Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KASUS BATU URETER

(URETEROLITHIASIS)

DI RUANG RAWAT INAP

RS PUTRA WASPADA TULUNGAGUNG

A. DEFINISI
Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter. Batu ureter pada umumnya
berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke
kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke
kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung yang besar. Batu juga
tetap bisa tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan
hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang hematuria yang didahului oleh
serangan kolik (R. Samsuhidajat, 2011).
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu
ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di dalam
saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan
kristal yang terperangkap disuatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh
sebagai pencetus larutan urin, calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopis
sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal.
Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria.
Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. (Brunner and Suddarth, 2002).
B. ANATOMI

GINJAL

URETER

KANDUNG
KEMIH

URETRA

1. GINJAL (REN)
 Sepasang ginjal
 Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal).
 Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat
untuk hati.
 Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh costae 11-12.
 Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak
pararenal) yang membantu meredam goncangan.
 Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritoneum yang
melapisi rongga abdomen.
 Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3
 Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan
ketebalan 5 cm
 Berat sekitar 150 gram - 200 gram.
 Ginjal memiliki bentuk seperti kacang dengan lekukan yg menghadap ke dalam.

Ginjal meliputi :
 Lapisan luar (korteks/ kulit ginjal)
 > 1 juta nefron.
 Berwarna gelap
 Lapisan dalam (medula/ sumsum ginjal) yang
terdiri atas
 Tubulus kontortus proksimal
 Tubulus kontortus distal
 Bagian medula berwarna lebih terang
 Berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis,
 Puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil
disebut papilla renalis.

2. URETER
 Panjang : 25 cm – 30 cm
 Diameter 4 mm - 6 mm.
 Saluran ini menyempit di 3 tempat :
 Uretropelvico junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari renal pelvis
sampai bagian ureter yang mengecil 
 Pelvic brim, yaitu persilangan antara ureter dengan pembuluh darah arteri iliaca 
 Vesikouretro junction, yaitu ujung ureter yang masuk ke dalam vesica
urinaria(kandung kemih).

Ureter memiliki fungsi yang penting yaitu menghantarkan urin dari ginjal menuju
kandung kemih. Lapisan dinding ureter yang terdiri dari otot – otot polos sirkuler dan
longitudinal menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik (berkontraksi) setiap 5 menit
sekali guna mendorong air kemih kemudian disemprotkan dalam bentuk pancaran,
melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Sewaktu masuk kandung
kemih dinding atas dan dinding bawah ureter akan tertutup dan pada saat kandung
kemih penuh akan terbentuk katup (valvula) yang mencegah kembalinya urin dari
kandung kemih. Selain fungsi ureter tersebut selama perjalanannya ureter memiliki
beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada di banding
tempat lainnya

Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah :

 Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvico-uretero junction
 Pada persilangan ureter dan arteri iliaka di rongga pelvis atau flexura marginalis
 Pada saat ureter masuk ke dalam kandung kemih atau uretero-vesico junction
 Pada ketiga tempat sempit inilah batu (batu ginjal) atau benda-benda lain yang
berasal dari ginjal seringkali tersangkut di dalam ureter.

3. VESIKA URINARIA (KANDUNG KEMIH)


 Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti
buah pir (kendi). letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.
Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
 Lokasi pada laki-laki, kandung kemih terletak tepat di belakang simpisis pubis
dan di depan rectum. Pada perempuan, organ ini terletak agak di bawah uterus di
depan vagina. Ukuran organ ini sebesar kacang kenari dan terletak di pelvis saat
kosong : organ berbentuk seperti buah pir dan dapat mencapai imbilikus dalam
rongga abdominopelvis jika penuh berisi urine.

Dinding kandung kemih terdiri dari 4 lapisan

 Serosa (lapisan terluar)


 Otot destrusor (lapisa tengah)
 Submucosa (jaringan ikat yang terletak di bawah mukosa dan
menghubungkannya dengan muskularis)
 Mukosa (lapisan terdalam)

