DISUSUN OLEH :
DISUSUN OLEH :
1. Pengertian CABG
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan salah satu penanganan intervensi
dari penyakit jantung koroner (PJK) dengan cara membuat saluran baru melewati arteri koroner
yang mengalami penyempitan atau penyumbatan (Brunner and Suddart, 2001).
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) atau bedah pintas koroner merupakan salah satu
upaya atau tindakan yang dilakukan untuk revaskularisasi pada klien penyakit jantung koroner.
Upaya ini bertujuan untuk mengatasi berkurang atau terhambatnya aliran arteri koroner akibat
adanya penyempitan bahkan penyumbatan ke otot jantung dengan memberikan aliran darah
baru ke otot jantung yang mengalami gangguan pembuluh suplai darah akibat tersumbatnya
aliran darah coroner (Brunner and Suddart, 2001).
Coronary Artery Bypass Graft merupakan salah satu metode revaskularisasi yang
umum dilakukan pada klien yang mengalami atherosklerosis dengan 3 atau lebih penyumbatan
pada arteri koroner atau penyumbatan yang signifikan pada Left Main Artery
Coroner (Chulay&Burns, 2006).
Secara sederhana, CABG adalah operasi pembedahan yang dilakukan dengan membuat
pembuluh darah baru atau bypass terhadap pembuluh darah yang tersumbat sehingga
melancarkan kembali aliran darah yang membawa oksigen untuk otot jantung yang diperdarahi
pembuluh tersebut (Chulay&Burns, 2006).
2. Tujuan CABG
Melaui pembedahan, ini dapat dilakukan dengan memperbaiki fungsi otot miokardia
dan aliran darah melalui tandur bypass arteri koroner (CABG) dan atau penggantian katup yang
rusak. Coronary Artery Bypass Graft (CABG) bertujuan untuk mengatasi terhambatnya aliran
arteri coronaria akibat adanya penyempitan bahkan penyumbatan ke otot jantung
(Chulay&Burns, 2006).
3. Indikasi CABG
Klien penyakit jantung koroner yang dianjurkan operasi bypass adalah mereka yang hasil
katerisasi jantung ditemukan adanya :
a) Penyempitan > 50% dari arteri koroner kiri utama (left main disease), atau mean left
equivalent yaitu penyempitan menyerupai left main arteri misalnya ada penyempitan
dibagian proksimal dari arteri anterior desenden dan arteri sirkumflex.
b) Klien dengan 3 vessel disease yaitu tiga arteri koroner semuanya mengalami penyempitan
sehingga menyebabkan fungsi jantung mulai menurun (ejection fraction < 50%).
c) Klien yang gagal dilakukan balonisasi dan stent. Penyempitan 1 atau 2 pembuluh namun
pernah mengalami henti jantung. Anatomi pembuluh darah sesuai untuk operasi bypass.
f) Sumbatan yang tidak dapat ditangani dengan terapi PTCA (Percutaneous Transluminal
Coronary Angioplasty).
4. Kontraindikasi CABG
Adapun kontraindikasi CABG secara mutlak tidak ada tetapi secara relatif CABG
dikontraindikasikan bila terdapat berbagai faktor yang akan memperberat atau meningkatkan
risiko selama dan sesudah operasi, seperti:
a) Faktor usia yang sudah sangat tua.
b) Klien dengan penyakit pembuluh darah koroner kronik akibat diabetes mellitus dan EF
yang sangat rendah <15%.
c) Sklerosis aorta yang berat.
d) Struktur arteri koroner yang tidak mungkin untuk disambung.
5. Komplikasi CABG
a) Posperfusion sindrom
b) Kerusakan sementara pada neurokognitif, namun penelitian terbaru menunjukkan bahwa
penurunan kognitif tidak disebabkan oleh CABG tetapi lebih merupakan konsekuensi dari
penyakit vaskuler.
c) Non union pada sternum.
d) Infark miokard akibat emboli, hipoperfusi atau kegagalan cangkok.
e) Stenosis pada cangkokan terutama yang menggunakan vena savena akibat aterosklerosis
sehingga menyebabkan angina atau infark miokard.
f) Gagal renal akut akibat emboli atau hipoperfusi.
g) Stroke sekunder terhadap emboli atau hipoperfusi.
h) Gangguan preload meliputi hipovolemia, perdarahan menetap, tamponade jantung dan
kelebihan cairan.
(1) Hipovolemia merupakan penyebab tersering terjadinya penurunan curah jantung
setelah operasi jantung. Prosedur operasi menyebabkan kehilangan darah meski sudah
dilakukan penggantian cairan. Namun pada saat suhu tubuh dinaikkan yang awalnya
hipotermi mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga dibutuhkan lebih
banyak cairan untuk memenuhi rongga pembuluh darah.
(2) Perdarahan pasca operasi jantung terbagi 2 yaitu medical dan surgical. Perdarahan
medikal terjadi karena gangguan pembekuan darah akibat rusak dan pecahnya
trombosit. Selain itu mekanisme pembekuan darah juga akan terganggu bila klien
dalam keadaan hipotermik. Kedua, perdarahan surgical terjadi karena faktor
pembedahan seperti jahitan yang bocor atau dari dinding dada akibat tusukan kawat
sternum. Jumlah drainase tidak boleh melebihi 3cc/kgBB/jam selama 3 jam
berturut-.turut.
(3) Tamponade jantung adalah kondisi dimana terkumpulnya cairan di lapisan pericardium
jantung yang menekan jantung dari luar sehingga menghalangi darah untuk masuk ke
ventrikel. Manifestasi klinisnya adalah terjadi hipotensi arteri, bunyi jantung lemah,
penurunan haluaran urine, tekanan PCWP dan CVP meningkat, takikardi, drainase
berkurang, pulsus paradoksus (penurunan lebih dari 10 mmHg selama inspirasi), akral
dingin.
Kelebihan cairan merupakan masalah yang jarang terjadi pada klien pasca bedah jantung.
Tekanan arteri pulmonal, PCWP dan CVP meningkat biasanya diberikan diuretik dan
kecepatan pemberian cairan via intravena diperlambat.
i) Gangguan afterload sering disebabkan oleh perubahan suhu tubuh klien. Pada hipotermia
terjadi konstriksi pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan afterload. Penanganannya
adalah dengan menghangatkan kembali klien secara bertahap, dan jika diperlukan
dilakukan pemberian vasodilator sementara menunggu penghangatan. Sebaliknya demam
atau kondisi hipertermik akan meningkatkan afterload. Penanganannya dengan menjaga
normotermia tubuh atau dengan pemberian vasopressor.
j) Hipertensi
Hipertensi terjadi akibat peningkatan afterload. Jika klien sudah mengalami hipertensi
sebelum pembedahan maka penatalaksaan terapinya disesuaikan seperti sebelum operasi.
k) Aritmia
Aritmia dapat mempengaruhi curah jantung. Tujuan utama penanganannya adalah
mengembalikan irama jantung ke irama sinus normal dan mencapai irama stabil yang
menghasilkan curah jantung yang sesuai dengan kebutuhan klien.
l) Gangguan kontraktilitas
Gagal jantung terjadi jika jantung tidak mampu memompakan darah sesuai kebutuhan
tubuh. Gejala klinis yang muncul adalah terjadi penurunan tekanan arteri rata-rata,
takikardi, gelisah, kesulitan bernapas, edema dan terjadi peningkatan PCWP, PA dan CVP.
m) Infark Miokard Post Operasi (PMI)
Terjadi kematian sebagian otot jantung sehingga menurunkan kontraktilitas. Pengkajian
yang dilakukan harus teliti untuk membedakan dengan nyeri karena faktor
pembedahan. Infark miokard harus dicurigai jika tekanan arteri rata-rata menurun dengan
preload yang normal. Serial EKG dan enzim dapat membantu penegakkan diagnosis.
n) Hematothorax dan Pneumothorax
Adanya insisi atau perlukaan pada thorax dan komponen-komponennya dapat
menyebabkan perdarahan. Pemasangan WSD berguna untuk mengalirkan perdarahan yang
terjadi sehingga dapat mencegah akumulasi darah pada rongga thorax (hematothorax).
Hematothorax harus di drain karena darah yang terakumulasi bisa menyebabkan
pertumbuhan bakteri dan mencegah terjadinya fibrous dan penghambatan ekspansi paru.
Pencabutan WSD pun harus dhindari adanya kebocoran udara.
o) Atelektasis
Atelektasis bisa disebabkan oleh obat-obat anastesi atau faktor-faktor negatif dari klien itu
sendiri. Saat intubasi vetilator hendaknya disesuaikan dengan kondisi klien dan adekuat
untuk mencegah atelektasis terutama pada post operasi.
p) Pneumonia
Insiden pneumonia pada operasi jantung terjadi antara 2-9%. Klien yang mengalami
penyakit paru kronik pre operasi kolonisasi disaluran pernapasan atau perokok mempunyai
insiden angka kejadian untuk terkena pneumonia. Oleh karena itu pengkajian kesehatan
secara lengkap sangat diperlukan dan dikomunikasikan juga di post operasi. Pada post
operasi, penggunaan NGT, reintubasi, kedisiplinan cuci tangan, elevasi kepala sedini
mungkin, frekuensi perawatan dan pembersihan mulut dan suction ETT merupakan hal
yang harus diperhatikan untuk pencegahan pneumonia.
q) Emboli paru
Insiden emboli paru 1-2% terutama disebabkan oleh heparinisasi selama operasi dan
hemodelusi setelah operasi. Stoking kompresi dan latihan mobilisasi di bed dan ROM tiap
hari mungkin diperlukan untuk mencegah emboli paru.
r) Komplikasi neurologis
Kebanyakan klien mulai pulih kesadarannya dari efek anastesi dalam 1 sampai 6 jam pasca
operasi. Klien yang tidak mampu mengikuti perintah sederhana dalam 6 jam atau
menunjukkan perbedaan kemampuan antara tubuh kanan dan kiri harus dievalusi
kemungkinan stroke. Defisit neurologi yang dihasilkan dari prosedur intra operasi biasanya
terjadi 24–48 jam pertama setelah operasi. Selain dari penggunaan CPB, gangguan
neurologis yang terjadi setelah beberapa hari perawatan biasanya dikarenakan tidak
stabilnya hemodinamik post operasi atau terjadi AF (Atrial Fibrilasi).
s) Infeksi
Komplikasi yang sering dialami oleh klien yang mendapatkan tindakan pembedahan.
Penggunaan mesin CPB dan anastesi akan menurunkan system imunitas tubuh. Selain itu
alat invasive yang melekat pada klien bisa menjadi sumber infeksi. Penangan infeksi
biasanya didasarkan pada protokol di setiap rumah sakit.
6. Teknik Operasi CABG
Ada 2 teknik yang digunakan pada operasi CABG yaitu on pump dan off pump. Masing-
masing teknik memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
a) On Pump
Pada operasi on pump prosedur dijalankan menggunakan alat mekanis mesin jantung paru.
Mesin jantung paru memungkinkan lapangan operasi yang bebas darah sementara perfusi
tetap dapat dipertahankan untuk jaringan dan organ lain di tubuh. Pintasan jantung paru
dilakukan dengan memasang kanula di atrium kanan dan vena kava untuk menampung
darah dari tubuh. Kanula kemudian dihubungkan dengan tabung yang berisi cairan
kristaloid isotonic. Darah vena yang diambil dari tubuh disaring, di oksigenasi, dijaga
temperatunya kemudian dikembalikan ke tubuh. Kanula yang mengembalikan darah ke
tubuh dimasukkan ke aorta ascenden. Selanjutnya untuk membuat jantung arrest diberikan
cairan cardioplegia yang formulanya tinggi kalium, mengandung dekstrose, buffer pH,
hiperosmolalitas, dan anastesi lokal. Rute pemberiannya bisa melalui root aorta (antegrade)
dan melalui sinus coronaries (retrograde) serta melalui keduanya.
b) Off Pump
Operasi teknik off pump tidak menggunakan mesin jantung paru sehingga jantung tetap
berdetak secara normal dan paru-paru berfungsi secara biasa saat operasi dilakukan.
Adapun kriteria klien Off Pump:
(1) Klien yang direncanakan operasi elektif.
(2) Hemodinamik stabil.
(3) EF dalam batas normal.fungsi LV intact/utuh.
(4) Pembuluh darah distal cukup besar.
(5) Usia tua disertai penyakit komorbid seperti peny. Arteri karotis, aterosklerosis aorta,
disfungsi ginjal atau paru.
(6) Mempunyai komplikasi dengan mesin CPB ( Cardio Pulmonary Bypass )
(7) 1-2 vessel disease di anterior
Tetapi operasi dengan teknik Off Pump memiliki kontraindikasi absolut, diantaranya :
(1) Hemodinamik tidak stabil
(2) Buruknya kualitas target pembuluh darah termasuk pembuluh darah intramyocad,
peny.pembuluh darah yang menyebar/difus, pembuluh darah yang mengalami
kalsifikasi/penebalan.
7. Pembuluh Darah Yang Digunakan Sebagai Bypass
Ada 3 pembuluh darah yang sering digunakan sebagai bypass yaitu
a) Arteri mammaria interna (AMI). Biasanya berasal dari dinding bawah arteri subklavia,
melewati bagian atas pleura dan tepat lateral terhadap sternum. Penggunaan AMI dengan
ujung proksimal masih dihubungkan ke arteri subklavia. AMI kiri lebih panjang dan lebih
besar sehingga sering digunakan sebagai bypass arteri coroner (Chulay&Burns, 2006). AMI
sering digunakan karena memiliki kepatenan pembuluh darah yang baik. Studi
menunjukkan bahwa sekitar 96% kasus CABG yang menggunakan IMA dapat bertahan
lebih dari 10 tahun (Chulay&Burns, 2006). IMA sering di gunakan untuk by pass arteri Left
anterior ascenden. Hal ini dsebabkan karena jarak/lokasi LIMA dan LAD berdekatan serta
berada pada sisi yang sama.
b) Arteri radialis. Arteri ini melengkung melintasi sisi radialis tulang Carpalia dibawah tendo
Musculus Abductor Pollicis Longus dan tendo Musculus extensor Pollicis Longus dan
Brevis. Arteri radialis diinsisi lebih kurang 2 cm dari siku dan berakhir 1 inchi dari
pergelangan tangan. Biasanya sebelum dilakukan pemeriksaan Allen Test untuk
mengetahui kepatenan arteri ulnaris jika arteri radialis diambil. Pada klien yang
menggunakan arteri radialis harus mendapatkan terapi Ca Antagonis selama 6 bulan setelah
operasi menjaga agar arteri radialis tetap terbuka lebar. Sebuah studi menunjukkan bahwa
arteri radialis memberikan lebih banyak kemampuan revaskularisasi dalam waktu yang
lebih lama dibandingkan vena safena (Chulay&Burns, 2006).
c) Vena Safena. Ada dua vena safena yang terdapat pada tungkai bawah yaitu vena safena
magna dan parva. Namun yang sering dipakai sebagai saluran baru pada CABG adalah
vena safena magna. Vena safena sering digunakan karena diameter ukurannya mendekati
arteri koroner.
Pelaksanaan CABG
a) Pemasangan CVP pada vena jugularis dekstra atau vena subklavia dekstra, arteri line dan saturasi
oksigen
b) Klien dipindah dari ruang premedikasi ke kamar operasi
c) Pasang kateter dan kabel monitor suhu, diselipkan dibawah femur kiri klien dan diplester
d) Pasang plate diatermi di daerah pantat /pangkal femur bawah
e) Posisi klien terlentang, kedua tangan disamping kiri dan kanan badan dan diikat dengan duk kecil,
dibawah punggung tepat di scapula diganjal guling kecil.
f) Bagian lutut kaki diganjal guling, untuk memudahkan pengambilan graft vena
g) Menyuntikkan agen induksi untuk membuat klien tidak sadar
h) Petugas anestesi memasang ETT memulai ventilasi mekanik.
i) Melakukan desinfeksi dengan betadin 10 % mulai dari batas dagu dibawah bibir kesamping leher
melewati mid aksila samping kanan kiri, kedua kaki sampai batas malleolus ke pangkal paha (kedua
kaki diangkat) kemudian daerah pubis dan kemaluan didesinfeksi terakhir selnjutnya didesinfeksi
dengan larutan hibitan 1% seperti urutan tersebut diatas dan dikeringkan dengan kasa steril.
j) Dada dibuka melalui jalur median sternotomi dan operator mulai memeriksa jantung
k) Pembuluh darah yang sering digunakan untuk bypass grafting ini antara lain; arteri thoracic internal,
arteri radial, dan vena saphena. Saat dilakukan pemotongan arteri tersebut, klien diberi heparin
untuk mencegah pembekuan darah.
l) Pada operasi “off pump”, operator menggunakan alat untuk menstabilkan jantung.
m) Pada operasi “on Pump”, maka ahli bedah membuat kanul ke dalam jantung dan menginstruksikan
kepada petugas perfusionist untuk memulai cardiopulmonary bypass (CPB). Setelah CPB terpasang,
operator ditempat klem lintas aorta (aortic cross clamp) diseluruh aorta dan mengintruksikan
perfusionist untuk memasukkan cardioplegia untuk menghentikan jantung.
n) Ujung setiap pembuluh darah grefting dijahit pada arteri koronaria diluar daerah yang diblok dan
ujung alin dihubungkan pada aorta.
o) Jantung dihidupkan kembali; atau pada operasi “off pump” alat stabilisator dipisahkan. Pada
beberapa kasus, aorta didukung sebagian oleh klem C-Shaped, jantung dihidupkan kembali dan
penjahitan jaringan grafting ke aorta dilakukan sembari jantung berdenyut.
p) Protamin diberikan untuk memberikan efek heparin
q) Sternum dijahit bersamaan dan insisi dijahit kembali.
r) Klien akan dipindahkan ke unit perawatan intensif (ICU) untuk penyembuhan. Setelah keadaan
sadar dan stabil di ICU (sekitar 1 hari), klien bisa dipindah ke ruang rawat samapi klien siap untuk
pulang.
1. Pengkajian
a. Identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, diagnosis medis, tanggal
dan jam MRS, tanggal dan jam pengkajian.
b. Keluhan utama: nyeri dada, sesak nafas, palpitasi.
c. Riwayat penyakit sekarang: klien mengeluh nyeri, sesak nafas,palpitasi.
d. Riwayat penyakit dahulu: kaji riwayat DM karena DM memicu aterosklerosis, menghambat
penyembuhan luka dan predisposisi infeksi. Hipertensi dan obesitas meningkatkan beban kerja
jantung. Obesitas meningkatkan risiko infeksi karena jaringan adiposa mengandung sedikit
vaskularisasi.
e. Riwayat penyakit keluarga: riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga seperti DM, hipertensi,
penyakit jantung koroner.
f. Riwayat psikologis: klien yang akan dilakukan CABG dapat mengalami kecemasan sampai
ketakutan akan kematian.
g. Pemeriksaan B1-B6
1) Breathe
Gerakan dada, suara nafas, penentuan ventilator (frekuensi, volume tidal, konsentrasi
oksigen, mode (misal, SIMV), tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP), kecapatan nafas,
tekanan ventilator, saturasi oksigen arteri paru (SaO2), CO2 akhir tidal, pipa drainase
rongga dada, gas darah arteri.
2) Blood
Frekuensi, irama, suara, jantung, tekanan darah arteri, tekanan darah central (CVP),
tekanan arteri paru, tekanan baji arteri paru (PAWP: pulmonary artery wedge pressure),
tekanan atrium kiri (LAP), bentuk gelombang dari pipa tekanan darah invasif, curah
jantung atau indeks, tahanan pembuluh darah sistemik dan paru, saturasi oksigen arteri
paru ( SvO2 ), bila ada drainase rongga dada, dan status serta fungsi pacemaker. Kaji
pula Input, haluaran pipa drainase, semua parameter curah jantung, dan indikasi
ketidakseimbangan elektrolit: hiperkelemia (konfulsi mental, tidak tenang, mual, lemah,
parestesis ektrimitas, disritmia, tinggi gelombang T puncak, meningkatnya amplitudo,
pelebaran kompleks PQRS, perpanjangan interval QT)
Hipokalemia (intoksikasi digitalis, disritmia : gelombang U, AV Blok, gelombang T
yang datar atau terbalik).
Hiponatremia : lemah, lelah, bingung, kejang, koma
Hipokalsemia : parestesia, spasme tangan dan kaki, kram otot, tetani
Hiperkalsemia : intoksikasi digitalis, asistole
3) Brain
Tingkat responsivitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, kekuatan genggaman
dan gerakan ekstrimitas, reflek. Pada CABG dengan arteri mamaria interna akan
mengalami parestesis nervus ulnaris pada sisi yang sama dengan graft yang diambil,
bisa bersifat sementara atau permanen. Pada CABG dengan arteri gastroepiploika juga
akan mengalami illeus beberapa waktu pasca operasi dam nyeri abdomen selain nyeri
dada. Kaji denyut nadi perifer, sianosis, suhu, edema, kondisi balutan dan pipa invasif.
4) Bladder
Haluaran urin, jenis dan osmolaritasnya.
5) Bowel
Kaji bising usus, keadaan abdomen distended atau tidak, bagaimana perkusi
abdomennya.
6) Bone
Kaji CRT klien, kekuatan tonus otot klien, akral klien, periksa apakah ada krepitasi atau
tidak.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Pre operasi
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan suplai oksigen menurun dibuktikan
dengan dyspnea.
2) Nyeri akut berhubungan dengan disritmia dibuktikan dengan ekspresi wajah klien
tampak meringis.
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perbahan irama jantung dibuktikan
dengan gambaran EKG aritmia.
4) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai prosedur pembedahan
dibuktikan dengan ekspresi wajah klien tampak cemas.
5) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi pembedahan
dibuktikan dengan klien menanyakan masalah yang dihadapi.
b. Intra operasi
1) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan tindakan pembedahan dibuktikan
dengan klien terpasang ventilator.
2) Risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan.
3) Risiko perfusi miokard tidak efektif berhubungan dengan prosedur pembedahan.
4) Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan perdarahan selama proses
pembedahan.
5) Risiko hipotermi berhubungan dengan terpapar suhu lingkungan kamar operasi.
6) Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran akibat prosedur tindakan
pembedahan.
c. Post operasi
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan post tindakan pembedahan dada
dibuktikan dengan penggunaan otot bantu pernapasan.
2) Nyeri akut berhubungan dengan post tindakan pembedahan dibuktikan dengan
ekspresi wajah klien tampak meringis.
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dibuktikan dengan klien nyeri saat
bergerak.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest post tindakan pembedahan
dibuktikan dengan klien tampak kurang bersih dan rapi.
5) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.
3. Intervensi keperawatan
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan suplai oksigen menurun dibuktikan dengan
dyspnea.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pola napas membaik
dengan kriteria hasil:
a) Dyspnea menurun
b) Penggunaan otot bantu pernapasan menurun
c) Pemanjangan fase ekspirasi menurun
d) Frekuensi napas 12-20 kali per menit
Intervensi :
Observasi :
a) Monitor pola napas
b) Monitor bunyi napas tambahan
c) Monitor sputum
Terapeutik
a) Pertahankan kepatenan jalan napas
b) Posisikan semifowler atau fowler
c) Berikan minum hangat
d) Lakukan fisioterapi dada bila perlu
e) Lakukan penghusapan lendir kurang dari 15 detik
f) Lakukan hiperoksigenasi sebelum melakukan penghisapan endotrakeal
g) Berikan oksigen bila perlu
Edukasi
a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari bila tidak ada kontraindikasi
b) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, bila perlu
2) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan tindakan pembedahan dibuktikan dengan
klien terpasang ventilator.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam diharapkan ventilasi spontan
membaik dengan kriteria hasil:
a) Volume tidal meningkat
b) Dyspnea menurun
c) Penggunaan otot bantu napan menurun
Intervensi :
Observasi :
a) Identifikasi klien dengan menanyakan minimal dua identitas (missal nama dan tanggal
lahir)
Terapeutik
a) Perkenalkan diri kepada klien
b) Pastikan tim kesehatan yang datang merupakan tim yang menangani klien
c) Dengarkan respon yang disampaikan klien
d) Damping klien selama visite
e) Fasilitasi penerapan rekomendasi yang berbasis bukti untuk menyelesaikan masalah
kesehatan
f) Dokumentasikan hasil visite pada catatan yang terintegrasi
Edukasi
a) Anjurkan klien dan keluarga untuk bertanya jika masih ada hal-hal yang belum
dimengerti
b) Informasikan perkembangan hasil visite kejadian/masalah
3) Nyeri akut berhubungan dengan post tindakan pembedahan dibuktikan dengan ekspresi
wajah klien tampak meringis.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kontrol nyeri
meningkat dengan kriteria hasil:
a) Melaporkan nyeri terkontrol meningkat
b) Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat
c) Kemampuan mengenali penyebab nyeri meningkat
d) Kemampuan menggunakan teknink non farmakologis meningkat
e) Keluhan nyeri menurun
Intervensi :
Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
h) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
c) Fasilitasi istirahat tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan tentang strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik bila perlu
4. Implementasi keperawatan
Merupakan pelaksanaan dari intervensi keperawatan yang disusun sebelumnya dalam rangka
mengatasi permasalahan keperawatan yang dialami oleh klien.
5. Evaluasi keperawatan
Merupakan tahap yang menentukan dimana masalah yang dialami oleh klien tersebut telah
teratasi atau belum dan apakah klien membutuhkan perencanaan lebih lanjut untuk mengatasi
permasalahan keperawatan yang belum teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC.
Chulay, M. and S. M. Burns (2006). Essensial Of Critical Care Nursing. United States of America, The
McGraw-Hill Companies.
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular : Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika.
