Anda di halaman 1dari 24

 

RANULA

Disusun oleh :

AYU

406100035

Fakultas Kedokteran
Kedokteran
Universitas Tarumanagara
Tarumanagara
Jakarta
2010

 RANULA
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik 
Bagian Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut
Rumah Sakit Daerah Swadana Kudus

Pembimbing

drg. Sam Permanatrini

Disusun oleh :

AYU

406100035

Fakultas Kedokteran
Kedokteran
Universitas Tarumanagara
Tarumanagara
Jakarta
2010
LEMBAR PENGESAHAN
 RANULA

Dipersiapkan dan disusun oleh :

Ayu

406100035

Telah diuji tanggal : 27 Oktober 2010

Pembimbing

drg. Sam Permanatrini

Penguji Penguji

drg. Malia Rustini, Sp.Ort drg. Siti Rochani

Kudus, 27 Oktober 2010


Bagian Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut
Rumah Sakit Daerah Swadana Kudus

KATA PENGANTAR 
Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Karena dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat berjudul
“ Ranula” ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Rumah Sakit Umum
Daerah kabupaten Kudus, khususnya drg. Sam Permanatrini, drg. Siti Rochani,
dan drg. Malia Rustini Sp.Ort selaku pembimbing kepaniteraan Ilmu Penyakit
Gigi dan Mulut yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan
  bimbingan, nasehat, petunjuk serta bantuan sehingga referat ini dapat tersusun
dengan baik. Penulis berharap ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat bagi
 penulis, baik di siklus kepaniteraan selanjutnya maupun dalam praktik sehari-hari
di kemudian hari. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh perawat
dan staf terkait.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan referat ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga referat
ini dapat memberikan informasi bagi para pembaca.

Kudus, 16 Oktober 2010

Penulis

DAFTAR ISI
COVER ………………………………………………………………….... i
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………......... ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………...... iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN ………………...........………………………..... 1
A. Definisi ………………………………………………………….. 1
B. Tinjauan Pustaka ………………………………………………... 1
C. Klasifikasi Ranula ………………………………………………. 3
D. Prevalensi ……………………………………………………….. 4
E. Permasalahan ……………………………………………………. 4
BAB II PEMBAHASAN ……………………………......……………….... 5
A. Etiologi dan Patofisiologis Ranula ……………………………… 5
B. Gambaran Klinis Ranula ………………………………………... 6
C. Diagnosis Ranula ………………………………………………... 7
D.  Differential Diagnosis Ranula …………………………………... 8
E. Penatalaksanaan Ranula ………………………………………… 14
BAB III KESIMPULAN ………………………………………….............. 16
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 18

BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
 Ranula adalah bentuk kista akibat obstruksi  glandula   saliva mayor 
yang terdapat pada dasar mulut. Dan akan berakibat pembengkakan di bawah
lidah yang berwarna kebiru-biruan (drg. Sugito, MH).
 Ranula merupakan fenomena retensi duktus pada  glandula
 sublingualis (yang kadang-kadang menunjukkan adanya lapisan epitel),
dengan gambaran khas pada dasar mulut. Mukosa di atasnya terlihat tipis,
meregang, dan hampir transparan. Pembesaran yang disebabkan oleh cairan
ini kadang menyebabkan terangkatnya lidah khususnya pada anak-anak 
(Gordon W. Pedersen).
 Ranula berasal dari kata latin :  Rana, yang berarti katak. Dinamakan
ranula , karena ranula tersebut menonjol mirip perut katak. Bila kista tersebut
menjadi sangat besar pada dasar mulut, suara penderita dapat menjadi
“croacking” seperti suara katak (Aswin Rahardja).
Istilah ranula digunakan untuk menggambarkan mucocele yang timbul
 pada dasar mulut. Biasanya unilateral  dan menyebabkan pembengkakan biru
translusens yang mirip dengan perut katak (Mervyn Shear).

