Anda di halaman 1dari 9

Sejarah Jurnalistik

• Romawi kuno dan terbitnya Koran

Sejarah jurnalistik di mulai pada masa Romawi kuno, pada masa pemerintahan Julius Caesar
(100-44 SM). Pada waktu itu, ada acta diurna berisi hasil uji coba semua, peraturan baru,
keputusan senat dan informasi penting lainnya yang dipasang di pusat kota yang disebut Stadion
Romawi atau “Forum Romanum”.

Surat kabar pertama diterbitkan di Cina pada tahun 911, Pau Kin. Koran ini dimiliki oleh
pemerintah ketika masa Kaisar Quang Soo. Tidak berbeda dalam Age of Caesar, Kin Pau
mengandung berita keputusan, pertimbangan dan informasi lain dari Istana. Pindah ke Jerman,
tahun 1609, penerbitan surat kabar pertama bernama Avisa Relation Order Zeitung. Pada 1618,
surat kabar tertua di Belanda bernama Coyrante uytItalien en Duytschland. Surat kabar pertama
di Inggris diterbitkan pada 1662 bernama Oxford Gazette (later the London) dan diterbitkan terus
menerus sejak pertama kali muncul. Surat kabar pertama di Perancis, the Gazette de France,
didirikan pada tahun 1632 oleh raja Theophrastus Renaudot (1.586-1.653), dengan perlindungan
Louis XIII. Semua surat kabar yang terkena sensor prepublication, dan menjabat sebagai
instrumen propaganda untuk monarki. Industri surat kabar mulai menunjukkan kemajuan yang
luar biasa ketika budaya membaca di masyarakat semakin meluas. Terlebih ketika memasuki
masa Revolusi Industri, di mana industri surat kabar diuntungkan dengan adanya mesin cetak
tenaga uap, yang bisa meningkatkan kinerja untuk memenuhi permintaan publik akan berita.
Pada pertengahan 1800-an bisnis berita mulai berkembang. Organisasi kantor berita yang
berfungsi mengumpulkan berbagai berita dan tulisan didistribusikan ke berbagai penerbit surat
kabar dan majalah. Pasalnya, para pengusaha surat kabar dapat lebih menghemat pengeluarannya
dengan berlangganan berita kepada kantor-kantor berita itu daripada harus membayar wartawan
untuk pergi atau ditempatkan di berbagai wilayah. Kantor berita yang masih beroperasi hingga
hari ini antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan Agence-France Presse
(Prancis).
Tahun 1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah Yellow Journalism (jurnalisme kuning),
sebuah istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota New York. Satu
dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William Randolph Hearst. Ciri khas
jurnalisme kuning adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pemuatan judul
utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu “meningkatkan penjualan!”.
Jurnalisme kuning tidak bertahan lama, seiring dengan munculnya kesadaran jurnalisme sebagai
profesi.
Organisasi profesi wartawan pertama kali didirikan di Inggris pada 1883, yang diikuti oleh
wartawan di negara-negara lain pada masa berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme pun mulai
banyak diselenggarakan di berbagai universitas, yang kemudian melahirkan konsep-konsep
seperti pemberitaan yang tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai standar kualitas
bagi jurnalisme professional.
• Penemuan awal mesin ketik

Penemuan mesin ketik diawali pada tahun 1714, saat Henry Mill memperoleh hak paten karena
menciptakan sebuah mesin yang menyerupai mesin ketik. Di samping itu muncul pula penemuan
kertas karbon oleh Pellegrino Turri yang merupakan salah satu cikal bakal dari komponen mesin
ketik. Pada tahun 1829, William Justin Burt menciptakan sebuah mesin yang disebut
“typowriter”, yang dikenal sebagai mesin ketik pertama. Walaupun demikian, mesin ini bekerja
lebih lama daripada menulis dengan menggunakan tangan, sehingga Burt tidak dapat
menemukan seorang pembeli atau pihak perusahaan yang mau membeli hak paten tersebut. Hal
ini menyebabkan mesin itu tidak dapat diproduksi untuk komersil. Mesin ketik ini digunakan
dengan cara putaran, bukan tombol-tombol untuk memilih karakter, sehingga disebut “index
typewriter”, bukan “keyboard typewriter”.