Risky, 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien Coronary Artery Bypass Graft (CABG). (online).
http://kalangkangmencrang.blogspot.co.id/2013/11/asuhan-keperawatan-pada-klien-
coronary.html. diakses pada 26 Oktober 2019.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SURABAYA
Jl.Mayjen Prof. Dr. Moestopo No. 8C – 60 Website : www.poltekkesdepkes-
Telp. (031) 5038487 / Fax. (031) 5023956 sby.ac.id
Telp. (031) 5030379 / Fax. (031) 5030379 E-mail : admin@poltekkesdepkes-
sby.ac.id
Nama Mahasiswa : XX
NIM : P278207xxx
Ruangan : Ruang ICU PPJT Lt.6 RSUD Dr. Soetomo Surabaya
No. Reg : 127816XX
Pengkajian diambil : 29 Oktober 2019 jam 14.00 WIB
Edema :
Palpebra Ekstrimitas atas Ascites
Anasarka √ Ekstrimitas bawah Tidak ada
Lainnya, sebutkan : Terdapat edema di ektrimitas bawah non pitting edema.
E. Persarafan (B3 : Brain)
1) Inspeksi : Kesadaran compos mentis, GCS E:4 V:X M:6, sklera tidak ikterik,
konjungtiva anemis, tidak ada nyeri kepala, refleks pupil terhadap cahaya +/+, ukuran
pupil masing-masing 3 mm (isokor), wajah simetris.
2) Auskultasi : Tidak dilakukan.
3) Perkusi : Tidak dilakukan.
4) Palpasi : Tidak dilakukan.
F. Perkemihan-Eliminasi Urine (B4 : Bladder)
1) Inspeksi : Klien terpasang folley catheter urine dengan produksi urine sekitar 150 cc,
urine berwarna kuning jernih dan berbau khas.
2) Auskultasi : Tidak dilakukan.
3) Perkusi : Tidak dilakukan.
4) Palpasi : Tidak dilakukan.
G. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5 : Bowel)
1) Inspeksi : Mukosa bibir kering, tidak mual dan muntah, klien terpasang NGT ukuran 16,
klien sudah BAB 1x.
2) Auskultasi : Abdomen supel, Bising usus 12 x/menit.
3) Perkusi : Tidak dilakukan.
4) Palpasi : Tidak distended abdomen.
H. Tulang-Otot-Integumen (B6 : Bone)
1) Inspeksi : terdapat luka post operasi pada sternum, warna kulit pucat, tampak adanya
edema (non pitting edema) pada ekstrimitas bawah klien, tidak ada benjolan.
2) Auskultasi : Tidak ada krepitasi tulang.
3) Perkusi : Tidak dilakukan.
4) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, suhu tubuh klien 36,7oC, tidak ada kekakuan sendi,
kekuatan otot.
Hasil bacaaan :
Reticular pattern di kedua lapang paru dapat merupakan dd :
(3) Interstisial Pneumonia
(4) Interstisial Lung Edema
Perlu korelasi klinis dan laboratoris :
f) Efusi pleura kanan
g) Cardiomegaly
h) Hemidiafragma letak tinggi
Hasil :
Didapatkan irama sinus 83x/menit
Axis frontal normal, axis horizontal CWR
T inversi di lead II, III, aVF
Left atrial enlargement positif
Kesimpulan : Iskemia inferior
Hasil :
Didapakan irama sinus 79x/menit
Axis frontal normal, axis horizontal CWR
T inversi di lead II, III, aVF
Kesimpulan : Iskemia inferior
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium Analisa Gas Darah tanggal 27 Oktober 2019
No. Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
1. pH 7,36 Ph 7,35 – 7,45
2. pCO2 38 MmHg 35 – 45
3. pO2 124 mmHg 80 - 100
4. TCO2 22,7 mmol/L 23 - 30
5. BEecf -3,9 mmol/L -3,50 – 2,00
6. SO2C 99 % 94 - 98
7. A-aDO2 -22 mmHg 0,00 – 0,00
8. FiO2 21,0 % 0,00 – 0,00
9. HCO3- 21,5 mmol/L 22,0 – 26,0
10. Temp 37 C 0,00 – 0,00
ANALISA DATA
No
Pengelompokan data Penyebab Masalah Keperawatan
.
1. DS : - Prosedur anestesi Gangguan ventilasi
DO : spontan
Klien terpasang alat bantu Pemasangan intubasi
napas (ventilator) dengan
mode PCV+ dengan total Post pembedahan thoraks dan
rate 16x/menit, peak kardiovaskuler
pressure (tekanan puncak) (CABG)
19 cmH2O, minute volume
6,9 liter/menit, tidal volume Kelemahan otot-otot intercostal
478 ml, FiO2 50%, SpO2
99%, PEEP/CPAP 7 cm Gangguan ventilasi spontan
H2O
Irama napas teratur
Batuk postitif dengan sekret
berwarna putih
Tedapat penggunaan otot
bantu napas interkostalis
Didapatkan ronkhi kasar
pada 1/3 basal paru bilateral
Redup pada lapang paru
dextra
Hasil bacaan foto thoraks
tanggal 29 Oktober 2019 :
Reticular pattern di kedua
lapang paru dapat
merupakan dd :
1. interstisial pneumonia
2. interstisial lung edema
Perlu korelasi klinis dan
laboratoris :
Efusi pleura kanan
Cardiomegaly
Hemidiafragma letak tinggi
DS : -
Post pembedahan thoraks dan Penurunan curah jantung
DO :
kardiovaskuler (CABG)
Frekuensi nadi klien
76x/menit
Gangguan fungsi miokard
Nadi perifer teraba lemah
Terdapat edema pada
Penurunan curah jantung
tungkai bawah
Tekanan darah klien 99/59
mmHg dengan MAP 90
mmHg
Terdapat murmur sistolik
PSL sinistra grade III/VI
CRT>2 detik
Hasil gambaran EKG
klien menunjukkan irama
sinus 83x/menit, xis
frontal normal, axis
horizontal CWR, T inversi
di lead II, III, aVF, Left
atrial enlargement positif
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
No Diagnosis Keperawatan/Masalah Ditemukan Masalah Masalah Teratasi
. Kolaboratif Tanggal Paraf Tanggal Paraf
1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan 13-02-2021
dengan post tindakan CABG ditandai
dengan:
1. Klien terpasang
ventilator
2. Ronkhi kasar 1/3 basal
paru bilateral
2. Penurunan curah jantung berhubungan
dengan gangguan fungsi miokard ditandai 13-02-
dengan: 2021
a) Nadi perifer teraba lemah
b) Terdapat murmur sistolik PSL
sinistra grade III/VI
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelelahan ditandai dengan : 13-02-
(1) Tekanan darah klien 99/59 mmHg 2021
(2) CRT>2 detik
PERENCANAAN KEPERAWATAN
Tanggal / Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan & Tindakan
jam Rasionalisasi
. Keperawatan
Kriteria hasil Keperawatan
1. Gangguan 13-02-2021 Tujuan: Observasi (1) Memastikan
ventilasi Setelah dilakukan a) Periksa kebutuhan klien
spontan tindakan indikasi akan
berhubungan keperawatan ventilator pemasangan
dengan post selama 3 x 24 jam mekanik (misal ventilator
tindakan gangguan kelelahan otot mekanik
CABG ventilasi spontan napas, (2) Mengetahui
ditandai pada klien disfungsi kegawatan
dengan klien teratasi. neurologis, akibat efek
terpasang Kriteria hasil : asidosis penggunaan
ventilator a) Volume tidal respiratorik) ventilator
meningkat b) Monitor efek terhadap klien
b) Dyspnea ventilator (3) Mengetahui efek
menurun terhadap negative
c) Penggunaan saturasi penggunaan
otot bantu oksigen (misal ventilator
napas menurun bunyi paru, terhadap klien
d) PCO2 CXR paru, dari gejala klinis
membaik analisa gas yang
e) PO2 membaik darah, respon ditimbulkan
subyektif (4) Mencegah
klien) aspirasi dan
c) Monitor efek meningkatkan
negatif ekspansi paru
ventilator klien
(misal deviasi (5) Memenuhi
trakea, personal
barotrauma, hygiene klien
penurunan
curah jantung) (6) Membantu
Terapeutik merontokkan
1. Atur posisi sekret yang ada
kepala klien di lapang paru
45-60o klien
2. Lakukan (7) Membantu
perawatan mengeluarkan
mulut secara sekret klien
rutin (8) Mengetahui
semua respon
3. Lakukan klien terhadap
fisioterapi dada ventilator
bila perlu (9) Memberikan
4. Lakukan bantuan napas
penghisapan sesuai dengan
lendir sesuai yang klien
kebutuhan butuhkan
5. Dokumentasika (10) Mencegah
n respon klien tabrakan antara
terhadap pernapasan klien
ventilator dengan
Kolaborasi pernapasan dari
1) Kolaborasi mesin
pemilihan (11) Meminimalk
mode an hipoventilasi
ventilator alveolus
2) Kolaborasi
pemberian
agen pelumpuh
otot, sedatif,
analgesik
sesuai
kebutuhan
3) Kolaborasi
penggunaan
PEEP