Anda di halaman 1dari 160

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/349789706

Asuransi Kesehatan & Managed Care: Buku Ajar

Book · February 2021

CITATIONS READS

0 798

1 author:

Ade Heryana
Universitas Esa Unggul
84 PUBLICATIONS   14 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

P-Care National Health Security (JKN) Evaluation View project

Kajian Antrian Pelayanan Pendaftaran Pasien BPJS Kesehatan RSU Kabupaten Tangerang Tahun 2018 View project

All content following this page was uploaded by Ade Heryana on 05 March 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Asuransi Kesehatan &
Managed Care
Buku Ajar

Ade Heryana
UNIVERSITAS ESA UNGGUL Jakarta
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

PRAKATA

Awal tahun 2021 merupakan tahun ke 3 penulis dipercaya mengajar mata kuliah Asuransi
Kesehatan dan Managed Care di program studi Kesehatan Masyarakat Universitas Esa Unggul.
Selama bekerja di industri pelayanan kesehatan penulis belum pernah secara langsung bekerja
di perusahaan asuransi, namun dalam pekerjaan sehari-hari banyak bersingungan dengan
urusan jaminan kesehatan terutama asuransi kesehatan swasta dan ditunjang dengan tesis
penulis yang masih bersinggungan dengan jaminan sosial. Inilah yang memutuskan penulis
berani memberi pengajaran tentang asuransi kesehatan kepada mahasiswa.

Buku berformat digital ini terdiri dari 150 lebih halaman, dan merupakan kumpulan paper yang
penulis buat sebagai bahan ajar atau modul kuliah. Versi ini penulis putuskan di “gratiskan”
kepada siapa saja yang memerlukan referensi tentang asuransi kesehatan. Mateir dapat diunduh
pada akun Ade Heryana laman academia.com.

Mohon masukan yang konstruktif dari praktisi, dosen yang berkompetensi di bidang asuransi
kesehatan dalam rangka perbaikan buku ini.

Tangerang, Februari 2021

Penulis

1
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

PERNYATAAN HAK CIPTA

Materi yang ada pada buku ini merupakan koleksi digital penulis dan belum pernah
dicetak baik dalam format digital atau cetak fisik oleh penerbit manapun.

Segala bentuk kutipan terhadap materi dalam buku ini agar dilakukan sesuai kaidah
pengutipan akademis.

2
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

DAFTAR ISI

PRAKATA................................................................................................................................. 0
PERNYATAAN HAK CIPTA .................................................................................................. 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB 1: Pengantar Mata Kuliah ................................................................................................. 4
BAB 2: Pengertian Asuransi Kesehatan .................................................................................. 14
Bab 3: Pengertian dan Konsep Risiko ..................................................................................... 25
Bab 4: Rating dan Underwriting .............................................................................................. 37
Bab 5: Kontrak dan Prinsip Hukum Asuransi.......................................................................... 48
Bab 6: Adverse Selection ......................................................................................................... 61
Bab 7: Moral Hazard dalam Asuransi Kesehatan .................................................................... 72
Bab 8: Fraud dalam Asuransi Kesehatan ................................................................................. 84
Bab 9: Mencegah Moral Hazard dengan Manajemen Utilitas ................................................. 98
Bab 10: Health Coverage Benefit .......................................................................................... 110
Bab 11: Provider Payment ..................................................................................................... 122
Bab 12: Pengertian Managed Care ........................................................................................ 130
Bab 13: Jenis Organisasi Managed Care ............................................................................... 141
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 156

3
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

BAB 1: Pengantar Mata Kuliah

A. KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

1. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme proses terjadinya asuransi kesehatan

2. Mahasiswa mampu menjelaskan kondisi-kondisi yang muncul berkaitan dengan


proses asuransi kesehata

B. URAIAN DAN CONTOH

1. Pendahuluan

Pasar asuransi kesehatan dunia menurut laman globenewswire.com1 akan meningkat


dari 1.465,8 miliar dollar AS pada tahun 2019 menjadi 2.210,62 miliar dollas AS pada
tahun 2027. Hal ini disebabkan adanya peningkatan populasi lanjut usia, biaya
pemeriksaan kesehatan yang tinggi, adanya inisiatif pemerintah untuk memperbaiki
kebijakan penggantian layanan bedah, dan adanya upaya-upaya untuk memperbaiki
layanan asuransi kesehatan khususnya dalam pembayaran klaim. Dari informasi
tersebut asuransi kesehatan merupakan salah satu alternatif pembiayaan pelayanan
kesehatan yang akan terus berkembang hingga lima tahun ke depan.

