Anda di halaman 1dari 19

Risalah HUKUM Fakultas Hukum Unmul, Desember 2006, Hal. 68 - 86 Vol. 2, No.

2
ISSN 021-969X

Makna dan Kedudukan Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam


Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia

(The Meaning and Legal Status of Proclamation Text in the Republic


of Indonesia’s Constitutional System)

JAZIM HAMIDI
Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Jl. MT Haryono Nomor 169 Malang 65145
jazim@telkom.net

ABSTRACT

The meaning of proclamation text is about Indonesian independence proclamation. While the
nature of free nation are free from all kinds of shackles of colonialist (imperialism), free and
independen to decide, to regulate, and to manage a state according to constitutional objective.
Legal status of proclamation text in “Stufenbautheorie” perspective: Proclamation text could not
qualificier as Grundnorm as Kelsen mean. For Indonesia case, values, nature, and principes
which contain in proclamation text has legal status as Grundnorm. It is as a source of all sources of
law and stand in out of legal system (meta juristic). All people must appriciate and obey to the
Proclamation Text and Constitution.. Proclamation text could not qualificier as
Staatsfundamentalnorm as Nawiasky mean. For Indonesia case, the Preamble of the Constitution
of 1945 as Staatsfundamentalnorm and inside it there are Proclamation and Pancasila value. Legal
implication of it the proclamation text as a source of inspiration, base, and critical norm for legal
drafting and policy of nation and state.

Key words: the meaning and legal status of proclamation text (makna dan kedudukan hukum naskah
proklamasi), the republic of Indonesia’s constitutional system (sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia).

A. Pendahuluan lebih tepat sebagai staatsfundamentalnorm


Diskursus tentang makna dan (perspektif Hans Nawiasky). Secara praktikal
kedudukan hukum “Naskah Proklamasi 17 penting dipertanyakan, di manakah letak
Agustus 1945” merupakan bidang kajian izlmu kedudukan hukum Naskah Proklamasi itu:
hukum, khususnya ilmu hukum tata negara dalam kaitan dengan teori sumber hukum
yang mempunyai nuansa kajian filsafat, maupun dalam hierarki peraturan perundang-
politik, dan sejarah. undangan yang berlaku; serta sejauh mana
Permasalahan mendasar dalam implikasi hukum yang ditimbulkan terhadap
perspektif ilmu hukum (hukum tata negara) penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
adalah: apa makna hukum dari proklamasi bernegara.
(Naskah Proklamasi) itu; Proklamasi itu Untuk mengetahui makna hukum
tindakan politik atau hukum; Apa yang kemerdekaan RI secara tepat dan benar,
menjadi dasar hukum kekuatan mengikat belumlah cukup hanya dengan membaca
Naskah Proklamasi; serta sejauh mana Naskah Proklamasi yang singkat itu.
substansi Naskah proklamasi telah dijadikan Melainkan harus diselidiki konteks
spirit dalam pembentukan peraturan kesejarahan yang melatar-belakanginya, serta
perundang-undangan dan kebijakan yang ada. faktor-faktor yang mempengaruhi Naskah
Secara konsepsional, apakah Naskah Proklamasi itu diproklamasikan. Oleh karena
Proklamasi dapat dikualifikasi sebagai itu, perlu dilakukan interpretasi atas Naskah
Grundnorm (perspektif Hans Kalsen) atau Proklamasi itu dalam konteks satu kesatuan
Vol. 2, No. 2 Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul 69

dengan Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan tersebut, dalam ilmu filsafat dikenal dengan
Pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh metode “Hermeneutika”.1 Berikut ini penulis
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. lukiskan bagan alur “segitiga emas
Metode interpretasi secara holistik pemahaman hermeneutika” atas Naskah
terhadap ketiga dokumen resmi negara Proklamasi.

Gambar 1: Segitiga Emas Pemahaman Hermeneutika atas NP.

PIAGAM JAKARTA

TEKS KONTEKS

hkkt & jiwa


Proklamasi

NASKAH
PROKLAMASI PEMBUKAAN
UUD 1945

KONTEKTUALISASI

Sedangkan untuk mengetahui letak kemerdekaan dan faktor-faktor berdirinya


kedudukan hukum Naskah Proklamasi dalam sebuah negara itu dapat dipelajari dan masih
sistem ketatanegaraan RI, secara teoretik dapat terbuka untuk silang pendapat (debatable2).
menggunakan Stufenbautheorie (Kelsen Sisi kajian politiknya, terletak pada
maupun Nawiasky) dan teori sumber hukum realitas bahwa proklamasi merupakan tindakan
sebagai pisau analisisnya. Elaborasi politik tunggal yang menyatakan kemerdekaan
praktikalnya dapat ditelusuri melalui kerangka bangsa dan negara Indonesia. Permasalahan-
hierarki peraturan perundang-undangan nya adalah di manakah ditemukan sumber
sebagaimana telah diatur dalam UU No. 10 legitimasi politik bagi Soekarno-Hatta
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan “mengatasnamakan bangsa Indonesia” pada
Perundang-undangan. waktu proklamasi tersebut. Seperti apakah
Problematika kefilsafatan yang perlu konsepsi kedaulatan bagi negara yang telah
dipertanyakan antara lain: apa makna merdeka itu.
kemerdekaan dan esensi negara yang merdeka
2
itu; mengapa negara itu ada; atau dari mana Paling tidak ada 8 teori mengenai terjadi/terbentuknya
asal-mula serta tujuan Negara Indonesia. Hal Negara, yaitu: Teori Perjanjian Masyarakat, Teori
Pengalihan Hak. Teori Penaklukan, Teori Organis,
problematik seperti ini memang sulit untuk Teori Ketuhanan, Teori Garis Kekeluargaan, Teori
dipastikan sebelumnya, meskipun makna Metafisis, dan alamiah. Lebih lanjut lihat, M. Nasroen,
Asal Mula Negara, Beringin, Jakarta, 1957, hlm. 51;
1 Soehomi, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 1993, hlm.
Ketiga komponen interpretasi ini dalam metode filsafat 11-145; Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Bumi Aksara,
sering disebut “Metode Hermaneutika”. Lihat dalam Jakarta, 2001, hlm. 44-48; Teuku May Rudy,
J.J.H. Bruggingk, “Rechtsreflecties”, Alih bahasa: Pengantar Ilmu Politik Wawasan Pemikiran dan
Arief Sidharta, Refleksi. Kegunaannya, Eresco, Bandung, 1993, halm. 27-30.
70 JAZIM HAMIDI Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul

Sedangkan sisi kajian sejarahnya merupakan salah satu alternatif yang tepat
adalah apakah kemerdekaan RI ini merupakan untuk membedah/menafsirkan makna Naskah
hadiah atau pemberian dari penjajah Jepang3. Proklamasi 17 Agustus 1945. Meskipun, usaha
Seperti apakah konsepsi perjuangan revolusi menginterpretasi atas Naskah Proklamasi di
yang dibangun oleh para pendiri negara dalam sini harus dalam satu koridor penafsiran yang
melawan penjajah waktu itu. Berangkat dari utuh antara makna yang tersurat (eksplisit) dan
beberapa pokok permasalahan (main yang tersirat (implisit) atau antara bunyi
problems) di atas, sangatlah urgen dan rumusan hukum dan semangat hukumnya.
mendesak untuk segera dilakukan Peran bahasa (bahasa hukum) menjadi penting,
penelitian/kajian ini. karena ketepatan pemahaman (subtilitas
Dengan demikian identifikasi intelligendi) dan ketepatan penjabaran
masalah yang penulis ajukan adalah: Pertama, (subtilitas explicandi) adalah sangat relevan
apakah makna hukum Naskah Proklamasi 17 bagi hukum5.
Agustus 1945 itu, sehingga dapat dikualifikasi Ada dua hal yang ingin penulis
sebagai dasar pembentukan hukum di ketahui dari substansi Naskah Proklamasi itu
Indonesia? Kedua, bagaimanakah kedudukan yakni: makna kemerdekaan dan prinsip-prinsip
hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 yang terkandung di dalamnya. Pertama, secara
dalam sistem ketatanegaraan Republik etimologis kata “kemerdekaan” terdiri dari
Indonesia? Ketiga, sejauhmana implikasi dari suku kata dasar “merdeka”, yang mendapat
makna dan kedudukan hukum Naskah awalan ke- dan akhiran -an. Merdeka
Proklamasi 17 Agustus 1945 terhadap mempunyai arti bebas (dari penghambaan,
penyelenggaraan kehidupan bernegara? penjajahan, dan lain sebagainya); berdiri
sendiri; tidak terkena, tidak bergantung pada
B. Makna Hukum Naskah Proklamasi orang atau pihak tertentu; dan leluasa.
Sebagaimana telah penulis ungkapkan Kemerdekaan (kata keadaan) yang berarti:
di muka bahwa teori hermeneutika 4 (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak
terjajah lagi, dan lain sebagainya); dan
kebebasan – adalah hak segala bangsa6.
3 Selanjutnya, untuk menemukan
Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan RI, Bumi Aksara, orisinalitas makna, penulis menggunakan
Jakarta, 2001, halm. 27; A.W. Widjaja, Perkuliahan
Pancasila Pada Perguruan Tinggi, Akademik sebagian pendapat atau hasil interpretasi para
Pressindo, Jakarta, 1991. Halm. 27-30. pendiri negara atau The Founding Fathers7
4
Secara garis besar pemahaman atas teori hermeneutika
dapat diketahui dengan dua pendekatan yaitu: seminar yang diselenggarakan oleh Universitas
“Hermeneutika sebagai landasan kefilsafatan ilmu Diponegoro, Semarang, 10 Februari 1998, hlm 7-8.
hukum” dan hermeneutika sebagai “suatu metode atau 5
E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat,
cara interpretasi.” interpretasi.” Pertama, Hermeneutika
Kanisius, Yogyakarta, 1999, hal. 29.
sebagai landasan kefilsafatan ilmu hukum yaitu aliran 6
filsafat tentang hakikat hal mengerti atau memahami Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,
sesuatu. Filsafat hermeneutika ini memusatkan Kamus…, Op. Cit., hlm. 648. Menurut J.S. Badudu,
perhatiannya pada semua hal yang memiliki makna makna leksikal kata “kemerdekaan” yang esensinya
sejauh ihwal tersebut dapat diungkapkan dalam wahana berupa ‘kebebasan’ dari suatu ikatan tersebut, secara
komunikasi yang disebut bahasa dan dapat dimengerti. gramatikal kata “kemerdekaan” itu lebih sempit
Secara umum, obyek kefilsafatan hermeneutika itu teks maknanya dibanding dengan ‘kebebasan’. Hasil
yang dapat berwujud tulisan, lukisan, perilaku, Wawancara dengan J.S. badudu di kediamannya Dago
peristiwa alamiah, dan lain sebagainya. Kedua, Atas Bandung, 10 September 2004, Pukul. 09.00-10.00.
7
hermeneutika sebagai metode interpretasi. Proses The Founding Fathers mempunyai padanan kata dalam
interpretasi itu berlangsung dalam proses lingkaran bahasa Arab dalam dua pengertian: Pertama,
spiral hermeneutika (hermeneutische zirkel), yaitu Mu’assisu al-Awwal artinya peletak dasar pertama
gerakan bolak-balik antar bagian atau unsur-unsur dan (pendiri negara). Kedua, Majalisu al-Ta’sisi artinya
keseluruhan, sehingga tercapai konsumasi (hasil akhir) majelis perumus pondasi dasar bernegara. Dalam
dengan terbentuknya pemahaman secara lebih utuh. konteks Indonesia, yang dapat dikategorikan “Pendiri
Lebih lanjut lihat dalam B. Arief Sidharta, Struktur Ilmu Negara” yaitu mereka yang namanya tercantum dalam
Hukum Indonesia, Revisi Makalah “Paradigma Ilmu BPUPKI (yang berjumlah 62 orang anggota) dan
Hukum Indonesia Dalam Perspektif Positivis”, Pada Proklamator Kemerdekaan Indonesia. Sedangkan yang
Vol. 2, No. 2 Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul 71

(antara lain; Soekarno, Mohammad Hatta, dan Dalam perspektif pemahaman yang
Muhammad Yamin) atas beberapa masalah lebih luas, Muhammad Yamin memberikan
yang terkait dengan Naskah Proklamasi. penafsiran atas “proklamasi kemerdekaan” ini
Didukung dengan hasil wawancara dengan sebagai berikut9:
para ahli yang kompeten. “Proklamasi Kemerdekaan adalah suatu
Menurut Soekarno8, kemerdekaan alat hukum internasional untuk
adalah “politieke onafhankelijkheid, political menyatakan kepada rakyat dan seluruh
independence, tak lain dan tak bukan, ialah dunia, bahwa bangsa Indonesia
mengambil nasib ke dalam tangannya
satu jembatan, satu jembatan emas.…., di
sendiri untuk menggenggam seluruh hak
seberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kemerdekaan yang meliputi bangsa, tanah
kita punya masyarakat.” Kemudian dalam air, pemerintahan, dan kebahagiaan
pidatonya di hadapan sidang BPUPKI-PPKI, masyarakat”.
pernyataan senada diulangnya kembali dan Muhammad Yamin melalui pledio
bahkan beliau lebih menandaskan: (apologi pembelaan) tindakan politik 3 Juli
“…bahwa di dalam Indonesia Merdeka 1948 di depan Mahkamah Tentara Agung di
itulah kita memerdekakan rakyat kita. Jogjakarta juga mengatakan10:
Dalam Indonesia Merdeka itulah kita “Proklamasi ialah piranti hukum untuk
memerdekakan hatinya bangsa kita. … Di menyatakan kepada seluruh dunia, bahwa
dalam Indonesia Merdeka itulah kita rakyat Indonesia merdeka telah
memegang kedaulatan de jure di seluruh
menyehatkan masyarakat kita sebaik-
tanah air dan bangsanya, dan akan
baiknya. Inilah maksud saya dengan
menyempurnakan kedaulatan de facto
perkataan ‘jembatan’. Di seberang
dengan perjuangan dan perbuatan yang
‘jembatan’, ‘jembatan emas’ inilah, baru nyata sebagai akibat pernyataan
kita leluasa menyusun masyarakat kemerdekaan itu. Inilah pemandangan
Indonesia Merdeka yang gagah, kuat, hukum yang seharusnya menjadi
sehat, kekal, dan abadi.” pendirian nasional dari bangsa dan
Republik Indonesia. Pendirian itu ialah
Berangkat dari definisi kemerdekaan dalam pula pendirian para patriot kaum
arti politik yang dikemukakan oleh Soekarno revolusioner Indonesia.”
di atas, menurut penulis ruh dari kemerdekaan Makna proklamasi kemerdekaan yang
itu harus selalu diperjuangkan. Proses dimaksud oleh Yamin di atas lebih berorientasi
kemerdekaan itu tidak pernah usai, ia harus pada lingkup pengertian hukum (hukum
terus diisi, dimaknai atau kalau perlu diberi internasional), yaitu proklamasi kemerdekaan
makna baru dari waktu ke waktu, dan terus merupakan sarana hukum untuk
diperjuangkan. Jadi ruh kemerdekaan itu mengumumkan kepada dunia bahwa Indonesia
berkarakter dinamis, progresif, inovatif, dan telah merdeka. Konsekuensi hukumnya,
transformatif. negara Indonesia telah berdiri dan berdaulat
(de facto maupun de jure), serta telah menjadi
subyek hukum yang mempunyai derajat sama
tinggi dengan negara-negara merdeka di
dikatagorikan “Perumus Dasar Pondasi Dasar
Bernegara” yaitu mereka yang tergabung dalam Panitia belahan dunia yang lain. Sejak saat itu negara
Kecil atau Panitia Sembilan yang telah berhasil Indonesia dapat melakukan hubungan
merumuskan konsep dasar bernegara sebagaimana kerjasama di bidang perdagangan, ekonomi,
tertuang dalam Piagam Jakarta. Lebih lanjut lihat
dalam Jazim Hamidi dan M. Husnu Abadi, Intervensi
9
Negara…, Op. cit., hlm. 113-114. Muhammad Yamin, Pembahasan …, Op. cit., hlm. 19
8 dan 23.
Lihat dalam Risalah Soekarno berjudul “Mencapai
10
Indonesia Merdeka (1933)”, kemudian dikutip oleh Lihat dalam Muhammad Yamin, Sapta Darma, N.V.
Imam Anshori Saleh dan Jazim Hamidi (Ed), Nusantara, Bukittinggi-Djakarta-Medan, 1957, hlm.
Memerdekakan Indonesia …, Op. cit., hlm. xvi. 27.
72 JAZIM HAMIDI Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul

seni/budaya, teknologi, pertahanan dan pemerintah sendiri)12. Alenia pertama pada


keamanan dengan negara-negara lain. Secara Naskah Proklamasi merupakan cerminan dari
politik, kedaulatan internal maupun eksternal prinsip self determination (hak bangsa
Indonesia telah berdiri kokoh. Secara internal, Indonesia untuk menyatakan sendiri
pemerintah Indonesia dapat mengurus, kemerdekaannya) dan alenia kedua berisi
mengatur, dan menyelenggarakan ajaran tentang konstitusionalisme (intinya
pemerintahan sendiri untuk mensejahterakan berupa pembatasan kekuasaan, yang
rakyatnya. Secara eksternal, pemerintah ditafsirkan dari kalimat “Hal-hal yang
Indonesia dapat melakukan hubungan mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l.
diplomatik dengan negara-negara merdeka diselenggarakan dengan cara saksama dan
lainnya. Indonesia dapat berperan aktif dalam dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”)13.
upaya menciptakan kedamaian dunia bersama- Dalam konsepsi pengertian hukum
sama dengan negara-negara anggota PBB yang lebih luas, menurut Bagir Manan,
lainnya. proklamasi itu merupakan bentuk
Sedangkan Mohammad Hatta pemberontakan bangsa Indonesia kepada
memaknai kemerdekaan itu lebih bersifat Pemerintah Hindia Belanda (baca, menurut
ekonomis-pragmatis, yaitu kemerdekaan kaca mata pemerintah kolonial). Tindakan
bangsa itu merupakan syarat untuk mencapai tersebut bisa diterima, karena dikehendaki dan
kemakmuran rakyat. Karena kesejahteraan dan diterima oleh masyarakat Indonesia. Persoalan
kemakmuran rakyat itu adalah cita-cita dan hukumnya adalah apa yang menjadi dasar atau
tujuan perjuangan revolusi selama ini. tolok ukur bahwa tindakan itu dapat dikatakan
Proklamasi Indonesia Merdeka pada tanggal legal dan legitimate? Lebih lanjut Manan
17 Agustus 1945, tidak dengan sendirinya menjelaskan, dikatakan legal karena tindakan
melahirkan kemerdekaan kita yang diakui oleh itu dibenarkan oleh hukum dan peraturan
segala bangsa. Proklamasi pada waktu itu, perundang-undangan yang berlaku. Meskipun
baru berlaku bagi kita sendiri, sebagai beliau belum menjelaskan hukum dan
kebulatan tekad untuk hidup sebagai bangsa peraturan perundang-undangan mana yang
yang merdeka di tengah-tengah bangsa-bangsa dimaksud.14 Sedangkan legitimate karena
lain (dalam pergaulan internasional)11. tindakan itu dalam kenyataan hukum diterima
Makna hukum (termasuk filsafat oleh masyarakat. Berbeda dengan kudeta, ia
hukum di dalamnya) juga tidak kalah merupakan suatu tindakan yang tidak diterima
pentingnya dengan perspektif yang lain seperti secara hukum (oleh peraturan perundang-
telah penulis kemukakan di atas, karena makna undangan), meskipun seringkali sebagai
hukum atas naskah proklamasi kemerdekaan kenyataan hukum diterima oleh masyarakat. 15
RI merupakan fokus kajian dalam tulisan ini.
Berikut ini, penulis turunkan pendapat para
12
ahli hukum maupun filsafat (filsafat hukum) Wawancara dengan Dahlan Thaib di Fakultas Hukum
yang berhasil penulis himpun. UII Yogyakarta, tanggal 21 April 2003, Pukul 11.00-
Secara elementer, makna kemerdekaan 12.00.
13
Wawancara dengan Moh. Mahfud MD., di
(Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945) dalam
kediamannya Yogyakarta, tanggal 18 April 2003,
perspektif hukum tidak jauh berbeda dengan pukul 07.15-09.00.
sudut pandang sejarah maupun politik. Seperti 14
Hemat penulis yang dimaksud dengan hukum pada
pengertian terdahulu, merdeka/kemerdekaan waktu itu adalah hukum tidak tertulis yaitu hukum
itu artinya bebas dari segala bentuk penjajahan adat, sedangkan peraturan perundang-undangan
(baik oleh pihak asing maupun oleh adalah seperti diatur dalam Pembukaan dan Batang
Tubuh UUD 1945 yang disahkan sehari setelah
proklamasi kemerdekaan.
15
Wawancara dan konsultasi dengan Bagir Manan di
11
Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan (Jilid IV), Perpustakaan Imam Bonjol Fakultas Hukum
Penerbitan dan Balai Buku Indonesia, Jakarta- Universitas Padjadjaran Bandung, tanggal 18
Amsterdam-Surabaya, 1954, hlm. 245 dan 251. November 2002.
Vol. 2, No. 2 Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul 73

