Anda di halaman 1dari 10

ENERGI BIOMASSA

OLEH :

SISKA NORMA PRASASTI

NRP:2309100040

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER


SURABAYA
2010
ENERGI BIOMASSA

I. Limbah Biomassa

Biomassa menurut istilah ialah bahan-bahan yang mengandung senyawaan

organik, diantaranya karbohidrat, lignin, selulosa dan hemiselulosa yang tersedia

secara terbaharukan. Limbah biomasa didefinisikan sebagai hasil residu dari proses-

proses produksi yang sudah tidak terpakai tetapi masih mengandung bahan-bahan

organik. Limbah ini banyak dihasilkan pada kegiatan pertanian, perkebunan dan

kehutanan, diantaranya adalah jerami padi, serbuk gergajian kayu, bagas (ampas tebu

pada industri gula), tongkol jagung, tandan kosong kelapa sawit (TKKS), kulit kacang

kedelai, sekam padi, limbah tahu, serabut dan cangkang kelapa sawit, serta alang-

alang.

Biasanya, limbah ini dibiarkan begitu saja menumpuk di tempat pembuangan

sampai terurai kembali ke lingkungan, ada yang langsung dibakar, ada pula yang

sudah dimanfaatkan tetapi masih belum maksimal. Padahal banyak sekali kegunaan

yang bisa diperoleh dari limbah biomasa ini yang pada akhirnya berpeluang

terciptanya lapangan-lapangan pekerjaan dan industri baru yang lebih mapan karena

didukung oleh bahan baku yang melimpah dan murah (zero cost) seperti limbah

biomasa tersebut.

Di Indonesia, Produksi limbah biomasa sangat potensial. Sebagai gambaran,

limbah bagas yang dihasilkan pada produksi gula dari tebu mencapai 86-90% berat

tebu setiap kali produksi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika terdapat berton-ton

onggokan bagas di pabrik-pabrik gula. Demikian pula dengan jerami padi, merupakan

salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya. Produksi jerami padi

bervariasi tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan, tetapi

setidaknya mencapai 12-15 ton perhektar setiap kali panen atau sekitar 4-5 ton bobot
kering. Belum lagi tongkol jagung, TKKS, kulit kacang kedelai, dan alang-alang yang

sangat melimpah ketersediaannya. Jika limbah-limbah ini dimanfaatkan secara

maksimal maka akan dihasilkan nilai tambah yang cukup signifikan.

Limbah biomassa dapat dimanfaatkan secara langsung ataupun tidak langsung,

dengan teknologi sederhana ataupun teknologi modern. Secara langsung, bahan

tersebut dapat dimanfaatkan untuk produksi pupuk, panel papan partikel, briket, dan

industri otomotif. Saat ini sudah terdapat industri papan partikel yang memanfaatkan

serbuk gergajian kayu, dan industri kampas rem yang memanfaatkan bagas.

Dengan teknologi yang lebih modern, bahan kimia yang terkandung di dalam

biomassa dapat dikonversi menjadi turunan-turunan senyawaan kimia, yang secara

langsung ataupun tidak langsung dapat digunakan oleh industri kimia seperti produksi

bio-energi (bio-ethanol), pangan, pakan ternak, serta bio-bleaching (proses pemutihan

secara biologis) pada industri pulp dan kertas. Kandungan bahan kimia di dalam

biomassa sangat berbeda-beda tergantung pada sumbernya. Umumnya, biomassa

mengandung selulosa 40-60%, hemiselulosa 20-40% dan lignin 10-25%.

Potensi lain yang sangat menggembirakan adalah bahwa bahan-bahan ini

dapat dikonversi menjadi bio-energi (bio-ethanol). Kecenderungan pemakaian bio-

ethanol untuk mensubstitusi penggunaan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi

semakin meningkat. Hal ini dikarenakan dua hal, pertama karena ketersediaan minyak

bumi sebagai bahan bakar tak terbaharui semakin menipis dan semakin mahal,

sehingga perlu dicarikan solusi bahan bakar lain yang renewable (dapat diperbaharui).