Asuransi kesehatan dapat berperan sebagai salah satu instrumen pembiayaan yang
dapat mencapai tujuan univerisal health coverage. World Health Organization (WHO)
mendorong negara-negara di dunia agar memberikan jaminan kesehatan kepada
masyarakatnya baik dalam bentuk asuransi kesehatan komersil atau sosial. Bahkan
sejak tahun 2001 WHO menganjurkan program asuransi kesehatan sebagai alternatif
pembiayaan untuk mensukseskan program imunisasi.

Bagaimana kondisi asuransi kesehatan di Indonesia? Jaminan Kesehatan Nasional


(JKN) merupakan bentuk program jaminan pemerintah atau asuransi kesehatan sosial
yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan. Namun dalam sebuah survey meskipun JKN
dapat menurunkan pengeluaran biaya kesehatan pada masyarakat, namun ternyata

1
https://www.globenewswire.com/news-release/2020/09/30/2101076/0/en/Global-Health-Insurance-
Market-Is-Expected-to-Reach-USD-2021-62-billion-by-2027-Fior-Markets.html

4
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

tidak mampu menaikkan status kesehatan2. Hal ini menunjukkan ada aspek pelayanan
yang masih luput dari perhatian pemerintah sebagai pemilik program JKN.

Bab ini akan memperkenalkan kepada mahasiswa tentang mata kuliah asuransi
kesehatan dan managed care sebagai mata kuliah wajiib peminatan Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan (AKK). Salah satu kompetensi mahasiswa AKK adalah mampu
mengelola sumberdaya untuk menghasilkan pelayanan atau program kesehatan yang
efektif dan efisien. Salah satu sumberdaya yang harus dikelola adalah sumberdaya
pendanaan melalui asuransi kesehatan.

2. Mekanisme Terjadinya Asuransi Kesehatan

Mengapa orang membutuhkan asuransi kesehatan? Bagaimana asuransi kesehatan bisa


muncul? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis menyusun skema bagaimana
seseorang mendapatkan jaminan kesehatan.

Gambar 1. Mekanisme Siklus Asuransi Kesehatan

Berdasarkan gambar 1, dimulai dari gambar paling kiri bahwa setiap orang memiliki
risiko dalam hidupnya termasuk salah satunya adalah risiko sakit/sehat. Risiko
sakit/sehat yang dimiliki setiap orang dapat ditanggung dengan dua jenis jaminan yaitu
asuransi kesehatan komersil dan asuransi kesehatan sosial. Asuransi kesehatan

2
https://finansial.bisnis.com/read/20190801/215/1131429/opini-mengukur-efektivitas-asuransi-kesehatan-
nasional

5
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

komersil bersifat sukarela (voluntary) sementara asuransi kesehatan sosial bersifat


wajib (mandatory).

Jika risiko sakit seseorang ditanggung asuransi kesehatan sosial, maka jaminan yang
diberikan kepadanya merupakan tanggung jawab negara untuk menjamin hak
warganya dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Jika risiko sakit seseorang
ditanggung asuransi kesehatan komersil maka jaminan yang diberikan kepadanya
merupakan upayanya untuk menawarkan pertanggungan risiko kepada pihak yang
bersedia menanggung (insurer).

Baik asuransi kesehatan sosial dan komersial, pihak penanggung sama-sama


melakukan perhitungan risiko terhadap individu dan/atau kelompok orang yang akan
menjadi tanggungannya. Risiko pihak yang tertanggung kemudian dikelompokkan ke
dalam klasifikasi risiko dari yang paling rendah hingga tinggi (disebut proses rating).
Dari proses perhitungan dan pengelompokkan risiko inilah dapat ditentukan iuran
(pada askes sosial) atau premi (pada askes komersial) yang akan dibebankan kepada
pihak tertanggung. Pada asuransi kesehatan sosial terdapat beberapa kelompok
masyarakat yang ditanggung iurannya oleh negara dalam rangka perlindungan sosial.

Pada asuransi kesehatan sosial mekanisme pengelompokkan risiko, besaran iuran dan
pemberian pelayanan kesehatan kepada anggotanya ditetapkan dalam
regulasi/kebijakan publik. Di Indonesia, kebijakan jaminan kesehatan dituangkan
dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang (UU) terkait seperti UU
kesehatan, UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU Badan Pengelola Jaminan Sosial,
hingga kebijakan tingkat teknis seperti Peraturan Menteri Kesehatan tentang
pelayanan kesehatan pada jaminana kesehatan nasional, dan sebagainya. Dengan
adanya kebijakan publik ini otomatis warga negara mengikuti ketentuan yang berlaku
dalam peraturan tersebut. Hal ini berbeda dengan askes komersil.