B. Tinjauan Pustaka
Rongga mulut setiap harinya dibasahi oleh 1000 hingga 1500 ml
 saliva . Kesehatan lapisan mukosa mulut dan  faring  serta fungsi penguyahan,
deglutisi (proses pencernaan makanan sejak masuk ke rongga mulut hingga
mencapai esophagus ), bergantung pada cukupnya aliran  saliva . Saliva berasal
dari 3 pasang  glandula  saliva mayor, yaitu  glandula  parotis ,  glandula
 sublingualis dan  glandula  submandibularis, dan sejumlah   glandula saliva
minor  pada mukosa dan  submukosa bibir,  palatum dan lidah (Gordon W.
Pedersen).
Glandula parotis terletak pada bagian samping, di atas musculus
masseter. Ductus parotis, misalnya ductus stensen , dengan panjang 5 sampai 6
cm, bermula dari aspek  anterior  glandula , melintasi masseter , menembus
musculus buccinators , dan memasuki rongga mulut pada regio molar pertama
atau molar kedua rahang atas (Gordon W. Pedersen).
Glandula  submandibularis terletak di bawah corpus mandibula dan
menempati segitiga yang dibentuk oleh venter posterior  dan anterior musculi
digastrici .  Ductus-nya keluar dari perluasan  glandula  submandibularis yang
melintasi batas  posterior  dari musculus mylohyoideus dan memasuki rongga
atau ruang  sublingual .  Ductus Wharton dengan panjang kurang lebih 6 cm,
melintas di bagian anterior  dan berakhir dalam lubang saluran di dasar mulut,
tepat di samping frenulum lingualis (Gordon W. Pedersen).
Glandula  sublingualis menempati rongga  sublingual  bagian anterior 
dan karena itu hampir memenuhi dasar mulut. Aliran dari  sublingualis
memasuki rongga mulut melalui sejumlah muara yang terdapat sepanjang
 plica sublingualis , yaitu suatu lingir mukosa anteroposterior  di dasar mulut
yang menunjukkan alur dari ductus submandibularis , atau melalui ductus
utama (yaitu ductus Bartholin ) yang berhubungan dengan ductus
 submandibularis (Gordon W. Pedersen).
Glandula  saliva minor  terletak dalam jumlah besar pada  submukosa
atau mukosa bibir, permukaan lidah bagian bawah, bagian  posterior palatum
durum dan mukosa bukal  (Gordon W. Pedersen).
Dalam keadaan normal  glandula  saliva ini terus menerus
mengeluarkan  saliva melalui saluran yang bermuara di dalam rongga mulut
sesuai dengan kebutuhan. Bilamana karena suatu sebab, terjadi hambatan
maupun penyumbatan baik sebagian maupun total, maka akan terjadi
 bendungan atau  stagnasi saliva yang merupakan retensi saliva dan pada suatu
saat akan berubah menjadi kista (drg. Iskandar Atmadja).
Mengingat kista ini terjadinya karena retensi saliva di dalam saluran
 saliva yang abnormal , maka kista jenis ini digolongkan sebagai kista retensi.
Bila terjadi pada ductus  glandula saliva mayor , kista ini disebut ranula (drg.
Iskandar Atmadja).

C. Klasifikasi  Ranula

 Ranula diklasifikasikan menjadi 2 tipe, yaitu :


1.  Ranula superficial atau simple ranula
Merupakan kista retensi yang sesungguhnya. Besarnya terbatas pada
dataran oral musculus mylohyoideus (Aswin Rahardja).
Tampak sebagai suatu pembengkakan lunak, dapat ditekan, timbul dari
dasar mulut. Kista ini dindingnya dilapisi epitel dan terjadi karena
obstruksi ductus glandula saliva (Robert P. Langlais & Craig S. Miller).

Gambar Simple Ranula

2.  Ranula dissecting atau plunging ranula atau ranula profunda

Merupakan pseudokista , terjadinya karena ekstravasasi (kebocoran) saliva


 pada jaringan, pada sepanjang otot dan lapisan  fasia dasar mulut dan leher.
 Ekstravasasi (kebocoran) tersebut disebabkan karena trauma yang kecil,
dimana tidak pernah diingat oleh penderita (Aswin Rahardja).
Kista ini menerobos di bawah musculus mylohyoideus dan menimbulkan
 pembengkakan  submental . Kista jenis ini dindingnya tidak dilapisi epitel
(Robert P. Langlais & Craig S. Miller).