Menurut B. Arief Sidharta, 16 tertib hukum. Tertib hukum merupakan bagian


proklamasi 17 Agustus 1945 itu merupakan dari konsepsi negara hukum dan pada tataran
tindakan hukum revolusioner yang implementasinya membutuhkan sarana dan
memunculkan keberadaan negara RI. Makna mekanisme demokrasi. Jadi titik singgung
tindakan hukum di sini adalah tindakan dari kedua sudut pandang ini terletak pada
pengaturan yang sekali selesai (einmahlig),17 konsepsi nasionalisme, konsepsi kedaulatan,
di mana implikasinya membawa perubahan konsepsi negara hukum, dan konsepsi
sistem hukum dan perubahan status politik. demokrasi.18
Dengan proklamasi tersebut, terbentuklah Jadi kalau penulis simpulkan bahwa
sebuah negara baru, yakni negara Indonesia dalam perspektif hukum, Naskah Proklamasi
yang merdeka, dan dengan itu tatanan hukum adalah naskah tentang proklamasi
kolonial Hindia Belanda terhapus dengan kemerdekaaan bangsa Indonesia. Hakikat
sendirinya, dan di atasnya terbentuk tatanan bangsa yang merdeka adalah bangsa yang
hukum baru. Tatanan hukum baru tersebut bebas “bebas dari” segala belenggu penjajahan
tidak segera berwujud perangkat kaidah (imperialisme), tetapi juga “bebas dan mandiri
hukum positif yang tertulis, melainkan masih untuk”: menentukan, mengatur, dan mengelola
merupakan tatanan hukum tidak tertulis yang bangsa dan negaranya sesuai tujuan
belum memperlihatkan bentuk yang jelas. konstitusionalnya.
Karena itu, memerlukan pemositivan Kedua, untuk mengetahui dan
(positivisasi) lebih lanjut. memahami nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan
Melihat keberagaman makna hukum asas-asas apa yang terkandung dalam Naskah
dari kemerdekaan di atas, paling tidak ada dua Proklamasi, adalah tidak mungkin kalau hanya
sudut kajian yang dapat digunakan untuk dengan menginterpretasi teks (Naskah
memaknai kemerdekaan yaitu kemerdekaan Proklamasi yang amat singkat) itu, solusi yang
dalam arti internal dan eksternal. Di antara ditawarkan adalah melakukan interpretasi
keduanya bertemu dalam satu titik singgung dalam bingkai “Segitiga Emas Pemahaman
konsepsi yang integral. Secara internal, Hermeneutika atas Naskah Proklamasi”.
pemahaman atas suatu kemerdekaan suatu Segitiga emas yang dimaksud adalah satu
bangsa itu harus berangkat dari konsepsi kesatuan keterkaitan antara Naskah
nasionalime, kemudian ditarik ke dalam Proklamasi, Pembukaan UUD 1945, dan
konsepsi kedaulatan, negara hukum dan Piagam Jakarta.
demokrasi. Sedangkan secara eksternal, Dari pola hubungan triangle dokumen
kemerdekaan itu merupakan pernyataan negara tersebut, diketahui bahwa Pembukaan
kepada dunia luar bahwa Indonesia telah UUD 1945 merupakan penjabaran (anak
merdeka dan sederajat dengan negara-negara kandung) dari NP. Terbukti dari alenia I - IV
merdeka yang lain. Sementara, asas Pembukaan terkandung prinsip-prinsip, asas-
kesederajatan merupakan bagian dari prinsip asas, nilai-nilai kerohanian (Pancasila), tujuan
atau cita hukum (rechts idee) negara
16
Indonesia. Sementara secara historis, Piagam
Wawancara dan konsultasi dengan B. Arief Sidharta Jakarta telah terbukti menjiwai dan merupakan
di kediamannya Bandung, tanggal 30 Mei 2002, Pukul
17.00-17.30. satu kesatuan dengan Proklamasi dan
17 Pembukaan, karena rencana semula yang akan
Norma hukum einmahlig adalah norma hukum yang
berlaku sekali selesai, sedangkan norma hukum dijadikan teks proklamasi adalah Piagam
dauerhaftig adalah norma hukum yang berlaku terus Jakarta.
menerus. Ada juga yang disebut dengan norma hukum
tunggal yaitu norma hukum yang berdiri sendiri atau Pola hubungan segi tiga emas
suatu norma hukum yang tidak diikuti norma hukum pemahaman hermeneutika atas Naskah
lainnya. Isi norma hukum tunggal ini hanya
merupakan suatu suruhan (das Sollen) untuk bertindak
18
atau bertingkah laku. Lihat dalam Budiman N.P.D. Wawancara dengan Yudha Bhakti Ardhiwisastra di
Sinaga, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, UII kediamannya Cigadung Bandung, tanggal 27 Agustus
Press, Yogyakarta, 2004, hlm. 13. 2002, Pukul 16.30-17.30.
74 JAZIM HAMIDI Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul

Proklamasi di atas, dibenarkan oleh sejarawan atau “contract social” bagi Indonesia
senior Sartono Kartodirdjo. Sebab tidak merdeka. Namun sejarah membuktikan lain,
mungkin Naskah Proklamasi yang singkat itu bahwa Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945
dapat membukakan pintu pemahaman yang yang sudah umum kita kenal sekarang itulah
utuh; tentang nilai-nilai proklamasi, fungsi dan yang akhirnya dibacakan Soekarno waktu itu.
tujuan proklamasi, serta konsepsi kebangsaan Sebaliknya, sejarah juga tidak dapat
(nation state) yang dibangun. Solusinya memungkiri bahwa senyatanya nilai-nilai dari
Naskah Proklamasi harus dipahami dalam rumusan Piagam Jakarta itulah yang menjiwai
kaitan dengan Pembukaan UUD 1945, Piagam Pembukaan UUD 1945 (minus pencoretan
Jakarta, bahkan dapat ditarik lebih jauh ke tujuh katanya).21
belakang yaitu dengan sejarah pergerakan Secara substantif hal terpenting yang
nasional seperti peristiwa Budi Utomo (1908), dapat diambil dari hubungan segi tiga emas
Manifesto Politik (1925) dan Sumpah Pemuda antara Naskah Proklamasi, Piagam Jakarta,
(1928).19 dan Pembukaan UUD 1945 adalah berisi hal-
Kembali pada tema bahasan sub-bab hal yang sangat mendasar bagi kehidupan
ini, permasalahan yang muncul adalah adakah berbangsa dan bernegara di Indonesia yaitu:
hubungan signifikan di antara ketiga dokumen hak menentukan nasib sendiri (self
resmi negara (Naskah Proklamasi, Piagam determination), berdirinya bangsa dan negara
Jakarta, dan Pembukaan UUD 1945) tersebut? yang merdeka (freedom of nation and state),
Menurut Franz Magnis Suseno, ada hubungan jiwa bangsa (Volksgeist), cita negara
signifikan, yaitu terletak pada keterlibatan (Staatsidee), cita hukum (Rechtsidee), dan
mereka yang bersangkutan untuk falsafah Negara.22
menggulingkan penjajah, memerdekakan Hal yang dapat disimpulkan dari pola
Indonesia, dan membangun negara yang hubungan satu keterkaitan antara Naskah
kokoh.20 Proklamasi; Pidagam Jakarta, dan Pembukaan
Jadi titik hubungan dari ketiganya UUD 1945 di atas adalah berupa nilai-nilai,
nampak dengan jelas dalam konteks hubungan prinsip-prinsip, dan asas-asas yang mendasar
kesejarahan, bukan dalam arti hubungan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di
kausalitas (sebab-akibat). Sejarah telah Indonesia, yaitu:
mencatat bahwa Piagam Jakarta inilah yang a. Asas self determination (hak untuk
menentukan nasib sendiri)
semula disiapkan menjadi teks proklamasi
b. Prinsip freedom of nation and state (prinsip
bagi Indonesia merdeka, di dalamnya berisi
berdirinya bangsa dan Negara yang
gagasan-gagasan yang bersumber dari Islam,
merdeka).
Barat, dan Keindonesiaan. Jadi secara c. Asas kebebasan, persamaan, persatuan, dan
konsepsional, Piagam Jakarta ini yang semula keadilan.
disiapkan untuk menjadi “gentle agreement” d. Volksgeist (jiwa bangsa)
e. Staatsidee (cita negara)
19
Wawancara dengan Sartono Kartodirdjo di f. Rechtsidee (cita hukum)
kediamannya Yogyakarta, 16 April 2003, Pukul
g. Falsafah Negara
10.00-11.30. Pendapat senada dikemukakan oleh:
Menurut penulis, butir (a) sampai (c) di
atas, lebih lanjut dapat ditelusuri dan
Koento Wibisono dalam wawancara dengan penulis di
dikembangkan melalui Pembukaan UUD 1945
kediamannya Yogyakarta, tanggal 22 April 2003,
Pukul 10.00-12.00; Suryanto Puspowardoyo dalam
wawancara dengan penulis di kediamannya Jakarta, 21
Rangkuman dari hasil wawancara dengan Muchsan
tanggal 10 Mei 2003, Pukul 10.00-12.00. (tanggal 24 April 2003) dan A. Mukthie Fadjar
20
Wawancara dengan Franz Magnis Suseno berupa (tanggal 23 Juni 2003).
jawaban tertulis yang dikirim via post tertanggal 5 22
Wawancara dan konsultasi dengan Arief Sidharta di
Mei 2003. Fakultas Hukum Unpar Bandung, tanggal 24
Desember 2002, Pukul 08.00-08.30.
Vol. 2, No. 2 Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul 75

