Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelelahan Kerja

2.1.1. Definisi Kelelahan Kerja

Kelelahan bagi setiap orang memiliki arti tersendiri dan bersifat subyektif.

Lelah adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam

bekerja. Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh

menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan

(Suma’mur, 1996).

Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi

semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta

ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai

penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja (Suma’mur, 1989). Kelelahan kerja

akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja (Eko Nurmianto,

2003).

Menurut Cameron kelelahan kerja merupakan kriteria yang kompleks yang

tidak hanya menyangkut kelelahan fisiologis dan psikologis tetapi dominan

hubungannya dengan penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan

motivasi dan penurunan produktivitas kerja. (Ambar, 2006)

Kelelahan kerja (job bournout) adalah sejenis stress yang banyak dialami oleh

orang-orang yang bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan pelayanan terhadap manusia

Universitas Sumatera Utara


lainnya seperti perawat kesehatan, transportasi, kepolisian, dan sebagainya. (Schuler,

1999).

Menurut Mc Farland kelelahan kerja merupakan suatu kelompok gejala yang

berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta

peningkatan kecemasan atau kebosanan. (Hotmatua, 2006).Kelelahan kerja ditandai

oleh adanya perasaan lelah, output menurun, dan kondisi fisiologis yang dihasilkan

dari aktivitas terus-menerus. (Anastesi, 1993).

Kelelahan akibat kerja sering kali diartikan sebagai menurunnya efisiensi,

performans kerja dan berkurangnya kekuatan / ketahanan fisik tubuh untuk terus

melanjutkan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2000).

2.1.2. Jenis Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan

tubuh (Suma’mur, 1996). Kelelahan kerja dapat dibedakan menjadi beberapa macam,

yaitu:

1) Berdasarkan proses dalam otot

Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum (AM

Sugeng Budiono, 2003) :

a. Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)

Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik

untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan gejala yang ditunjukan

tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya

gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang

Universitas Sumatera Utara


kurang menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam

melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan

kerja, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya.Gejala Kelelahan otot

dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar atau external signs (AM Sugeng

Budiono, 2003)

Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori

kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Pada teori kimia secara umum

menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi

dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot.

Sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan saraf adalah penyebab sekunder.

Sedangkan pada teori saraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya

merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan

dihantarkannya rangsangan saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari sebagai

kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam

mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel saraf menjadi

berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan

kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Dengan

demikian semakin lambat gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah

kondisi otot seseorang (Tarwaka, 2004).

b. Kelelahan Umum (General Fatigue)

Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa.

Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan

Universitas Sumatera Utara


tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis,

segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk” (AM Sugeng Budiono, 2003).

Kelelahan umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja

yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan

dirumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004).

2) Berdasar penyebab kelelahan

Menutut Kalimo dibedakan atas kelelahan fisiologis, yaitu kelelahan yang

disebabkan oleh faktor lingkungan (fisik) ditempat kerja, antara lain: kebisingan,

suhu dan kelelahan psikologis yang disebabkan oleh faktor psikologis (konflik-

konflikmental), monotoni pekerjaan, bekerja karena terpaksa, pekerjaan yang

bertumpuk-tumpuk (Ambar, 2006)

Menurut Phoon disebabkan oleh kelelahan fisik yaitu kelelahan karena kerja

fisik, kerja patologis ditandai dengan menurunnya kerja, rasa lelah dan ada

hubungannya dengan faktor psikososial.(Ambar, 2006)

3). Berdasarkan waktu terjadinya

a. Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh

secara berlebihan.

b. Kelelahan kronis, menurut Grandjean dan Kogi (1972) terjadi bila kelelahan

berlangsung setiap hari, berkepanjangan dan bahkan kadang-kadang telah

terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara


2.1.3. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kelelahan Kerja

Timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi

dari berbagai faktor penyebab yang mendatangkan ketegangan (stress) yang dialami

oleh tubuh manusia (Wignjosoebroto,2000).

Green (1992) dan Suma’mur (1994) dari proceeding mengemukakan faktor

yang mempengaruhi kelelahan ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Yang termasuk faktor internal antara lain : faktor somatis atau faktor fisik, gizi, jenis

kelamin, usia, pengetahuan dan sikap atau gaya hidup. Sedangkan yang termasuk

faktor eksternal adalah keadaab fisik lingkungan kerja (kebisingan, suhu,

pencahayaan, faktor kimia (zat beracun), faktor biologis (bakteri, jamur), faktor

ergonomi, kategori pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin atau peraturan perusahaan,

upah, hubungan sosial dan posisi kerja atau kedudukan.

Menurut Grandjean (1988). Faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan

dengan: sifat pekerjaan yang monoton (kurang bervariasi), intensitas lamanya

pembeban fisik dan mental. Lingkungan kerja misalnya kebisingan, pencahayaan &

cuaca kerja. Faktor psikologis misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang

berlebihan, serta konflik yang kronis/ menahun, status kesehatan dan status gizi.

Menurut Siswanto yang dikutip dari Ambar (2006), faktor penyebab kelelahan

kerja berkaitan dengan:

a. Pengorganisasian kerja yang tidak menjamin istirahat dan rekreasi, variasi

kerja dan intensitas pembebanan fisik yang tidak serasi dengan pekerjaan.

b. Faktor Psikologis, misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang

berlebihan, serta konflik yang kronis/ menahun.

Universitas Sumatera Utara


c. Lingkungan kerja yang tidak menjamin kenyamanan kerja serta tidak

menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan pekerja.

d. Status kesehatan (penyakit) dan status gizi.

e. Monoton (pekerjaan/ lingkungan kerja yang membosankan)

Menurut Suma’mur (1989) terdapat lima kelompok sebab kelelahan yaitu:

1) Keadaan monoton

2) Beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental

3) Keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan.

4) Keadaan kejiwaan seperti tanggungjawab, kekhawatiran atau konflik.

5) Penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya kelelahan. (Grandjean, 1988):

Kelelahan merupakan hasil dari berbagai ketegangan yang dialami oleh tubuh

manusia sehari-hari. Untuk mempertahankan kesehatan dan efisiensi, banyaknya

istirahat dan pemulihan harus seimbang dengan tingginya ketegangan kerja.

Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan

waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran.

Menurut Setyawati (1994), faktor individu seperti umur juga dapat

berpengaruh terhadap waktu reaksi dan perasaan lelah tenaga kerja. Pada umur yang

lebih tua terjadi penurunan kekuatan otot, tetapi keadaan ini diimbangi dengan

stabilitas emosi yang lebih baik dibanding tenaga kerja yang berumur muda yang

dapat berakibat positif dalam melakukan pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara


2.1.4. Proses Terjadinya Kelelahan Kerja

Menurut Sedarmayanti (2009) kelelahan kerja merupakan suatu pola yang

timbul pada suatu keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap orang, yang telah

tidak sanggup lagi melakukan kegiatan.

Pada dasarnya timbulnya kelelahan disebabkan oleh dua hal, yaitu :

1. Kelelahan Akibat Faktor Fisiologis (Fisik atau Kimia)

Kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahan

fisiologis dalam tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh manusia dapat dianggap sebagai

mesin yang dapat membuat bahan bakar, dan memberikan keluaran berupa tenaga

yang berguna untuk melakukan kegiatan.

Pada prinsipnya, ada 5 macam mekanisme yang dilakukan tubuh, yaitu :

a. Sistem peredaran darah

b. Sistem pencernaan

c. Sistem otot

d. Sistem syaraf

e. Sistem pernafasan

Kerja fisik yang kontinyu, berpengaruh terhadap mekanisme tersebut, baik

secara sendiri-sendiri maupun secara sekaligus. Kelelahan terjadi karena

terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk sisa ini

bersifat mambatasi kelangsungan kegiatan otot. Produk sisa ini mempengaruhi serat-

serat syaraf dan system syaraf pusat sehingga menyebabkan pegawai menjadi lambat

bekerja jika sudah lelah.

