Hepatitis

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 57

This is the html version of the file http://etd.eprints.ums.ac.id/6071/2/J200060049.PDF.

Google automatically generates html versions of documents as we crawl the web.


Page 1
1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. K DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAFASAN : TUBERKULOSIS PARU
DI RUANG EDELWEIS RSUD SUKOHARJO
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mandapatkan Gelar
Ahli Madya Keperawatan
Disusun Oleh:
LILIS SETIYOWATI
J 200 060 049
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009

Page 2
2
LEMBAR PERSETUJUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. K DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAFASAN : TUBERKULOSIS PARU
DI RUANG EDELWEIS RSUD SUKOHARJO
Disusun Oleh :
LILIS SETIYOWATI
J 200 060 049
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing untuk diajukan dan dipertahankan
dalam ujian sidang pada hari Kamis, tanggal 30 Juli 2009
Pembimbing
Dewi Listyorini, S.Kep., Ns.
Mengetahui,
Ketua Jurusan Keperawatan
Arum Pratiwi, S. Kp., M. Kes. (Kep)
NIK. 660
ii

Page 3
3
HALAMAN PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. K DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAFASAN : TUBERKULOSIS PARU
DI RUANG EDELWEIS RSUD SUKOHARJO
Disusun Oleh :
LILIS SETIYOWATI
J 200 060 049
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji pada Tanggal 30 Juli 2009, dan
Dinyatakan telah memenuhi syarat.
Susunan Dewan Penguji :
1. Dewi Listyorini, S. Kep. Ns
(.......................................)
2. Okti Sri Purwanti, S. Kep. Ns
(.......................................)
3. Arina Maliya, A. Kep., M.Si. Med.
(.......................................)
Surakarta, 30 Juli 2009
Fakultas Ilmu Kesahatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dekan,
Arif Widodo, A. Kep., M. Kes
NIK. 630
iii

Page 4
4
MOTTO
Jika anak dibesarkan dengan celaan dia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan dia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, dia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan dia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan ujian dia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman dia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan dia belajar
menemukan cinta dan kehidupan.
(Dorothy Law Noite)
“Dan seandainya pohon-pohon dibumi menjadi pena dan laut menjadi tinta,
ditambahkan kepedaNya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan
habis-habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu dan hikmat) Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(QS. Luqman : 27)
‘’Pengalaman bukanlah yang terjadi padamu, tapi pa yang kamu lakukan dengan apa
yang terjadi padamu’’
(Aldous Huxley)
‘’Cobalah untuk hidup tanpa penyesalan, karena waktu takkan mungkin terulang’’
(Penulis)
iv

Page 5
5
PERSEMBAHAN
Setiap rangkaian titik yang membentuk huruf, dan kata dari goresan tinta ini
merupakan wujud dari keagungan dan kasih sayang yang diberikan Allah kepada
umat-Nya.
Setiap detik waktu penyelesaian Tugas Akhir ini meruapakan getaran
do’a dan restu dari Ayah dan Bundaku, Bapak Herminto dan Ibu
Parsi tercinta yang telah memberikan segalanya.
Setiap pencaran semangat dalam penulisan Tugas Akhir ini merupakan dorongan dan
dukungan dari adiku Handika Rendiyansyah tersayang, Mas Akoh, Mas Wahid, Mas
Sigit Mas Wahyu, Mba’ Ria, Mba’ Nenitersayang. Keponakanku Aris dan
Rian,Kelurgaku Mbah Jo, Mbok Semi, mbah Yadi, Mbok Tarmi, Lek Nani, Lek Par,
Pakd’ Ipung, Bude Yatni, dan seluruh keluarga tercinta yang tidak kusebutkan satu
persatu.
Setiap goresan pena dalam Tugas Akhir ini merupakan wujud inspirasi
dan motivasi dari calon pendamping hidupku dan ayah dari anak-
anakku dr. Kristianto Adiwiharyanto, yang telah setia membimbingku
hingga selesainya pembuatan Tugas Akhir ini.
Setiap makna dari pokok bahasan dalam Tugas Akhir ini merupakan hamparan saran
dan kritik dari keluarga dan sahabat-sahabatku, yang telah memberikan dukungan
dan persahabatan.Terutama Ika Ari Wibowo, Thanks for all.
v

Page 6
6
KATA PENGANNTAR
Asslmu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirobil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan
Komprehensif dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. K
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN : TUBERKULOSIS PARU
DI RUANG EDELWEIS RSUD SUKOHARJO.”
Menyadari bahwa banyak pihak yang terkait dan terlibat dalam
penyusunan skripsi ini, maka penulis dapat lepas dari bantuan, dorongan,
dukungan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini,
dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis ingin menyampaikan
terimaksih kepada :
1. Prof. Dr. Bambang Setiadji, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
2. Bapak Arief Widodo, SSiT, M. Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
3. Ibu Arum Pratiwi, S, Kp., M. Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
vi

Page 7
7
4. Bapak Agus Sudaryanto, S. Kep. Ns M. Kes selaku sekretaris jurusan
keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
5. Ibu Dewi Listyorini, S, Kp., Ns selaku pembimbing dan penguji I yang telah
berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan dorongan
sampai terselesainya laporan ini.
6. Ibu Okti Sri Purwanti, S. Kep. Ns selaku penguji II
7. Ibu Arina Maliya, A. Kep., M.Si. Med selaku penguji III
8. Direktur dan staff RSUD Sukoharjo.
9. Segenap dosen keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan.
10. Tn. K beserta keluarga terima kasih atas kerjasamanya.
11. Sahabat-sahabat AKPER 2006 terima kasih atas indahnya persahabatan.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam memberikan dorongan moril yang
tidak dapat menyebutkan satu persatu.
Atas bantuan yang telah diberikan, penulis mengucapkan banyak terima
kasih, semoga mendapatkan ridho dan balasan dari Allah SWT dan semoga karya
sederhana ini dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, 2009
Penulis
vii

Page 8
8
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
MOTTO ......................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN .......................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
ABSTRAK ..................................................................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................2
D. Manfaat ...............................................................................................3
BAB II. TINJAUAN TEORI ....................................................................... 5
A. Pengertian ............................................................................................ 5
B. Etiologi ................................................................................................ 5
C. Manifestasi Klinik ............................................................................... 6
D. Potofiologi ........................................................................................... 7
viii

Page 9
9
E. Pathway ............................................................................................... 10
F. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 11
G. Penatalaksanaan .................................................................................13
H. Pengkajian............................................................................................ 17
I. Diagnosa Keperawatan ........................................................................ 20
J. Intervensi Keperawatan........................................................................ 21
BAB III. RESUME KEPERAWATAN ....................................................... 29
A. Pengkajian ........................................................................................... 29
B. Diagnosa Keperawatan......................................................................... 37
C. Intervensi Keperawatan........................................................................ 37
D. Implementasi dan Evaluasi ................................................................. 39
BAB IV. PEMBAHASAN ............................................................................. 53
A. Pengkajian............................................................................................ 53
B. Diagnosa Keperawatan ........................................................................ 56
C. Intervensi Keperawatan........................................................................ 63
D. Implementasi Keperawatan ................................................................. 66
E. Evaluasi Keperawatan ........................................................................ 68
BAB V. PENUTUP ........................................................................................ 71
A. Kesimpulan ......................................................................................... 71
B. Saran .................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix

Page 10
10
ABSTRAK
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. K DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAFASAN : TUBERKULOSIS PARU
DI RUANG EDELWEIS RSUD SUKOHARJO
LILIS SETIYOWATI, J200060049, DIII KEPERAWATAN, FAKULTAS
ILMU KESEHATAN, HAL 72
Tuberkulosis (TB) merupakan kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Laporan WHO tahun 2004 mnyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat Tuberkulosis terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang.
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus baru TB
setelah India dan Cina. Masalah yang dihadapi adalah karena sebagian besar
penderita TB adalah masyarakat miskin yang tingkat pendidikan dan pengetahuan
tentang kesehatan sangat rendah. Dengan bertambahnya pengetahuan yang positif
diharapkan masyarakat dapat mendukung anggota keluarga yang sakit.
Penulis menggunakan metode deskripsi adapun sampelnya adalah Tn. K
sedangkan proses pengumpulan datanya adalah metode wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik serta studi dokumentasi.
Setelah dilakukan pengkajian pada tanggal 22 Januari 2009 keperawatan
yang muncul pada Tn. K berdasarkan diagnosa keperawatan Doenges ada 2 yaitu
bersihkan jalan nafas tidak efektif dan perubahan itu terisi kurang dari kebutuhan
tubuh. Sedangkan diagnosa keperawatan Carpenito yaitu intoleransi aktivitas.
Setelah dilakukan implementasi berdasarkan tujuan dan intervensi bersihkan jalan
nafas kembali efektif kebutuhan nutrisi terpenuhi, dan pasien dapat beraktivitas
kembali secara mandiri.
Masalah keperawatan pada pasien Tn. K dapat teratasi.
KATA KUNCI : Tuberkulosis, bersihkan jalan nafas, nutrisi, intoleransi
aktivitas.
xx

Page 11
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini. Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000
setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan
bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu
625.000 orang atau angka mortality sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.
Angka mortality tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk.
Prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB
yang muncul.
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus
baru TB setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB
dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberculosis adalah
pembunuh nomor 1 di antara penyakit menular dan merupakan penyebab
kematian nomor 3 setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada
sebuah kalangan usia (Yoga Adiatma, Tjandra, 2006).
Masalah yang dihadapi adalah karena sebagian besar penderita
tuberkulosis adalah masyarakat miskin yang tingkat pendidikan dan
pengetahuan tentang kesehatan sangat rendah. Pengetahuan masyarakat di
negara-negara miskin seperti Indonesia tentang tuberkulosis paru kurang
memadai. Masih cukup banyak penderita beranggapan bahwa tuberkulosis
1

Page 12
2
paru disebabkan oleh keturunan serta mengira bahwa tuberkulosis paru
disebarkan melalui makanan dan minuman.
Dengan bertambahnya pengetahuan yang positif, diharapkan keluarga
mempunyai sikap dan praktek yang positif pula sehingga dapat mendukung
kesembuhan pada anggota keluarga yang sakit, baik dalam hal kondisi
penderita, mencegah komplikasi, mencegah penularan dan gangguan
psikososial atau rasa nyaman dan aman. Pengetahuan tentang penyakit
tuberkulosis paru baik kepada orang yang menderita tuberkulosis paru atau
keluarganya, dapat mereka peroleh dari berbagai sumber diantaranya dari
pendidikan kesehatan yang kita lakukan.
B. Identifikasi Masalah
Mengetahui gambaran penyakit tuberkulosis paru dan penatalaksanaan
asuhan keperawatan penyakit tuberkulosis paru pada Tn. K di ruang Edelweis
RSUD Sukoharjo.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan karya tulis ilmiah ini adalah penulis mampu melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan tuberkulosis paru pada Tn. K di
ruang Edelweis RSUD Sukoharjo.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien tuberkulosis paru.

Page 13
3
b. Mampu menyusun analisa data pada pasien tuberkulosis paru.
c. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien tuberkulosis
paru.
d. Mampu menyusun intervensi keperawatan pada pasien tuberkulosis
paru.
e. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan pada pasien tuberkulosis paru.
D. Manfaat
1. Bagi pasien
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penderita
tuberkulosis paru dalam upaya penatalaksanaan dan pencegahan penularan
penyakit tuberkulosis paru.
2. Bagi institusi pendidikan
Karya tulis ilmiah ini diharapkan menjadi penyediaan data dasar
yang dapat digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan lebih lanjut
khususnya mengenai upaya penatalaksanaan dan pencegahan penularan
penyakit tuberkulosis paru di masyarakat.
3. Bagi Rumah sakit
Untuk memberikan masukan perencanaan dan pengembangan
pelayanan kesehatan pada masyarakat dalam peningkatan kualitas
pelayanan khususnya dalam upaya penatalaksanaan dan pencegahan
penularan penyakit tuberkulosis paru.