Pada asuransi kesehatan komersil yang bersifat sukarela, seseorang dapat menerima
atau menolak mekanisme pengelompokkan risiko dan besarnya premi yang ditawarkan
insurer. Artinya orang dapat sesukanya menawarkan pertanggungan risiko yang
dimilikinya kepada beberapa insurer hingga didapatkan manfaat dan premi yang sesuai
dengan minatnya. Ketika seseorang minat dengan manfaat dan premi, maka kedua
pihak (insured dan insurer) akan menandatangani kontrak asuransi kesehatan. Kontrak
berisi kondisi-kondisi, serta hak dan tanggung jawab yang harus dijalankan kedua

6
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

belah pihak. Rincian manfaat dan premi dituangkan pada dokumen yang disebut
dengan polis asuransi kesehatan. Kontrak yang sudah ditandatangi kedua pihak
menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang akan dialami dan diterima insured
maupun insurer. Konsekuensi tersebut dapat berbentuk perubahan perilaku dan
konsekuensi teknis.

Dari sudut pandang psikologis, hampir setiap orang cenderung mengalami perubahan
perilaku ketika dirinya terikat kontrak dibandingkan ketika dirinya belum terikat
perjanjian tertentu. Seperti halnya pasangan suami istri yang terikat perjanjian
pernikahan, maka perilakunya akan berubah dibanding ketika masih lajang. Seseorang
yang sudah terikat perjanjian kerja perilakunya akan berbeda dengan ketika dirinya
menganggur.

Demikian pula dengan kontrak asuransi. Seseorang yang kendaraannya diasuransikan


cenderung berprilaku tidak aman dalam berkendara. Demikian pula dengan asuransi
kesehatan. Insured cenderung tidak menjaga kesehatan karena kehidupannya dijamin,
cenderung mencari untung untuk mendapatkan benefit lebih banyak. Pelayanan
kesehatan termasuk dokter juga cenderung memberikan jasa yang tidak wajar bahkan
over. Dalam dunia asuransi, perilaku ini dikategorikan menjadi tiga dari tingkat yang
paling rendah hingga tinggi yaitu adverse selection, moral hazard dan fraud. Kondisi
yang merugikan ini harus dicegah untuk menghindari kerugian pada pihak insured dan
insurer termasuk pemberi pelayanan kesehatan.

Pencegahan perilaku adverse selection, moral hazard dan fraud dapat dilakukan saat
pelayanan kesehatan belum dijalankan atau diberikan, dan saat pelayanan kesehatan
diberikan dan/atau sudah dilaksanakan. Jika pencegahan dilakukan sebelum pelayanan
kesehatan diberikan maka metodenya dapat dimasukkan dalam kontrak asuransi dalam
bentuk urun biaya (cost sharing). Dalam asuransi kesehatan dikenal tiga macam cost
sharing yaitu co-insurance, co-payment, dan deductible. Jika pencegahan dilakukan
saat dan/atau setelah pelayanan kesehatan diberikan maka teknik yang dipakai adalah
manajemen utilitas atau utilization review (UR). Hasil dari UR digunakan pengelola
asuransi untuk menilai proses klaim dan pembayaran kepada insured.

Selain konsekuensi perilaku, kontrak asuransi kesehatan juga menimbulkan


konsekuensi teknis administratif yaitu proses klaim dan proses pembayaran atau
pemberian manfaat kepada insured atau pemberi pelayanan kesehatan. Proses klaim

7
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

dan pemberian manfaat asuransi mengikuti kebijakan publik yang berlaku (pada askes
sosial) dan polis/kontrak yang berlaku (pada askes komersial). Catatan historis
seseorang yang berkaitan dengan klaim dan manfaat asuransi berpengaruh terhadap
risiko sakit/sehat seseorang. Siklus ini kembali ke depan pada gambar 1.

Bab mata kuliah asuransi kesehatan dan managed care ini mengacu pada siklus yang
dideskripsikan pada gambar 1. Pembahasan dimulai dari konsep risiko dan diakhir
dengan pemberian manfaat.

3. Kendali Mutu dan Kendali Biaya dalam Asuransi Kesehatan

Dari uraian tentang mekanisme asuransi kesehatan dapat disimpulkan bahwa terdapat
tiga pihak yang terlibat dalam asuransi kesehatan yaitu pihak tertanggung (insured,
nasabah), pihak yang menanggung (insurer, perusahaan/pengelola dana asuransi) dan
pihak pemberi pelayanan kesehatan (provider kesehatan). Dengan demikian terdapat
tiga jenis kegiatan yang berkaitan dalam asuransi kesehatan yakni

Insurer
• Mengumpulkan risiko
• Menanggung risiko sakit
insured (sebagai payer)

Independen Independen

Insured Independen Provider yankes


• Membayar iuran/premi • Melayani insured sesuai
• Memeriksakan kesehatan ke ketentuan
provider • Menagih biaya yankes

Gambar 2. Pihak yang Terlibat dalam Asuransi Kesehatan Tradisional

Dalam jaminan kesehatan terdapat dua jenis asuransi yaitu askes tradisional dan askes
modern. Sebagaimana kita perhatikan pada gambar 2, setiap pihak menjalankan
fungsinya masing-masing. Insurer hanya mengurusi pengumpulan risiko (risk pool)
dan menanggung risiko insured dengan membayarkan klaim biaya pelayanan
kesehatan dari provider. Pihak insured hanya menjalankan tugas membayar
iuran/premi dan melakukan pemeriksaan kesehatan ketika mengalami sakit sesuai

8
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

dengan manfaat yang diterima. Sementara itu pihak provider hanya menjalankan peran
sebagai pemberi pelayanan kesehatan kepada insured sesuai ketentuan dan menagih
biaya pelayanan kesehatan kepada insurer. Kondisi seperti inilah yang disebut dengan
asuransi kesehatan tradisional, dimana masing-masing pihak dengan pihak lain saling
independen.

Kenapa disebut tradisional? Karena di dalamnya tidak ada upaya yang dilakukan agar
dapat saling menguntungkan seluruh pihak yang terlibat. Setiap pihak berupaya
menncari keuntungan masing-masing sehingga muncul inefisiensi, moral hazard,
hingga fraud. Buntutnya adalah terjadi pelayanan dengan biaya yang tinggi sekali
namun tidak diikuti dengan kualitas pelayanan yang baik. Artinya tidak ada upaya
untuk mengendalikan mutu pelayanan dan biaya pelayanan.

Hingga kemudian pada tahun 1970an muncul konsep yang disebut dengan asuransi
kesehatan modern yang menyatukan atau mengintegrasikan tiga fungsi pokok dalam
asuransi kesehatan yaitu pembiayaan, pelayanan, dan pengumpulan risiko (risk
pooling). Konsep ini dikenal dengan nama Managed-Care yang akan dipelajari pada
akhir dari buku ini (lihat gambar 3).

Insurer

Risk pooling pembiayaan

Insured Provider
pelayanan

Gambar 3. Pihak yang Terlibat dalam Asuransi Kesehatan Modern

4. Tentang Mata Kuliah Asuransi Kesehatan dan Managed Care

Mata kuliah asuransi kesehatan dan managed-care merupakan mata ajar yang wajib
diikuti mahasiswa program studi kesehatan masyarakat peminatan Administrasi dan

9
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Kebijakan Kesehatan (AKK). Sebagaimana diketahui bahwa kompetensi utama


mahasiswa AKK adalah mampu mengelola organisasi khususnya pelayanan kesehatan
dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada. Salah satu sumberdaya tersebut adalah
pendanaan melalui jaminan atau asuransi kesehatan.

Mata kuliah terdiri dari 2 satuan kredit semester (SKS) dan diberikan dalam 14 kali
pertemuan. Topik yang diberikan selama perkuliahan disusun berdasarkan Rencana
Pembelajaran Semester (RPS) yang berisikan tujuan pembelajaran, materi yang
diberikan, metode pembelajaran, dan indicator penilaian (lihat lampiran).

Pada dasarnya topik yang diberikan terdiri dari konsep-konsep utama antara lain:
konsep asuransi, konsep risiko, konsep hukum asuransi, konsep perilaku berasuransi,
konsep pencegahan kerugian, konsep manfaat dan pembayaran, serta konsep asuransi
kesehatan modern atau managed-care.

a. Konsep asuransi

Konsep tentang asuransi akan diberikan pada sesi-1 dan sesi-2.

• Sesi-1 berisi topik tentang mekanisme terjadinya asuransi khususnya


kesehatan dan tentang mata kuliah asuransi kesehatan dan manageda-
care. Tujuannya agar mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan
mekanisme terjadinya asuransi kesehatan, serta memahami manfaat
dari pembelajaran ilmu asuransi kesehatan dan managed care

• Sesi-2 berisi topik tentang pengertian asuransi secara umum dan


pengertian asuransi kesehatan secara khusus. Tujuan dari sesi ini adalah
mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan dasar-dasar konsep
asuransi dan pertanggungan, serta dapat memahami dan menjelaskan
karakteristik dan jenis-jenis asuransi kesehatan.

b. Konsep risiko

Konsep risiko akan dijelaskan pada sesi-3, sesi-4, dan sesi-5.

