Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENGANTAR STUDI HUKUM ISLAM


tentang
SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

Oleh :
KELOMPOK VI
Elsi Anisa Sholehah 2116030060

Riska Aulia Putri 2116030052

Safni Mayenti 2116030079

Toriq Afito 2116030068

Dosen Pembimbing :

Dr. M. Hidayat Ediz, SHI., MA.

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH (B)


FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG

TAHUN 1443 H/2021 M


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.,

Puji syukur kehadirat Allah swt.yang telah memberikan rahmat dan


hidayah-nya kepada seluruh makhluk-nya sehingga kita bisa melaksanakan
aktifitas dengan semestinya.

Pada kesempatan ini tidak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih
kepada ibu/ bapak selaku guru mata kuliah “Pengantar Studi Hukum Islam”,
yang senantiasa membimbing dan menyumbangkan ilmunya kepada kami.
Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan juga
semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini.

Tentu saja makalah ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Untuk
itu segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca akan pemakalah
terima dengan senang hati.

Semoga bermanfaat. Wasalam,

Padang Pariaman, November 2021

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................i

DAFTAR ISI ......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .....................................................................................1


B. Rumusan Masalah ................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan ..............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ...............................................................................................7
Saran ..........................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah Seluruh tata kehidupan umat Islam dalam segala aspeknya telah diatur oleh al-
Qur‟an dan as-Sunnah. Ketika suatu ajaran yang terdapat dalam alQur‟an itu masih bersifat global,
as-Sunnah menjelaskan ajaran-ajaran tersebut secara spesifik dan terperinci. Selain al-Qur‟an, kaum
muslimin, sejak masa Rasulullah saw. sampai sekarang, mematuhi as-Sunnah dan tetap
menjadikannya sebagai sumber hukum dan penuntun akhlak di samping alQur‟an. 1 Sebagaimana
perintah Allah dalam al-Qur‟an diwajibkan bagi mereka (Shahabat) untuk mengikuti Rasul dan
mentaatinya selama hidupnya, maka wajib pula atas mereka dan atas orang-orang muslim sesudah
mereka itu untuk mengikuti sunnahnya setelah beliau wafat. Sebab nas-nas yang mewajibkan taat
kepadanya itu bersifat umum, tanpa terkait dengan masa hidupnya, dan tanpa dibatasi hanya kepada
Shahabatnya saja, yang lain tidak. Juga karena dasar hukum („illah) perintah taat itu berlaku untuk
mereka dan generasi sesudah mereka yaitu dasar bahwa mereka semua itu adalah para pengikut Nabi
dengan mencontoh dan mentaatinya. Dasar hukum itu juga meliputi masa hidup dan wafatnya.
Dalam kenyataannya, as-Sunnah merupakan praktik nyata dari apa yang terdapat di dalam al-
Qur‟an, suatu praktik yang muncul dalam bentuk yang berbeda-beda. 3 Selanjutnya mengenai
definisi sunnah, secara etimologi, sunnah berarti tata cara. Menurut pengarang kitab Lisan al-„Arab
mengutip pendapat Syammar sunnah pada mulanya berarti cara atau jalan, yaitu jalan yang didahului
orang-orang dahulu kemudian diikuti oleh orang-orang belakangan.4 Dalam prakteknya, sunnah
merupakan tafsir al-Qur‟an dan suri tauladan bagi umat Islam. Sementara, Nabi saw, adalah penafsir
al-Qur‟an dan Islam berdasarkan yang dilakukannya.5 Sedangkan sunnah menurut istilah
(terminologi) Ahli-ahli Hadits, sunnah adalah sabda, pekerjaan, ketetapan, sifat (watak budi atau
jasmani); atau tingkah laku Nabi Muhammad saw, baik sebelum menjadi Nabi atau 2 Nurcholish
Madjid, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka didalam penulisan makalah ini penulis akan membahas
tentang:
1. Apa Pengertian Sunnah?
2. Bagaimana Klasifikasi Sunnah?
3. Apa saja Fungsi Sunnah?
4. Bagaimana Kedudukan Sunnah sebagai sumber hukum islam?

C.        Tujuan dan Manfaat Penulisan

Makalah ini ditulis bertujuan untuk memperluas wawasan pengetahuan kita seputar masalah
hadis/sunnah dan kedudukannya dalam sumber ajaran Islam. Kita tidak cukup berpegangan dengan
Al-Qur’an saja tetapi kita juga memerlukan hadis untuk menjelaskan maksud dari Al-Qur’an.
Karena berpedoman dengan    Al-Quran saja dapat menyebabkan kesalah pahaman. Semoga dengan
ditulisnya makalah ini, kita dapat memperluas wawasan dan cakrawala berpikir kita tentang hadis
dan kedudukannya dalam ajaran agama Islam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sunnah
Dari segi etimologi adalah perbuatan yang semula belum pernah dilakukan kemudian diikuti oleh
orang lain baik perbuatan terpuji maupun tercela. Secara terminology, ahli hadits dan ahli fiqh
berbeda memberikan pengertian tentang hadits :
a.       Menurut para ahli hadis sunnah sama dengan hadist, yaitu: suatu yang di nisbahkan oleh
rosullullah saw, baik perkataan, perbuatan maupun sikap beliou tentang suatu peristiwa.
b.      Menurut ahli fiqh makna sunnah mengandung pengertian: suatu perbuatan yang jika dikerjakan
mendapat pahala, tetapi jika ditinggalkan tidak mendapat dosa. Dalam pengertian ini sunnah
merupakan salah satu dari ahkam al-takhlifi yang lima, yaitu wajib, sunah, haram, makruh, mubah.

B.     Klasifikasi sunnah
a.       Pembagian sunnah dalam segi bentuknya
1.      Sunnah qauliyah
Yang dikmaksud dengan sunnah qauliyyah yaitu sesuatu yang di ucapkan oleh rosullullah saw
melalui lisan beliau yang di dengar dan di pahami oleh para sahabat beliau, kemudian deberitakan
dan riwayatkan kepada sahabat yang lain, dan periwayatan itu dilanjutkan dari satu generasi kepada
generasi lainnya. Contoh sunnah qaulillah:

Yang artinya: “dari annas ra. Dari nabi, beliau bersabda: belum beriman salah seorang dari kamu
sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya”

2.      Sunnah fi’liyyah
Sunnah fi’liyyah ialah, semua perbuatan dan tingkah laku rosullallah saw yang dilihat dan
diperhatikan oleh para sahabat beliau, yang kemudian diberitakan dan diriwayatkan kepada para
sahabat lainnya secara berkelanjutan dari satu generasi kepada generasi lainnya. Contohnya:

“dari ubbad bin tamim, dari pamannya, ia berkata: saya  melihat rosullullah saw pada hari beliau
keluar untuk melaksanakan shalat gerhana matahari, katanya: maka beliau membalikan tubuhnya
membelakangi jamaah dan menghadap kiblat dan berdoa, kemudian beliau membalikan
selendangnya, kemudian beliau shalat besama kami dua rakaat dengan menjaharkan bacaannya
pada kedua rakaat itu”

Sunnah fi’liyyah dibagi menjadi tiga bagian sebagai berikut:


a.       Gerak gerik, perbuatan, dan tingkah laku rosullullah saw yang berkaitan dengan hukum.
Misalnya tatacara shalat, haji dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah ibadah dan muamalah
pada umumnya.

2
b.      Perbuata yang khusus berlaku bagi rosullullah saw, seperti beristri lebih dari empat orang, wajib
melaksanakan shalat tahajud, shalat dhuha dan berqurban.
c.       Perbuatan dan tingkahlaku rosullullah sebagai manusia biasa. Misalnya cara makan, cara
berpakaian, berdiri, berjalan dan sebagainya.

3.      Sunnah taqririyyah
Sunnah taqririyyah adalah, sikap persetujuan rosullullah saw mengenai suatu peristiwa yang terjadi
atau dilakukan sahabat beliau, dimana terdapatpetunjuk yang menggambarkan bahwa beliau
menyutujui perbuatan tersebut. Contoh sunnah taqririyyah: dari khalid bin walid ra. Katanya:
“kepada nabi saw. dihidangkan makanan dhabb (sejenis biawak) yang dipanggang untuk dimakan
beliau. Kemudian ada yang berkata pada beliau : “itu adalah dhabb”, maka beliau menahan
tangannya, maka khalid berkata: “apakah haram memakannya?” beliau menjawab: ”tidak, tetapi
binatang jenis itu tidak biasa ditemukan di daerah saya, maka saya tidak suka dan menghindarinya”.
Maka khalid memakannya, sedang rasulullah saw memandanginya”.
b.      Pembagian sunnah dari segi kualitasnya
Ditinjau dari segi jumlah perawi yang meriwayatkan suatu sunnah, para ulama membagi kalitas
suatu sunnah pada tiga tingkatan yaitu:
1.      Mutawatir: yaitu sunnah yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi secara berkesinambungan dari
satu generasi ke generasi lainnya, banyaknya jumlah perawi pada masingmasing generasi tidak
memungkinkan mereka bersepakat untuk berbohong.
2.      Masyhur: yaitu sunnah yang diriwayatkan pada generasi-generasi secara berkesinambungan
dimana pada generasi awal jumlah perawinya hanya beberapa orang, tetapi pada generasi berikutnya
jumlah perawi menjadi banyak hingga mencapai tingkat mutawatir.
3.      Ahad: yaitu sunnah yang diriwayatkan secara berkesinambungan dari generasi awal sampai
generasi akhir, tetapi sejak generasi awal, jumlah perawinya hanya beberapa orang saja sehingga
tidak mencapai tingkat masyhur apalagi mutawatir

Ditinjau dari keterpercayaan pada perawinya, kualitas suatu sunnah dapat dibedakan menjadi empat
tingkatan yaitu:
1.      Shahih yaitu, sunnah yang diriwayatkan secara kesinambungan dari satu perawi kepada perawi
lainnya, dimana setiap perawi memiliki sifat adil (al-adil) dan kuat ingatannya (ad-dhabith).
2.      Hasan yaitu suatu sunnah yang diriwayatkan oleh perawi yang adildan kuat ingatan, tetapi
tingkat kekuatan ingatan rawi lebih rendah dari pada tingkat kekuatan  ingatannya perawi sunnah
shahih.
3.      Dhaif yaitu, sunnah yang diriwayatkan oleh perawi yang tidak memenuhi keriteria perawi
sunnah yang shahih dan hasan. Sunnah dhaifadalah sunnah yang tidak memenuhi salah satu syarat
untuk dapat diterima. Dengan demikian sebuah sunnah dinilai dhaif karena disebabkan tidak
terpenuhinya syarat ittishal (sanadnya tidak bersambung), atau perawinya tidak dhabit, atau karena
tidak memenuhi syarat mu’allil (cacat).
4.      Maudhu’ yaitu, khabar yang direkayasa dan dipalsukan oleh pemalsu sunnah, sehingga seolah-
olah berasal dari rasulullah saw, baik dengan iktikad baik maupun karena sengaja hendak merusak
ajaran islam dari dalam. Mengingat bahaya yang ditimbulkan sebagian ulama tidak
mengelompokkan kedalam tingkatan sunnah atau hadits atau khabar.

2
B. Fungsi Sunnah

Fungsi sunnah yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an. Dengan demikian, bila Al-Qur’an
disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka sunnah disebut sebagai bayani. Dalam
kedudukannya sebagai bayani dalam hubungannya dengan Al-qur’an, ia menjalankan fungsi sebagai
berikut:
1.      Menguatkan dan menegaskan hukum-hukum yang disebut dalam Al-Qur’an atau disebut fungsi
ta’kid dan takrir. Dalam bentuk ini sunnah hanya sebagai mengulangi apa-apa yang tersebuut dalam
Al-Qur’an.
2.      Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam hal:
a.       Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
b.      Merinci apa-apa yang dalamAl-Qur’an disebutkan secara garis besar.
c.       Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum.
d.      Memperluasmaksud dari suatu yang tersebut dalam A-Qur’an
3.      Menetapkan suatu hukum dalam sunnah yang secara jelastidak terdapat dalam Al-Qur’an.
Dengan demkian kelihatan bahwa sunnah menetapkan sendiri hukum yang tidak ditetapkan dalam
al-qur’an.

D.    Kedudukan Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam

Sunnah berfungsi sebagai penjelas terhadap hukum-hukum yang terdapat dalam al-qur’an,
sebagaimana disebutkan sebelumnya. Dalam kedudukannya sebagai penjelas, sunnah kadang-kadang
memperluas hukum dalam al-qur’anatau menetapkan sendiri hukum diluar apa yang ditentukan
Allah dalam al-qur’an.
Kedudukan sunnah sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang menjelaskan hukum al-qur’an,
tidak diragukan lagi dan dapat diterima semua pihak, karena memang untuk itulah nabi ditugaskan
Allah SWT. Namun dalam kedudukan sunnah sebagai dalil yang berdiri sendiri dan sebagai sumber
hukum kedua setelah al-qur’an, menjadi bahan perbincangan dikalangan ulama.

2
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Sunnah merupakan semua hal yang berkaitan dengan masalah hukum yang dinisbatkan kepada
Rosulullah saw baik perkataan, perbuatan, maupun sikap beliau tentang suatu peristiwa. Pembagian
sunnah bisa dilihat dari dua segi, yaitu segi bentuknya dan segi kualitasnya. Ditinjau dari segi
bentuknya sunnah dapat dibedakan menjadi tiga, diantaranya sunnah qauliyyah, sunnah fi’liyyah,
dan sunnah takririyah. Desangkan dari segi kualitasnya sunnah dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
mutawatir, masyhur dan Ahad. Sunnah memiliki empat tingkatan, yaitu: shahih, hasan, dhaif, dan
maudhu’. Fungsi utama sunnah adalah untuk memperjelas ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur’an yang
masih bersifat umum. Dan sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam agama Islam setelah Al-
Qur’an.

C. Kritik dan Saran

Demikianlah makalah yang dapat kami buat, kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan,
semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi pemakalah pada khususnya.

2
DAFTAR PUSTAKA

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Kencana, Jakarta : 2008


Dahlan, Abd Rahman, Ushul Fiqh, Amzah, Jakarta : 2014
Suparta,Munzier, Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta :       1993

Anda mungkin juga menyukai