Pada pertengahan tahun 1800, secara global dapat dilihat adanya peningkatan komunikasi bisnis.
Kejadian ini menciptakan kebutuhan akan proses penulisan secara mekanik, sehingga proses
menulis menjadi lebih cepat. Pada tahun 1829 sampai 1870, penemuan mesin ketik banyak
bermunculan di negara-negara Eropa dan Amerika, namun tidak ada yang berhasil membuat
mesin ketik menjadi sebuah produk yang dihasilkan secara komersil. Kemudian pada tahun
1855, Giuseppe Ravizza, seorang berkebangsaan Itali, menciptakan sebuah prototipe mesin
ketik. Pada akhirnya, pada tahun 1861, Father Francisco João de Azevedo, seorang pendeta
Brazil, menciptakan mesin ketik buatannya sendiri. Penemuan ini menimbulkan klaim bahwa ia
adalah seorang penemu sejati mesin ketik. Klaim ini kemudian menimbulkan kontroversi. Di
antara tahun 1864 sampai 1867, Peter Mitterhofer, seorang tukang kayu berkebangsaan Austria,
berhasil mengembangkan beberapa model mesin ketik dan prototipe ini dapat berfungsi secara
penuh pada tahun 1867. Mesin ketik pertama kali yang sukses secara komersil diciptakan oleh C.
Latham Sholes, Carlos Glidden dan Samuel W. Soule pada tahun 1867. Penemuan ini kemudian
memperoleh hak paten dan dibeli oleh E. Remington and Sons, sebuah perusahaan manufaktur.

Walaupun demikian, mesin ini pada awalnya masih memiliki beberapa kekurangan antara lain
juru tulis tidak dapat melihat hasil ketikan secara langsung dan adanya kesulitan akan
penempatan tuts yang digunakan untuk kembali pada posisi semula. Hal ini kemudian dapat
diatasi dengan munculnya “visible typewriters” seperti mesin ketik Oliver pada tahun 1895.
Mesin ketik elektrik pertama diproduksi oleh Blickensderfer Manufacturing Company pada
tahun 1902. Mesin ketik tipe ini pada awalnya tidak sukses secara komersil karena belum adanya
standardisasi listrik dan perbedaan yang ada di tiap kota. Pada tahun 1909, Charles dan Howard
Krum mendapatkan hak paten atas penemuannya. Pada tahun 1914 diciptakan sebuah mesin
ketik yang dapat dioperasikan dengan daya tertentu. Model mesin ketik elektrik ini
menyingkirkan hubungan mekanik langsung antara tombol-tombol dengan elemen yang
menyangkut pada kertas. = IBM dan Remington Rand merupakan model mesin ketik yang
terkemuka, hingga pada suatu saat IBM memperkenalkan mesin ketik ”IBM Selectric” pada
tahun 1961, yang menggantikan typebar dengan typeball. Desain seperti ini memiliki banyak
keuntungan antara lain yaitu kemudahan dan kelancaran dalam pengoperasian mesin ketik serta
kualitas hasil ketik yang lebih tinggi.

Inovasi selanjutnya yaitu ”Correcting Selectrics”, sebuah fitur yang berfungsi untuk mengoreksi
kesalahan pada hasil ketik. Cara kerja sistem ini yaitu selotip yang berada di depan pita karbon
film dapat menghapus bubuk hitam pada pada karakter yang diketik di kertas. Ada dua tipe
mesin ketik yang mempunyai konsep penjarakan proporsional, yaitu ”IBM Electronic Typewriter
50” dan ”Selective Composer”, yang dilengkapi dengan fitur justifikasi pada margin kanan

.
• Percetakan

Johannes Gensfleisch zur Laden zum Gutenberg (sekitar 1398 – 3 Februari 1468) adalah seorang
pandai logam dan pencipta berkebangsaan Jerman yang memperoleh ketenaran berkat
sumbangannya di bidang teknologi percetakan pada tahun 1450-an, termasuk aloy logam huruf
(type metal) dan tinta berbasis-minyak, cetakan untuk mencetak huruf secara tepat, dan sejenis
mesin cetak baru yang berdasarkan pencetak yang digunakan dalam membuat anggur.