2. Kelelahan Akibat Faktor Psikologis

Universitas Sumatera Utara


Kelelahan ini dapat dikatakan kelelahan palsu, yang timbul dalam perasaan

orang yang bersangkutan dan terlihat dalam tingkah lakunya atau pendapat-

pendapatnya yang tidak konsekuen lagi, serta jiwanya yang labil dengan adanya

perubahan walaupun dalam kondisi lingkungan atau kondisi tubuhnya sendiri. Jadi

hal ini menyangkut perubahan yang bersangkutan dengan moril seseorang., Sebab

kelelahan ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, diantaranya : kurang minat dalam

bekerja, berbagai penyakit, keadaan lingkungan, adanya hukum moral yang mengikat

dan merasa tidak sesuai, sebab-sebab mental seperti : tanggung jawab, kekhawatiran

dan konflik. Pengaruh tersebut seakan-akan terkumpul dalam tubuh dan

menimbulkan rasa lelah.

2.1.5. Akibat kelelahan kerja

Konsekuensi kelelahan kerja menurut Randalf Schuler (1999) antara lain :

1. Pekerja yang mengalami kelelahan kerja akan berprestasi lebih buruk lagi daripada

pekerja yang masih “penuh semangat”.

2. Memburuknya hubungan si pekerja dengan pekerja lain.

3. Dapat mendorong terciptanya tingkah laku yang menyebabkan menurunnya

kualitas hidup rumah tangga seseorang.

Menurut Suma’mur (1996) ada 30 gejala kelelahan yang terbagi dalam 3

kategori yaitu :

1) Menunjukkan terjadinya pelemahan kegiatan.

Perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki merasa berat, sering

menguap, merasa kacau pikiran, manjadi mengantuk, marasakan beban pada mata,

kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, mau berbaring.

Universitas Sumatera Utara


2) Menunjukkan terjadinya pelemahan motivasi.

Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, tidak

dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang

kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, tidak dapat

tekun dalam pekerjaan.

3) Menunjukkan gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum.

Sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, terasa pernafasan

tertekan, haus, suara serak, terasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada

anggota badan, merasa kurang sehat.

Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat terjadinya

kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore

hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan kadang-kadang sebelumnya. Perasaan lesu

tampak sebagai suatu gejala. Gejala-gejala psikis ditandai dengan perbuatan-

perbuatan anti sosial dan perasaan tidak cocok dengan sekitarnya, sering depresi,

kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini sering disertai

kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan pencernaan,tidak

dapat tidur dan lain-lain. Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini

menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu

jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka

sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik-konflik

mental atau kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan

terhadap atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting dalam sebab

ataupun akibat (Suma’mur, 1996).

Universitas Sumatera Utara


2.1.6 Pengukuran Kelelahan Kerja

Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku karena

kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan

pendekatan secara multidisiplin (Tarwaka, 2004)

Banyak parameter yang digunakan untuk mengukur kelelahan kerja antara

lain : Waktu Reaksi Seluruh Tubuh atau Whole Body Reaction Test (WBRT), Uji

ketuk jari (Finger Taping Test), Uji Flicker Fusion, Uji Critical Fusion, Uji Bourdon

Wiersma, Skala kelelahan IFFRC (Industrial Fatique Rating Comite), Skala Fatique

Rating (FR Skala), Ekresi Katikolamin, Stroop Test.(Suma’mur, 1995)

Menurut Tarwaka,dkk (2004), pengukuran kelelahan dapat dilakukan dengan

berbagai cara, yaitu:

1) Kualitas dan kuantitas hasil kerja

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja

(waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit

waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti; target

produksi; faktor sosial; dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas

output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat

menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan

causal factor (Tarwaka, 2004)

Kuantitas kerja dapat dilihat pada prestasi kerja yang dinyatakan dalam

banyaknya produksi persatuan waktu. Sedangkan kualitas kerja didapat

dengan menilai kualitas pekerjaan seperti jumlah yang ditolak, kesalahan,

kerusakan material, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


2) Pencatatan perasaan subyektif kelelahan kerja, yaitu dengan cara

Kuesioner. Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research

Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk

mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar

pertanyaan yang terdiri dari:

(1) 10 Pertanyaan tentang pelemahan kegiatan: 1.Perasaan berat di kepala,

2.Lelah di seluruh badan, 3.Berat di kaki, 4.Menguap, 5.Pikiran kacau,

6.Mengantuk, 7.Ada beban pada mata, 8.Gerakan canggung dan kaku, 9.Berdiri

tidak stabil, 10.Ingin berbaring

(2) 10 Pertanyaan tentang pelemahan motivasi: 1.Susah berfikir, 2.Lelah untuk

bicara, 3.Gugup, 4.Tidak berkonsentrasi, 5.Sulit untuk memusatkan perhatian,

6.Mudah lupa, 7.Kepercayaan diri berkurang, 8.Merasa cemas, 9.Sulit

mengontrol sikap, 10.Tidak tekun dalam pekerjaan

(3) 10 Pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik : 1.Sakit dikepala, 2.Kaku

di bahu, 3.Nyeri di punggung, 4.Sesak nafas, 5.Haus, 6.Suara serak, 7.Merasa

pening, 8.Spasme di kelopak mata, 9.Tremor pada anggota badan, 10.Merasa

kurang sehat

3) Alat Ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPKK).

Menurut Setyawati KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan

Kelelahan Kerja) merupakan parameter untuk mengukur perasaan kelelahan

kerja sebagai gejala subjektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang

tidak menyenangkan. Keluhan-keluhan yang dialami pekerja sehari-hari

membuat mereka mengalami kelelahan kronis.(Hotmatua, 2009).

Universitas Sumatera Utara


4) Pengukuran gelombang listrik pada otak dengan Electroenchepalography

(EEG).

5) Uji psiko-motor (psychomotor test), dapat dilakukan dengan cara

melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor dengan

menggunakan alat digital reaction timer untuk mengukur waktu reaksi. Waktu

reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu

saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat

digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan.

Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan

pada proses faal syaraf dan otot.

6) Uji mental, pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan

yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan dalam

menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersman test merupakan salah satu

alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan

konsentrasi.

Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan

biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena beberapa faktor,

seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan

antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap paksa dan

pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat. Sumber kelelahan dapat

disimpulkan dari hasil pengujian tersebut.

Pada penelitian ini menggunakan alat ukur yang digunakan adalah Kuesioner

Alat Ukur Kelelahan Kerja (KAUPK2).

Universitas Sumatera Utara


2.1.7 Cara Mengatasi Kelelahan Kerja

Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat, terdapat

sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadang-

kadang salah satu dari padanya lebih dominan sesuai dengan keperluan. Sistem

aktivasi bersifat simpatis, sedangkan inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja

berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut harus berada pada

kondisi yang memberikan stabilitasi kepada tubuh (Suma’mur, 1989)

Untuk menghindari rasa lelah diperlukan adanya keseimbangan antara

masukan sumber datangnya kelelahan tersebut (faktor-faktor penyebab kelelahan)

dengan jumlah keluaran yang diperoleh lewat proses pemulihan (recovery). Proses

pemulihan dapat dilakukan dengan cara antara lain memberikan waktu istirahat yang

cukup baik yang terjadwal atau terstruktur atau tidak dan seimbang dengan tinggi

rendahnya tingkat ketegangan kerja.

Dengan memperpendek jam kerja harian akan menghasilkan kenaikan output

per jam sebaliknya dengan memperpanjang jam kerja harian akan menjurus

memperlambat kecepatan (tempo) kerja yang akhirnya berakibat pada penurunan

prestasi kerja per jamnya (Wignjosoebroto, 2000).

Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukan kepada

keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja. Misalnya, banyak hal yang

dapat dicapai dengan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat yang tepat, kamar-

kamar istirahat, masa-masa libur dan rekreasi, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


2.2. Kepuasan Kerja

2.2.1. Definisi Kepuasan Kerja

Biasanya orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang ia

jalankan, apabila apa yang ia kerjakan itu dianggapnya telah memenuhi harapannya,

atau sesuai dengan tujuan ia bekerja. Apabila ada seorang mendambakan sesuatu,

maka ia akan memiliki harapan, dan dengan demikin ia akan termotivasi untuk

melakukkan tindakan ke arah pencapaian harapan tersebut. Heider, misalnya

menyatakan bahwa prestasi kerja seseorang akan ditentukan oleh motivasi dan

kecakapannya. (Anoraga,2001).

Mengenai batasan atau definisi kepuasan kerja belum ada keseragaman.

Walaupun demikian tidaklah terdapat perbedaan yang prinsipil daripadanya. Menurut

beberapa ahli antara lain : menurut Wexley & Yukl, kepuasan kerja adalah the way an

employee feels about his / her job, artinya perasaan seseorang terhadap pekerjaan.