Page 14
4
4. Bagi penulis
Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan untuk media
pembelajaran mengenai upaya penatalaksanaan dan pencegahan penularan
penyakit tuberkulosis paru di masyarakat, sehingga dapat digunakan dalam
karya tulis ilmiah lebih lanjut.

Page 15
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang paru-
paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang
sangat bervariasi (Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius terutama menyerang
parenkim paru (Smeltzer, 2001).
Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang menyerang
paru-paru, penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Depkes
RI, 2002).
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah
sangat lama dikenal pada manusia (Sarwono, dkk, 2006).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit granulomata kronik menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Kumar, dkk, 2007 : 544).
B. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan dan dapat tahan hidup di
udara kering maupun dalam keadaan dingin, atau dapat hidup bertahun-tahun
dalam lemari es. Ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant
(tidur). Pada sifat dormant kuman tuberkulosis suatu saat dalam keadaan
5

Page 16
6
memungkinkan akan berkembang, dan dapat bangkit kembali (Depkes RI,
2002).
Mycobacterium tuberculosis hominis merupakan penyebab sebagian
besar kasus tuberkulosis, reservoir infeksi biasanya ditemukan pada manusia
dengan penyakit paru aktif (Kumar, 2007 : 544-545).
C. Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam
atau malah tanpa keluhan sama sekali, keluhan terbanyak adalah :
1. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang
panas badan mencapai 400- 41 0 Celsius hilang timbul.
2. Batuk atau batuk berdahak
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan
untuk membuang produk-produk radang keluar.
3. Sesak nafas
Bila sudah lanjut, dimana infiltrasi sudah meliputi setengah bagian paru-
paru.
4. Nyeri dada
Jarang ditemukan, nyeri dada timbul apabila infiltrasi radang sudah sampai
ke pleura terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau
melepas nafasnya.

Page 17
7
5. Malaise
Berupa anoreksia, tidak nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala,
meriang, nyeri otot keringat malam (Sarwono, dkk, 2006).
Pasien yang mengalami reaktivasi tuberkulosis secara khas
memperlihatkan gejala konstitusi yaitu kelelahan, kehilangan berat badan,
anoreksia, demam ringan, dan berkeringat malam. Gejala pulmonal
meliputi batuk, yang mula-mula kering namun kemudian produktif berupa
sputum purulen dan sering disertai darah (Diagnosis dan terapi kedokteran
ilmu penyakit dalam, 2002).
D. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi
terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana
mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga
dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya
(ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit spesifik
tuberkulosis melisis basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah
pemajanan.

Page 18
8
Massa jaringan baru, yang disebut granuloma, yang merupakan
gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh
makrofag yang membentuk dinding protektif. Granuloma diubah menjadi
massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel
Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa
seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar
kolagenosa. Bakteri menjadi doormant, tanpa perkembangan penyakit aktif
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami
penyakit aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons
imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi
bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan
seperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara,
mengakibatkan penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh,
membentuk jaringan parut.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan
lambat mengarah ke bawah ke hilum paru-paru kemudian meluas ke lobus
yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi
lama ketika penyakit dihentikan, hanya sekitar 10% individu yang awalnya
terinfeksi mengalami penyakit aktif ( Brunner and Suddarth, 2001).
Patogenesis TBC dibagi 2, yaitu :
1. Tuberkulosis primer
Penularan diparu terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan ke
udara bebas. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat maka akan

Page 19
9
menempel pada jalan nafas atau paru. Kebanyakan partikel ini mati atau
dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakeo-bronkial bersama
gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru, ia
bertumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag dan
membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang
primer atau afek primer.
2. Tuberkulosis post-primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul sebagai
infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post-primer).
Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini di atas paru. Sarang
dini mula-mula terbentuk sarang pneumonia kecil, dalam 3-10 minggu
sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel
histiosit dan sel datia langhans ( Sarwono, dkk, 2006).

Page 20
10
E. Pathway
Sumber: Brunner and Suddarth (2001: 585), Sarwono, dkk, (2001: 821), Doengoes (2000: 241), Carpenito (2000)
Mycobacterium
tuberculosis
Resiko Penyebaran
infeksi
Bronkopneumonia
Inflamasi Terus Berlanjut
Fagositosis Makrofag Terhadap
Bakteri
Sembuh Dengan Sendirinya
Demam
Gangguan termo regulasi, hipertermi
(peningkatan suhu tubuh)
Gangguan
pertukaran gas
Pola nafas tidak efektif
Hipoventilasi
Mempengaruhi asupan
makanan
Nafsu makan menurun
Mual, muntah
Nutrisi kurang dari
kebutuhan

Page 21
11
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : LED ( normal/meningkat, limfositosis).
2. Mikrobiologis : BTA sputum, kultur resistensi sputum terhadap
mycobacterium tuberculosis.
a. Pada kategori 1 dan 3 : sputum BTA diulangi pada akhir bulan ke 2, 4
dan 6.
b. Pada kategori 2 : sputum BTA diulangi pada akhir bulan ke 2, 5 dan 8.
c. Kultur BTA sputum diulangi pada akhir bulan ke 2 dan akhir tata
laksana.
3. Radiologis : foto toraks posterior anterior (PA), lateral pada saat diagnosis
awal dan akhir tata laksana.
Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB:
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus
bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbecak (nodular).
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.
e. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
f. Bayangan milier.
4. Selama tata laksana : evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.

Page 22
12
5. Imuno serologis :
a. Uji kulit dengan tuberculin (Mantoux)
Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam
setelah injeksi intradermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan
adanya antibody tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit
aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti
bahwa TB aktif tidak dapat di turunkan atau infeksi disebabkan oleh
mycobacterium yang berbeda.
b. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Menunjukkan uji serologi imunoperoksidase staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
c. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam
berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1
mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya
resistensi.
d. Becton Dickinson Diagnostic Instrument system (BACTEC)
Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak oleh Mycobacterium tuberculosis.
(Mansjoer, 2000)
(Doengoes, 2000)
(Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam, 2004 : 116)

Page 23
13
G. Penatalaksanaan
1. Obat anti tuberkulosis (OAT)
OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang
bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian OAT,
antara lain :
a. Membuat konversi sputum BTA (+) menjadi (-) secepat mungkin
melalui kegiatan bakterisid.
b. Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan
dengan kegiatan sterilisasi.
c. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan
daya tahan imunologis.
Maka pengobatan TB dilakukan melalui 2 fase, yaitu :
a. Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan
populasi kuman yang membelah dengan cepat.
b. Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan
jangka pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan
konvensional.
OAT yang biasa digunakan antara lain Isoniazid (INH),
Rifampisin (R), Pyrazinemide (PZA), dan Steptomisin (SM) yang bersifat
bakterisid dan ethambutol (E) yang bersifat bakteriostatik.
Penilaian keberhasilan pengobatan didasarkan pada hasil
pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan klinis. Kesembuhan TB paru

Page 24
14
yang baik akan memperlihatkan sputum BTA (-), adanya perbaikan
radiologi dan menghilangnya gejala.
Panduan pemberian OAT dibagi menjadi :
a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks : lesi luas
Panduan obat yang dianjurkan : 2RHZE / 4 RH atau 2 RHZE / 6HE
atau 2 RHZE / 4R3H3
Panduan ini dianjurkan untuk :
1) TB paru BTA (+), kasus baru
2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk
luluh paru)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan
dengan hasil uji resistensi.
b. TB paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks : lesi minimal
Panduan obat yang dianjurkan : 2RHZE / 4 RH atau 6RHE atau 2
RHZE / 4R3H3
c. TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2RHZES / 1 RHZE.
Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat
hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
d. TB paru kasus gagal pengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2
(contoh panduan : 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid,
sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid,

Page 25
15
sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat
diberikan 2RHZES / 1RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji
resistensi. Bila tidak terdapat hasil ujinresistensi dapat diberikan obat
RHE selama 5 bulan.
1) Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan
hasil yang optimal
2) Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru.
e. TB paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
1). Berobat kurang dari 4 bulan
a. BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka
pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif,
lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB
dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru
lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal
dengan panduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama.
b. BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih
kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

Page 26
16
2). Berobat lebih dari 4 bulan
a. Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan panduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu penobatan yang lebih
lama.
b. Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif
pengobatan diteruskan.
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.
f. TB paru kasus kronik
1) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji
resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi,
sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam
OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti
kuinolon, betalaktam, makrolid, dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
2) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
3) Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan.
4) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru
(Tjandra Yoga Adiatma, 2006)
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Meningkatkan/mempertahankan ventilasi/oksigenasi adekuat.
b. Mencegah penyebaran infeksi.
c. Mendukung perilaku/tugas untuk mempertahankan kesehatan.
d. Meningkatkan strategi/koping efektif.

Page 27
17
e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan
kebutuhan pengobatan (Doengoes, 2000).
H. Pengkajian
Fokus pengkajian data dasar menurut Doengoes (2000:240), meliputi
data yang dikumpulkan dari wawancara, pengumpulan data riwayat kesehatan,
pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium, diagnostik dan review cacatan
sebelumnya, anamnesa yang meliputi :
1. Biodata.
2. Keluhan utama.
3. Riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu, meliputi : riwayat
pertama keluhan, riwayat penyakit infeksi saluran pernafasan, riwayat
penyakit yang pernah diderita, riwayat alergi.
4. Riwayat penyakit keluarga : adalah keluarga yang mempunyai penyakit
keturunan dan menular.
5. Pemeriksaan fisik.
Pengkajian data dasar menurut Doengoes (2000:240), meliputi :
a. Aktivitas / istirahat.
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja,
kesulitan tidur pada malam hari, menggigil dan atau
berkeringat, mimpi buruk.
Tanda : Takikardia, takipnea/dipsnea, kelelahan otot, nyeri dan sesak
(tahap lanjut).

Page 28
18
b. Integritas ego.
Gejala : Adanya faktor stress lama, masalah keuangan, rumah,
perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan, populasi
budaya/etnik : Amerika asli/imigran dari Amerika dan lain-
lain.
Tanda : Meyangkal (khususnya selama tahap dini), ansietas,
ketakutan, mudah terangsang.
c. Makanan dan cairan.
Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan
berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan
otot/hilang lemak subkutan.
d. Nyeri / kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilsku distraksi, gelisah.
e. Pernafasan.
Gejala : Batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat
tuberkulosis/terpajan pada individu terinfeksi.
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru dan pleura), pengembangan pernafasan tidak
simetris (efusi pleura), perkusi pekak dan penurunan fremitus
(cairan pleural atau penebalan pleural). Bunyi nafas menurun
atau tidak ada secara bilateral atau unilateral (efusi

Page 29
19
pleural/pneumotorak). Bunyi nafas tubuler dan atau bisikan
pectoral diatas lesi luas. Krekels tercatat diatas apek paru
selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels
postitussic), karakteristik sputum, hijau/purulen, mukoid
kuning, atau bercak darah, deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik), tidak perhatian, mudah terangsang yang nyata,
perubahan mental (tahap lanjut).
f. Keamanan.
Gejala : Adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS (Accuired
Immuno Deficiency Syndrome), tes HIV (Human Immuno
Deficiency Virus) positif.
Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.
g. Interaksi sosial.
Gejala : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
h. Penyuluhan/pembelajaran.
Gejala : Riwayat keluarga tuberkulosis, ketidakmampuan umum/status
kesehatan buruk, gagal untuk membaik/kambuhnya
tuberkulosis, tidak berpatisipasi dalam terapi.
Pertimbangan : DRG (Diagnosis Related Group) menunjukkan rerata
lama dirawat : 6,6 hari.

Page 30
20
Rencana pemulangan : Memerlukan bantuan dengan/gangguan dalam
terapi obat dan bantuan perawatan diri dan pemeliharaan/perawatan
rumah.
I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien tuberkulosis paru adalah sebagai berikut :
1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret (sputum).
2. Gangguan pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis, sekret kental, kerusakan membrane
alveolar.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen /
karbodioksida (Doenges, 2000:227).
4. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan infeksi tubuh
akibat masuknya kuman tuberculosis paru ( Capernico, 2000:22).
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia (Doengoes, 2000).
6. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat.

Page 31
21
J. Intervensi Keperawatan
1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret (sputum) (Doengoes, 2000 : 244).
Tujuan :
a. Pasien bisa melakukan batuk efektif.
b. Sekret berkurang.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan jalan nafas pasien.
b. Pasien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
c. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersihan
jalan nafas.
d. Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam tingkat
kemampuan/situasi.
e. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi :
a. Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama.
Rasional : penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis.
b. Catat kemampuan mengeluarkan sekret, batuk efektif, catat
karakteristik jumlah adanya hemoptemisis.
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal
c. Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk
batuk dan latihan nafas dalam.

Page 32
22
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan.
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan.
Rasional : Mencegah obstruksi/aspirasi penghisapan dapat diperlukan
bila pasien tidak bisa mengeluarkan sekret.
e. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari, kecuali
kontraindikasi.
Rasional : pemasukan tinggi cairan membantu mengencerkan sekret,
membuatnya mudah di keluarkan.
f. Kolaborasi lembabkan udara/oksigen inspirasi
Rasional : Mencegah pengeringan membran mukosa, membantu
pengenceran sekret.
g. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, agen mukolitik.
Rasional : Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan
sekret paru untuk memudahkan pembersihan.
2. Gangguan pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis, sekret kental, kerusakan membran
alveolar-kapiler (Doengoes, 2000).
Tujuan :
a. Pasien tidak sesak.
b. Pasien tidak gelisah karena sesak.
Kriteria hasil :
a. Pasien melaporkan tidak adanya/penurunan dipsnea.

Page 33
23
b. Pasien menunjukan adanya perbaikan ventilasi.
c. Bebas dari distress pernafasan.
Intervensi :
a. Kaji dipsnea, takipnea, tidak normal/menurunnya bunyi nafas.
Rasional : Efek pernafasan dapat dari ringan sampai dipsnea berat
sampai distress pernafasan.
b. Evaluasi pada tingkat kesadaran, catat sianosis, perubahan pada warna
kulit.
Rasional : Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapat mengganggu
oksigenasi organ vital dan jaringan.
c. Dorong bernapas lewat bibir selama ekshalasi, khususnya untuk pasien
dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional : Membantu tahanan melawan udara luar, untuk mencegah
kolaps/penyempitan jalan nafas.
d. Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan
diri.
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen.
e. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi
sekunder terhadap penurunan ventilasi.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen /
karbodioksida (Doenges, 2000:227).
Tujuan
: Pola nafas menjadi efektif.

Page 34
24
Kriteria hasil :
a. Pasien dapat mempertahankan pola nafas efektif melalui ventilator.
b. Pasien ikut berpartisipasi dalam upaya penyapihan (dengan tepat)
dalam kemampuan individu.
Intervensi
:
a. Selidiki etiologi gagal pernafasan.
Rasionalisasi : Pemahaman penyebab masalah pernafasan penting
untuk perawatan pasien.
b. Observasi pola nafas dan catat frekuensi pernafasan.
Rasionalisasi : Pasien pada ventilator dapat mengalami hiperventilasi.
c. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas tambahan.
Rasionalisasi : Memeberikan informasi tentang aliran udara melalui
trakeobbronkial.
d. Tinggikan kepala tempat tidur.
Rasionalisasi : Peninggian kepala pasien atau turun dari tempat tidur
sementara masih pada ventilator secara fisik dan psikologik
menguntungkan.
4. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan infeksi tubuh
akibat masuknya kuman tuberculosis paru ( Capernico, 2000:22).
Tujuan
: Menurunkan suhu tubuh pasien.
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh pasien turun
b. Pasien lebih tenang dan tidak mengigau

Page 35
25
c. Suhu tubuh dalam batas normal.
Intervensi
:
a. Rawat suhu tubuh yang tinggi dengan kompres hangat
Rasionalisasi : Kompres hangat dapat menurunkan suhu tubuh
yang mengikat.
b. Pertahankan suhu tubuh.
Rasionalisasi : Peningkatan dan penurunan suhu tubuh bias
mengganggu kenyamanan pasien dan adanya
indicator infeksi lanjut.
c. Pantau masukan dan keluaran cairan.
Rasionalisasi : Berguna untuk mengukur keefektifan nutrisi dan
dukungan cairan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia (Doengoes, 2000 : 246).
Tujuan :
a. Kebutuhan nutrisi dapat dipertahankan.
b. Berat badan pasien meningkat.
Kriteria hasil :
a. Pasien menunjukkan berat badan meningkat.
b. Pasien dapat melakukan perilaku/perubahan pola hidup untuk
meningkatkan/mempertahankan berat yang tepat.

Page 36
26
Intervensi :
b. Catat status nutrisi pasien, catat turgor kulit, berat badan, integritas
mukosa oral.
Rasional : Berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan
pilihan intervensi yang tepat.
c. Pastikan pola diet biasa pasien yang disukai/tidak disukai.
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan khusus dan
memperbaiki masukan diet.
d. Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik
Rasional : berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan
cairan.
e. Selidiki anoreksia, mual, muntah, dan catat kemungkinan hubungan
dengan obat. Awasi frekuensi, volume, konsistensi feses.
f. Dorong dan berikan periode istirahat sering.
Rasional : Membantu menghemat energi, khususnya bila kebutuhan
metabolic meningkat saat demam.
g. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
Rasional : Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat
untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
h. Dorong makanan sedikit tapi sering dengan diet tinggi protein dan
karbohidrat.

Page 37
27
Rasional : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak
perlu/kebutuhan energi dari makanan banyak dan menurunkan iritasi
gaster.
i. Dorong orang terdekat membawa makanan dari rumah dan untuk
membagi dengan pasien kecuali kontraindikasi.
Rasional : Membuat lingkungan sosial lebih normal selama makan dan
membantu pemenuhan kebutuhan personal dan cultural.
j. Kolaborasi dengan ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi
adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.
6. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat (Doengoes, 2000 : 242).
Tujuan :
a. Tidak terdapat penyebaran infeksi.
b. Tidak terdapat reaksi demam.
Kriteria hasil :
a. Pasien dapat mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan
resiko penyebaran infeksi.
b. Pasien dapat menunjukkan teknik/melakukan perubahan pola hidup
untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :

Page 38
28
a. Anjurkan pasien agar batuk ditutupi dengan tisu, memalingkan muka
saat batuk, menggunakan masker bila tidak mampu melakukan
perintah.
Rasional : Perilaku diperlukan untuk mencegah penyabaran infeksi.
b. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodik terhadap
sputum untuk lamanya terapi.
Rasional : Alat dalam pengawasan efek, dan keefektifan obat dan
respon pasien terhadap terapi.
c. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui
droplet udara.
Rasional : membantu pasien menyadari/menerima perlunya
mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang.
d. Identifikasi orang lain yang beresiko.
Rasional : mencegah penyebaran/terjadinya infeksi
e. Kaji tindakan konttrol infeksi sementara.
Rasional : Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien
sehubungan dengan penyakitnya.
f. Awasi suhu sesuai indikasi
Rasional : resiko demam, indikator terjadinya infeksi.
g. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Rasional : Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal.
Terapi resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

Page 39
29
BAB III
RESUME KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada hari Kamis, 22 Januari 2009 pada pukul
08.30 WIB di ruang Edelweis RSUD Sukoharjo dengan metode wawancara
dan observasi secara langsung.
1. Biodata
Identitas pasien : nama : Tn. K, umur : 61 tahun, jenis kelamin :
laki-laki, status : sudah menikah, pendidikan : SD, agama : islam, alamat :
Bendosari, Sukoharjo, pekerjaan : swasta. Identitas penanggung jawab :
nama : Tn. S, umur : 34 tahun, jenis kelamin : laki-laki, pekerjaan : swasta,
pendidikan : SMP, alamat : Bendosari, Sukoharjo, hubungan dengan
pasien : anak. Catatan medis : tanggal : 21 januari 2009, ruang : edelweis,
nomor register : 100781, diagnosa : tuberkulosis paru.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan lemas, batuk lebih dari 2 minggu, sesak
nafas, nafsu makan menurun.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien selama kurang lebih 2 minggu di rumah makannya
sedikit hanya beberapa sendok saja, mual muntah, batuk lebih dari 2
minggu, sesak nafas. Oleh keluarga dibawa ke RSUD Sukoharjo
29

Page 40
30
diterima di IGD mendapat terapi infus D5%, injeksi ranitidin 150mg,
kemudian pasien dipindahkan ke ruang Edelweis.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien sebelumnnya belum pernah dirawat di rumah sakit.
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi, penyakit Diabetes Millitus,
hipertensi dan jantung.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang
seperti diderita pasien tetapi pernah sakit kepala dan sakit perut. Di
dalam keluarga juga tidak ada yang menderita penyakit keturunan
seperti Diabetes Mellitus, hipertensi, dan penyakit menular seperti
hepatitis.
3. Pola fungsional
Pasien mengatakan makan 3 x sehari, minum 7-8 gelas perhari
sebelum sakit, tetapi selama sakit pasien tidak nafsu makan, porsi RS tidak
habis, minum 3-5 gelas perhari. Sebagian aktivitas pasien di bantu
keluarga dalam mak, minum, BAK, BAB, karena badanya yang lemas dan
tangan kanan terpasang infus.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Sedang (pasien terlihat kurus dan lemas)
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg

Page 41
31
Respiratori : 28 kali/menit
Suhu
: 360 Celcius
Nadi
: 86 kali/menit
d. Pemeriksaan sistematis
1. Mata
: Sklera anikterik, konjungtiva tidak anemis,fungsi
penglihatan baik.
2. Hidung
: Simetris, tidak ada polip, fungsi penciuman baik.
3. Telinga
: Simetris, tidak ada penumpukan serumen,
pendengaran baik.
4. Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
5. Dada
:
Inpeksi
: Simetris, frekuensi nafas 28 x /menit.
Palpasi
: Taktil fremitus teraba kanan dan kiri.
Perkusi
: Sonor.
Auskultasi : Terdengar suara ronkhi.
6. Jantung
:
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak, ictus cordis tidak kuat
angkat.
Perkusi
: Pekak.
Palpasi
: Pulsasi jantung 82 kali/menit.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler.
7. Abdomen
:
Inpeksi
: Simetris, tidak ada lesi.

Page 42
32
Auskultasi : Peristaltik usus terdengar pada 4 kuadran.
Perkusi
: Timpani.
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan,tidak ada massa.
8. Ekstremitas :
Atas
: Kanan terpasang infus D5% 20 tpm, tidak ada
oedem pada kedua ektremitas atas.
Bawah
: Tidak ada oedem pada kedua ektremitas bawah.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada tanggal 21 januari 2009
Hemoglobin
: 10,4 gr/dl (normal 13.0-16.0)
Eritrosit
: 4,83 . 106 u/L (normal 4,5-5,5)
Hematokrit
: 42 % (normal 40-48)
Leukosit
: 9,7 . 103 u/L (normal 5.0-10.0)
Trombosit
: 329 . 103 u/L (normal 150-400)
Golongan darah : O
GDS
: 113 mg/dl (normal 70-120)
HbsAg
: negatif
Ureum
: 16 mg/dl (normal 10-50)
Creatinin
: 0,8 mg/dl (normal 0,6-1,1)
Rontgen
: Dilakukan pada tanggal 22 januari 2009, hasilnya
bayangan lesi pada segmen apikal lobus bawah.

Page 43
33
b. Terapi yang di berikan:
- Infuse D5% 20tpm
- Injeksi Cefazolin 3x1 gram/8 jam
- Injeksi Ranitidin 2x150 mg/12jam
- Ambroxol 3x1 30 mg/tablet
- OAT : R/H/Z/E = 450 / 300 / 1000 / 1000
6. Data fokus
a. Data subyektif
1. Pasien mengatakan sesak nafas.
2. Pasien mengatakan sering batuk.
3. Keluarga pasien mengatakan pasien batuk berdahak.
4. Pasien mengatakan nafsu makan menurun.
5. Pasien mengatakan berat badannya turun 2 kilogram.
6. Pasien mengatakan terasa mual.
7. Pasien mengatakan lemas.
8. Pasien mengatakan aktivitasnya dibantu keluarga seperti makan,
minum, mandi, BAK, BAB.
b. Data obyektif
1. Pasien terlihat batuk.
2. Pasien tampak sesak nafas.
3. Terdengar bunyi nafas ronkhi.
4. Terpasang oksigen 3 liter/menit
5. Pasien makan habis ½ porsi.

Page 44
34
6. Pasien muntah 1x.
7. Mukosa bibir kering.
8. Pasien terlihat lemas.
9. Dalam memenuhi kebutuhan pasien dibantu keluarganya.
10. TD : 110/70 mmHg, RR : 28 kali/menit, S : 360 celcius, N : 86
kali/menit, Berat badan : 51 kilogram.
7. Analisa data
No
Data focus
Etiologi
Problem
1.
DS :
a. Pasien mengatakan
sering batuk.
b. Keluarga pasien
mengatakan pasien
batuk berdahak.
c. Pasien mengatakan
sesak nafas.
DO :
a. Pasien terlihat sering
batuk.
b. Pasien tampak sesak
nafas.
c. Terdengar bunyi nafas
Penumpukan
sekret
Bersihkan jalan
nafas tidak efektif

Page 45
35
ronkhi.
d. TD : 110/70 mmHg, RR
: 28 kali/menit, S : 360
celcius, N : 82
kali/menit
e. Terpasang oksigen 3
liter/menit
2.
DS :
a. Pasien mengatakan
nafsu makan menurun,
berat badanya juga turun
2 kilogram.
b. Keluarga pasien
mengatakan pasien
makannya sedikit hanya
beberapa sendok saja
selama kurang lebih 2
minggu.
c. Pasien mengatakan
terasa mual.
DO :
Intake tidak
adekuat, anoreksia
perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

Page 46
36
a. Pasien makan habis ½
porsi dari diit yang
diberikan di rumah
sakit.
b. Berat badan 51
kilogram.
c. Pasien muntah 1 kali.
d. Mukosa bibir kering.
3.
DS :
a. Pasien mengatakan
badan terasa lemas.
b. Pasien mengatakan
aktivitasnya dibantu
oleh keluarga seperti
makan, minum, BAK,
BAB.
DO :
a. Pasien tampak lemah.
b. Dalam memenuhi
kebutuhan pasien
dibantu oleh
keluarganya.
Kelemahan fisik
Intoleransi
aktivitas

Page 47
37
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat, anoreksia.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
1.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam
bersihkan jalan nafas kembali efektif
dapat teratasi dengan kriteria hasil :
a. Pasien mengatakan sesak nafas
berkurang/hilang
b. Pasien
mengatakan
dahak
berkurang
c. RR dalam rentang normal 16-
24x/menit
d. Pasien bisa melakukan batuk
efektif
a. Kaji fungsi pernafasan
b. Kaji sputum terhadap
warna,
kekentalan,
jumlah
c. Observasi
tanda-tanda
vital dan keadaan umum
pasien
d. Beri
posisi
semi
fowler/fowler
e. Ajarkan nafas dalam dan
batuk efektif
f. Kolaborasi pemberian O2

Page 48
38
2.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
dengan kriteria hasil :
a. Pasien dapat mempertahankan
status nutrisi yang adekuat
b. Nafsu makan pasien meningkat
c. Pasien
mengatakan
mual
berkurang
a. Kaji status nutrisi
b. Selidiki anoreksia, mual,
muntah
dan
catat
kemungkinan hubungan
dengan obat
c. Beri porsi makan sedikit
tapi sering
d. Kaji turgor kulit, mukosa
e. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
komposisi diet
3.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam pasien
dapat beraktivitas dengan atau tanpa
bantuan dengan kriteria hasil :
a. Pasien dapat melakukan aktivitas
secara mandiri
b. Keadaan umum membaik
f. Observasi keadaan umum
pasien
g. Kaji
tingkat
ketergantungan pasien
h. Tingkatkan
aktivitas
secara perlahan
i. Bantu aktivitas perawatan
diri yang diperlukan
j. Libatkan keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan
pasien

Page 49
39
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Hari/
tanggal
No.Dx
Implementasi
Evaluasi
paraf
Kamis
22.01.09
1
a. Mengkaji tanda-tanda
vital
b. Memberikan bantuan
oksigen kanul binasal
3 liter/menit
c. Mengkaji sputum
terhadap warna dan
kekentalan
d. Berikan posisi semi
fowler
S : pasien
mengatakan
masih batuk
produktif, sesak
nafas, dan
sputum
berwarna putih
kekuningan dan
kental
O : TD :
120/70
mmHg
N : 86 x
permenit
S : 36,2 0C
RR : 28 x
permenit
oksigen
terpasang 3
liter/menit

Page 50
40
A : masalah
belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi
diagnosa
pertama
1. Anjurka
n
pasien
untuk
banyak
minum
air
hangat
untuk
mengen
cerkan
sputum
2. Ajarkan
nafas
dalam
dan

Page 51
41
batuk
efektif
3. Observa
si pola
pernafa
san
pasien
4. Mengan
jurkan
pasien
untuk
batuk
efektif
bila
masih
batuk
produkt
if
2
a. Mengkaji status nutrisi
pasien
b. Mengkaji adanya
anoreksia, mual,
muntah
S : pasien
mengatakan
mual berkurang
O : pasien tidak
muntah,

Page 52
42
c. Mengkaji turgor kulit
dan mukosa
mukosa bibir
tidak kering,
pasien makan
habis ½ porsi
dari diit yang
diberikan di
rumah sakit
A : masalah
teratasi
sebagian
P : intervensi
diagnosa kedua
dilanjutkan
1. Anjurkan
pasien
makan
sedikit tapi
sering
2. Memberika
n diit tinggi
protein dan
tinggi
karbohidrat

Page 53
43
3. Mengkaji
ada
tidaknya
mual
muntah
3
a. Mengobservasi
keadaan umum pasien
b. Mengkaji tingkat
ketergantungan pasien
c. Libatkan keluarga
dalam pemenuhan
kebutuhan pasien
S : pasien
mengatakan
dalam
memenuhi
kebutuhannya
dibantu
keluarganya,
bisa duduk dan
bangun tanpa
bantuan tapi
masih disertai
sesak nafas
O : pasien
tampak lemas
dan tidak bisa
memenuhi
kebutuhannya
sendiri dan

Page 54
44
harus dibantu
keluarganya.
Pasien tampak
bisa bangun
dan duduk
tanpa bantuan
tapi masih
sesak nafas,
keluarga
tampak
membantu
pasien dalam
memenuhi
kebutuhannya
A : masalah
intoleransi
aktivitas
teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi
1. Tingkatkan
aktivitas

Page 55
45
pasien
secara
perlahan
2. Bantu
pasien
untuk
perawatan
diri
23.01.09
1
a. Mengobservasi tanda-
tanda vital
b. Menganjurkan pasien
untuk banyak minum
air hangat
c. Mengajarkan pasien
nafas dalam dan batuk
efektif
S : pasien
mengatakan
sudah banyak
minum air
hangat, dan
bersedia diajari
nafas dalam
dan batuk
efektif.
O : TD ; 110/70
mmHg,RR ; 26
kali/menit, S ;
360 celcius,N ;
82 kali/menit,

Page 56
46
pasien minum
air hangat
segelas 250 cc,
pasien
kooperatif.
A : masalah
teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi
diagnosa
pertama
1. Mengkaji
fungsi
pernafasan
pasien
2. Anjurkan
pasien
untuk
batuk
efektif bila
masih
batuk
Page 57
47
produktif
2
a. Menganjurkan pasien
untuk makan sedikit
tapi sering.
b. Memberikan diit tinggi
protein, tinggi
karbohidrat.
c. Mengkaji adanya mual
muntah
S : pasien
mengatakan
mual
berkurang,
pasien suka
makan roti dan
sering ngemil,
makanya juga
sudah habis,
O : pasien
tampak makan
roti, pasien
makan habis
satu porsi.
A : masalah
teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi
diagnosa kedua
1. Mengkaji
status

Page 58
48
2. Memberika
n diit tinggi
protein dan
tinggi
karbohidrat
3
a. Mengobservasi
keadaan umum pasien.
b. Meningkatkan aktivitas
pasien secara perlahan-
lahan.
c. Melibatkan keluarga
dalam pemenuhan
kebutuhan pasien.
d. Membantu pasien
untuk perawatan diri
(mengganti baju)
S : pasien
mengatakan
mampu bangun
dan berdiri
sendiri tanpa
bantuan tetapi
masih terasa
sesak nafas,
pasien
berterima kasih
karena sudah
dibantu ganti
baju
O : pasien
dapat bangun
dan duduk
sendiri tapi
disertai dengan

Page 59
49
sesak nafas,
pasien tampak
rapi
A : masalah
intoleransi
aktivitas
teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi
diagnosa ketiga
1. Mengkaji
ingkat
ketergantun
gan pasien
24.01.09
1
a. Mengkaji fungsi
pernafasan pasien
b. Menganjurkan pasien
untuk batuk efektif bila
masih batuk produktif
S : pasien
mengatakan
sesak nafas dan
batuk
berkurang
O : RR : 20 x/
menit, tidak
terpasang

Page 60
50
oksigen, sudah
tidak sesak
nafas.
A : masalah
teratasi
P : hentikan
intervensi.
2
a. Mengkajii adanya
anoreksia, mual,
muntah
b. Memberikan diit tinggi
protein dan tinggi
karbohidrat
S : pasien
mengatakan
mual muntah
hilang, dan
makan habis
satu porsi
O : pasien
makan habis
satu porsi
A : masalah
teratasi
P : hentikan
intervensi

Page 61
51
3
1. Mengkaji tingkat
ketergantungan pasien
2. Mengobservasi
keadaan umum pasien
S : pasien
mengatakan
mampu
melakukan
aktivitas sendiri
tanpa bantuan
dan tidak
disertai sesak
nafas,
badannya terasa
lebih kuat.
O:
- TD : 120/80
mmHg
- RR : 20 x
permenit
- N : 80 x
permenit
- S : 36 0C
- pasien
mampu
melakukan
aktivitas secara

Page 62
52
mandiri tanpa
disertai sesak
nafas
A : masalah
teratasi
P : hentikan
intervensi

Page 63
53
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini merupakan pembahasan asuhan keperawatan pada Tn. K
dengan gangguan sistim pernafasan tuberkulosis paru di ruang Edelweis RSUD
Sukoharjo. Dalam pembahasan ini akan membandingkan antara teori dengan
kenyataan yang muncul dalam kasus dengan seluruh persamaan dan perbedaan
yang ada secara rasional. Pembahasan ini akan mencoba menjawab pertanyaan
apa, mengapa, dan bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Pembahasan ini akan
diuraikan menjadi lima sub bab yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis
yang terorganisasi dan meliputi tiga aktivitas besar yaitu pengumpulan data
secara sistematis, mengatur data yang dikumpulkan serta mendokumentasikan
data dalam format yang dapat dibuka kembali (Doenges, 2000: 14).
Data dasar pasien adalah kumpulan data yang didokumentasikan
tentang pasien. Data dasar terdiri dari riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik
dan hasil pemeriksaan diagnostik. Data subyektif adalah apa yang dapat
dilaporkan atau yang dirasakan pasien. Data obyektif adalah data apa yang
dapat diobservasi contohnya: tanda-tanda vital, tingkah laku dan pemeriksaan
diagnostik (Doenges, 2000:14).
53

Page 64
54
Dalam pengkajian terhadap Tn. K penulis menggunakan metode
wawancara, observasi, studi dokumentasi dan pemeriksaan fisik. Metode
wawancara adalah metode untuk mendapatkan informasi yang subyektif
dengan berbicara pada klien dan orang-orang terdekat serta mendengarkan
respon mereka. Pemeriksaan fisik dalam metode yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang obyektif dengan menggunakan alat yang sesuai
(Doenges, 2000: 14).
Dalam metode wawancara dengan Tn. K dan keluarganya di
wawancarai secara langsung. Dalam hal ini penulis tidak menemukan
hambatan yang berarti selama melakukan wawancara, Tn. K dapat menjawab
semua pertanyaan dengan baik dalam memberikan keterangan tentang sakit
yang dialaminya.
Metode lain yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data adalah
observasi. Dalam metode ini penulis mendapatkan kesulitan dalam melakukan
observasi secara langsung sampai dengan pasien sembuh karena penulis hanya
memberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam sehingga untuk masalah
keperawatan yang belum teratasi, penulis tidak dapat memantau lagi dan
mendelegasikan pada perawat.
Selain metode observasi, metode lain yang digunakan adalah studi
dokumentasi. Untuk melengkapi data pasien, penulis menggunakan catatan
medik klien yang berisi riwayat kesehatan pasien, program terapi dan data
penunjang lainnya.

Page 65
55
Metode terakhir yang digunakan dalam pengkajian ini adalah
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendapatkan informasi
obyektif dengan menggunakan alat yang sesuai (Doenges, 2000: 14). Dalam
menggunakan metode ini, penulis tidak menemukan adanya hambatan.
Setelah dilakukan pengkajian pada tanggal 22 Januari 2009 penulis
mendapatkan data-data fokus yang ditemukan pada kasus nyata dan ada pada
teori. Data fokus yang pertama adalah sesak nafas. Sesak nafas yaitu suatu
kondisi di mana individu mengalami aktual atau risiko tidak adekuatnya
ventilasi berhubungan dengan perubahan pola nafas (Carpenito, 1998: 802).
Sesak nafas yang dialami pasien terjadi karena adanya penumpukan sekret,
terjadi sumbatan pada saluran pernafasan sehingga pasien tidak mampu
mempertahankan potensi jalan nafas. Keadaan ini didukung data pasien
mengatakan sesak nafas, batuk dan disertai dahak berwarna putih kental.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada kesamaan antara
kasus dan teori di mana sesak nafas yang dialami pasien adalah adanya
penumpukan sekret dikarenakan ketidakmampuan batuk secara efektif
(Carpenito, 1998: 799). Untuk penatalaksanaannya pasien diberi bantuan
pernafasan oksigen 3 liter/menit dan dianjurkan bagaimana caranya batuk
efektif.
Data fokus yang kedua adalah nafsu makan menurun. Menurut
Carpenito (1998: 645), penurunan nafsu makan adalah suatu keadaan di mana
individu yang tidak puasa mengalami atau yang berisiko mengalami
penurunan berat badan yang berhubungan dengan masukan/ metabolisme

Page 66
56
nutrisi yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik. Nafsu makan menurun
yang dialami pasien terjadi karena adanya penumpukan sputum yang
mengakibatkan rasa mual sehingga nafsu makan menurun. Keadaan ini
didukung data pasien mengatakan terasa mual, nafsu makan dan berat badan
menurun. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada kesamaan antara
kasus dengan teori di mana perubahan nutrisi yang dialami pasien adalah
adanya penurunan berat badan dikarenakan rasa mual sehingga
masukan/metabolisme nutrisi tidak adekuat (Carpenito, 1998: 645).
Data fokus yang ketiga adalah kelemahan. Kelemahan adalah
keadaan dimana perasaan lelah yang banyak dan terus-menerusserta
menurunnya kapasitas kerja fisik dan mental dari biasanya (Nanda, 2005: 84).
Kelemahan yang dialami pasien terjadi karena frekuensi pernafasan yang
meningkat. Keadaan ini didukung data, pasien mengatakan badan terasa
lemas dan selalu dibantu dalam memenuhi kebutuhannya. Dari data tersebut
dapat disimpulkan bahwa ada kesamaan antara kasus dengan teori di mana
kelemahan yang dialami pasien adalah ketidakcukupan energi dalam
pemenuhan aktivitas sehari-hari dikarenakan frekuensi pernafasan yang
meningkat sehingga menimbulkan kelemahan (Nanda, 2005: 84).
B. Diagnosa
Menurut Doenges (2000: 81), diagnosa keperawatan adalah cara
mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik penyakit
serta respon terhadap masalah aktual dan risiko.

Page 67
57
Dalam teori telah disebutkan empat masalah keperawatan yaitu
bersihkan jalan napas tidak efektif, gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, resiko tinggi kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi
terhadap penyebaran/aktivasi ulang infeksi.
a. Diagnosa keperawatan yang ada dalam teori dan ditemukan pada kasus
Tn. K yaitu :
1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret.
Bersihkan jalan nafas tak efektif adalah suatu kondisi dimana
individu mengalami ancaman pada kondisi pernapasannya berkenaan
dengan ketidakmampuan batuk secara efektif. Etiologinya
berhubungan dengan penumpukan sekret (sputum), menyebabkan
batuk sehingga akumulasi sputum meningkat pada jalan nafas dan
menyebabkan bersihan jalan nafas tidak efektif (Carpenito, 2000).
Diagnosa ini dirumuskan karena pada Tn. K ditemukan data-
data yaitu pasien mengatakan sesak nafas dan batuk disertai sputum
berwarna putih kekuningan kental. Data obyektif yaitu pasien tampak
batuk dengan mengeluarkan sputum berwarna putih kekuningan
kental, terpasang oksigen 3 liter/menit, respirasi 28 kali/menit.
Diagnosa bersihan jalan nafas penulis prioritaskan menjadi
diagnosa pertama karena menurut Doenges (1999: 242) bersihan jalan
nafas bila tidak ditangani akan menimbulkan kekurangan oksigen dan
akan menimbulkan sianosis. Sedangkan menurut Carpenito (2000:

Page 68
58
324) penulis memprioritaskan berdasarkan pada kondisi pasien
mengalami sesak nafas berat yaitu dibuktikan dengan pernafasan
pasien 28 kali/menit, nadi 86 kali/menit, pasien masih bisa
mengeluarkan sekret tetapi belum maksimal. Hal ini juga didukung
adanya data ketidakmampuan pasien untuk batuk efektif dan kesulitan
pasien untuk mengeluarkan dahak, jika hal ini tidak diatasi akan
menimbulkan masalah aktual kesulitan bernafas, pernafasan yang
panjang, cepat dan dalam secara abnormal.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu
keadaan individu yang tidak puasa mengalami atau berisiko
mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan
masukan yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik (Carpenito,
2000: 259).
Etiologinya berhubungan dengan anoreksia, yang disebabkan
oleh kontraksi otot pernafasan mempengaruhi glotis terbuka dan
tertutup karena dorongan udara secara paksa, sehingga menyebabkan
kerja aferen vagus, hipotalamus terganggu, mempengaruhi asupan
makan dan menyebabkan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
(Carpenito, 2000: 259).
Perubahaan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditegakkan
karena penulis menemukan data-data: pasien mengatakan merasa

Page 69
59
mual, nafsu makan dan berat badan menurun, dan pasien makannya
sedikit hanya beberapa sendok selama kurang lebih dua minggu.
Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
penulis prioritaskan menjadi diagnosa kedua berdasarkan pada
keaktualan masalah sesuai dengan tipe-tipe diagnosa. Menurut
(Carpenito, 2000: 149) bahwa terdapat lima tipe diagnosa yaitu aktual,
risiko, kemungkinan, wellness, dan sindrom. Diagnosa aktual adalah
apabila masalah nyata dengan data klinik yang ditemukan. Selain itu
juga didasarkan pada hirarki Maslow yang terdiri dari kebutuhan
fisiologi, kebutuhan akan rasa aman dan nyaman, kebutuhan akan
mencintai dan memiliki, harga diri , dan aktualisasi diri (Rothrock,
2000: 10). Sehingga kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan fisiologi
pokok dan paling utama yang harus didahulukan daripada kebutuhan
fisiologi lainnya.
Penulis memprioritaskan berdasarkan pada kondisi pasien
yang mengalami nafsu makan menurun, adanya rasa mual dan
penurunan berat badan (Doenges, 1999: 246). Penulis di sini hanya
mendasarkan pada penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan jika hal ini tidak diatasi maka tidak akan ada masukan yang
adekuat untuk pasien sehingga dapat menimbulkan penurunan produk
energi metabolik.

Page 70
60
b. Diagnosa yang ada dalam kasus tetapi tidak ada dalam teori adalah :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Intoleransi aktivitas adalah penilaian diagnostik yang menjelaskan seorang
individu yang mengalami kondisi fisik yang membahayakan (Carpenito,
2000:2). Etiologinya berhubungan dengan kelemahan di mana kelemahan
aktivitas terjadi karena adanya gangguan pada sistim transpor oksigen
sehingga menyebabkan intoleransi aktivitas (Carpenito, 2000: 2).
Intoleransi aktivitas ditegakkan karena penulis menemukan data-
data: pasien mengatakan badannya terasa lemas, pasien tampak lemah dan
dalam beraktivitas dibantu oleh keluarganya.
Diagnosa intoleransi aktivitas penulis prioritaskan menjadi
diagnosa ketiga karena menurut hirarki Maslow yang terdiri dari
kebutuhan fisiologi, kebutuhan akan rasa aman daan nyaman, kebutuhan
untuk mencintai dan memiliki, harga diri, dan aktualisasi diri (Rothrock,
2000: 10). Sehingga kebutuhan aktivitas dipenuhi setelah kebutuhan
fisiologi nutrisi. Penulis memprioritaskan berdasarkan pada kondisi pasien
yang lemah dan selalu dibantu keluarga dalam memenuhi kebutuhannya
(Carpenito, 2000: 2). Penulis disini hanya mendasarkan pada penurunan
aktivitas. Hal ini apabila tidak diatasi akan menimbulkan kelemahan pada
otot.

Page 71
61
c. Diagnosa yang ada dalam teori tetapi tidak ditemukan dalam kasus Tn. K
1. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pertahanan primer
tidak adekuat, kerusakan jaringan.
Risiko terhadap infeksi adalah suatu kondisi di mana individu
terkena agen patogenis (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit
lain) dari berbagai sumber dari dalam maupun luar tubuh (Carpenito,
2000: 533). Terjadinya infeksi akan ditandai adanya gejala-gejala
sistemik seperti demam, menggigil, takikardia, hipotensi, nyeri, panas,
kemerahan, bengkak dan kehilangan fungsi (Schaffer, 2000: 55).
Penulis tidak memasukkan diagnosa risiko terjadi infeksi karena
penulis tidak menemukan tanda-tanda penyebab dari risiko terjadinya
infeksi pada pasien.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar kapiler.
Kerusakan pertukaran gas adalah suatu kondisi di mana
individu mengalami secara aktual atau risiko penurunan pemasukan
gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli paru-paru dan
sistim vaskuler (Carpenito, 2000: 803). Pada kerusakan pertukaran
gas ditandai dengan dipsnea pada usaha bernafas. Bernafas dengan
bibir dengan fase ekspirasi yang lama dan meningkatnya tahapan
vaskuler paru. Pada kasus Tn. K tidak diketemukan tanda-tanda yang
mengarah kepada gangguan pertukaran gas, sehingga penulis tidak
menegakkan diagnosa keperawatan tersebut.

Page 72
62
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan infeksi
tubuh akibat masuknya kuman tuberkulosis paru.
Hipertermi adalah keadaan di mana individu mengalami atau
berisiko mengalami peningkatan suhu tubuh lebih dari 370C per oral
atau 38,80C per rektal karena peningkatan kerentanan terhadap faktor-
faktor eksternal (Carpenito, 2000: 508). Gangguan rasa nyaman panas
ditandai adanya kemerahan pada kulit, suhu tubuh meningkat,
menggigil dan dehidrasi. Pada kasus Tn. K tidak ditemukan tanda-
tanda yang mengarah kepada masalah peningkatan suhu tubuh,
sehingga penulis tidak menegakkkan diagnosa keperawatan tersebut.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen/karbondioksida.
Ketidakefektifan pola nafas adalah keadaan di mana
seseorang individu mengalami kehilangan ventilasi yang aktual
atau risiko yang berhubungan dengan perubahan pola nafas
(Carpenito, 2000: 325). Pola nafas tidak efektif ditandai dengan
perubahan dalam frekuensi, pola pernafasan, sukar bernafas. Pada
kasus Tn. K tidak ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada
masalah pola nafas tidak efektif, sehingga penulis tidak
menegakkan diagnosa tersebut.

Page 73
63
C. Intervensi keperawatan
Intervensi adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan
atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat (Doenges, 2000: 10). Pada
bagian ini dibahas mengenai tujuan, kriteria hasil dan intervensi yang telah
dirumuskan dalam kasus Tn.K. Selanjutnya pada bab ini dibahas tentang
intervensi dari masing-masing diagnosa keperawatan.
Pada diagnosa keperawatan yang pertama adalah bersihan jalan nafas
tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum. Tujuan yang ingin
dicapai adalah jalan nafas kembali efektif setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil jalan nafas kembali
efektif, tidak sesak nafas dan sputum dapat hilang. Diharapkan waktu 3x24
jam dapat mengatasi masalah bersihan jalan nafas tidak efektif karena dengan
dilakukan batuk efektif maka sputum dapat keluar sedikit demi sedikit
sehingga bersihan jalan nafas kembali efektif.
Intervensi yang telah dilaksanakan yaitu kaji tanda-tanda vital dengan
rasional memantau tekanan darah, nadi, respirasi, suhu tubuh dan keadaan
umum pasien sangat penting, karena adanya takikardia, takipnea dan
perubahan pada tekanan darah terjadi dengan beratnya hipoksemia dan
asidosis (Doenges 2000: 179). Berikan bantuan oksigen 3 liter/menit, dengan
rasional untuk memenuhi kebutuhan oksigen, karena dengan pemberian
bantuan oksigen pasien dapat memaksimalkan sediaan oksigen untuk
pertukaran gas, memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
(Doenges, 2000: 170).

Page 74
64
Intervensi selanjutnya adalah berikan posisi semi fowler, ajarkan
nafas dalam dan batuk efektif, dengan rasional untuk membantu mengeluarkan
sekret, karena dengan latihan batuk efektif dan nafas dalam dapat menjadikan
ventilasi maksimal, membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan
sekret ke dalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan (Doenges, 2000: 170).
Diagnosa yang kedua yaitu gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, anoreksia. Tujuan
yang ingin dicapai adalah kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan
tindakan 3x24 jam dengan kriteria hasil pasien dapat mempertahankan status
nutrisi yang adekuat, nafsu makan pasien meningkat, mual hilang.
Diharapkan dalam waktu 3x24 jam dapat mengatasi masalah perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh karena dengan diberikan makan sedikit tetapi
sering dengan diit tinggi karbohidrat dan tinggi protein maka kebutuhan
pasien dapat terpenuhi.
Intervensi yang penulis lakukan adalah catat status nutrisi pasien,
catat turgor kulit, integritas mukosa oral, dengan rasional membantu untuk
menentukan pilihan intervensi yang tepat, karena untuk mengetahui kebutuhan
nutrisi pasien. Selidiki adanya anoreksia, dengan rasional dapat
mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi cara untuk meningkatkan
pemasukan, karena dengan adanya anoreksia akan mempengaruhi pemasukan
nutrisi. (Doenges, 1999: 246). Dorong makan sedikit tetapi sering dengan
makanan tinggi protein dan tinggi karbohidrat, dengan rasional untuk
memaksimalkan masukan nutrisi, karena dengan diet tinggi protein dan tinggi

Page 75
65
karbohidrat
dapat
memaksimalkan
masukan
nutrisi
tanpa
kelemahan/kebutuhan energi dari makan makanan banyak dan menurunkan
iritasi gaster (Doenges, 1999: 247).
Diagnosa yang ketiga adalah intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan fisik. Tujuan yang ingin dicapai adalah pasien mampu
melakukan aktivitas secara mandiri setelah dilakukan tindakan selam 3x24
jam dengan kriteria hasil pasien mampu melakukan aktivitas secara mandiri,
keadaan umum membaik dan wajah pasien tampak rileks. Diharapkan dalam
waktu 3x24 jam dapat mengatasi masalah intoleransi aktivitas, dengan
dilakukan latihan aktivitas secara perlahan-lahan dan dengan dibantu oleh
keluarga dan perawat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari maka pasien
dapat meningkatkan aktivitasnya. Intervensi yang direncanakan adalah
observasi keadaan umum pasien, dengan rasional untuk mengetahui keadaan
umum pasien, karena untuk menentukan keefektifan pilihan intervensi
(Doenges, 2000: 170). Kaji tingkat ketergantungan pasien, dengan rasional
untuk mengetahui aktivitas pasien sebelumnya, karena untuk menetapkan
kemampuan pasien dalam beraktivitas (Doenges, 2000: 170). Tingkatkan
aktivitas secara perlahan, dengan rasional membantu pasien mengembalikan
tenaganya agar tidak terjadi kelemahan otot dan kekakuan otot, karena untuk
mengurangi sesak nafas, untuk menurunkan kebutuhan metabolik, untuk
menghemat energi dan penyembuhan (Doenges, 2000: 170). Bantu aktivitas
perawatan diri yang diperlukan, dengan rasional untuk mengurangi
ketergantungan karena untuk menetapkan kemampuan pasien dalam

Page 76
66
beraktivitas (Doenges, 2000: 170). Libatkan keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan pasien, dengan rasional untuk memenuhi kebutuhan pasien setiap
hari dan untuk mencegah terjadinya cidera, karena dapat meminimalkan
kelelahan pasien dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
(Carpenito, 2000: 2).
D. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana tindakan yang telah
disusun (Doenges, 2000: 10). Pembahasan pada tahap implementasi ini
meliputi pembahasan rencana tindakan yang dapat dilakukan sesuai dengan
intervensi pada masing-masing diagnosa, faktor yang mendukung dan
menghambat, kekuatan serta kelemahan dari setiap tindakan yang dilakukan.
Untuk diagnosa pertama yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan penumpukan sekret. Implementasi yang telah
dilaksanakan yaitu mengobservasi tanda-tanda vital dan keadaan umum,
memberikan bantuan oksigen kanul binasal 3 liter/menit, memberikan posisi
semi fowler, mengkaji sputum terhadap warna dan kekentalan, mengajarkan
nafas dalam dan batuk efektif, menganjurkan pasien untuk banyak minum air
hangat, mengkaji fungsi pernafasan, menganjurkan pasien untuk batuk efektif
bila masih batuk produktif.
Faktor kekuatan yang mendukung pelaksanaan tindakan ini adalah
bersihan jalan nafas kembali efektif dengan ditandai pasien mampu
mengeluarkan sputum, sesak nafas berkurang, didukung dengan tersedia
fasilitas kesehatan yang lengkap dan adanya kerja sama pasien dalam proses

Page 77
67
keperawatan. Sedangkan kelemahannya bila pasien tidak mampu melakukan
batuk efektif akan menyebabkan penumpukan sputum sehingga bersihan jalan
nafas terganggu. Dalam hal ini penulis mengalami hambatan yaitu pasien
belum bisa melakukan batuk efektif dengan baik. Dibuktikan dari respon
pasien pada saat batuk efektif hanya keluar sputum sedikit dan pasien
mengatakan sesak nafas.
Diagnosa kedua adalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, anoreksia. Implementasi
yang telah dilakukan yaitu mengkaji status nutrisi pasien, mengkaji turgor
kulit dan mukosa, menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering,
kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Faktor kekuatan yang mendukung tindakan ini adalah nutrisi dapat
terpenuhi dengan ditandai mual hilang, pasien makan habis satu porsi dan
didukung dengan adanya kerja sama antara pasien dan keluarga dalam proses
keperawatan. Sedangkan kelemahannya adalah bila berat badan tidak
ditimbang setiap hari maka tidak akan diketahui adanya peningkatan berat
badan dan status nutrisi pasien. Dalam melakukan tindakan penulis
menemukan hambatan yaitu pasien hanya makan setengah porsi dari diet yang
diberikan karena adanya rasa mual.
Diagnosa ketiga adalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan fisik. Implementasi yang telah dilakukan yaitu mengobservasi
keadaan umum pasien, mengkaji tingkat ketergantungan pasien, menigkatkan