4. URETRA
 Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan
wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi
sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra
pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot
sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan
bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat
volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal
inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).
 Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi
menyalurkan air kemih ke luar.Uretra mengalirkan urine dari kandung kemih ke
bagian eksterior tubuh.
 Pada laki-laki uretra membawa cairan semen dan urine, tetapi tidak pada waktu
yang bersamaan. Uretra laki-laki panjangnya mencapai 20 cm dan melalui
kelenjar prostat dan penis. Terdiri dari :
 Uretra prostatic dikelilingi oleh kelenjar prostat. Uretra ini menerima dua duktus
ejaculator yang masing-masing terbentuk dari penyatuan duktus deferen dan
duktus kelenjar vesikel seminal, serta menjadi tempat bermuaranya sejumlah
duktus dari kelenjar prostat.
 Uretra membranosa adalah bagian yang terpendek (1 sampai 2 cm). Bagian ini
berdinding tipis dan dikelilingi otot rangka sflingter uretra eksternal.
 Uretra cavernous (penile, bersepons) merupakan bagian yang terpanjang. Bagian
ini menerima duktus kelenjar bulbouretra dan merentang sampai orifisium uretra
eksternal pada ujung penis. Tepat sebelum mulut penis, uretra membesar untuk
membentuk suatu dilatasi kecil, fosa navicularis. Uretra kavernus dikelilingi
korpus spongisum, yaitu suatu kerangka ruang vena yang besar.
 Uretra pada perempuan, berukuran pendek (3,75 cm). saluaran ini membuka
keluar tubuh melalui urivisiumuretra eksternal dalam vestibulum antara klitoris
dan mulut vagina. Kelenjar uretra yang homolog dengan kelenjar prostat pada
laki-laki, bermuara ke dalam uretra.
 Panjangnya uretra laki-laki cenderung menghambat infasi bakteri ke dalam
kandung kemih (sistitits) yang lebih sering terjadi pada perempuan.
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.
1. Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan
aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m.
sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat.
Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.
2. Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus
kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding
bagian lainnya.
3. Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan
tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis
melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh
m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter
(somatis).
4. Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,
membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis.
Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

C. KLASIFIKASI
Berikut ini beberapa klasifikasi batu saluran kemih (Sjamsuhidajat, 2011):
a. Batu Kalsium Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK
yaitu sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai
dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu
kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut.
Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di
dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe
yang berbeda, yaitu:
1) Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam
dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
2) Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu
berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite.
b. Batu Asam Urat Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat.
Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat.
Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih
besar menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi
asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi
mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk
rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan.
Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.
c. Batu Struvit Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah
golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim
urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan
sekitar 15- 20% pada penderita BSK Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita
daripada laki-laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi
ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak
sangat penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.
d. Batu Sistin Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan
ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%.
Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang, pembentukan
batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain
karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu
yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena
imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin menyebabkan
pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan protein hewani
yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.

D. ETIOLOGI
Berikut penyebab ureterolithiasis menurut (Pramod. 2009)
a. Teori Pembentukan Inti
Teori ini mengatakan bahwa pembentukan batu berasal dari kristal atau benda
asing yang berada dalam urin yang pekat. Teori ini ditentang oleh beberapa argumen,
dimana dikatakan bahwa batu tidak selalu terbentuk pada pasien dengan hipereksresi
atau mereka dengan resiko dehidrasi. Teori inti matrik dimana pembentukan batu
saluran kemih membutuhkan adanya substansi organik terutama muko protein A
mukopolisakarida yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi
pembentuk batu.
b. Teori Supersaturasi
Peningkatan dan kejenuhan substansi pembentukan batu dalam urin seperti
sistin, xastin, asam urat, kalsium oksalat mempermudah terbentuknya batu.
Kejenuhan ini juga sangat dipengaruhi oelh pH dan kekuatan ion.
c. Teori Presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas susbstansi dalam urin. Di
dalam urin yang asam akan mengendap sistin, zastin, asam urat, sedangkan didalam
urin yang basa akan mengendap garamgaram fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Tidak adanya atau berkurangnya substansi penghambat pembentukan batu
seperti fosfopeptida, pirofosfat, polifosfat, asam mukopolisakarida dalam urin akan
mempermudah pembentukan batu urin. Akan tetapi teori ini tidaklah benar secara
absolut, karena banyak orang yang kekurangan zat penghambat tak pernah menderita
batu, dan sebaliknya mereka yang memiliki faktor penghambat malah membentuk
batu.
e. Teori Lain
Berkurangnya volume urin. Dimana kekurangan cairan akan menyebabkan
peningkatan konsentrasi zat terlarut (misal kalsium, natrium, oksalat dan protein)
yang mana ini dapat menimbulkan pembentukan kristal urin menjadi hiperkalsiuria.

Selain itu juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan batu ureter,
yaitu:
Faktor intrinsik :
a. Genetik Anggota
keluarga penderita batu urin lebih banyak kemungkinan menderita penyakit yang
sama dibanding dengan keluarga bukan penderita batu urin. Lebih kurang 30%
sampai 40% penderita batu kalsium oksalat mempunyai riwayat famili yang positif
menderita batu.
b. Jenis Kelamin
Pria lebih banyak menderita batu saluran kemih dibanding wanita (3-4:1).
Disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada laki-laki lebih panjang dibandingkan
perempuan, secara alamiah didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi
dibanding perempuan. Dan pada air kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih
tinggi, laki-laki memiliki hormon testosteron yang dapat meningkatkan produksi
oksalat endogen di hati, serta adanya hormon estrogen pada perempuan mampu
mencegah agregasi garam kalsium.
c. Umur
Pa;ing sering didapatkan pada usia 30 – 50 tahun

Faktor ekstrinsik :
a. Pekerjaan
Kejadian batu kemih lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak duduk
dalam melakukan pekerjaannya.
b. Asupan air
minum air meningkatkan diuresis sehingga mencegah pembentukan batu. Kurang
minum dapat mengurangi diuresis, kadar substansi dalam urin meningkat,
mempermudah pembentukan batu.
c. Diet
Konsumsi makanan tinggi protein yang akan meningkatkan resiko terjadinya batu.
Konsumsi makanan tinggi protein yang berlebihan dan garam atau antasida yang
mengandung kalsium, produk susu, makananan yang mengandung oksalat (misalnya
teh, kopi instan, coklat, kacang-kacang, bayam), vitamin C, atau vitamin D akan
meningkatkan pembentukan batu kalsium. Pemakaian vitamin D akan meningkatkan
absobsi kalsium diusus dan tubulus ginjal sehingga dapat menyebabkan
hiperkalsemia dan penumpukan kalsium di ginjal dan untuk konsumsi vitamin D ini
harus digunakan dengan perawatan. Makan makanan dan minuman yang
mengandung purin yang berlebihan (kerangkerangan, anggur) akan menyebabkan
pembentukan batu asam urat Makanan makanan yang banyak mengandung serat dan
protein nabati mengurangi resiko batu urin, sebaliknya makanan yang mengandung
lemak dan protein hewani akan meningkatkan resiko batu urin.
d. Infeksi
Hampir terbentuknya batu jenis struvit didahului oleh infeksi saluran kemih yang
disebabkan oleh bakteri pemecah urea, namun jenis batu lain tidak jelas apakah batu
sebagai penyebab infeksi atau infeksi sebagai penyebab batu.
e. Obat-obatan
Penggunaan obat anti hipertensi (Dyazide) berhubungan dengan peningkatan
frekuensi batu urin, begitu juga penggunaan antasida yang mengandung silica
berhubungan dengan perkembangan batu silica

E. MANIFESTASI KLINIS
Berikut tanda dan gejala uroterolithiasis menurut (Sjamsuhidajat, 2011)
a. Nyeri
Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut dan kolik.
Nyeri ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah
inguinal, dan sampai ke kemaluan. Penderita sering ingin merasa berkemih, namun
hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah, maka
penderita tersebut mengalami kolik ureter
b. Hematuri
Penderita sering mengeluh hematuria atau urin berwarna seperti teh. Namun lebih
kurang 10-15% penderita batu saluran kemih tidak menderita hematuria.
c. Infeksi
Biasanya dengan gejala-gejala menggigil, demam, nyeri pinggang, nausea serta
muntah dan disuria. Secara umum infeksi pada batu struvit (batu infeksi)
d. Demam
Hubungan batu urin dengan demam adalah merupakan kedaruratan medik relatif.
Tanda-tanda klinik sepsis adalah bervariasi termasuk demam, takikardi, hipotensi dan
vasodilatasi perifer. Demam akibat obstruksi saluran kemih memerlukan dekompresi
segera.
e. Mual dan Muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan mual
dan muntah
F. WOC

FAKTOR INTRINSIK FAKTOR EKSTRINSIK


 Gen  Pekerjaan
 Jenis kelamin  Asupan air
 umur  Diet
 Obat-obatan

Defisiensi kadar magnesium, sitrat psifosfor, mukoprotein, dan peptide

Peningkatan konsistensi mineral di urine

Terjadi penumpukan mineral

Terjadi pengendapan mineral menjadi kristal

BATU URETER (URETEROLITHIASIS)


Sumbatan saluran kemih

Pembedahan

Pre op
Post op

Kencing tidak Nyeri Saat Kurang


mengetahui Sel rusak Tirah baring Pembedahan
tuntas Kencing, Nyeri
penyakit dan laser
Pada Pinggang
prosedur
pembedahan Mediator (D.0056)
(D.0040)
bradikinin INTOLERANSI Pecahan
GANGGUAN (D.0077)
cerotamin AKTIVITAS batu terlalu
ELIMINASI NYERI
(D.0111) besar
URINE AKUT
DEFISIT
PENGETAHUAN Stimulasi
reseptor Sumbatan
pada saluran
kemih oleh
sisa pecahan
(D.0077)
batu
NYERI
AKUT
(D.0040) (D.0142)
GANGGUAN RISIKO
ELIMINASI INFEKSI
URINE
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.Tes Urine

1)Mikroskopis endapan: sedimen urin yang menunjukkkan adanya leukosituria,


hematuria, kristal-kristal pembentuk batu.
2)Makroskopis: didapatkan gross hematuri
3)Biakan: menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
4)Sensitivitas kuman
b. Faal ginjal: Pemeriksaan ureum dan kreatinin adalah untuk melihat fungsi ginjal baik
atau tidak. Pemeriksaan elektrolit untuk memeriksa factor penyebab timbulnya batu
antara lain kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam urin.
c. Radiologis
Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan
atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan; pada
keadaan ini dapat dilakukan retrograd pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad
pielografi, bila hasil retrograd pielografi tidak memberikan informasi yang memadai.
Pada foto BNO batu yang dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan
batu yang tidak tampak disebut sebagai batu radiolusen, berikut ini adalah urutan batu
menurut densitasnya, dari yang paling opaq hingga yang paling bersifat radiolusent;
calsium fosfat, calsium oxalat, magnesium amonium fosfat, sistin, asam urat, xantine.
d.Foto polos perut (90% batu kemih radiopak)
e.Foto pielogram intravena (adanya efek obstruksi)
f.Ultrasonografi ginjal (hidronefrosis)
g.Foto kontras khusus:
1)Retrograd
2)Perkutan
h.Analisis biokimia batu
i.Pemeriksaan kelainan metabolik
j.Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu fosfat. Bisa juga
pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam urat.
k. Pemeriksaan Darah Lengkap
Dapat ditemukan kadar hemoglobin yang menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa
juga didapatkat jumlah lekosit yang meningkat akibat proses peradangan di ureter.

H. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat keluar
spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran
urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong
batu keluar.
b. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada
tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-
buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-
fragmen kecil dengan menggunakan gelombang kejut sehingga mudah dikeluarkan
melalui saluran kemih.
Terdapat 3 teknik yang digunakan untuk membangkitkan gelombang kejut, yaitu
elektrohidrolik, pizoelektrik dan energi elektromagnetik.

1) Energi elektrohidrolik. Teknik ini paling sering digunakan untuk membangkitkan


gelombang kejut. Pengisian arus listrik voltase tinggi terjadi melintasi sebuah
elektroda spark-gap yang terletak dalam kontainer berisi air. Pengisian ini
menghasilkan gelembung uap, yang membesar dan kemudian pecah,
membangkitkan gelombang energi bertekanan tinggi.
2) Energi pizoelektrik. Pada teknik ini, ratusan sampai ribuan keramik atau kristal
pizo dirangsang dengan denyut listrik energi tinggi. Ini menyebabkan vibrasi atau
perpindahan cepat dari kristal sehingga menghasilkan gelombang kejut.
3) Energi elektromagnetik. Aliran listrik di alirkan ke koil elektromagnet pada
silinder berisi air. Lapangan magnetik menyebabkan membran metalik di
dekatnya bergetar sehingga menyebabkan pergerakan cepat dari membran yang
menghasilkan gelombang kejut.

Indikasi:
 Ukuran batu antara 1-3 cm atau 5-10 mm dengan gejala yang mengganggu
 Lokasi batu di ginjal atau ureter
 Tidak adanya obstruksi ginjal distal dari batu
 Kondisi kesehatan pasien memenuhi syarat

Kontra indikasi
 Kontraindikasi Absolut: Kontraindikasinya adalah infeksi saluran kemih akut,
gangguan perdarahan yang tidak terkoreksi, kehamilan, sepsis serta obstruksi batu
distal.
 Kontraindikasi Relatif:
a. Status mental : Meliputi kemampuan untuk kerja sama dan mengerti prosedur
b. Berat badan : >150 kg tidak memungkinkan gelombang kejut mencapai  batu,
karena jarak antara F1 dan F2 melebihi spesifikasi lothotriptor. Pada  penderita
seperti ini sebaiknya dilakukan simulasi lithotriptor terlebih dahulu
c. Penderita dengan deformitas spinal atau orthopedik, ginjal ektopik dan atau
malformasi ginjal (meliputi ginjal tapal kuda) mungkin mengalami kesulitan
dalam pengaturan posisi yanng sesuai untuk ESWL. Selain itu, abnormalitas
drainase intrarenal dapat menghambat pengeluaran fragmen yang dihasilkan
oleh eSwl
d. Masalah paru dan jantung yang sudah ada sebelumnya dan dapat diatasi
dengan anastesi
e. Pasien dengan pacemaker (alat pacu jantung) aman diterapi dengan ESWL,
tetapi dengan perhatian dan pertimbangan khusus.
f. Pasien dengan riwayat hipertensi, karena telah ditemukan peningkatan insidens
hematom perirenal pasca terapi.
g. Pasien dengan gangguan gastrointestinal, karena dapat mengalami eksaserbasi
pasca terapi walaupun jarang terjadi

Persiapan sebelum ESWL:


 harus melalui serangkaian pemeriksaan laboratorium baik darah maupun urin
untuk melihat fungsi ginjal, jenis batu, dan kesiapan fisik pasien
 Pemeriksaan yang paling penting adalah rontgen atau USG untuk menentukan
lokasi batu dan kemungkinan jenisnya.
 meminum antibiotik untuk mencegah infeksi dan puasa minimal 4 jam
sebelumnya.
 hidrasi yang baik untuk memperlancar keluarnya batu yaitu minimal 2 liter air
sehari.
c. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan  batu
saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari
saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat
itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik,
energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi
antara lain:
1) PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di
saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui
insisi kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu.
2) Litotripsi : memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat
pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan
evakuator Ellik.
3) Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : memasukkan alat ureteroskopi per uretram
guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai
energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises
dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini.
4) Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan
keranjang Dormia.
d. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang
berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
e. Uroterolitotomi
Ureterolitotomi adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk mengambil batu
ureter baik ureter proksimal (atas) ataupun distal (bawah).

I. KOMPLIKASI
a. Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana saja di saluran
kemih. Obstruksi diatas kandung kemih dapat menyebabkan hidroureter, yaitu ureter
membengkak oleh urine. Hidoureter yang tidak diatasi, atau obstruksi  pada atau atas
tempat ureter keluar dari ginjal dapat menyebabkan hidronefrosis yaitu
pembengkakan pelvis ginjal dan sistem duktus pengumpul. Hidronefrosis dapat
menyebabkan ginjal tidak dapat memekatkan urine sehingga terjadi
ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
b. Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatistik intersium dan dapat
menyebabkan penurunan GFR. Obstruksi yang tidak diatasi dapat menyebabkan
kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia nefron karena suplai darah
terganggu. Akhirnya dapat terjadi gagal ginjal jika kedua ginjal terserang.
c. Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan iritasi yang
berkepanjangan pada urothelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya keganasan
yang sering berupa karsinoma epidermoid.
d. Sebagai akibat obstruksi, khususnya di ginjal atau ureter, dapat terjadi hidronefrosis
dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan
kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila terjadi pada kedua ginjal, akan timbul uremia
karena gagal ginjal total. Hal yang sama dapat juga terjadi akibat  batu kandung
kemih, lebih-lebih bila batu tersebut membesar sehingga juga mengganggu aliran
kemih dari kedua orifisium ureter. Khusus pada batu uretra, dapat terjadi
diverticulum uretra. Bila obstruksi berlangsung lama, dapat terjadi ekstravasasi kemih
dan terbentuklah fistula yang terletak proksimal dari batu ureter (Corwin, 2009).
J. PENGKAJIAN TEORITIS
Pengkajian keperawatan pada ureterolithiasis tergantung pada ukuran, lokasi, dan etiologi
kalkulus (Doenges, 1999 Hal 672).

a. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, agama, jenis kelamin, status
perkawinan, no MR, penanggung jawab.
2) Keluhan utama
Klien merasa sakit saat BAK
3) Pemeriksaan GCS
 Eye (Mata)
Membuka mata Membuka spontan :4
Terhadap suara :3
Terhadap nyeri :2
Tidak ada respon :1

 Respon verbal
Orientasi :5
Bingung :4
Kata tidak tepat :3
Suara tidak jelas :2
Tidak ada respon :1

 Respon motorik
Menuruti perintah :6
Menunjukkan nyeri :5
Hindari nyeri :4
Fleksi :3
Ekstensi :2
Tidak ada respon :1

4) Skala nyeri
Kaji derajat nyeri dari 1 sampai 10
5) Kekuatan otot
0 : Tidak ada kontraksi sama sekali
1 : Terdapat sedikit kontraksi

2 : Terdapat gerakan tanpa perlawanan

3 : Bergerak melawan gravitasi tapi tidak bias melawan penahan

4 : Bergerak dengan kelemahan terhadap tahanan sedang

5 : Bergerak melawan gaya gravitasi dengan penahan penuh

6) Data psikologis
Klien tidak dapat mengungkapkan perasaannya karena merasa cemas.
7) Aktivitas sehari hari
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan di mana klien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas / mobilitas sehubungan
kondisi sebelumnya.  
b. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD / nadi, (nyeri, obstruksi oleh kalkulus) kulit hangat
dan kemerahan, pucat.
c. Eliminasi
Gejala : riwayat adanya ISK kronis, penurunan haluaran urine, distensi
vesica urinaria, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda : oliguria, hematuria, piuruia, perubahan pola berkemih
d. Makanan / cairan
Gejala : mual / muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium
oksalat / fosfat, ketidakcukupan intake cairan
Tanda : Distensi abdominal, penurunan / tidak ada bising usus , muntah
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu, nyeri
dapat digambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan perubahan posisi
atau tindakan lain
Tanda : melindungi, prilaku distraksi, nyeri tekan pada area abdomen
f. Keamanan
Gejala : pengguna alkohol, demam, menggigil
g. Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, ISK,
paratiroidisme, hipertensi,  pengguna antibiotik, antihipertensi, natrium
bikarbonat, allopurinol, fosfat, tiazid,  pemasukan berlebihan kalsium dan
vitamin h.
h. Pemeriksaan diagnostik Urinalisis, urine 24 jam, kultur urine, survey
biokimia, foto Rontgen, IVP, sistoureteroskopi, scan CT, USG

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre op :
1. (D.0040) Gangguan Eliminasi Urine b.d penurunan kemampuan menyadari tanda-
tanda gangguan kandung kemih
2. (D.0077) Nyeri akut b.d agen pencedera biologis inflamasi
3. (D.0111) Defisit Pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