Sedangkan menurut Athanasiou, kepuasan kerja adalah sebagai positive emosional

state. Vroom menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah refleksi dari job attitude yang

bernilai positif dan Hoppeck manyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian

dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan

kebutuhannya. Luthan mengatakan bahwa kepuasan kerja karyawan biasanya

bersumber pada (1) pekerjaan itu sendiri (Intrinsic factory) ; (2) lingkungan kerja

karyawan yang bersangkutan (Ekstrinsic factors) ; dan (3) proses kerja dan hasil kerja

(Satisfaction on the work process and outcome).(As’ad, 1998).

Tiffin berpendapat bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari

karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pemimpin

Universitas Sumatera Utara


dengan karyawan. Pengertian kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Blum

merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap

faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri, dan hubungan sosial individual di luar kerja

(As’ad, 1998).

Handoko mengemukakan kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para karyawan memandang pekerjaan

mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.

Ini tampak dalam sikap posotif keryawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang

dihadapi di lingkungan kerjanya. (Sutrisno, 2009)

Howell dan Dipboye (1986) yang dikutip oleh Munandar (2001) memandang

bahwa kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat suka atau tidak sukanya

tenaga kerja terhadap pekerjaannnya. Dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkan

sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya.

Dari batasan- batasan mengenai kepuasan kerja diatas sebenarnya batasan

yang sangat sederhana dan operasional adalah “suatu sikap positif yang menyangkut

penyesuaian diri yang sehat dari para karyawan terhadap kondisi dan situasi kerja

termasuk didalamnya masalah upah, kondisi sosial, kondisi fisik dan kondisi

psikologis”. Ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang

terhadap pekerjaannya”. (As’ad, 1998).

2.2.2 Kepuasan Kerja Sebagai Suatu Sikap Kerja

Menurut Berry secara umum, sikap dipertimbangkan sebagai proses yang

disadari pada struktur persepsi sosial dan hasil reaksi terhadap tindakan nyata. Suatu

sikap tidak dapat diamati, namun dapat diduga melalui kebiasaan dan ekspresi emosi

Universitas Sumatera Utara


yang dapat mempengaruhi rangsangan untuk tindakan selanjutnya. Sikap kerja

didefinisikan sebagai pola tetap dari pemikiran, perasaan dan kebiasaan terhadap

beberapa aspek pekerjaan mereka. Seperti sikap secara umum, kepuasan kerja

digambarkan sebagai syarat komponen afektif dan emosi. Ketika pengaruh dari sikap

positif, kita menyebutnya kepuasan kerja; dan ketika negatif disebut ketidakpuasan.

Kita juga dapat menganggap bahwa syarat kepuasan kerja yaitu komponen kognitif

disebut juga pengalaman kerja. (Relli, 2007)

Akhirnya kepuasan kerja dapat disimpulkan sebagai komponen kebiasaan atau

kecenderungan untuk tindakan promosi. Suatu tindakan cenderung menggambarkan

apa yang diinginkan seseorang, memberi mereka kesempatan untuk berkarir dan

merasakan pekerjaannya. Suatu tindakan cenderung memungkinkan seseorang untuk

meninggalkan pekerjaannya.(Relli, 2007).

2.2.3. Teori-Teori Tentang kepuasan Kerja

Menurut Wexley dan Yulk (1997) Yang dikutip oleh As’ad (1998) secara

umum ada tiga teori tentang kepuasan kerja yang lazim dikenal yaitu :

1. Discreppancy Theory (Teori Pertentangn)

Teori ini pertama kali di pelopori oleh Porter (1961) dimana kepuasan ini

diukur dengan menghitung selisih dari apa yang seharusnya dengan kenyataan yang

dirasakan (difference between how much of somethingthere should be and how much

there is now). (As,ad, 1995). Kemudian Locke (1969) menyatakan bahwa kepuasan

ataun ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan

penimbangan atas dua nilai yaitu pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang

Universitas Sumatera Utara


diinginkan seorang individu dengan apa yang ia terima, dan pentingnya apa yang

diinginkan individu. (Munandar, 2001).

2. Equity Theory

Pendahulu teori ini adalah Zea’eznik (1958) dan dikembangkan oleh

Adams (1963). Prinsip dari teori ini adalah orang akan merasa puas, tergantung

apakah ia merasakan keadilan (equity) atau tidak atas situasi tertentu. Perasaan equity

atau inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya

dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun ditempat lain. Menurut teori ini

elemen-elemen dari equity – inequity ada tiga yaitu input, outcomes, comparison

person dan equity – inequity. Input adalah sesuatu yang berharga yang dirasakan

karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan, sedangkan outcomes adalah hasil

dari sesuatu yang berharga yang dirasakan oleh karyawan sebagai hasil dari

pekerjaannya. Dan comparison person adalah kepada orang lain siapa karyawan

membandingkan rasio input – outcomes yang dimilikinya. Comparison person bisa

berupa seseorang diperusahaan yang sama atau ditempat lain tau bisa pula dengan

dirinya sendiri di waktu lampau.

Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input –

outcomes dirinya dengan rasio input – outcomes orang lain (comparison person). Bila

perbandingannya dianggap cukup adil (equity), maka ia akan merasa puas. Bila

perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan (over compensation equity),

bisa menimbulkan kepuasan bisa pula tidak. Namun bila perbandingan itu tidak

seimbang dan merugikan akan menimbulkan ketidakpuasan.

Universitas Sumatera Utara


3. Two Tactor Theory

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg (1969). Herzberg

membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi

dua kelompok yaitu kelompok stisfiers atau motivator dan kelompok dissatisfiers

atau hygiene factors.

Satisfiers (motivator) atau intrinsic factor, job content dan motivator, adalah

faktor-faktor atau situasi yang dibuktikan sebagai sumber kepuasan kerja terdiri dari :

achievement, recognition, work it self, responsibility and advancement. Hadirnya

faktor ini akan menimbulkan kepuasan tetapi tidak hadirnya faktor ini tidak

selamanya menimbulkan ketidakpuasan.

Dissatisfiers (higiene factors) atau extrinsic factor, job content, adalah faktor-

faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan , yang terdiri dari : company

policy and administration, suprvision technical, salary, interpersonal, relation,

working condition, job security dan status. Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini

akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan

kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja. Artinya, bahwa perbaikan terhadap

salary dan working condition tidak akan menimbulkan ketidakpuasan tetapi hanya

mengurangi ketidakpuasan. (As’ad, 1999).

2.2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Munandar (2001) mengatakan bahwa banyak faktor yang telah diteliti sebagai

faktor yang mungkin menentukan kepuasan kerja. Beberapa ahli yang

mengemukakan pendapatnya sehubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi

tentang kepuasan kerja sebagaimana dikutip oleh As’ad (1999), antara lain :

Universitas Sumatera Utara


1. Harold E. Burt, menyatakan faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja

adalah :

 Faktor hubungan antar karyawan, antara lain hubungan antara manajer

dengan karyawan, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial di antara

karyawan, sugesti dari teman kerja, emosi dan situasi kerja.

 Faktor individual, seperti sikap orang terhadap pekerjaannya, umur orang

sewaktu bekerja dan jenis kelamin.

 Faktor luar seperti keadaan keluarga karyawan, rekreasi dan pendidikan

2. Ghiselli dan Brown, menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan kerja

adalah :

 Kedudukan

Pada umumnya manusia yang beranggapan bahwa seseorang yang bekerja

pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas dari pada mereka

yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah.

 Pangkat

Kedudukan / pangkat yang naik dalam suatu organisasi atau perusahaan

merupakan suatu hal yang membuat seseorang merasa senang dan bangga.

 Umur

Umur menurut penelitian mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan

kerja. Umur di antara 25-34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah

merupakan umur-umur yang bisa menimbulkan perasaan yang kurang puas

terhadap pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara


 Jaminan finansial dan jaminan sosial

Jaminan-jaminan ini secara nyata banyak berpengaruh terhadap kepuasan

kerja.

 Mutu pengawasan

Hal ini berupa adanya perhatian dan hubungan yang baik antara pihak

pimpinan dan bawahan sehingga karyawan merasa bahwa ia adalah

merupakan bagian penting dari perusahaan atau organisasi.