Gambar Plunging ranula

D. Prevalensi
 Ranula dapat terjadi pada semua umur dan lebih sering terjadi pada
wanita daripada pria (drg. Iskandar Atmadja).
 Ranula jarang sekali terjadi. Dalam salah satu penelitian terhadap 1303
kista pada  glandula  saliva , hanya ada 42 ranula yang terjadi. Perbandingan
laki-laki dan perempuan dalam hal terjadinya ranula adalah 1:1,3. Umumnya
yang sering terkena pada dekade kedua dan ketiga kehidupan, dengan rentang
usia 3-61 tahun (Ryan L Van De Graaff).

E. Permasalahan
Telah diketahui bahwa ranula adalah kista retensi glandula saliva atau
kelenjar liur. Agar diagnosa dan penatalaksanaannya benar, hal-hal yang perlu
diketahui dan menjadi permasalahan adalah apakah etiologi dan bagaimana
 patofisiologi ranula ? Bagaimana gambaran klinis, cara menegakkan diagnosis,
differential diagnosis serta penatalaksanaan ranula ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Etiologi dan Patofisiologi  Ranula

 Ranula telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Banyak teori yang
diajukan untuk mengetahui asalnya.  Hippocrates dan Celcius mengatakan
 bahwa kista berasal dari proses inflamasi yang sederhana.  Pare mensugestikan
 berasal dari  glandula  pituitary yang menurun dari otak ke lidah. Ada juga
yang mensugestikan bahwa kista tersebut berasal dari degenerasi myxomatous
 glandula  saliva . Teori yang terakhir mengatakan bahwa kista terjadi karena
Obstruksi ductus  saliva dengan pembentukan kista atau ekstravasasi
(kebocoran)  saliva pada jaringan yang disebabkan karena trauma. Obstruksi
ductus tersebut dapat disebabkan karena calculus atau infeksi (Aswin
Rahardja).
Pada tahun 1973 Roediger dan rekannya dapat membuktikan bahwa
terjadinya ranula oleh adanya penyumbatan ductus glandula saliva sehingga
terjadi penekanan sepanjang dinding saluran. Bila ada daerah yang lemah akan
  pecah dan terjadi lagunar  (bulatan-bulatan kecil), yang merupakan retensi
 saliva yang lambat laun menjadi kista ekstravasasi (kebocoran) pada ductus
 glandula  sublingualis atau  submandibularis , yang kadang-kadang dapat
ramifikasi (percabangan) secara difus ke leher (Mervyn shear).
Menurut Robert P. Langlais & Craig S. Miller,  Ranula terbentuk 
sebagai akibat terhalangnya ductus saliva yang normal melalui ductus
ekskretorius mayor  yang membesar atau terputus dari  glandula  sublingualis
(ductus Bartholin ) atau glandula submandibularis (ductus Wharton ), sehingga
melalui rupture ini saliva keluar menempati jarigan disekitar ductus tersebut.
Walau terjadinya ranula yang ditulis dalam literature hingga saat ini
masih simpang siur, namun diperkirakan karena :
1. Adanya penyumbatan sebagian atau total sehingga terjadi retensi saliva
 sublingualis atau submandibularis
2. Karena suatu trauma
3. Adanya peradangan atau myxomatous degenerasi ductus glandula
 sublingualis
(drg. Iskandar Atmadja).

B. Gambaran Klinis  Ranula

Tanda dan Gambaran Klinis ranula adalah sebagai berikut :


• Adanya benjolan simple pada dasar mulut, mendorong lidah ke atas.

Gambar Ranula besar yang mengangkat lidah

• Umumnya unilateral , jarang bilateral .


• Benjolan berdinding tipis transparan, berwarna biru kemerah-merahan.
• Benjolan tumbuh lambat, gambaran seperti perut katak.

Gambar Ranula seperti mata katak

• Pembengkakan selain intra oral dapat juga extra oral.


•  Tidak ada rasa sakit kecuali meradang atau infeksi.
• Bila benjolan membesar dapat mengganggu bicara, makan
maupun menelan.
• Benjolan oleh karena suatu sebab dapat pecah sendiri,
cairan keluar, mengempes kemudian timbul atau kambuh
kembali.
• Pada simple ranula benjolan terletak superficial sedangkan
  plunging ranula benjolan terletak lebih dalam, bisa
menyebar ke dasar otot mylohyoid , daerah submandibular ,
ke leher bahkan ke mediastinum
(drg. Iskandar Atmadja).

