Sejarah Minangkabau
Oleh :
M.Daffa’ Alfaridzi S
2010712019
Dosen :
Prof. Herwandi
Universitas Andalas
Sejarah Minangkabau merupakan sebuah rangkaian peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada masa lampau dan dialami oleh masyarakat Minangkabau itu sendiri. Minangkabau
seringkali diidentikkan dengan Sumatera Barat, padahal sebenarnya Minangkabau itu sendiri
lebih besar dari Sumatera Barat. Sumatera Barat sendiri merupakan sebuah provinsi yang
terdapat di bagian barat pulau Sumatera yang merentang dari Utara (Pasaman) hingga Selatan
(Pesisir Selatan). Bagian barat yang berbatasan dengan Samudera Hindia dan bagian timur
yang berbatas dengan Provinsi Riau. Jelas sekali, deskripsi ini merupakan sebuah teritorial
yang lebih bersifat administratif. Sebuah kebiasaan yang telah dilakukan oleh pihak kolonial
Belanda dalam memberikan nama bagi sebuah tempat yang telah mereka kuasai.
Wilayah Minangkabau tentunya lebih besar dari wilayah Sumatera Barat dan di
Sumatera Barat sendiri terdapat Kepulauan Mentawai yang bukan merupakan orang Minang.
Minangkabau secara dikotomis dibagi menjadi dua wilayah yaitu darek dan rantau. Darek
merupakan wilayah inti kekuasaan Minangkabau yang meliputi tiga dataran, seperti Tanah
Datar, Agam, dan Lima Puluh Kota. Sedangkan, rantau adalah daerah tujuan merantau
(migrasi) dari orang Minang yang berada di wilayah inti tadi. Bahkan, setiap darek memiliki
wilyah perantauannya masing-masing. Wilayah kebudayaan Minang adalah sebuah cakupan
wilayah yang terkena pengaruh Minangkabau di dalamnya. Hal ini menjadi sangat
memungkinkan karena kebiasaan merantau yang dilakukan oleh orang Minang sampai saat
sekarang ini. Bahkan, terdapat sebuah anekdot yang menyatakan bahwa orang Minang pun
sudah membuka lapau nasi di Bulan, sebuah satelit alam bagi bumi . Sebuah pertanda yang
menceritakan geliat orang Minang dalam berdagang. Meskipun jauh-jauh merantau, orang
Minang sendiri memiliki ikatan primordial yang kuat dan rasa cinta terhadap kampung
halamannya (Nagari). Mereka tidak pergi merantau semata-mata untuk memperkaya
kepentingannya sendiri tetapi juga ikut membangun kembali nagari yang telah mereka
tinggalkan.
Minangkabau dikenal dengan tradisi lisan yang kuat, hal ini ditandai dengan tambo
dan berbagai folklor yang terdapat di kalangan masyarakat. Tambo adalah karya sastra
sejarah yang merekam kisah-kisah legenda yang berkaitan dengan asal usul suku bangsa,
negeri, tradisi, dan alam budaya Minangkabau. Namun, terdapat percampuran antara mitos
dan fakta sejarah sehingga membuat kita terjebak pada suatu anakronisme sejarah. Meskipun
demikian, bukan berarti tambo tidak memiliki arti dalam mengungkapkan peristiwa masa lalu
masyarakat Minangkabau. Sumber tradisi lisan adalah suatu abstraksi pengalaman sosial dari
suatu masyarakat (Geertz, 1973:20). Sebuah tradisi lisan mungkin tidak dapat dijadikan
rujukan secara mutlak selayaknya arsip, tapi kita bisa menggali makna agar dapat
merekonstruksi masyarakat melalui suatu fenomena sosial.
Masa sejarah Minangkabau yang merentang dari masa Pra-sejarah hingga masa
kontemporer. Namun, untuk kali ini kita hanya akan membahas dari zaman Pra-sejarah
hingga zaman pergolakan PRRI yang melibatkan Urang Awak dalam pusaran konflik dengan
pemerintah pusat, sesuai dengan apa yang tercantum di dalam RPS.
Pengaruh bangsa barat berlangsung selama era baru dalam penaklukkan dunia baru.
Berkat temuan teknologi di bidang navigasi dan perkapalan, bangsa barat melakukan
penjelajahan samudera untuk menemukan sebuah dunia baru. Perdagangan berbagai
komoditas pun dilakukan di beberapa pelabuhan yang terdapat di pantai barat Sumatera,
seperti Pariaman, Tiku, Padang, dan Salido. Komoditas tersebut seperti emas, lada, kopi,
akasia, dan lain-lain. Sementara itu, kebutuhan masyarakat Minang sangat tinggi terhadap
katun yang didatangkan dari Coromandel, India. Setelah mengalami masa-masa perdagangan
dengan pihak swasta, Belanda pun muncul sebagai kekuatan kolonial yang menguasai pantai
barat Sumatera, terutama daerah Padang. Minangkabau juga memiliki pendidikan yang
sangat terkenal. Sekolah-sekolah agama pun ikut muncul di beberapa tempat seperti Padang
Panjang dan agam.
Masa kolonial pun berakhir ketika Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal
17 Agustus 1945. Sebuah negara baru yang berbentuk negara kesatuan telah lahir. Namun,
bukan berarti dengan berakhirnya era kolonial masalah yang dialami oleh masyarakat
Indonesia khususnya orang Minang ikut berakhir. Belanda kembali lagi melakukan agresi
sebanyak dua kali. PDRI hadir sebagai penyelamat eksistensi republik ketika ibukota telah
dikuasai dan para tokoh bangsa pun ikut diasingkan. Berkat dukungan rakyat, sebuah
pemerintahan sementara dapat berjalan dengan baik meskipun pemerintahan ini terus
bergerak secara mobil.
Orang Minang mengalami masa-masa yang cukup pelik ketika pergolakan PRRI
muncul. Bagi orang Minang, PRRI memiliki arti sebagai sebuah upaya koreksi terhadap
pemerintah pusat atas pembangunan yang masih belum merata ketika itu. Sementara, bagi
pemerintah pusat PRRI merupakan sebuah bentuk gerakan yang dapat mengganggu
keamanan dan stabilitas nasional. Banyak korban berjatuhan dan banyak Rumah Gadang ikut
menjadi sasaran tentara pusat. Konflik ini menyisakan luka yang mendalam bagi orang
Minang. Di tingkat pusat pun, lama kelamaan tokoh-tokoh Minang pun ikut meredup seiring
pergantian kekuasaan yang terjadi setelah itu. Banyak tokoh memilih untuk mentaati apa
yang diperintahkan oleh penguasa Orde Baru. Di salah satu bukunya, Audrey Kahin
menyebutkan bahwa Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi kesayangan pemerintah
pusat. Sebuah dekadensi yang masih kita rasakan hingga saat sekarang. Salah satu penyakit
yang tak hilang dari orang Minang adalah membanggakan kejayaan masa lampau semata
tanpa refleksi masa depan yang meyakinkan.