3. Blum, menyebutkan faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja adalah:

 Faktor individual seperti umur, kesehatan, watak, dan harapan

 Faktor sosial seperti hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat,

kesempatan berekreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik,

dan hubungan kemasyarakatan.

 Faktor utama dalam pekerjaan seperti upah, pengawasan, ketentraman,

hubungan sosial didalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik

antar manusia, dan perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi

maupun tugas.

4. Gilmer mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah:

 Kesempatan untuk maju, yaitu ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh

pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.

 Keamanan kerja, yaitu keadaan yang aman yang sangat mempengaruhi

perasaan karyawan sewaktu bekerja.

Universitas Sumatera Utara


 Gaji, yang mana gaji lebih banyak tidak selamanya menimbulkan kepuasan

kerja karena jarang orang mengekspresikan kepuasannya dengan sejumlah

uang.

 Perusahaan dan manajemen, dimana perusahaan yang baik adalah perusahaan

yang memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil.

 Pengawasan (supervisi), dengan supervisi yang baik dari seorang supervisor

dapat berperan sebagai figur ayah bagi bawahannya dapat mengurangi tingkat

absensi dan turn over.

 Faktor intrinsik dari pekerjaan, sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan

tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan .

 Kondisi kerja, termasuk kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin, dan

tempat parkir.

 Aspek sosial dalam pekerjaan, adalah sikap yang sulit untuk digambarkan

tetapi dipandang sebagai faktor penyebab puas atau tidak puasnya dalam

bekerja.

 Komunikasi, yaitu adanya komunikasi yang lancar antara atasan dengan

bawahan dan adanya penghargaan terhadap pendapat ataupun prestasi

karyawan.

 Fasilitas seperti adanya cuti, dana pensiun, dan perumahan.

5. Caugemi dan Claypool, hal-hal yang menyebabkan rasa puas adalah :

 Prestasi

 Penghargaan

Universitas Sumatera Utara


 Kenaikan jabatan

 Pujian

Sedangkan penyebab ketidakpuasan adalah :

 Kebijaksanaan perusahaan

 Supervisor

 Kondisi kerjja

 Gaji

Dari berbagai pendapat tersebut, Sutrisno (2009) dalam bukunya

menyimpulkan bahwa secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

adalah sebagai berikut :

A. Faktor psikologis

Merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang

meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap tehadap kerja, bakat dan

keterampilan. Untuk menelusuri faktor ini, maka perlu diketahu faktor-faktor yang

merupakan sumber perbedaab individu dalam bekerja, yaitu :

1. Faktor fisik

a. Bentuk tubuh dan komposisinya

Bentuk tubuh meliputi besar kecilnya tubuh, bagian-bagiannya, warna kulit

dan kelengkapan anggota badan. Sedangkan komposisinya meliputi bagaimana letak

dan kesesuaiannya dengan bagian-bagian tubuh lainnya. Penting dan tidaknya

pengaruh kedua hal tersebut di dalam pekerjaan tergantung jenis pekerjaanya.

b. Taraf kesehatan

Universitas Sumatera Utara


Taraf kesehatan pada umumnya berbeda. Perbedaan ini bisa dijumpai dalam

kehidupan sehari-hari. Misalnya ada yang mudah di serang penyakit dan ada pula

orang yang daya tahannya terhadap penyakit cukup kuat.

c. Kemampuan panca indera

Kemampuan fisik yang terwujud kemampuan panca indera diperlukan di

dalam bekerja. Misalnya untuk bekerja di bagian perusahaan rokok diperlukan

kemampuan penciuman yang baik.

2.Perbedaan individu dalam segi psikis

a. Bakat

Bakat ialah kemampuan dasar yang menentukan sejauhmana kesuksesan

individu untuk memperoleh keahlian tertentu, apabila individu itu diberi latihan-

latihan tertentu. Setiap pekerjaan membutuhkan bakat yang berbeda-beda. Dengan

adanya kesesuaian antara bakat dengan pekerjaan, maka hasilnya pekerjaan lebih

sukses.

b. Minat

Minat adalah sikap yang membuat orang senang akan objek situasi atau

ide-ide tertentu. Hal ini diikuti oleh perasaan senang dan kecenderungan untuk

mencari objek yang disenangi itu.

B. Faktor Sosial

Merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara

sesama karyawan dengan atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis

pekerjaannya.

Universitas Sumatera Utara


Kebutuhan sosial bisa diperoleh dari hubungan antara atasan dengan

bawahan. Pada hakekatnya setiap karyawan membutuhkan perlakuan yang adil.

Mereka ingin agar suara mereka didengar kalau atasannya melakukan tindakan yang

salah, mereka ingin agar diakui kalau melakukan pekerjaan dengan baik, dan

akhirnya setiap karyawan menginginkan adanya perhatian, baik dari atasan maupun

dari teman sekerja. Tidak peduli apakah pekerjaan yang dilakukan berhasil dengan

baik atau tidak. Perbedaan individual mengenai besarnya perhatian yang diterima

tetap merupakan masalah bagi pimpinan yang baik. Tidak semua karyawan

mempunyai perasaan yang sama terhadap perhatian yang diberikan oleh seorang

pimpinan. (Heidjarachman, 1984)

C. Faktor Fisik

Merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi lingkungan kerja dan

kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu

istirahat, perlengkapan kerja, keadaan suhu ruangan, suhu, penerangan, pertukaran

udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya.

Kondisi lingkungan kerja perlu mendapatkan perhatian yang serius karena

lingkungan kerja yang nyaman dan aman sangat menentukan puas tidaknya karyawan

dalam melakukan pekerjaannya di lingkungan tersebut. Lingkungan harus memenuhi

syarat-syarat lingkungan kerja yang baik, pemeliharaan rumah tangga yang baik,

meliputi penimbunan, pengaturan mesin, bejana-bejana dan lainnya, keadaan gedung

yang selamat, memiliki alat pemadam kebakaran, pintu keluar darurat, lubang

ventilasi dan lantai yang baik, dan perencanaan yang baik yang terlihat dari

Universitas Sumatera Utara


pengaturan operasi, pengaturan tempat mesin, proses yang selamat, cukup alat-alat,

cukup pedoman-pedoman pelaksanaan aturan. (As’ad. 1999)

Mengenai masalah waktu kerja, dalam Undang-Undang No.1 tahun 1951

tentang pernyataan berlakunya Undang-undang Kerja tahun 1948 No. 12, telah diatur

tentang aturan waktu kerja dimana dalam pasal 10 ayat 1 kalimat pertama berbunyi

“Buruh (pekerja) tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40

jam seminggu. Begitu pula dengan waktu istirahat dimana dalam pasal 10 ayat 2

Undang-undang yang sama menyebutkan bahwa setelah buruh atau pekerja

menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus-menerus diadakan waktu istirahat tidak

termasuk jam kerja.Waktu istirahat ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali

tenaganya dan waktu istirahat makan setelah bekerja setengah jam lamanya untuk

memulihkan kembali menjalankan pekerjaannya. (Suma’mur, 1996)

D. Faktor Finansial

Merupakan faktor yang berhubungan dengan kesejahteraan karyawan yang

meliputi sistem dan besarnya gaji (upah), jaminan sosial, macam-macam tunjangan,

fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya. (As’ad, 1999)

Faktor ini cukup berpengaruh terhadap kepuasan karyawan. Misalnya faktor

upah, sebagian besar karyawan bila ditanya apa yang menjadi motivasinya untuk

bekerja, maka ia akan menjawab untuk memperoleh gaji. Ini berarti gaji / upah

mempunyai arti penting dalam kerja. Upah adalah pengganti atas jasa yang telah

diserahkan kepada pihak lain atau majikan dan wujudnya dapat bermacam-macam.

