Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Islam adalah agama yang universal, karena itu masalah-masalah yang ada dalam masyarakat
sudah barang tentu diatur di dalam ajaran Islam. Kajian tentang Al Quran serta kandungan
ajarannya tampaknya tidak akan pernah selesai dan akan berlanjut sepanjang zaman.
Keajaibannya akan senantiasa muncul kepermukaan bagaikan mata air yang tidak pernah kering
dan akan selalu menjadi inspirasi kehidupan umat Islam
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin sudah representatif untuk mewujudkan pendidikan
multikultural(beragam budaya). Budaya merupakan Kebudayaan sangat erat hubungannya
dengan masyarakat.Dalam makalah ini, penulis akan membahas lebih jauh tentang Budaya Aka
demik menurut Islam, Budaya Etos Kerja menurut Islam, Budaya Sikap Terbuka dan Adil
menurut Islam.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa hakekat etos kerja dalam islam?
2. Bagaimana etika kerja dalam islam?
3. Bagaimana bersikap adil dalam islam?
1.3. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui tentang apa itu hakekat etos kerja dalam islam
b. Untuk mengetahui tentang bagaimana etika kerja dalam islam
c. Untuk mengetahui bagaimana bersikap adil dalam islam
1.4. Manfaat

Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang hakekat etos kerja dalam islam,
etika kerja dalam islam serta bersikap adil dalam islam.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hakekat Etos Kerja dalam Islam

2.1.1 Pengertian

Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta
keyakinan atas sesuatu.Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem
nilai yang diyakininya.Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang hampir mendekati pada
pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk moral sehingga dalam etos
tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara
optimal bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.

Kerja dalam pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal
materi maupun non-materi, intelektual atau fisik maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah
keduniawian atau keakhiratan. Kamus besar bahasa Indonesia susunan WJS Poerdarminta
mengemukakan bahwa kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu. Pekerjaan adalah sesuatu
yang dilakukan untuk mencari nafkah.

Dibwah ini ada empat macam pekerja :

1) al-Hirafiyyin; mereka yang mempunyai lapangan kerja, seperti penjahit, tukang kayu, dan
para pemilik restoran. Dewasa ini pengertiannya menjadi lebih luas, seperti mereka yang bekerja
dalam jasa angkutan dan kuli.

2) al-Muwadzofin: mereka yang secara legal mendapatkan gaji tetap seperti para pegawai dari
suatu perusahaan dan pegawai negeri.

3) al-Kasbah: para pekerja yang menutupi kebutuhan makanan sehari-hari dengan cara jual beli
seperti pedagang keliling.

4) al-Muzarri’un: para petani.

Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal mengambil
keputusan , para pemimpin harus memegang amanah terutama para hakim. Hakim berlandaskan
pada etos jalan lurus tersebut sebagaimana Dawud ketika ia diminta untuk memutuskan perkara
yang adil dan harus didasarkan pada nilai-nilai kebenaran, maka berilah keputusan (hukumlah) di
antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjuklah
(pimpinlah) kami ke jalan yang lurus (QS. Ash Shaad : 22).
Supaya manusia tidak hilang hakikat kemanusiaannya, Rasulullah mengajarkan kepada umatnya
supaya terjauh dari sifat pemalas. Demikian doa Rasul:

)‫للهم ا نى اعو ذ بك من الكسل والعجز والبخل (روا ه التر مذى عن زيد بن ارقم‬
(ya Allah sesungguhnya aku mohon perlindungan Engakau dari kemalasan, kelemahan, dan
kebakhilan. H.R at-Turmuzi dari ibn Arqam (at-Turmuzi, V:226)).

Malas, lemah kepribadian dan bakhil adalah penghalang utama dalam menumbuhkan etos
apapun termasuk etos kerja.Sebaliknya Islam memotivasi demikian bersemangat supaya setiap
pemeluknya rajin beramal atau bekerja. Allah berfirman:

Artinya :

“ Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan
Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan melainkan
seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan) “.( QS Al
An’am : 160 ).

Kebahagiaan (hasanah) tidak pernah datang begitu saja kepada seseorang yang berpangku
tangan.Hanya kerja keras kebahagiaan juga takkan didapat.Tetapi kebahagiaan selalu merupakan
perpaduan antara kerja keras dan anugerah Allah.Karena itu Allah juga memerintahkan supaya di
dalam mencari kehidupan itu tidak setengah-setengah, dunia saja atau akhirat saja, melainkan
keduannya.
Artinya :

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan “.( QS. Al Qashash : 77 ).

Kemudian, di dalam kerja keras mencari kebahagiaan baik dunia maupun akhirat itu ada kode
etiknya, yaitu tidak boleh berbuat kerusakan, kerusakan apapun (diri sendiri, hubungannya
dengan orang lain, terhadap tetumbuhan, binatang, maupun alam semesta).