Tradisi menamainya sebagi pencipta movable type di Eropa, suatu perbaikan sistem pencetakan
blok yang sudah digunakan di wilayah tersebut. Dengan mengombinasikan unsur-unsur ini
dalam suatu sistem produksi, ia memungkinkan terjadinya pencetakan materi tertulis secara
cepat, serta terjadinya ledakan informasi di Eropa Renaisans. Ide Gutenberg yang terpenting
tercetus ketika dia bekerja sebagai tukang emas di Mainz. Dia mendapat ide untuk menghasilkan
surat pengampunan dengan membentuk kop huruf untuk mencetak surat pengampunan dengan
banyak agar dia mendapat banyak uang untuk membayar hutang-hutangnya ketika dia bekerja
sebagai tukang logam dahulu. Waktu itu, buku dan surat ditulis dengan tulisan aksara latin
dengan tangan dan mengandung banyak kesalahan ketika penyalinan, juga kekurangannya selain
itu ialah lambat.

Oleh karena itu, Gutenberg pertama kalinya membuat acuan huruf logam dengan menggunakan
timah hitam untuk membentuk tulisan aksara latin . Pada mulanya, Gutenberg terpaksa membuat
hampir 300 bentuk huruf untuk meniru bentuk tulisan tangan yang berbentuk tegak-bersambung.
Setelah itu, Gutenberg membuatkan untuk mereka mesin cetak yang bergerak untuk mencetak.
Mesin cetak bergerak inilah sumbangan terbesar Gutenberg. Setelah menyempurnakan mesin
cetak bergeraknya, Gutenberg mencetak beribu-ribu surat pengampunan yang disalah gunakan
oleh Gereja Katolik untuk mendapatkan uang. Penyalah-gunaan ini merupakan puncak
timbulnya bantahan daripada sebagian pihak seperti Martin Luther.

Sejarah Jurnalistik Indonesia

1. Zaman pendudukan Belanda

a. Kolonial

Pers kolonial adalah pers yang di usahakan oleh orang-orang Belanda pada masa penjajahan
Belanda. Pers ini berupa surat kabar, majalah, koran berbahasa Belanda atau bahasa daerah
Indonesia yang bertujuan membela kepentingan kaum kolonialis Belanda. Beberapa pejuang
kemerdekaan Indonesia pun menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan.
Pada tahun 1744 terbit tabloid Belanda pertama di Indonesia yaitu Batavis Novelis atau dengan
namapanjangnya Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementes. Sebenarnya pada tahun
1615 Gubernur Jenderal pertama VOC Jan Piterszoon Coen telah memerintahkan menerbitkan
Memorie der Nouvelles . surat kabar ini berupa tulisan tangan. Tanggal 5 Januari 1810 Gubernur
Jenderal Daendels menerbitkan sebuah surat kabar mingguan Bataviasche Koloniale Courant
yang memuat tentang peraturan-peraturan tentang penempatan jumlah tenaga untuk tata buku,
juru cetak, kepala pesuruh dan lain-lain. Setelah itu mulai bermunculan surat kabar baru dari
masyarakat Indonesia itu sendiri. Seperti; Medan Priyayi (1910), Bintang Barat, Bintang Timur,
dan masih banyak lagi. Medan Priyayi adalah surat kabar pertama yang dimiliki oleh masyarakat
pribumi Indonesia, yang didirikan oleh Raden Jokomono atau Tirto Hadi Soewirjo. Oleh sebab
itu Raden Jokomono atau Tirto Hadi Soewirjo disebut sebagai tokoh Pemrakarsa Pers Nasional,
karena dia adalah orang pertama dari Indonesia yang mampu memprakarsainya dan dimodali
oleh modal Nasional.

Pada tahun 1811 saat Hindia Belanda menjadi jajahan Inggris Bataviasche Koloniale Courant
tidak terbit lagi. Orang Inggris menerbitkan Java Government Gazette. Surat kabar ini sudah
memuat humor dan terbit antara 29 Februari 1812 sampai 13 Agustus 1814. Hal ini dikarenakan
pulau Jawa dan Sumatera harus dikembalikan kepada Belanda.
Belanda kemudian menerbitkan De Bataviasche Courant dan kemudian tahun 1828 diganti
dengan Javasche Courant memuat berita-berita resmi , juga berita pelelangan, kutipan dari surat
kabar di Eropa. Tahun 1835 di Surabaya terbit Soerabajaasch Advertentieblad. Kemudian di
Semarang pada pertengahan abad 19 terbit Semarangsche Advertentieblad dan De Semarangsche
Courant dan kemudian Het Semarangsche Niuews en Advertentieblad. Surat kabar ini
merupakan harian pertama yang mempunyai lampiran bahasa lain seperti Jawa, Cina dan juga
Arab. Tahun 1862 untuk pertama kali dibuka jalan kereta api oleh Pemerintah Hindia Belanda
maka untuk menghormati hal tersebut Het Semarangsche Niuews en Advertentieblad berganti
nama menjadi de Locomotief.

Setelah itu mulai bermunculan surat kabar baru dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Seperti;
Medan Priyayi (1910), Bintang Barat, Bintang Timur, dan masih banyak lagi. Medan Priyayi
adalah surat kabar pertama yang dimiliki oleh masyarakat pribumi Indonesia, yang didirikan oleh
Raden Jokomono atau Tirto Hadi Soewirjo. Oleh sebab itu Raden Jokomono atau Tirto Hadi
Soewirjo disebut sebagai tokoh Pemrakarsa Pers Nasional, karena dia adalah orang pertama dari
Indonesia yang mampu memprakarsainya dan dimodali oleh modal Nasional.

b. Pers Masa Pergerakan

Masa pergerakan adalah masa bangsa Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda sampai saat
masuknya Jepang menggantikan Belanda. Pers nasional adalah pers yang di usahakan oleh
orang-orang Indonesia terutama orang-orang pergerakan dan di peruntukan bagi orang Indonesia.
Setelah munculnya pergerakan modern Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908, Surat kabar yang di
keluarkan orang Indonesia lebih banyak berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers menyuarakan
kepedihan,penderitaan,dan merupakan refleksi isi hati bangsa terjajah. Pers menjadi pendorong
bangsa Indonesia dalam perjuangan memperbaiki nasib dan kedudukan bangsa.

2. Zaman Penjajahan Jepang


Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima
media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.
Beberapa keuntungan yang di dapat oleh para wartawan di Indonesia yang bekerja pada
penerbitan Jepang,antara lain sebagai berikut :

Pengalaman yang di peroleh para karyawan pers Indonesia bertambah.Fasilitas dan alat-alat
yang di gunakan jauh lebih banyak dari pada masa pers zaman Belanda.
Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas.
Pengajaran untuk rakyat agar berfikir kritis terhadap berita yang di sajikan oleh sumber-sumber
resmi Jepang.Selain itu,kekejaman dan penderitaan yang di alami pada masa pendudukan Jepang
memudahkan para pemimpin bangsa memberikan semangat untuk melawan penjajahan.
Revolusi Fisik (Pendudukan Belanda)

Pada masa revolusi fisik ini, pers terbagi menjadi dua golongan,yaitu sebagai berikut :
Pers yang di terbitkan dan di usahakan oleh tentara pendudukan Sekutu dan Belanda yang
selanjutnya di namakan pers Nica ( Belanda ).
Pers yang di terbitkan dan di usahakan oleh orang Indonesia yang di sebut pers republik.
Pers republik disuarakan oleh masyarakat Indonesia yang berisi semangat mempertahankan
kemerdekaan dan menentang usaha pendudukan Sekutu. Pers ini benar-benar menjadi alat
perjuangan masa itu. Sebaliknya, pers Nica berusaha memengaruhi rakyat Indonesia agar
menerima kembali Belanda untuk berkuasa di Indonesia.

3. Orde lama

Pers pada masa Orde lama digunakan untuk mengkritisi pemimpin. Dewan Pers pertama kali
terbentuk pada tahun 1966 melalui Undang-undang No.11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pers. Fungsi dari Dewan Pers saat itu adalah sebagai pendamping Pemerintah
serta bersama-sama membina perkembangan juga pertumbuhan pers di tingkat nasional. Saat itu,
Menteri Penerangan secara ex-officio menjabat sebagai Ketua Dewan Pers.

4. Orde baru

Pada era orde baru, kedudukan dan fungsi Dewan Pers tidak berubah yaitu masih menjadi
penasihat pemerintah, terutama untuk Departemen Penerangan. Hal ini didasari pada Undang-
Undang No. 21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers. Tetapi terjadi perubahan perihal keterwakilan dalam
unsur keanggotaan Dewan Pers seperti yang dinyatakan pada Pasal 6 ayat (2) UU No. 21 Tahun
1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers Sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang No. 4 Tahun 1967 :“Anggota Dewan Pers terdiri dari wakil organisasi pers, wakil
Pemerintah dan wakil masyarakat dalam hal ini ahli-ahli di bidang pers serta ahli-ahli di bidang
lain.”
Pada masa ini, khususnya ketika Ali Murtopo menjadi Menteri Penerangan (1977-1982),
Departemen Penerangan difungsikan sebagai sebuah “departemen politik” bersama Departemen
Dalam Negeri. Artinya, ia mempunyai fungsi pembinaan politik. Departemen ini berada di garda
terdepan dalam setiap kampanye pemilu. Fungsi ini semakin kental terasa tatkala Harmoko
menjadi Menteri Penerangan (1982-1997), dan selama tiga periode berturut-turut Harmoko
merangkap menjadi Ketua Umum Golkar (1987-1998) dan Ketua Umum MPR (Maret 1998
-November 1998). Ini adalah jabatan dan kedudukan yang sangat strategis. Dalam struktur
kekuasaan seperti itu, Departemen Penerangan menjadi lembaga penjaga gerbang informasi yang
sangat efektif bagi kepentingan pemerintah. Departemen Penerangan (melalui Direktorat Bina
Wartawan Dirjen PPG) mempunyai kewenangan untuk mencegah tangkal visa bagi wartawan
maupun koresponden luar negeri serta mempunyai kewenangan untuk mencegah tangkal
tayangan siaran langsung televisi dari dan ke luar negeri. Karena itu, Departemen Penerangan
juga mempunyai wewenang dalam pengaturan agenda informasi dari dan ke luar negeri.
(Hidayat, dkk, 2000:225)

5. Reformasi

Disahkannya Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers membuat berubahnya Dewan
Pers menjadi Dewan Pers yang Independen, dapat dilihat dari Pasal 15 ayat (1) UU Pers
menyatakan: Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan
pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen
Fungsi Dewan Pers juga berubah, yang dahulu sebagai penasihat Pemerintah sekarang telah
menjadi pelindung kemerdekaan pers.

Tidak ada lagi hubungan secara struktural dengan Pemerintah. Dihapuskannya Departemen
Penerangan pada masa Presiden Abdurrahman Wahid menjadi bukti. Dalam keanggotaan, tidak
ada lagi wakil dari Pemerintah dalam Dewan Pers. Tidak ada pula campur tangan Pemerintah
dalam institusi dan keanggotaan, meskipun harus keanggotaan harus ditetapkan melalui
Keputusan Presiden. Untuk Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers, dipilih melalui mekanisme
rapat pleno (diputuskan oleh anggota) dan tidak dicantumkan dalam Keputusan Presiden.
Pemilihan anggota Dewan Pers independen awalnya diatur oleh Dewan Pers lama. Atang
Ruswati menjabat sebagai Ketua Badan Pekerja Dewan Pers, sebuah badan bentukan Dewan
Pers sebelum dilakukannya pemilihan anggota. Badan Pekerja Dewan Pers kemudian melakukan
pertemuan dengan berbagai macam organisasi pers juga perusahaan media. Pertemuan tersebut
mencapai sebuah kesepakatan bahwa setiap organisasi wartawan akan memilih dan juga
mencalonkan dua orang dari unsur wartawan serta dua dari masyarakat. Setiap perusahaan media
juga berhak untuk memilih serta mencalonkan dua orang yang berasal dari unsur pimpinan
perusahaan media juga dua dari unsur masyarakat. Ketua Dewan Pers independen yang pertama
kali adalah Atmakusumah Astraatmadja.

Undang Undang Pers

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4 di dalam ayat 1 disebutkan
bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, ayat kedua bahwa terhadap
pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, ayat ketiga
bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh,
dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat bahwa dalam
mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak
bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain dalam pasal 28F bahwa
setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran
yang tersedia.

Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.Wartawan selain dibatasi
oleh ketentuan hukum, seperti Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, juga harus
berpegang kepada kode etik jurnalistik.Tujuannya adalah agar wartawan bertanggung jawab
dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyajikan informasi.
Sejarah perkembangan Kode Etik Jurnalistik di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah
perkembangan pers di Indonesia. Jika diurutkan, maka sejarah pembentukan, pelaksanaan, dan
pengawasan Kode Etik Jurnalistik di Indonesia terbagi dalam lima periode. Berikut kelima
periode tersebut :

1. Periode Tanpa Kode Etik Jurnalistik

Periode ini terjadi ketika Indonesia baru lahir sebagai bangsa yang merdeka tanggal 17 Agustus
1945.Meski baru merdeka, di Indonesia telah lahir beberapa penerbitan pers baru. Berhubung
masih baru, pers pada saat itu masih bergulat dengan persoalan bagaimana dapat menerbitkan
atau memberikan informasi kepada masyarakat di era kemerdekaan, maka belum terpikir soal
pembuatan Kode Etik Jurnalistik. Akibatnya, pada periode ini pers berjalan tanpa kode etik.

2. Periode Kode Etik Jurnalistik PWI tahap 1

Pada tahun 1946. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dibentuk di Solo, tapi ketika organisasi
ini lahir pun belum memiliki kode etik. Saat itu baru ada semacam konvensi yang ditungakan
dalam satu kalimat, inti kalimat tersebut adalah PWI mengutamakan prinsip kebangsaan.
Setahun kemudian, pada 1947, lahirlah Kode Etik PWI yang pertama.

3. Periode Dualisme Kode Etik Jurnalistik PWI dan Non PWI

Setelah PWI lahir, kemudian muncul berbagai organisasi wartawan lainnya. Walaupun dijadikan
sebagai pedoman etik oleh organisasi lain, Kode Etik Jurnalistik PWI hanya berlaku bagi
anggota PWI sendiri, padahal organisai wartawan lain juga memerlukan Kode Etik Jurnalistik.
Berdasarkan pemikiran itulah Dewan Pers membuat dan mengeluarkan pula Kode Etik
Jurnalistik. Waktu itu Dewan Pers membentuk sebuah panitia yang terdiri dari tujuh orang, yaitu
Mochtar Lubis, Nurhadi Kartaatmadja, H.G Rorimpandey , Soendoro, Wonohito, L.E Manuhua
dan A. Aziz. Setelah selesai, Kode Etik Jurnalistik tersebut ditandatangani oleh Ketua dan
Sekretaris Dewan Pers masing-masing Boediarjo dan T. Sjahril, dan disahkan pada 30 September
1968. Dengan demikian, waktu itu terjadi dualisme Kode Etik Jurnalistik.[4] Kode Etik
Jurnalistik PWI berlaku untuk wartawan yang menjadi anggota PWI, sedangkan Kode Etik
Jurnalistik Dewan Pers berlaku untuk non PWI.
4. Periode Kode Etik Jurnalistik PWI tahap 2