Post op :

1. (D.0077) Nyeri akut b.d agen pencedera fimiawi prosedur oprasi


2. (D.0056) Intoleransi Aktivitas b.d tirah baring
3. (D.0040) Gangguan Eliminasi Urine b.d efek Tindakan medis dan diagnostik operasi
saluran kemih
4. (D.0142) Resiko infeksi b.d efek prosedur invasif
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
PRE OP

NO DIAGNOSA (SDKI) LUARAN (SLKI) INTERVENSI (SIKI)


1. (D.0040) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Eliminasi Urine (I.04152)
Gangguan Eliminasi Urine keperawatan selama 2x 24 jam tindakan
b.d penurunan diharapkan eliminasi urine Observasi
kemampuan menyadari membaik 1. Identifkasi tanda dan gejala retensi atau
tanda-tanda gangguan Dengan kriteria hasil : inkontinensia urine
kandung kemih Eliminasi urine (L.14034) 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan
Gejala Tanda Mayor :  Sensasi berkemih meningkat retensi atau inkontinensia urine
DS :  Desakan berkemih (urgensi) 3. Monitor eliminasi urine (mis.
 Desakan berkemih menurun frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan
(urgensi)  Distensi kandung kemih warna)
 Urine menetes menurun Terapeutik
(dribbling)  Berkemih tidak tuntas 4. Catat waktu-waktu dan haluaran
 Sering BAK menurun berkemih

 Nokturia  Volume residu urine menurun 5. Batasi asupan cairan, jika perlu

 Mengompol 6. Ambil sampel urine


 Urine menetes menurun
tengah (midstream) atau kultur
 Enuresis  nokturia menurun
Edukasi
 mengompol menurun
7. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
 enuresis menurun
saluran kemih
DO :  disuria menurun 8. Ajarkan mengukur asupan cairan dan
 Distensi kandung  anuna menurun haluaran urine
kemih  frekuensi BAK membaik 9. Anjurkan mengambil specimen urine
 Berkemih tidak tuntas  karaterikstik urine membaik midstream
(hesitancy) 10. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan
 Volume residu urine waktu yang tepat untuk berkemih
meningkat 11. Ajarkan terapi modalitas penguatan
Gejala Tanda Minor : otot-otot pinggul/berkemihan
DS : 12. Anjurkan minum yang cukup, jika

 (tidak tersedia) tidak ada kontraindikasi

DO : 13. Anjurkan mengurangi minum

 (Tidak tersedia) menjelang tidur


Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian obat suposituria
uretra jika perlu

2. (D.0077) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri (I.08238)


Nyeri akut b.d agen keperawatan selama 2x 24 jam Tindakan
pencedera biologis diharapkan tingkat nyeri menurun. Observasi
inflamasi Dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Gejala Tanda Mayor : Tingkat nyeri (L.08066) frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
DS :  Kemampuan menuntaskan 2. Identifikasi skala nyeri
 mengeluh nyeri aktivitas meningkat 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
 Keluhan nyeri menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
DO :  Meringis menurun memperingan nyeri
 tampak meringis  Sikap protektif menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang

 bersikap protektif  Gelisah menurun nyeri

(misal waspada. Posisi 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon


 Kesulitan tidur menurun
menghindari nyeri) nyeri
 Menarik diri menurun
 gelisah 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Berfokus pada diri sendiri
 frekuensi nadi 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
menurun
meningkat sudah diberikan
 Diaphoresis menurun
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
 sulit tidur  Perasaan depresi (tertekan)
Terapeutik
Gejala Tanda Minor : menurun
10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
DS :  Perasaan takut mengalami
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
 (tidak tersedia) cedera berulang menurun
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
DO :  anoreksia menurun
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
 Tekanan darah  perineum terasa tertekan
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
meningkat menurun
11. Control lingkungan yang memperberat rasa
 Pola napas berubah  uterus Taraba membulat nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
 Nafsu makan berubah menurun kebisingan)
 Proses berfikir  ketegangan otot menurun 12. Fasilitasi istirahat dan tidur
terganggu  pupil dilatasi menurun 13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
 Menarik diri  Mual menurun pemilihan strategi meredakan nyeri
 Berfokus pada diri  muntah menurun Edukasi
sendiri  Frekuensi nadi membaik 14. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Diaforesis  Pola napas membaik 15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
16. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Tekanan darah membaik
17. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Proses berfikir membaik
18. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
 Focus membaik
mengurangi rasa nyeri
 Fungsi berkemih membaik
Kolaborasi
 Perilaku membaik
19. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
 Nafsu makan membaik
 Pola tidur membaik

3. (D.0111) Setelah dilakukan intervensi Edukasi Kesehatan (I.12383)