Page 78
68
aktivitas pasien secara perlahan-lahan, melibatkan keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan pasien, membantu pasien untuk perawatan diri (memakai baju).
Faktor kekuatan yang mendukung tindakan ini adalah intoleransi
aktivitas teratasi ditandai dengan pasien dapat melakukan aktivitas,
meningkatkan aktivitas secara mandiri, dan didukung dengan sikap antusias
keluarga pasien untuk membantu pasien dalam beraktivitas (Carpenito, 2000:
2). Sedangkan kelemahannya adalah bila tidak ada peningkatan aktivitas
maka akan terjadi kelemahan otot. Dalam melakukan tindakan penulis tidak
menemukan adanya hambatan-hambatan.
E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang
kontinue yang penting untuk menjamin kualitas dan ketepatan keperawatan
yang diberikan, dengan meninjau respon untuk menentukan keefektifan
rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Doenges, 2000:
119).
Evaluasi pada kasus ini dilakukan dengan evaluasi proses dan
evaluasi akhir. Evaluasi proses dilakukan berdasarkan respon dan
keberhasilan tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Sedangkan evaluasi
akhir dilakukan sesuai dengan tujuan dari masing-masing intervensi pada
diagnosa yang muncul. Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan format
evaluasi SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisa, Planning).
Evaluasi untuk masing-masing diagnosa adalah evaluasi masalah
keperawatan pertama yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif. Penulis

Page 79
69
menentukan tujuan yaitu bersihan jalan nafas kembali efektif setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil yaitu
jalan nafas kembali efektif, sesak nafas berkurang, pasien bisa melakukan
batuk efektif dan sputum hilang. Setelah dilakukan tindakan selama 3x24
jam penulis mendapatkan data subyektif dan obyektif. Untuk data subyektif
pasien mengatakan sudah tidak sesak nafas lagi, tidak mual, tidak batuk dan
tidak mengeluarkan dahak, untuk data obyektif pasien tidak terpasang oksigen,
tidak sesak nafas, tidak mual, tidak batuk, tekanan darah 120/80 mmHg,
respirasi 20 kali/menit, nadi 80 kali/menit dan suhu tubuh 360C. Menurut
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditentukan di atas, dapat diambil analisa
masalah bersihan jalan nafas teratasi, perencanaan tindak lanjut untuk masalah
ini dihentikan karena masalah sudah teratasi.
Untuk diagnosa kedua adalah perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, penulis menentukan tujuan yaitu kebutuhan nutrisi terpenuhi
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil
yaitu pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat, nafsu makan
pasien meningkat, mual hilang. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selam 3x24 jam penulis mendapatkan data subyektif dan data obyektif. Untuk
data subyektif pasien mengatakan nafsu makan meningkat, makan habis satu
porsi, mual hilang. Untuk data obyektif yaitu nafsu makan meningkat, makan
habis satu porsi dengan diit tinggi karbohidrat dan tinggi protein dan wajah
pasien tampak rileks mukosa bibir tidak kering. Menurut tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditentukan di atas, dapat diambil analisa masalah perubahan

Page 80
70
nutrisi teratasi, perencanaan tindak lanjut untuk masalah ini dihentikan karena
masalah sudah teratasi.
Untuk diagnosa ketiga adalah intoleransi aktivitas, penulis
menentukan tujuan yaitu pasien dapat beraktivitas tanpa bantuan dengan
kriteria hasil yaitu pasien mampu melakukan aktivitas secara mandiri, keadaan
umum membaik dan pasien tampak rileks. Setelah dilakukan tindakan 3x24
jam penulis mendapatkan data subyektif dan obyektif. Untuk data subyektif
pasien mengatakan mampu melakukan aktivitas tanpa bantuan, tidak disertai
sesak nafas dan badan terasa lebih kuat. Untuk data obyektif yaitu pasien
mampu melakukan aktivitas secara mandiri tanpa disertai sesak nafas, tekanan
darah 120/80 mmHg, respirasi 20 kali/menit, nadi 80 kali/menit, suhu tubuh
360C. Menurut tujuan dan kriteria hasil yang telah ditentukan di atas, dapat
diambil analisa masalah intoleransi aktivitas teratasi, perencanaan tindak
lanjut untuk masalah ini dihentikan karena masalah sudah teratasi.

Page 81
71
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah penulis laksanakan
pada Tn. K dengan tuberkulosis paru maka penulis menyimpulkan :
1. Masalah yang ditemukan pada kasus Tn. K dengan tuberkulosis paru
adalah bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan sekret, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan anoreksia, intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
2. Untuk masalah keperawatan penumpukan sekret di jalan nafas pada pasien
tuberkulosis paru latihan nafas dalam dan batuk efektif dapat membantu
dalam memperlancar pengeluaran sekret. Selain itu banyak minum air
hangat juga dapat membantu mengencerkan sekret.
3. Pada pasien tuberkulosis paru asupan nutrisi dan istirahat yang cukup
sangat diperlukan untuk membantu proses penyembuhan dan pemulihan
pasien.
4. Dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat dapat memberikan
motivasi pada pasien tuberkulosis paru untuk proses penyembuhan.
71

Page 82
72
B. SARAN
1. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan khasanah ilmu
pengetahuan secara teoritis tentang ilmu-ilmu kesehatan yang dapat
berguna bagi penderita, keluarga penderita tuberkulosis paru, maupun
masyarakat, dalam rangka mengendalikan angka kejadian tuberkulosis dan
upaya menurunkan resiko tuberkulosis paru di Indonesia.
2. Bagi pasien
Dukungan dan motivasi dari keluarga pasien sangat membantu
dalam proses penyembuhan sehingga untuk keluarga dan orang terdekat
Tn. K hal ini merupakan contoh yang baik untuk anggota keluarga ataupun
orang lain.
3. Bagi mahasiswa
Kepada mahasiswa yang tertarik untuk menulis karya tulis ilmiah
pada masalah tuberkulosis paru, maka disarankan untuk menambah
wawasan, pengetahuan, dan mengembangkan ilmu tentang tuberkulosis
paru.
4. Bagi penulis
Penulis dapat menambah pengalaman serta dapat memperbaiki karya
tulis ilmiah serta memacu penulis untuk meningkatkan potensi diri
sehubungan dengan pengetahuan tentang tuberkulosis paru.
Page 83
73
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Patofisiologi “ Konsep Klinis Proses-proses Penyakit “, Edisi: 6,
2006, EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi Klinis
(Terjemahan), EGC, Jakarta.
Departemen kesehatan Republik Indonesia, 2002, Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberculosis, Dep. Kes. RI. Jakarta.
Kumar, dkk, 2007, Buku Ajar Patologis, Edisi 7, EGC, Jakarta.
Lawrence, Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam, 2002,
Salemba medika.
Doengoes, M. E, et all, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan (Terjemahan), Edisi
3, EGC, Jakarta.
Hiswani, 2004, Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi
Masalah Kesehatan Masyarakat, UNSU, Sumatra Utara University press.
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta.
NANDA, 2005-2006, Nursing Diagnoses : Definition and Classification,
NANDA international, Philadelphia.
Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam, 2004, FKUI, Jakarta.
Rothrock, 2000, Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif, EGC, Jakarta
Sarwono, dkk, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, FKUI,
Jakarta.
Smeltzer, S. C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (terjemahan),
Brunner and Suddart, Edisi 8, vol 2, Alih Bahasa Agung Waluyo, EGC,
Jakarta.
Yoga Adiatma, Tjandra, dkk, Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Di
Indonesia, 2006, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta.

Page 84
74

Page 85
75
RESUME KEPERAWATAN
C. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian
: 22 januari 2009
Jam
: 08.30 WIB
8. Biodata
a. Identitas pasien
Nama
: Tn. K
Umur
: 61 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Status
: sudah menikah
Pendidikan
: SD
Agama
: islam
Alamat
: bendosari, sukoharjo
Pekerjaan
: swasta
b. Identitas penanggung jawab
Nama
: Tn. S
Umur
: 34 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki

Page 86
76
Pekerjaan
: swasta
Pendidikan
: SMP
Alamat
: bendosari, sukoharjo
Hub dgn pasien : anak
c. Catatan medis
Tanggal
: 21 januari 2009
Ruang
: edelweis
No register
: 100781
Diagnosa
: tuberculosis paru
9. Riwayat kesehatan
e. Keluhan utama
Pasien mengatakan lemas, batuk, sesak nafas, nafsu makan menurun.
f. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien selama kurang lebih 1 minggu dirumah makannya
sedikit, mual muntah, batuk, sesak nafas. Oleh keluarga dibawa ke
RSUD Sukoharjo diterima di IGD mendapat terapi infuse D5%, injeksi
ranitidin 150mg, kemudian pasien dipindahkan ke bangsal Edelweis.

Page 87
77
g. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien sebelumnnya belum pernah dirawat di rumah sakit.
h. Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang
seperti diderita pasien tetapi pernah sakit kepala dan sakit perut.
10. Pola fungsional
a. Pola persepsi sensori
Pasien dan keluarganya mengatakan bagi mereka kesehatan itu
sangat penting, bagi pasien jika dirinya sehat bisa berkumpul dengan
anak dan cucunya di rumah itu membuat pasien senang.
b. Pola nutrisi
Sebelum sakit
: pasien mengatakan makan 3x sehari, minum 7-8
gelas perhari.
Selama sakit
: pasien mengatakan tidak nafsu makan, porsi
rumah sakit tidak habis, minum 3- 5 gelas perhari.
c. Pola eliminasi
Sebelum sakit
: pasien mengatakan BAB 1 x sehari tanpa
gangguan, BAK 3 – 4 x sehari.
Selama sakit
: pasien mengatakan BAB 1 x sehari dan BAK 3-4 x
sehari.

Page 88
78
d. Pola istirahat tidur
Sebelum sakit
: pasien tidur selama 7 - 8 jam perhari.
Selama sakit
: pasien tidur selama 7 jam perhari, walaupun
terkadang terbangun karena batuk.
e. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit
: pasien dapat melakukan semua aktivitas secara
mandiri.
Selama sakit
: sebagian aktivitas pasien dibantu keluarga dalam
makan, minum, BAK, BAB, karena badannya
yang lemas dan tangan kanan terpasang infus.
f. Pola kognitif
Body image
: pasien menerima keadaan dirinya dan pasien tidak
sedih dengan keadaanya karena pasien percaya ini
hanya ujian dari Allah SWT.
Ideal diri
: pasien ingin cepat sembuh.
Harga diri
: pasien menerima keadaan dengan ikhlas dan tabah.
Peran diri
: pasien sebagai seorang bapak dan kakek tidak bias
menjalankan perannya selama sakit.
Identitas diri
: pasien berperilaku baik dan sangat mentaati setiap
terapi yang diberikan kepadanya.

Page 89
79
g. Pola hubungan peran
Sebelum sakit
: sebagai bapak dan kakek pasien dekat dengan
keluarganya.
Selama sakit
: keluarga memberikan dukungan agar pasien cepat
sembuh.
h. Pola seksual dan reproduksi
Pasien sudah menikah dan tidak ada gangguan pada alat reproduksinya.
i. Pola koping dan toleransi
Pasien tidak mengalami putus asa dengan penyakitnya, tetapi pasien
tetap semangat untuk menghadapi penyakitnya.
j. Pola nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit : pasien beragama islam dan taat dalam menjalankan
ibadah 5 waktu.
Selama sakit : pasien mengatakan menjalankan ibadah dengan
semampunya.
k. Data sosial ekonomi
Klien bekerja sebagai pedagang dan tinggal serumah dengan
istri,anak, dan cucunya. Kebutuhan klien dicukupi oleh keluarga.
Rumah klien memenuhi syarat kesehatan dengan cukup ventilasi serta
kamar klien berjendela dan ada genting kacanya.

Page 90
80
11. Pemeriksaan fisik
e. Keadaan umum : sedang (pasien terlihat kurus dan lemas)
f. Kesadaran
: compos mentis
g. Tanda-tanda vital : tekanan darah : 110/70 mmHg
Respiratori : 28 x permenit
Suhu
: 360 Celcius
Nadi
: 86x permenit
h.
Pemeriksaan sistematis
9. Mata
: sklera anikterik, konjungtiva tidak anemis,fungsi
penglihatan baik.
10. Hidung
: simetris, tidak ada polip, fungsi penciuman baik.
11. Telinga
: simetris, tidak ada penumpukan serumen,
pendengaran baik.
12. Leher
: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
13.
Dada :
Inpeksi
: simetris, frekuensi nafas 28 x /menit.
Palpasi
: taktil fremitus teraba kanan dan kiri.
Perkusi
: sonor.
Auskultasi : tidak terdengar suara whezing.
14. Jantung :
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak.
Perkusi
: pekak.
Palpasi
:pulsasi jantung82x permenit.

Page 91
81
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler.
15. Abdomen
:
Inpeksi
: simetris, tidak ada lesi.
Auskultasi : peristaltic usus 5-35 x permenit dan didengarkan
pada 4 kuadran.
Perkusi
: timpani.
Palpasi
: tidak ada nyeri tekan,tidak ada massa.
16. Ekstremitas :
Atas
: kanan terpasang infuse D5% 20tpm, tidak ada
oedem pada kedua ektremitas atas.
Bawah
: kekuatan otot ; 4, tidak ada oedem pada kedua
ektremitas bawah.
12. Pemeriksaan penunjang
c. Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada tanggal 21 januari 2009
Hemoglobin
: 10,4 gr/dl (13.0-16.0)
Eritrosit
: 4,83 . 106 u/L (4,5-5,5)
Hematokrit
: 42 % (40-48)
Leukosit
: 9,7 . 103 u/L (5.0-10.0)
Trombosit
: 329 . 103 u/L (150-400)
Golongan darah : O
GDS
: 113 mg/dl (70-120)
HbsAg
: (-)

Page 92
82
Ureum
: 16 mg/dl (10-50)
Creatinin
: 0,8 mg/dl (0,6-1,1)
Rontgen
: dilakukan pada tanggal 22 januari 2009,
hasil
: bayangan lesi pada segmen apical lobus bawah.
d. Terapi yang di berikan:
- Infuse D5% 20tpm
- Cefazolin 1gram/8 jam
- ranitidin 150mg/12jam
- ambroxol 3x1 tablet
- OAT : R/H/Z/E = 450 / 300 / 500 / 250
13. Data fokus
c. Data subyektif
9. Pasien mengatakan sesak nafas.
10. Pasien mengatakan sering batuk.
11. Keluarga pasien mengatakan pasien batuk berdahak.
12. Pasien mengatakan nafsu makan menurun.
13. Pasien mengatakan terasa mual.
14. Pasien mengatakan lemas.
15. Pasien mengatakan aktivitasnya dibantu keluarga seperti makan,
minum, mandi, BAK, BAB.
d. Data obyektif
11. Pasien terlihat batuk.
12. Pasien tampak sesak nafas.

Page 93
83
13. Terpasang oksigen 2 liter/menit
14. Pasien makan habis ½ porsi.
15. Pasien muntah 1x.
16. Mukosa bibir kering.
17. Pasien terlihat lemas.
18. Dalam memenuhi kebutuhan pasien dibantu keluarganya.
19. TD : 110/70 mmHg, RR : 28 x/menit, S : 360 celcius, N : 86
x/menit
14. Analisa data
No
Data focus
Etiologi
Problem
1. DS :
- Pasien
mengatakan
sering batuk
- Keluarga
pasien
mengatakan
pasien batuk
berdahak
- Pasien
mengatakan
sesak nafas
Penumpukan
sekret
Bersihkan
jalan nafas
tidak efektif

Page 94
84
DO :
- Pasien terlihat
sering batuk
- Pasien tampak
sesak nafas
- TD : 110/70
mmHg, RR :
32x/menit, S :
36 derajat
celcius, N :
82x/menit
- Terpasang
oksigen 3
liter/menit
2. DS :
- Pasien
mengatakan
nafsu makan
menurun
- Keluarga
pasien
mengatakan
Intake tidak
adekuat,
anoreksia
perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh

Page 95
85
pasien
makannya
sedikit selama
kurang lebih 1
minggu
- Pasien
mengatakan
terasa mual
DO :
- Pasien makan
habis ½ porsi
dari diit yang
diberikan di
rumah sakit
- Pasien muntah
1x
- Mukosa bibir
kering

Page 96
86
3. DS :
- Pasien
mengatakan
badan terasa
lemas
- Pasien
mengatakan
aktivitasnya
dibantu oleh
keluarga
seperti makan,
minum, BAK,
BAB
DO :
- Pasien tampak
lemah
- Dalam
memenuhi
kebutuhan
pasien dibantu
oleh
keluarganya
Kelemahan
fisik
Intoleransi
aktivitas

Page 97
87
A. Diagnosa keperawatan
1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan sekret.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat, anoreksia.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
B. Intervensi keperawatan
No
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
1. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam
bersihkan jalan nafas kembali efektif
dapat teratasi dengan kriteria hasil :
• Pasien mengatakan sesak nafas
berkurang/hilang
• Pasien
mengatakan
dahak
berkurang
• RR dalam rentang normal 16-
24x/menit
• Pasien bisa melakukan batuk
efektif
• Kaji
fungsi
pernafasan
• Kaji
sputum
terhadap warna,
kekentalan,
jumlah
• observasi tanda-
tanda vital dan
keadaan umum
pasien
• Beri posisi semi
fowler/fowler
• Ajarkan teknik
batuk efektif

Page 98
88
• Kolaborasi
pemberian O2
2. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
dengan kriteria hasil :
• Pasien dapat mempertahankan
status nutrisi yang adekuat
• Nafsu makan pasien meningkat
• Pasien
mengatakan
mual
berkurang
• Kaji status nutrisi
• Selidiki
anoreksia, mual,
muntah dan catat
kemungkinan
hubungan dengan
obat
• Beri porsi makan
sedikit tapi sering
• Kaji turgor kulit,
mukosa
• Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
komposisi diet

Page 99
89
3. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam pasien
dapat beraktivitas dengan atau tanpa
bantuan dengan kriteria hasil :
• Pasien dapat melakukan aktivitas
secara mandiri
• Keadaan umum membaik
• Observasi
keadaan umum
pasien
• Kaji
tingkat
ketergantungan
pasien
• Tingkatkan
aktivitas secara
perlahan
• Bantu aktivitas
perawatan
diri
yang diperlukan
• Libatkan keluarga
dalam pemenuhan
kebutuhan pasien
C. Implementasi dan Evaluasi
Hari/
tanggal
No.
Dx
Implementasi
Evaluasi
paraf
Kamis
22.01.09
1 • Mengkaji tanda-tanda
vital
• Memberikan bantuan
oksigen kanul binasal
3 liter/menit
S : pasien mengatakan
masih batuk produktif,
sesak nafas, dan
sputum berwarna putih
kekuningan dan kental

Page 100
90
• Mengkaji sputum
terhadap warna dan
kekentalan
• Mengajarkan pasien
batuk efektif dan
berlatih nafas dalam
• Berikan posisi semi
fowler
O : TD : 120/70
mmHg
N : 86 x permenit
S : 36,2 0C
RR : 28 x permenit
oksigen terpasang 3
liter/menit
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi
diagnosa pertama
• Anjurkan
pasien untuk
banyak minum
air hangat
untuk
mengencerkan
sputum
• Observasi pola
pernafasan
pasien
• Menganjurkan
pasien untuk

Page 101
91
batuk efektif
bila batuk
produktif
2 • Mengkaji status nutrisi
pasien
• Menyelidiki adanya
anoreksia, mual,
muntah
• Mengkaji turgor kulit
dan mukosa
S : pasien mengatakan
mual berkurang
O : pasien tidak
muntah, mukosa bibir
tidak kering, pasien
makan habis ½ porsi
dari diit yang
diberikan di rumah
sakit
A : masalah teratasi
sebagian
P : intervensi diagnosa
kedua dilanjutkan
• Anjurkan
pasien makan
sedikit tapi
sering
3 • Mengobservasi
S : pasien mengatakan

Page 102
92
keadaan umum pasien
• Mengkaji tingkat
ketergantungan pasien
• Libatkan keluarga
dalam pemenuhan
kebutuhan pasien
dalam memenuhi
kebutuhannya dibantu
keluarganya, bisa
duduk dan bangun
tanpa bantuan tapi
masih disertai sesak
nafas
O : pasien tampak
lemas dan tidak bisa
memenuhi
kebutuhannya sendiri
dan harus dibantu
keluarganya. Pasien
tampak bisa bangun
dan duduk tanpa
bantuan tapi masih
sesak nafas, keluarga
tampak membantu
pasien dalam
memenuhi
kebutuhannya
A : masalah intoleransi
aktivitas teratasi
Page 103
93
sebagian
P : lanjutkan intervensi
• Tingkatkan
aktivitas pasien
secara perlahan
• Bantu pasien
untuk
perawatan diri
23.01.09 1 • Menganjurkan pasien
untuk banyak minum
air hangat
S : pasien mengatakan
sudah banyak minum
air hangat.
O : pasien minum air
hangat segelas 250 cc
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi diagnosa
pertama
• Observasi pola
pernafasan
pasien
• Anjurkan
pasien untuk

Page 104
94
batuk efektif
bila masih
batuk produktif
2 • Menganjurkan pasien
untuk makan sedikit
tapi sering
S : pasien mengatakan
suka makan roti dan
sering ngemil
O : pasien tampak
makan roti
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
diagnosa kedua
• Menyelidiki
adanya
anoreksia,
mual, muntah
• Memberikan
diit tinggi
protein dan
tinggi
karbohidrat
3 • Meningkatkan
aktivitas pasien secara
S : pasien mengatakan
mampu bangun dan

Page 105
95
perlahan-lahan
• Membantu pasien
untuk perawatan diri
(mengganti baju)
berdiri sendiri tanpa
bantuan tetapi masih
terasa sesak nafas,
pasien berterima kasih
karena sudah dibantu
ganti baju
O : pasien dapat
bangun dan duduk
sendiri tapi disertai
dengan sesak nafas,
pasien tampak rapi
A : masalah intoleransi
aktivitas teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
diagnosa ketiga
• Mengkaji
ingkat
ketergantungan
pasien
24.01.09 1 • Mengobservasi pola
pernafasan pasien
• Menganjurkan pasien
S : pasien mengatakan
sesak nafas dan batuk
berkurang

Page 106
96
untuk batuk efektif
bila masih batuk
produktif
O : RR : 20 x/ menit,
pola pernafasan teratur
A : masalah teratasi
P : stop intervensi,
observasi keadaan
umum
2 • Menyelidiki adanya
anoreksia, mual,
muntah
• Memberikan diit
tinggi protein dan
tinggi karbohidrat
S : pasien mengatakan
mual muntah hilang,
dan makan habis satu
porsi
O : pasien makan
habis satu porsi
A : masalah teratasi
P : stop intervensi
3 • Mengkaji tingkat
ketergantungan
S : pasien mengatakan
mampu melakukan
aktivitas sendiri tanpa
bantuan dan tidak
disertai sesak nafas,
badannya terasa lebih
kuat.
O : - TD : 120/80
mmHg

97
- RR : 20 x
permenit
- N : 80 x
permenit
- S : 36 0C
- pasien mampu
melakukan aktivitas
secara mandiri tanpa
disertai sesak nafas
A : masalah teratasi
P : stop intervensi

Anda mungkin juga menyukai