(Heidjarachman,1984)

Universitas Sumatera Utara


Faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi balas jasa (upah, tunjangan)

dari dalam perusahaan adalah :

a. Berat ringannya suatu pekerjaan, untuk pekerjaan yang mengandung risiko

tinggi pemberian kompensasi akan lebih tinggi dibanding pekerjaan yang

tidak mengandung risiko tinggi.

b. Kemampuan kerja dari karyawan tersebut, kemampuan seseorang harus

dihargai perusahaan dengan memberikan kompensasi yang memadai dengan

kemampuan karyawan.

c. Jabatan atau pangkat.

d. Pendidikan, dalam memberikan kompensasi balas jasa pendidikan menjadi

pertimbangan, pemberian kompensasi sesuai dengan pendidikan karyawan

yang bersangkutan.

e. Lama bekerja, makin lama karyawan bekerja tentu akan mengharapkan

kompensasi balas jasa yang meningkat sesuai dengan lamanya karyawan

bekerja. (mulia, 2001)

Selain faktor upah, faktor finansial lain yang tak kalah pentingnya adalah

promosi atau kesempatan untuk maju. Salah satu dorongan bekerja pada suatu

perusahaan adalah adanya kesempatan untuk maju. Sudah menjadi sifat manusia pada

umumnya untuk menjadi lebih baik, lebih maju dari posisi yang dipunyai pada saat

ini. Kesempatan untuk maju di dalam organisasi sering disebut sebagai promosi (naik

pangkat). Suatu promosi berarti perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang

mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Biasanya perpindahan ke

Universitas Sumatera Utara


jabatan yang lebih tinggi disertai dengan peningkatan gaji / upah dan hak-hak lainnya.

(Heidjarachman, 1984)

2.2.5. Pengukuran Kepuasan Kerja

Terdapat banyak cara untuk mengukur kepuasan kerja karyawan dalam suatu

organisasi/ perusahaan baik besar maupun kecil. Menurut Luthan terdapat empat cara

yang dapat dipakai untuk mengukur kepusan kerja, yaitu (1) Rating Scale, (2) Critical

incidents, (3) Interviews dan (4) Action Tendencies. (Muhaimin, 2004)

1. Rating Scale

Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan kerja dengan

menggunakan Rating Scale antara lain: (1) Minnessota Satisfaction Questionare, (2)

Job Descriptive Index, dan (3) Porter Need Satisfaction Questionare.

Minnesota Satisfaction Questionare (MSQ) adalah suatu instrumen atau alat

pengukur kepuasan kerja yang dirancang demikian rupa yang di dalamnya memuat

secara rinci unsur-unsur yang terkategorikan dalam unsur kepuasan dan unsur

ketidakpuasan. Skala MSQ mengukur berbagai aspek pekerjaan yang dirasakan

sangat memuaskan, memuaskan, tidak dapat memutuskan, tidak memuaskan dan

sangat tidak memuaskan. Karyawan diminta memilih satu alternatif jawaban yang

sesuai dengan kondisi pekerjaannya.

Job descriptive index. adalah uatu instrumen pengukur kepuasan kerja yang

dikembangkan oleh Kendall, dan Hulin. Dengan instrumen ini dapat diketahui

secaara luas bagaimana sikap karyawan terhadap komponen-komponen dari

pekerjaan itu. Variabel yang diukur adalah pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan

promosi, supervisi dan mitra kerja.

Universitas Sumatera Utara


Porter Need Satisfaction Questionare adalah suatu intrumen pengukur

kepuasan kerja yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja para manajer.

Pertanyaan yang diajukan lebih mempokuskan diri pada permasalahan tertentu dan

tantangan yang dihadapi oleh para manajer.

2. Critical Incidents

Critical Incidents dikembangakan oleh Frederick Herzberg. Dia menggu-

nakan teknik ini dalam penelitiannya tentang teori motivasi dua faktor. Dalam

penelitiannya tersebut dia mengajukan pertanyaan kepada para karyawan tentang

faktor-faktor apa yang saja yang membuat mereka puas dan tidak puas.

3. Interview

Untuk mengukur kepuasan kerja dengan menggunakan wawancara yang dilakukan

terhadap para karyawan secara individu. Dengan metode ini dapat diketahui secara

mendalam mengenai bagaimana sikap karyawan terhadap berbagai aspek pekerjaan.

4. Action Tendencies

Action Tendencies dimaksudkan sebagai suatu kecenderungan seseorang

untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kepuasan kerja karyawan dapat

dilihat berdasarkan action tendencies.

Sementara itu menurut Robbins (Wibowo, 2007) ada dua pendekatan yang

digunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :

1. Single Global Rating yaitu meminta individu merespon atas suatu pertanyaan

seperti; dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan

pekerjaan anda? Individu bisa menjawab puas dan tidak puas.

Universitas Sumatera Utara


2. Summation Scorenyaitu dengan mengidentifikasi elemen kunci dalam

pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang maing-masing elemen.

Faktor spesifik yang diperhitngkan adalah sifat pekerjaan, supervisi, upah,

kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja.

Dalam penelitian ini kepuasan kerja diukur melalui faktor-faktor kepuasan

kerja seperti: minat, ketentraman, hubungan dengan sesama perawat, hubungan

dengan atasan, pengaturan waktu kerja, gaji, suhu, dan promosi, yang dikembangkan

dalam instrument kuesioner dengan meminta individu merespon atas suatu

pertanyaan dengan jawaban puas dan tidak puas (Single Global Rating).

Arnold dan Feldman (1986) menyatakan 5 kegunaan dari survei mengenai

kepuasan kerja yaitu :

1. Mendiagnosa permasalahan organisasi

2. Mengevaluasi efek dari manajemen perubahan

3. Meningkatkan komunikasi dengan pekerja

4. Melakukan assesmant terhadap serikat kerja

5. Untuk memahami terjadinya absent dan turn over

Universitas Sumatera Utara


2.3. Produktivitas

2.3.1 Pengertian Produktivitas

Menurut Dewan Produktivitas Nasional (1983) dikatakan bahwa produktivitas

mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan “mutu

kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari

ini”. (Sedarmayanti, 2009). Pengertian ini mempunyai makna bahwa kita harus

melakukan perbaikan. Dalam suatu perusahaan, manajemen harus terus- menerus

melakukan perbaikan proses produksi, sistem kerja, lingkungan kerja, teknologi dan

lain-lain.

Kedua, produktivitas adalah perbandingan antara keluaran (output) dan

masukan (input). Perumusan ini berlaku untuk perusahaan, industri dan ekonomi

secara keseluruhan. Lebih sederhana, maka produktivitas adalah perbandingan secara

ilmu hitung, antara jumlah yang dihasilkan dan jumlah setiap sumber daya yang

dipergunakan selama proses berlangsung. (AM. Sugeng Budiono, 2003)

Produktivitas secara umum diartikan sebagai hubungan antara keluaran

(barang dan jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan, uang). Produktivitas adalah

ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan.

Masukan sering dibatasi dengan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam

kesatuan fisik, bentuk dan nilai (Sutrisno, 2009).

Menurut L. Greenberg, produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas

pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut.

Produktivitas juga diartikan sebagai (Sinugan, 2008) :

a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil

Universitas Sumatera Utara


b. Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan

dalam satu-satuan (unit) umum.

Paul Mali (1978) dalam Sedarmayanti (2009) mengutarakan bahwa

produktivitas adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan

jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Oleh karena

itu produktivitas sering diartikan sebagai rasio antara keluaran dan masukan dalam

satuan waktu tertentu.

Beberapa pengertian produktivitas antara lain :

a. Rome Conference Euroopean Produktivity agency tahun 1958 menyebutkan :

1. Produktivitas adalah tingkat efisiensi dan efektivitas dari pengguanaan elemen

produksi

2. Produktivitas merupakan sikap mental. Sikap mental yang selalu mencari

perbaikan terhadap apa yang telah ada

b. Dewan produktivitas Nasional RI tahun 1983 merumuskan :

1. Produktivitas mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai

pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari pada kemarin

dan hari esok lebih baik dari hari ini

2. Produktivitas mengandung pengertian perbandingan atau rasio antara hasil

yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan

c. Piagam Produktivitas OSLO tahun 1984 menyebutkan :

produktivitas adalah konsep yang universal, dimaksudkan untuk menyediakan

semakin banyak barang dan jasa untuk kebutuhan dan semakin banyak orang

dengan menggunakan sedikit mungkin sumber daya. (Sedarmayanti,2009)

Universitas Sumatera Utara


Dari beberapa pengertian produktivitas diatas dapatlah dikelompokkan

manjadi tiga yaitu : (Sinugan, 2008)

a. Rumus tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain adalah dari pada

yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang

dipergunakan (input)

b. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu

mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada

kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.

c. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor

esensial yaitu : investasi, termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi

serta riset, manajemen dan tenaga kerja.

