Page 1 of 4
Perkara yang masuk didominasi oleh judicial review UU Cipta Kerja, tercatat terdapat 14
(empat belas) perkara dengan rincian tiga pengujian formil, lima pengujian materiil, dan 6
pengujian formil dan materiil secara bersamaan. Posisi kedua ditempati oleh UU Keuangan Negara
untuk COVID-19, yaitu mencapai sembilan pengujian dengan rincian satu pengujian formil, empat
pengujian materiil, dan empat pengujian formil dan materiil secara bersamaan. Undang-undang
kontroversial lainnya ialah UU Minerba yang diujikan sebanyak enam permohonan, dengan rincian
dua pengujian formil dan empat pengujian materiil. UU Mahkamah Konstitusi pun mewarnai
pengujian dengan rincian dua pengujian formil dan materiil serta dua pengujian materiil saja. Tak
hanya objek undang-undang, sejak masih menjadi Perppu, Perppu Keuangan Negara untuk COVID-
19 dan Perppu Pilkada pun digugat oleh Pemohon, yaitu masing-masing sebanyak tiga
permohonan dan satu permohonan. Mayoritas pengujian undang-undang di atas sejatinya
ditujukan untuk kepentingan publik ketimbang kepentingan pemulihan hak personal individu
tertentu.
Chart II: Jenis Judicial Review yang Diajukan ke
Mahkamah Konstitusi Sepanjang 2020-2021
Selain tercatat sebagai sejarah
Formil,
jumlah terbanyak judicial review terhadap
Formil, 6
undang-undang yang baru disahkan di
Materiil
tahun yang sama, judicial review di MK
, 12
pada tahun 2020 juga mencetak sejarah
terbanyak pengujian formil undang-
undang sepanjang 17 tahun MK berdiri.
Dari total 38 perkara yang masuk,
setidaknya, terdapat enam perkara
pengujian formil yang diajukan ke MK.
Sementara itu, untuk pengujian formil dan
materiil secara bersamaan, terdapat 12 Materiil
(dua belas) perkara, sedangkan pengujian , 20
materiil saja terdapat 20 (dua puluh)
perkara. Jika ditotal seluruhnya, terdapat 18 (delapan belas) pengujian formil yang diajukan
sepanjang tahun 2020-2021. Meningkatnya jumlah pengujian formil secara drastis menunjukkan
problema krusial dalam proses pembentukan undang-undang.
Selain menunjukkan kemerosotan kualitas pembentukan legislasi, fenomena di atas
menunjukkan:
1. Peningkatan signifikan pengujian formil merupakan residu dari proses pembentukan
undang-undang yang tidak partisipatif, aspirasi tidak dipertimbangkan secara bermakna,
tidak transparan, tergesa-gesa, dan tidak deliberatif;
Page 2 of 4
2. Sebagian besar kepentingan judicial review dewasa ini ditujukan untuk kepentingan umum
dan menjadi sarana advokasi legislasi yang konstitusional akibat ruang pembentukan
undang-undang yang tidak mengakomodasikan aspek ini;
3. Revisi UU Mahkamah Konstitusi tidak memberikan pengaruh berarti bagi penguatan MK
dalam memeriksa dan memutus perkara judicial review dewasa ini, terutama dari segi
hukum acara dan tindak lanjut putusan MK, misalnya Revisi UU Mahkamah Konstitusi tidak
menggariskan dan memperjelas hukum acara pengujian perppu dan pengujian formil
undang-undang;
Terhadap fenomena kemerosotan legislasi ini, MK diharapkan dapat menjadi katalisator
yang mengembalikan proses pembentukan dan substansi undang-undang agar sejalan dengan
prinsip-prinsip fundamental konstitusi. Oleh karena itu, penting bagi MK untuk fokus
menghadirkan pemeriksaan perkara dan putusan yang Konstitusional Tanpa Paradoks, artinya
secara tuntas membedakan garis konstitusional dan inkonstitusional sehingga tidak membuka
celah bagi potensi pelanggaran konstitusi lain, memanifestasikan sepenuhnya perlindungan hak
konstitusional warga negara, dan tidak membungkus kepentingan-kepentingan yang pragmatis
dan terselubung. Hal ini dapat ditegakkan melalui penguatan dalam hal berikut:
1. Constitutional Test pada Pengujian Formil
MK harus lebih serius dalam merespon pengujian formil dan harus menyadari terdapat
persoalan krusial pembentukan undang-undang yang dapat mengancam demokrasi
konstitusional. Belum ada satupun uji formil yang dikabulkan oleh MK dan paradigma MK
terhadap uji formil masih belum tegas dan jelas. Oleh karena itu, perlu untuk membuat
membuat penilaian konstitusionalitas berdasarkan turunan implementasi nilai-nilai:
demokrasi [Pasal 1 (2) UUD 1945]; negara hukum [Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945]; prosedur
dan kewenangan pembentukan UU [Pasal 5 Ayat (1), 20, 22, 22D UUD 1945); pemenuhan
hak konstitusional terkait perjuangan kolektif dalam pembentukan undang-undang (Pasal
28C (1) dan (2) UUD 1945), jaminan dan kepastian hukum yang adil (Pasal 28D Ayat (1)
UUD 1945), persamaan dalam pemerintahan (Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945), dan
perolehan dan keterbukaan informasi publik tentang pembentukan undang-undang (Pasal
28F). Tak hanya merujuk pada konstitusi UU Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan (UU 12/2011 dan UU 15/2019) dan UU MD3 penting untuk menjadi rujukan
penafsiran pembentukan undang-undang yang konstitusional.
Narahubung:
Violla (0821 1672 2151)
Page 4 of 4