RANULA
Disusun oleh :
AYU
406100035
Fakultas Kedokteran
Kedokteran
Universitas Tarumanagara
Tarumanagara
Jakarta
2010
RANULA
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut
Rumah Sakit Daerah Swadana Kudus
Pembimbing
Disusun oleh :
AYU
406100035
Fakultas Kedokteran
Kedokteran
Universitas Tarumanagara
Tarumanagara
Jakarta
2010
LEMBAR PENGESAHAN
RANULA
Ayu
406100035
Pembimbing
Penguji Penguji
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Karena dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat berjudul
“ Ranula” ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Rumah Sakit Umum
Daerah kabupaten Kudus, khususnya drg. Sam Permanatrini, drg. Siti Rochani,
dan drg. Malia Rustini Sp.Ort selaku pembimbing kepaniteraan Ilmu Penyakit
Gigi dan Mulut yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan, nasehat, petunjuk serta bantuan sehingga referat ini dapat tersusun
dengan baik. Penulis berharap ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat bagi
penulis, baik di siklus kepaniteraan selanjutnya maupun dalam praktik sehari-hari
di kemudian hari. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh perawat
dan staf terkait.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan referat ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga referat
ini dapat memberikan informasi bagi para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER ………………………………………………………………….... i
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………......... ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………...... iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN ………………...........………………………..... 1
A. Definisi ………………………………………………………….. 1
B. Tinjauan Pustaka ………………………………………………... 1
C. Klasifikasi Ranula ………………………………………………. 3
D. Prevalensi ……………………………………………………….. 4
E. Permasalahan ……………………………………………………. 4
BAB II PEMBAHASAN ……………………………......……………….... 5
A. Etiologi dan Patofisiologis Ranula ……………………………… 5
B. Gambaran Klinis Ranula ………………………………………... 6
C. Diagnosis Ranula ………………………………………………... 7
D. Differential Diagnosis Ranula …………………………………... 8
E. Penatalaksanaan Ranula ………………………………………… 14
BAB III KESIMPULAN ………………………………………….............. 16
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Ranula adalah bentuk kista akibat obstruksi glandula saliva mayor
yang terdapat pada dasar mulut. Dan akan berakibat pembengkakan di bawah
lidah yang berwarna kebiru-biruan (drg. Sugito, MH).
Ranula merupakan fenomena retensi duktus pada glandula
sublingualis (yang kadang-kadang menunjukkan adanya lapisan epitel),
dengan gambaran khas pada dasar mulut. Mukosa di atasnya terlihat tipis,
meregang, dan hampir transparan. Pembesaran yang disebabkan oleh cairan
ini kadang menyebabkan terangkatnya lidah khususnya pada anak-anak
(Gordon W. Pedersen).
Ranula berasal dari kata latin : Rana, yang berarti katak. Dinamakan
ranula , karena ranula tersebut menonjol mirip perut katak. Bila kista tersebut
menjadi sangat besar pada dasar mulut, suara penderita dapat menjadi
“croacking” seperti suara katak (Aswin Rahardja).
Istilah ranula digunakan untuk menggambarkan mucocele yang timbul
pada dasar mulut. Biasanya unilateral dan menyebabkan pembengkakan biru
translusens yang mirip dengan perut katak (Mervyn Shear).
B. Tinjauan Pustaka
Rongga mulut setiap harinya dibasahi oleh 1000 hingga 1500 ml
saliva . Kesehatan lapisan mukosa mulut dan faring serta fungsi penguyahan,
deglutisi (proses pencernaan makanan sejak masuk ke rongga mulut hingga
mencapai esophagus ), bergantung pada cukupnya aliran saliva . Saliva berasal
dari 3 pasang glandula saliva mayor, yaitu glandula parotis , glandula
sublingualis dan glandula submandibularis, dan sejumlah glandula saliva
minor pada mukosa dan submukosa bibir, palatum dan lidah (Gordon W.
Pedersen).