(alenia I, II, dan III). Sedangkan butir (d) memberikan pertanggungjawaban mengapa
sampai (g) dapat ditelusuri dan dikembangkan hukum itu harus dilaksanakan. Meskipun,
melalui Pembukaan UUD 1945 alenia IV-nya. ketidak-patuhan terhadapnya tidak terdapat
C. Kedudukan Hukum Naskah sanksi. Ia diterima masyarakat secara
Proklamasi aksiomatis (artinya nilai kebenarannya tanpa
Persoalan penting dalam sub-bab ini perlu pembuktian lebih lanjut). Sedangkan
adalah di manakah letak kedudukan hukum kata ‘norm’ dalam terminologi “Grundnorm”
Naskah Proklamasi dalam sistem itu menunjuk pada suatu norma yang bersifat
ketatanegaraan RI. Secara teoritik, umum, seperti: norma agama, susila, sopan
Stufenbautheorie adalah sebuah teori yang santun, hukum, dan norma-norma yang lain.
tepat untuk melihat kedudukan hukum Naskah Menurut penulis, dengan mengacu
Proklamasi itu. Sedangkan secara praktis, letak pada pengertian dan indikator Grundnorm
dan kedudukan hukum Naskah Proklamasi dalam perspektif Kelsen, kedudukan hukum
dapat ditelusuri melalui hierarki peraturan Naskah Proklamasi tidak dapat dikualifikasi
perundang-undangan Indonesia. secara penuh sebagai Grundnorm.
Dalam Stufentbautheorie Kelsen Argumentasinya, karena Proklamasi (Naskah
maupun Nawiasky, paling tidak ada dua ajaran Proklamasi) itu merupakan tindakan politik
yang telah dipopulerkan oleh keduanya yaitu: yang konkret, faktual adanya, berbentuk
Grundnorm dan Staatsfundamentalnorm. tertulis, dan keberlakuannya bersifat
partikular. Di samping itu, keberadaan Naskah
1. Menurut Ajaran Grundnorm (Kelsen) Proklamasi ada yang menetapkan yaitu
Ajaran Grundnorm dapat dipahami atau Soekarno dan Moh. Hatta atas nama bangsa
dibedaan paling tidak dalam dua arti yaitu: Indonesia.23 Itu artinya, indikator (a) dan (b) di
Grundnorm dalam pengertian Kelsen dan atas tidak terpenuhi. Meskipun dua indikator
Grundnorm dalam kaitan dengan ajaran yang lain (butir c dan d)-nya terpenuhi yaitu:
asalnya sumber hukum. Naskah Proklamasi itu bersifat meta juristic,
Pertama, Grundnorm dalam artinya berada di luar sistem hukum dan
perspektif Kelsen. Menurut Kelsen, pengertian menjadi landasan keberlakuan tertinggi tatanan
Grundnorm dapat dikualifikasi ke dalam hukum positif. Oleh karena itu, seyogianya
empat indikator atau karakteristik utama, setiap rakyat Indonesia menghormati Naskah
yaitu: Proklamasi.
a. Sesuatu yang abstrak, diasumsikan, tidak Sedangkan jika mengacu pada
tertulis, dan mempunyai daya keberlakuan pengertian Grundnorm dalam perspektif yang
secara universal. lain, yaitu dalam kaitan dengan ajaran
b. Ia tidak gesetzt (ditetapkan), melainkan “asalnya sumber hukum”, maka kedudukan
vorausgesetzt (diasumsikan) adanya oleh hukum Naskah Proklamasi dapat dikualifikasi
akal budi manusia. sebagai Grundnorm. Argumentasinya adalah
c. Ia tidak termasuk ke dalam tata hukum karena Naskah Proklamasi di samping
positif, ia berada di luar namun menjadi merupakan sumber keberlakuan hukum
landasan keberlakuan tertinggi tatanan tertinggi dan/atau terakhir, ia juga menjadi
hukum positif (jadi ia meta juristic). dasar keharusan ditaatinya hukum positif.
d. Seyogianya seseorang mentaati atau
berperilaku seperti yang ditetapkan oleh 23
Maksud dari kalimat “atas nama bangsa Indonesia”
konstitusi. adalah: Soekarno dan Hatta mewakili (bukan
Grundnorm dalam perspektif ajaran pengganti) bangsa Indonesia dalam
“asalnya sumber hukum”. Dalam konteks ini, memproklamasikan kemerdekaan RI. Dalam teori
hukum, tidak semua hak itu dapat digantikan
Grundnorm itu merupakan sumber berlakunya (misalnya: hak menikah, mencari kerja, termasuk
hukum yang tertinggi dan terakhir (source of memproklamsikan kemerdekaan RI), melainkan
the sources). Ia menjadi dasar mengapa hanya boleh diwakili untuk kepentingan publik dan
hukum itu harus dipatuhi dan sekaligus demi alasan kepraktisan.
76 JAZIM HAMIDI Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul

Logika hukumnya adalah, tanpa proklamasi kemerdekaan, sedangkan kemerdekaan


tanggal 17 Agustus 1945, maka negara Indonesia sendiri dipancarkan oleh
Indonesia yang merdeka belum tentu ada dan Proklamasi.26
berdiri. Begitu seterusnya tatanan dan sistem Sedangkan menurut Roeslan
hukum nasional juga tidak akan terbentuk. Abdulgani, kedudukan hukum Naskah
Realias sejarah ketatanegaraan ini justru Proklamasi seperti yang dikemukakan Yamin
membuktikan sebaliknya, bahwa proklamasi di atas adalah sama dengan Grundnorm-nya
kemerdekaan itulah yang menjadi dasar atau Kelsen atas sumber hukum nasional. 27 Berbeda
landasan untuk segera dibentuk sistem hukum dengan Djokosutono, tiga istilah yang
nasional (termasuk hukum positif tertulisnya) digunakan Yamin untuk memberi predikat
dan sistem ketatanegaraan Republik Indonesia Proklamasi Kemerdekaan di atas, bukan
dibangun, meskipun dalam bentuknya yang dialamatkan untuk Pancasila dan juga bukan
masih sederhana. Momen itu-lah yang dalam rangka susunan norma Kelsen, tetapi
digunakan oleh para pendiri negara melalui dalam rangkaiannya dengan ajaran
PPKI melakukan persidangan pertamanya Dezisionismus Carl Schmitt tentang “susunan
pada tanggal 18 Agustus 1945. Di antara hierarkis pengambilan putusan-putusan politik
keputusan penting dalam persidangan tersebut yang membentuk hukum”.28
adalah mensahkan Pembukaan Undang- Pendapat Joeniarto (hampir sama
undang Dasar dan Undang-undang Dasar dengan yang dikemukakan Yamin di atas)
Proklamasi RI sebagai konstitusi pertama di bahwa Proklamasi itu menjadi dasar bagi
Indonesia. Inilah realitas sejarah berlakunya segala macam aturan dan
ketatanegaraan Indenosia.24 ketentuan hukum Indonesia. Atau dengan kata
Di antara para ahli ilmu hukum yang lain bahwa Proklamasi Kemerdekaan
mempunyai pendapat senada dengan pendapat Indonesia merupakan “norma pertama” dari
dalam perspektif yang kedua di atas adalah: tata hukum Indonesia. Padanan istilah dari
Muhammad Yamin, Roeslan Abdulgani, “norma pertama” adalah “norma dasar”,
Joeniarto, dan M. Laica Marzuki.
“aturan dasar”, atau menurut Yamin “maha
Menurut Muhammad Yamin,
sumber dari segala aturan hukum”. Itu artinya
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah
norma dasar/norma pertama adalah sumber
“sumber dari pada segala sumber hukum”,
yang menjadi dasar ketertiban baru di berlakunya segala macam norma, karena itu
Indonesia.25 Dalam kesempatan yang lain tidak mungkin dapat dicari dasar hukumnya,
Yamin mengatakan, Proklamasi Kemerdekaan kekuatan berlakunya, kepada norma/aturan/
adalah “satu-satunya maha sumber dari ketentuan hukum yang lain sebelumnya.
sumber segala peraturan hukum nasional”, Seandainya masih dapat dicari dasar
atau dengan kata lain; Proklamasi ialah “maha hukumnya, maka proklamasi bukan norma
sumber dari sumber hukum nasional”, yang pertama dan bukan norma dasar.29
menjadi dasar peraturan negara dalam
Republik Indonesia yang merdeka berdaulat. 26
Ditinjau dari hukum, maka proklamasi itu Muhammad Yamin, Pembahasan…, Loc. cit., hlm. 34
dan 42.
ialah suatu “source of the sources” atau dasar 27
Roeslan Abdulgani, Hukum Dalam Revolusi dan
induk dari segala dasar ketertiban baru di Revolusi Dalam Hukum, B.P. Prapantja, Djakarta,
tanah Indonesia semenjak 17 Agustus 1945. 1964, hlm. 21 dan 22.
28
Peraturan negara sejak itu bersumber kepada Djokosutono, Ilmu Negara, Kumpulan kuliah yang
disunting oleh Harun Al Rasyid, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1982, hlm. 178-179. Pendapat Carl Schmitt
24
Bandingkan dengan kemerdekaan negara Amerika dimaksud adalah: “eine Gesammtentschildung Uber
Serikat, baru 11 tahun kemudian sejak Art und Form einer Politischen Einheit” (terjemahan
kemerdekaannya mereka berhasil mensahkan bebasnya Konstitusi merupakan keputusan atau
konstitusi bagi bangsa dan negaranya. konsensus bersama tentang sifat dan bentuk suatu
25 kesatuan politik yang disepakati oleh suatu bangsa).
Muhammad Yamin, Proklamasi dan …, Loc. cit.,
29
hlm. 16. Joeniarto, Sejarah…, Op. cit., hlm. 7.
Vol. 2, No. 2 Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul 77

M. Laica Marzuki sejak awal genesisnya itu yang Grundnorm, bukan


mengingatkan penulis supaya cermat dan konstitusi selaku naskah hukum (‘the supreme
berhati-hati membahas masalah kedudukan law of the land’).32
hukum Naskah Proklamasi ini. Menurutnya, Dalam diskursus masalah ini, penulis
Naskah Proklamasi itu kedudukannya sebagai sependapat dengan para ahli hukum terdahulu
Grundnorm, tetapi bukan dalam pengertian yang berpendirian bahwa kedudukan hukum
norma hukum (legal norm).30 Jangan campur Naskah Proklamasi adalah Grundnorm,
adukkan/jangan dikelirukan antara “tata namun bukan dalam konteks pengertian
urutan tertib hukum” dengan “Grundnorm” Kelsen (melainkan lebih tepat dalam
Kelsen. Ciri pokok dari Grundnorm antara pengertian yang lain, yaitu: Grundnorm dalam
lain: konsepnya yang abstrak dan universal, konteks ‘asalnya sumber hukum’, atau
tetapi substansinya masih partikular.31 Grundnorm dalam konteks Indonesia).
Dalam kesempatan yang lain, Laica Akhirnya penulis berkesimpulan
Marzuki berpendapat bahwa untuk kasus bahwa: pada nilai-nilai, asas-asas, dan prinsip
Indonesia, Proklamasi (Naskah Proklamasi) 17 yang terkandung dalam Naskah Proklamasi
Agustus 1945 adalah Grundnorm, sedangkan itulah letak Grundnorm-nya Indonesia, jadi
Pembukaan UUD 1945 adalah bukan Naskah Proklamasinya . Nilai-nilai,
Staatsfundamentalnorm. Mengapa, karena asas-asas, dan prinsip yang terkandung dalam
salah satu tolok ukur dari Grundnorm yaitu Naskah Proklamasi tersebut adalah berupa:
sifatnya yang meta juristic. Sebaliknya, kalau asas kemerdekaan, persamaan, asas kepastian
Staatsfundamentalnorm itu merupakan bagian hukum (taat asas), asas persatuan, nilai
dari hukum positif. keadilan, nilai perikemanusiaan dan hak untuk
Lebih lanjut Laica Marzuki juga menentukan nasib sendiri atas bangsanya.
menjelaskan bahwa tidak selalu Grundnorm Sedangkan Naskah Proklamasi itu, buah dari
itu adalah proklamasi, sebab ada kalanya tindakan politik revolusioner yang
negara itu terbentuk karena revolusi, coup menciptakan hukum baru. Implikasi hukum
d’etat, yang kesemuanya juga meta juristic dari tindakan proklamasi itu, tercipta tatanan
dan sekaligus menjadi landasan hukum baru. sistem hukum nasional (meskipun pada waktu
Akan tetapi untuk kasus Indonesia, itu masih belum berbentuk hukum positif
Grundnorm-nya adalah Naskah Proklamasi 17 tertulis), dan baru satu hari berikutnya yaitu
Agustus 1945 (dan bukan konstitusi). tanggal 18 Agustus 1945 terbentuklah tatanan
Meskipun menurut Kelsen sendiri, ada kalanya hukum positif tertulis yaitu Pembukaan dan
konstitusi adalah Grundnorm, manakala dalam UUD Proklamasi.
konstitusi itu mencantumkan “the birth of the Argumentasi penulis di atas cukuplah
state”, yang merupakan ‘genesis’ dari negara beralasan, karena Grundnorm dalam
yang bersangkutan (seperti Konstitusi Weimar, pengertian Kelsen33 itu merupakan sesuatu
yaitu Konstitusi Pertama di Jerman). Jadi yang abstrak, diasumsikan adanya, tidak
tertulis, dan mempunyai keberlakuan secara
30
Grundnor (basic-norm): “It is transcendental,
32
because it stands behind the original constitution and Wawancara dengan M. Laica Marzuki di Hotel
says that this constitution ought to be obeyed.” Atau Panghegar Bandung, 11 Juni 2005, Pukul 15.00-16.00.
Free from social sciences and ethics (page 1):“The 33
Konsep Grundnorm Kelsen ini menurut penulis juga
Theory attempts to answer the question what and how dapat digunakan dalam perspektif teologi bergama.
the law is, not how it ought to be. It is a science of law Sebagai suatu contoh: Bagi ummat Islam Al-Qur’an
(Jurisprudence), not legal politics. It is call a ‘pure’ merupakan sumber hukum tertinggi dalam
theory of law, because it is only describes the law and penyelenggaraan syari’atnya. Dus karena itu,
attempts to eliminate from the object of this description seyogianya ummat Islam mentaati dan menghormati
everything that is not strictly law. It is aim is to free the seluruh isi ketentuan Al-Qur’an itu. Pada saat seperti
science of law from alien element.” Hasil Wawancara ini, berarti seorang muslim telah mencapai tingkat
dengan M. Laica Marzuki, …Ibid. keimanan dan takwa secara kaffah. Dan sekaligus ia
31
Wawancara dengan M. Laica Marzuki di Kantor telah meyakini akan eksistensi dan ke- Mahabesaran
Mahkamah Agung Jakarta, tanggal 18 November 2002. Tuhan.
78 JAZIM HAMIDI Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul

universal. Grundnorm itu tidak ditetapkan hukum baru. Naskah Proklamasi juga bukan
tetapi diasumsikan adanya oleh akal budi merupakan norma hukum tertinggi, akan tetapi
manusia dan ia berada di luar sistem hukum. ia justru yang menjadi dasar atau landasan
Oleh karena itu, seyogianya setiap rakyat lahirnya sistem hukum (hieraki penormaan)
Indonesia menghormati dan mentaati asas- nasional. Jadi keberadaannya berada di atas
asas, nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dan/atau di luar sistem hukum atau meta
terkandung dalam Naskah Proklamasi. juristic sifatnya.
Kedua, Naskah Proklamasi juga bukan
2. Menurut Ajaran Staatsfundamentalnorm merupakan suatu norma yang menjadi dasar
(Nawiasky) bagi pembentukan konstitusi atau Undang-
Pengertian Staatafundamentalnorm undang Dasar. Sebab yang menjadi dasar bagi
(dalam perspektif Nawiasky) sebagaimana pembentukan konstitusi menurut Nawiasky
telah diuraikan terdahulu, dapat dirumuskan ke adalah Staatafundamentalnorm. Sedangkan
dalam beberapa indikator atau karakteristik di Staatafundamentalnorm dalam kasus
bawah ini, yaitu: Indonesia adalah Pembukaan UUD 1945.
a. Staatafundamentalnorm itu merupakan Ketiga, kata ‘norm’ dalam
bagian dari tata hukum positif dan ia “Staatafundamentalnorm” adalah norma yang
menempati norma hukum yang tertinggi bersifat khusus yaitu norma hukum dalam
dalam suatu negara. kerangka hierarki peraturan perundang-
b. Ia merupakan suatu norma yang menjadi undangan. Sedangkan Naskah Proklamasi itu
dasar bagi pembentukan konstitusi atau bukan norma hukum dan tidak termasuk atau
Undang-undang Dasar. tidak mendapat tempat dalam hierarki
c. Maksud ‘norm’ dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.
“Staatafundamentalnorm” adalah norma Keempat, meskipun Naskah Proklamasi
yang bersifat khusus yaitu norma hukum itu dari segi bentuknya tertulis, namun ia
dalam kerangka hierarki peraturan bukan norma hukum. Atau lebih jelasnya
perundang-undangan. sebagaimana telah penulis kemukakan
d. Ia adalah norma hukum yang berbentuk terdahulu bahwa Naskah Proklamasi itu
tertulis. merupakan tindakan politik yang berimplikasi
e. Nilai validitas atau keabsahannya sudah hukum, yaitu sebagai sumber inspirasi dan
jelas, karena ia ditetapkan oleh lembaga sumber rujukan dalam pembentukan hukum di
yang berwenang. Indonesia. Padahal yang dimaksud norma
Mengacu pada pengertian dan hukum dalam konteks Indonesia itu bentuknya
karakteristik Staatafundamentalnorm ada yang berwujud norma hukum tertulis dan
sebagaimana penulis sarikan dari pendapat ada yang tidak tertulis.
Nawiasky di atas, pertanyaan yang relevan Jadi kesimpulan penulis adalah, Naskah
dikemukakan adalah apakah kedudukan Proklamasi 17 Agustus 1945 itu tidak dapat
hukum Naskah Proklamasi dapat dikualifikasi dikualifikasi sebagai Staats Fundamentalnorm
sebagai Staatafundamentalnorm? Jika dapat dalam pengertian Nawiasky. Namun untuk
apa argumentasinya dan jika tidak dapat apa kasus Indonesia, Staats Fundamentalnorm itu
argumentasinya. berupa Pembukaan UUD 1945, yang di
Menurut penulis, Kedudukan Hukum dalamnya memuat unsur-unsur atau nilai-nilai
Naskah Proklamasi tidak dapat Proklamasi dan Pancasila sekaligus (lihat
dikualifikasikan ke dalam Alenia I – IV Pembukaan UUD 1945). Atau
Staatafundamentalnorm dalam pengertian dengan kata lain, substansi dari Naskah
Nawiasky. Argumentasinya adalah: Pertama, Proklamasi sudah mengalami proses
Naskah Proklamasi itu bukan norma hukum, pemositivan (positivitas) ke dalam Pembukaan
tetapi ia merupakan ‘tindakan politik tunggal’ UUD 1945.
yang menyatakan kemerdekaan atas bangsa Berikut ini penulis kemukakan
Indonesia, sekaligus yang menciptakan sistem pendapat para ahli hukum yang telah
Vol. 2, No. 2 Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul 79

memberikan pendapatnya terhadap masalah karena Pembukaan-lah yang memberikan


ini. Pendapat tersebut, sebagian penulis faktor-faktor mutlak bagi adanya tertib hukum
ambilkan dari karya tulis buku mereka dan Indonesia. Kedua, memasukkan diri di
dalamnya sebagai ketentuan hukum yang
sebagian yang lain dari hasil wawancara yang tertinggi, sesuai dengan kedudukannya asli
penulis lakukan. Di antara para ahli hukum sebagai asas bagi hukum dasar lainnya, baik
dimaksud adalah: Notonagoro, A. Hamid S. yang tertulis (UUD) maupun yang convention,
Attamimi, B. Arief Sidharta, dan Ateng dan peraturan-peraturan hukum lainnya yang
Syafrudin. lebih rendah.
Pertama sekali penulis mulai dari Sedangkan A. Hamid S. Attamimi
pendapat Notonagoro, karena beliaulah yang secara eksplisit menegaskan bahwa Pancasila
mengkaji masalah Staatafundamentalnorm adalah Norma Fundamental Negara Republik
secara cukup mendalam, meskipun bukan Indonesia. Argumentasinya adalah karena
dalam konteks Naskah Proklamasi, akan tetapi Pancasila merupakan cita hukum rakyat
dalam kaitan dengan kedudukan hukum Indonesia. Selain dari itu Penjelasan UUD
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. 1945 juga telah memberikan penegasan bahwa
Notonagoro dalam makalah pidato
Dies Natalis pertama Universitas Airlangga di pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
Surabaya antara lain menjelaskan:34 Pembukaan dan yang tidak lain melainkan
Di dalam tertib hukum dapat Pancasila itu, dijabarkan oleh UUD 1945 ke
diadakan pembagian susunan yang dalam pasal-pasalnya, ke dalam ketentuan-
hierarkis dari pada peraturan-peraturan ketentuan Batang Tubuhnya. Itu artinya,
hukum, dan dalam susunan itu undang- norma-norma hukum yang berada dalam
undang dasar, yang merupakan hukum Batang Tubuh UUD 1945 pada hakekatnya
dasar negara yang tertulis, tidak dibentuk oleh Norma Fundamental Negara
merupakan peraturan hukum yang Pancasila.35 Atau dengan kata lain, Norma
tertinggi, seperti juga dinyatakan dalam Fundamental Negara Pancasila itu menjadi
penjelasan resmi dari pada Undang-
undang Dasar 1945, karena diterangkan dasar dan sumber bagi semua norma
masih mempunyai dasar-dasar pokok. bawahannya.36
Dasar-dasar pokok undang-undang Berbeda halnya dengan B. Arief
dasar ini, yang dalam hakikatnya Sidharta, bahwa kedudukan hukum Naskah
terpisah dari undang-undang dasar, Proklamasi tidak dapat dikualifikasi baik
dinamakan pokok kaidah negara yang sebagai Grundnorm (dalam pengertian Kelsen)
fundamental (Staatsfundamentalnorm), maupun Staatsfundamentalnorm (dalam
yang mengandung tiga syarat mutlak, pengertian Nawiasky). Akan tetapi, Naskah
yaitu ditentukan oleh pembentuk Proklamasi itu menjadi dasar lahirnya hukum
negara, memuat ketentuan-ketentuan atau dasar pembentukan hukum baru,
pertama yang menjadi dasar negara dan
kedua bukan yang hanya mengenai soal karenanya ia lebih tepat dikualifikasi sebagai
organisasi negara. Staatsfundamentalnorm dalam konteks
Lebih lanjut Notonagoro mengatakan, hierarki perundang-undangan Indonesia
untuk memenuhi pensifatan atas Pembukaan (namun bukan dalam pengertian Nawiasky).37
Undang-undang Dasar 1945 yang mempunyai Berangkat dari analisis di atas, berikut ini
hakikat pokok kaidah fundamental negara penulis lukiskan masing-masing kedudukan
Indonesia. Dengan demikian, maka hukum Naskah Proklamasi baik dalam
Pembukaan UUD 1945 itu mempunyai perspektif Grundnorm Kelsen maupun
kedudukan dua macam terhadab tertib hukum
Indonesia, yaitu: Pertama, menjadi dasarnya, Staatsfundamentalnorm Nawiasky, dalam
bentuk diagram alur di bawah ini secara
34 berturut-turut.
Lihat Notonagoro, Pemboekaan Oendang-oendang
Dasar 1945 (Pokok Kaidah Fundamental Negara
Indonesia), Makalah disampaikan pada Acara Dies 35
A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan
Natalis Pertama Universitas Airlangga Surabaya dan
Presiden…, Op. cit., hlm.310.
kemudian dibukukan oleh Universitas Gadjah Mada 36
Jogjakarta, 1957, hlm. 27. Kutipan di atas, cara Ibid., hlm. 358.
37
penulisannya sudah penulis sesuaikan dengan kaidah Hasil wawancara dengan B. Arief Sidharta di kampus
penulisan bahasa menurut EYD. UNPAR Bandung, 20 Juni 2005, Pkl. 09.00-09.30.
80 JAZIM HAMIDI Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul

Gambar 2 : Kedudukan Hukum NP perspektif Grundnorm Kelsen

GRUNDNORM-nya Hans Kelsen


(Man soll sich so verhalten, wie die Verfassung vorschreibt.)
berada di luar dan melandasi Sistem Hukum

NP ≠ GN GN GN IND = NP
Kelsen

KON-
STITUSI

UNDANG-UNDANG SISTEM
HUKUM
PERATURAN PELAKSANAAN
TINGKAT NASIONAL

PERATURAN DAERAH & PERDES

PUTUSAN KONKRET : KETETAPAN DAN VONIS

Hal yang perlu diperhatikan dari ketetapan pemerintah, putusan-putusan hakim


Stufenbautheorie di atas adalah bahwa dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban
keseluruhan hukum positif itu tersusun dalam keperdataan.
sebuah heiraki logikal. Struktur logikal ini Pada akhirnya, keberlakuan dari semua
memiliki bentuk sebuah piramida yang terdiri kaidah hukum yang termasuk ke dalam sebuah
atas sejumlah tataran bertingkat/berlapis. tatanan hukum sistem piramidal tersebut
Kaidah-kaidah dari konstitusi mewujudkan berasal dari konstitusi. Konstitusi sendiri
tataran tertinggi, dan kaidah-kaidah dimaksud sebagai norma hukum tertinggi dalam suatu
tidak banyak. Di bawahnya terdapat kaidah- negara memperoleh keberlakuannya atau
kaidah hukum yang secara langsung timbul landasan keberlakuannya dari Grundnorm.
dari konstitusi seperti Undang-undang dalam Sedangkan Grundnorm adalah landasan
arti formal. Kaidah-kaidah ini jumlahnya jauh keberlakuan tertinggi dari sebuah tatanan
lebih banyak ketimbang kaidah-kaidah hukum, namun ia bukan sebuah kaidah hukum
konstitusi. Di bawahnya terdapat kaidah- positif, ia bersifat meta juristic.
kaidah hukum individual, yakni kaidah-kaidah Sedangkan kedudukan hukum Naskah
hukum yang memberikan hak atau Proklamasi dalam perspektif Staatsfundamen-
membebankan kewajiban kepada subyek talnorm Nawiasky dapat digambarkan seperti
hukum tertentu. Mereka adalah ketetapan- di bawah ini.
Vol. 2, No. 2 Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul 81

Gambar 3 : Kedudukan Hukum NP dalam perspektif Staatsfundamentalnorm Nawiasky

GN

NP ≠ SFN
Nawiasky NP SFN IND = P.UUD’45
PAN-
CASILA
SISTEM
KONSTITUSI HUKUM

UNDANG-UNDANG

PATURAN PELAKSANAAN
TINGKAT NASIONAL

PERATURAN DAERAH & PERDES

PUTUSAN KONKRET : * KETETAPAN


* VONIS

Sebaliknya, secara praktikal tempat menjawab dilihat dari kejadiannya, ia harus


atau letak kedudukan hukum Naskah itu dapat menempati urutan pertama, atau samasekali
ditelusuri melalui hierarki peraturan satu kesatuan dengan UUD 1945. Sebab, UUD
perundang-undangan yang ada dan berlaku di tidak lain akan melaksanakan secara jelas
Indonesia. maksud dan tujuan Proklamasi, bahkan kelak,
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) seperti ternyata di dalam UUD 1945,
UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Proklamasi itu dipertegas peranannya dan
Peraturan Perundang-undangan, di sana maksudnya oleh UUD. Dengan kata lain, UUD
disebutkan bahwa jenis dan hierarki peraturan memberikan bentuk konkret kepada
perundang-undangan adalah sebagai berikut: Proklamasi.37 Secara lebih spesifik, A.G.
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Pringgodigdo menjelaskan bahwa Pembukaan
Indonesia 1945. UUD 1945 itu merupakan penjelmaan dari
b. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia. 38
Pengganti Undang-undang. Meskipun demikian pendapat dua ahli
c. Peraturan Pemerintah. hukum terakhir di atas, menurut penulis bukan
d. Peraturan Presiden. berarti menunjuk pada keberadaan Naskah
e. Peraturan Daerah. Proklamasi berada di atas atau mendahului
Menurut penulis, mengacu pada sumber UUD 1945, sebab norma tertinggi dalam
hukum formal atau hierarki peraturan praktik ketatanegaraan RI itu tiada lain adalah
perundang-undangan di atas, keberadaan dan konstitusi. Persoalan dalam konstitusi
Kedudukan Naskah Proklamasi tidak Indonesia terdiri dari unsur Pembukaan dan
mendapat tempat di dalamnya.
Namun, Moh. Tolchah Mansoer pernah 37
Moh. Tolchah Mansoer, Sumber Hukum…, Op. cit.,
mempersoalkan: di manakah letak keberadaan hlm. 11.
Naskah Proklamasi dalam urutan tertib hukum 38
A.G. Pringgodigdo, Kata Pengantar, dalam buku
Indonesia itu ditempatkan? Mansoer Notonagoro, Pemboekaan…, Op. cit., hlm. iii.
82 JAZIM HAMIDI Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul

Pasal-pasal UUD 1945, di mana pada bagian serta nilai-nilai luhur beragama sudah saatnya
Pembukaannya terdiri dari nilai-nilai dijadikan sebagai sumber inspirasi secara
Proklamasi dan Pancasila, itu adalah fakta seimbang dalam proses pembentukan
hukum yang tidak bisa dipungkiri. peraturan perundang-undangan dan peraturan
Sampailah pada simpulan penulis kebijakan di saat ini dan ke depan. Nilai yang
bahwa kedudukan hukum Naskah Proklamasi paling prinsipil dari proklamasi kemerdekaan
itu berada dalam ranah sumber hukum adalah kebebasan penuh untuk menentukan
materiil, sedangkan dalam ranah sumber nasibnya sendiri.
hukum formal atau hierarki peraturan Secara historis, hak dan kebebasan
perundang-undangan keberadaan Naskah untuk menentukan nasib sendiri (the right of
Proklamasi tidak mendapat tempat di selfdetermination, Selbsbestimmungsrecht,
dalamnya. Atau dengan kata lain, dalam zelfbeschikkingsrecht) pada mulanya memang
praktik ketatanegaraan RI, Naskah Proklamasi merupakan suatu usaha untuk membebaskan
negara-negara jajahan dari induknya, dan
tidak dapat dikualifikasi sebagai sumber
setelah merdeka negara-negara tersebut dapat
hukum formal.
menentukan, memilih, serta menetapkan jalan
hidupnya atau masa depannya sendiri.39
D. Implikasi Hukum Naskah Proklamasi
Dewasa ini, the right of selfdetermination telah
Berangkat dari kajian tentang makna
menjadi prinsip universal bagi negara-negara
dan kedudukan hukum Naskah Proklamasi di
yang beradab di dunia.
atas, penulis menarik benang merah bahwa
atas keberadaan Naskah Proklamasi itu secara
2. Naskah Proklamasi Sebagai Sumber
tidak langsung dapat berimplikasi sabagai:
Rujukan
sumber inspirasi, sumber rujukan, dan kaidah
Maksud dari implikasi hukum Naskah
penilai (norma kritik) terhadap hukum positif
Proklamasi sebagai sumber rujukan di sini
atau hierarki peraturan perundang-undangan
adalah lebih mengarah pada pembahasan
yang sudah ada atau yang akan dibuat. Berikut
tentang keberadaannya sebagai landasan
ini, penulis analisis secara berturut-turut
pembentukan hukum positif Indonesia. Kita
sebagai berikut.
tahu bahwa sejak proklamasi kemerdekaan
yang dikumandangkan pada tanggal 17
1. Naskah Proklamasi Sebagai Sumber
Agustus 1945, seketika itu juga telah terjadi
Inspirasi
penciptaan hukum baru, meskipun hukum
Maksud dari implikasi hukum Naskah
positif tertulisnya belum terbentuk. Sejak saat
Proklamasi sebagai sumber inspirasi adalah itu tatanan hukum kolonial digunting dan
bahwa secara materiil; nilai-nilai, asas-asas, dibangun di atasnya suatu tatanan hukum baru
dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam yaitu sistem hukum nasional. Satu hari
Naskah Proklamasi dapat dijadikan rujukan kemudian, sistem pemerintahan dan tatanan
atau bahan pembentukan hukum, baik oleh hukum positifnya mulai dibangun, dan begitu
eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Dalam seterusnya berproses dan berbenah hingga
konteks pengembanan hukum praktikal, sekarang ini.
pembentukan hukum itu dapat dilakukan Pada bagian terdahulu sudah dibahas
melalui proses legislasi berupa peraturan bahwa untuk kasus di Indonesia kedudukan
perundang-undangan untuk tingkat pusat hukum Naskah Proklamasi dapat dikualifikasi
maupun daerah. Dapat juga melalui pembuatan sebagai Grundnorm (tapi bukan dalam
keputusan konkret, misalnya dengan ketetapan pengertian Kelsen). Di mana, letak
oleh eksekutif dan vonis oleh hakim. Bahkan Grundnorm-nya bukan pada Naskah
melalui tindakan nyata-pun oleh antar individu
39
di tengah-tengah masyarakat. Bandingkan dengan 10 prinsip yang berhasil
Nilai-nilai Proklamasi, nilai-nilai diputuskan oleh Konfrensi Negara-negara Asia –
Pancasila, nilai-nilia budaya dan adat istiadat, Afrika Tahun 1955 di Bandung atau sering disebut
dengan “Dasa Sila Bandung”.
Vol. 2, No. 2 Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul 83

Proklamasinya, tetapi pada ruh dan jiwa yang pada Mahkamah Agung. Sedangkan
dikandungnya. Sebab ruh kemerdekaan yang mekanisme pengujian terhadap Undang-
berupa asas kebebasan, persamaan, persatuan, undang atas UUD 1945 menjadi kewenangan
keadilan, dan hak menentukan nasib sendiri itu Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini,
semuanya bersifat universal, abstrak, dan meta Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi
juristic sifatnya. dapat menjadikan nilai-nilai proklamasi
Proklamasi dalam pengertian itulah tersebut sebagai salah satu dasar pertimbangan
yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum atau alat uji pengujian terhadap objek yang
materiil dan/atau sumber dari segala sumber dinilai.
hukum formal. Penjelasan logikanya adalah Menurut penulis, apabila suatu
mengapa orang mematuhi kaidah hukum peraturan perundang-undangan yang nyata-
dalam pergaulan sosial di antara mereka, nyata materi muatannya bertentangan dengan
karena ada undang-undang yang mengaturnya, nilai-nilai atau spirit proklamasi, maka
mengapa orang mentaati undang-undang, peraturan perundang-undangan tersebut dapat
karena ada konstitusi yang mengaturnya, dicabut atau dinyatakan tidak berlaku untuk
sedangkan konstitusi merupakan norma yang sebagian atau keseluruhannya.
paling tinggi dalam hierarki peraturan Argumentasinya, karena keberadaan Naskah
perundang-undangan Indonesia. Pertanyaan Proklamasi itu sebagai sumber dari segala
berikutnya adalah dari mana sumber kekuatan sumber hukum, sekaligus sebagai landasan
mengikat dan keberlakuan konstitusi atau keberlakuan tatanan hukum positif itu.
UUD 1945 itu, jawabannya adalah karena ada Berikut ini, beberapa contoh pengujian
Grundnorm. Untuk kasus Indonesia, atau penilaian secara positif terhadap peraturan
Grundnorm-nya terletak pada ruh dan jiwa perundang-undangan yang disinyalir
proklamasi itu sendiri. Oleh karena itu, bertentangan nilai-nilai dan spirit proklamasi:
seyogianya orang menghormati dan mentaati a. Misalnya ketentuan Pasal 163 bis KUHP
apa yang ditentukan oleh proklamasi dan tentang “haatzaai artikelen”, yaitu
konstitusi. ketentuan pasal peninggalan kolonial yang
hingga kini masih berlaku dan
3. Naskah Proklamasi Sebagai Kaidah diberlakukan. Padahal ketentuan semacam
Penilai (Norma Kritik) ini termasuk katagori bertentangan dengan
Maksud dari implikasi hukum Naskah spirit dan nilai-nilai proklamasi atau
Proklamasi sebagai kaidah penilai (norma bertentangan dengan prinsip dan politik
kritik) adalah nilai-nilai, asas-asas, dan konstitusi baru. Terhadap realitas
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Naskah ketentuan semacam ini, seharusnya sudah
Proklamasi maupun yang telah dijabarkan tidak boleh diterapkan lagi tanpa
dalam Pembukaan UUD 1945 dapat dijadikan menunggu dicabut oleh pembentuk
sebagai alat uji secara etis-filosofis. Mengapa undang-undang.
jenis pengujiannya disebut ‘etis filosofis’, b. Pasal 42 jo Pasal 47 KUH Perdata
karena secara substantif nilai-nilai yang menyatakan bahwa anak yang lahir di luar
terkandung dalam Proklamasi maupun perkawinan yang syah maka status anak
Pembukaan UUD 1945 tersebut berkarakter menjadi anak ibu yang melahirkannya,
nilai filosofis bersamaan dengan nilai-nilai namun apabila ada lelaki lain (orang
Pancasila di dalamnya. Belanda) misalnya mengakui dan
Mekanisme penilaiannya juga tidak mengangkat anak tersebut maka status
dapat dilakukan secara langsung oleh orang- anak mengikuti dan beralih kepada lelaki
perorang, karena sudah ada lembaga yang itu serta hubungannya putus dengan Ibu
kompeten melakukan pengujian materiil. yang melahirkan. Nyata-nyata ketentuan
Mekanisme pengujian materiil terhadap pasal ini telah menghina sekaligus
ketentuan peraturan perundang-undangan di merendahkan martabat wanita dan bangsa
bawah Undang-undang, kewenangannya ada Indonesia yang merdeka.
84 JAZIM HAMIDI Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul

c. Perpu No. 2 Tahun 1998 tentang dinyatakan tidak berlaku oleh lembaga negara
Penyampaian Pendapat di Hadapan yang berwenang. Harapan ke depannya, tidak
Publik. Sebenarnya ketentuan peraturan dijumpai lagi pembentukan peraturan
ini memberi ruang partisipasi publik perundang-undangan dan kebijakan yang
dalam kehidupan demokrasi. Namun berwatak represif, diskriminatif, dan
karena harus dengan prosedur dan kolonialis.
persyaratan yang rigit, maka dalam
realitasnya ketentuan ini justru membatasi E. Penutup
kebebasan demokrasi itu sendiri. Jadi Berdasarkan hasil kajian di atas,
ketentuan ini antara lain bertentangan maka kesimpulannya yaitu: Pertama, Makna
dengan spirit dan nilai kebebasan Naskah Proklamasi adalah naskah tentang
berekspresi bagi rakyat di era merdeka. proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia.
d. Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 Sedangkan hakikat bangsa yang merdeka
tentang Pengadaan Tanah bagi adalah bangsa yang bebas dari segala
Pelaksanaan Pembangunan untuk belenggu penjajah (imperialisme), serta bebas
Kepentingan Umum. Perpres ini disinyalir dan mandiri untuk menentukan, mengatur, dan
lebih buruk dan represif jika dibandingkan mengelola negara sesuai tujuan
dengan Keputusan Presiden No. 55 Tahun konstitusionalnya.
1999, hal ini antara lain dapat dilihat dari Kedua, Secara teoretik yaitu dalam
penambahan satu klausula lagi cara perspektif Stufenbautheorie: Naskah
pengadaan tanah untuk pembangunan Proklamasi tidak dapat dikualifikasi sebagai
yakni dengan pencabutan hak yang Grundnorm (dalam pengertian Kelsen)
mengacu pada UU No. 20 Tahun 1961 maupun Staatsfundamentalnorm (dalam
tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah pengertian Nawiasky). Untuk kasus di
dan Benda-benda yang diatasnya. Perpres Indonesia, Naskah Proklamasi dapat
ini memberikan legitimasi kepada negara dikualifikasi sebagai Grundnorm-nya
untuk mencabut hak atas tanah seseorang, Indonesia, dalam pengertian nilai-nilai, asas-
badan hukum, dan lain-lain, jika tidak asas, dan prinsip-prinsip yang terkandung di
terjadi kesepakatan. Substansi dari Perpres dalamnya. Sedangkan
ini juga memberikan peluang peluang Staatsfundamentalnorm-nya Indonesia adalah
yang besar bagi negara untuk memberikan berupa Pembukaan UUD 1945 yang di
jaminan kepada para investor (asing dan dalamnya terdapat spirit Proklamasi dan
domestik) untuk menanamkan modalnya Pancasila. Sebaliknya secara herarkikal,
di Indonesia terutama dalam pengadaan Naskah Proklamasi tidak mendapat tempat
tanah. Perpres ini dihawatirkan akan dalam tata urutan peraturan perundang-
memicu penggusuran di mana-mana, akan undangan yang berlaku.
mengukuhkan sistem tuan tanah bagi Ketiga, Implikasi hukum yang
pemilik modal untuk selanjutnya ditimbulkan adalah, Naskah Proklamasi
mengeksploitasi terhadap kekayaan alam merupakan sumber inspirasi, rujukan, dan
dan atas tanah itu sendiri. Menurut kaidah penilai (norma kritik) untuk pembuatan
penulis, Perpres semacam ini seharusnya peraturan perundang-undangan dan kebijakan
segera dicabut atau paling tidak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
ditangguhkan keberlakuannya seperti
yang diusulkan Ketua MPR RI. DAFTAR PUSTAKA
Simpulan penulis bahwa nilai-nilai
dan spirit Proklamasi di atas sudah saatnya Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Bumi Aksara, Jakarta,
2001.
dijadikan kaidah penilai (norma kritik)
Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan
terhadap peraturan perundang-undangan, Konstitusional Di Indonesia (Studi Sosio-Legal
supaya peraturan perundang-undangan yang atas Konstituante 1956-1959, (Terjemah oleh
bertentangan dengannya dapat dicabut atau Sylvia Tiwon)), Grafiti, Jakarta, 1995.
Vol. 2, No. 2 Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul 85

Asaat, Hukum Tata Negara Republik Indonesia Dalam Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta, Filsafat Hukum,
Masa Peralihan, Bulan Bintang, Djakarta, 1951. Mazhab, dan Refleksinya, Remadja Karya Cv.,
Azhari, Negara Hukum Indonesia; Analisis Yuridis Bandung, 1989.
Normatif Tentang Unsur-unsurnya, UI Press, Mahfud MD., Moh., Politik Hukum Di Indonesia,
Jakarta, 1985. LP3ES, Jakarta, 1998.
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, FH UII Press, Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-
Yogyakarta, 2003. undangan Dasar-dasar dan Pembentukannya,
_______, Perkembangan UUD 1945, FH-UII Press, Kanisius, Yogyakarta, 1998.
Yogyakarta, 2004. Mochtar Kusumaatmadja dan Bernard Arief Sidharta,
_______, Hukum Positif Indonesia (Suatu Kajian Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan
Teoretik), FH-UII Press, Yogyakarta, 2004. Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum,
Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Buku I, Alumni, Bandung, 2000.
Hukum, Mandar Maju, Bandung, 1999. Mohammad Hatta, Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945,
Bruggink, J.J.H., Refleksi Tentang Hukum (Alih Bahasa Tintamas, Djakarta, 1970.
B. Arief Sidharta), Citra Aditya Bakti, Bandung Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik
1996. Indonesia, Djambatan, Djakarta, 1952.
Budi Hardiman, F., Melampaui Positivisme dan Nawiasky, Hans, Allgemeine Rechtslehre als System der
Modernitas (Diskursus Filosofis Tentang Metode rechttlichen Grundbegriffe, Verlagsanstalt
Ilmiah dan Problem Modernitas), Kanisius, Benziger & Co. AG., Einsiedeln/Zurich/ Kuln,
Yogyakarta, 2003. 1948.
Djokosutono, Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Notonagoro, Pemboekaan Oendang-oendang Dasar 1945
Jakarta, 1982. (Pokok Kaidah Fundamental Negara Indonesia),
_______, Ilmu Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982. Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, 1957.
Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni Roeslan Abdulgani, Hukum Dalam Revolusi dan
1945, Rajawali Press, Jakarta, 1983. Revolusi Dalam Hukum, B.P. Prapantja, Djakarta,
Fletcher, George P., Basic Concepts of Legal Thought, 1964.
Oxford University Press, New York, 1996. Sartono Kartodihardjo, Sejarah Pergerakan Nasional
Franz Magnis Suseno, Kuasa & Moral, PT. Gramedia (Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme), PT.
Pustaka Utama, Jakarta, 2001. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999.
Friedman, Lawrence M., American Law An Introduction, Skocpol, Theda, States and Social Revolutions (A
W.W. Norton & Company, New York, London, Comparative Analysis of France, Russia, and
1998. China), Cambridge University Press, Melbourne
Gadamer, Hans-Georg, Truth and Method, The Seabury Sydney, 1979.
Press, New York, 1975. Soekarno, Indonesia Menggugat (Pidato Pembelaan
Harb, Ali, “At-Ta’wil wa al-Haqiqah: Qira’at Bung Karno di Muka Hakim Kolonial), Teragung,
Ta’wiliyyah fi ats-Tsaqofah al-‘Arabiyyah”, Djakarta, tt.
Terjemah oleh Sunarwoto Dema, Hermeneutika Soewoto Mulyosudarmo, Pembaharuan Ketatanegaraan
Kebenaran, LKiS, Yogyakarta, 2003. Melalui Perubahan Konstitusi, In-trans, Malang,
Harris, J.W., Legal Philosophies, Butterworths, London, 2004.
Edinburgh, Dublin, 1997. Strong, C. F., Modern Political Constitution, Sidgwick
Herman Sihombing, Hukum Tata Negara Darurat Di and Jackson Ltd, London, 1963.
Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1996. Sumarjono, E., Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat,
Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Kanisius, Yogyakarta, 1999.
Tolchah Mansoer, Moh., Sumber Hukum dan Urutan
Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, FH.
Tertib Hukum Menurut UUD RI 1945, Binacipta,
UII-Press, Yogyakarta, 2004. Bandung, 1979.
_______, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Usep Ranawijaya, Hukum Tata Negara Indonesia
Diterbitkan MARI Bekerja sama dengan PS. (Dasar-dasarnya), Ghalia Indonesia, Jakarta,
HTN. Fak. Hukum, UI, Jakarta, 2004. 1983.
Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Penafsiran dan Konstruksi
Bumi Aksara, Jakarta, 2001. Hukum, Alumni, Bandung, 2000.
Kelsen, Hans, General Theory of Law and State, Russell
& Russell, New York, 1945. Disertasi/Tesis/Sekripsi :
_______, Reine Rechtslehre, Zweite, vollstandig neu Hamid S. Attamimi, A., Peranan Keputusan Presiden RI
bearbeitete und erweiterte Auflage, 1960. Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara,
_______, The Pure Theory of Law, Translated by Max Disertasi, Pada Fakultas Pascasarjana Universitas
Knight, University of California Press, Berkeley, Indonesia, Jakarta, 1999.
Los Angeles, London, 1970. Maria Farida Indrati Soeprapto, Kedudukan dan Materi
Laica Marzuki, M., Berjalan-jalan Di Ranah Hukum, Muatan Peraturan Pemerintah Pengganti
Penerbit Konstitusi Prees, Jakarta, 2005. Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan
Leyh, Gregory, Legal Hermeneutics (History, Theory, Keputusan Presiden Dalam Penyelenggaraan
and Practice), University of California Press, Pemerintahan Negara Di Republik Indonesia,
Berkeley Los Angeles Oxford, 1992. Disertasi, Pada Fakultas Hukum Program
SBR HK
FORMIL
86 JAZIM HAMIDI Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul

Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta, Meuwissen, D.H.M., Pengembanan Hukum


2002. (Rechtsbeoefening), Artikel dimuat dalam
Suwoto, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Majalah Hukum Pro Justitia, Tahun XII, Nomor
Republik Indonesia (Suatu Penelitian Segi-segi 1, Januari 1994.
Teoretik dan Yuridik Pertanggungjawaban
Kekuasaan), Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana Peraturan Perundang-undangan :
Universitas Airlangga, Surabaya, Surabaya, - Al-Qur’an.
1990. - Teks Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
- Undang Undang Dasar 1945 (setelah diamandemen).
Artikel dalam Jurnal, Makalah, dan Tulisan Lepas : - Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang
Arief Sidharta, B., Grundnorm-nya Hans Kelsen, Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib
Makalah tidak dipublikasikan, tt. Hukum RI dan Tata Urutan Peraturan Perundang-
_______, Struktur Ilmu Hukum Indonesia, Revisi Makalah undangan RI.
- Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber
“Paradigma Ilmu Hukum Indonesia Dalam
Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-
Perspektif Positivis”, Pada seminar yang undangan.
diselenggarakan oleh Universitas Diponegoro,
- Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan
Semarang, 10 Februari 1998. Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPR/S
Maris, C.W., Aliran Filsafat Hukum Abad 20, RI Tahun 1960-2002.
Terjemahan B. Arief Sidharta, Makalah Kalangan - Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang
Terbatas, Tidak Dipublikasikan. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai