Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-
informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia merancang suatu sistem kerja,
sehingga manusia dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan
yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, dan nyaman. Fokus dari ergonomi
adalah manusia dan interaksinya dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur dan lingkungan
dan pekerja serta kehidupan sehari-hari dimana penekanannya adalah pada faktor manusia.
Para operator dalam melakukan pekerjaannya, posisi kerja mereka tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip ergonomi yaitu terlalu membungkuk, jangkauan tangan yang tidak normal. Alat
yang terlalu kecil, dll. Sehingga dari posisi kerja operator tersebut dapat mengakibatkan
timbulnya berbagai permasalahan yaitu kelelahan dan rasa nyeri pada punggung akibat dari
duduk yang tidak ergonomis tersebut, timbulnya rasa nyeri pada bahu dan kaki akibat ketidak
sesuaian antara pekerja dan lingkungan kerjanya.
Selanjutnya agar setiap desain produk dapat memenuhi keinginan pemakainya maka
harus dilakukan melalui beberapa pendekatan sebagai berikut :
1. Mengetahui kebutuhan pemakai. Kebutuhan pemakai dapat didefinisikan berdasarkan
kebutuhan dan orientasi pasar, wawacanra langsung dengan pemakai produk yang
potensialdan munggunakan pengalaman pribadi.
2. Fungsi produk secara detail. Fungsi spesifik produk yang dapat memuaskan pemakai
harus dijelaskan secara detail melalui daftar item masing-masing fungsi produk.
3. Melakukan analisis pada tugas-tugas desain produk.
4. Mengembangkan produk
5. Melakukan uji terhadap pemakai produk
Lebih lanjut, suatu desain produk disebut ergonomis apabila secara antropomentris, faal,
biomekanik dan psikologis kompatibeldengan manusia pemakainya. Di dalam mendesain suatu
produk maka harus berorientasi pada production friendly, distribution friendly, installation
friendly, operation friendly dan maintenance friendly. Di samping hal-hal tersebut di atas di
dalam mendesain suatu produk yang sangat penting untuk diperhatikan adalah suatu desain yang

1
berpusat pada manusia pemakainya atau human centered design (Sutalaksana 1999). Hal tersebut
dimaksudkan agar setiap desain produk baik secara fungsi, teknis teknologi, ekonomis, estetis
maupun secara ergonomis sesuai dengan kebutuhan pemakainya

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ergonomi?
2. Apa yang dimaksud dengan stasiun kerja?
3. Bagaimana pendekatan ergonomis dalam perancangan stasiun kerja?
4. Bagaimana antropometri dalam desain?
5. Bagaimana jenis pengukuran antropometri?
6. Bagaimana desain stasiun kerja dan sikap kerja duduk?
7. Bagaimana desain stasiun kerja dan sikap kerja berdiri?
8. Bagaimana desain stasiun kerja dan sikap kerja dinamis?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ergonomi
2. Untuk mengetahui pendekatan ergonomis dalam perancangan stasiun kerja
3. Untuk mengetahui antropometri dalam desain
4. Untuk mengetahui jenis pengukuran antropometri
5. Untuk mengetahui stasiun kerja dan sikap kerja duduk
6. Untuk mengetahui desain stasiun kerja dan sikap kerja berdiri
7. Untuk mengetahui desain stasiun kerja dan sikap kerja dinamis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ergonomi

Pengertian Ergonomi dalam buku Sritomo Wignjosoebroto adalah Ergonomi atau


ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti
kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin
keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan. Disiplin ergonomi
secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi
dengan teknologi dan produk-produk buatannya. Disiplin ini berangkat dari kenyataan bahwa
manusia memiliki batas-batas kemampuan baik jangka pendek maupun jangka panjang pada saat
berhadapan dengan keadaan lingkungan sistem kerjanya yang berupa perangkat keras/hard-ware
(mesin, peralatan kerja, dll) dan/atau perangkat lunak/soft-ware (metode kerja, sistem dan
prosedur, dll). Dengan demikian terlihat jelas bahwa ergonomi adalah suatu keilmuan yang multi
disiplin, karena disini akan mempelajari pengetahuan-pengetahuan dari ilmu kehayatan
(kedokteran, biologi), ilmu kejiwaan (psychology) dan kemasyarakatan (sosiologi).
Pendapat lain definisi ergonomi yang menitik beratkan pada penyesuaian desain terhadap
manusia adalah di kemukakan oleh Annis dan McCinville (1996)ndan Manuaba (1999). Mereka
manyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter
manusia, kapasitas dan keterbatasannya terhadap desain pekerjaan, mesin dan sistemnya,
ruangan kerja dan lingkungan sehingga manusia dapat hidup dan bekerja secara sehat, aman,
nyaman dan efisien. Sedangkan Pulat (1992) menawarkan konsep desain produk untuk
mendukung efisiensi dan keselamatan dalam penggunaan desain produk. Konsep tersebut adalah
desain untuk rehabilitas, kenyamanan, lamaya waktu pemakaian, kemudahan dalam pemakaian
dan efisien dalam pemakaian.

3
B. Pendekatan Ergonomis Dalam Perancangan Stasiun Kerja

Secara umum baik dalam memodifikasi atau dalam meredesain stasiun kerja yang sudah ada
maupun mendesain stasiun kerja baru, para perancang sering dibatasi oleh factor finansial
maupun teknologi seperti, keleluasaan modifikasi, ketersediaan ruangan, lingkungan, ukuran
frekuensi alat yang digunakan, kesinambungan pekerjaan dan populasi yang menjadi target.
Dengan demikian desain dan redesain harus selalu berkompromi antara kebutuhan biologis
operator dengan kebutuhan stasiun kerja fisik baik ukuran dan fungsi alat dalam stasiun kerja.
Kompromi untuk kesesuaian tersebut perlu mempertimbangkan antropometri dan lokasi elemen
mesin terhadap posisi kerja, jangkauan, pandangan, ruang gerak dan interface antara tubuh
operator dengan mesin. Di samping itu, teknik dalam mendesain stasiun kerja harus mulai
dengan identifikasi variabilitas populasi pemakai yang didasarkan pada factor-faktor seperti
etnik, jenis kelamin, umur dan lain-lain.
Menurut Das and Sengupta (1993) pendekatan secara sistemik untuk menentukan secara
dimensi stasiun kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi variabilitas populasi pemakai yang didasarkan pada etnik, jenis kelamin
dan umur.
2. Mendapatkan data antropometri yang relavan dengan populasi pemakai
3. Dalam pengukuran antropometri perlu mempertimbangkan pemakaian, sepatu dan posisi
normal
4. Menentukan kisaran ketinggian dari pekerjaan utama. Penyediaan kursi dan meja kerja
yang dapat distel, sehingga operator dimungkinkan bekerja dengan posisi duduk maupun
berdiri secara berrgantian.
5. Tata letak dari alat-alat tangan, control dalam kisaran jangkauan optimum
6. Menempatkan displai yang tepat sehingga operator dapat melihat objek dengan
pandangan yang tepat dan nyaman
7. Review terhadap stasiun kerja secara berkala
Setiap system kerja mengandung beberapa atau seluruh komponen kerja, masing-masing
saling berinteraksi dengan yang lain. Menurut Corlett and Clark (1995) bahwa ergonomi baik
sebagai ilmu maupun teknologi selalu konsen dengan interface dan interaksi antara operator

4
dengan komponen-komponen kerja, serta konsen terhadap pengaruh dari interaksi pada
performansi system kerja.
Secara ideal perancangan stasiun kerja haruslah disesuaikan peranan dan fungsi pokok dari
komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin/peralatan dan lingkungan
fisik kerja. Peranan manusia dalam hal ini akan didasarkan pada kemampuan dan
keterbatasannya terutama yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kognitif, fisik ataupun
psikologisnya. Demikian juga peranan atau fungsi mesin/peralatan seharusnya ikut menunjang
manusia (operator) dalam melaksanakan tugas yang ditentukan. Mesin/peralatan kerja juga
berfungsi menambah kemampuan manusia, tidak menimbulkan stress tambahan akibat beban
kerja dan membantu melaksanakan kerja-kerja tertentu yang dibutuhkan tetapi berada diatas
kapasitas atau kemampuan yang dimiliki manusia. Selanjutnya mengenai peranan dan fungsi dari
lingkungan fisik kerja akan berkaitan dengan usaha untuk menciptakan kondisi-kondisi kerja
yang akan menjamin manusia dan mesin agar dapat berfungsi pada kapasitas maksimalnya.
Dalam kaitannya dengan lingkungan fisik kerja seringkali dijumpai bahwa perencana sistem
kerja justru lebih memperhatikan mesin/peralatan yang harus lebih dilindungi dari pada melihat
kepentingan manusia-pekerjanya.
Berkaitan dengan perancangan areal/stasiun kerja dalam industri, maka ada beberapa aspek
ergonomis yang harus dipertimbangkan sebagai berikut :

a. Sikap dan posisi kerja.


Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk atau dalam sikap/posisi kerja yang lain,
pertimbangan-pertimbangan ergonomis yang berkaitan dengan sikap/posisi kerja akan sangat
penting. Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-
kadang cendrung untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu
berada pada sikap dan posisi kerja yang "aneh" dan kadang-kadang juga harus berlangsung
dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja cepat lelah,
membuat banyak kesalahan atau menderita cacat tubuh. Untuk menghindari sikap dan posisi
kerja yang kurang favourable ini pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain
menyarankan hal-hal seperti :
Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk
dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama. Untuk mengatasi

5
problema ini maka stasiun kerja harus dirancang- terutama dengan memperhatikan
fasilitas kerjanya seperti meja kerja, kursi dll yang sesuai dengan data antropometri-
agar operator dapat menjaga sikap dan posisi kerjanya tetap tegak dan normal.
Ketentuan ini terutama sekali ditekankan bilamana pekerjaan-pekerjaan harus
dilaksanakan dengan posisi berdiri.
Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa
dilakukan. Pengaturan posisi kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan
normal (konsep/prinsip ekonomi gerakan ). Disamping pengaturan ini bisa memberikan
sikap dan posisi yang nyaman juga akan mempengaruhi aspek-aspek ekonomi gerakan.
Untuk hal-hal tertentu operator harus mampu dan cukup leluasa mengatur tubuhnya
agar memperoleh sikap dan posisi kerja yang lebih mengenakkannya.
Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama
dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi miring. Demikian
pula sedapat mungkin menghindari cara kerja yang memaksa operator harus bekerja
dengan posisi telentang atau tengkurap.
Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode waktu yang
lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi diatas level siku yang normal.

b. Antropometri dan dimensi ruang kerja.


Antropometri pada dasarnya akan menyangkut ukuran fisik atau fungsi dari tubuh
manusia termasuk disini ukuran linier, berat volume, ruang gerak, dan lain-lain. Data
antropometri ini akan sangat bermanfaat didalam perencanaan peralatan kerja atau fasilitas-
fasilitas kerja (termasuk disini perencanaan ruang kerja ). Persyaratan ergonomis mensyaratkan
agar supaya peralatan dan fasilitas kerja sesuai dengan orang yang menggunakannya khususnya
yang menyangkut dimensi ukuran tubuh. Dalam menentukan ukuran maksimum atau minimum
biasanya digunakan data antropometri antara 5-th dan 95-th percentile. Untuk perencanaan
stasiun kerja data antropometri akan bermanfaat baik didalam memilih fasilitas-fasilitas kerja
yang sesuai dimensinya dengan ukuran tubuh operator, maupun didalam merencanakan dimensi
ruang kerja itu sendiri.
Dimensi ruang kerja akan dipengaruhi oleh hal pokok yaitu situasi fisik dan situasi kerja
yang ada. Didalam menentukan dimensi ruang kerja perlu diperhatikan antara lain jarak

6
jangkauan yang bisa dilakukan oleh operator, batasan-batasan ruang yang enak dan cukup
memberikan keleluasaan gerak operator dan kebutuhan area minimum yang harus dipenuhi
untuk kegiatan-kegiatan tertentu.

c. Efisiensi ekonomi gerakan dan pengaturan fasilitas kerja.


Perancangan sistem kerja haruslah memperhatikan prosedur-prosedur untuk meng-
ekonomisasikan gerakan-gerakan kerja sehingga dapat memperbaiki efisiensi dan mengurangi
kelelahan kerja. Pertimbangan mengenai prinsip-prinsip ekonomi gerakan diberikan selama
tahap perancangan sistem kerja dari suatu industri, karena hal ini akan mempermudah
modifikasi- bilamana diperlukan- terhadap hardware, prosedur kerja, dan lain-lain. Seperti yang
umum dijumpai sekali mesin diinstalasikan atau fasilitas fisik pabrik dibangun maka yang terjadi
adalah manusia harus segera mampu beradaptasi dengan kondisi-kondisi yang telah terpasang
tersebut.
Kondisi akan tetap tak berubah untuk periode yang lama, sehingga kalau demikian
dirasakan kondisi itu tidak efisien ataupun tidak ergonomis; modifikasi akan terasa sulit dan
tidak bisa dilaksanakan setiap saat. Berikut akan diuraikan beberapa ketentuan-ketentuan pokok
yang berkaitan dengan prinsip-prinsip ekonomi gerakan yang perlu dipertimbangkan dalam
perancangan stasiun kerja :
Organisasi fasilitas kerja sehingga operator secara mudah akan mengetahui lokasi
penempatan material (bahan baku, produk akhir atau limbah buangan/skrap), spare-
parts, peralatan kerja, mekanisme kontrol atau display dan lain-lain yang dibutuhkan
tanpa harus mencari-cari.
Buat rancangan fasilitas kerja (mesin, meja, kursi dan lain-lain) dengan dimensi yang
sesuai data antropometri dalam range 5 sampai 95-th percentile agar operator bisa
bekerja leluasa dan tidak cepat lelah. Biasanya untuk merancang lokasi jarak jangkauan
akan dipergunakan operator dengan jarak jangkau terpendek (5-th percentile),
sedangkan untuk lokasi kerja yang membutuhkan clearence akan mempergunakan data
yang terbesar (95-th percentile).
Atur suplai/pengiriman material ataupun peralatan/perkakas secara teratur ke stasiun-
stasiun kerja yang membutuhkan. Disini operator tidak seharusnya membuang waktu
dan energi untuk mengambil material atau peralatan/perkakas kerja yang dibutuhkan.

7
Untuk menghindari pelatihan ulang yang tidak perlu dan kesalahan-kesalahan manusia
karena pola kebiasaan yang sudah dianut, maka bakukan rancangan lokasi dari
peralatan kerja (mekanisme kendali atau display) untuk model atau type yang sama.
Buat rancangan kegiatan kerja sedemikian rupa sehingga akan terjadi keseimbangan
kerja antara tangan kanan dan tangan kiri (terutama untuk kegiatan perakitan).
Diharapkan pula operator dapat memulai dan mengakhiri gerakan kedua tangannya
tersebut secara serentak dan menghindari jangan sampai kedua tangan menganggur
(idle) pada saat yang bersamaan. Buat pula peralatan-peralatan pembantu untuk
mempercepat proses handling. Disamping itu bila mana memungkinkan suatu kegiatan
juga dikerjakan/dikendalikan dengan menggunakan kaki- untuk mengurangi kerja
tangan hal-hal tertentu- maka bisa pula dirancang mekanisme khusus untuk maksud ini.
Apabila akhirnya kaki juga ikut serta "meramaikan" pelaksanaan kerja, maka
distribusikan beban kerja tersebut secara seimbang antara tangan dan kaki. Biasanya
untuk mengendalikan kegiatan yang memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi,
tanggungjawab untuk pelaksanaan untuk hal tersebut biasanya akan dibebankan pada
tangan kanan (perkecualian untuk orang kidal hal ini haruslah dirancang secara
khusus).
Atur tata letak fasilitas pabrik sesuai dengan aliran proses produksinya. Caranya adalah
dengan mengatur letak mesin atau fasilitas kerja berdasarkan konsep "machine-after-
machine" yang disesuaikan dengan aliran proses yang ada. Prinsip tersebut adalah
untuk meminimalkan jarak perpindahan material selama proses produksi berlangsung
terutama sekali untuk fasilitas-fasilitas yang frekuensi perpindahan atau volume
material handlingnya cukup besar. Stasiun-stasiun kerja ataupun departemen-
departemen yang karena fungsinya akan sering kali berhubungan dan berinteraksi satu
dengan yang lain juga harus diletakkan berdekatan guna mengurangi waktu gerak
perpindahan.
Kombinasi dua atau lebih peralatan kerja sehingga akan memperketat proses kerja.
Demikian pula sedapat mungkin peralatan kerja yang akan digunakan sudah berada
dalam arah dan posisi yang sesuai pada saat operasi kerja akan diselenggarakan.

8
C. Pertimbangan Antropometri Dalam Desain

Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam bukunya istilah antropometri berasal dari " anthro "
yang berarti manusia dan " metri " yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat
dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia.
Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar dsb.) berat dll. Yang berbeda
satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-
pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan (desain) produk maupun sistem kerja yang
akan memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan
diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :
 Perancangan areal kerja ( work station, interior mobil, dll )
 Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan sebagainya.
 Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer dll.
 Perancangan lingkungan kerja fisik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data antropometri akan menentukan bentuk,
ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang
akan mengoperasikan / menggunakan produk tersebut. Dalam kaitan ini maka perancangan
produk harus mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan
menggunakan produk hasil rancangannya tersebut. Secara umum sekurang-kurangnya 90% -
95% dari populasi yang menjadi target dalam kelompok pemakai suatu produk haruslah mampu
menggunakannya dengan selayaknya.
Setiap desain produk, baik produk yang sederhana maupun produk yang sangat komplek, harus
berpedoman kepada antropometri pamakainya. Menurut Sanders dan McCormick (1987),
Phaesant(1988) dan Pulat (1992) bahwa antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh
karakteristik fisik tubuh lainnya yang relavan dengan sesain tentang sesuatu yang dipakai orang.
Selanjutnya Annis dan McConville (1996) membagi aplikasi ergonomi dalam kaitannya dengan
antropometri menjadi dua devisi utama yaitu:
1) Ergonomi berhadapan dengan tenaga kerja, mesin beserta sarana pendukung lainnya dan
lingkungan kerja. Tujuan ergonomic dari devisi ini adalah untuk menciptakan
kemungkinan situasi terbaik pada pekerjaan sehingga kesehatan fisik dan mental tenaga

9
kerja dapat terus dipeliharan serta efisiensi produktivitas dan kualitas produk dapat
dihasilkan dengan optimal
2) Ergonomi berhadapan dengan karakteristik produk pabrik yang berhubungan dengan
konsumen atau pemakai produk.
Dalam menentukan ukuran stasiun kerja, alat kerja dan produk pendukung lainnya, data
antropomentri tenaga kerja memegang peranan penting. Menurut Sutarman (1972), bahwa
dengan mengetahui ukuran antropomentri tenaga kerja akan dapat dibuat suatu desain alat-alat
kerja yang sepadan bagi tenaga kerja yang akan menggunakan, dengan harapan dapat
menciptakan kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan estetika kerja. Lebih lanjut Macleod
(1995) menjelaskan bahwa factor manusia harus selalu diperhitungkan dalam setiap desain
produk dan stasiun kerja. Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut :
1. Manusia adalah berbeda satu sma lainnya. Setiap manusia mempunyai bentuj dan ukuran
tubuh yang berbeda-beda soerti tinggi-pendek, tua-muda, kurus-gemuk, normal-cacat dan
lain-lain. Tetapi kita sering hanya mengatur atau mendesain stasiun kerja dengan satu ukuran
untuk semua orang. Sehingga hanya orang dengan ukuran tubuh tertentu yang sesuai atau
tepat untuk menggunakan.
Contoh 1 : orang tua mungkin tidak sesehat atau sekuat, secerdas atau setajam orang yang
lebih muda. Kita sadar bahwa orang tua mempunyai banyak pengalaman dan
kemampuan tetapi kita jarang memperhitungkan mereka saat mendesain alat atau
stasiun kerja, sehingga mereka tidak dapat bekerja secara optimal.
Contoh 2 : tinggi meja kerja yang di desain hanya berdasarkan rata-rata tinggi tenaga kerja,
maka orang yang pendek akan selalu mangangkat bahu dan leher, sedangkan
orang tinggi akan membungkukkan punggung waktu kerja pada ketinggian meja
yang sama.
2. Manusia mempunyai keterbatasan. Manusia sering mempunyai keterbatasan baik fisik
maupun mental.
Contoh 1 : keterbatasan fisik : letak tombol-tombol operasional dan control panel pada mesin
yang didesain berdasarkan ukuran panjuang jangkauan orang tertinggi (seperti
orang eropa dan amerika), maka orang yang lebih pendek (seperti orang Asia
termasuk Indonesia) tidak dapat menjangkau control panel tersebut dengan

10
alamiahm sehingga menyebabkan sikap paksa dan mungkin dapat menyebabkan
kesalahan operasi.
Contoh 2 : keterbatasan mental : kemampuan manusia dalam proses informasi juga sering
mengalami pembebanan berlebih. Sehingga kesalahan dan keputusan yang tidak
benar sering terjadi saat keterbatasan manusia terlampaui.
3. Manusia selalu mempunyai harapan tertentu dan prediksi terhadapa apa yang ada
disekitarnya. Dalam kehidupan sehari-hari kita sudah terbiasa dengan kondisi seperti, warna
merah berarti larangan atau berhenti, warna hijau berarti aman atau jalan, sakelar lampu
kebawah berarti hidup, dan lain-lain. Kondisi tersebur menyebabkan harapan dan prediksi
kita bahwa kondisi tersebut juga berlaku dimana saja. Maka respon yang bersifat harapan dan
prediksi tersebut harus selalu dipertimbangkan dalam setiap desain alat dan stasiun kerja
untuk menghindarkan terjadinya kesalahan dan kebingungan pekerja atau pengguna produk.
Dengan demikian dalam setiap desain peralatan dan stasiun kerja, keterbatasan manusia
harus selalu diperhitungkan, disamping kemampuan dan kebolehannya. Mengingat bahwa setiap
manusia berbeda satu dengan yang lainnya, maka aplikasi dan antrometri dalam desain produk
dapat meliputi, desain untuk orang ekstrem (data terkecil atau terbesar). Desain untuk ohrang
perorang, desain untuk kidsaran yang dapat diatur (adjustable range) dalam menggunakan
persentil-5 dan persentil-95 dari populasi dan desain untuk ukuran rerata dengan menggunakan
pengumpulan data antropometri yang akan digunakan untuk mendesain suatu produk, harus
memperhitungkan variabilitas fariasi pemakian seperti variabilis ukuran tubuh secara umum,
variasi jenis kelamin, variasi umur dan variasi rasa tau etnik.
Disamping pertimbangan variabilitas populasi, ternyata ukuran tubuh manusia dari waktu ke
waktu terus mengalami perkembangan. Factor yang mempengaruhi antara lain perbaikan tingkat
kemakmuran yang menyebabkan peningkatan status gizi masyarakat. Tarwaka (1995) dalam
penelitian tentang perkembangan antrometri tenaga kerja di Bali (n = 630 orang) melaporkan
bahwa pendapatan sebagai ilustrasi bahwa antara kedua decade tersebut ternyata rerata tinggi
badan telah mengalami perkembangan sebesar ± 2,46 cm, tinggi siku berdiri sebesar ± 4,88 cm,
lebar bahu ± 6,25 cm. sedangkan untuk lebar pinggul ternyata lebih kecil sebesar ± 2,41 cm.
kemungkinan besar disebabkan karena adnya kecenrungan untuk melangsingkan tubuh sehingga
pinggul lebih ramping. Untuk ukuran tinggi siku duduk lebih rendah sebesar ± 1,59 cm,

11
kemungkinan disebabkan karena ukuran lengan atas bertambah pangjang sehingga menyebabkan
ketinggian siku semakin rendah.

D. Jenis Pengukuran Antropometri

Secara umum pengukuran antropometri dapat di lakukan menjadi dua jenis yaitu pengukuran
antropometri statis dan antropometri dinamis.dalam tulisan ini hanya di sajikan jenis pengukutan
antroprmetri statis.pemilihan mata ukur antropomrtri baik statis maupun dinamis dapat di
tentukan berdasarkan fungsi dan kegunaannya(sebagian atau keseluruhan mata ukur
anropomrtri)alat ukur yang harus di gunakan untuk mengukur antropometri adalah
antropometer.pada pengukuran posisi duduk harus di gunakan bangku atau kursu dengan ukuran
40x40x40 cm tanpa sandaran pinggang
Pengukuran Antropometri Statis
Jenis pengukuran ini biasanya di lakukan dalam dua posisi yaitu pisisi berdiri dan duduk di
kursi.mata ukur antropometri statis meliputi antara lain:
Posisi berdiri:
1. Tinggi badan
2. Tinggi mata
3. Tinggi bahu
4. Tinggi siku
5. Tinggi pinggang
6. Tinggi tulang pinggul
7. Tinggi kepalan tangan posisi siap
8. Tinggi jangkauan atas
9. Panjang depa
10. Panjang lengan
11. Panjang lengan atas
12. Panjang lengan bawah
13. Lenar bahu
14. Lebar dada

12
Posisi duduk :
1. Tinggi kepala
2. Tinggi mata
3. Tinggi bahu
4. Tinggi siku
5. Tinggi pinggang
6. Tinggi tulang pinggul
7. Panjang buttock-popliteal (lekuk lutut)
8. Tinggi telapak kaki lutut
9. Tinggi telapak kaki popliteal (lekuk lutut)
10. Panjang kaki (tungkai ujung jari kaki)
11. Lebal paha dan lain-lain

E. Desain Stasiun Kerja Dan Sikap Kerja Duduk

Posisi tubuh dalam kerja sama ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-
masing posisi kerj mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Grandjean (1993)
berpendapat bahwa bekerja pada posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain : pembebanan
pada kaki, pemakaian energy dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi.
Namun demikian kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat menyebankan otot perut
melembek atau tukang belakang yang melengkung sehingga cepat lelah. Sedangkan Clark
(1995), menyatakan bahwa desain stasiun kerja dengan posisi dudk mempunyai derajat stbulitas
tubuh yang tinggi, mengurangi kelelahan dan keluhan subjektif bila bekerja lebih dari dua jam.
Di samping itu tenaga kerja juga dapat mengendalikan kaki untuk melakukan gerakan.
Mengingat posisi duduk mempunyai keuntungan maupun kerugian, maka untuk mendapatkan
hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh buruk pada tubuh, perlu dipertimbangkan pada jenis
pekerjaan apa saja yang sesuia dilakukan dengan posisi duduk. Untuk maksud tertentu, Pulat
(1992) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi
duduk adalah sebagai berikut :
1. Pekerjaan yang memerlukan control dengan teliti pada kaki
2. Pekerjaan utaman adalah menulis atau memerlukan katelitian pada tangan

13
3. Tidak diperluka tenaga dorong atau besar
4. Objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih dari 15 cm
dari landasan kerja
5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi
6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama
7. Seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai amsih dalam jangkauan dengan posisi duduk
Pada pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk, tempat dudu yang dipakai harus
memungkinkan untuk melakukan variasi perubahan tubuh. Ukuran tempat duduk disesuai
dengan dimensi ukuran ontropometri pemakainya. Fleksi lutut membentuk sudut 90º dengan
telapak kaki bertumpu pada kaki atau injakan kaki (Pheasant 1988). Jika landasan kerja terlalu
rendah, tulang belakang akan membentuk kedepan, dan jika terlalu tinggi bahu akan terangkat
dari posisi rileks, sehingga menyebabkan bahu dan leher menjadi tidak nyaman. Sanders dan
McCormick (1987) memberikan pedoman untuk mengatur ketinggian landasan kerja pada posisi
kerja sebagai berikut :
1. Jika memungkinkan menyediakan meja dan dapat diatur turun dan naik
2. Landasan kerja harus memungkinkan lengan menggantung pada posisi rileks pada bahu,
dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau sedikit menurun (sloping dwon
slightly)
3. Ketinggian landasan kerja tidak memerlukan fleksi tulang belakang yang berlebihan

F. Desain Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Berdiri

Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan diperusahaan. Sperti halnya
posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai keuntungan maupun kerugian. Menurut
Sutalaksana (2000), bahwa sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental,
sehingga kativitas kerja yang dilakukan lebih cepat kuat dan teliti. Namun demikian, posisi
duduk keberdiri dengan masih menggunakan alat kerja yang sama akan melelahkan. Pada
dasarnya berdiri itu sendiri lebih melelahkan dari pada duduk dan energy yang dikeluarkan untuk
berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk
Pada desain stasiun kerja berdiri,apa bila tenaga kerja harus bekerja untuk periode yang
lama,maka factor kelelahan menjadi utama. Untuk meminimalkan pengaruh kelelahan dan

14
keluhan subjektif maka pekerjaan harus di desain agar tidak terlalu banyak menjangkau,
menbungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Untuk maksud
tersebut Pulat(1992) dan Clark(1996) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling
baik di lakukan dengan posisi berdiri adalah sebagai berikut ;
1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut
2. Harus memegang objek yang berat(lebih dari 4,5 kg)
3. Sering menjangkau ke atas,kebawah,dan ke samping
4. Sering di lakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah
5. Di perlukan mobilitas tinggi
Dalam mendesain ketinggian landasan kerja untuk posisi berdiri,secara perinsip hamper sama
dengan desain ketinggian landasan kerja posisi duduk. Manuaba (1986),Sanders dan
McCormick(1987) Grandjean(1993) memberikan rekomendasi ergonomis tentang ketinggian
landasan kerja posisi berdiri di dasarkan pada ketinggian siku berdiri sebagai berikut
1. Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian dengan maksud untuk mengurangi pembebanan
statis pada otot bagian belakang, tinggi landasan kerja adlah 5-10 cm diatas tinggi siku
berdiri.
2. Selama kerja manual,di mna pekerja sering memerlukan ruangan untuk
peralatan,material dan konteiner dengan berbagai jenis,tinggi landasan kerja adalah 10-
15 cm di bawah tinggi siku berdiri.
3. Untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan kuat,tinggi landasan kerja adalah
15-40 cm di bawah tinggi siku berdiri.

G. Desain Stasiun Kerja Dan Sikap Kerja Dinamis

Desain stasiun kerja sangat di tentukan oleh jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan.baik desain
stasiun kerja untuk posisi duduk maupun berdiri keduanya menpunyai kerugian dan keuntungan.
Clark(1996) mecoba menganbil keuntungan dari kedua posisi tersebut dan mengkombinasikan
desain stasiun kerja untuk posisi duduk dan berdiri menjadi suatu desain dengan batasan sebagai
berikut :
1. Pekerjaan di kakukan dengan duduk pada suatu saat dan pada saat lainnya du lakukan
dengan berdiri saling bergantian

15
2. Perlu menjangkau sesuatu lebih dari 40 cm kedepan dan atau 15 cm di atas landasan kerja
3. Tinggi landasan kerja dengan kisaran antara 90-120 cm, merupakan ketinggian yang paling
terpat baik untuk posisi duduk maupun berdiri
Sedangkan Das(1991) dan Pulat(1992) menyatakan bahwa posisi duduk-berdiri merupakan
posisi terbaik dan lebih di kehendaki daripada hanya posisi duduk saja atai berdiri saja. Hal
tersebut di sebabkan karena memungkinkan pekerja berganti posisi kerja untuk mengurangi
kelelahan otot karena sikap paksa dalam sati posisi kerja
Helander (1995) dan Tarwaka(1995) memberikan batasan ukuran ketinggian landasan kerja
untuk pekerjaan yang memerlukan sedikit penekanan yaitu 15 cm di bawah tinggi siku untuk
kedua posisi kerja. Selanjutnya di buat kursi tinggi yang menyesuaikan setinggian landasan kerja
posisi berdiri dengan di lengkapi sandaran kaki agar posisi kaki tidak menggantung. Mengingat
dimensi ukuran tubuh manusia berbeda-beda,maka stasiun desain kerja harus selalu
mempertimbangkan antropometri pemakainya (userorienteded) sedangkan pemilihan posisi kerja
harus sesuai dengan jenis pekerjaan yang di lakukan seperti pada table di bawah ini
Pemilihan sikap kerja terhadap jenis pekerjaan yang berbeda-beda
Sikap kerja yang dipilih
Jenis pekerjaan
Pilihan pertama Pilihan kedua
Mengangkat > 5 kg Berdiri Duduk-berdiri
Bekerja dibawah tinggi siku Berdiri Duduk-berdiri
Menjangkau horizontal diluar
Berdiri Duduk-berdiri
daerah jangkauan optimum
Pekerjaan ringan dengan
Duduk Duduk-berdiri
pergerkan berulang
Pekerjaan perlu ketelitian Duduk Duduk-berdiri
Inspeksi dan monitoring Duduk Duduk-berdiri
Sering berpindah-pindah Duduk-berdiri Berdiri

Masih menurut Helander(1995),posisi duduk mendatar berdiri yang telah banyak di cabakan
industry,ternyata mempunyai keuntungan secara biomekenis di mana tekanan pada tulang
belakang dan pinggang 30% lebih rendah di bandingkan dengan posisi duduk maupun berdiri
terus menerus. Hal tersebut tentunya dapat di pakai sebagai pertimbangan dalam intervensi

16
ergonomi,sehingga penerapan posisi kerja duduk mendatar berdiri dapat memberikan
keuntungan keuntungan bagi sebagian besar tenaga kerja.
Dari uraian tersebut di atas dapat di tarik suatu kesimpulan,bahwa sutu desain produk
harus berpusat pada pemakainya (human centered). Untuk mendapatkan sikap kerja menyetrika
yang lebih dinamas di perlukan desain stasiun kerja setrika yang memungkinkan pekerjaan dapat
di lakukan dengan sikap duduk di suatu saat dan sikap berdiri atau duduk mendatar berdiri di saat
lainnya.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa ergonomi merupakan disiplin
keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan, salah satunya yaitu
desain stasiun kerja, dimana dalam stasiun kerja ini berbicara mengenai konsep desain produk
untuk mendukung efisiensi dan keselamatan dalam penggunaan desain produk. Namun dalam hal
tersebut perlu mempertimbangkan antropometri dan lokasi elemen mesin terhadap posisi kerja,
jangkauan, pandangan, ruang gerak dan interface antara tubuh operator dengan mesin. Di
samping itu, teknik dalam mendesain stasiun kerja harus mulai dengan identifikasi variabilitas
populasi pemakai yang didasarkan pada faktor-faktor seperti etnik, jenis kelamin, umur dan lain-
lain.

B. Saran
Dari pembahasan di atas diharapkan para pembaca dapat lebih pandai dalam memilih
produk terutama yang berkaitan dengan kenyaman dalam bekerja, agar terhindar dari kelelahan
dan rasa nyeri pada punggung akibat dari duduk yang tidak ergonomis.

18
DAFTAR PUSTAKA

Annis,J.F dan McConville,J.T.1996.Anthropometry.Dalam:Battacharya,A.dan


McGlothlin,J.D.eds.Occupational Ergonomic.Marcel Dekker Inc. USA:1-46.
Clark,D.R.1996. Worksatation Evaluation and Design. Dalam: Battacharya,A.&
McGlothlin,J.D.eds. Occupational Ergonomic. Marcel Dekker Inc. USA: 279-302
Das, B and Sengupta, A.K.,1993. A Systemic Approachto Industrial Wprkstation Design. Dalam
: Marras W.S., et al. Eds. The Ergonomics Of Manual Work. : Taylor& Francis, London-
Wasington DC.
Grandjean, E.1993. Fitting The Task To The Man, 4th edt. Taylor & Francis Inc. London.
Helander, M. 1995. A Guide To The Ergonomics Of Manufacturing. Taylor & Francis. Great
Britain: 55-64.
Macleod, D.,1995. The Ergonomics Edge. Van Nostrand reinhold, A Division of International
Thomson Publishing Inc.USA.
Manuaba, A.1999. Ergonomi Meningkatkan Kinerja Tenaga Kerja Dan Perusahaan.
Dalam: Proceedings Symposium Dan Pameran Ergonomi Indonesia 2000, Tehnology Business
Operation Unit IPTN. Bandung: I:1-9
Pheasant, S. 1988. Body Space. Anthropometry, Ergonomics And Design, Taylor & Francis.
London
Pulat, B.M.1992. Fundamentals Of Industrial Ergonomics. Hall International. Englewood Cliffs.
New Jersey. USA.
Sanders,M.S.&McCormick,E.J.1987.Human Factors In Engineering And Design, 6th
Sutalaksana, I.Z.2000. Duduk, Berdiri Dan Ketenagakerjaan Indonesia, Dalam :
Wignyosoebrotro,S.& Wiratno,S.E.Eds. Proceedings Seminar Nasional Ergonomi. PT. Guna
Widya. Surabaya:9-10
Sutarman,1972. Pengetrapan Ergonomi Di Perusahaan. Majalah Hiperkes Dan Keselamatan
Kerja, Jakarta: V(1): 19-28
Tarwaka,1995. Penyerasian Alat Kerja Terhadap Perkembangan Antropometri Tenaga Kerja
Wanita Pada Sektor Industry Pakaian Jadi Di Bali. Majalah Hiperkes Dan Keselamatan Kerja ,
Jakarta: XXVIII(2): 47-55.

19

Anda mungkin juga menyukai