Glandula parotis terletak pada bagian samping, di atas musculus
masseter. Ductus parotis, misalnya ductus stensen , dengan panjang 5 sampai 6
cm, bermula dari aspek anterior glandula , melintasi masseter , menembus
musculus buccinators , dan memasuki rongga mulut pada regio molar pertama
atau molar kedua rahang atas (Gordon W. Pedersen).
Glandula submandibularis terletak di bawah corpus mandibula dan
menempati segitiga yang dibentuk oleh venter posterior dan anterior musculi
digastrici . Ductus-nya keluar dari perluasan glandula submandibularis yang
melintasi batas posterior dari musculus mylohyoideus dan memasuki rongga
atau ruang sublingual . Ductus Wharton dengan panjang kurang lebih 6 cm,
melintas di bagian anterior dan berakhir dalam lubang saluran di dasar mulut,
tepat di samping frenulum lingualis (Gordon W. Pedersen).
Glandula sublingualis menempati rongga sublingual bagian anterior
dan karena itu hampir memenuhi dasar mulut. Aliran dari sublingualis
memasuki rongga mulut melalui sejumlah muara yang terdapat sepanjang
plica sublingualis , yaitu suatu lingir mukosa anteroposterior di dasar mulut
yang menunjukkan alur dari ductus submandibularis , atau melalui ductus
utama (yaitu ductus Bartholin ) yang berhubungan dengan ductus
submandibularis (Gordon W. Pedersen).
Glandula saliva minor terletak dalam jumlah besar pada submukosa
atau mukosa bibir, permukaan lidah bagian bawah, bagian posterior palatum
durum dan mukosa bukal (Gordon W. Pedersen).
Dalam keadaan normal glandula saliva ini terus menerus
mengeluarkan saliva melalui saluran yang bermuara di dalam rongga mulut
sesuai dengan kebutuhan. Bilamana karena suatu sebab, terjadi hambatan
maupun penyumbatan baik sebagian maupun total, maka akan terjadi
bendungan atau stagnasi saliva yang merupakan retensi saliva dan pada suatu
saat akan berubah menjadi kista (drg. Iskandar Atmadja).
Mengingat kista ini terjadinya karena retensi saliva di dalam saluran
saliva yang abnormal , maka kista jenis ini digolongkan sebagai kista retensi.
Bila terjadi pada ductus glandula saliva mayor , kista ini disebut ranula (drg.
Iskandar Atmadja).
C. Klasifikasi Ranula
D. Prevalensi
Ranula dapat terjadi pada semua umur dan lebih sering terjadi pada
wanita daripada pria (drg. Iskandar Atmadja).
Ranula jarang sekali terjadi. Dalam salah satu penelitian terhadap 1303
kista pada glandula saliva , hanya ada 42 ranula yang terjadi. Perbandingan
laki-laki dan perempuan dalam hal terjadinya ranula adalah 1:1,3. Umumnya
yang sering terkena pada dekade kedua dan ketiga kehidupan, dengan rentang
usia 3-61 tahun (Ryan L Van De Graaff).
E. Permasalahan
Telah diketahui bahwa ranula adalah kista retensi glandula saliva atau
kelenjar liur. Agar diagnosa dan penatalaksanaannya benar, hal-hal yang perlu
diketahui dan menjadi permasalahan adalah apakah etiologi dan bagaimana
patofisiologi ranula ? Bagaimana gambaran klinis, cara menegakkan diagnosis,
differential diagnosis serta penatalaksanaan ranula ?
BAB II
PEMBAHASAN
Ranula telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Banyak teori yang
diajukan untuk mengetahui asalnya. Hippocrates dan Celcius mengatakan
bahwa kista berasal dari proses inflamasi yang sederhana. Pare mensugestikan
berasal dari glandula pituitary yang menurun dari otak ke lidah. Ada juga
yang mensugestikan bahwa kista tersebut berasal dari degenerasi myxomatous
glandula saliva . Teori yang terakhir mengatakan bahwa kista terjadi karena
Obstruksi ductus saliva dengan pembentukan kista atau ekstravasasi
(kebocoran) saliva pada jaringan yang disebabkan karena trauma. Obstruksi
ductus tersebut dapat disebabkan karena calculus atau infeksi (Aswin
Rahardja).
Pada tahun 1973 Roediger dan rekannya dapat membuktikan bahwa
terjadinya ranula oleh adanya penyumbatan ductus glandula saliva sehingga
terjadi penekanan sepanjang dinding saluran. Bila ada daerah yang lemah akan
pecah dan terjadi lagunar (bulatan-bulatan kecil), yang merupakan retensi
saliva yang lambat laun menjadi kista ekstravasasi (kebocoran) pada ductus
glandula sublingualis atau submandibularis , yang kadang-kadang dapat
ramifikasi (percabangan) secara difus ke leher (Mervyn shear).
Menurut Robert P. Langlais & Craig S. Miller, Ranula terbentuk
sebagai akibat terhalangnya ductus saliva yang normal melalui ductus
ekskretorius mayor yang membesar atau terputus dari glandula sublingualis
(ductus Bartholin ) atau glandula submandibularis (ductus Wharton ), sehingga
melalui rupture ini saliva keluar menempati jarigan disekitar ductus tersebut.
Walau terjadinya ranula yang ditulis dalam literature hingga saat ini
masih simpang siur, namun diperkirakan karena :
1. Adanya penyumbatan sebagian atau total sehingga terjadi retensi saliva
sublingualis atau submandibularis
2. Karena suatu trauma
3. Adanya peradangan atau myxomatous degenerasi ductus glandula
sublingualis
(drg. Iskandar Atmadja).
C. Diagnosis Ranula
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis ranula :
1. Melakukan anamnesa lengkap dan cermat
• Secara visual
• Bimanual palpasi intra dan extra oral
• Punksi dan aspirasi
2. Melakukan pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan radiologis dengan kontras media, tanpa
kontras media tidak berguna
• Pemeriksaan mikroskopis , pemeriksaan biopsi
(drg. Iskandar Atmadja)
Simple Ranula gambaran kliniknya relatif lebih khas sehingga
diagnosa mudah ditegakkan. Tampak sebagai suatu tonjolan berdinding tipis,
licin, kebiruan dan transparan. Pada palpasi terasa lunak dan fluktuasi . Kista
ini terletak dibawah lidah, pada bagian depan mulut (Aswin Rahardja).
Plunging ranula lebih sulit menegakkan diagnosanya, karena
gambarannya mirip dengan banyak struktur kistik atau pembengkakan
glandula yang lain pada leher. Tidak ada tes diagnostik khusus untuk
membedakan lesi-lesi tersebut. Maka diagnosa plunging ranula hanya
tergantung pada adanya hubungan anatomi kista dengan glandula saliva dan
gambaran histopatologis dinding kista sesudah eksisi (Quick & Lowell, 1977).
Gambaran histopatologis simple ranula yaitu dinding kista dilapisi
epitel, sedangkan plunging ranula dinding kista tanpa dilapisi epitel (Aswin
Rahardja).
Gambar Sialolith
b. Kista Dermoid
c. Hemangioma
b. Sialadenitis
Terjadi karena peradangan dari glandula saliva dengan
gambaran klinis :
• Malnutrition
(damayanti,dkk)
Gambar Sialadenitis
c. Cystic Hygroma
Terjadi karena anomali kongenital limfatik . Cystic Hygroma
cenderung di bawah musculus mylohyoideus dan dapat melibatkan
segitiga anterior dan posterior dari leher. Kista biasanya besar, halus
dan berdinding tebal, berwarna pucat, serta transiluminasi (berkas
chaya akan melewati cairan). Perlu diketahui bahwa kulit di atas kista
kadang-kadang berwarna kebiruan.
(Jason L Acevedo & Rahul K Shah).
Gambar Cystic Hygroma
d. Abses leher
Abses leher merupakan kumpulan nanah dari infeksi di ruang
antara struktur leher. Terjadi karena infeksi bakteri atau virus dikepala
atau leher.
Gejala yang ditimbulkan yaitu :
a. Demam
b. Merah, bengkak tenggorokan, sakit, kadang-kadang hanya satu
sisi.
c. Tonjolan di bagian belakang tenggorokan
d. Nyeri leher
e. Sakit telinga
f. Tubuh sakit
g. Panas dingin
h. Kesulitan menelan, berbicara atau bernapas
(Anonim, http://www.chp.edu)
Gambar Abses leher
h. Pleomorphic adenoma
Tumor kelenjar liur jinak yang paling umum. Meskipun
pleomorphic adenoma paling sering terjadi pada kelenjar parotis ,
tumor ini kemungkinan juga ditemukan dalam kelenjar liur
submandibularis , sublingualis . Gambaran tumor biasanya mulus,
tetapi kadang-kadang muncul nodul di sepanjang permukaan tumor
(Andrew L Wagner).
Gambar Pleomorphic adenoma
E. Penatalaksanaan Ranula
Dalam kasus ranula , ahli bedah mulut dapat merekomendasikan
marsupialisasi atau eksisi, dimana ranula diincisi untuk membuat outlet pada
kista retensi kelenjar liur sehingga cairan dapat dikeluarkan (S. E. Smith).
Berikut ini penjelasan tentang prosedur marsupialisasi serta
komplikasi yang ditimbulkan.
1. Tehnik Operasi :
a. Menjelang operasi
• Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan
operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan
tandatangan persetujuan dan permohonan dari penderita untuk
dilakukan operasi. ( Informed consent ).
• Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan
operasi.
• Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi.
• Antibiotika profilaksis , Cefazolin atau Clindamycin
kombinasi
dengan Garamycin, dosis menyesuaikan untuk profilaksis.
b. Tahapan operasi
• Dilakukan dalam kamar operasi, penderita dalam narkose umum
dengan intubasi nasotrakheal kontralateral dari lesi, atau kalau
kesulitan bisa orotrakeal yang diletakkan pada sudut mulut serta
fiksasi -nya kesisi kontralateral , sehingga lapangan operasi bisa
bebas.
• Posisi penderita telentang sedikit “head-up ” (20-25 0 ) dan kepala
menoleh kearah kontralateral, ekstensi (perubahan posisi kepala
setelah didesinfeksi ).
• Desinfeksi intraoral dengan Hibicet setelah dipasang tampon steril di
orofaring.
• Desinfeksi lapangan operasi luar dengan Hibitane-alkohol 70%
1:1000
• Mulut dibuka dengan menggunakan spreader (alat pembuka) mulut,
untuk memudahkan mengeluarkan lidah maka bisa dipasang teugel
(alat penyangga) untuk pada lidah dengan benang sutera 0/1.
• Lakukan eksisi bentuk elips pada mukosa dasar mulut dan pilih
yang paling sedikit vaskularisasi -nya, kemudian rawat perdarahan
yang terjadi, lakukan sondase atau palpasi, sebab kadang ada
sialolithiasis , atau sebab lain sehingga menimbulkan sumbatan pada
saluran kelenjar liur sublingual . Tepi eksisi dijahit dengan Dexon 0/3
agar tidak menutup lagi.
• Apabila masih teraba kista maka bisa dilakukan memecahkan septa
yang ada sehingga isinya bisa ter- drainase . Pada kista yang cukup
besar setelah dievaluasi tidak ada kista lagi maka bisa dipasang
tampon pita sampai keujungnya dipertahankan sampai 5 hari sebagai
tuntunan epitelialisasi pada permukaan kista tadi dan tidak obliterasi
lagi.
• Apabila didapat sebagian ranula dibawah musculus mylohyoid , maka
memerlukan pendekatan yang lebih bagus dari ekstra oral . Dan yang
perlu diperhatikan adalah nervus hipoglossus, nervus lingualis .
Evaluasi ulang untuk perdarahan yang terjadi.
• Lapangan operasi dicuci dengan kasa- PZ steril, luka operasi yang
diluar ditutup dengan kasa steril dan di hipafiks (perekat).
• Tampon orofaring diambil, sebelum ekstubasi .
(Anonim, http://bedahunmuh.wordpress.com)
BAB III
KESIMPULAN
Ranula merupakan suatu kista retensi dengan gambaran khas pada dasar
mulut.
Dikenal dua tipe klinik ranula , yaitu ”ranula superficial” atau “simple
ranula” dan “plunging ranula” atau “ranula dissecting” atau “ranula
profunda”. Simple ranula letaknya terbatas pada dataran oral musculus
mylohyoideus , sedangkan plunging ranula menerobos di bawah musculus
mylohyoideus dan bisa menyebar ke daerah submandibular , ke leher
bahkan ke mediastinum
Ranula terbentuk sebagai akibat terhalangnya ductus glandula saliva
mayor , bisa akibat dari penyumbatan, trauma atau adanya peradangan.
Gambaran klinis ranula yaitu adanya benjolan simple pada dasar mulut
berwarna biru kemerah-merahan, berdinding tipis transparan, gambaran seperti
perut katak. Tidak ada rasa sakit kecuali meradang atau infeksi. Bila benjolan
membesar dapat menganggu bicara, makan maupun penelanan. Pada simple
ranula benjolan terletak superficial sedangkan pada plunging
ranula benjolan terletak lebih dalam sehingga dapat menimbulkan
pembengkakan submental
Untuk menegakkan diagnosis ranula perlu dilakukan beberapa langkah
yaitu anamnesa lengkap dan cermat secara visual, bimanual palpasi intra dan
extra oral , punksi dan aspirasi . Kemudian dilakukan juga pemeriksaan penunjang
yang terdiri dari pemeriksaan radiologis dan mikroskopi s untuk mendukung
diagnosis ranula .
Differential Diagnosis Ranula superficial atau simple ranula :
1. Batu kelenjar liur (Sialolith )
2. Kista dermoid
3. Hemangioma
Differential Diagnosis Ranula dissecting atau plunging ranula atau ranula
profund :
1. Laryngocele
2. Sialadenitis
3. Cystic Hygroma
4. Abses leher
5. Ductus Thyroglossal Cyst
6. Kista Kelenjar Paratiroid atau Tiroid
7. Cervical Thymic Cyst
8. Pleomorphic adenoma
Penatalaksanaan ranula biasanya dilakukan tindakan bedah yang
dinamakan marsupialisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Cervical Thymic Cyst. Diakses tanggal 5 Oktober 2010. Online:
http://www.surgical-pathology.com.
Anonim. 2009. Kista Duktus Tiroglosus . Diakses tanggal 6 Oktober 2010. Online:
http://www.kesimpulan.com/2009/05/kista-duktus-tiroglosus.html.
Damayanti; Husodo, Noto; Setijono. Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut . Jakarta.
Graaff, Ryan L Van De. 2010. Ranulas and Plunging Ranulas . Diakses tanggal 6
oktober 2010. Online: http://www.emedicine.com.
Langlais, Robert P; Mille, Craig S. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut Yang
Lazim . Hipokrates. Jakarta. 1984. h: 40.
Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut . EGC. Jakarta. 1996. h:
279-280, 284-289.
Quick, AC; Lowell, SH. 1977. Ranula and the Sublingual salivary glands ,. Arch.
Otolaryngol 103 : 397-400.
Rahardja, Aswin. Dua Tipe Ranula: Diagnosis dan Terapi. Kongres Nasional
xvii. Ujung Pandang. 1989. h: 567-568.
Shear, Mervyn. Kista Rongga Mulut . Edisi ke-2. EGC. Jakarta. 1998. h: 196-197.
Sloan, Steven Brett. 2010. Oral hemangioma. Diakses tanggal 8 Oktober 2010.
Online: http://www.emedicine.medscape.com.
Wani, Sachin; Hao, Ziyun. 2005. Atypical cystic adenoma of the parathyroid
gland. Diakses tanggal 7 Oktober 2010. Online: http://www.medscape.com.