SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG 2021 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini berbagai makanan cepat saji sangat digemari oleh masyarakat karena dianggap praktis. Cara penyajian yang hanya memerlukan waktu kurang lebih 5-10 menit dan langsung siap santap serta memiliki banyak varian rasa yang menarik menjadi pilihan masyarakat terutama mereka yang memiliki banyak aktivitas dan sibuk. Namun beberapa makanan instan banyak mengandung lemak dan garam. Penumpukan lemak yang terus dibiarkan tanpa adanya olahraga dan diet dapat menyebabkan obesitas (yulyanti, Depi, 2019). Kemudian mengkonsumsi garam yang dilakukan secara terus-menerus dan berlebih dapat mengganggu kesehatan, hal ini lah yang dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini terjadi karena garam berlebih dapat menambah jumlah natrium serta dapat mempengaruhi keseimbangan cairan. Cairan yang masuk ke dalam sel membuat pembuluh darah arteri semakin menyempit, maka jantung akan bekerja lebih keras untuk memompa darah inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah (Purwono et al., 2020). Hipertensi ditandai dengan hasil tekanan darah yang menunjukkan tekanan sistolik sebesar >140 mmHg dan tekanan diastolik sebesar >90 mmHg. Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar British Society of Hypertension yang mengunakan alat sphygmomanometer air raksa, digital atau anaeroid yang telah ditera (Kemenkes RI, 2019). Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang umum terjadi di masyarakat dan menjadi salah satu faktor pemicu penyakit lainnya seperti jantung, gagal ginjal, stroke dan sejenisnya. Hipertensi juga disebut sebagai The Silent Killer karena sering kali timbul tanpa keluhan dan menyebabkan komplikasi (Kemenkes RI, 2019). Jika terus dibiarkan tanpa adanya penangan lebih lanjut hipertensi bahkan bisa menjadi penyebab kematian. Berdasarkan data Global WHO (World Health Organization) pada tahun 2015 menyatakan bahwa sekitar 1,13 Miliar orang mengalami hipertens. Jumlah penderita hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (Kemenkes RI, 2019). Berdasarkan cara pengukuran peningkatan hipertensi terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia yaitu peningkatan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta sebesar 13,4%, Kalimantan Selatan sebesar 13,3%, dan Sulawesi Barat sebesar 12,3% (Kemenkes RI, 2019). Berdasarkan pola 10 besar penyakit terbanyak pada pasien di puskesmas yang ada di Bali, hipertensi berada di urutan ke 2 dengan jumlah 60.665 (Dinkes Provinsi Bali, 2017). Menurut data Profil Kesehatan Kabupaten Buleleng pada tahun 2019 perkiraan jumlah penderita hipertensi di Kabupaten Buleleng sebanyak 129.815 dan jumlah penderita hipertensi yang sudah mendapatkan pelayanan yaitu sebanyak 63.232 orang atau 48,7%. Penatalaksanaan hipertensi bisa dengan terapi farmakologi seperti pemberian obat anti hipertensi. Selain penatalaksanaan secara farmakolgi, hipertensi juga bisa diatasi dengan penatalaksanaan non farmakologi seperti menurunkan berat badan bagi penderita obesitas, merubah pola hidup menjadi lebih sehat, berolah raga dan menerapkan diet hipertensi, selain itu hipertensi juga dapat diatasi dengan terapi sederhana salah satunya terapi musik klasik namun ini masih terus dikembangkan. (Mahatidanar & Nisa, 2017). Sebagian besar orang sering mendengarkan musik dengan bermacam- macam genre musik sebagai salah satu hiburan yang dapat menjadi alternatif untuk mengurangi kebosanan, rasa jenuh hingga stress, dimana secara tidak langsung musik sendiri sudah menjadi terapi relaksasi bagi pendengarnya. Disamping itu musik pun sangat mudah untuk didapatkan di jaman modern seperti sekarang, dalam hal ini musik klasik dapat menjadi pilihan sebagai terapi. Musik klasik yang memiliki nilai seni tinggi dan susunan nada yang indah dipercaya dapat meningkatkan suasana hati, mengilangkan stress, mengurangi kecemasan dan ketegangan, nyeri serta dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran (Mahatidanar & Nisa, 2017). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Febri et al., 2019 dimana penelitian tersebut menyatakan bahwa musik klasik memiliki pengaruh terhadap penurunan tekanan darah. Dengan adanya terapi musik sebagai salah satu terapi non farmakologi dapat membuat pasien lebih rileks rasa cemas, stress dan rasa tekanan yang diperoleh menjadi berkurang, sehingga pasien menjadi lebih nyaman, dalam kondisi seperti ini dianggap mampu dalam menurunkan tekanan darah.