2.1.2 Etika Kerja dalam Islam

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang diantara kamu yang
melakukan pekerjaan dengan itqon (tekun, rapi dan teliti).”(HR. al-Baihaki).Dalam memilih
seseorang ketika akan diserahkan tugas, rasulullah melakukannya dengan selektif. Diantaranya
dilihat dari segi keahlian, keutamaan (iman) dan kedalaman ilmunya.Beliau senantiasa mengajak
mereka agar itqon dalam bekerja.

Sebagaimana dalam awal tulisan ini dikatakan bahwa banyak ayat al-Qur’an menyatakan kata-
kata iman yang diikuti oleh amal saleh yang orientasinya kerja dengan muatan
ketaqwaan.Penggunaan istilah perniagaan, pertanian, hutang untuk mengungkapkan secara
ukhrawi menunjukkan bagaimana kerja sebagai amal saleh diangkatkan oleh Islam pada
kedudukan terhormat.

Pandangan Islam tentang pekerjaan perlu kiranya diperjelas dengan usaha sedalam-
dalamnya.Sabda Nabi SAW yang amat terkenal bahwa nilai-nilai suatu bentuk kerja tergantung
pada niat pelakunya.Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah
bersabda bahwa “sesungguhnya (nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkan.”(HR.
Bukhari dan Muslim).

Tinggi rendahnya nilai kerja itu diperoleh seseorang tergantung dari tinggi rendahnya niat.Niat
juga merupakan dorongan batin bagi seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan
sesuatu.Nilai suatu pekerjaan tergantung kepada niat pelakunya yang tergambar pada firman
Allah SWT agar kita tidak membatalkan sedekah (amal kebajikan) dan menyebut-nyebutnya
sehingga mengakibatkan penerima merasa tersakiti hatinya.

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan
hartanya Karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian…”
(al-Baqarah : 264)
Keterkaitan ayat-ayat di atas memberikan pengertian bahwa taqwa merupakan dasar utama kerja,
apapun bentuk dan jenis pekerjaan, maka taqwa merupakan petunjuknya.Memisahkan antara
taqwa dengan iman berarti mengucilkan Islam dan aspek kehidupan dan membiarkan kerja
berjalan pada wilayah kemashlahatannya sendiri.Bukan kaitannya dalam pembangunan individu,
kepatuhan kepada Allah SWT serta pengembangan umat manusia.

Perlu kiranya dijelaskan disini bahwa kerja mempunyai etika yang harus selalu diikut sertakan
didalamnya, oleh karenanya kerja merupakan bukti adanya iman dan barometer bagi pahala dan
siksa.Hendaknya setiap pekerjaan disampung mempunyai tujuan akhir berupa upah atau imbalan,
namun harus mempunyai tujuan utama, yaitu memperoleh keridhaan Allah SWT.Prinsip inilah
yang harus dipegang teguh oleh umat Islam sehingga hasil pekerjaan mereka bermutu dan
monumental sepanjang zaman.

Jika bekerja menuntut adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah serta tidak
diperbolehkan menipu, merampas, mengabaikan sesuatu dan semena-mena, pekerjaan harus
mempunyai komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan seperti
bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya. Disamping itu
mereka harus mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja menjadi suatu
tradisi kerja didasarkan pada prinsip-prinsip Islam.

Adapun hal-hal yang penting tentang etika kerja yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Adanya keterkaitan individu terhadap Allah, kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol
dalam kondisi apapun dan akan menghisab seluruh amal perbuatan secara adil kelak di akhirat.
Kesadaran inilah yang menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam
bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan
relasinya. Dalam sebuah hadis rasulullah bersabda, “sebaik-baiknya pekerjaan adalah usaha
seorang pekerja yang dilakukannya secara tulus.” (HR Hambali)

2. Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. Firman Allah SWT :

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan
kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (al-
Baqarah: 172)

1) Dilarang memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua
harus dipekerjakan secara professional dan wajar.
2) Islam tidak membolehkan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan
minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah.
3) Professionalisme yaitu kemampuan untuk memahami dan melakukan pekerjaan sesuai
dengan prinsip-prinsip keahlian. Pekerja tidak cukup hanya memegang teguh sifat
amanah, kuat dan kreatif serta bertaqwa tetapi dia juga mengerti dan benar-benar
menguasai pekerjaannya. Tanpa professionalisme suatu pekerjaan akan mengalami
kerusakan dan kebangkrutan juga menyebabkan menurunnya produktivitas bahkan
sampai kepada kesemrautan manajemen serta kerusakan alat-alat produksi.

2.2 Sikap Terbuka Dalam Islam

Inti sikap terbuka adalah jujur, dan ini merupakan ajaran akhlak yang penting di dalam
Islam.Lawan dari jujur adalah tidak jujur. Bentuk-bentuk tidak jujur antara lain adalah korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN). Sebagai bangsa, kita amat prihatin, di satu sisi, kita (bangsa
Indonesia) merupakan pemeluk Islam terbesar di dunia, dan di sisi lain sebagai bangsa amat
korup. Dengan demikian terjadi fenomena antiklimak.Mestinya yang haq itu menghancurkan
yang bathil, justru dalam tataran praktis seolah-olah yang haq bercampur dengan yang
bathil.Tampilan praktisnya, salat ya, korupsi ya. Ini adalah cara beragama yang salah.

Cara beragama yang benar harus ada koherensi antara ajaran, keimanan terhadap ajaran, dan
pelaksanaan atas ajaran. Dapat dicontohkan di sini, ajaran berbunyi:

Artinya :

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat
yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.( QS. Al ‘Ankabut : 45 ).

Jika berbuat salah kepada Allah segera ingat kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.
Artinya :

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri,
mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang
dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya
itu, sedang mereka mengetahui..“ ( QS. Ali Imron : 135 ).

2.3 Bersikap Adil Dalam Islam

2.31 Pengertian Adil Menurut Beberapa Ahli

2.3.1.1 Secara leksikal adil dapat diaritikan tidak berat sebelah, tidak memihak, berpegang
kepada kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang (Kamus Besar, l990 :6-7).

2.3.1.2 Adil juga dapat dartikan tingkah laku dan kekuatan jiwa yang mendorong seseorang
untuk mengendalikan amarah dan syahwat dan menyalurkannya ke tujuan yang baik (al-Hufiy,
2000: 24).

2.3.1.3 Adil dapat diartikan menempatkan berbagai kekuatan batiniah secara tertib dan seimbang
(al-Hufiy, 2000 :26).

2.3.2 Hakekat Adil Dalam Islam

Islam memandang sikap adil amat fundamental dalam struktur ajaran. Kata adil dan berbagai
turunannya seperti :ya’dilun, i’dilu, ‘adlun, dan ta’dili diulang sebanyak 28 kali di dalam
Alquran. Karena itu Allah memerintah kepada kita supaya berlaku adil dalam semua hal. Allah
berfirman:
Artinya :

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Maidah : 8)

Kata adil sinonim dengan al-qish. Kata ini dan berbagai derivasinya, umpama: iqshitu, al-
muqshitun, dan al-qashitun terulaqng sebanyak 25 kali dalam Alquran (‘Abd al-Baqiy, [t.th.]
:P690). Kadang-kadang kata adil dan kata al-qisht disebut secara besama-sama dan satu sama
lain berarti sama. Contohnya adalah:
Artinya :

“ dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah
Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah
kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil “. ( QS. Al
Hujurat : 9 ).

Untuk mewujudkan sikap adil harus dilatih terus menerus secara berkesinambungan, yang bererti
pembiasaan berlaku adil. “Mulai sekarang, mulai yang sederhana, dan mulai dari diri
sendiri”,Inilah komitmen untuk mulai pembiasaan berlaku adil. Jika langkah awal ini dapat
dilalui dengan baik, tentu mudah menjalar kepada orang lain, apalagi kalau yang memulai
komitmen itu adalah orang yang memiliki pengaruh di masyarakat di mana ia berada karena
salah satu naluri manusia adalah meniru idola. Jika idola tidak bersikap adil, tentu para fansnya
akan meniru tidak adil pula.

2.3.3 Contoh Perilaku Adil Dalam Kehidupan Sehari-hari

2.3.3.1 Cinta kasih seorang ibu terhadap putra-putrinya tidak berat sebelah.

2.3.3.2 Dalam memutuskan perkara, seorang hakim tidak memihak kepada salah satu yang
bersengketa.

2.3.3.3 Di dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim, Hamid selalu berpegang kepada
kebenaran.

2.3.3.4 Sudah sepatutnya jika akhlaqul-karimah guru diteladani oleh murid.

2.3.3.5 Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak berbuat sewenang-wenang terhadap
yang dipimpin. Dari masing-masing contoh ini dapat disimpulkan bahwa sikap adil amat positif
secara moral.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Etos kerja sangat berpengaruh pada keberhasilan seseorang. Demikian juga kesuksesan
dalam pendidikan. Dengan etos kerja yang tinggi diharapkan seseorang menjadi cakap, kreatif,
mandiri dan bertanggung  jawab, terutama pada dirinya sendiri.

Nabi Muhammad Saw menganjurkan umatnya agar bekerja dan berkarya dengan kemampuan
sendiri  untuk mencukupi kebutuhan hidup, mencari ilmu/belajar untuk meningkatkan kualitas
diri, dan mengajarkan ketrampilan pada anak-anak.
Untuk melaksanakan anjuran Nabi tersebut ada beberapa hal yang bisa dilakukan, yaitu:
a. Dalam bekerja dan berkarya, selain diperlukan pendidikan yang cukup dan semangat
yang tinggi, juga harus dengan cara yang halal dan thayib, sesuai dengan ajaran Islam.
b. Selalu menumbuhkan motivasi dan semangat untuk meningkatkan keilmuan dengan
berbagai cara.
c. Untuk mempelajari ketrampilan, akan lebih berhasil bila kesempatan untuk
mempraktikkannya diberikan dengan luas.

 3.2 Saran

Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, untuk itu
penulis sangat mengharapkan partisipasi rekan-rekan berupa saran dan kritik yang bersifat
membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai