Anda di halaman 1dari 6

Teori Masuknya Islam ke Nusantara

Islam sudah masuk ke Nusantara sejak awal abad Hijriah. Meskipun sifatnya masih
dianut oleh bangsa asing dan belum ada pengakuan dari pribumi yang beragama Islam.
Seharusnya sudah jelas sejarah masuknya Islam di Nusantara jika dilihat dari rute datangnya para
pedagang Arab, para pedagang Arab datang ke Nusantara melalui jalur laut dengan rute dari
Aden menyisir pantai menuju Maskat, Raisut, Siraf, Guadar, Daibul, Pantai Malabar yang
meliputi Gujarat, Keras, Quilon, dan Kalicut kemudian menyisir pantai Karamandel seperti
Saptagram ke Chitagong (pelabuhan terbesar di Bangladesh), Akyab (sekarang wilayah
Myanmar), Selat Malaka, Peureulak (Aceh Timur), Lamno (pantai barat Aceh), Barus, Padang,
Banten, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Ampel, Makasar, Ternate, dan Tidore. Akan
tetapi, yang menjadi pertanyaan di atas ialah kepastian asal kedatangan, pembawanya, tempat
yang didatangi, waktu, dan bukti sejarah. Perbedaan sudut pandang dan bukti-bukti tersebut
menyebabkan beragamnya teori-teori masuknya Islam ke Indonesia. Berdasarkan tempat terdapat
lima teori tentang masuknya Islam ke Nusantara, sebagaimana uraian berikut1:

Pertama, teori Arab. Teori ini menyatakan bahwa agama Islam dibawa dan sebarkan di
Nusantara dari Arab pada abad ke 7/8 M. Tokoh-tokoh teori ini adalah Crawfurd, Keijzer,
Niemann, de Hollander, Hasymi, Hamka, Al-Attas, Djajadiningrat, dan Mukti Ali 2. Kehadiran
orang-orang Arab di Nusantara untuk berdagang telah berlangsung sejak abad pertama Hijriah,
bahkan jauh sebelum itu telah diperoleh catatan sejarah yang mengatakan bahwa dua abad
sebelum masehi hubungan perdagangan dengan Ceylon dikuasai oleh pedagang Arab. Bahkan
pada abad ke-7 M perdagangan dengan Cina melalui Ceylon mengalami pertumbuhan dan
perkembangan pesat sehingga pada abad ke-8 sudah banyak ditemui pedagang Arab di
pelabuhan Kanton3. Ada yang berpendapat mereka adalah utusan-utusan Bani Umayah yang
bertujuan penjajagan perdagangan. Menurut Hamka Islam masuk ke Indonesia tahun 674 M.
Berdasarkan Catatan Tiongkok, saat itu datang seorang utusan raja Arab bernama Ta Cheh atau
Ta Shih (kemungkinan Muawiyah bin Abu Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling (Kalingga) di Jawa

1
Achmad Syafrial, “Sejarah Islam Nusantara” dalam Islamuna, Vol.2 No.2, Desember 2015, hlm. 236.
(Diakses pada Rabu, 21 Maret 2018)
2
Ibid, hlm. 238.
3
Aswati M, “Masuk dan Berkembangnya Kerajaan Islam di Konawe” dalam Selami IPS, Vol.1 No.34,
Desember 2011, hlm. 93. (Diakses pada Jumat, 23 Maret 2018)
yang diperintah oleh Ratu Shima. Juneid Parinduri kemudian memperkuat lagi, pada 670 M, di
Barus Tapanuli ditemukan sebuah makam bertuliskan HaMim4.

Kedua, teori Cina. Teori ini menjelaskan bahwa etnis Cina Muslim sangat berperan
dalam proses penyebaran agama Islam di Nusantara. Islam datang ke Cina di Canton
(Guangzhou) pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) dari Dinasti Tang, dan datang ke
Nusantara di Sumatera pada masa kekuasaan Sriwijaya, dan datang ke pulau Jawa tahun 674 M
berdasarkan kedatangan utusan raja Arab bernama Ta cheh/Ta shi ke kerajaan Kalingga yang di
perintah oleh Ratu Sima. Dapat diambil kesimpulan bahwa Islam datang ke Nusantara
berbarengan dengan Cina. Akan tetapi teori di ini tidak menjelaskan tentang awal masuknya
Islam, melainkan peranan Cina dalam pemberitaan sehingga dapat ditemukan bukti-bukti bahwa
Islam datang ke Nusantara pada awal abad Hijriah5.

Ketiga, teori Persia. teori Persia lebih merujuk kepada aspek bahasa yang menunjukan
bahwa Islam telah masuk ke Nusantara dan bahasanya telah diserap. Seperti kata “Abdas” yang
dipakai oleh masyarakat Sunda merupakan serapan dari Persia yang artinya wudhu. Bukti lain
pengaruh bahasa Persia adalah bahasa Arab yang digunakan masyarakat Nusantara, seperti kata-
kata yang berakhiran ta’ marbūthah apabila dalam keadaan wakaf dibaca “h” seperti shalātun
dibaca shalah. Namun dalam bahasa Nusantara dibaca salat, zakat, tobat, dan lain-lain.

Keempat, teori India. Teori ini menyatakan Islam datang ke Nusantara bukan langsung
dari Arab melainkan melalui India pada abad ke-13. Dalam teori ini disebut lima tempat asal
Islam di India yaitu Gujarat, Cambay, Malabar, Coromandel, dan Bengal. Teori India yang
menjelaskan Islam berasal dari Gujarat terbukti mempunyai kelemahankelemahan. Hal ini
dibuktikan oleh G.E. Marrison dengan argumennya “Meskipun batu-batu nisan yang ditemukan
di tempat-tempat tertentu di Nusantara boleh jadi berasal dari Gujarat atau Bengal, seperti yang
dikatakan Fatimi. Itu tidak lantas berarti Islam juga didatangkan dari sana”. Marrison
mematahkan teori ini dengan menuujuk pada kenyataan bahwa ketika masa Islamisasi Samudera
Pasai, yang raja pertamanya wafat pada 698 H/1297 M, Gujarat masih merupakan Kerajaan
Hindu. Barulah setahun kemudian Gujarat ditaklukan oleh kekuasaan muslim. Jika Gujarat
adalah pusat Islam, pastilah telah mapan dan berkembang di Gujarat sebelum kematian Malikush
Shaleh. Dari teori yang dikemukakan oleh G.E. Marrison bahwa Islam Nusantara bukan berasal
4
Achmad Syafrial, Loc.Cit.
5
Ibid, hlm. 238-239.
dari Gujarat melainkan dibawa para penyebar muslim dari pantai Koromandel pada akhir abad
XIII.

Teori yang dikemukakan Marrison kelihatan mendukung pendapat yang dipegang T.W.
Arnold. Menulis jauh sebelum Marrison, Arnold berpendapat bahwa Islam dibawa ke Nusantara,
antara lain dari Koromandel dan Malabar. Ia menyokong teori ini dengan menunjuk pada
persamaan mazhab fiqh di antara kedua wilayah tersebut. Mayoritas muslim di Nusantara adalah
pengikut Mazhab Syafi‟i, yang juga cukup dominan di wilayah Koromandel dan Malabar,
seperti disaksikan oleh Ibnu Batutah (1304-1377), pengembara dari Maroko, ketika ia
mengunjungi kawasan ini. Menurut Arnold, para pedagang dari Koromandel dan Malabar
mempunyai peranan penting dalam perdagangan antara India dan Nusantara. Sejumlah besar
pedagang ini mendatangi pelabuhan-pelabuhan dagang dunia Nusantara-Melayu, mereka
ternyata tidak hanya terlibat dalam perdagangan, tetapi juga dalam penyebaran Islam.

Kelima, teori turki. Teori ini menyatakan Nusantara diislamkan oleh orang-orang Kurdi
dari Turki. Teori ini diajukan oleh Martin Van Bruinessen yang dikutip dalam Moeflich
Hasbullah. Ia mencatat sejumlah data. Pertama, banyaknya ulama Kurdi yang berperan
mengajarkan Islam di Indonesia dan kitabkitab karangan ulama Kurdi menjadi sumber-sumber
yang berpengaruh luas. Misalkan, Kitab Tanwīr al-Qulūb karangan Muhammad Amin alKurdi
populer di kalangan tarekat Naqsyabandi di Indonesia. Kedua, di antara ulama di Madinah yang
mengajari ulama-ulama Indonesia terekat Syattariyah yang kemudian dibawa ke Nusantara
adalah Ibrahim alKurani. Ibrahim al-Kurani yang kebanyakan muridnya orang Indonesia adalah
ulama Kurdi. Ketiga, tradisi barzanji populer di Indonesia dibacakan setiap Maulid Nabi pada 12
Rabi‟ul Awal, saat akikah, syukuran, dan tradisi-tradisi lainnya. Menurut Bruinessen, barzanji
merupakan nama keluarga berpengaruh dan syeikh tarekat di Kurdistan. Keempat, Kurdi
merupakan istilah nama yang populer di Indonesia seperti Haji Kurdi, jalan Kurdi, gang Kurdi,
dan seterusnya. Dari fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa orang-orang Kurdi berperan
dalam penyebaran Islam di Indonesia.

Perjalanan sejarah masuknya Islam di Pulau Jawa

Situasi kehidupan keagamaan masyarakat di Tanah Jawa sebelum datangnya Islam


sangatlah heterogen. Kepercayaan import maupun kepercayaan yang asli telah dianut oleh orang
Jawa. Sebelum Hindu dan Budha, masyarakat Jawa prasejarah telah memeluk keyakinan yang
bercorak animisme dan dinamisme. Pandangan hidup orang Jawa adalah mengarah pada
pembentukan kesatuan numinous antara alam nyata, masyarakat dan alam adikodrat yang
dianggap keramat. Disamping itu, mereka menyakini kekuatan magis keris, tombak, dan senjata
lainnya. Benda-benda yang dianggap keramat dan memiliki kekuatan magis ini selanjutnya
dipuja, dihormati, dan mendapat perlakuan istimewa.6 7

Kepercayaan manusia Jawa berunsur pada animisme dari jaman prasejarah sampai
sekarang, termasuk kepercayaan tentang mahkluk halus, roh leluhur yang mendiami macam-
macam tempat tertentu. Dalam sejarah pulau Jawa ada tiga jaman pokok mengenai agmaa yaitu:

Pertama, Jaman prasejarah sampai abad 8, diaman jaman itu rakyat Jawa tinggal di dalam
masyarakat kecil dan kepercayaan animisme, kepercayaan animisme termasuk kepercayaan
manusia mengenai makhluk halus dan roh leluhur yang mendiami bermacam-macam tempat.
Asalnya kepercayaan animisme adalah dari jaman prasejarah dan bagian kepercayaan itu masih
hidup sampai sekarang. Penganut animisme adalah orang-orang yang percaya bahwa tempat-
tempat atau objek-objek punya kepercayaan tersendiri.