• Sesi-3 berisi topik tentang pengertian risiko dan bagaimana mengelola


risiko. Tujuan pembelajaran pada sesi ini adalah mahasiswa dapat
memahami dan menjelaskan definisi dan jenis-jenis risiko, serta dapat
menerapkan pengelolaan risiko yang berkaitan dengan kesehatan

10
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

• Sesi-4 berisi topik tentang penilaian dan pengklasifikasian risiko yang


dapat diasuransikan. Tujuan pembelajaran pada sesi ini adalah
mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan metode rating yaitu
teknik-tekni yang digunakan untuk menilai risiko calon peserta
asuransi serta mengelompokkannya ke dalam kelompok-kelompok
risiko.

• Sesi-5 berisi topik tentang penentuan penerimaan risiko calon peserta


asuransi serta besaran premi yang akan ditetapkan. Tujuan sesi ini
adalah mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan metode
underwriting yaitu teknik yang digunakan dalam memutuskan
kepesertaan asuransi dan besaran premi.

c. Konsep hukum asuransi

Konsep hukum yang berlaku dalam asuransi kesehatan hanya diberikan pada
sesi-6. Pada sesi-6 topik yang akan diajarkan adalah pengertian kontrak dan
hukum dalam asuransi kesehatan. Tujuan pembelajaran pada sesi ini adalah
mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan definisi, komponen dan jenis-
jenis kontrak asuransi berdasarkan prinsip hukum yang berlaku.

d. Konsep perubahan perilaku akibat kontrak

Konsep ini akan dibahas pada sesi-7, sesi-8 dan sesi-9.

• Sesi-7 akan diberikan topik yang berkaitan dengan perilaku adverse


selection. Tujuan dari pembelajaran adalah mahasiswa dapat
memahami dan menjelaskan pengertian dari adverse selection dan
faktor-faktor penyebab munculnya perilaku ini.

• Sesi-8 akan dipelajari tentang perilaku moral hazard. Tujuan dari


pembelajaran pada sesi-8 adalah mahasiswa dapat memahami dan
menjelaskan pengertian dari moral hazard, jenis-jenisnya dan faktor
penyebab munculnya moral hazard.

• Sesi-9 akan dipelajari salah satu perilaku yang paling merugikan yaitu
fraud. Tujuan dari pembelajaran pada sesi-8 adalah mahasiswa dapat
memahami dan menjelaskan tentang defines fraud, jenisnya, dan faktor
penyebab kemunculan fraud

11
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

e. Konsep pencegahan kerugian

Konsep tentang bagaimana mencegah kerugian yang muncul akibat perilaku


yang merugikan asuransi akan diberikan pada sesi-10. Pada sesi ini mahasiswa
diharapkan dapat memahami dan menjelaskan metode pencegahan perilaku
yang merugikan dalam asuransi kesehatan baik saat pelayanan belum diberikan
(co-insurance, co-payment, dan deductible) atau saat pelayanan sedang atau
setelah diberikan yang disebut dengan utilization review.

f. Konsep pemberian manfaat dan pembayaran

Konsep manfaat asuransi kesehatan dan pembayaran pelayanan akan diberikan


pada sesi-11 dan sesi-12

• Sesi-11 akan mempelajari topik-topik yang berkaitan dengan manfaat


atau benefit dari asuransi kesehatan. Tujuan pembelajaran pada sesi ini
adalah mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang
pengertian manfaat asuransi, jenis-jenis serta karakteristiknya.

• Sesi-12 akan mempelajari topik yang berkaitan dengan pembayaran


pelayanan kesehatan kepada provider kesehatan. Tujuan pembelajaran
adalah mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian
pembayaran dan jenis-jenisnya.

g. Konsep asuransi kesehatan modern

Konsep asuransi kesehatan modern atau managed care akan diberikan pada
sesi-13 dan sesi-14.

• Sesi-13 akan membahas topik tentang pengertian managed care serta


karakterisktiknya. Tujuan pembelajaran pada sesi ini adalah mahasiswa
dapat memahami dan menjelaskan definisi managed care, jenis-
jenisnya, serta karakteristik dari managed care.

• Sesi-14 akan membahas topik tentang karakterisik masing-masing jenis


organisasi managed care. Tujuannya adalah mahasiswa mampu
memahami dan menjelaskan karakteristik organisasi managed care.

