Anda di halaman 1dari 108

ARISTOTELES: KOMUNITAS 

SIPIL
Posted on November 3, 2010 by Supri Hartanto

Aristoteles memandang masyarakat manusia sebagai suatu usaha etis, yang berakar dalam
kemampuan individu yang bersifat kodrati, yang terarah pada perwujudan kebaikan moral dan
keunggulan intelektual dalam masyarakat politis. Cara Aristoteles mendekati objek-objek
bersifat medis dan biologis, yaitu pendekatannya menggunakan gagasan-gagasan tentang
pertumbuhan organisme menuju kematangan sebagai suatu yang terdiri atas bekerjanya sifat-sifat
khas manusia secara semestinya, yang dapat disamakan dengan kebahagiaan.

Aristoteles mencari standar-standar penilaian normatifnya dan kebaikan komunitas sebagai


keseluruhan yang ia utamakan di atas keinginan-keinginan dan kesejahteraan para individu
khusus, dengan memberi isi tertentu pada pandangan bahwa ada sebuah sentuhan normatif di
dalam pendekatannya. Pendekatan ini memberi komunitas sipil idealnya sebuah segi otoriter dan
bersama dengan ketidakpercayaan atas demokrasi murni yang dianggap sebagai sebuah bentuk
masyarakat yang tidak stabil.

Pendekatan biologis dari Aristoteles mencakup analisis kenyataan-kenyataan  menjadi bagian-


bagiannya dan mengelompokkan menurut spesies dan genus. Jadi manusia adalah mahkluk
dengan unsur-unsur tertentu yang khas, khususnya rasio dan bahasa. Keduanya penting karena
memberinya kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan standar-standar etis. Kualitas-kualitas
ini dilapiskan di atas unsur-unsur non rasional, yang lazim untuk segala mahkluk, seperti proses-
proses pertumbuhan organisme yang tak sada, emosi-emosi atau nafsu-nafsu, seperti hasrat dan
naluri seksual yang condong ke arah pemenuhan tertentu atau kebaikan. Bagian rasional itu sadar
dan bebas. Bagian itu menjadi rasio praktis yang memiliki fungsi mengontrol nafsu-nafsu dan
rasio teoritis, yang dapat memahami apa yang berlangsung dalam alam semesta dan memahami
operasi-operasinya.

Manusia mempunyai nafsu-nafsu yang bersifat sosial, yang kadangkala hanya mengejar
kenikmatan, kebanggaan kekuasaan atas orang lain serta nafsu untuk berprestasi secara tidak
terbatas. Hal ini terjadi  menyababkan manusia berbuat kejahatan. Manusia pada umumnya rakus
dan pengecut, dan mereka mempunyai kekuatan untuk bertindak dengan sadar. Manusia yang
senantiasa mengejar kenikmatan rendah ini adalah keadan dari kebanyakan manusia, tetapi
Aristoteles percaya akan kemampuan manusia untuk menemukan dan lebih memilih kesenangan-
kesenangan yang luhur dari kegiatan moral dan mental, melihat pada kehidupan sebuah
komunitas yang tersusun baik, yang bagaimanapun mengikat manusia, untuk
memperkembangkan kodrat sejatinya. Oleh karena itu, masyarakat bersifat kodrati bagi mansuai
karena di dalam manusia ada penyebab-penyebab efisien dari kehidupan sosial, hasrat seksual
dan kebutuhan untuk bersahabat, dan juga karena sebuah kelompok sosialah kodaratnya dapat
berkembang.

Bagian inti dari kodrat rasional manusia adalah kemampuan untuk mengikuti standar-standar
moral merupakan sebuah keseimbangan antara berbagai hal dalam perasaan dan prilaku manusia.
Jadi keberanian adalah sebuah jalan tengah antara penakut dan sikap membabi buta. Kemurahan
hati adalah sebuah keseimbangan antara sikap kikir dan royal. Demikian juga halnya mengenai
keutamaan-keutamaan moral lainnya seperti keadilan, kebesaran hati, kesabaran dan sikap
tenang.

Aristoteles menganggap bahwa tingkat perasaan yang tepat dan jenis perbuatan yang
nmemperlihatkan titik tengah itu sulit, barangkali mustahil, untuk ditentukan, sehingga
diserahkan kepada manusia memiliki rasio praktis yang mempunyai pengalaman semua
kenikmatan itu. Tetapi keutamaan terutama terdiri dari sikap hati untuk menyesuaikan diri
dengan standar-standar umum itu. Dan pada prinsipnya  terjadi melalui  sebuah pendidikan yang
keras dan ketat yang membuat tingkah laku utama menjadi biasa. Akan tetapi keutamaan
bukanlah satu-satunya segi kehidupan yang baik dan membantu untuk memajukan kehidupan
sosial. Kerjasama sosial juga perlu untuk keamanan dan kemakmuran material yang diperlukan
untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan manusiawi yang lebih luhur.

Kemampuan sosial manusia yang bersifat kodrati itu memiliki banyak bentuk. Aristoteles
mengumpulkan kemampuan-kemampuan itu menjadi satu di bawah satu kelompok yaitu
persahabatan. Persahabatan yang dimaksud adalah sebuah ikatan kasih sayang antara individu
yang meliputi keinginan untuk bekerjasama. Persahabatan memiliki sebuah fungsi sosia-logis
maupun normatif. Bentuk persahabatan khusus adalah sebuah unsur pada setiap taraf kehidupan
komunitas seperti hubungan seksual, hubungan keluarga. Namun hubungan yang paling luhur
adalah hubungan yang saling mencintai.

Persahabatan orang-orang sejajar sekaligus merupakan sebuah kekuatan pemersatu di dalam


komunitas ini dan merupakan tujuan-tujuan hubungan-hubungan manusiawi. Persahabatan
orang-orang yang sejajar itu adalah sebuah model dari konsensus kesempurnaan. Namun karena
hanya segelintir orang yang bisa mencapai persahabatan sempurna itu, masyarakat-masyarakat
aktual dirusak oleh konflik dan harus diorganisasikan menurut peraturan-peraturan keadilan yang
ditanamkan dengan pendidikan yang diarahkan oleh neara dan didukung dengan paksaan yang
keras.

Kemampuan manusia untuk memahami dan mengikuti aturan-aturan, yang berasal dari
rasionalitas manusia, oleh karena itu sama pentingnya dalam membuat kehidupan sosial mungkin
seperti potensi manusia untuk membentuk hubungan-hubungan kasih sayang.

Teori Aristoteles tentang Masyarakat

Konsep Aristoteles tentang masyarakat negara dan saling berkaitan sehingga lebih baiknya
menggunakan istilah piolis untuk mengartikan komunitas sipil yang diyakini sebagai latar sosial
kodrati manusia. Istilah lain yang lebih umum diungkapkan Aristoteles untuk sebuah kelompok
sosial adalah “koinoa” yang meliputi segala macam komunitas atau perkumpulan, dimana pada
taraf tertentu ada sikap berbagi atau persahabatan. Kelompok yang paling sederhana adalah
keluarga atau “oikos” yang muncul dari naluri seksual dan naluri  berpasangan yang sama-sama
dimiliki manusia dan binatang dan didukung dengan cinta timbal-balik dari orang tua dan anak-
anak.
Berdasarkan dasar-dasar kekeluargaan tersebut kemudian berkembang membentuk desa dan
menghasilkan polis yang merupakan kumpulan dari desa-desa di sekitar sebuah kota pusat. Pollis
tidak hanya meningkaktkan keamanan terhadap serangan dari luar dan memudahkan
perdagangan dan diperluan untuk perkembangan ekonomi.

Aristoteles tidak menerima demokrasi menyeluruh. Kepercayaannya akan keunggulan kodati


beberapa orang menyebabkan lebih menyukai sebuah posisi istimewa untuk bagian-bagian yang
lebih makmur dari komunitas itu, tetapi ia sadar akan kebutuhan akan jenis keseimbangan dalam
polis diantara kaya dan miskin dan sadar akan kecenderungan, bahkan orang-orang yang baik, ke
arah korupsi karena jabatannya. Oleh karena itu ia berpendapat bahwa semua warga negara, pada
prinsipnya dapat dipilih sebagai pejabat-pejabat kehakiman dan berlaku sebagai juri-juri, dengan
demikian memelihara kesamaan pada taraf tertentu di antara para warga negara dan memberi
dasar tertentu untuk pernyataannya bahwa sebuah polis yang ideal dalah “sebuah komunitas
orang-orang yang sama kedudukannya, yang mengarah pada kehidupan yan gsebaik mungkin”.

Sebuah polis adalah sebuah komunitas yang para anggotanya adalah warga negara. Seorang
wraga negara adalah seseorang yang memiiki jenis hak tertentu untuk menduduki jabatan di
dalam negara kota itu, sekalipun hanya sebagai anggota majelis. Dalam polis terdapat konstitusi
yang mencantumkan siapa yang berkuasa dan tujuan yang diarah dari komuinitas itu. Aristoteles
kemudian menggolongkan polis berdasarkan pada bentuk penampilan, badan sipil yang
meaksanakan fungsi-fungsi pokok pemerintahan. Terdapat enam jenis polis utama. Tiga bentuk
yang baik adalah (1) Monarkhi, bila satu orang memerintah dnegan kepentingan polis; (2)
aristokrasi, bila segelintir orang memerintah dengan cara yang sama dan (3) Politeia,
pemerintahan banyak orang untuk tujuan yang sama. Bentuk-bentuk pemerintahan yang jelek
adalah (1) tirani; (2) Oligarkhi dan (3) demokrasi, pemerintah dari satu, segelintir dan banyak
orang bila diarahkan menuju kepentingan-kepentingan para penguasa sendiri.

Aristoteles mengakhiri dengan sebuah sistem hierarkis: pada puncaknya adalah mereka yang
baik sejak kelahirannya dan orang-orang yang relatif kaya yang juga berkeutamaan. Di
bawahnya adalah bagian-bagian yang kaya tapi tidak berkeutamaan dari komunitas itu, para tuan
dari rumah-rumah tangga pertanian, yang semuanya memiiki tempat tertemtu dalam kehidupan
sipil dari polis. Di luar mereka adalah massa penghunhi kota yang bekerja dalam perdagangan,
toko-toko. Pada dasar hierarki itu, budak-budak alamiah dan orang-orang asing.

Kritik dan Penilaian tentang Komunitas Sipil dari Aristoteles

Kritik yang paling pedas dan langsung atas teori Aristoteles tentang masyrakat adalah dia
melakukan kesesatan naturalis dengan bergerak tanpa argumen-argumen yang benar dari
observasi-observasi faktual mengenai masyarakat-masyarakat aktual ke kesimpulan-kesimpulan
yang normatif mengenai bentuk-bentuk ideal atau dari organisasi sosial. Kritik yang lainnya,
Aristoteles mengenai perbudakan kodrati, walaupun teori ini tidak membenarkan perbudakan,
sebagaimana ia mengamatinya di Athena, membuat klaim-klaim empiris yang tidak beralasan
mengenai kemampuan-kemampuan rendahan dari kelompok-kelompok khusus. Hal ini dapat
ditafsirkan sebagai pernyataan-pertanyaan ideologi belaka yang melayani fungsi dan
mempertahankannya kedudukan istimewa ras dan kelas.

………………………………………………………….

TEORI SOSIAL ARISTOTELES

ARISTOTELES
Komunitas Sipil
…seorang organisatoris yang teliti dan ingin menjernihkan konsep-konsep kita…

A. Pendekatan Aristoteles
Aristoteles adalah seorang filsuf dan ilmuwan yang lahir di Macedonia. Ia menjadi murid dari Plato
(mengikuti akademi Plato di Athena), selama dua puluh tahun. Ayahnya adalah seorang dokter yang
sangat ternama pada zamannya, ini juga memegang peranan yang mempengaruhi pola fikir Aristoteles.
Filsafat Aristoteles bersifat naturalistis dan teleologis. Disebut naturalistis karena focus perhatiannya
adalah pada perubahan-perubahan alam atau yang kita kenal dengan proses alam. Disebut bersifat
teleologis karena dia percaya bahwa segala perubahan-perubahan atau proses alam ini memiliki tujuan,
dan ia berfokus pada pencapaian tujuan ini.

Kita dapat menemukan bahwa filsafat Aristoteles sebenarnya merupakan kritik atas filsafat Plato yang
adalah gurunya. Plato yang beranggapan bahwa dunia inderawi adalah dunia yang fana dan akan hancur
dimakan waktu, oleh karena itu tentulah ada dunia yang tidak akan lekang oleh waktu, dunia ini
diperkenalkan oleh Plato dengan istilah dunia Ide. Contohnya; kita melihat seekor kuda, tentu kita tahu
bahwa kuda Indonesia berbeda dengan kuda Eropa, namun bagaimanapun perbedaan itu, setiap kali
kita berjumpa dengan kuda kita akan tahu bahwa itu adalah kuda. Hal ini berarti ada kuda ide yang
sempurna yang menjadi patokan kita dalam memahami kuda-kuda yang fana. Aristoteles menganggap
bahwa Plato telah membolak-balik cara berfikir yang benar. Kalau Plato beranggapan bahwa kuda Ide
ada lebih dulu ketimbang kuda indra, maka Aristoteles justru menyadari bahwa kuda indralah yang
menyebabkan munculnya kuda ide. Kita melihat kuda, mengidentifikasinya dan kemudian merekamnya,
sehingga ketika kita bertemu dengan kuda yang lainnya, sekalipun ada perbedaan, rekaman kita tadi
akan memberi keputusan bahwa itu adalah kuda. Dengan demikian Aristoteles hendak mengatakan
bahwa kuda ide dan kuda nyata tidak dapat dipisahkan, sebab kuda ide adalah ciri khas dari kuda nyata.
Apakaitan antara pokok bahasan kita? Seperti kami katakan bahwa Aristoteles yakin bahwa manusia
memiliki kemampuan untuk mengelompokkan berdasarkan kategori-kategori dan ini dimungkinkan
karena manusia memliki akal. Akal inilah yang akan menuntun kita pada pemberian nilai-nilai dalam
masyarakat nantinya. Ingat bahwa bukan nilai yang pertama muncul (ide tentang kebenaran, keadilan,
dll), melainkan pengalaman indrawi yang akan memacu akal untuk mengklasifikasikan sesuatu sebagai
kebaikan, keadilan, dll. Aritoteles berpendapat ada tiga bentuk kebahagiaan :

1. Hidup senang dan nikmat


2. Menjadi warga Negara yang bebas dan bertanggungjawab
3. Menjadi seorang ahli pikir dan filosof.

Ketiga criteria ini harus ada pada saat yang sama, ia menolak akan ketidak seimbangan yang diakibatkan
ekstrim-ekstrim tertentu, maksudnya ia melihat keberanian sebagai sebuah bentuk kebahagiaan
diantara ekstrim membabi buta dan ekstrim pengecut. Jelas bahwa pendekatan Aristoteles didasarkan
pada metode kesehatan Yunani, yang menekankan hidup seimbang dan sederhana sebagai pola hidup
yang sempurna dan menolak pola hidup yang berlebihan dan berkekurangan.

B. Teori Aritoteles Mengenai Manusia


Pendekatan Aristoteles tadi yang menekankan keseimbangan disebut dengan “teori jalan tengah”. Salah
satu proyek Filsafat Plato adalah membereskan “kamar alam raya”. Ia mengelompokkan segala sesuatu
pada bagiannya yang tepat. Misalnya Liskwin adalah mahluk hidup, lebih khusus lagi binatang, bertulang
belakang, mamalia dan menyusui serta memiliki akal, lebih khususnya manusia, lebih khusus lagi
manusia betina (perempuan). Pengelompokan-pengelompokan ini akan membantu manusia untuk
pembagian kerja yang nantinya akan kita lihat dalam konsep Negara.

Baginya segala sesuatu memiliki potensi untuk mencapai tujuannya. Sama halnya dengan manusia yang
bagianya memiliki sifat-sifat kebinatangan, hanya saja kelebihan manusia adalah manusia memiliki akal
praktis yang berfungsi untuk mengontrol nafsu (dorongan-dorongan non-rasional) dan akal teoritis yang
merupakan kemampuan memahami apa yang berlangsung dalam alam semesta dan memahami operasi-
operasinya. Pada taraf tertentu nafsu manusia bersifat social, misalnya nafsu seks, tidak akan dapat
terpenuhi secara sempurna tanpa adanya interaksi dengan pasangannya (wanita). Keperluan manusia
untuk berinteraksi, bersahabat dll, merupakan nafsu social yang ada dalam manusia. Jelas bahwa
sekalipun semua manusia memiliki potensi untuk mencapai kebahagiaan (dalam hal ini keseimbangan),
akan tetapi tokh tidak semua dapat berhasil, hanya segelintir saja yang dapat sampai pada pemenuhan
materil dan spiritual yang cukup.

C. Teori Aristoteles tentang Masyarakat.


Nafsu social manusia tadi akan mendorong manusia untuk saling mengadakan interaksi satu dengan
yang lainnya. Bagi Aristoteles persahabatan adalah norma yang akan menjadi pengikat relasi tersebut,
sedang kasih sayang akan menjadi ukuran bagi interaksi tersebut sehingga tidak terjadi pelanggaran-
pelanggaran. Ia juga melihat bahwa ikatan keluarga adalah bagian terkecil dari sebuah masyarakat.
Ikatan keluarga ini akan membentuk ikatan yang lebih besar lagi yaitu desa dan kemudia menjadi kota
lalu Negara. Akan tetapi yang ideal bagi Aristoteles adalah kota. Sebab baginya interaksi harus
senantiasa berlangsung secara berhadap-hadapan. Karena itu Negara yang sudah menjadi komunitas
masyarakat yang terlalu besar akan menyulitkan terciptanya relasi seperti ini. Ia melihat potensi
manusia tadi sebagai sebuah dasar kesetaraan, sehingga semua individu dalam masyarakat bergerak
dalam tujuan yang sama untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bersama dengan
menggunakan potensi masing-masing individu.
Aristoteles menggolongkan masyarakat dalam beberapa tipe politik :

1. Monarkhi (satu orang yang memerintah demi kepentingan polis) ≠ Tirani


2. Aristokrasi (segelintir orang memerintah dengan cara yang sama dan demi tujuan polis) ≠
Oligarkhi
3. Politeia (pemerintahan banyak orang untuk tujuan yang sama) ≠ Demokrasi

D. Implikasi Praktis
Ide Aristoteles tentang masyarakat polis yang didasarkan pada ikatan persahabatan dan kemudian di
ukur dengan nilai kasih saying. Tentu saja ini dapat dicapai jika pemahaman Aristoteles akan semua
manusia bahkan segala sesuatu memiliki potensi untuk mencapai tujuan juga dapat kita terima bersama.
Pemahaman ini nantinya akan mengembangkan sikap memandang orang lain setara dengan kita dan
tidak ada yang lebih tinggi, yang membedakan hanyalah pembagian tugas, yang merupakan
penggolongan berdasarkan potensi individu masing-masing.

Dalam kaitannya dengan pembangunan Jemaat ide Aristoteles dapat disejajarkan tentang ide orang
Samaria yang murah hati yang di kisahkan oleh Yesus. Ide kesetaraan yang melihat semua manusia
memiliki potensi, oleh karena itu kita sama dan juga melihat status social hanyalah konsekwensi
pembagian tugas dan bukannya sekat pembawaan lahiriah. Pola pandang ini juga akan membantu kita
sebagai pemimpin dalam jemaat untuk menemukan potensi pada diri anggota jemaat, dan tentunya
tidak menganggap anggota dewan lebih tinggi dari tukang kayu, sebab jabatan mereka hanyalah
implikasi praktis dari potensi masing-masing.

E. Kritik
Bagaimanapun Aristoteles mamahami manusia sebagai manusia yang memiliki potensi, dan karena itu
adalah setara, namun ia memiliki pandangan yang khas mengenai perekpuan. Baginya perempuan
adalah laki-laki yang tidak sempurna. Dalam kaitannya dengan hubungan seksual, laki-laki cendrung
represif sedang wanita hanya menerima. Dalam hal ini laki-laki dipandang sebagai pembawa benih
(sifat-sifat dan cirri khas), sedang wanita hanyalah ladang yang merupakan tempat tumbuh benih,
namun tidak memberikan sumbangsih cirikhas atau sifat-sifatnya.
Jelas pandangannya ini sangat dipengaruhi oleh budaya Patriakhal dan analisa medis. Hal ini penting
untuk dikritik, karena pandangannya inilah yang kemudian diwarisi oleh gereja selama berabad-abad.
Diposkan oleh Mr. Buddhy di 14:30
Tujuh teori social

Aristoteles

( Komunitas Sosial)

1.      Landasan Teori

Aristoteles memandang masyarakat manusia sebagai sebuah usaha etis, yang berakar dalam
kemampuan sosial manusia yang bersifat kodrati, yang terarah pada perwujudan kebaikan moral
dan keunggulan intelektual dalam sebuah masyarakat politis.

2.      Pendekatan Aristotels

Pendekatan Aristoteles bertolak pada dua sifat filsafatnya yaitu; bersifat naturalis dan
teologis. Filsafatnya naturalis karena pertama-tama bersifat empiris dan didasarkan pada
pandangan yang bernuansa biologis. Sedangkan bersifat teologis karena analisisnya memusatkan
semua kejadian maupun masing-masing jenis pengada ke arah tujuan-tujuan.

3.      Teori Aristoteles tentang Manusia

Pendekatan biologis dari Aristotels mencakup analisis kenyataan-kenyataan menjadi bagian-


bagiannya dan mengelompokkannya menurut spesis dan genus. Jadi manusia adalah seekor
binatang dengan unsur-unsur tertentu yang khas, khususnya rasio dan tuturan. Keduanya penting
karena memberinya kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan standar-standar etis.

4.      Teori Aristoteles tentang Masyarakat

Konsep Aristoteles tentang masyarakat dan negara saling berkait sehingga lebih baik
memakai istilahnya sendiri, ‘piolis’, untuk mengartikan komunitas sipil yang ia yakini sebagai
latar sosial kodrati dari manusia. Negara-kota yang kecil dengan hubungan temu-mukanya dan
bercampurnya persahabatan pribadi dengan kewajiban-kewajiban warga negara, jauh berlainan
dari negara kebangsaan modern, atau kerajaan-kerajaan kekaisaran kuno pada zaman Aristotele
sendiri, walaupun polis menyaturagakan sebuah gagasan yang diperkembangkan dengan baik
dan terlembaga mengenai peraturan hukum, yaitu gagasan tentang pemerintah melalui peraturan-
peraturan umum dan tidak dengan keputusan-keputusan para individu secara sewengan-wenang.

5.      Implikasi-Implikasi Praktis


Kehidupan kodrati bagi manusia adalah di dalam sebuah polis, tetapi Aristoteles sadar bahwa
ada macam-macam polis yang berbeda-beda dan tidak semuanya sama-sama cocok untuk
perkembangan potensi manusia. Sebuah polis adalah sebuah komunitas atau koinonia yang para
anggotanya adalah warga negara. Seorang warga negara memiliki hak tertentu untuk menduduki
jabatan di dalam suatu negara atau kota itu.

6.      Kritik dan Penilaian terhadap Aristoteles

Kritik yang paling pedas dan langsung atas teori Aristoteles tentang masyarakat adalah
bahwa ia melakukan kesalahan naturalistis dengan bergerak tanpa argumen-argumen yang benar
dari observasi-observasi faktual mengenai masyarakat-masyarakat aktual ke kesimpulan-
kesimpulan normatif mengenai bentuk-bentuk ideal atau terbaik dari organisasi sosial.

Thomas Hobbes

(Individualisme Instrumental )

1.      Landasan Teori

Rasio, bagi Hobbes, lebih daripada sebuah instrumen untuk memungkinkan individu untuk
menemukan cara memperoleh dan mempertahankan apa yang ia inginkan. Hobbes menganggap
masyarakat dan tatanan politis dan tempat masyarakat itu bergantung sebagai kondisi-kondisi
yang secara intrinsik tidak menyenangkan tapi yang bagaimanapun perlu untuk kelangsungan
hidup, piranti-piranti yang menyedihkan dari makhluk-makhluk egois yang terkejut panik yang
tak bisa menemukan jalan lain untuk menghindari destruksi timbal-balik.

2.      Pendekatan Hobbes

Pandangan Hobbes bersifat Deskriptif dan preskriptif yang anjurannya lebih menyeluruh dan
dogmatis.Ia kadang-kadang mulai dengan menyatakan aksioma-aksiomanya atau definisi-
definisnya dan kemudian menggabungkannya untuk menurunkan kebenaran-kebenaran baru
tentang dunia. Di lain waktu dia mulai dengan pengamatan atas fenomena dan kembali pada
proposisi-proposisi primer yang darinya fenomena ini dapat dideduksikan dengan proses sintetis.

3.      Teori Hobbes tentang Manusia


Menurtu Hobbes, manusia adalah sebuah mesin anti-sosial. Ke dalam mesin ini lewatlah
masukan-masukan dari lingkungan melalui pancaindera. Masukan-masukan ini menghasilkan
reaksi-reaksi fisik internal.

4.      Teori Hobbes tentang Masyarakat

Berdasar pada analisisnya tentang kodrat manusia, Hobbes merumuskan masyarakt sebagai
sebuah persekutuan yang terbentuk atas dasar “kontrak sosial” yang digunakan sebagai peranti
untuk bertindak menurut keinginan istrumental akan hubungan-hubungan yang damai karena
mereka yang ada di dalamnya memiliki jaminan keuntungan-keuntungan yang diinginkan dan
atas dasar dorongan hasrat ketergantungan manusiawi.

5.      Implikasi-Implikasi Praktis

Hobbes menuliskan teori sosial dan politisnya dalam sebuah kisah mengenai masa silam
yang jauh dan memusatkan perhatian kita pada gagasan mengenai sebuah kontra historis, tetapi
dalam kenyataan pemakaian pandangannya ini jauh lebih preskriptif daripada deskriptif. Imlikasi
yang jelas dari teorinya adalah bahw, dari mana pun asal-usul pemerintahan despotis yang
aktual, manusia memiliki alasan yang baik untuk mendukungnya sekarang.

6.      Kritik dan Penilaian terhadap Hobbes

Dalil-dalil psikologi Hobbes terlalu sederhana dan secara tidak memadai disokong denan
bukti empiris, khsusnya kalau dalil-dalil itu diklaim sebagai kebenaran-kebenaran universal
mengenai semua manusia. Kontrak sosial Hobbes lebih radikal, yaitu kemasukakalan seluruh
gagasannya diragukan. Singkatnya Hobbes tidak membebaskan dirinya sendiri dari pengandaian
Aristotelian bahwa mungkinlah memberi sebuah definisi atau deskripsi mengenai kodrat hakiki
manusia dan membangun sebuah teori sosial di atasnya.

Adam Smith

(Sistem Sosial)

1.      Landasan Teori


Teori sosial Adam Smith berangkat dari sebuah kombinasi yang menari dari unsur-unsur
Hobbesian dan Aristotelian. Seginya yang paling asli dan paling mencolok adalah gagasan
bahwa masyarakat sebagaimana juga individu adalah sebuah sistem, atau mesin, yang bekerja
bukan karena maksud-maksud manusia.

2.      Pendekatan Smith

Adam Smith memakai model pendekatan astronomis untuk menerangkan sistem-sistem


sosial sebagai mekanisme-mekanisme yang hidup yang bagian-bagiannya tanpa disadari
mempengaruhi kehidupan dan kegiatan keseluruhan. Pendekatannya ini didasari oleh
kemauannya untuk menjadi Isaac Newton dari ilmu-ilmu sosial.

3.      Teori Smith tentang Manusia

Teori Smith mengenai kodrat manusia bersifat Hobbesian sejauh ia mendalilkan nafsu-nafsu
dasariah dan nafsu-nafsu asli tertentu. Kendatipun memiliki model sebab akibatnya untuk teori
sosial, Smith, tak seperti Hobbes, tidak mengatakan bahwa manusia adalah sebuah mesin.
Melalui pandangannya mengenai perkembangan ilmiah, Smith juga menunjukkan bahwa
manusia juga memiliki kemampuan-kemampuan penalaran tertentu yang pada dasarnya bersifat
psikologis.

4.      Teori Smith tentang Masyarakat

Menurtu Smith masyarakat adalah keseluruhan sebagai sebuah mekanisme yang terintegrasi
dengan sebuah tujuan menyeluruh, sebuah tema yang tercermin dalam pandangannya mengenai
keluarga sebagai sesuatu yang berasal dari naluri seksual tetapi dipersatukan dengan
kenyamanan identifikasi simpati dengan mereka yang terus berkontak dengan kita. Ia
menyatakan bahwa syarakt sebuah masyarakat adalah ‘keadilan’. Tanpa keadilan, kata Smith,
sebuah masyarakat akan menghancurkan dirinya sendiri.

5.      Implikasi-Implikasi Praktis

Sebuah sistem yang efisien yang tersusun sendiri seharusnya tidk dirusak, khsusnya kalau
proses-proses di dalamnya tidak sepenuhnya dimengerti. Pandangan Smith mengenai cara kerja
ekonomi komersial membawa implikasi yang jelas bahwa pemerintah-pemerintah sebaiknya
berdiam diri dan dengan demikian menghasilkan apa yang ia sebut ‘sistem kebebasan alamiah
yang jelas dan sederhana’. Inilah gagasan liberal mengenai negara minimal, yang terwujud di
dalam kebijakan laissez-faire.
 

6.      Kritik dan Penilaian terhadap Smith

Smith tidak membawa ke studi tentang masyarakat semacam presisi matematis yang
mungkin dalam studi mengenai gerakan-gerakan benda-benda angkasa yang bersifat fisik.
Teorinya mengenai norma-norma sosial juga problematis, barangkali lebih dari itu, karena
rumitnya fenomena sentimen ‘alamiah’ dalam kenyataan empiris. Pandangan-pandangan Smith
sebagian besar tak berlaku, dalam peranan yang dimainkan Allah baik dalam skema
penjelasannya dan dalam etika normatifnya.

Karl Marx

(Teori Konflik)

1.      Landasan Teori

Karl Marx melihat masyarakat manusia sebagai sebuah proses perkembanan yang akan
meyudahi konflik melalui konflik. Ia mengantisipasi bahwa kedamaian dan harmoni akan
menjadi hasil akhir sejarah perang dan revolusi kekerasan.

2.      Pendekatan Marx

Pertama-tama Marx adalah seorang positivis. Versi positivisme khsus Marx dinamai
‘materialisme sejarah’. Positivismenya bersifat historis, dalam arti bahwa generalisasi-
generalisasi ilmiah yang ingin ia tetapkan adalah mengenai arus sejarah manusia. Sejarah ia
percayai sebagai proses evolusi di mana masyarakat melampaui berbagai tahap, masing-masing
tahap menghancurkan dan setelahnya membangun di atas tahap sebelumnya. Marx menganggap
bahwa mungkin mengidentifikasikan lahkah-langkah evolusioner ini dan menjelaskan mengapa
masyarakat melewati berbagai tahapnya.

3.      Teori Marx tentang Manusia

Marx mengemukakan gagasan bahwa manusia tidak memiliki kodrat yang persis dan tetap
dan ini merupakan pendekatan holistisnya terhadap penjelasan sosial. Tindakan-tindakan, sikap-
sikap dan kepercayaan-kepercayaan individu tergantung pada hubungan-hubungan sosislnys dan
hubungan sosialnya tergantung pada situasi kelasnya dan struktur ekonomis masyarakatnya.
Oleh karena itu, kodrat manusia bersifat sosial dalam arti bahwa manusia tak memiliki kodrat
lepas dari apa yang diberikan oleh posisi sosialnya.

4.      Teori Marx tentang Masyarakat

Dalam teori tentang masyarakat ini, Marx menyebut bahwa masyarakat ibarat sebuah
kekuatan produksi. Dengan melihat kemampuan dan potensi manusia, ia menyimpulkan bahwa
manusia merupakan suatu sumber tenaga untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan.

5.      Implikasi-Implikasi Praktis

Ilmplikasi-implikasi teori Marx tentang masyarakat pada dasarnya berhubungan sebab-


akibat.  Dengan menelanjangi mekanisme-mekanisme yang berlangsung di dalam ekonomi
kapitalis Marx merasa mampu meramalkan keruntuhannya yang segera menyonsong. Selain itu,
dilihat dari teorinya tentang produksi pabrik dan stabilitas sistem yang ada di dalamnya, maka
dapat ditemukan bahwa ilmplikasi Marx juga merujuk pada revolusi proktarial.

6.      Penilaian dan Kritik terhadap Marx

Teori Marxian kadang-kadang dikatakan tidak konsisten di dalam dirinya sendiri. Marx tidak
berpikir bahwa sebab-sebab material dari tingkah-laku sosial melampaui kesadaran manusia.
Ketidakkonsistenan dikatakan terjadi dalam kritik Marx atas moralitas sebagai ungkapan dari
kepentingan-kepentingan kelas yang disembunyikan sebagai patokan-patokan hak yang bersifat
universal dan dipakai oleh kelas-kelas lain sebagai hasil dari kesadaran palsu. Kelemahan Marx
sebagai seorang filsuf moral barangkali adalah dia relatif kurang memberi persetujuan evaluatif
mengenai prioritas moral dari kedamiaan, kemakmuran, harmoni sosial dan kerja kreatif.

Emile Durkheim

(Teori Konsensus)

1.      Landasan Teori

Durkheim mengajukan pengakuan untuk gagasan sebuah ilmu pengetahuan tentang


masyarakat yang bisa meyumbangkan pemecahan atas masalah-masalah moral dan intelektual
masyarakat. Dia berusaha menjadikan pandangan ini sebuah kenyataan di dalam studi-studi
pokok mengenai hakikat solidaritas sosial.
 

2.      Pendekatan Durkheim

Dukheim dipengaruhi oleh Aguste Comte yang adalah perintis paham positisme. Filsafat
positif, berakar kuat dalam kekaguman Durkheim. Sehingga ia menerapkan metode tersebut
untuk menemukan prinsip-prinsip keteraturan dan perubahan di dalam masyarakat, sehingga
menghasilkan sebuah susunan pengetahuan baru yang bisa dipakai untuk mengorganisasikan
masyarakat demi perbaikan umat manusia. Pendekatan ilmiah dan rasionalis, yang
dikombinasikan dengan sebuah perspektif sejah.

3.      Teori Durkheim tentang Manusia

Durkheim berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang jelas bersifat manusiawi –seperti bahasa,
moralitas, agama dan kegiatan ekonomi. Memang persis karena tekanan Durkheim bahwa betapa
sedikitnya indivdu sebagai baha mentah yang dapat dibentuk oleh pengaruh kehidupan kelompok
dapat melampauhi masyarakat. Durkheim memandang kodrat manusia sebagai sebuah abstraksi
yang hampir total dari tingkah-laku manusia-manusia aktual dalam situasi-situasi rel.

4.      Teori Durkheim tentang Masyarakat

Bagi Durkheim, masyarakat adalah sebuah tatanan moral, yaitu seperangkat tuntutan
normatif lebih dengan kenyataan ideal daripada kenyataan material, yang ada dalam kesadaran
individu dan meski demikian dalam cara tertentu berada di luar individu. Durkheim membagi
dua konsep yang berhubungan tentang kenyataan sosial dalam masyarakat, yaitu: gambaran
kolektif dan kesadaran kolektif.  Gambaran kolektif adalah simbo-simbol yang memiliki makna
yang sama bagi semua anggota dalam masyarakat. Sedangkan kesadaran kolektif adalah gagasan
yang dimiliki bersama dalam sebuah masyarakat.

5.      Implikasi-Implikasi Praktis

Telaah Durkheim terhadap tatanan sosial dan khsusnya dengan disintegrasi masyarakat-
masyarakat yang bercirikan pembagian kerja yang dipaksakan dilukiskan dengan pandangannya
dalam Suicide tentang apa yang terjadi kalau kekuatan penata masyarakat hancur. Implikasi
praktis dari Suicide searah dengan Division of Labour di mana ia persis mencapai kesimpulan
yang sama mengenai kebutuhan akan penataan organis untuk memebendung anomie.

6.      Penilaian dan Kristik terhadap Durkheim


Durkheim merangsang penilaian kritis tidak semata-mata sebagai seorang filsuf yang
merekomendasikan sebuah pendekatan metodologis khusus terhadap studi sosial, tetapi juga
menurut standar-standar khusus terhadap studi sosial, tetapi juga menurut standar-standar
empiris yang ditemukannya sendiri. sebagai seorang empiris praktis dia tak bisa menutup
bahannya terhadap prosedur-prosedur pengujian ilmiah.

Max Weber

(Teori Tindakan)

1.      Landasan Teori

Bagi Weber ciri yang mencolok dari hubungan-hubungan sosial adalah kenyataan bahwa
hubungan-hubungan tersebut bermakna bagi mereka yang mengambil bagi di dalamnya. Dia
percaya bahwa kompleks hubungan-hubungan sosial yang menyusun sebuah masyarakat dapat
dimengerti hanya dengan mencapai sebuah pemahaman menganai segi-segi subjektif dari
kegiatan-kegiatan antarpribadi dari para anggota masyarakat itu. Oleh karena itu, melalui analisis
atas berbagai macam tindakan manusialah kita memperoleh pengetahuan mengenai ciri dan
keanekaragaman masyarakat manusia.

2.      Pendekatan Weber

Weber mendefinisikan sosiologi sebagai sebuah ilmu yang mengusahakan pemahaman


interpretatif mengenai tindakan sosial agar dengan cara itu dapat menghasilkan sebuah
penjelasan kausal mengenai pelaksanaan dan akibat-akibatnya. Weber membedakan tindakan
dari tingkahlaku pada umumnya dengan mengatakan bahwa sebuah gerakan bukanlah sebuah
tindakan kalau gerakan itu tidak memiliki makna subejektif untuk orang yang bersangkutan. Ini
menunjukkan bahwa seorang pelaku memiliki sebuah kesadaran  akan apa yang ia lakukan yang
bisa dianalisis menurut maksud-maksud, motif-motif dan perasaan-perasaan sebagaimana
mereka alami.

3.      Teori Weber tentang Manusia.

Teori Weber tentang manusia didasarkan pada penciriannya ata empat jenis tindakan
manusia yaitu: tindakan rasional tujuan, rasional nilai, tindakan emosional, dan tindakan
tradisional. Keempat tindakan ini merupakan cara para individu memaknai tindakannya. Oleh
karena itu manusia adalah suatu makhluk religius dalam arti bahwa bahkan kegiatan-kegiatan
ekonomisnya mengandaikan pandangan dunia umum tertentu yang ia pakai untuk membuat
kehidupan dapat dipahami.
 

4.      Teori Weber tentang Masyarakat

Analisis Weber tentang masyarakat dapat diambil dari gagasan idealnya tentang tindakan
individual. Setiap individu yang berusaha mewujudkan kehendaknya akan mengalami bentrokan
dalam realisasi tindakannya. Sehingga sebagai keseluruhan dari individu tadi masyarakat adalah
sebuah keseimbangan yang kompleks dari kelompok-kelompok yang bertentangan.

5.      Implikasi-Implikasi Praktis

Weber mengusahakan penelusuran perkembangan kapitalisme modern melalui pengaruh


gagasan-gagasan religius, pandangannya mengenai rutinisasi kharisma, pemusatan dirinya pada
tipe ideal organisasi birokratis rasioanal yang khas bagi negara-negara kapitalis modern.

6.      Kritik dan Penilaian terhadap Weber

Kritik evaluatif atas Weber cenderung berpusat pada tuduhan bahwa dengan menekankan
peranan nilai-nilai yang sangat relativistis dari asal-usul kharismatis, ia membuka jalan untuk
gerakan-gerakan yang khas politis modern, seperti fasisme, yang menyebarkaluaskan organisasi
efisien yang menyebarkan ciri-ciri irasional.

Alfred Schutz

(Pendekatan Fenomenologi)

1.      Landasan Teori

Analisis-analisis Schutz bersifat radikal dalam arti menolak banyak pengandaian ortodoksi
‘fungsionalisme-struktural’ yang berkuasa, cap yang diberikan kepada sintesis Talcott Parsons
atas organisme Durkheim dan teori tindakan sosial Weber.

2.      Pendekatan Schutz

Schutz memakai apa yang ia anggap sebagai piranti-piranti filsafat fenomenologis Edmund
Husserl. Metode ini adalah memeriksa dan menganalisis kehidupan batiniah individu, yakni
pengalaman-pengalamannya mengenai fenomena atau penampakan-penampakan sebagaimana
terjadi dalam apa yang kadang disebut ‘arus kesadaran’.
 

3.      Teori Schutz tentang Manusia

Schutz meletakkan hakikat kondisi manusia dalam pengalaman subjektif dalam bertindak dan
mengambil sikap terhadap ’dunia-kehidupan’ sehari-hari. Baginya, inilah sebuah dunia kegiatan
praktis.

4.      Teori Schutz tentang Masyarakat

Sebuah masyarakat adalah sebuah komunitas linguistik. Masyarakat berada melalui simbol-
simbol timbal-balik. Oleh karena itu kesadaraan sehari-hari adalah kesadaran sosial atau
kesadaran yang diwariskan secara sosial mengenai masyarakat. Dinia-kehidupan individu lalu
merupakan sebuah dunia ‘inter-subjektif’ dengan makna-makna bersama dan rasa ketermasukan
ke dalam sebuah kelompok.

5.      Implikasi-Implikasi Praktis

Implikasi-implikasi idelisme praktis  Schutz terutama adalah pada tingkah-laku penyelidikan


sosiologis yang, bagi Schutz, bukanlah sebuah bidang keprihatinan praktis langsung. Tetapi
pendekatan Schutz yang lebih bersahaja dan klaim terbatas yang dibuatnya untuk kesahihan
metode sosiologis memiliki implikasi-implikasinya sendiri bagi pemahaman kita tentang diri kita
sendiri.

6.      Kritik dan Penilaian Terhadap Schutz

Dalam teori Schutz tidak ditemukan pemikiran mengenai kesamaan situasi-situasi, melainkan
pusat perhatiannya adalah menemukan perbedaan-perbedaan yang ada di antara makna-makna
dalam konteks-konteks yang berbeda. Teori Schutz yang dikembangkan terlalu cepat bergerak
dari soal yang jelas bahwa hubungan-hubungan sosial yang jauh dari kesimpulan yang jelas
bahwa kenyataan gagasan-gagasan ini sama sekali tergantung pada apa yang mungkin dipikirkan
manusia.

Oleh:

Romansa Taasihe

Rhetorica 2009/2010
 Teori-Teori Sosial

Aristoteles (Komunitas Sosial)


Landasan Teori
Aristoteles memandang masyarakat manusia sebagai sebuah usaha etis, yang berakar
dalam kemampuan sosial manusia yang bersifat kodrati, yang terarah pada perwujudan
kebaikan moral dan keunggulan intelektual dalam sebuah masyarakat politis.
Pendekatan Aristoteles
Pendekatan Aristoteles bertolak pada dua sifat filsafatnya yaitu; bersifat naturalis dan
teologis. Filsafatnya naturalis karena pertama-tama bersifat empiris dan didasarkan pada
pandangan yang bernuansa biologis. Sedangkan bersifat teologis karena analisisnya
memusatkan semua kejadian maupun masing-masing jenis pengada ke arah tujuan-
tujuan.
Teori Aristoteles tentang Manusia
Pendekatan biologis dari Aristotels mencakup analisis kenyataan-kenyataan menjadi
bagian-bagiannya dan mengelompokkannya menurut spesis dan genus. Jadi manusia
adalah seekor binatang dengan unsur-unsur tertentu yang khas, khususnya rasio dan
tuturan. Keduanya penting karena memberinya kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan standar-standar etis.
Teori Aristoteles tentang Masyarakat
Konsep Aristoteles tentang masyarakat dan negara saling berkait sehingga lebih baik
memakai istilahnya sendiri, 'piolis', untuk mengartikan komunitas sipil yang ia yakini
sebagai latar sosial kodrati dari manusia. Negara-kota yang kecil dengan hubungan temu-
mukanya dan bercampurnya persahabatan pribadi dengan kewajiban-kewajiban warga
negara, jauh berlainan dari negara kebangsaan modern, atau kerajaan-kerajaan kekaisaran
kuno pada zaman Aristoteles sendiri, walaupun polis menyatukan sebuah gagasan yang
dikembangkan dengan baik dan terlembaga mengenai peraturan hukum, yaitu gagasan
tentang pemerintah melalui peraturan-peraturan umum dan tidak dengan keputusan-
keputusan para individu secara sewenang-wenang.
Implikasi-Implikasi Praktis
Kehidupan kodrati bagi manusia adalah di dalam sebuah polis, tetapi Aristoteles sadar
bahwa ada macam-macam polis yang berbeda-beda dan tidak semuanya sama-sama
cocok untuk perkembangan potensi manusia. Sebuah polis adalah sebuah komunitas atau
koinonia yang para anggotanya adalah warga negara. Seorang warga negara memiliki hak
tertentu untuk menduduki jabatan di dalam suatu negara atau kota itu.
Kritik dan Penilaian terhadap Aristoteles
Kritik yang paling pedas dan langsung atas teori Aristoteles tentang masyarakat adalah
bahwa ia melakukan kesalahan naturalistis dengan bergerak tanpa argumen-argumen
yang benar dari observasi-observasi faktual mengenai masyarakat-masyarakat aktual ke
kesimpulan-kesimpulan normatif mengenai bentuk-bentuk ideal atau terbaik dari

organisasi sosial.
Thomas Hobbes (Individualisme Instrumental)
Landasan Teori
Rasio, bagi Hobbes, lebih daripada sebuah instrumen untuk memungkinkan individu
untuk menemukan cara memperoleh dan mempertahankan apa yang ia inginkan. Hobbes
menganggap masyarakat dan tatanan politis dan tempat masyarakat itu bergantung
sebagai kondisi-kondisi yang secara intrinsik tidak menyenangkan tapi yang
bagaimanapun perlu untuk kelangsungan hidup, piranti-piranti yang menyedihkan dari
makhluk-makhluk egois yang terkejut panik yang tak bisa menemukan jalan lain untuk
menghindari destruksi timbal-balik.
Pendekatan Hobbes
Pandangan Hobbes bersifat Deskriptif dan preskriptif yang anjurannya lebih menyeluruh
dan dogmatis.Ia kadang-kadang mulai dengan menyatakan aksioma-aksiomanya atau
definisi-definisinya dan kemudian menggabungkannya untuk menurunkan kebenaran-
kebenaran baru tentang dunia. Di lain waktu dia mulai dengan pengamatan atas fenomena
dan kembali pada proposisi-proposisi primer yang darinya fenomena ini dapat
dideduksikan dengan proses sintetis.
Teori Hobbes tentang Manusia
Menurut Hobbes, manusia adalah sebuah mesin anti-sosial. Ke dalam mesin ini lewatlah
masukan-masukan dari lingkungan melalui pancaindera. Masukan-masukan ini
menghasilkan reaksi-reaksi fisik internal.
Teori Hobbes tentang Masyarakat
Berdasar pada analisisnya tentang kodrat manusia, Hobbes merumuskan masyarakat
sebagai sebuah persekutuan yang terbentuk atas dasar "kontrak sosial" yang digunakan
sebagai peranti untuk bertindak menurut keinginan instrumental akan hubungan-
hubungan yang damai karena mereka yang ada di dalamnya memiliki jaminan
keuntungan-keuntungan yang diinginkan dan atas dasar dorongan hasrat ketergantungan
manusiawi.
Implikasi-Implikasi Praktis
Hobbes menuliskan teori sosial dan politisnya dalam sebuah kisah mengenai masa silam
yang jauh dan memusatkan perhatian kita pada gagasan mengenai sebuah kontra historis,
tetapi dalam kenyataan pemakaian pandangannya ini jauh lebih preskriptif daripada
deskriptif. Implikasi yang jelas dari teorinya adalah bahw, dari mana pun asal-usul
pemerintahan despotis yang aktual, manusia memiliki alasan yang baik untuk
mendukungnya sekarang.
Kritik dan Penilaian terhadap Hobbes

Dalil-dalil psikologi Hobbes terlalu sederhana dan secara tidak memadai di sokong
dengan bukti empiris, khususnya kalau dalil-dalil itu di klaim sebagai kebenaran-
kebenaran universal mengenai semua manusia. Kontrak sosial Hobbes lebih radikal, yaitu
ke-masuk akal-an seluruh gagasannya diragukan. Singkatnya Hobbes tidak membebaskan
dirinya sendiri dari pengandaian Aristotelian bahwa mungkinlah memberi sebuah definisi
atau deskripsi mengenai kodrat hakiki manusia dan membangun sebuah teori sosial di
atasnya.
Adam Smith (Sistem Sosial)
Landasan Teori
Teori sosial Adam Smith berangkat dari sebuah kombinasi yang menari dari unsur-unsur
Hobbesian dan Aristotelian. Seginya yang paling asli dan paling mencolok adalah
gagasan bahwa masyarakat sebagaimana juga individu adalah sebuah sistem, atau mesin,
yang bekerja bukan karena maksud-maksud manusia.
Pendekatan Smith
Adam Smith memakai model pendekatan astronomis untuk menerangkan sistem-sistem
sosial sebagai mekanisme-mekanisme yang hidup yang bagian-bagiannya tanpa disadari
mempengaruhi kehidupan dan kegiatan keseluruhan. Pendekatannya ini didasari oleh
kemauannya untuk menjadi Isaac Newton dari ilmu-ilmu sosial.
Teori Smith tentang Manusia
Teori Smith mengenai kodrat manusia bersifat Hobbesian sejauh ia mendalilkan nafsu-
nafsu dasar dan nafsu-nafsu asli tertentu. Kendati pun memiliki model sebab akibatnya
untuk teori sosial, Smith, tak seperti Hobbes, tidak mengatakan bahwa manusia adalah
sebuah mesin. Melalui pandangannya mengenai perkembangan ilmiah, Smith juga
menunjukkan bahwa manusia juga memiliki kemampuan-kemampuan penalaran tertentu
yang pada dasarnya bersifat psikologis.
Teori Smith tentang Masyarakat
Menurut Smith masyarakat adalah keseluruhan sebagai sebuah mekanisme yang ter-
integrasi dengan sebuah tujuan menyeluruh, sebuah tema yang tercermin dalam
pandangannya mengenai keluarga sebagai sesuatu yang berasal dari naluri seksual tetapi
dipersatukan dengan kenyamanan identifikasi simpati dengan mereka yang terus
berkontak dengan kita. Ia menyatakan bahwa syarat sebuah masyarakat adalah 'keadilan'.
Tanpa keadilan, kata Smith, sebuah masyarakat akan menghancurkan dirinya sendiri.
Implikasi-Implikasi Praktis
Sebuah sistem yang efisien yang tersusun sendiri seharusnya tidak dirusak, khususnya
kalau proses-proses di dalamnya tidak sepenuhnya dimengerti. Pandangan Smith
mengenai cara kerja ekonomi komersial membawa implikasi yang jelas bahwa
pemerintah-pemerintah sebaiknya berdiam diri dan dengan demikian menghasilkan apa
yang ia sebut 'sistem kebebasan alamiah yang jelas dan sederhana '. Inilah gagasan liberal
mengenai negara minimal, yang terwujud di dalam kebijakan l a i s s e z - f a i r e.

Kritik dan Penilaian terhadap Smith


Smith tidak membawa ke studi tentang masyarakat semacam presisi matematis yang
mungkin dalam studi mengenai gerakan-gerakan benda-benda angkasa yang bersifat
fisik. Teorinya mengenai norma-norma sosial juga problematis, barangkali lebih dari itu,
karena rumit-nya fenomena sentimen 'alamiah' dalam kenyataan empiris. Pandangan-
pandangan Smith sebagian besar tak berlaku, dalam peranan yang dimainkan Allah baik
dalam skema penjelasannya dan dalam etika normatif-nya.
Karl Marx (Teori Konflik)
Landasan Teori
Karl Marx melihat masyarakat manusia sebagai sebuah proses perkembangan yang akan
meyudahi konflik melalui konflik. Ia mengantisipasi bahwa kedamaian dan harmoni akan
menjadi hasil akhir sejarah perang dan revolusi kekerasan.
Pendekatan Marx
Pertama-tama Marx adalah seorang positivis. Versi positivisme khusus Marx dinamai
'materialisme sejarah'. Positivisme-nya bersifat historis, dalam arti bahwa generalisasi-
generalisasi ilmiah yang ingin ia tetapkan adalah mengenai arus sejarah manusia. Sejarah
ia percayai sebagai proses evolusi di mana masyarakat melampaui berbagai tahap,
masing-masing tahap menghancurkan dan setelahnya membangun di atas tahap
sebelumnya. Marx menganggap bahwa mungkin meng-identifikasi-kan langkah-langkah
evolusioner ini dan menjelaskan mengapa masyarakat melewati berbagai tahapnya.
Teori Marx tentang Manusia
Marx mengemukakan gagasan bahwa manusia tidak memiliki kodrat yang persis dan
tetap dan ini merupakan pendekatan holistis-nya terhadap penjelasan sosial. Tindakan-
tindakan, sikap-sikap dan kepercayaan-kepercayaan individu tergantung pada hubungan-
hubungan sosialnya dan hubungan sosialnya tergantung pada situasi kelasnya dan
struktur ekonomis masyarakatnya. Oleh karena itu, kodrat manusia bersifat sosial dalam
arti bahwa manusia tak memiliki kodrat lepas dari apa yang diberikan oleh posisi
sosialnya.
Teori Marx tentang Masyarakat
Dalam teori tentang masyarakat ini, Marx menyebut bahwa masyarakat ibarat sebuah
kekuatan produksi. Dengan melihat kemampuan dan potensi manusia, ia menyimpulkan
bahwa manusia merupakan suatu sumber tenaga untuk melakukan suatu kegiatan atau
pekerjaan.
Implikasi-Implikasi Praktis
Ilmplikasi-implikasi teori Marx tentang masyarakat pada dasarnya berhubungan sebab-
akibat. Dengan menelanjangi mekanisme-mekanisme yang berlangsung di dalam
ekonomi kapitalis Marx merasa mampu meramalkan keruntuhannya yang segera
menyonsong. Selain itu, dilihat dari teorinya tentang produksi pabrik dan stabilitas sistem
Implikasi-Implikasi Praktis
Telaah Durkheim terhadap tatanan sosial dan khususnya dengan disintegrasi masyarakat-
masyarakat yang bercirikan pembagian kerja yang dipaksakan dilukiskan dengan
pandangannya dalamS u i c i d e tentang apa yang terjadi kalau kekuatan penata masyarakat
hancur. Implikasi praktis dariS u i c i d e searah dengan Division of Labour di mana ia persis
mencapai kesimpulan yang sama mengenai kebutuhan akan penataan organis untuk
membendunga n o m ie.
Penilaian dan Kritis terhadap Durkheim
Durkheim merangsang penilaian kritis tidak semata-mata sebagai seorang filsuf yang
merekomendasikan sebuah pendekatan metodologis khusus terhadap studi sosial, tetapi
juga menurut standar-standar khusus terhadap studi sosial, tetapi juga menurut standar-
standar empiris yang ditemukannya sendiri. sebagai seorang empiris praktis dia tak bisa
menutup bahannya terhadap prosedur-prosedur pengujian ilmiah.
Max Webber (Teori Tindakan)
Landasan Teori
Bagi Webber ciri yang mencolok dari hubungan-hubungan sosial adalah kenyataan
bahwa hubungan-hubungan tersebut bermakna bagi mereka yang mengambil bagi di
dalamnya. Dia percaya bahwa kompleks hubungan-hubungan sosial yang menyusun
sebuah masyarakat dapat dimengerti hanya dengan mencapai sebuah pemahaman
mengenai segi-segi subjektif dari kegiatan-kegiatan antarpribadi dari para anggota
masyarakat itu. Oleh karena itu, melalui analisis atas berbagai macam tindakan manusia
lah, kita memperoleh pengetahuan mengenai ciri dan keanekaragaman masyarakat
manusia.
Pendekatan Webber
Webber mendefinisikan sosiologi sebagai sebuah ilmu yang mengusahakan pemahaman
interpretatif mengenai tindakan sosial agar dengan cara itu dapat menghasilkan sebuah
penjelasan kausal mengenai pelaksanaan dan akibat-akibatnya. Webber membedakan
tindakan dari tingkah laku pada umumnya dengan mengatakan bahwa sebuah gerakan
bukanlah sebuah tindakan kalau gerakan itu tidak memiliki makna subjektif untuk orang
yang bersangkutan. Ini menunjukkan bahwa seorang pelaku memiliki sebuah kesadaran
akan apa yang ia lakukan yang bisa dianalisis menurut maksud-maksud, motif-motif dan
perasaan-perasaan sebagaimana mereka alami.
Teori Webber tentang Manusia.
Teori Weber tentang manusia didasarkan pada penciriannya ada empat jenis tindakan
manusia yaitu: tindakan rasional tujuan, rasional nilai, tindakan emosional, dan
tindakan tradisional. Keempat tindakan ini merupakan cara para individu memaknai
tindakannya. Oleh karena itu manusia adalah suatu makhluk religius dalam arti bahwa
bahkan kegiatan-kegiatan ekonomisnya mengandaikan pandangan dunia umum tertentu
yang ia
pakai
untuk
membuat
kehidupa
n dapat
dipahami
.
Teori
Webber
tentang
Masyara
kat
Analisis
Webber
tentang
masyarak
at dapat
diambil
dari
gagasan
idealnya
tentang
tindakan
individua
l. Setiap
individu
yang
berusaha
mewujud
kan
kehendak
nya akan
mengala
mi
bentroka
n dalam
realisasi
tindakan
nya.
Sehingga
sebagai
keseluru
han dari
individu
tadi
masyarak
at adalah
sebuah
keseimba
ngan
yang
komplek
s dari
kelompo
k-
kelompo
k yang
bertentan
gan.
Implikasi
-
Implikasi
Praktis
Webber
mengusa
hakan
penelusu
ran
perkemb
angan
kapitalis
me
modern
melalui
pengaruh
gagasan-
gagasan
religius,
pandanga
nnya
mengena
i
rutinisasi
kharisma
,
pemusata
n
dirinya
pada tipe
ideal
organisas
i
birokrati
s rasional
yang
khas bagi
negara-
negara
kapitalis
modern.
Kritik
dan
Penilaian
terhadap
Webber
Kritik
evaluatif
atas
Webber
cenderun
g
berpusat
pada
tuduhan
bahwa
dengan
menekan
kan
peranan
nilai-
nilai
yang
sangat
relativisti
s dari
asal-usul
kharisma
tis, ia
membuk
a jalan
untuk
gerakan-
gerakan
yang
khas
politis
modern,
seperti
fasisme,
yang
menyeba
rkaluaska
n
organisas
i efisien
yang
menyeba
rkan ciri-
ciri
irasional.
Alfred
Schutz
(Pendeka
tan
Fenomen
ologi)
Landasan
Teori
Analisis-
analisis
Schutz
bersifat
radikal
dalam
arti
menolak
banyak
penganda
ian
ortodoksi
'fungsion
alisme-
struktura
l' yang
berkuasa,
cap yang
diberikan
kepada
sintesis
Talcott
Parsons
atas
organism
e
Durkhei
m dan
teori
tindakan
sosial
Weber.
Pendekat
an
Schutz
Schutz
memakai
apa yang
ia
anggap
sebagai
piranti-
piranti
filsafat
fenomen
ologis
Edmund
Husserl.
Metode
ini
adalah
memerik
sa dan
mengana
lisis
kehidupa
n
batiniah
individu,
yakni
pengala
man-
pengala
mannya
mengena
i
fenomen
a atau
penampa
kan-
penampa
kan
sebagaim
ana
terjadi
dalam
apa yang
kadang
disebut
'arus
kesadara
n'.
Teori
Schutz
tentang
Manusia
Schutz
meletakk
an
hakikat
kondisi
manusia
dalam
pengala
man
subjektif
dalam
bertindak
dan
mengam
bil sikap
terhadap
'dunia-
kehidupa
n' sehari-
hari.
Baginya,
inilah
sebuah
dunia
kegiatan
praktis.
Teori
Schutz
tentang
Masyara
kat
Sebuah
masyarak
at adalah
sebuah
komunita
s
linguistik
.
Masyara
kat
berada
melalui
simbol-
simbol
timbal-
balik.
Oleh
karena
itu
kesadara
an
sehari-
hari
adalah
kesadara
n
sosial
atau
kesadara
n yang
diwarisk
an secara
sosial
mengena
i
masyarak
at. Dinia-
kehidupa
n
individu
lalu
merupak
an
sebuah
dunia
'inter-
subjektif'
dengan
makna-
makna
bersama
dan rasa
ketermas
ukan ke
dalam
sebuah
kelompo
k

Anda mungkin juga menyukai