Produktivitas meningkat apabila : (Sedarmayanti, 2009)

a. Volume atau kuantitas keluaran bertambah besar, tanpa menambah jumlah

masukan

b. Volume atau kuantitas keluaran tidak bertambah akan tetapi mesukannya

berkurang

c. Volume atau kuantitas bertambah besar sedang masukannya juga berkurang

d. Jumlah masukan bertambah asalkan volume atau kuantitas keluaran bertambah

berlipat ganda

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan pengertian produktivitas sebagai keluaran maka produktivitas

dapat dibedakan kedalam berbagai tingkatan yaitu produktivitas tingkat individu

(tenaga kerja), tingkat satuan (kelompok kerja) dan tingkat organisasi perusahaan

(produktivitas sub sistem, sistem maupun supra sistem). (Ambar, 2006).

Dewasa ini, produktivitas individu mendapat perhatian cukup besar. Hal ini

didasarkan pada pemikiran bahwa sebenarnya produktivitas manapun bersumber dari

individu yang melakukan kegiatan. Namun individu yang dimaksud adalah individu

sebagai tenaga kerja yang memiliki kualitas kerja yang memadai. (Sedarmayanti,

2009)

2.3.2 Pengertian Produktivitas Kerja

Menurut Sedarmayanti (2009) produktivitas kerja menunjukkan bahwa

individu merupakan perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian unjuk kerja

maksimal) dengan efisiensi salah satu masukan (tenaga kerja) yang mencangkup

kuantitas, kualitas dalam waktu tertentu. Produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari

pada hasil kerja atau kinerja seseorang dengan proses input sebagai masukan dan

output sebagai keluarannya yang merupakan indikator daripada kinerja karyawan

dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai produktivitas yang tinggi dalam

suatu organisasi.

Menurut Kussrianto, produktivitas kerja adalah rasio dari hasil kerja dengan

waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja

(Sutrisno, 2009). Produktivitas kerja menurut Cascio sebagai pengukuran output

Universitas Sumatera Utara


berupa barang atau jasa dalam hubungannya dengan input yang berupa karyawan,

modal, materi atau bahan baku dan peralatan (Almigo, 2004).

Menurut Pandji, produktivitas kerja adalah efisiensi proses menghasilkan dari

sumber daya yang digunakan. Menurut Sritomo, produktivitas seringkali juga

diidentifikasikan dengan efisiensi dalam arti suatu rasio antara keluaran (output) dan

masukan (input). Menurut Sugeng, produktivitas disini adalah perbandingan secara

ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dari setiap jumlah sumber daya yang

dipergunakan selama proses berlangsung (Wahyu, 2009). Produktivitas dari tenaga

kerja ditunjukan sebagai rasio dari jumlah keluaran yang dihasilkan per total tenaga

kerja yang jam manusia (man hours), yaitu jam kerja dipakai untuk menyelesaikan

pekerjaan tersebut (Sritomo Wignjosoebroto, 2003).

Dari definisi-definisi tersebut di atas, dapat disimpulakan bahwa produktivitas

kerja terdiri dari tiga aspek,yaitu pertama produktivitas adalah keluaran fisik per unit

dari usaha produktif; Kedua produktivitas merupakan tingkat keefektifan dari

manajemen industri dalam menggunakan fasilitas-fasilitas untuk produksi dan ketiga,

produktovitas adalah keefektivan dari penggunaan tenaga kerja dan peralatan.

(Sutrisno, 2009)

Jadi produktivitas bukanlah hanya satu masalah teknis maupun menejerial

tetapi merupakan suatu masalah yang kompleks, merupakan masalah yang bekenaan

dengan badan-badan pemerintahan, serikat buruh dan lembaga-lembaga sosial

lainnya, yang semakin berbeda tujuannya akan semakin berbeda pula definisi

produktivitasnya. (Sinugan,2008)

Universitas Sumatera Utara


2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Menurut Simanjuntak, ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi

produktivitas kerja karyawan, yaitu : (Sutrisno,2009)

1) Pelatihan

Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi karyawan dengan

keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja. Untuk itu

latihan kerja diperlukan bukan hanya sebagai pelengkap tetapi sekaligus untuk

memberikan dasar-dasar pengetahuan. Karena dengan latihan karyawan belajar untuk

mengerjakan sesuatu dengan benar-benar dan tepat, serta dapat memperkecil dan

meninggalkan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Stoner (1991),

mengemukakan bahwa peningkatan produktivitas bukan pada pemutakhiran

peralatan, akan tetapi pada pengembangan karyawan yang paling utama. Dari hasil

penelitian beliau menyebutkan 75% peningkatan produktivitas justru dihasilkan oleh

perbaikan pelatihan dan pengetahuan kerja, kesehatan dan alokasi tugas.

2) Mental dan kemampuan fisik karyawan

Keadaan mental dan fisik karyawan merupakan hal yang sangat penting untuk

menjadi perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik dan mental karyawan

mempunyai hubungan yang erat dengan produktivitas kerja karyawan.

3) Hubungan antara atasan dan bawahan

Hubungan atasan dengan bawahan akan mempengaruhi kegiatan yang akan

dilakukan sehari-hai. Bagaimana pandangan atasan terhadap bawahan, sejauh mana

bawahan diikutsertakan dalam penentuan tujuan. Sikap yang saling jalin-menjalin

telah mampu meningkatkan produktivitas karyawan dalam bekerja. Dengan

Universitas Sumatera Utara


demikian, jika karyawan diperlakukan secara baik, maka karyawan tersebut akan

berpartisipasi dengan baik pula dalam proses produksi, sehingga akan berpengaruh

pada tingkat produktivitas kerja.

Sedangkan Tiffin dan Cormick (dalam Siagian, 2003) mengatakan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dapat disimpulakan menjadi

dua golongan yaitu:

1). Factor yang ada pada diri individu, yaitu umur, temperamen, keadaan fisik

individu, kelelahan dan motivasi.

2). Factor yang ada diluar individu, yaitu kondisi fisik seperti suara, penerangan,

waktu istirahat, lama kerja, upah, bentuk organisasi, lingkungan social dan

keluarga.

Faktor-faktor yang diinginkan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas

adalah : 1. Pekerjaan yang menarik, 2. Upah yang baik, 3. Keamanan dan

perlindungan dalam pekerjaan, 4. Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan, 5.

Lingkungan atau suasana kerja yang baik, 6. Promosi dan perkembangan diri pekerja

sejalan dengan perkembangan tempat kerja, 7. Merasa terlibat dalam kegiatan

organisasi, 8. Pengertian dan simpati atas persoalan pribadi, 9. Kesetiaan pimpinan

pada diri si pekerja, 10. Disiplin kerja

Produktivitas bukanlah produksi, kedua kata ini mempunyai pengertian yang

berbeda. Peningkatan produksi mengacu pertambahan hasil yang dicapai, sedangkan

peningkatan produktivitas mengandung pengertian pertambahan hasil dan perbaikan

cara atau tehnik perproduksi. Peningkatan produksi tidak selalu disebabkan oleh

Universitas Sumatera Utara


penigkatan produktivitas, karena produksi dapat meningkat sekalipun produktivitas

tetap ataupun menurun. (Putra,1990)

2.3.4. Pengukuran Produktivitas

Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting di

semua tingkatan ekonomi. Pada perusahaan pengukuran produktivitas terutama

digunakan sebagai sarana manajemen untuk menganalisa dan mendorong efisiensi

produksi. Manfaat lain yang diperoleh dari pengukuran produktivitas terlihat pada

penempatan perusahaan yang tetap seperti dalam menentukan target atau sasaran

tujuan yang nyata dan pertukaran informasi antara tenaga kerja dan manajemen

secara periodik terhadap masalah-masalah yang saling berkaitan (Muchdarsyah

Sinungan, 2008)

Pengukuran merupakan hal yang paling penting dalam mengetahui ada

tidaknya perubahan, perbedaan dan sebagainya. Untuk itulah pengukuran menjadi

penting sebagai standar dalam pengambilan keputusan. Jika hasil pengukuran

menunjukan produktivitas kerja rendah, maka dalam pengambilan keputusan seorang

pimpinan akan mengeluarkan berbagai hal yang dapat meningkatkan produktivitas

kerja. Dengan demikian dimasa yang akan datang terjadi peningkatan produktivitas

kerja (Ahmad Tohardi, 2002).

Pengukuran produktivitas tenaga kerja menurut metode pengukuran waktu

tenaga kerja (jam, hari atau tahun). Pengeluaran diubah ke dalam unit-unit pekerja

yang biasanya diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam

oleh pekerja yang terpercaya yang bekerja menurut pelaksanaan standart. Karena

Universitas Sumatera Utara


hasil maupun masukan dapat dinyatakan dalam waktu, produktivitas tenaga kerja

dapat dinyatakan sebagai suatu indeks yang sangat sederhana: (Muchdarsyah

Sinungan, 2008)

Ada tida model dasar produktivitas, yaitu : (1) produktivitas parsial (rasio

total output dengan salah satu kelas input), (2) produktivitas total faktor (rasio output

dengan jumlah tenaga kerja dan capital input), (3) produktivitas total (rasio total

output dengan seluruh total input). Edosomwan (1987) mengembangkan hirarki

pengukuran produktivitas. Berdasarkan hirarki tersebut, pengukuran produktivitas

dimulai dari level dasar (individu, pekerjaan, dan teknologi) hingga level atas

(internasional level). (Tetty, 2002)

Hasil produktivitas tidak selamanya bisa diukur dan dihitung besarnya secara

eksakta dalam bentuk nyata dan hitungan kuantitatif seperti perbandingan rasio-rasio

di atas. Untuk jenis masukan (input) atau keluaran (output) tertentu, kadang sulit

untuk mengukur karena bersifat abstrak, sehingga ukuran nilai output dan input tak

bisa dikonversikan dalam bentuk nilai mata uang. (Tetty, 2002)

Bagi perusahaan jasa yang produknya lebih banyak dalam bentuk pelayanan,

maka sumber masukan sangat sulit untuk dinilai dan diukurnya cenderung lebih

tinggi. Tetapi keberadaannya cukup penting dalam penentuan produktivitas kerja.

Menurut Sritomo (2000) faktor masukan ini sering disebut sebagai “masukan

bayangan” (invisible input), yang meliputi :

a. Tingkat pengetahuan (degree of knowledge).

b. Kemampuan teknis (technical skill)

c. Metodologi kerja dan pengaturan organisasi (managerial skill)

Universitas Sumatera Utara


d. Motivasi kerja, dan rasa memiliki (sense of belonging), integritas dan lain-

lain.

Pengukuran produktivitas tenaga kerja yang menyangkut masukan bayangan

ini memang memerlukan kecermatan untuk menilainya.

Menurut Sinugan (2009), pengukuran produktivitas kerja memiliki tiga cara

pengukuran yaitu :

1. Karena hasil maupun masukan dapat dinyatakan dalam waktu, produktivitas

kerja dapat dinyatakan suatu indeks yang sangat sederhana :

Hasil-hasil dalam jam-jam standar


Masukan dalam jam-jam waktu

Masukan dalam ukuran produktivitas tenaga kerja seharusnya menutup semua

jam kerja para pegawai baik secara kantor maupun pekerja kasar.

2. Selanjutnya indeks produktivitas tenaga kerja juga dapat dinyatakan

menurut cara finansial. Pertama, menghitung penjualan (dengan nilai tukar). Kedua,

penyesuaian volume barang –barang yang dijual dalam jumlah produksi dengan

membuat penelitian yang tepat, penjualan dan pemasukan tenaga kerja dalam waktu

tertentu mungkin tidak cocok/ memadai sebab akumulasi penelitian pengurangannya

terjadi pada saat lalu.

3. Langkah kerja adalah mencatat daftar gaji menurut tingkat upah dan gaji

yang disesuaikan jumlah tenaga kerja.

Jadi bagi keperluan pengukuran umum produktivitas kerja memiliki unit-unit

yang diperlukan yakni kuantitas dan kualitas hasil penggunaan masukan.

Universitas Sumatera Utara


Selanjutnya bisa dinyatakan bahwa seseorang telah bekerja dengan produktif

jikalau ia telah menunjukan output kerja yang paling tidak telah mencapai suatu

ketentuan minimal. Ketentuan ini didasarkan atas besarnya keluaran yang dihasilkan

secara normal dan diselesaikan dalam jangka waktu yang layak pula. Dari uraian ini

maka dapat disimpulkan bahwa disini ada dua unsur yang bisa dimasukan sebagai

kriteria produktivitas, yaitu:

1) Besar / kecilnya keluaran yang dihasilkan, dan

2) Waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

Waktu kerja disini adalah suatu ukuran umum dari nilai masukan yang harus

diketahui guna melaksanakan penelitian dan penilaian mengenai produktivitas kerja

manusia. (Sritomo Wignjosoebroto, 2003)

Produktivitas akan meningkat bila:

(1) Keluaran meningkat tetapi masukan menurun

(2) Keluaran tetap tetapi masukan menurun

(3) Keluaran meningkat dan masukan meningkat tetapi perbedaan keluaran

lebih besar dari kenaikan masukan.

Menurut Kussrianto, produktivitas adalah perbandingan antara hasil yang

dicapai dengan peran serta tenaga kerja di sini adalah penggunaan sumber daya

secara efektif dan efisien (Sutrisno, 2009).

Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan

masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya

terlaksana. Apabila masukan yang sebenarnya digunakan semakin besar

penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi, tetapi semakin kecil

Universitas Sumatera Utara


masukan yang dihemat, sehingga semakin rendah tingkat efisiensi. Pengertian

efisiensi disini lebih berorientasi kepada masukan sedangkan masalah keluaran

(output) kurang menjadi perhatian utama. (Sedarmayanti, 2009)

Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa

jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada

keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama.

Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan

efektivitas belum tentu efisiensi meningkat. (Sedarmayanti, 2009)

Kualitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh telah

terpenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi dan harapan. Konsep ini dapat hanya

berorientasi kepada masukan, keluaran atau keduanya. Disamping itu kualitas juga

berkaitan dengan proses produksi yang akan berpengaruh pada kualitas hasil yang

dicapai secara keseluruhan. (Sedarmayanti, 2009)

Menurut Laeham dan Wexley dalam sedarmayanti (2009) Produktivitas

individu dapat dinilai dari apa yang dilakukan oleh individu tersebut dalam kerjanya.

Dengan kata lain produktivitas individu adalah bagaimana seseorang melaksanakan

pekerjaannya atau unjuk kerja (job performance).

Pada penelitian ini yang dimaksud mengenai produktivitas kerja adalah

kinerja karyawan atau performance yang merupakan hasil atau keluaran dari suatu

proses. Data tentang produktivitas kerja ini berupa performance appraisal, yaitu

penilaian kerja dengan menggunakan kuesioner produktivitas kerja. Hal ini

dikarenakan penilaian kerja merupakan faktor evaluasi bagi pihak perusahaan

Universitas Sumatera Utara


terhadap kerja karyawan dan juga evaluasi bagi karyawan sendiri sebagai perwujudan

untuk peningkatan produktivitas kerja. (Almigo, 2004)

2.4 Hubungan Kelelahan Kerja Dan Kepuasan Kerja Dengan Produktivitas


Kerja

2.4.1. Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Produktivitas Kerja

Kelelahan kerja merupakan bagian dari permasalahan umum yang sering

dijumpai pada tenaga kerja. Menurut beberapa peneliti, kelelahan secara nyata dapat

mempengaruhi kesehatan tenaga kerja dan dapat menurunkan produktivitas.

Investigasi di beberapa negara menunjukkan bahwa kelelahan (fatigue) memberi

kontribusi yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan kerja. (Hotmatua, 2009)

Menurut Mc Farland kelelahan kerja merupakan suatu kelompok gejala yang

berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta

peningkatan kecemasan atau kebosanan (Hotmatua, 2009)

Menurut Cameron (1973) kelelahan kerja merupakan kriteria yang kompleks

yang tidak hanya menyangkut kelelahan fisiologis dan psikologis tetapi dominan

hubungannya dengan penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan

motivasi dan penurunan produktivitas kerja.

Adapun faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas adalah tenaga kerja,

maka dari itu kondisi karyawan harus selalu dijaga baik fisik maupun psikologisnya,

karena hal itu yang sangat mempengaruhi dalam bekerja. Pekerjaan yang terus-

menerus dilakukan dan bersifat monoton akan berakibat kelelahan dan kelelahan akan

Universitas Sumatera Utara


berakibat menurunnya konsentrasi bekerja dan mempengaruhi pada hasil kerja.

