Anda di halaman 1dari 4

Mahkamah Konstitusi dan “PR” Pengujian Undang-Undang

Oleh: KoDe Inisiatif


Jakarta, 18 April 2021

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali fokus pada penyelesaian pengujian undang-undang


yang sudah menumpuk, setelah kurang lebih empat bulan berkutat pada penyelesaian sengketa
hasil pilkada. “Pekerjaan rumah” yang menumpuk meliputi perkara yang masuk di tahun 2019 dan
belum diputus hingga saat ini, seperti Pengujian UU KPK, dan pengujian undang-undang yang
disahkan di tahun 2020 dan langsung diujikan di MK di tahun yang sama.
Chart I: Judicial Review Undang-Undang yang Disahkan
di Tahun 2020 Sepanjang Tahun 2020-2021
Jumlah perkara yang masuk ke
16
MK di tahun 2019-2021
mengindikasikan kondisi buruknya
14
kualitas proses dan substansi
12 pembentukan undang-undang
6 sepanjang sejarah pembentukan
10 legislasi. Pengujian undang-undang
sepanjang tahun 2020 didominasi oleh
8 undang-undang yang baru disahkan di
4 tahun yang sama. Total terdapat 38
6 0 (tiga puluh delapan) pengujian yang
5
ditujukan kepada UU Cipta Kerja, UU
4 4 Keuangan Negara untuk COVID-19, UU
4 2 0 Mahkamah Konstitusi, UU Pilkada, dan
2 UU Minerba serta Perppu Keuangan
3 3
2 0 0 2 Negara untuk COVID-19 dan Perppu
1 1 1
0 0 0 0 0 Pilkada, dengan catatan, lima perkara
pengujian UU Cipta Kerja belum
diregistrasi akibat penundaan
pemeriksaan judicial review. Jumlah ini
meningkat lima kali lipat dari tahun
sebelumnya, yaitu terdapat delapan
judicial review terhadap undang-
undang yang baru disahkan di tahun
Formil Materiil Formil, Materiil 2019, yaitu UU KPK.

Page 1 of 4
Perkara yang masuk didominasi oleh judicial review UU Cipta Kerja, tercatat terdapat 14
(empat belas) perkara dengan rincian tiga pengujian formil, lima pengujian materiil, dan 6
pengujian formil dan materiil secara bersamaan. Posisi kedua ditempati oleh UU Keuangan Negara
untuk COVID-19, yaitu mencapai sembilan pengujian dengan rincian satu pengujian formil, empat
pengujian materiil, dan empat pengujian formil dan materiil secara bersamaan. Undang-undang
kontroversial lainnya ialah UU Minerba yang diujikan sebanyak enam permohonan, dengan rincian
dua pengujian formil dan empat pengujian materiil. UU Mahkamah Konstitusi pun mewarnai
pengujian dengan rincian dua pengujian formil dan materiil serta dua pengujian materiil saja. Tak
hanya objek undang-undang, sejak masih menjadi Perppu, Perppu Keuangan Negara untuk COVID-
19 dan Perppu Pilkada pun digugat oleh Pemohon, yaitu masing-masing sebanyak tiga
permohonan dan satu permohonan. Mayoritas pengujian undang-undang di atas sejatinya
ditujukan untuk kepentingan publik ketimbang kepentingan pemulihan hak personal individu
tertentu.
Chart II: Jenis Judicial Review yang Diajukan ke
Mahkamah Konstitusi Sepanjang 2020-2021
Selain tercatat sebagai sejarah
Formil,
jumlah terbanyak judicial review terhadap
Formil, 6
undang-undang yang baru disahkan di
Materiil
tahun yang sama, judicial review di MK
, 12
pada tahun 2020 juga mencetak sejarah
terbanyak pengujian formil undang-
undang sepanjang 17 tahun MK berdiri.
Dari total 38 perkara yang masuk,
setidaknya, terdapat enam perkara
pengujian formil yang diajukan ke MK.
Sementara itu, untuk pengujian formil dan
materiil secara bersamaan, terdapat 12 Materiil
(dua belas) perkara, sedangkan pengujian , 20
materiil saja terdapat 20 (dua puluh)
perkara. Jika ditotal seluruhnya, terdapat 18 (delapan belas) pengujian formil yang diajukan
sepanjang tahun 2020-2021. Meningkatnya jumlah pengujian formil secara drastis menunjukkan
problema krusial dalam proses pembentukan undang-undang.
Selain menunjukkan kemerosotan kualitas pembentukan legislasi, fenomena di atas
menunjukkan:
1. Peningkatan signifikan pengujian formil merupakan residu dari proses pembentukan
undang-undang yang tidak partisipatif, aspirasi tidak dipertimbangkan secara bermakna,
tidak transparan, tergesa-gesa, dan tidak deliberatif;

Page 2 of 4
2. Sebagian besar kepentingan judicial review dewasa ini ditujukan untuk kepentingan umum
dan menjadi sarana advokasi legislasi yang konstitusional akibat ruang pembentukan
undang-undang yang tidak mengakomodasikan aspek ini;
3. Revisi UU Mahkamah Konstitusi tidak memberikan pengaruh berarti bagi penguatan MK
dalam memeriksa dan memutus perkara judicial review dewasa ini, terutama dari segi
hukum acara dan tindak lanjut putusan MK, misalnya Revisi UU Mahkamah Konstitusi tidak
menggariskan dan memperjelas hukum acara pengujian perppu dan pengujian formil
undang-undang;
Terhadap fenomena kemerosotan legislasi ini, MK diharapkan dapat menjadi katalisator
yang mengembalikan proses pembentukan dan substansi undang-undang agar sejalan dengan
prinsip-prinsip fundamental konstitusi. Oleh karena itu, penting bagi MK untuk fokus
menghadirkan pemeriksaan perkara dan putusan yang Konstitusional Tanpa Paradoks, artinya
secara tuntas membedakan garis konstitusional dan inkonstitusional sehingga tidak membuka
celah bagi potensi pelanggaran konstitusi lain, memanifestasikan sepenuhnya perlindungan hak
konstitusional warga negara, dan tidak membungkus kepentingan-kepentingan yang pragmatis
dan terselubung. Hal ini dapat ditegakkan melalui penguatan dalam hal berikut:
1. Constitutional Test pada Pengujian Formil
MK harus lebih serius dalam merespon pengujian formil dan harus menyadari terdapat
persoalan krusial pembentukan undang-undang yang dapat mengancam demokrasi
konstitusional. Belum ada satupun uji formil yang dikabulkan oleh MK dan paradigma MK
terhadap uji formil masih belum tegas dan jelas. Oleh karena itu, perlu untuk membuat
membuat penilaian konstitusionalitas berdasarkan turunan implementasi nilai-nilai:
demokrasi [Pasal 1 (2) UUD 1945]; negara hukum [Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945]; prosedur
dan kewenangan pembentukan UU [Pasal 5 Ayat (1), 20, 22, 22D UUD 1945); pemenuhan
hak konstitusional terkait perjuangan kolektif dalam pembentukan undang-undang (Pasal
28C (1) dan (2) UUD 1945), jaminan dan kepastian hukum yang adil (Pasal 28D Ayat (1)
UUD 1945), persamaan dalam pemerintahan (Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945), dan
perolehan dan keterbukaan informasi publik tentang pembentukan undang-undang (Pasal
28F). Tak hanya merujuk pada konstitusi UU Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan (UU 12/2011 dan UU 15/2019) dan UU MD3 penting untuk menjadi rujukan
penafsiran pembentukan undang-undang yang konstitusional.

2. Membuka Akses yang Lebih Luas bagi Public Interest Standing


Pengujian undang-undang untuk kepentingan publik merupakan suatu keniscayaan dan
perkembangan yang harus dibentangkan karpet merah. Dalam penilaian kedudukan
hukum, MK mesti fokus pada kepentingan konstitusional ketimbang kerugian
konstitusional. Indikator penilaian dapat mengacu pada: (1) genuine interest Pemohon
terhadap pokok perkara yang diujikan; (2) substansi pengujian yang berdampak pada
kepentingan publik; (3) remedi yang dikehendaki ditujukan untuk kepentingan publik.
Page 3 of 4
3. Konsisten dengan Yurisprudensi yang Progresif
Pemeriksaan perkara di MK perlu mengarah pada penggalian “spirit” atau politik hukum
suatu undang-undang. Ketika spirit pembentukan undang-undang melenceng dari nilai-
nilai dasar konstitusi, maka MK harus secara tegas menyatakan undang-undang atau
proses pembentukan undang-undang inkonstitusional, sebagaimana pernah MK lakukan
pada pembatalan UU Perkoperasian (kapitalistik dan tidak sejalan dengan asas
kekeluargaan) dan UU Sumber Daya Air (privatisasi sumber daya air dan tidak sejalan
dengan pengelolaan sumber daya untuk rakyat).

Narahubung:
Violla (0821 1672 2151)

Page 4 of 4

Anda mungkin juga menyukai