C. Diagnosis Ranula
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis ranula :
1. Melakukan anamnesa lengkap dan cermat
• Secara visual 
•  Bimanual  palpasi intra dan extra oral 
•  Punksi dan aspirasi
2. Melakukan pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan radiologis dengan kontras media, tanpa
kontras media tidak berguna
• Pemeriksaan mikroskopis , pemeriksaan biopsi
(drg. Iskandar Atmadja)
Simple Ranula gambaran kliniknya relatif lebih khas sehingga
diagnosa mudah ditegakkan. Tampak sebagai suatu tonjolan berdinding tipis,
licin, kebiruan dan transparan. Pada  palpasi terasa lunak dan  fluktuasi . Kista
ini terletak dibawah lidah, pada bagian depan mulut (Aswin Rahardja).
  Plunging ranula lebih sulit menegakkan diagnosanya, karena
gambarannya mirip dengan banyak struktur  kistik  atau pembengkakan
 glandula yang lain pada leher. Tidak ada tes diagnostik  khusus untuk 
membedakan lesi-lesi tersebut. Maka diagnosa   plunging ranula hanya
tergantung pada adanya hubungan anatomi kista dengan  glandula saliva dan
gambaran histopatologis dinding kista sesudah eksisi (Quick & Lowell, 1977).
Gambaran histopatologis   simple ranula yaitu dinding kista dilapisi
epitel, sedangkan  plunging ranula dinding kista tanpa dilapisi epitel (Aswin
Rahardja).

D. Differential Diagnosis Ranula


1. Differential Diagnosis  Ranula superficial atau simple ranula
a. Batu kelenjar liur (Sialolith )
Pembentukan batu terjadi karena pengerasan kompleks kalsium
di dalam   glandula saliva yang dapat menyumbat ductus saliva
sehingga menyebabkan pembengkakan di dasar mulut. Penyumbatan
aliran  saliva oleh batu akan mengakibatkan pembengkakan dasar 
mulut yang keras, nyeri dan sakit (Robert P. Langlais & Craig S.
Miller).
Gejala klinis yang khas adalah rasa sakit yang hebat pada saat
makan, menelan dan disertai adanya pembengkakan  glandula  saliva
dan sangat peka jika di  palpasi. (Dona Sari Nasution).

Gambar  Sialolith

b. Kista Dermoid 

Terjadi akibat pembengkakan jaringan lunak yang berasal dari


degenerasi kistik  dari epitel  yang terjebak selama perkembangan
embrionik . Kista dermoid  dapat dijumpai di mana saja di kulit, tetapi
mempuyai kecenderungan timbul di dasar mulut. Secara klasik tampak 
seperti kubah, tidak sakit, muncul di dasar mulut. Mukosa di atasnya
merah muda, lidah sedikit terangkat dan  palpasi memberi konsistensi
seperti adonan. Pasien mengeluh sukar makan dan bicara (Robert P.
Langlais & Craig S. Miller).

Gambar Kista dermoid

c. Hemangioma

 Hemangioma adalah tumor jinak  vaskuler  yang sering terjadi


  pada rongga mulut. Etiologinya diduga berhubungan dengan
abnormalitas proliferasi dari sel-sel endotelium (Steven Brett Sloan).

Gambaran  Hemangioma menyerupai kista ranula yang


menunjukkan adanya pembuluh darah (Gordon W. Pedersen).
Gambar  Hemangioma

2.   Differential Diagnosis Ranula dissecting atau plunging ranula atau ranula


 profunda
a. Laryngocele
 Laryngocele adalah penonjolan selaput lendir  laring  (kotak 
suara). Terjadi karena tekanan intralaringeal  meningkat.  Laryngocele
yang menonjol ke arah luar ( Laryngocele eksterna ) menyebabkan
 benjolan di leher. Penderita juga bisa mengalami disfagia (gangguan
menelan), batuk atau merasakan adanya sesuatu di tenggorokannya.
Pada CT scan,  Laryngocele tampak licin dan berbentuk seperti telur.
(Raden Fahmi).

b. Sialadenitis
Terjadi karena peradangan dari  glandula  saliva dengan
gambaran klinis :

• Malnutrition

• Mulut terasa kering


• Rasa sakit pada mulut atau wajah, terutama ketika makan

• Kulit kemerahan di samping wajah atau leher 

• Pembengkakan pada wajah terutama di depan telinga, di bawah


rahang, atau di bawah lidah.