(Andriyanti, 2010)

Menurut Setyawati (1985), yang dikutip oleh Wignjosoebroto (2000) bahwa

Secara umum kelelahan kerja merupakan keadaaan yang dialami tenaga kerja yang

dapat mengakibatkan penurunan vitalitas dan produktivitas kerja

Tujuan akhir dari kesehatan kerja yaitu untuk menciptakan tenaga kerja yang

sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai apabila didukung oleh lingkungan kerja

yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Salah satu tujuan dari pelaksanaan kesehatan

kerja dalam bentuk operasional adalah pencegahan kelelahan kerja dan meningkatkan

kegairahan serta kenikmatan kerja (Natoatmodjo, 2003)

2.4.2 Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Produktivitas Kerja

Hubungan antara produktivitas dan kepuasan kerja sangat kecil. Vroom

(dalam Munandar, 2001) mengatakan bahwa produktivitas dipengaruhi oleh banyak

faktor – faktor moderator disamping kepuasan kerja. Lawler dan Porter (dalam

Munandar,2001) mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan

dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran

instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan

diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. (Sutrisno, 2009)

Secara umum kita dapat mengasumsikan bahwa kepuasan dan kinerja sangat

berhubungan antara satu dengan yang lainya, jika seorang karyawan mempunyai

prestasi kerja yang tinggi ia akan mendapatkan suatu kepuasan dalam bekerja.

Sebaliknya jika ia tidak mendapat kepuasan maka prestasi yang dihasilkannya rendah.

Universitas Sumatera Utara


Untuk itu perusahaan perlu memperhatikan dan meningkatkan secara terus menerus

kepuasan kerja dan kinerja para karyawanya. (Yufri Yanto, 2007)

Sebagai motor penggerak daripada produktivitas ini adalah sumber daya

manusia. Sumber daya manusia sebagai agent of change dalam proses perkembangan

memerlukan suatu keterampilan dan pengetahuan sebagai pengembangan untuk

menuju produktivitas yang tinggi. Karyawan yang merupakan bagian dari organisasi

atau perusahaan perlu ditingkatkan produktivitasnya sebagai feed back dari

perusahaan untuk tetap menjaga dan mengikat daripada karyawan agar tetap

bergabung dalam perusahaan tersebut. Kepuasan kerja bagi seorang karyawan akan

berdampak positif bagi perusahaan, yang tentunya meningkatkan produktivitas bagi

perusahaan tersebut. Individu sebagai karyawan memerlukan perhatian yang baik

dalam kerjanya. (Almigo, 2004)

Produktivitas kerja merupakan suatu hasil kerja dari seorang karyawan. Hasil

kerja karyawan ini merupakan suatu proses bekerja dari seseorang dalam

mengasilkan suatu barang atau jasa. Proses kerja dari karyawan ini merupakan kinerja

dari karyawan. Sering terjadi produktivitas kerja karyawan menurun dikarenakan

kemungkinan adanya ketidaknyamanan dalam bekerja, upah yang minim dan juga

ketidak puasan dalam bekerja.(Almigo, 2004)

Keharmonisan dalam bekerja dapat tercipta bila karyawan mau dan merasa

sanang dalam bekerja. Keharmonisan berarti karyawan mendapat kepuasaan atas apa

yang diperolehkanya dan dengan kepuasan tersebut perusahaan dapat menggunakan

sumbr daya ini secara optimal. Penggunan sumber daya yang optimal biasanya

tercermin dari berhasil tidaknya perusahaan dalam mengupayakan pegawainya agar

Universitas Sumatera Utara


mempunyai sifat positif sehingga tercipta prestasi kerja yang tinggi. Dengan

demikian produktvfitas pegawai akan ikut meningkat juga. (Yanto, 2007)

Oleh karena itu, kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan

maupun perusahaan, terutama untuk menciptakan keadaan positif di lingkungan kerja

perusahaan. Produktivitas dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor moderator di

samping kepuasan kerja. Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi

menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja

mempersepsikan bahwa ganjaran intrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima

kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul.

Menurut Herzberg, ciri perilaku pekerja yang puas adalah mereka mempunyai

motivasi untuk berkerja yang tinggi, mereka lebih senang dalam melakukan

pekerjaannya, sedangkan ciri pekerja yang kurang puas adalah mereka yang malas

berangkat ke tempat bekerja dan malas dengan pekerjaan dan tidak puas. Tingkah

laku karyawan yang malas tentunya akan menimbulkan masalah bagi perusahaan

berupa tingkat absensi yang tinggi, keterlambatan kerja dan pelanggaran disiplin yang

lainnya, sebaliknya tingkah laku karyawan yang merasa puas akan lebih

menguntungkan bagi perusahaan. (Muhaimin, 2004)

Universitas Sumatera Utara


2.5. Perawat

2.5.1. Pengertian Perawat

Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan

melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh

melalui pendidikan keperawatan. Seorang perawat dikatan profesional jika memiliki

ilmu pengetahuan, keterampilan profesional serta memiliki sikap profesional sesuai

kode etik profesi.(Hidayat,1994)

2.5.2. Peran dan Fungsi perawat

1. Peran perawat

Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang

sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan

sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat

konstan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari

peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator,

kolaborator, konsultan dan peneliti. Selain peran perawat menurut konsorsium ilmu

kesehatan, terdapat pembagian peran menurut hasil lokakarya keperawatan tahun

1983 yang membagi menjadi empat peran diantaranya perawat sebagai pelaksana

pelayanan keperawatan, peran perawat sebagai pengelola pelayanan sebagai institusi

keperawatan, peran perawat sebagai pendidik dalam keperawatan serta peran perawat

sebagai peneliti dan pengembang pelayanan keperawatan.(Hidayat, 1994)

Universitas Sumatera Utara


2. Fungsi Perawat

Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya.

Fungsi tersebut dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. Dalam

menjalankan perannya, perawat akan menjalankan berbagai fungsi diantaranya :

a. Fungsi Independen

Merupakan fungsi mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, dimana

perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan

sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia

seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi,

pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi,

pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan

kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga

diri dan aktualisasi diri.

b. Fungsi Dependen

Merupkan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau

isntruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang

diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum,

atau dari perawat primer ke parawat pelaksana.

c. Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan

diantara satu tim dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan

membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan

asuhan keperawatan kepada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan

Universitas Sumatera Utara


ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun

lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan pengobatan bekerja sama dengan

perawat dalam memantau reaksi obat yang telah diberikan.(Hidayat, 1994)

2.5.3. Proses Keperawatan

Seorang perawat dalam menjalankan tugasnya sama seperti profesi lain yaitu

dengan menggunakan proses ilmiah. Proses pikir ilmiah ini disebut dengan proses

keperawatan yaitu suatu metode yang terorganisir untuk membuat suatu keputusan

klinis dan pemecahan masalah.(Ramadhani, 2004)

Selain itu proses keperawatan bersifat sistematis, dinamis, interpersonal,

berorientasi kepada tujuan dan dapat dipakai pada situasi apapun. Dengan kata lain

proses keperawatan yaitu suatu cara menyelesaikan masalah yang sistematis dan

bersifat individual untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien sebagai manusia

yang menekankan pada pengambilan keputusan oleh perawat sesuai dengan

kebutuhan klien, yang dalam penerapannya selain menggunakan ilmu keperawatan

itu sendiri juga menggunakan kiat, sehingga keberhasilannya sering dipengaruhi oleh

hubungan antara klien dan perawat.

Universitas Sumatera Utara


2.6. Kerangka Konsep

Perawat Di Ruang Rawat


Inap RSUD Dr. Tengku
Mansyur Tanjung Balai

Produktivitas Kerja
1. Kelelahan Kerja
2. Kepuasan Kerja

2.7 Hipotesis Penelitian

2. Kepuasan
Ho :Kerja
Tidak ada hubungan kelelahan kerja dengan produktivitas kerja

perawat di ruang rawat inap RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai

2010.

Ha : Ada hubungan kelelahan kerja dengan produktivitas kerja perawat di

ruang rawat inap RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai 2010.

Ho : Tidak ada hubungan kepuasan kerja dengan produktivitas kerja

perawat di ruang rawat inap RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai

2010.

Ha : Ada hubungan kepuasan kerja dengan produktivitas kerja perawat

di ruang rawat inap RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai 2010.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai