MANAJEMEN KEBENCANAAN
OLEH
ELVIS SAPUTRA
TAHUN
2019
i
DAFTRA ISI
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Definisi
A. Definisi Manajemen
Secara umum, pengertian manajemen merupakan suatu seni dalam ilmu dan
pengorganisasian seperti menyusun perencanaan, membangun organisasi dan
pengorganisasiannya, pergerakan, serta pengendalian atau pengawasan. Bisa juga
diartikan bahwa manajemen merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sistematis agar
dapat memahami mengapa dan bagaimana manusia saling bekerja sama agar dapat
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain maupun golongan tertentu dan
masyarakat luas. Secara etimologis, pengertian manajemen merupakan seni untuk
melaksanakan dan mengatur.
B. Fungsi Manajemen
Secara umum, dunia manajemen menggunakan prinsip POAC. atau Planning, Organizing,
Actuating, dan Controlling.
a. Planning (Perencanaan)
Perencanaan adalah proses dan rangkaian kegiatan untuk menetapkan terlebih
dahulu tujuan yang diharapkan pada suatu jangka waktu tertentu atau periode waktu
yang telah ditetapkan, serta tahapan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan
tersebut.
b. Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian adalah proses dan rangkaian kegiatan dalam pembagian
pekerjaan yang direncanakan untuk diselesaikan oleh anggota kelompok pekerjaan,
penentuan hubungan pekerjaan yang baik diantara mereka, serta pemeliharaan
lingkungan dan fasilitas pekerjaan yang pantas.
c. Actuating (Pelaksanaan)
Actuating adalah menggerakan semua anggota kelompok untuk bekerja sama
mencapai tujuan perusahaan. Tahapan ini terdiri dari kepemimpinan dan koordinasi,
yaitu pemimpin memimpin setiap sumber daya yang ada untuk bekerja sesuai
dengan perencanaan yang telah ditentukan sebelumnya dan mengkoordinasi agar
kerja sama ini dapat dilakukan dengan harmonis. Hal ini dapat menghindari
1
persaingan yang ada antar sumber daya yang bisa mengakibatkan tidak tercapainya
suatu tujuan.
d. Controlling (Pengendalian)
Pengendalian adalah suatu proses dan rangkaian kegiatan untuk
mengusahakan agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan dan tahapan yang harus dilalui. Dengan demikian, apabila ada
kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana dan tahapan, perlu diadakan suatu
tindakan perbaikan (corrective action).
C. Definisi Bencana
Menurut UN_ISDR (2000) :
“Bencana merupakan suatu gangguan serius terhadap keberfungsian masyarakat,
sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi,
ekonomi atau lingkungan, dan gangguan itu melampaui kemampuan masyarakat yang
bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri”.
Menurut UU RI No. 24 Tahun 2007:
“Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik faktor alam,
non alam maupun manusia, sehingga menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologi.”
D. Definisi Manajemen Bencana
Definisi Manajemen Bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu
untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan
analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan
darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. (UU 24/2007).
E. Fungsi Manajemen Bencana
Fungsi manajemen bencana tetap mengacu pada fungsi manjemen pada umumnya (POAC)
namun setiap fungsinya akan dijelaskan mengenai kebencanaan, berikut penjelasan fungsi
manajemen bencana:
- Perencanaan
Berdasarkan definisi fungsi perencanaan pada poin B (Fungsi Manajemen),
maka jika dikaitkan manajemen bencana maka fungsi perencanaan yang dimaksud
adalah Proses dari rangkaian kegiatan dengan tujuan untuk mencegah dan membatasi
jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan lingkungan hidup akibat
2
bencana. Proses perencanaan tersebut dilakukan pada setiap tahapan yaitu, pada Tahap
Pra Bencana, Saat Tanggap Darurat Bencana, dan Pasca Bencana.
3
merealisasika semua perencanaan penagangan bencana yang sudah dibuat dengan
menggerakkan semua anggota kelompok yang sudah diberi tugas dan wewenang
masing-masing seperti BNPB, BPBD, dan instansi terkait.
Contoh pelaksanaan dari fungsi manajemen bencana seperti:
a. Memasang early warning pada lokasi yang meiliki potensi bencana
b. Melakukan penyuluhan dan soasialisasi kebencanaan
c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
d. Pemberian bantuan dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
e. Perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum
f. Membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem
kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat.
- Evaluasi
Setiap kegiatan yang telah dilaksanakan maka perlu dilakukan evaluasi, tujuan
dilakukannya evaluasi adalah untuk mengukur apakah kegiatan-kegitan yang telah
dilaksanakan sudah berjalan sesuai dengan rencana, jika ada kegiatan yang belum
sesuai dengan rencana maka bisa dilakukan tindakan perbaikan.
Sebagai contoh Pelaksanaan Pemantaun dan Evaluasi untuk hasil Rehabilitasi dan
Rekonstruksi dilakukan oleh koordinasi antara BNPN dan atau BPBD dengan
melibatkan SKPD teknis serta masyarakat, kemudian nantinya pihak terkait akan
menilai dan membuat laporan pelaksanaan kegiatan sebagai bukti apakah kegiatan
tersebut sudah berjalan sesuai rencana, jika belum maka akan dilakukan tindakan
perbaikan.
F. Arti Penting manajemen Bencana di Indonesia
Beberapa tahun belakangan ini rentetan bencana alam terjadi di Indonesia, yang
semuanya itu terjadi seperti tak akan ada akhirnya. Memang sejak dahulu dalam sejarah
bangsa Indonesia, kehidupannya banyak diisi dengan tragedi-tragedi kemanusiaan yang
diakibatkan oleh bencana alam, baik terjadi karena faktor alam, kelalaian dan ketamakkan
manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada.
Dari setiap bencana yang telah terjadi di Indonesia pemerintah seakan terlambat,
tidak tanggap dan cepat bereaksi dalam penanggulangan bencana, bahkan cenderung
terlihat menelantarkan para korban bencana. Adapula masalah pengungsian yang tidak
terkoordinasi dengan baik dan terlihat sangat berantakan manajemennya, sehingga
masyarakat menjadi bingung untuk kemana mencari bantuan dengan cepat tanpa berbelit-
belit seperti yang terjadi saat ini.
4
Sebagai ilmu pengetahuan, manajemen juga bersifat universal, dan
mempergunakan kerangka ilmu pengetahuan yang sistematis mencakup kaidah-kaidah,
prinsip dan konsep yang cenderung tepat dalam seluruh kondisi pengorganisasian. Jadi
ilmu pengetahuan manajemen dapat diterapkan dalam pengorganisasian penanggulangan
bencana baik dalam tingkat pemerintah, lembaga sosial, dan koordinasi di lapangan.
Sehingga dapat disimpulkan bila manajemen dalam penanggulangan tidak terkoordinasi
baik maka akan banyak korban yang terlantar dan bisa mengakibatkan kematian bagi jiwa
yang seharusnya bisa tertolong dengan penanganan yang cepat, terjadi kekisruhan akibat
saling memperebutkan bantuan sandang dan pangan yang diberikan, dan akan terjadi
kondisi yang kumuh serta tidak teratur di tempat-tempat pengungsian.
Dari berbagai masalah di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen yang
baik dalam penanggulangan bencana alam sangat dibutuhkan guna meringankan beban
para korban. Oleh karena itu untuk Pemerintahan baik pusat maupun daerah, agar
senantiasa lebih cepat tanggap akan aspirasi dan kebutuhan masyarakat sehingga apabila
masyarakat membutuhkan bantuan maka dengan cepat kebutuhan tersebut terpenuhi. Dan
masyarakatpun pada akhirnya akan merasa bangga akan negaranya sendiri yang
pemerintahnya senantiasa memperhatikan seluruh rakyatnya tanpa membeda-bedakan
suku, agama dam ras.
5
Sumber : Bahan Ajar manajemen Bencana, UII (Winarno 2018).
Siklus Manajemen Bencana seperti terlihat pada Gambar 1 akan dijelaskan sebagai
berikut:
Tahap Pra Bencana (Pre-Disaster)
Tahap ini mencangkup Kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, dan peringatan dini.
a. Pencegahan (prevention)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika mungkin dengan
meniadakan bahaya). Misalnya : Melarang pembakaran hutan dalam perladangan,
Melarang penambangan batu di daerah yang curam, dan Melarang membuang sampah
sembarangan.
b. Mitigasi Bencana (Mitigation)
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Kegiatan mitigasi dapat dilakukan melalui a) pelaksanaan penataan
ruang; b) pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan
c) penyelenggaraan pendidikan, dan penyuluhan.
c. Kesiapsiagaan (Preparedness)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Beberapa
bentuk aktivitas kesiapsiagaan yang dapat dilakukan antara lain: a) penyusunan dan
uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana; b) pengorganisasian,
pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini; c) penyediaan dan penyiapan
barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar; d) pengorganisasian, penyuluhan,
pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat; e) dan lainnya.
Tahap Saat Terjadi bencana
Tahap ini mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara,
seperti kegiatan bantuan darurat dan pengungsian.
a. Tanggap Darurat (response)
Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera
pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan yang
meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta
pemulihan prasarana dan sarana. Beberapa aktivitas yang dilakukan pada tahapan
tanggap darurat antara lain: a) pengkajianyang dan tepat terhadap lokasi, kerusakan,
6
dan sumberdaya; b) penentuan status keadaan darurat bencana; c) penyelamatan dan
evakuasi masyarakat terkena bencana; d) pemenuhan kebutuhan dasar; e)
perlindungan terhadap kelompok rentan; dan f) pemulihan dengan segera prasaran dan
sarana vital ( UU Nomor 24 Tahun 2007).
b. Bantuan Darurat (relief)
Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan dasar berupa : Pangan, Sandang, Tempat tinggal sementara, kesehatan,
sanitasi dan air bersih.
Tahap Pasca Bencana
Tahap ini mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
a. Pemulihan (recovery)
Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi
masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan
kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi.
Beberapa kegiatan yang terkait dengan pemulihan adalah a) perbaikan lingkungan
daerah bencana; b) perbaikan prasarana dan sarana umum; c) pemberian bantuan
perbaikan rumah masyarakat; d) pemulihan sosial psikologis; e) pelayanan kesehatan;
f) rekonsiliasi dan resolusi konflik; g) pemulihan sosial ekonomi budaya, dan j)
pemulihan fungsi pelayanan publik.
b. Rehabilitasi (rehabilitation)
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Rehabilitasi
dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan
prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat,
pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik,
pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan
fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
c. Rekonstruksi (reconstruction)
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah
nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali
secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat
pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya
7
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat di wilayah pasca bencana. Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri
atas program rekonstruksi fisik dan program rekonstruksi non fisik.
8
BAB II
JENIS-JENIS BENCANA
9
j. Masyarakat waspada terhadap risiko gempa bumi.
k. Masyarakat mengetahui apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa bumi.
l. Masyarakat mengetahui tentang pengamanan dalam penyimpanan barang
barang yang berbahaya bila terjadi gempabumi.
m. Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan dan kewaspadaan
masyarakat terhadap gempa bumi.
n. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan
pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama.
10
f. Tumpukan tanah yang berasal dari debu letusan merusak tanaman dan dapat
mengganggu tanah dan air yang ada.
g. Debu letusan juga menimbulkan penyakit pernafasan.
h. Aliran lumpur (lahar) dapat muncul akibat hujan yang tinggi.
11
2.3 Tsunami
Karakteristik :
a. Gelombang yang berkecapatan tinggi ini bisa menghancurkan kehidupan di
daerah pantai dan kembalinya air ke laut setelah mencapai puncak gelombang
(run‐down) bisa menyeret segala sesuatu kelaut.
b. Dapat diprediksi
c. Ada beberapa penyebab terjadinya tsunami :
- Gempabumi yang diikuti dengan dislokasi/perpindahan masa
tanah/batuan yang sangat besar di bawah air (laut/danau).
- Tanah longsor di bawah tubuh air/laut.
- Letusan gunungapi di bawah laut dan gunungapi pulau.
12
Tindakan-tindakan untuk pengurangan bencana :
a. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya Tsunami
b. Pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya Tsunami.
c. Pembangunan Tsunami Early Warning System (TEWS).
d. Pembangunan tembok penahan Tsunami pada garis pantai yang berisiko.
e. Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai meredam
gaya air tsunami.
f. Pembangunan tempat‐tempat evakuasi yang aman di sekitar daerah pemukiman.
Tempat/bangunan ini harus cukup tinggi dan mudah diakses untuk menghidari
ketinggian Tsunami.
g. Peningkatan pengetahuan masyarakat lokal tentang pengenalan tanda‐ tanda
tsunami dan cara‐cara penyelamatan diri terhadap bahaya tsunami.
h. Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.
i. Mengenali karakteristik dan tanda‐tanda bahaya tsunami di lokasi sekitarnya.
j. Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda‐tanda tsunami.
k. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami.
l. Memberikan laporan sesegera mungkin jika mengetahui tanda‐tanda akan
terjadinya tsunami kepada petugas yang berwenang: Kepala Desa, Polisi,
stasiun radio, SATLAK PB dan institusi terkait.
m. Melengkapi diri dengan alat komunikasi.
13
2.4 Angin Badai
Karakteristik :
a. Angin berputar dengan kecepatan > 60-90 km/jam
b. Dapat berlangsung selama 5-10 menit
c. Terjadi akibat perbedaan tekanan sangat besar
d. Datangnya angin badai ditandai denga gejala:
- Udara terasa panas,
- Tedapat awan cumulus dan cumulunimbus di antara awan cumulus, ranting
pohon dan dauh bergoyang cepat
e. Tekanan dan hisapan dari tenaga angin dalam kurun waktu tertentu dapat
merusak atau merobohkan bangunan.
f. Komponen yang terancam :
- Struktur bangunan yang ringan atau perumahan yang terbuat dari kayu
- Bangunan bangunan sementara atau semi permanen
- Atap bangunan
- Material bangunan tambahan yang menempel kurang kuat pada bangunan
utama seperti papan, seng, asbes, dan sebagainya.
- Pohon, pagar serta tanda tanda lalulintas dan papan reklame
- Tiang tiang kabel listrik yang tinggi
- Kapal‐kapal penangkap ikan atau bangunan industri maritim lainnya yang
terletak disekitar pantai.
14
g. Pengamanan/perkuatan bagian bagian yang mudah diterbangkan angin yang
dapat membehayakan diri atau orang lain disekitarnya
h. Kesiapsiagaan dalam menghadapi angin badai, mengetahui bagaimana cara
penyelamatan diri
i. Pengamanan barang barang disekitar rumah agar terikat/dibangun secara kuat
sehingga tidak diterbangkan angin
j. Untuk para nelayan, supaya menambatkan atau mengikat kuat kapal kapalnya.
2.5 Banjir
Karakteristik :
a. Dapat berlangsung lambat, cepat/tanpa peringatan (banjir bandang)
b. Terjadi disebebkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal, sehingga sistim
pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem
saluran drainase dan kanal penampung akumulasi air hujan tersebut sehingga
meluap.
c. Biasanya terjadi pada musim hujan
d. Datangnya banjir bisa diketahui dengan gejala-gejala sebagai berikut:
- Terjadi curah hujan yang tinggi pada waktu yang lama
- Tingginya pasang laut yang disertai badai mengindikasikan akan datangnya
bencan banjir beberapa jam kemudian terutama untuk daerah yang
dipengaruhi pasang surut
15
e. Pada umumnya banjir yang berupa genangan maupun banjir bandang bersifat
merusak. Aliran arus air yang cepat dan bergolak (turbulent) meskipun tidak
terlalu dalam dapat menghanyutkan manusia, hewan dan harta benda.
16
2.6 Tanah Longsor
Karakteristik :
a. Gerakan tanah dan batuan yang terseret kebawah berada pada lahan miring
b. Terjadi karena lereng gundul, gempa bumi dan penambangan yang tidak
terkendali
c. Gerakan tanah atau tanah longsor merusakkan jalan, pipa dan kabel baik akibat
gerakan di bawahnya atau karena penimbunan material hasil longsoran.
d. Bencana longsor bisa diprediksi dengan melihat gejala-gejala sebagai berikut:
- Muncul retakan memanjang atau lengkung pada tanah atau pada
konstruksi bangunan, yang biasa terjadi setelah hujan.
- Terjadi penggembungan pada lereng atau pada tembok penahan.
- Tiba‐tiba pintu atau jendela rumah sulit dibuka, kemungkinan akibat
deformasi bangungan yang terdorong oleh massa tanah yang bergerak.
- Tiba‐tiba muncul rembesan atau mata air pada lereng.
- Apabila pada lereng sudah terdapat rembesan air/mata air, air tersebut
tiba‐tiba menjadi keruh bercampur lumpur.
- Pohon‐pohon atau tiang‐tiang miring searah kemiringan lereng.
- Terdengar suara gemuruh atau suara ledakan dari atas lereng.
- Terjadi runtuhan atau aliran butir tanah/kerikil secara mendadak dari atas
lereng.
e. Komponen yang terancam dari tanah longsor sebagai berikut :
- Permukiman yang dibangun pada lereng yang terjal dan tanah yang
lunak, atau dekat tebing sungai.
- Permukiman yang yang dibangun di bawah lereng yang terjal.
- Permukiman yang dibangun di mulut sungai yang berasal dari
pegunungan diatasnya (dekat dengan pegunungan/perbukitan), rawan
terhadap banjir bandang
- Jalan dan prasarana komunikasi yang melintasi lembah dan perbukitan.
- Utilitas bawah tanah, pipa air, pipa gas dan pipa kabel.
17
c. Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air permukaan
maupun air tanah (fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng,
menghindari air meresap ke dalam lereng atau menguras air dalam lereng ke
luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau
meresapkan air ke dalam tanah).
d. Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling.
e. Terasering dengan system drainase yang tepat (drainase pada teras‐teras dijaga
jangan sampai menjadi jalan meresapnya air ke dalam tanah).
f. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam
yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari 40 derajat
atau sekitar 80 % sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta diselingi dengan
tanaman – tanaman yang lebih pendek dan ringan, di bagian dasar ditanam
rumput).
g. Sebaiknya dipilih tanaman lokal yang digemari masyarakat, dan tanaman
tersebut harus secara teratur dipangkas ranting‐rantingnya/ cabang‐ cabangnya
atau dipanen.
h. Khusus untuk aliran butir dapat diarahkan dengan pembuatan saluran.
i. Khusus untuk runtuhan batu dapat dibuatkan tanggul penahan baik berupa
bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.
j. Pengenalan daerah yang rawan longsor.
k. Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya rekahan
rekahan berbentuk ladam (tapal kuda).
l. Hindarkan pembangunan di daerah yang rawan longsor.
m. Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat.
n. Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan.
o. Stabilisasi lereng dengan pembuatan terase dan penghijauan.
p. Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall).
q. Penutupan rekahan rekahan diatas lereng untuk mencegah air masuk secara
cepat kedalam tanah.
r. Pondasi tiang pancang sangat disarankan untuk menghindari bahaya
liquifaction.
s. Pondasi yang menyatu, untuk menghindari penurunan yang tidak seragam
(differential settlement).
t. Utilitas yang ada didalam tanah harus bersifat fleksibel.
18
u. Dalam beberapa kasus relokasi sangat disarankan.
19
Tindakan-tindakan untuk pengurangan bencana kebakaran hutan :
a. Kampanye dan sosialisasi kebijakan pengendalian kebakaran lahan dan hutan.
b. Peningkatan masyarakat peduli api (MPA).
c. Peningkatan penegakan hukum
d. Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk
penanggulangan kebakaran secara dini.
e. Pembuatan waduk (embung) di daerahnya untuk pemadaman api.
f. Pembuatan sekat bakar, terutama antara lahan, perkebunan, pertanian dengan
hutan.
g. Hindarkan pembukaan lahan dengan cara pembakaran.
h. Hindarkan penanaman tanaman sejenis untuk daerah yang luas.
i. Melakukan pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan secara ketat.
j. Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakardengan tanaman
yang heterogen.
k. Partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di daerahnya.
l. Pengembangan teknologi pembukaan lahan tanpa membakar (pembuatan
kompos, briket arang dll).
m. Kesatuan persepsi dalam pengendalian kebakaran lahan dan hutan.
n. Penyediaan dana tanggap darurat untuk penanggulangan kebakaran lahan dan
hutan disetiap unit kerja terkait.
o. Pengelolaan bahan bakar secara intensif untuk menghindari kebakaran yang
lebih luas.
20
2.8 Kekeringan
Karakteristik :
a. Dapat terjadi karena faktor meteorologi, hidrologi, prasarana sumber daya air
dan faktor sosial ekonomi
b. Kekeringan akan berdampak pada kesehatan manusia, tanaman serta hewan
baik langsung maupun tidak langsung.
c. Gejala terjadinya kekeringan sebagai berikut:
- Menurunnya tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim.
- Terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah.
- Kekeringan pada lahan pertanian ditandai dengan kekurangan lengas tanah
(kandungan air dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan
tanaman tertentu pada phase tertentu pada wilayah yang luas yang
menyebabkan tanaman menjadi rusak/mengering.
21
j. Peningkatan kemampuan tenaga lokal dalam melokalisasikan prakiraan iklim
yang bersifat global.
k. Pengembangan sistem reward dan punishment bagi masyarakat yang
melakukan upaya konservasi dan rehabilitasi sumberdaya air dan lahan.
2.9 Epidemic
Karakteristik :
a. Disaster-related epidemic arises generally from the disrupted living conditions
which follow disaster impact.
b. Epidemic may arise from: food sources; water sources; inadequate medical and
health facilities/standards; malnutrition; and vector-borne sources (e.g.,
mosquitoes).
c. Types of disease include: hepatitis, typhoid, diptheria, malaria, cholera,
influenza, enteritis, diarrhea, skin diseases, and food poisoning.
d. Under post-impact conditions, when personnel and facilities may be limited,
outbreaks may prove difficult to contain and control. This may particularly
apply if community health education is substandard.
e. Warning (i.e., risk) is self-evident in most post-impact circumstances.
f. Speed of onset is mostly rapid.
22
c. Reinforcement of medical resources and supplies in anticipation of epidemic
outbreak; and
d. Public awareness and education, both before and after disaster impact.
23
BAB III
KERENTANAN (VULNERABILITY) DAN ANCAMAN (HAZARD)
3.1 Definisi
a. Kerentanan (Vulnerability)
Kerentanan adalah suatu keadaan yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia
(hasil dari proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan) yang mangakibatkan
peningkatan kerawanan masyarakat terhadap bahaya.
b. Ancaman (Hazard)
Ancaman merupakan fenomena alam yang luar biasa yang berpotensi merusak
atau mengancam kehidupan manusia, kehilangan harta benda, kehilangan mata
pencaharian, dan kerusakan lingkungan. Contoh : tanah longsor, banjir, letusan
gunung api, gempa bumi dll.
c. Aman (Safety)
Suatu kondisi dimana terdapat ancaman (hazard) namun tidak terdapat
kerentanan (vulnerability), atau terdapat kerentanan tetapi tidak tedapat ancaman atau
bisa jadi tidak terdapat keduanya (ancaman dan kerentanan).
d. Tangguh (Resilience)
Masyarakat tangguh bencana merupakan masyarakat yang memiliki kemampuan
dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Kemampuan untuk mengantisipasi setiap ancaman atau bahaya yang akan terjadi
2) Kemampuan untuk melawan atau menghindari ancaman bencana tersebut
3) Kemampuan untuk mengadaptasi bencana dan dampak yang ditimbulkan
4) Kemampuan untuk pulih kembali secara cepat setelah terjadi bencana.
24
Progres Pengurangan Risiko
Pengurangan
Progres Kondisi Aman risiko bencana
Pengurangan Ancaman
Langkah-langkah untuk mencapai
Langkah-langkah untuk
kondisi yang lebih aman
Tangani Akar mengurangi ancaman tertentu
Penyebab
Kurangi tekanan
yang memperparah
Tangani Akar Kondisi lebih Tujuan untuk situasi Mitigasi
Penyebab aman yang terkandali
Kurangi tekanan
yang memperparah
Tangani Akar
Penyebab
25
3.2 Kerentanan dan Ancaman pada Beberapa Bencana
a. Bencana Gempa
BENCANA =
Proses Terjadinya Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan + Ancaman Proses Terjadinya Ancaman (Hazard)
Akar Penyebab : Tekanan yang Memperparah : Kerentanan yg Muncul : Ancaman (Hazard) Penyebab Timbulnya Akar Penyebab :
sbg Pemicu Bencana : Ancaman :
1. Keterbatasan 1. Kepadatan penduduk 1. Kerusakan bangunan 1. Aktivitas pelat
Ekonomi 2. Kurangnya sosialisasi dan infrastruktur 1. Gerkan tanah 1. Tumbukan antar tektonik
2. Pemukiman berada pemerintah kepada 2. Menelan korban jiwa (gempa) lempeng
pada zona rawan masyarakat terkait bangunan 3. Kerusakan lingkungan 2. Patahan aktif
gempa tahan gempa 4. Terganggunya mata
3. Kurangnya 3. Tidak adanya pengawasan pencaharian
pengetahuan tentang dilapangan yang dilakukan masyarakat
konsep bangunan oleh pemerintah terhadap 5. Minimnya ketersediaan
tahan gempa. aktivitas pembangunan yang Kebutuhan pokok.
dilakukan oleh masyarakat
4. Penataan ruang rawan
bencana gempa belum
terealisasi secara baik.
26
b. Bencana Banjir
BENCANA =
Proses Terjadinya Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan + Ancaman Proses Terjadinya Ancaman (Hazard)
Akar Penyebab : Tekanan yang Memperparah : Kerentanan yg Muncul : Ancaman (Hazard) Penyebab Timbulnya Akar Penyebab :
sbg Pemicu Bencana : Ancaman :
1. Pemukiman berada di 1. Area resapan air berkurang 1. Pemukiman terancam 1. Perilaku
pinggir sungai 2. Intensitas hujan yang tinggi terendam banjir 1. Banjir 1. Gundulnya hutan manusia yang
2. Keterbatasan Ekonomi 3. Lemahnya tindakan 2. Munculnya berbagai 2. Sedikitnya area merusak alam
3. Keterbatasan lahan pemerintah dalam macam penyakit resapan air 2. Fenomena alam
memberikan sanksi kepada 3. Terganggunya ekonomi 3. Intensitas hujan Kalimatologi
masyrakat melanggar aturan masyarakat yang tinggi
4. Lemahnya pengawasan 4. Kerusakan lingkungan
dilapangan
27
c. Bencana Gunung Meletus
BENCANA =
Proses Terjadinya Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan + Ancaman Proses Terjadinya Ancaman (Hazard)
Akar Penyebab : Tekanan yang Memperparah : Kerentanan yg Muncul : Ancaman (Hazard) Penyebab Timbulnya Akar Penyebab :
sbg Pemicu Bencana : Ancaman :
1. Pemukiman berada di 1. Maraknya pembangunan 1. Kerusakan lingkungan
kawasan rawan bencana destinasi wisata di kawasan 2. Pertanian/perkebunan 1. Letusan Gunung 1. Endapan magma 1. Fenomena alam
erupsi (KRB III) lereng gunung merapi akan rusak Api dalam perut bumi geologi
2. Pembangunan Destinasi membuat pembangunan 3. Kerusakan bangunan didorong keluar
wisata di kawasan sekitar menjadi meingkat dan infrastruktur oleh gas yang
rawan bencana erupsi sehingga jumlah korban 4. Terganggunya ekonomi bertekanan tinggi
3. Pemerintah belum yang berpotensi terdampak masyarakat
punya konsep terbaik akan juga meningkat. 5. Berpotensi timbulnya
dalam penataan ruang 2. Pembangunan tempat korban meninggal dan
di KRB. tinggal dan infrastruktur luka-luka akibat awan
disekitar KRB tidak panas.
memperhitungkan ancaman
bahaya gunung meletus
3. Peta Rawan Bencana (PRB)
belum tersosialisasi dengan
baik di masyarakat
4. Pengetahuan akan bahaya
dan cara menghadapi
ancaman bencana gunung
meletus belum semuanya
dipahami oleh masyarakat.
28
d. Bencana Angin Topan
BENCANA =
Proses Terjadinya Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan + Ancaman Proses Terjadinya Ancaman (Hazard)
Akar Penyebab : Tekanan yang Memperparah : Kerentanan yg Muncul : Ancaman (Hazard) Penyebab Timbulnya Akar Penyebab :
sbg Pemicu Bencana : Ancaman :
1. Bangunan berada 1. Wilayah pada penduduk 1. Bangunan berpotensi
dekat dengan pohon tertimpa pohon besar 1. Angin kencang 1. Perbedaan tekanan 1. Fenomena alam
besar. 2. Bangunan dengan udara Kalimatologi
2. Bangunan didominasi material realtif akan 2. Suhu udara yang
oleh material yang terbang tersapu angin. sangat panas
cukup ringan. 3. Penguapan air laut
dengan jumlah
besar
29
e. Bencana Kekeringan
BENCANA =
Proses Terjadinya Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan + Ancaman Proses Terjadinya Ancaman (Hazard)
Akar Penyebab : Tekanan yang Memperparah : Kerentanan yg Muncul : Ancaman (Hazard) Penyebab Timbulnya Akar Penyebab :
sbg Pemicu Bencana : Ancaman :
1. Pemukiman yang jauh 1. Kepadatan penduduk 1. Lahan pertanian gagal
dari sumber air 2. Tidak adanya upaya panen 1. Kekeringan 1. Musim kemarau 1. Fenomena
2. Banyaknya kelompok membuat tampungan air, 2. Mengancam yang terlalu lama Kalimatologi
rentan seperti bayi seperti waduk keberlangsungan hidup
dan lansia. 3. Akses kendaraan untuk manusia.
mendistribusikan bantuan 3. Menganggu ekonomi
air sulit masyarakat terdampak.
30
f. Bencana Konfil Sosial
BENCANA =
Proses Terjadinya Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan + Ancaman Proses Terjadinya Ancaman (Hazard)
Akar Penyebab : Tekanan yang Memperparah : Kerentanan yg Muncul : Ancaman (Hazard) Penyebab Timbulnya Akar Penyebab :
sbg Pemicu Bencana : Ancaman :
1. Sistem Politik 1. Adanya provokator dari 1. Kericuhan
2. Ekonomi pihak ke-3 2. Mengancam 1. Kekerasan 1. Tidak bisa 1. Perilaku dan
3. Agama 2. Tersebarnya berita bohong keselamatan jiwa 2. Kemarahan mengontrol emosi perasaan
4. Kepentingan/pandang (Hoax) 2. Perasaan kecewa
an yang sangat dalam
5. budaya
31
g. Bencana Tsunami
BENCANA =
Proses Terjadinya Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan + Ancaman Proses Terjadinya Ancaman (Hazard)
Akar Penyebab : Tekanan yang Memperparah Kerentanan yg Muncul : Ancaman (Hazard) Penyebab Timbulnya Akar Penyebab :
sbg Pemicu Bencana : Ancaman :
1. Pemukiman berada di 1. Pengembangan wisata 1. Kerusaka bangunan 1. Aktivitas Plat
tepi pantai pantai membuat pemukiman 2. Kerusakan lingkungan 1. Tsunami 1. Gempa Bumi Tektonik
2. Lemahnya peraturan disekitarnya juga ikut 3. Korban jiwa (gelombang tinggi
pemerintah dalam berkembang sehingga 4. Terganggunya air laut)
penataan bangunan di jumlah penduduk menjadi perekonomian setempat
sekitar pantai meningkat, dengan semakin
padatnya pendudut maka
potensi korban yang akan
terdampak akan semakin
besar.
2. Lokasi bangunan tempat
berlindung dari tsunami
kurang strategis atau jauh
dari jangkauan masyarakat.
3. Kurangnya sosialisasi atau
simulasi tanggap darurat
bencana tsunami.
32
h. Bencana Longsor
BENCANA =
Proses Terjadinya Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan + Ancaman Proses Terjadinya Ancaman (Hazard)
Akar Penyebab : Tekanan yang Memperparah Kerentanan yg Muncul : Ancaman (Hazard) Penyebab Timbulnya Akar Penyebab :
sbg Pemicu Bencana : Ancaman :
1. Pemukiman berada di 1. Dengan murahnya harga 1. Kerusakan bangunan 1. Fenomena alam
lereng tanah di area perbukitan atau akibat tertimpa tanah 1. Longsor 1. Intensitas hujan Kalimatologi
2. Terjadi penggundulan pada tanah dengan kontur longsoran yang tinggi 2. Fenomena alam
di lereng turun naik membuat para 2. Kerusakan lingkungan membuat tanah Geologi
3. Lemahnya pemerintah pengembang perumahan dan infratsutkrur jaringan jenuh air dan 3. Perlikau manusia
dalam mengawasi dan memanfaatkan harga tersebut jalan dan jaringan kehilangan kuat yang kurang
memberikan tindakan dengan orientasi perpipaan geser. bijaksana
tegas terhadap mendapatkan keuntungan 3. Korban jiwa 2. Akibat getaran
pembangunan tempat yang lebih besar tanpa 4. Terganggunya gempa bumi
tinggal di sekitar memikirkan bahaya longsor perekonomian membuat tanah yang
lereng. yang akan dialami oleh para masyarakat setempat lereng yang tidak
pembeli rumah. stabil menjadi
longsor.
3. penggundulan hutan
4. Penambangan yang
tidakterkendali
33
i. Bencana Kebakaran Hutan
BENCANA =
Proses Terjadinya Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan + Ancaman Proses Terjadinya Ancaman (Hazard)
Akar Penyebab : Tekanan yang Memperparah Kerentanan yg Muncul : Ancaman (Hazard) Penyebab Timbulnya Akar Penyebab :
sbg Pemicu Bencana : Ancaman :
1. Keberadaa Pemukiman 1. Mindset di beberapa 1. Kerusakan lingkungan 1. Kebakaran 1. Perilaku manusia
tidak jauh dari hutan masyarakat pembersihan 2. Kerusakan bangunan Hutan/lahan 1. Aktivitas manusia yang kurang bijak
2. Bahan dasar bangunan lahan dengan cara (terbakar) yang 2. Fenomena alam
mudah terbakar seperti membakar lebih murah 3. Terbakarnya sektor menggunakan api
kayu. dibandingkan dengan pertanian di kawasan hutan
3. Lemahnya sanksi dan menggunakan alat berat. 4. Terganggunya 2. Faktor alam yang
pengawasan yang 2. Kurangnya sosialisasi perekonomian memicu terjadinya
dilakukan oleh terhadap masyarakat setempat. kebakaran
pemerintah terhadap tentang manjemen bencana 5. Penyakit infeksi
pihak yang kebakaran, terutama pada saluran pernafasan.
mebersihkan lahan wilayah pedalaman atau
dengan cara membakar jauh dari perkotaan.
4. Akses untuk
memadamkan sumber
api sulit di jangkau.
34
BAB IV
KONDISI MANAJEMEN BENCANA DI INDONESIA
35
merupakan masalah yang tidak pernah berhenti dalam proses pembangunan. Peran
pemerintah dan masyarakat dalam manajemen bencana adalah mengenali bencana
itu sendir
e. Pandangan Ilmu Sosial
Pandangan ini memfokuskan pada sisi manusianya, bagaimana sikap dan
kesiapan masyarakat menghadapi bahaya. Ancaman bahaya adalah fenomena
alam, akan tetapi bahaya itu tidak akan berubah menjadi bencana jika manusianya
siap atau tanggap. Besarnya bencana tergantung pada perbedaan tingkat
kerentananmasyarakat menghadapi bahaya atau ancaman bencana.
f. Pandangan Holistik
Pendekatan ini menekankan pada adanya bahaya, kerentanan dan risiko
serta kemampuan masyarakat dalam menghadapi bahaya dan risiko. Gejala alam
dapat menjadi bahaya, jika mengancam manusia dan harta benda. Bahaya jika
bertemu dengan kerentanan dan ketidakmampuan masyarakat akan menjadi risiko
bencana. Risiko bencana akan berubah menjadi bencana, jika ada pemicu kejadian.
36
c. Paradigma Pembangunan
Paradigma ini memfokuskan pada faktor penyebab dan proses terjadinya
kerentanan masyarakat terhadap bencana. Tujuan utamanya adalah untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat di berbagai aspek non-struktural misalnya
pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas hidup, pemilikan lahan, akses
terhadap modal, dan inovasi teknologi.
d. Paradigma Pengurangan Risiko
Paradigma ini memfokuskan pada analisis risiko bencana, ancaman,
kerentanan dan kemampuan masyarakat. Tujuan utamanya adalah untuk
meningkatkan kemampuan dalam rangka mengelola dan mengurangi risiko dan
juga mengurangi terjadinya bencana. Hal ini dilakukan secara bersama-sama oleh
semua pihak (stakeholder) melalui pemberdayaan masyarakat.
37
c. Dari Pemerintah Sentris menjadi Partisipatori
Kemampuan pemerintah tidaklah cukup besar, untuk menggelontorkan
anggarannya guna membantu begitu banyak korban bencana yang terjadi hampir
secara bersamaan dan berkesinambungan. Oleh karenanya, peran serta masyarakat
lokal, nasional, maupun internasional dibutuhkan guna membantu memulihkan
korban bencana tersebut. Inilah yang disebut dengan pergeseran paradigma dari
pemerintah sentris menjadi partisipatori. Karena dengan adanya demokratisasi
serta otonomi daerah penanggulangan bencana menjadi tanggungjawab
pemerintah bersama dengan masyarakat.
d. Dari Kemurahan menjadi Hak Dasar
Awalnya, pemerintah menyangka bahwa membantu korban bencana
adalah sebuah kemurahan hati semata. Padahal ini adalah anggapan salah,
sedangkan yang benar adalah bahwa membantu korban bencana itu memang
karena hal itu merupakan hak dasar dari setiap warga negara Indonesia. Maka, tak
salah jika disebutkan bahwa perlindungan merupakan bagian dari hak dasar, dan
pengurangan risiko adalah bagian dari pembangunan.
selain dari penjelasan diatas tentang 4 hal fundamental pergeseran paradigma yang
terjadi di Indonesia, Setya Winarno salah satu dosen UII juga telah membuat
rangkuman tetang Perubahan Paradigma dalam Manajemen Bencana, berikut
penjelasannya:
Tebel 4.1 Perubahan Paradigma dalam Manajemen Bencana
No. Pendekatan Konvensional Pendekatan dengan Paradigma Baru
1. Penanganan bencana dilakukan sebatas Pertolongan kepada korban bencana
menolong korban (response and relief) dan pengurangan risiko bencana
yang dilakukan secara re-aktif (mitigasi, persiapan, peringatan dini)
secara holistik
Konsep penanganan bencana adalah
proaktif
2. Fokus penanganan bencana banyak Fokus penanganan bencana ditekankan
ditekankan pada aspek ancaman pada aspek ancaman (hazard),
(hazard) karena bencana merupakan kerentanan (vulnerability), dan
berasal dari ancaman fisik kapasitas (capacity).
38
No. Pendekatan Konvensional Pendekatan dengan Paradigma Baru
Peningkatan harus ditekankan pada
human development
3. Penanganan bencana dilakukan agar Penanganan bencana diarahkan untuk
komunitas segera pulih seperti pembangunan yang sustainable dan
sediakala continuous improvement (building back
better dan poverty eradication).
Faktor utama penanganan harus fokus
untuk pemulihan mata pencaharian (
livelihood resilience), terutama
pertanian dan peternakan
Faktor sense of anchor dan sense of
ownership harus ditekankan pada
korban bencana
4. Penanganan bencana pada umumnya Kebijakan yang diambil merupakan
mempergunakan banyak dana dan kombinasi dari top-down dan bottom-
personil dari Pemerintah Pusat up
(Jakarta), sehingga kebijakan yang Fokus pada sumberdaya lokal dan
diambil bersifat top-down. Kebijakan participatory approach
Pemerintah Pusat
5. Penanganan bencana dilakukan secara Bencana ditangani secara terintegrasi
sektoral dengan banyak pihak
Penggunaan GIS menjadi kebutuhan
prioritas atas
6. Karena frekuensi kejadian bencana Penanganan bencana dilakukan secara
(yang besar) sangat jarang, maka tim terstruktur dan sistematis dalam
yang menangani ditunjuk secara ad-hoc organisasi permanen yang jelas
Terdapat institutional framework dan
legal authority
7. Ancaman kejadian bencana ditangani Penanganan ancaman bencana
secara spesifik untuk bencana tersebut dilakukan dalam spektrum yang lebih
semata luas, yaitu multi-hazard
39
No. Pendekatan Konvensional Pendekatan dengan Paradigma Baru
8. Diperlukan ahli manajemen krisis pada Keahlian tambahan yang diperlukan
konsisi darurat dan ahli ancaman fisik sangat beragam: ahli manajemen risiko,
ahli ekonomi kebencanaan, ahli
pembangunan yang berkelanjutan
40
Pihak Terlibat Tugas Utama dalam Manajemen Bencana
Waktu Mitigasi Persiapan Early Darurat Rehap - Total
Normal Warning Bencana Rekont Skor
Kem. Desa, Desa
Tertinggal & 0 0 0 0 0 0 0
Transmigrasi
Kem. ATR 1 2 0 0 0 0 3
Kem. Sek- Negara 0 0 0 0 1 0 1
Kem. Koperasi dan
Usaha Kecil dan 0 0 0 0 1 0 1
Menengah
Kem. Pemberd
0 0 0 0 1 0 1
perempuan & perl. Anak
Kem. Pendayagunaan
Aparat Negara & 0 0 0 0 0 0 0
Birokasi
Kem. Perencanaan
1 2 0 0 0 1 4
Pembangunan Nasional
Kem. BUMN 0 1 0 0 0 1 2
Kem. Pariwisata 0 1 0 0 0 0 1
Kem. Pemuda dan
0 0 0 0 0 0 0
Olahraga
BMKG 2 2 2 3 2 0 11
TNI 0 0 0 0 3 1 4
POLRI 0 0 1 0 2 0 3
BNPB 3 3 3 2 3 2 14
KNKT 0 0 0 0 1 0 1
BASARNAS 0 0 1 0 3 0 4
Media 3 3 2 3 3 1 13
Ormas – NGO – LSM 0 1 0 0 2 1 4
Perguruan Tinggi 2 2 0 0 2 1 7
LSM Asing 0 0 0 0 1 0 1
Kelp. Tukang - Mandor 0 1 0 0 1 2 4
Kontraktor 0 1 0 0 0 2 3
Konsultan 0 1 0 0 0 2 3
Pengembang Perumahan 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL 23 41 14 10 53 20
Keterengan:
0 = sektor tidak penting
1 = sektor penting
2 = sektor sangat penting
3 = sektor utama
41
Berdasarkan hasil dari tabel scoring di atas maka menurut penulis dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Jika ditinjau dari seluruh kondisi yaitu, kondisi normal, mitigasi, persiapan, early
warning, darurat bencana, dan rehap-rekon, maka isntansi/kelompok yang memiliki
banyak peran dalam manajemen bencana yaitu bertutur-turut berdasarkan skro
tertinggi-terendah (skor 15-7) yaitu:
a. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB);
b. Media;
c. Badan Meteorologi, kalimatologi dan Geofisika (BMKG);
d. Kementrian Perkerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR);
e. Kementrian Perhubungan;
f. Kementrian Pertanian;
g. Kementrian Kesehatan;
h. Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti);
i. Kementrian Informasi dan Komunikasi;
j. Perguruan Tinggi.
2. Jika ditinjau setiap kondisi, maka instansi/kelompok yang menjadi sektor utama dalam
manajeman bencana adalah sebagai berikut:
a. Kondisi Normal:
- BNPB
- Media
b. Kondisi Mitigasi
- BNPB
- Media
- Kemenristekdikti
- Kementrian Perhubungan
c. Kondisi Persiapan
- BNPB
d. Kondisi Early warning
- BMKG
- Media
e. Kondisi Darurat Bencana
- BNPB
- Media
- Kementrian Kesehatan
- Kementrian Sosial
- Kementrian Komunikasi dan Informasi
- Basarnas
- TNI
f. Kondisi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
- Kementrian PUPR
3. Jika ditinjau dari setiap kondisi, maka kondisi yang paling banyak melibatkan
instansi/kelompok dalam manajemen bencana adalah kondisi darurat bencana
dengan total skor 53, kemudian diikuti oleh kondisi mitigasi dengan total skor 41. Jadi
dapat disimpulkan bahwa kondisi-kondisi yang sangat krusial dalam manjemen
42
bencana adalah kondisi darurat bencana oleh karena perlu dipersiapkan dengan matang
baik dari segi sumber daya manusia maupun fasilitas pendukungnya.
43
masyarakat terdampak bencana. Gotong royong juga dirasa sangat penting dalam
kebencanaan.
Penanggulangan bencana yang besar memerlukan anggaran yang besar dan
terkadang persediaan dari pemerintah bisa jadi kurang memadai. Melalui kearifan lokal
maka jiwa gotong royong perlu dibangkitkan untuk menghadapi bencana. Potensi rawan
bencana yang telah dideteksi oleh lembaga ilmiah hendaknya diperkuat oleh jiwa gotong
royong masyarakat untuk membuat prasarana dan prosedur mitigasi dalam menghadapi
bencana. Gotong royong memerlukan komitmen dan pengalaman dalam hal manajemen
menghadapi bencana.
Perencanaan dalam menghadapi bencana memerlukan kebijakan daerah dalam
menghadapi bencana alam yang kokoh. Selain dengan regulasi, konsolidasi SDM, dan
memompa jiwa gotong royong, juga dibutuhkan perangkat tekonolog informasi. Dalam
hal ini, teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) sangat berguna untuk membantu
mengantisipasi bencana serta perencanaan yang cepat dalam hal tanggap darurat saat
terjadi bencana alam. Di negara maju, SIG sering digunakan untuk mengatasi bencana
polusi, potensi pergerakan tanah, dan mencari wetland (lahan basah) untuk mengatasi
bencana kekeringan. Pada prinsipnya SIG adalah sistem informasi khusus yang mengelola
data yang memiliki informasi spasial atau bereferensi keruangan.
Rekonstruksi pascabencana memerlukan keterlibatan masyarakat secara aktif
karena selama ini masih belum maksimal. Pemerintah daerah masih lebih banyak mengacu
pada pesanan pemberi bantuan/dana untuk pembangunan fisik di wilayahnya, seperti
rumah tinggal, rumah sakit, puskesmas, dan tempat pelayanan publik lainnya. Akibatnya
tidak sedikit bangunan fisik yang dibangun pada pascabencan kurang sesuai dengan
budaya dan kondisi lokal masyarakat sehingga diharapkan adanya partisipasi dari
masyarakat dalam rekonstruksi pascabencana, misalnya dalam bentuk gotong royong. Dan
sebenarnya sangat dimungkinkan masyarakat berpartisipasi aktif, meskipun solusi tetap
datang dari luar, mengingat budaya lokal yang menjunjung musyawarah dan gotong
royong.
Penanggulangan bencana dapat dilakukan melalui tiga tahap mulai dari
prabencana, saat bencana, dan pascabencana. Penanggulangan bencana dapat
memanfaatkan sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut. Pada saat pra bencana
masyarakat akan mengantisipasi dengan memberikan peringatan tentang bencana yang
akan terjadi. Kemudian pada saat terjadi bencana masyarakat akan saling membantu sama
lain, dan masyarakat lainnya menyalurkan bantuan berupa sandang, pangan dan papan.
44
Adapun pada pascabencana mereka akan melakukan gotong royong sehingga sumber daya
manusia di suatu daerah tertentu berfungsi dengan baik.
45
DAFTAR PUSTAKA
Bakornas PB. 2007. Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia.
Jakarta : Direktorat Mitigasi Lakhar Bakornas PB.
BNPB. 2008. Perka BNPB No. 10 Tahun 2008 Tentang Pedoman Komando Tanggap Darurat
Bencana. Jakarta : Badan Nasional Penanggulan Bencana.
IABI. 2016. Jurnal Riset Kebencanaan Indonesia. Jurnal riset kebencanaan Indonesia Vol.2
No.1 ISSN: 2443-2733.
Bappenas. 2006. Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko bencana 2006-2009. Perum
Percetkan Negara RI.
Network:
https://www.kompasiana.com/brama_halilintar/54ffb38fa33311d86450f871/masih-ingatkah-
kita-pentingnya-manajemen-penanggulangan-bencana-di-indonesia
http://sibima.pu.go.id/pluginfile.php/8140/mod_resource/content/1/201610-
CPD%20Ahli%20Arsitektur-03-03-Manajemen%20Bencana%20di%20Indonesia.pdf
http://eprints.umm.ac.id/35917/3/jiptummpp-gdl-dwianitasa-49038-3-babii.pdf
https://www.jurnal.id/id/blog/2017-pengertian-fungsi-dan-unsur-unsur-manajemen/
http://www.ubaya.ac.id/2014/content/articles_detail/139/Pentingnya-Pendidikan-
Kebencanaan.html.
46