(damayanti,dkk)

Gambar Sialadenitis

c. Cystic Hygroma
Terjadi karena anomali kongenital limfatik . Cystic Hygroma
cenderung di bawah musculus mylohyoideus dan dapat melibatkan
segitiga anterior  dan  posterior  dari leher. Kista biasanya besar, halus
dan berdinding tebal, berwarna pucat, serta transiluminasi (berkas
chaya akan melewati cairan). Perlu diketahui bahwa kulit di atas kista
kadang-kadang berwarna kebiruan.
(Jason L Acevedo & Rahul K Shah).

Gambar Cystic Hygroma

d.  Abses leher 
 Abses leher merupakan kumpulan nanah dari infeksi di ruang
antara struktur leher. Terjadi karena infeksi bakteri atau virus dikepala
atau leher.
Gejala yang ditimbulkan yaitu :
a. Demam
 b. Merah, bengkak tenggorokan, sakit, kadang-kadang hanya satu
sisi.
c. Tonjolan di bagian belakang tenggorokan
d. Nyeri leher 
e. Sakit telinga
f. Tubuh sakit
g. Panas dingin
h. Kesulitan menelan, berbicara atau bernapas
(Anonim, http://www.chp.edu)

Gambar  Abses leher 

e.  Ductus Thyroglossal Cyst 


Kista ini biasanya terletak di garis tengah leher. Ditandai
dengan terabanya massa leher yang membesar dan tidak menimbulkan
rasa tertekan di tempat timbulnya kista. Konsistensi massa teraba
kistik, berbatas tegas, bulat, mudah digerakkan, tidak nyeri, warna
sama dengan kulit sekitarnya dan bergerak saat menelan atau
menjulurkan lidah. Diameter kista berkisar antara 2-4 cm, kadang-
kadang lebih besar. Bila terinfeksi, benjolan akan terasa nyeri.
Beberapa orang mengeluh nyeri saat menelan dan kulit di atasnya
 berwarna merah
(Anonim, http://www.kesimpulan.com).
Gambar  Ductus Thyroglossal Cyst 

f. Kista Kelenjar  Paratiroid  atau Tiroid 


Kista ini berisi cairan bening atau darah dan biasanya
  bermanifestasi sebagai massa leher tanpa gejala. Epitel kista ini
 berbentuk kubus atau kolumnar (Sachin Wani & Ziyun Hao) .

Gambar Kista Tiroid 

 g. Cervical Thymic Cyst 


Lesi dari mediastinum anterior  leher. Gejala utamanya adalah
kesulitan menelan dan bernafas. Tanda yang paling sering ditemukan
adalah adanya massa di leher bagian lateral.
(Anonim, http://www.surgical-pathology.com)

Gambar Cervical Thymic Cyst 

h. Pleomorphic adenoma
Tumor kelenjar liur jinak yang paling umum. Meskipun
  pleomorphic adenoma paling sering terjadi pada kelenjar  parotis ,
tumor ini kemungkinan juga ditemukan dalam kelenjar liur 
 submandibularis ,  sublingualis . Gambaran tumor biasanya mulus,
tetapi kadang-kadang muncul nodul di sepanjang permukaan tumor 
(Andrew L Wagner).

Gambar  Pleomorphic adenoma

E. Penatalaksanaan  Ranula
Dalam kasus ranula , ahli bedah mulut dapat merekomendasikan
marsupialisasi atau eksisi, dimana ranula diincisi untuk membuat outlet  pada
kista retensi kelenjar liur sehingga cairan dapat dikeluarkan (S. E. Smith).
Berikut ini penjelasan tentang prosedur  marsupialisasi serta
komplikasi yang ditimbulkan.
1. Tehnik Operasi :
a. Menjelang operasi
• Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan
operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan
tandatangan persetujuan dan permohonan dari penderita untuk 
dilakukan operasi. ( Informed consent ).
• Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan
operasi.
• Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi.
• Antibiotika  profilaksis , Cefazolin atau Clindamycin
kombinasi
dengan Garamycin, dosis menyesuaikan untuk  profilaksis.
 b. Tahapan operasi
• Dilakukan dalam kamar operasi, penderita dalam narkose umum
dengan intubasi nasotrakheal kontralateral  dari lesi, atau kalau
kesulitan bisa orotrakeal  yang diletakkan pada sudut mulut serta
 fiksasi -nya kesisi kontralateral , sehingga lapangan operasi bisa
 bebas.
• Posisi penderita telentang sedikit “head-up ” (20-25 0 ) dan kepala
menoleh kearah kontralateral, ekstensi (perubahan posisi kepala
setelah didesinfeksi ).
•   Desinfeksi intraoral dengan Hibicet  setelah dipasang tampon steril di
orofaring.
•  Desinfeksi lapangan operasi luar dengan  Hibitane-alkohol 70%
1:1000
• Mulut dibuka dengan menggunakan  spreader  (alat pembuka) mulut,
untuk memudahkan mengeluarkan lidah maka bisa dipasang teugel 
(alat penyangga) untuk pada lidah dengan benang sutera 0/1.
• Lakukan eksisi bentuk elips pada mukosa dasar mulut dan pilih
yang paling sedikit vaskularisasi -nya, kemudian rawat perdarahan
yang terjadi, lakukan  sondase atau  palpasi, sebab kadang ada
 sialolithiasis , atau sebab lain sehingga menimbulkan sumbatan pada
saluran kelenjar liur  sublingual . Tepi eksisi dijahit dengan Dexon 0/3
agar tidak menutup lagi.
• Apabila masih teraba kista maka bisa dilakukan memecahkan septa
yang ada sehingga isinya bisa ter- drainase . Pada kista yang cukup
  besar setelah dievaluasi tidak ada kista lagi maka bisa dipasang
tampon pita sampai keujungnya dipertahankan sampai 5 hari sebagai
tuntunan epitelialisasi  pada permukaan kista tadi dan tidak  obliterasi
lagi.
• Apabila didapat sebagian ranula dibawah musculus mylohyoid , maka
memerlukan pendekatan yang lebih bagus dari ekstra oral . Dan yang
  perlu diperhatikan adalah nervus hipoglossus, nervus lingualis .
Evaluasi ulang untuk perdarahan yang terjadi.
• Lapangan operasi dicuci dengan kasa- PZ  steril, luka operasi yang
diluar ditutup dengan kasa steril dan di hipafiks (perekat).
• Tampon orofaring  diambil, sebelum ekstubasi .
(Anonim, http://bedahunmuh.wordpress.com)

2. Komplikasi operasi yang dapat terjadi, yaitu :


a. Perdarahan
b. Kerusakan nervus hipoglosus atau nervus
lingualis
c. Infeksi
d.   Fistel orokutan pada operasi yang
 pendekatannya intra dan extra oral 
e. Residif  
 Residif  ketika kelenjar  saliva yang terlibat tidak terpotong mecapai
50%. Angka ini menurun jika kelenjar  saliva tersebut dipotong.
(Ryan L Van De Graaff; Anonim, http://bedahunmuh.wordpress.com)
Pada pasien langka yang tidak dapat mentoleransi pembedahan, terapi
radiasi adalah terapi alternatif. (Ryan L Van De Graaff).

BAB III
KESIMPULAN

 Ranula merupakan suatu kista retensi dengan gambaran khas pada dasar 
mulut.
Dikenal dua tipe klinik  ranula , yaitu ”ranula superficial” atau “simple
ranula” dan “plunging ranula” atau “ranula dissecting” atau “ranula
 profunda”. Simple ranula letaknya terbatas pada dataran oral musculus
mylohyoideus , sedangkan   plunging ranula menerobos di bawah musculus
mylohyoideus dan bisa menyebar ke daerah submandibular , ke leher
bahkan ke mediastinum
 Ranula terbentuk sebagai akibat terhalangnya ductus glandula saliva
mayor , bisa akibat dari penyumbatan, trauma atau adanya peradangan.
Gambaran klinis ranula yaitu adanya benjolan  simple pada dasar mulut
 berwarna biru kemerah-merahan, berdinding tipis transparan, gambaran seperti
  perut katak. Tidak ada rasa sakit kecuali meradang atau infeksi. Bila benjolan
membesar dapat menganggu bicara, makan maupun penelanan. Pada simple
ranula benjolan terletak superficial sedangkan pada  plunging
ranula benjolan terletak lebih dalam sehingga dapat menimbulkan
 pembengkakan submental 
Untuk menegakkan diagnosis ranula perlu dilakukan beberapa langkah
yaitu anamnesa lengkap dan cermat secara visual, bimanual palpasi intra dan
extra oral , punksi dan aspirasi . Kemudian dilakukan juga pemeriksaan penunjang
yang terdiri dari pemeriksaan radiologis dan mikroskopi s untuk mendukung
diagnosis ranula .
Differential Diagnosis  Ranula superficial atau simple ranula :
1. Batu kelenjar liur (Sialolith )
2. Kista dermoid 
3. Hemangioma
  Differential Diagnosis Ranula dissecting atau plunging ranula atau ranula
 profund  :
1. Laryngocele
2. Sialadenitis
3. Cystic Hygroma
4.  Abses leher 
5.  Ductus Thyroglossal Cyst 
6. Kista Kelenjar  Paratiroid  atau Tiroid 
7. Cervical Thymic Cyst 
8. Pleomorphic adenoma
Penatalaksanaan ranula   biasanya dilakukan tindakan bedah yang
dinamakan marsupialisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Acevedo, Jason L; Shah, Rahul K. Cystic Hygroma. Diakses tanggal 6 Oktober 