Pada tahun 1969, keluar peraturan pemerintah mengenai wartawan. Menurut pasal 4 Peraturan
Menteri Penerangan No.02/ Pers/ MENPEN/ 1969 mengenai wartawan, ditegaskan, wartawan
Indonesia diwajibkan menjadi anggota organisasi wartawan Indonesia yang telah disahkan
pemerintah. Namun, waktu itu belum ada organisasi wartawan yang disahkan oleh pemerintah.
Baru pada tanggal 20 Mei 1975 pemerintah mengesahkan PWI sebagai satu-satunya organisasi
wartawan Indonesia. Sebagai konsekuensi dari pengukuhan PWI tersebut, maka secara otomatis
Kode Etik Jurnalistik yang berlaku bagi seluruh wartawan Indonesia adalah milik PWI.
5. Periode Banyak Kode Etik Jurnalistik
Seiring dengan tumbangnya rezim Orde Baru, dan berganti dengan era Reformasi, paradigma
dan tatanan dunia pers pun ikut berubah. Pada tahun 1999, lahir Undang-Undang No 40 tahun
1999 tentang Pers yaitu Pasal 7 ayat 1, Undang-Undang ini membebaskan wartawan dalam
memilih organisasinya. Dengan Undang-Undang ini, munculah berbagai organisasi wartawan
baru. Akibatnya, dengan berlakunya ketentuan ini maka Kode Etik Jurnalistik pun menjadi
banyak. Pada tanggal 6 Agustus 1999, sebanyak 25 organisasi wartawan di Bandung melahirkan
Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), yang disahkan Dewan Pers pada 20 Juni 2000.
Kemudian pada 14 Maret 2006, sebanyak 29 organisasi pers membuat Kode Etik Jurnalistik
baru, yang disahkan pada 24 Maret 2006.
Kode Etik Jurnalistik menempati posisi yang sangat vital bagi wartawan, bahkan dibandingkan
dengan perundang-undangan lainnya yang memiliki sanksi fisik sekalipun, Kode Etik Jurnalistik
memiliki kedudukan yang sangat istimewa bagi wartawan. M. Alwi Dahlan sangat menekankan
betapa pentingnya Kode Etik Jurnalistik bagi wartawan. Menurutnya, Kode Etik setidak-tidaknya
memiliki lima fungsi, yaitu:

a. Melindungi keberadaan seseorang profesional dalam berkiprah di bidangnya;


b. Melindungi masyarakat dari malpraktek oleh praktisi yang kurang profesional;
c. Mendorong persaingan sehat antarpraktisi;
d. Mencegah kecurangan antar rekan profesi;
e. Mencegah manipulasi informasi oleh narasumber

Undang – Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap
orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik
yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang
memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia
dan merugikan kepentingan Indonesia.

Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi
menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan
pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi
elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on
eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk
mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna
mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang
diatur, antara lain: 1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang
sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE); 2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE); 3.
penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan
4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);

Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain:
1. konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran
nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE); 2. akses
ilegal (Pasal 30); 3. intersepsi ilegal (Pasal 31); 4. gangguan terhadap data (data interference,
Pasal 32 UU ITE); 5. gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE); 6.
penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE);
Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua
institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan
Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada
penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai
naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim
UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim yang
dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono),
sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana
disahkan oleh DPR.

Sumber :
http://ratnanism.blogspot.com/2012/12/sejarah-jurnalistik-di-dunia-dan-di.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Mesin_ketik
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik
http://id.wikipedia.org/wiki/Kode_etik_jurnalistik

Anda mungkin juga menyukai