Anda di halaman 1dari 14

KAJIAN ETNIS MELAYU

Diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila

Disusun Oleh:
Risty Indah Aprilia (215154056)
Salsa Nurul Aisyah (215154058)

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


JURUSAN AKUNTANSI
D4 AKUNTANSI
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Makalah


Dari kota Sabang di Aceh hingga kota Merauke di Papua, Indonesia terdiri dari beragam suku
bangsa yang beraneka ragam. Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa,
lebih tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa di Tanah Air menurut sensus BPS tahun 2010. Suku bangsa
ada dan tercipta sebagai salahsatu bentuk identitas sebuah bangsa juga sebagai bukti dari keberadaan
nenek moyang kita terdahulu. Bung Karno pernah berkata bahwa bangsa yang besar adalah bangsa
yang menjunjung sejarah bangsanya. Salahsatu bentuk aktualisasi dari menjunjung sejarah yakni
dengan mempelajari adat dan budaya suku bangsa nenek moyang kita. Setiap suku atau etnis yang ada
di Indonesia memiliki keunggulan dan keunikannya masing-masing. Tentunya akan lebih afdol jika
kita mampu mempelajari semua budaya etnis atau suku yang ada di negara kita untuk kita teladani
karakter-karakter unggulnya.
Dari sekian banyak suku dan etnis yang ada di Indonesia, ada satu suku yang cukup menarik
untuk dipelajari. Nama suku itu adalah suku Melayu. Suku dengan populasi terbesar ketiga di
Indonesia setelah suku Jawa dan Sunda. Ciri khasnya mereka bermukim di pesisir – pesisir
pantai. Etnis yang mayoritas bermukim di pulau Sumatera, Kalimantan dan sekitarnya ini
memiliki banyak karakter unggul yang apabila kita terapkan di kehidupan sehari-hari
tentunya akan membantu kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Oleh karena itu,
kelompok kami dengan senang hati hendak membahas atau mengkaji apa-apa saja yang
menjadi karakter unggul dari suku Melayu ini, sehingga penulis dan pembaca bisa sama-sama
belajar dan terus memperbaiki diri demi kemajuan negara kita.

B. Tujuan Makalah
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana sejarah asal-usul suku Melayu?
2. Apa saja kearifan lokal dan hal tabu dari suku Melayu?
3. Bagaimana karakter masyarakat Melayu?

C. Manfaat Makalah
Manfaat yang diharapkan penulis dalam makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui sejarah asal-usul suku Melayu.
2. Mengetahui kearifan lokal dan hal tabu yang berasal dari suku Melayu.
3. Mengetahui karakter unggul masyarakat Melayu.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum dan Sejarah Etnis Melayu


Suku Melayu merupakan salah satu kelompok etnis terbesar di Indonesia. Umumnya,
masyarakat suku ini bermukim di Pulau Sumatera bagian selatan, barat, dan Pulau
Kalimantan. Ras Melayu terbagi atas beberapa rumpun, hal itu juga yang membedakan etnis
Melayu di berbagai wilayah.
Nama "Malayu" berasal dari Kerajaan Malayu yang pernah ada di kawasan Sungai Batang
Hari, Jambi. Dalam perkembangannya, Kerajaan Melayu akhirnya takluk dan menjadi
bawahan Kerajaan Sriwijaya1. Pemakaian istilah Melayu-pun meluas hingga ke luar Sumatra,
mengikuti teritorial imperium Sriwijaya yang berkembang hingga ke Jawa, Kalimantan,
dan Semenanjung Malaya.
Berdasarkan prasasti Keping Tembaga Laguna, pedagang Melayu telah berdagang ke seluruh
wilayah Asia Tenggara, juga turut serta membawa adat budaya dan Bahasa Melayu pada
kawasan tersebut. Bahasa Melayu akhirnya menjadi lingua franca menggantikan Bahasa
Sanskerta2. Era kejayaan Sriwijaya merupakan masa emas bagi peradaban Melayu, termasuk
pada masa wangsa Sailendra di Jawa, kemudian dilanjutkan oleh
kerajaan Dharmasraya sampai pada abad ke-14, dan terus berkembang pada masa Kesultanan
Malaka sebelum kerajaan ini ditaklukan oleh kekuatan tentara Portugis pada tahun 1511.
Masuknya agama Islam ke Nusantara pada abad ke-12, diserap baik-baik oleh masyarakat
Melayu. Islamisasi tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat jelata, namun telah menjadi
corak pemerintahan kerajaan-kerajaan Melayu. Di antara kerajaan-kerajaan tersebut
ialah Kesultanan Johor, Kesultanan Perak, Kesultanan Pahang, Kesultanan
Brunei, Kesultanan Langkat, Kesultanan Deli, dan Kesultanan Siak, bahkan kerajaan
Karo Aru pun memiliki raja dengan gelar Melayu. Kedatangan Eropa telah menyebabkan
orang Melayu tersebar ke seluruh Nusantara, Sri Lanka, dan Afrika Selatan. Di perantauan,
mereka banyak memiliki kedudukan dalam suatu kerajaan, seperti syahbandar, ulama, dan
hakim3.
Dalam perkembangan selanjutnya, hampir seluruh Kepulauan Nusantara mendapatkan
pengaruh langsung dari Suku Melayu. Bahasa Melayu yang telah berkembang dan dipakai

1
Sabri Zain, Early Malay Kingdoms, diakses dari sabrizain.org pada tanggal 21 Juni 2010
2
Zaki Ragman, Gateaway to Malay Culture, Singapore, Asiapac Books Pte Ltd, 2003, hlm 1-6.
3
Wikipedia, Suku Melayu, diakses dari wikipedia.org pada tanggal 23 September 2021
oleh banyak masyarakat Nusantara, akhirnya dipilih menjadi bahasa nasional
di Indonesia, Malaysia, dan Brunei.

Sumber: www.bualbual.com Sumber: wanputra11.wordpress.com


Secara ras atau rumpun bangsanya, Melayu di Indonesia dibedakan menjadi dua kelompok
yaitu Melayu Deutero dan Melayu Proto4.
 Melayu Proto / Proto Malayan adalah rumpun Melayu Tua yang datang kali
pertama pada masa lebih kurang 1500 SM meliputi suku bangsa Dayak, Toraja,
Sasak, Nias, Batak, Anak dalam, Enggano, dll. yang bermukim di pulau Kalimantan,
Sulawesi, Nias, Lombok, dan Sumatra.
 Melayu Deutro / Deutro Malayan adalah rumpun Melayu Muda yang datang setelah
Melayu Proto pada Zaman Logam sekitar lebih kurang 500 SM. Rumpun yang masuk
gelombang kedua ini meliputi suku bangsa Melayu, Aceh, Lampung, Minangkabau,
Manado, yang bermukim di pulau Sumatra, Jawa, Bali, Madura, dan Sulawesi.
Adapun golongan lain yang bukan termasuk rumpun Melayu namun tetap termasuk bangsa di
Indonesia yaitu rumpun Melanesia yang bermukim di bagian wilayah timur Indonesia.
Meskipun demikian, istilah Melayu yang digunakan di Indonesia lebih mengacu pada arti
suku bangsa yang lebih spesifik sehingga Melayu yang ada tidak termasuk suku bangsa Jawa
yang merupakan suku bangsa mayoritas.
Suku Melayu (Muslim) di Indonesia menurut sensus tahun 2010 terdiri dari:
 Melayu Tamiang  Melayu Pesisir  Melayu Merangin
 Melayu  Melayu Riau  Melayu Lematang
Palembang  Melayu  Melayu Rokan
 Melayu Bangka Kepulauan  Melayu Siak
 Melayu Deli  Melayu Jambi  Melayu Kampar
 Melayu Asahan  Melayu Bengkulu  dll.
B. Kearifan Lokal dan Hal Tabu Etnis Melayu
4
Wikipedia, Suku Melayu, diakses dari wikipedia.org pada tanggal 23 September 2021
1. Pantang Larang

Pantang larang adalah pantangan dan larangan yang dijadikan patokan dalam kehidupan
masyarakat Suku Melayu, baik mengenai ritus siklus kehidupan (kelahiran, perkawinan dan
kematian) dan ritual-ritual yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat. Pantang larang
digunakan oleh Suku Melayu sejak zaman nenek moyang, karena dianggap mampu
mengobati rasa penasaran masyarakat. Pantang larang dalam masyarakat memiliki makna
yang sangat dalam. Walaupun begitu, pantang larang dianggap mitos yang diyakini
kebenarannya tetapi tidak dapat dibuktikan. Pantang larang menjadi sebuat adat di
masyarakat yang merupakan khazanah budaya yang mengandung nilai tradisi di masyarakat.
Perkembangan teknologi yang pesat, nilai-nilai kearifan lokal dari pantang larang tersebut
mengalami perubahan. Akan tetapi, perubahan tersebut tidak menghapus dari unsur-unsur
pantang larang. Unsur-unsur tersebut adalah “makna, fungsi, klasifikasi, dan kedudukannya
dalam masyarakat”. Misalnya, seorang anak dilarang melintasi orangtua yang maknanya
bahwa orangtua mengajarkan sopan santun melalui metode pembiasaan5.

Berikut beberapa contoh pantangan dan larang yang ada di masyarakat melayu:

-Dilarang mengintip orang mandi, nanti mata bengkak.

-Kalau tidak tahan berpanas, nanti tunang dilarikan orang.

-Bayi tak boleh dikatakan gemuk, nanti ketika besar akan menjadi kurus.

-Makan tidak cuci piring, nanti lambat dapat menantu.

-Makan sambil berjalan, dapat penyakit perut.

-Tidur selepas makan, nanti ditindih hantu.

-Dilarang menjahit pakaian di badan, nanti tidak lepas hutang.

-Dilarang makan bertindih piring, nanti menjadi madu orang.

-Pantang melangkahi garam, susah buang air kecil.

5
Aslan, Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Budaya Pantang Larang Suku Melayu Sambas, Jurnal Ilmu Ushuluddin,
Vol. 16 No. 1, (29 Mei-21 Juni 2017), 15-16.
-Pantang menjemur baju di malam hari, kena ludah setan.

-Pantang bercermin waktu hujan, nanti kena tembak petir.

-Pantang anak gadis bernyanyi sambil memasak, dapat suami tua.

-Pantang makan tebu malam hari, nanti mati emak6

2. Tunjuk Ajar Melayu

Tunjuk Ajar Melayu adalah ungkapan-ungkapan yang bersifat khas, mengandung nasihat,
amanah, petuah, nilai-nilai tunjuk ajar dan keteladanan, yang mengajak manusia ke jalan
kehidupan yang lebih baik dan mendapatkan keridhaan dari Allah swt. Tunjuk Ajar Melayu
ini didasarkan pada tradisi, budaya, dan kehidupan orang-orang Melayu yang sangat erat
kaitannya dengan tradisi Islam. Bisa dikatakan apa yang terkandung dalah Tunjuk Ajar
Melayu sebagian besar adalah nilai-nilai Islam yang sesuai dengan budaya dan tradisi orang
Melayu7.

Tunjuk Ajar Melayu telah diakui oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia
melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan menetapkan Tunjuk Ajar Melayu
sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada tahun 2017 lalu. 

Tunjuk Ajar Melayu terdiri dari 25 pokok pikiran utama atau yang dikenal dengan istilah
Pakaian Dua Puluh Lima. Pada setiap butir dari yang 25 tersebut memiliki nilai konseling

6
Elvina Syahrir, Ungkapan Pantang Larang Masyarakat Melayu Belantik, Balai Bahasa Provinsi Riau, 2016,
242-246.
7
Riau Magazine, Pengertian, Fungsi dan Manfaat Tunjuk Ajar Melayu, diakses dari riaumagz.com pada tanggal
24 September 2021
spiritual yang cukup kontemporer digunakan untuk membimbing kondisi yang ada sekarang.
Beberapa sifat dari 25 tersebut di antaranya: sifat tahu asal mula jadi, sifat tahu berpegang
pada Yang Satu, sifat tahu membalas budi, sifat tahu diri, sifat hidup memegang amanah, dll.

Berikut salah satu cuplikan dari isi buku ini:

Bercakap bersetinah, berunding bersetabik

Asas ini mengajarkan nilai-nilai kesantunan, budi pekerti, menjaga lidah dan tingkah laku,
menjauhi sikap kasar, mencaci orang, angkuh, sombong dan sebagainya dari pergaulan yang
ada. Hal ini seperti tertuang dalam lirik-lirik berikut:

Apa tanda orang beradat


Elok perangai sempurna sifat
Apa tanda orang terpandang
Bercakap tidak menista orang
Apa tanda orang bermarwah
Kalau bicara tidak menyalah
Apa tanda orang berakal
Dalam berbuat tidak membual
3. Pacaran
Apabila merunut pada cerita, kisah, ataupun literasi melayu zaman dulu, pacaran
sesungguhnya adalah aktivitas yang menjunjung tinggi adat ketimuran yang menjaga
pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang belum menjadi pasangan yang sah8.
Pada zaman dulu, pacaran adalah suatu kondisi yang menerangkan bahwa sudah adanya
itikad menuju jenjang yang lebih serius antara sepasang laki-laki dan perempuan yang kelak
menjadi pasangan sah secara agama maupun negara. Mereka berdua, ditandai di masing-
masing jari tangannya dengan olahan daun pacar.

8
Temali, Konon, Pacaran Merupakan Adat Asli Melayu, diakses dari kumparan.com pada tanggal 3 Oktober
2021
Sebelum keduanya ditandai dengan daun pacar di jari tangan, biasanya akan dimulai dengan
sang lelaki mendatangi rumah pujaan hatinya. Lalu, selanjutnya sang lelaki akan berpantun
atau meniupkan seruling untuk menarik perhatian bapak dari sang pujaan hati.
Selanjutnya, saat perhatian sudah didapatkan, maka akan dipanggillah sang lelaki yang
sedang dimabuk asmara tersebut kedalam rumah. Lalu ditanya tentang keseriusannya kepada
anak gadisnya oleh sang bapak. Baru setelah itu, didatangkan anak gadisnya, dan apabila
sang anak juga setuju, maka keduanya pun ditandai oleh pacar di tangannya. Supaya orang
lain yang melihatnya tahu bahwa mereka sedang “pacaran”.
Selepas itu, sang lelaki akan diberi waktu 3 bulan untuk mempersiapkan diri, sesuai dengan
lamanya pacar sampai luntur apabila sudah diwarnai ke jari tangan. Masa 3 bulan tersebut,
dipakai untuk belajar ilmu pernikahan, rumah tangga, bekerja mencari materi, dan
sebagainya. Bukan berduaan atau bermesraan dengan gadis pujaan hatinya.
Setelah melewati masa pacaran 3 bulan tersebut, sang lelaki dihadapkan pada dua pilihan
sulit. Merelakan pujaan hatinya pacaran dengan lelaki lain karena dirinya ternyata belum siap
menapaki tahap selanjutnya, atau memberanikan diri menuju tahap selanjutnya yaitu lamaran
dan akhirnya menikah.

C. Identifikasi Karakter Unggul Etnis Melayu


Perbedaan etnis Melayu dengan etnis lainnya dapat dilihat dari wataknya. Menurut Mohd.
Daud Kadir dalam buku Masyarakat Melayu dan Budaya Melayu dalam Perubahan, cirinya
sebagai berikut9:
 Sifat Merendah, merupakan sifat yang menjadi tuntutan utama dalam pergaulan orang
melayu. Orang yang selalu merendah berarti tahu diri dan sadar diri. Sifat ini
tercermin pada sikap tertib, sopan dan hormat. Sikap-sikap tersebut tampak pada
gerak-gerik dan tutur bahasanya, terutama bila berhadapan dengan kaum kerabat atau
9
W.M.Fariq, Saifullah, Imam Fakhruddin, Pengaruh Kepribadian Orang Melayu terhadap Motivasi
Berwirausaha pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kecamatan Bengkalis, Jurnal Ekonomi Islam,
Vol. 7 No. 2 (Juli-Desember 2019), hlm 292-297.
anggota masyarakat yang lebih tua, bahkan terhadap orang asing. Sikap merendah
tidak sama dengan sikap menghina-hina diri, dengan sikap ini justru dapat menjaga
martabat (harga diri).Orang melayu tidak mau dibenci masyarakat karena sikap dan
tingkah laku atau tutur kata yang tidak memeperhatikan martabat diri. Nama melayu
sering dikaitkan dengan sifat orangnya yang merendah, melayu-layukan diri seperti
bunga atau daun yang layu, karena bunga yanng kelopaknya layu pasti melempai atau
terkulai ke bawah.
 Sifat Pemalu atau penyegan. Sifat ini juga bertolak dari sifat tahu diri, sadar diri,tahu
diuntung, dan harga diri. Orang yang tidak tahu malu berarti tidak menghargai diri
sendiri. Sifat pemallu tercermin dalam sikap dan tingkah laku, seperti segan meminta
bantuan, segan menonjolkan diri, segan mengadukan kesusahan, segan mengambil
muka, segan berebut (tamak), segan mendahului orang tua, dsb.
 Sifat suka damai atau toleransi. Orang melayu tahu diri. Ia selalu menghargai orang
lain, sebagaimana enghargai dirinya sendiri. Oleh karena itu, ia selalu terbuka dan
berlapang dada. Setiap orang yang datang ke kampung halamannya selalu diberi
pertolongan. Mereka beranggapan, “Biar rumah sempit, tapi hati lapang”. Orang yang
dapat menghargai orang lain adalah orang yang berhati mulia. Kebaikan hati akan
meningkatkan harga atau martabat diri, sekaligus martabat kampung halamannya.
Akibat dari sifat toleransi ini, orang melayu sangat senang bertolak ansur (kompromi),
tidak cerewet, suka mengalah, karena orang melayu tidak mau ribut dan berselisih
paham.
 Sifat Sederhana. Mereka tidak mau memikirkan suatu hal yang rumit dan sulit. Hidup
selalu dilihat dari segi kesederhanaann, sederhana dalam pergaulan, memiliki harta,
memakai pakaian dan perhiasan, berkata-kata, ketika bersuka ria, dalam cita-cita, dan
sederhana dalam berusaha mencari rezeki. Sifat kesederhanaan ini juga berpangkal
dari sifat tahu diri dan sadar diri. Orang melayu sadar bahwa hidup di dunia ini hanya
sementara, segala isi dunia adalah milik Tuhan, hidup yang berlebihan tidak akan
membuat hidup bahagia, dan hidup bahagia bukan pada harta, tetapi tertanam dalam
hati. Pandangan hidup itu menyebabkan orang melayu tenang, tidak tergesa-gesa,
tidak tamak, tidak serakah, serta tidak berlomba-lomba dalam mencari harta dan
kedudukan.
 Sifat sentimentil dan riang. Sifat tahu diri dan sadar akan haarga diri menjadikan
orang melayu sangat sentimental. Mereka tahu akan kekurangan dan derajatnya dalam
stratifikasi sosial, sehingga mereka selalu menekan perasaan, hasrat dan keinginannya
agar harga dirinya tidak hilang. Untuk menyalurkan gejolak perasaannya itu, mereka
mengungkapkannya dalam bentuk lagu-lagu sedih, serta dalam nada-nada rentak yang
sentimental.
 Sifat mempertahankan harga diri. Dalm interaksi sering terjadi kesalahan yang
disebabkan oleh ketidakcocokkan watak yang menyertai orang yang sedang
berkomunikasi. Apabila salah seorang tersebut merasa harga dirinya hilang, maka ia
akan merasa tersinggung. Dalam keadaan tersebut, ia akan mengambil sikap protes
dengan cara memtuskan hubungan yang dikenal dengan istilah merajuk. Merajuk
berarti menutup diri untuk membicarakan masalah-masalah yang menyebabkan
perasaannya tersinggung. Sikap merajuk itu diperlihatkan oleh orang melayu sebagai
tanda tidak setuju terhadap sikap, tingkah laku, dan pandangan orang yang
menyinggung perasaannya.
 Sifat menjunjung adat istiadat10. Menurut Tenas Effendy salah satu yang dihindari
oleh orang Melayu adalah ia tidak tahu adat atau tidak beradat. Pernyataan ini bukan
hanya sekedar hinaan, yang dimaknai secara budaya adalah kasar, liar, tidak bersopan
santun, tidak berbudi—tetapi juga ia tidak beragama, karena adat Melayu adalah
berdasar pada agama. Jadi tidak beradat sinonim maknanya dengan tidak beragama
(2004:57). Ungkapan adat Melayu menjelaskan, biar mati anak, jangan mati adat
mencerminkan betapa pentingnya eksistensi adat dalam kehidupan masyarakat
Melayu. Dalam konsep etnosains Melayu, dikatakan bahwa mati anak duka
sekampung, mati adat duka senegeri, yang menegaskan keutamaan adat yang menjadi
anutan seluruh lapisan masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Dari sisi lain, makna ungkapan adat biar mati anak jangan mati adat
mengandung makna bahwa adat (hukum adat) wajib ditegakkan, walaupun harus
mengorbankan keluarga sendiri. Maknanya adalah adat adalah aspek mendasar dalam
menjaga harmoni dan konsistensi internal budaya, yang menjaga keberlangsungan
struktur sosial dan kesinambungan kebudayaan secara umum. Jika adat mati maka
mati pula peradaban masyarakat pendukung adat tersebut. Pentingnya adat dalam
kehidupan masyarakat Melayu adalah berfungsi untuk mengatur hampir semua sisi
kehidupan, memberikan arahan dan landasan dalam semua kegiatan, mulai dari hal

10
Muhammad Takari dan Fadlin, Memahami Adat dan Budaya Melayu, Etnomusikologi FIB USU dan Majelis
Adat Budaya Melayu Indonesia, 2019, 3.
yang besar sampai kepada hal yang paling kecil. Adat mengajar orang untuk menjadi
manusia beradab, bersopansantun, toleran, saling menghormati, tahu diri, tolong-
menolong—agar dapat menciptakan suasana kerukunan dan kedamaian dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman etnis dan suku
bangsanya, salahsatunya adalah etnis atau suku melayu. Etnis melayu merupakan
salah satu suku bangsa dengan populasi terbesar di Indonesia. Etnis ini tersebar di
beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam,
Thailand, dan Filipina. Di Indonesia sendiri, etnis melayu mayoritas mendiami pulau
Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Etnis Melayu yang kental dengan budaya agama Islam ini memliki banyak tradisi atau
kearifan lokal yang dapat kita teladani. Begitu juga dengan karakter unggul yang
dimiliki masyarakat etnis ini, banyak yang bisa kita lestarikan.
B. Saran
Saran dari kami untuk pembaca, semoga kita bisa meneladani hal-hal baik dari adat
dan kebudayaan etnis melayu ini, juga dapat menjunjung adat istiadat yang ada di
negara kita agar tetap lestari hingga anak-cucu kita kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Aslan. (2017). Jurnal Ilmu Ushuluddin. Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Budaya Pantang Larang Suku
Melayu Sambas, 15-16.

Fadlin, M. T. (2019). Etnomusikologi FIB USU. Memahami Adat dan Budaya Melayu, 3.

Ragman, Z. (2003). Gateaway to Malay Culture. Singapore: Asiapac Books Pte Ltd.

Riau Magazine. (2020, Agustus 24). Pengertian, Fungsi dan Manfaat Tunjuk Ajar Melayu. Diambil
kembali dari RIau Magazine: https://www.riaumagz.com/2020/08/pengertian-fungsi-dan-
manfaat-tunjuk.html

Syahrir, E. (2016). Balai Bahasa Provinsi Riau. Ungkapan Pantang Larang Masyarakat Melayu
Belantik, 242-246.

Temali. (2019, Desember 17). Konon, Pacaran Merupakan Adat Asli Melayu. Diambil kembali dari
Kumparan: https://kumparan.com/temali/konon-pacaran-merupakan-adat-asli-melayu-
1sSMQaEjhvQ

Wan Muhammad Fariq, S. I. (2019). Jurnal Ekonomi Islam. Pengaruh Kepribadian Orang Melayu
terhadap Motivasi Berwirausaha pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di
Kecamatan Bengkalis, 292-297.

Wikipedia. (2021, Sepember 22). Suku Melayu. Diambil kembali dari Wikipedia:
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Melayu

Zain, S. (2010, Juni 22). Early Malay Kingdoms. Diambil kembali dari Sejarah Melayu:
http://www.sabrizain.org/malaya/early.htm

Anda mungkin juga menyukai