2010. Online: www.emedicine.medscape.com

Anonim. 2004. Cervical Thymic Cyst. Diakses tanggal 5 Oktober 2010. Online:
http://www.surgical-pathology.com.

Anonim. 2008.   Neck abscess. Diakses tanggal 5 Oktober 2010. Online: .


http://www.chp.edu/CHP/P02051.

Anonim. 2009.  Kista Duktus Tiroglosus . Diakses tanggal 6 Oktober 2010. Online:
http://www.kesimpulan.com/2009/05/kista-duktus-tiroglosus.html.

Anonim. 2010.   Eksisi dan Marsupialisasi Ranula. Diakses tanggal 7 Oktober 


2010. Online: http://www.bedahunmuh.wordpress.com.
Atmadja, Iskandar. Marsupialisasi Ranlula. Forum Ilmiah 1984 FKG Universitas
Trisakti. Jakarta. 1984. h: 567-569.

Damayanti; Husodo, Noto; Setijono.  Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut . Jakarta.

Fahmi, Raden. 2010.  Laringokel. Diakses tanggal 6 Oktober 2010. Online:


http://community.um.ac.id/showthread.php?61160-Laringokel.

Graaff, Ryan L Van De. 2010.  Ranulas and Plunging Ranulas . Diakses tanggal 6
oktober 2010. Online: http://www.emedicine.com.

Langlais, Robert P; Mille, Craig S.  Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut Yang 
 Lazim . Hipokrates. Jakarta. 1984. h: 40.

 Nasution, Dona Sari. 2008.  Dukungan Radiografi Dalam Menegakkan Diagnosa


Sialolitiasis Pada Anak-Anak . Diakses tanggal 7 Oktober 2010. Online:
http://www.repository.usu.ac.id/handle/123456789/7972.

Pedersen, Gordon W.  Buku Ajar Praktis Bedah Mulut . EGC. Jakarta. 1996. h:
279-280, 284-289.

Quick, AC; Lowell, SH. 1977.  Ranula and the Sublingual salivary glands ,. Arch.
Otolaryngol 103 : 397-400.

Rahardja, Aswin.   Dua Tipe Ranula: Diagnosis dan Terapi. Kongres Nasional
xvii. Ujung Pandang. 1989. h: 567-568.

Shear, Mervyn. Kista Rongga Mulut . Edisi ke-2. EGC. Jakarta. 1998. h: 196-197.

Sloan, Steven Brett. 2010. Oral hemangioma. Diakses tanggal 8 Oktober 2010.
Online: http://www.emedicine.medscape.com.

Smith, S E. 2010. What is Ranula . Diakses tanggal 7 Oktober 2010. Online:


http://www.wisegeek.com.

Sugito, MH. Kista . Dental Study Club. FKG. UGM. Jogjakarta. 1981. h: 6.

Wagner, Andrew L. 2010.   Pleomorphic Parotid Adenoma Imaging . Diakses


tanggal 8 Oktober 2010. Online: http://www.emedicine.com.

Wani, Sachin; Hao, Ziyun. 2005.  Atypical cystic adenoma of the parathyroid 
 gland. Diakses tanggal 7 Oktober 2010. Online: http://www.medscape.com.

Anda mungkin juga menyukai