakukan Bubuk abate Rp. Pemilik
abatesasi 1.000/Rumah rumah
4. Gerakan 3M dan a. Gayung Pemilik
Kerja Bakti b. Sikat rumah
c. Cangkul
d. Sapu
e. Sabit
6. Pengadaan Tempat Rp.
Tempat Sampah Sampah 150.000/RW
7. Penyemprotan a. Spraycan Rp. 100.000
Insektisida untuk b. Insektisida
pengendalian lalat
8. Penyuluhan Leaflet Rp.
terkait 3M dan 1.500/lembar
Penyakit DBD
9. Penyuluhan Leaflet Rp.
terkait penyakit 1.500/lembar
berbasis
lingkungan yang
dapat timbul
akibat sampah
dengan lalat
sebagai vektor

29
BAB IV

PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kasus sampah yang berserakan
Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa prioritas utama yang bisa segera
diterapkan pada alternatif pemecahan masalah ini yaitu dengan cara jadwal rutin
bersih desa. Setelah itu dilakukan pengadaan tempat sampah, kemudian sosialisasi
PHBS. Alternatif yang paling akhir dilakukan untuk kasus ini yaitu pelatihan
pengolahan sampah.
2. Kasus kepadatan lalat pada pemukiman
Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa prioritas utama yang bisa segera
diterapkan pada alternatif pemecahan masalah ini yaitu dengan cara mengadakan
pengendalian lalat dengan pestisida tertentu. Setelah itu mengadakan kerja bakti
bersama masyarakat sekitar. Alternatif yang paling akhir dilakukan untuk kasus ini
yaitu penyuluhan tentang pengaruh lalat sebagai vektor penyakit.
3. Kasus adanya jentik dan nyamuk aedes aegypti
Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa prioritas utama yang bisa segera
diterapkan pada alternatif pemecahan masalah ini yaitu dengan cara PSN. Setelah itu
mengadakan kerja bakti bersama masyarakat sekitar, kemudian PE DBD. Alternatif
yang paling akhir dilakukan untuk kasus ini yaitu penyuluhan DBD.
B. SARAN
Sebaiknya dalam menjalankan alternatif tersebut, bisa menarik perhatian warga agar
warga bisa dan mau mendukung kegiatan alternatif tersebut.

30
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, F. Rancang Bangun Robot Pemilah Sampah Organik Dan Non Organik (Bachelor's
Thesis, Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta).

Alfikri, N., Hidayat, W., & Girsang, V. I. (2018). Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan
Tindakan Membuang Sampah di Lingkungan IV Kelurahan Helvetia Kecamatan Medan
Helvetia Tahun 2017. Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3(1): 10-20.

Andiarsa, D. (2018). Lalat: Vektor Yang Terabaikan Program? BALABA Vol. 14 No. 2, 201-214.

Buana, C. (2016). Motivasi, Pendorong Dan Penghambat Ibu Rumah Tangga Dalam Pengelolaan
Sampah Berbasis 3R (Reuse, Reduce, Recycle) Berdasarkan Kelas Sosial. Parsimonia-
Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 2(3), 112-124.

Elamin, M. Z., Ilmi, K. N., Tahrirah, T., Zarnuzi, Y. A., Suci, Y. C., Rahmawati, D. R., et al.
(2018). Analisis Pengelolaan Sampah pada Masayarakat Desa Disanah Kecamatan Sreseh
Kabupaten Sampang. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 10 (4): 368-375.

Gifari, M. A., Rusmartini, T., & Astuti, R. D. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan
Perilaku Gerakan 3M Plus dengan Keberadaan jentik Aedes aegypti. Bandung Meeting
on Global Medicine & Health, Vol. 1(1): 84-90.

Harun, H. (2017). Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Masyarakat Dalam Proses Pemilahan
Sampah Rumah Tangga Di Rw 06 Desa Hegarmanah. Dharmakarya, 6(2).

Hasbiyadi, H., Elsya, E., Masirri, N., Yanti, R., Sawitri, P., & Albar, E. (2020). Upaya
Pemanfaatkan Sumber Daya Alam Dalam Menjaga Kebersihan Lingkungan Di Desa
Mambulilling, Kecamatan Mamasa. Selaparang Jurnal Pengabdian Masyarakat
Berkemajuan, 4(1), 637-641.

Hidayat, M. A. (2015). Rancang Bangun Mesin Pencacah Sampah Organik (Perawatan Dan
Perbaikan) (Doctoral Dissertation, Politeknik Negeri Sriwijaya).

31
Hurint, A. S. (2017). Analisis Masalah Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Magetan
Provinsi Jawa Timur. Jurnal Kesehatan Global, Vol. 4(2) :92-102.

Ismawati, Lestari, H., & Jafriati. (2015). Hubungan Kepadatan Lalat, Jarak Pemukiman dan
Sarana Pembuangan Sampah dengan Kejadian Diiare pada Pemukiman Sekitar UPTD
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Kota Kendari di Kelurahan Anggoeya Kecamatan
Puasia Tahun 2015.

Kurniawan, H. A. (2013). Studi Deskriptif Tingkat Kepadatan Lalat di Pemukiman Sekitar


Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Penggaron Kelurahan Penggaron Kidul Kecamatan
Pedurungan Kota Semarang. Unnes Journal of Public Health, Vol. 2 (4): 1-13.

Listiani, F. B., & Ruhaeni, N. (2016). Penegakan Hukum Lingkungan Administrasi Terhadap
Kasus TPA Leuwigajah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jo. Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2008 Tentang Pengelolaan Sampah Dalam Upaya Penyelamatan Lingkungan
Hidup. Prosiding Ilmu Hukum ISSN, 2460, 643X.

LISTRIYANI, N. I. (2018). Kajian Pengelolaan Sampah Oleh Masyarakat Di Padukuhan Soka


Martani Desa Merdikorejo (Doctoral Dissertation, Undip).

Lubis, S. S. (2019). Uji Efek Losio Antinyamuk Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Syzygium
Aromaticum (L.) Merr.).

Muchammad Zamzami Elamin. (2017). Analisis Pengelolaan Sampah Pada Masyarakat Desa
Disanah Kecamatan Sreseh Kabupaten Sampang. Fkm-Unair

Hasan Husin. (2017). Identifikasi Kepadatan Lalat Di Perumahan Yang Berada Di Tempat
Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Air Sebakul Kecamatan Selebar Kota Bengkulu. Fikes
Universitas Muhamadiyah Bengkul

Risma, O. R., Ertika, Y., Zhafira, N. H., Juliansyah, R., & Affandi, A. (2021). Sosialisasi
Sampah Plastik Di Smp Negeri 1 Seunagan Kabupaten Nagan Raya. Jurnal Pengabdian
Agro And Marine Industry, 1(1).

32
Rudi Fakhriadi, Asnawati. (2018). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan jentik
Aedes aegypti di kelurahan endemis dan sporadis Kota Banjarbaru. JHECDs- Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat

Santi, D. N. (2001). Manajemen Pengendalian Lalat. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Utami, R. A., Jaya, M. T. B. S., & Nugraheni, I. L. (2018). Dampak Sanitasi Lingkungan
Terhadap Kesehatan Masyarakat Di Wilayah Pesisir Kecamatan Kota Agung. JPG
(Jurnal Penelitian Geografi), 6(7).
Widiarti, I. W. (2012). Pengelolaan Sampah Berbasis Zero Waste Skala Rumah Tangga Secara
Mandiri. Jurnal Sains & Teknologi Lingkungan, 4(2), 101-113.

Wijayanti, Y., & Widyastari, H. (2018). Dasa Wisma Bebas Penyakit Berbasis Lingkungan
Melalui Home Environmental Health And Safety. HIGEIA (Journal Of Public Health
Research And Development), 2(2), 171-180.
Yudhastuti, R., & Vidiyani, A. (2005). Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Perilaku
Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Daerah Endemis
Demam Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 1 (2): 170-182.

33

Anda mungkin juga menyukai