Kedua, campuran bensin dan etanol 10 % ternyata mampu menurunkan emisi karbon

dioksida dan hidrokarbon yang lebih efektif dibandingkan dengan premuim dan

pertamax. Seperti diketahui bahwa CO2 merupakan sumber permasalahan efek


pemanasan global (Green House Effect). Penggunaan biomassa sebagai bio-energi

tidak mempengaruhi jumlah netto karbon dioksida di lingkungan.

II. Bioetanol

Bioetanol pada umumnya terbuat dari bahan dasar pati-patian seperti


singkong, adapula yang berbahan dasar tetes tebu, biomasa dan lain lain sejenisnya.
Proses pembuatan bioetanol adalah dengan cara memfermentasikan bahan-
bahan tersebut menjadi alkohol. Produk bioetanol yang memenuhi standar, hampir
bisa dikatakan tidak mempunyai efek samping yang merugikan selama di pakai
memenuhi kriteria. Ditinjau dari:
1. Proses pembuatan etanol:
Pembuatan bioetanol melibatkan proses fermentasi yang menghasilkan etanol dan
limbah organik. Selama proses pengolahan limbah memenuhi kriteria yang telah
ditentukan, tidak ada dampak lingkungan yang akan tercemari.
2. Pengaruh terhadap pemakaian bioetanol pada mesin.
Saat ini telah dicoba di laboratorium, pemakaian bioetanol sampai dengan 10% (90%
Premium + 10% bioetanol). Hasil dari uji laboratorium menyimpulkan kelayakan
pemakaian etanol sampai dengan 10% pada berbagai mesin otomotif (mohon lihat
tabel di bawah). Pemakaian bioetanol melebihi standard yang telah ditentukan
dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap material mesin, seperti karet dan
logam tertentu yang ada pada mesin.
3. Pengaruh produk bioetanol terhadap sosial dan ekonomi.
Bioetanol dapat dikonsumsi sebagai minuman keras, guna menghidari
penyalahgunaan pemakaian harus dilakukan “denaturalisasi “ produk dengan cara
memberi warna khusus kepada produk bioetanol.
Selain itu, untuk pemakaian sebagai bahan bakar disarankan sudah dicampur
zat tertentu (misalnya bensin) untuk menghindari penyalahgunaan pemakaian.Dengan
dipakainya bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati, diharapkan akan berdampak positif
terhadap ekonomi rakyat. Dalam hal ini masyarakat dapat terlibat dalam proses
pengadaan bahan baku, maupun memproduksi bioetanol dalam skala kecil.
III. Bioetanol dari Alang-Alang
Alang-alang merupakan salah satu tumbuhan liar yang dapat tumbuh dimana saja.
Pada umumnya tumbuhan ini di anggap sebagian orang sebagai tanaman pengganggu.
Pada kenyataannya alang-alang memiliki banyak manfaat, baik dalam bidang
kesehatan maupun sebagai pengganti bahan bakar fosil. Berdasar penelitian, alang-
alang mengandung lignoselulosa kurang lebih 39% sellulosa dan 27,5%
hemiselullosa. Kedua bahan polysakarida ini dapat dihidrolisis menjadi gula
sederhana yang selanjutnya dapat difermentasi menjadi ethanol. Potensi produksi
jerami padi per ha kurang lebih 10 – 15 ton, jerami basah dengan kadar air kurang
lebih 60%. Jika seluruh jerami per ha ini diolah menjadi ethanol (fuel grade ethanol),
maka potensi produksinya kurang lebih 766 hingga 1,148 liter/ha FGE (perhitungan
ada di lampiran). Dengan asumsi harga ethanol fuel grade sekarang adalah Rp. 5500,-
(harga dari pertamina), maka nilai ekonominya kurang lebih Rp. 4,210,765 hingga
6,316,148 /ha. Lumayan besar juga.
Menurut data BPS tahun 2006, luas sawah di Indonesia adalah 11.9 juta ha.
Artinya, potensi jerami padinya kurang lebih adalah 119 juta ton. Apabila seluruh
jerami ini diolah menjadi ethanol maka akan diperoleh sekitar 9,1 milyar liter ethanol
(FGE) dengan nilai ekonomi Rp. 50,1 trilyun. Jika dihitung-hitung ethanol dari jerami
sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan bensin nasional.
2.3 Lignoselulosa
2.2 Selulosa
Selulosa adalah polymer glukosa (hanya glukosa) yang tidak bercabang. Bentuk
polymer ini memungkinkan selulosa saling menumpuk/terikat menjadi bentuk serat
yang sangat kuat. Panjang molekul selulosa ditentukan oleh jumlah unit glucan di
dalam polymer, disebut dengan derajat polymerisasi. Derajat polymerase selulosa
tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran 2000 – 27000 unit
glucan. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam atau
enzim. Selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat difermentasi menjadi etanol.
2.3 Bioetanol / Etanol sebagi Bahan Bakar Nabati
Bioetanol adalah etanol yang berasal dari sumber hayati. Bioetanol bersumber
dari gula sederhana, pati dan selulosa. Setelah melalui proses fermentasi dihasilkan
etanol. (www.energi.lipi.go.id). Etanol adalah senyawa organik yang terdiri dari
karbon, hydrogen dan oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai turunan senyawa
hidrokarbon yang mempunyai gugus hidroksil dengan rumus C2H5OH.
Etanol merupakan zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar
dan menguap, dapat bercampur dalam air dengan segala perbandingan.

2.4 Proses Pembuatan Etanol dengan cara fermentasi


Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik
(tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi
anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan
fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor
elektron eksternal.

Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil
fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen
lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton.
Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk
menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi
anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor
elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi.
Reaksi
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang
digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang
merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol
(2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi
makanan.

Persamaan Reaksi Kimia


C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)

Dijabarkan sebagai
Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida +
Energi (ATP)

Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang
terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari
tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan
bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan.
2.3.1. Fermentasi dengan Bahan Baku Gula (Molasses) dan Pati.
2.3.2 Fermentasi dengan bahan baku Lignoselulosa
Lignoselulosa mengandung tiga komponen penyusun utama, yaitu selulosa
(30-50%-berat), hemiselulosa (15-35%-berat), dan lignin (13-30%-berat). (Majari
magazine.com). Salah satu BBN yang dapat dihasilkan dari lignoselulosa adalah
bioetanol generasi kedua. Bioetanol generasi kedua adalah bioetanol yang bukan
dibuat dari gula (tebu, molases) atau pati-patian (jagung, singkong, dll). Bahan-bahan
tersebut adalah bahan pangan atau pakan.termasuk sumber pangan manusia.
Proses konversi lignoselulosa menjadi bioetanol terjadi melalui tiga tahap
dasar, yaitu:
1. Pengolahan awal atau delignifikasi, agar selulosa dapat dicapai oleh enzim selulase
dan air,
2. Hidrolisis dengan enzim khusus, dan
3. Fermentasi menjadi etanol

Metode yang paling menjanjikan untuk menghasilkan alkohol adalah dari


selulosa yang berlimpah di dunia ini dalam bentuk sampah pertanian seperti
potongan-potongan kayu, tangkai-tangkai jagung, dan rumput alang-alang. Teknologi
ini sangat mudah diterapkan. Karena konversi selulosa ke etanol yang lebih efisien
dengan penggunaan mikro organisme.
Terdapat 3 kelompok bahan penghasil etanol alami yaitu nira bergula, pati,
dan bahan serat alias lignoselulosa. Semua bahan baku etanol itu mudah didapatkan
dan dikembangkan di Indonesia yang memiliki lahan luas dan subur. Dibanding
dengan sumber nabati lain, ilalang paling ekonomis menghasilkan bioetanol. Hal ini
disebabkan karena ilalang kaya lignoselulosa, tak memerlukan perawatan khusus, dan
mudah tumbuh.

Lignoselulosa mengandung tiga komponen penyusun utama, yaitu selulosa


(30-50%-berat), hemiselulosa (15-35%-berat), dan lignin (13-30%-berat). (Majari
magazine.com). Salah satu BBN yang dapat dihasilkan dari lignoselulosa adalah
bioetanol generasi kedua. Proses konversi lignoselulosa menjadi bioetanol terjadi
melalui tiga tahap dasar, yaitu:
1. Pengolahan awal atau delignifikasi, agar selulosa dapat dicapai oleh enzim selulase
dan air,
2. Hidrolisis dengan enzim khusus, dan
3. Fermentasi menjadi etanol.

Skema ideal pemanfaatan bahan lignoselulosa untuk memproduksi bioetanol

Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan bantuan enzim selulase atau,
tetapi umumnya tak dipilih, dengan bantuan asam. Hemiselulosa dapat dihidrolisis
menjadi pentosa (terutama xilosa) dan heksosa (minor) dengan bantuan asam encer
atau enzim hemiselulase.

Glukosa dan heksosa lain dapat difermentasi menjadi etanol oleh ragi Saccharomyces
cerevisiae dengan reaksi :
C6H12O6 –>2 C2H5OH + 2 CO2

Xilosa dan pentosa lain dapat difermentasi menjadi etanol oleh ragi yang sesuai
(seperti Pichia stipitis) dengan mekanisme reaksi :
3 C5H10O5 –> 5 C2H5OH + 5 CO2
atau dikonversi menjadi produk lain (xilitol, furfural, dan lain-lain).
Skema lain pemanfaatan bahan lignoselulosa untuk memproduksi bioetanol

Kandungan Lignoselulosa dan Potensi Etanol yang dapat Dihasilkan


Komponen selulosa yang bisa dirombak menjadi etanol adalah hasil hidrolisis
selulosa dan hemiselulosa. Data-data di bawah ini dikumpulkan dari beberapa sumber.
Ethanol (L
Klason Lignin Hemiselulosa
Biomassa Selulosa (%) ethanol/kg Referensi
(%) (%)
biomassa)
Taniguchi et al
Jerami Padi 21 38 25 0.19
(2005)
Sun and Cheng
Kulit kacang 30 25 25 0.15
(2002)
Sun and Cheng
Corn cobs 15 45 35 0.24
(2002)
Sun and Cheng
Rumput 10 25 35 0.18
(2002)
Sun and Cheng
Jerami Gandum 15 30 50 0.23
(2002)
Waste papers from Sun and Cheng
5 60 10 0.23
chemical pulps (2002)
Coastal Bermuda Sun and Cheng
6.4 25 35.7 0.18
Grass (2002)
Sun and Cheng
Alang – Alang 12 45 31.4 0.23
(2002)
Baggase 24.05 42.64 25.4 0.21 Bransby (2007)
Tabel 4.2.1 ; Potensi produksi etanol dihitung dengan metode yang disampaikan oleh Badger
(2002) berdasarkan kandungan komponen yang terdapat pada lignoselulosa suatu bahan.
(Karakteristik Lignoselulosa sebagai Bahan Baku Bioetanol « Berbagi Tak Pernah Rugi)
Dari data diatas jelas bahwa produksi etanol dari ilalang atau alang alang
sangatlah menguntungkan dan paling ekonomis dalam menghasilkan bioetanol. Tidak
hanya dari jumlah etanol yang dihasilkan cukup besar, tetapi juga dari aspek lain
seperti mengatasi krisis pangan sebagai akibat produksi etanol dari bahan pangan
sehingga dikemudian hari produksi bioetanol tidak menimbulkan konflik kepentingan
yang mengganggu ketersediaan pangan dan pakan yang dapat memicu terjadinya
krisis pangan (dan pakan) dunia. Analogi sederhana-nya adalah jika harga bioetanol
bergerak naik maka niscaya harga bahan bakunya akan bergerak naik. Dan, jika bahan
bakunya juga digunakan untuk bahan pangan dan pakan maka harganya akan ikut
terdongkrak naik. Oleh sebab itu, dengan penggunaan alang alang sebagai bahan dasar
pembuatan etanol dimana bahan ini bukanlah merupakan bahan pangan manusia maka
dapat meningkatkan kebutuhan BBN sebagai pengganti BBM tanpa menimbulkan
konflik mengenai ketersediaan bahan pangan yang ada.

Sumber :
http://www.ristek.go.id/makalah-menteri
http://www.thealchemistsite.com

Anda mungkin juga menyukai