Defisit Pengetahuan b.d keperawatan selama 2x 24 jam Tindakan
kurang terpapar informasi diharapkan tingkat pengetahuan Observasi
Gejala Tanda Mayor : membaik. 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
DS : Dengan kriteria hasil : informasi
 Menanyakan masalah Tingkat pengetahuan (L.12111) 2. Identifikasi factor-faktor yang dapat
yang dihadapi  Perilaku sesuai anjuran meningkatkan dan menurunkan motivasi
meningkat perilaku hidup bersih dan sehat
 Verbalisasi minat dalam
DO : belajar meningkat Terapeutik
 Menunjukkan perilaku  Kemampuan menjelaskan 3. Sediakan materi dan media Pendidikan
tidak sesuai anjuran pengetahuan tentang suatu Kesehatan
 Menunjukkan persepsi topik meningkat 4. Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai
yang keliru terhadap  Kemampuan menggambarkan kesepakatan
masalah pengalaman sebelumnya yang 5. Berikan kesempatan untuk bertanya
Gejala Tanda Mninor : sesuai dengan topik meningkat Edukasi
DS :  Perilaku sesuai dengan 6. Jelaskan factor resiko yang dapat
 (Tidak tersedia) pengetahuan meningkat mempengaruhi Kesehatan
DO :  Pertanyaan tentang masalah 7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat

 Menjalani pemeriksaan yang dihadapi menurun 8. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk

yang tidak tepat  Persepsi yang keliru terhadap meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat

 Menunjukkan perilaku masalah menurun


berlebihan (misal :  Menjalani pemeriksaan yang
apatis, bermusuhan, tidak tepat menurun
agistasi, histeria)  Perilaku membaik

POST OP
NO DIAGNOSA (SDKI) LUARAN (SLKI) INTERVENSI (SIKI)
1. (D.0077) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri (I.08238)
Nyeri akut b.d agen keperawatan selama 2x 24 jam Tindakan
pencedera fimiawi diharapkan tingkat nyeri menurun. Observasi
prosedur oprasi Dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Gejala Tanda Mayor : Tingkat nyeri (L.08066) frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
DS :  Kemampuan menuntaskan 2. Identifikasi skala nyeri
 mengeluh nyeri aktivitas meningkat 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
DO :  Keluhan nyeri menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
 tampak meringis  Meringis menurun memperingan nyeri

 bersikap protektif  Sikap protektif menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang

(misal waspada. Posisi  Gelisah menurun nyeri

menghindari nyeri) 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon


 Kesulitan tidur menurun
 gelisah nyeri
 Menarik diri menurun
 frekuensi nadi 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Berfokus pada diri sendiri
meningkat 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
menurun
sudah diberikan
 sulit tidur  Diaphoresis menurun
9. Monitor efek samping penggunaan analgetic
Gejala Tanda Minor :  Perasaan depresi (tertekan)
DS : menurun
 (tidak tersedia)  Perasaan takut mengalami
Terapeutik
DO : cedera berulang menurun
10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
 Tekanan darah
meningkat  anoreksia menurun mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
 Pola napas berubah  perineum terasa tertekan akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
 Nafsu makan berubah menurun pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,

 Proses berfikir  uterus Taraba membulat kompres hangat/dingin, terapi bermain)

terganggu menurun 11. Control lingkungan yang memperberat rasa

 Menarik diri  ketegangan otot menurun nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,

 Berfokus pada diri  pupil dilatasi menurun kebisingan)


12. Fasilitasi istirahat dan tidur
sendiri  Mual menurun
13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
 Diaforesis  muntah menurun
pemilihan strategi meredakan nyeri
 Frekuensi nadi membaik
Edukasi
 Pola napas membaik
14. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Tekanan darah membaik
15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Proses berfikir membaik
16. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Focus membaik 17. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Fungsi berkemih membaik 18. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
 Perilaku membaik mengurangi rasa nyeri
 Nafsu makan membaik Kolaborasi
 Pola tidur membaik 19. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. (D.0056) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi (I.05178)


Intoleransi Aktivitas b.d keperawatan selama 2x 24 jam
tirah baring diharapkan toleransi aktivitas Tindakan
Gejala Tanda Mayor : meningkat
Observasi
DS : Dengan kriteria hasil :
 Mengeluh Lelah Toleransi aktivitas (L.05047) 1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang
DO :  Frekuensi nadi membaik mengakibatkan kelelahan
 Frekuensi jantung  Saturasi oksigen membaik 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
meningkat >20% dari  Kemudahan dalam melakukan 3. Monitor pola dan jam tidur
kondisi istirahat aktivitas sehari-hari meningkat 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
Gejala Tanda Minor :  Kecepatan berjalan meningkat melakukan aktivitas
DS :  Kekuatan tubuh bagian atas
Terapeutik
 Dispnea saat/ setelah meningkat
aktivitas  Kekuatan tubuh bagian bawah 5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
 Merasa tidak nyaman meningkat stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
setelah aktivitas  Toleransi dalam menaiki 6. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
 Merasa lemah tangga meningkat 7. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
DO :  Keluhan Lelah menurun 8. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
 Tekanan darah berubah  Dispnea saat aktivitas menurun dapat berpindah atau berjalan
>20% dari kondisi  Dispnea setelah aktivitas
istirahat menurun
 Gambaran EKG  Perasaan lemah menurun Edukasi
menunjukkan aritmia
 Aritmia saat aktivitas menurun 9. Anjurkan tirah baring
saat/ setelah aktivitas  Aritmia setelah aktivitas 10. Anjurkan melakukan aktivitas secara
 Gambaran EKG menurun bertahap
Menunjukkan iskemia  sianosis menurun
11. Anjurkan menghubungi perawat jika
 sianosis  warna kulit membaik tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
 tekanan darah membaik
12. Ajarkan strategi koping untuk
 frekuensi napas membaik
mengurangi kelelahan
 EKG iskemia membaik
Kolaborasi
13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan

3. (D.0040) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Eliminasi Urine (I.04152)


Gangguan Eliminasi Urine keperawatan selama 2x 24 jam tindakan
b.d efek Tindakan medis diharapkan eliminasi urine Observasi
dan diagnostik operasi membaik 1. Identifkasi tanda dan gejala retensi atau
saluran kemih Dengan kriteria hasil : inkontinensia urine
Gejala Tanda Mayor : Eliminasi urine (L.14034) 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan
DS  Sensasi berkemih meningkat retensi atau inkontinensia urine
 Desakan berkemih  Desakan berkemih (urgensi) 3. Monitor eliminasi urine (mis.
(urgensi) menurun frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan
 Urine menetes  Distensi kandung kemih warna)
(dribbling) menurun
 Sering BAK  Berkemih tidak tuntas Terapeutik
 Nokturia menurun 4. Catat waktu-waktu dan haluaran

 Mengompol  Volume residu urine menurun berkemih

 Enuresis  Urine menetes menurun 5. Batasi asupan cairan, jika perlu

DO :  nokturia menurun 6. Ambil sampel urine

 tengah (midstream) atau kultur
 Distensi kandung mengompol menurun
Edukasi
kemih  enuresis menurun
7. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
 Berkemih tidak tuntas  disuria menurun
saluran kemih
(hesitancy)  anuna menurun
8. Ajarkan mengukur asupan cairan dan
 Volume residu urine  frekuensi BAK membaik
haluaran urine
meningkat  karaterikstik urine membaik
9. Anjurkan mengambil specimen urine
Gejala Tanda Minor :
midstream
DS :
10. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan
 (tidak tersedia)
waktu yang tepat untuk berkemih
DO :
11. Ajarkan terapi modalitas penguatan
 (Tidak tersedia)
otot-otot pinggul/berkemihan
12. Anjurkan minum yang cukup, jika
tidak ada kontraindikasi
13. Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian obat suposituria
uretra jika perlu

4. (D.0142) Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi ( I.14539)


Resiko infeksi b.d efek keperawatan selama 2x 24 jam Tindakan
prosedur invasive diharapkan Tingkat infeksi Observasi
menurun. 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
Dengan kriteria hasil : sistemik
Tingkat Infeksi (L.14137) Terapeutik
 Kebersihan tangan meningkat 2. Batasi jumlah pengunjung
 Kebersihan badan meningkat 3. Berikan perawatan kulit pada area edema

 Nafsu makan meningkat 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak

 Demam menurun dengan pasien dan lingkungan pasien


5. Pertahankan Teknik aseptic pada pasien
 kemerahan menurun
beresiko tinggi
 nyeri menurun
Edukasi
 bengkak menurun
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 vesikel menurun
7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 cairan berbau busuk menurun
8. Ajarkan etika batuk
 sputum berwarna hijau
9. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
menurun
operasi
 drainase purulen menurun
10. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 piuna menurun 11. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
 periode malaise menurun
 periode menggigil menurun Kolaborasi

 lelargi menurun 12. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

 gangguan kognitif menurun


 kadar sel darah putih membaik
 kultur darah membaik
 kultur urine membaik
 kultur spurum membaik
 kultur area luka membaik
 kultur feses membaik
 kadar sel darah putih membaik
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Sjamsuhidajat, R. & Jong, Wim de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC Susanne, C
Smelzer. 2002.

Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII, Volume 2, Jakarta, EGC, Pramod PR,
Barrieras DJ, Bagli DJ, et al. 2005.

Initial experience with endoscopic Holmium laser lithotripsy for pediatric urolithiasis. J Urol
162:1714-1716. Wehle MJ, Segura JW. In : Belman AB., Eds. 2002.

Pramod PR, Barrieras DJ, Bagli DJ, et al. 2009. Initial experience with endoscopic Holmium
laser lithotripsy for pediatric urolithiasis. J Urol 162:1714-1716.

Basuki B. Purnomo. 2000. Dasar-Dasar Urologi. Malang, Fakultas kedokteran Brawijaya

Anda mungkin juga menyukai