12
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Tabel 1. Rencana Materi Pembelajaran


No Konsep Sesi Topik
A Dasar asuransi 1 Pengatar kuliah
2 Dasar asuransi kesehatan
B Risiko 3 Risiko dan manajemen risiko
4 Rating risiko
5 Underwriting
C Hukum asuransi 6 Kontrak dan hukum askes
D Perilaku dalam asuransi 7 Adverse selection
8 Moral hazard dalam askes
9 Fraud dalam askes
E Pencegahan 10 Pencegahan kerugian asuransi
F Manfaat & pembayaran 11 Manfaat asuransi kesehatan
12 Pembayatan pelayanan kesehatan
G Askes modern 13 Managed Care 1
14 Managed Care 2

C. REFERENSI

D. LATIHAN

1. Sebutkan tujuan secara umum mahasiswa mempelajari ilmu asuransi kesehatan dan
managed care

2. Sebutkan konsep-konsep yang akan dipelajari dalam mata kuliah asuransi


kesehatan dan managed care

13
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

BAB 2: Pengertian Asuransi Kesehatan

A. KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian pembiayaan kesehatan

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan asuransi kesehatan sebagai salah satu
mekanisme pembiayaan kesehatan
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan skema managed care sebagai pola
asuransi kesehatan modern

B. URAIAN DAN CONTOH

1. Pendahuluan

Dalam pidatonya beberapa minggu lalu, presiden Joko Widodo menyinggung


belum terserapnya anggaran pembelanjaan oleh Kementerian Kesehatan. Anggaran
kesehatan sebesar 75 triliun rupiah baru terserap 1,53% per Juni 2020. Penulis tidak
akan membahas kontroversi politis dibalik pernyataan tersebut. Nilai sebesar 75 triliun
tersebut adalah contoh dari pembiayaan kesehatan.

Pembiayaan kesehatan adalah bagian yang vital dalam sistem kesehatan. Menurut
Goldstein dkk sistem kesehatan masyarakat terdiri dari lima komponen utama yaitu
organisasi, pembiayaan, manajemen, kinerja, dan masalah kesehatan(Goldstein et al.,
2015). Menurut WHO, sistem kesehatan terdiri enam bagian utama yaitu (1)
pemberian pelayanan kesehatan; (2) tenaga kesehatan; (3) informasi; (4) alat
kesehatan, vaksin dan teknologi; (5) kepemimpinan dan pemerintahan; dan (6)
pembiayaan dan percepatan akses pelayanan kesehatan secara universal serta
pengurangan ketimpangan dalam kesehatan (Tulchinsky et al., 2014).

Atas dasar hal tersebut, tugas pemerintah dalam kesehatan masyarakat bukan
hanya mencegah penyakit namun juga mendanai atau membiayai pelayanan kesehatan
bagi warganya. Begitu pentingnya pembiayaan kesehatan, sehingga kesehatan
masyarakat di negara yang masih memisahkan (tidak mengintegrasikan) antara
pemberian pelayanan dengan pembiayaan kesehatan harus berurusan dengan
penduduk yang mengalami kondisi keterbelakangan atau kemiskinan serta terlupakan
dalam perawatan (Tulchinsky et al., 2014).

14
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Pemberian
yankes

Tenaga
PEMBIAYAAN
kesehatan

Kepemimpinan
Informasi
& pemerintah

Alkes, vaksin,
teknologi

Gambar 1 Enam komponen sistem kesehatan menurut WHO

Pentingnya pembiayaan kesehatan terlihat dalam program penanggulangan


tuberkulosis (TB) melalui DOTS (Directly Observed Therapy) yang
direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO). Komponen DOTS yang
utama adalah komitmen pemerintah untuk meningkatkan dan mempertahankan
pembiayaan melalui upaya-upaya legislasi, perencanaan, sumberdaya manusia dan
pelatihan (Tulchinsky et al., 2014).

Menurut sejarah pada tahun 1960 pembiayaan kesehatan di negara-negara industri


lebih diutamakan pada upaya pengobatan di rumah sakit melalui skema asuransi
nasional (Tulchinsky et al., 2014). Pada tahun 1970, para ahli ekonomi dan kebijakan
kesehatan beranggapan pada sistem pembiayaan pelayanan kesehatan tidak adil bagi
masyarakat. Pelayanan kesehatan dan rumah sakit bersedia menyediakan pendanaan
untuk mengobati orang sakit, namun tidak demikian halnya untuk menjaga status
kesehatan masyarakat (Duston, 2016). Hal ini mendorong munculnya konsep
Kesehatan Masyarakat Baru (New Public Health) yang mengupayakan atau
mendorong derajat kesehatan melalui pengorganisasian dan pembiayaan(Tulchinsky
et al., 2014).