Kedua, jaman kerajaan Hindi-Budha. Pertama dengan kerajaan Mataram dari abad ke 8
sampai abad ke 10 yang terletak di Jawa Timur. Pada jaman tersebut masyarakat nya beragama
Hindu serta Budha. Ajaran hindu (hindiunisme) di Jawa memberikan dan mengangkat budaya
intelektual selapis suku Jawa dan melahirkan kerajaan-kerajaan besar dengan budaya religi
animisme dan dinamisme yang asli dan telah mengakar dengan berbagai macam tradisi dan
aturan (hukum) adatnya. Agama hindu dan budha berasala dari india, agama tersebut datang
pada abad ke 8. Adanya agaa hindu dan budha yang ada di jawa tidak mematikan jawa asli akan
tetapi sabaliknya justru memupuk dan menyuburkannya. Tidak hanya itu, hinduisme
meningkatkan filsafat hidup dan wawasan tentang alam raya beserta teori-teori kenegaran yang
dipengaruhi oleh raja-raja yang keramat sebagai wakil para dewa untuk mengatur kehidupan
masyarakat yang diberkati para dewa. Oleh karena itu hinduisme kemudia mengakar dalam dan
menjadi penyangga kebudayaan priyayi kejawen yang menjulang di lingkungan istana kerajaan-
kerajaan.

6
https://nettik.net/asal-ususl-sejarah-suku-jawa-2/ (sejarah panjang nan memeukau suku jawa oleh muhammad
badawi dipos tanggal 9 september 2015) diakses pada minggu 25 maret 2018 pukul 10:53
7
https://www.id.islamic-sources.com/article/sejarah-awal-agama -islam-masuk-ke-tanah-jawa diakses pada 23
maret 2018 pukul 14:46
Ketiga, jaman Islam setelah abad ke 16 waktu kerajaan majapahit turun. Kerajaan Islam
yang terbentuk masih menyimpan banyak tradisi dari kerajaan Hindu-Budha tetapi memakai
agama Islam. 8

Menurut artikel yang berbeda.

Pengaruh Hindu Budha dalam masyarakat jawa bersifat ekspansif, sedangkan budaya
jawa yang menenrima pengaruh dan menyerap unsur-unsur hinduisme-budhisme setelah melalui
proses akulturasi tidak saja berpengaruh pada sistem budaya, tetapi juga berpengaruh terhadap
sistem agama. Sejak awal budaya Jawa yang dihasikan pada masa Hindu-Budha bersifat terbuka
untuk menerima agama apapun dengna pemahaman bahwa semua agama itu baik, maka
sangatlah wajar jika kebudayaan Jawa bersifat sinkretis (bersifat momot atau serba memeuat).
Ciri lain dari budaya jawa pada saat itu adalah sangat bersifat teokratis. Pengkultusan terhadap
raja-raja sebagai titisan dewa adalah salah satu buktinya. Dalam hal ini Onghokham menyatakan:
dalam kerajaan tradisional, agama dijadikan sebagai bentuk legitimasi. Pada jaman Hindu-Budha
diperkenalkan konsep jawa-raja atau raja titising dewa. Ini berarti bahwa rakyat harus tubduk
pada kedudukan raja untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Agama diintegrasikan ke
dalam kepentingan kerajaan/kekuasaan. Kebudayaan berkisar pada raja, tahta dan keraton. Raja
dan kehidupan keraton adalah puncak peradaban pada masa itu.

Di pulau Jawa terdapat tiga buah kerajaan mas Hindu-Budha, kerajaan-kerajaan itu dalah
Taruma, Ho-Ling, dan kejuruhan. Di dalam perekonomian dan industri salah satu aktivitas
masyarakat adalah bertani dan berdagang dalam proses integrasi bangsa. Dari aspek lain karya
seni dan sastra juga telah berkembang pesat antara lain seni musik, seni tari, wayang, lawak, dan
tari topeng. Semua itu sebgaian besar terdokumentasikan pada pahatan-pahatan relief dan candi-
candi.9

8
https://www.kompasiana.com/bernad/religi-orang-jawa-masa-akulturasi-budaya-jawa-agami-jawi-gerakan-
mistik-magic-ilmu-kebatinan-serta-memahami-konstruksi-sosial-tradisi-islam-
lokal_551c113b3b81331111039de1d1 diakses pada minggu 25 mater 2018 pukul 13:25
9
https://www.id.islamic-sources.com/article/sejarah-awal-agama -islam-masuk-ke-tanah-jawa diakses pada 23
maret 2018 pukul 14:46

Anda mungkin juga menyukai