2. Pembiayaan Kesehatan

15
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Semua negara memiliki tujuan yang sama berdasarkan kesepakatan global dalam
Sustainable Development Goals (SDGs) yakni mencapai satu kondisi dimana
kesehatan seluruh warga negaranya dilindungi oleh pemerintah atau disebut Universal
Health Coverage (UHC). Pembiayaan kesehatan dibutuhkan untuk mencapai UHC,
karena sifatnya yang dapat mengumpulkan seluruh sumberdaya kunci dalam upaya
kesehatan sehingga tidak terlalu menekan masalah finansial di tingkat rumah tangga
(Global Burden of Disease Health Financing Collaborator Network, 2018).

Kegiatan pembiayaan melibatkan beberapa pihak. Pengertian pembiayaan


(financing) adalah pendanaan yang melibatkan berbagai pihak yaitu pembeli
(konsumen, pasien), penyedia jasa (perusahaan, pelayanan kesehatan), dan pihak
ketiga seperti bank dan perusahaan asuransi(Getzen, 2013). Menurut Tulchinsky dkk,
pembiayaan kesehatan meliputi pembayaran yang dilakukan secara individu untuk
mendapatkan pelayanan hingga pembiayaan dengan asuransi kesehatan kepada
karyawan di perusahaan. Pembiayaan kesehatan juga bukan hanya memikirkan
bagaimana caranya mendapatkan pendanaan, namun juga bagaimana caranya agar
dana tersebut dapat dialokasikan secara efisien(Tulchinsky et al., 2014), sehingga tidak
menimbulkan beban finansial pada masyarakat miskin.

Pembeli
Penjual jasa
jasa

Pihak
ketiga

Pembiayaan

Gambar 2 Skema komponen pembiayaan

Disamping mengatasi masalah finansial, pembiayaan kesehatan secara tidak


langsung dapat meningkatkan derajat kesehatan seseorang. Adanya pembiayaan
kesehatan ternyata dapat mempengaruhi tingkat pemanfaatan seluruh jenis pelayanan
kesehatan berdasarkan konsep elastisitas (Duston, 2016). Mekanisme pembiayaan
untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan dua skema
(Institute of Medicine, 2015):

16
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

1. Pembiayaan melalui pendapatan yang diperoleh rumah sakit (Internal Revenue


Service atau IRS) melalui skema pajak

2. Pembiayaan melalui rancangan ulang sistem pembayaran dan penggunaan


pembiayaan kesehatan

Bagaimana penerapan pembiayaan kesehatan pada setiap negara? Pembiayaan


kesehatan suatu negara tergantung pada kecenderungan sistem perekonomian yang
dianut. Pada negara yang menganut model ekonomi sosial (social justice model),
pembiayaan kesehatan didanai oleh seluruh komunitas melalui pajak. Sedangkan pada
negara dengan model ekonomi pasar (market justice model) pembiayaan didasarkan
pada belanja kesehatan perorangan yang dibiayai langsung individu atau melalui
asuransi kesehatan (Duston, 2016). Negara dengan sistem ekonomi pasar tidak
membutuhkan peran pemerintah yang tinggi dalam pembiayaan kesehatan, kecuali
pada upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan yang membutuhkan dukungan
langsung pemerintah (Tulchinsky et al., 2014), misalnya program vaksinasi.

Market justice model Social justice model

• Pembiayaan • Pembiayaan
langsung individu kesehatan dari
atau melalui asuransi seluruh komunitas
kesehatan melalui pajak

Gambar 3 Pembiayaan kesehatan berdasarkan sistem ekonomi negara

Kegiatan pembiayaan kesehatan terdiri dari tiga fungsi utama yakni(Schieber et


al., 2006):

1. Pengumpulan iuran/dana (revenue collection), yaitu upaya mendapatkan dana dari


rumah tangga, bisnis, dan sumber eksternal

2. Penggabungan (pooling) yaitu upaya mengumpulkan dan mengelola pendanaan


atau iuran sehingga terjadi saling berbagi risiko kesehatan antar peserta jaminan
kesehatan, serta melindungi peserta dari belanja kesehatan yang besar dan tidak
dapat diprediksi

3. Pembelanjaan (purchasing) yaitu upaya membeli atau memanfaatkan pelayanan


baik diberikan oleh sektor swasta atau pemerintah

17
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Revenue •Pengumpulan
dana dari rumah
tangga, bisnis dan
collection sumber eksternal

•Mengumpulkan
dan mengelola
Pooling pendanaan/iuran
agar ada
pertukaran risiko

•Membeli/
memanfaatkan
Purchasing pelayanan dari
swasta atau
pemerintah

Gambar 4 Fungsi utama pembiayaan

Supaya suatu negara dapat dengan sukses menjalankan program pembiayaan


kesehatan, maka menurut Tulchinsky dkk delapan hal berikut sebaiknya
direkomendasikan untuk dijalankan, yaitu(Tulchinsky et al., 2014):

1. Ada insentif jika tercapai kinerja dalam pencegahan penyakit dan promosi
kesehatan

2. Pencapaian perlindungan menyeluruh melalui jaminan sosial atau sistem berbasis


pajak

3. Pembiayaan kesehatan masuk dalam program kemanfaatan sosial negara

4. Alokasi pembiayaan kesehatan dari PDB di atas 6%

5. Perubahan paradigma dari perencanaan pada sisi penawaran menjadi biaya per
kapita

6. Adanya pengukuran kinerja atau output

7. Memprioritaskan dana hibah untuk meningkatkan tujuan nasional dan program


kesehatan khusus

18
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

8. Peningkatan pembiayaan pada tingkat nasional, provinsi dan kota/kabupaten


sebesar 7-10% dari PDB

9. Mengembangkan penambahan asuransi kesehatan

10. Mengutamakan pelayanan kesehatan paket dan hak konsumen

11. Mengurangi rawat inap akut menjadi < 3 per 1.000 populasi

12. Pendanaan secara kapitasi pada dinas kesehatan kota

13. Pemberian penalti jika terjadi kelebihan hospitalisasi dan tindakan bedah

14. Mendorong adanya integrase pelayanan kesehatan

3. Asuransi Kesehatan dan Managed Care

Bagaimana kaitan asuransi kesehatan dengan pembiayaan kesehatan? Asuransi


kesehatan merupakan salah satu cara untuk membiayai pelayanan kesehatan(Getzen,
2013). Pada negara-negara yang menganut sistem pembiayaan kesehatan yang berasal
dari berbagai sumber (multiple health financing), umumnya pelayanan kesehatan
dibiayai dari asuransi kesehatan. Misalnya pada negara Amerika Serikat (AS) (Duston,
2016). Pada tahun 2012, pembiayaan kesehatan di AS sebesar 40% bersumber dari
Medicare dan 32% dari Medicaid (Getzen, 2013).

Pembiayaan kesehatan dapat berasal dari tiga sumber yaitu publik, swasta, dan
bantuan internasional. Asuransi kesehatan merupakan sumber pembiayaan kesehatan
yang dapat berasal dari publik (berbentuk asuransi kesehatan sosial, misalnya Jaminan
Kesehatan Nasional), dan dapat berasal dari swasta (dalam bentuk asuransi kesehatan
swasta) (Tulchinsky et al., 2014). Iuran atau kontribusi pada asuransi kesehatan sosial
umumnya berdasarkan pada pendapatan, sedangkan pada asuransi kesehatan swasta
umumnya berdasarkan risiko atau penyakit yang diderita(McKee et al., 2013).

19
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Asuransi kesehatan
Publik
sosial (wajib)
Pembiayaan
Kesehatan
Asuransi kesehatan
Swasta swasta atau
komersial (sukarela)

Gambar 5 Pembiayaan Kesehatan dari Asuransi

Disamping itu sumber pembiayaan kesehatan dari suatu negara dibagi berdasarkan
sistem kesehatan yang dianut. Tabel berikut menjelaskan perbedaan sumber
pembiayaan menurut sistem kesehatan nasional(Tulchinsky et al., 2014).

Tabel 1 Perbedaan sumber pembiayaan negara berdasarkan sistem kesehatan


yang dianut

Tipe Sistem Kesehatan Sumber Pembiayaan


• Bismarckian Health Insurance Pajak pekerja-pengusaha atau jaminan
melalui jaminan sosial [Jerman, sosial yang wajib dibayarkan untuk
Jepang, Perancis, Austria, Belgia, Dana Kesehatan
Swiss dan Israel]
• Beveridge National Health Service Pajak dan pendapatan negara,
[Inggris, Norwegia, Swedia, pembiayaan nasional dengan sistem
Denmark, Italia, Spanyol, Portugal, kapitasi (Inggris), kombinasi pajak
Yunani] nasional, regional & local (pada negara-
negara Nordic)
• Semashko National Health System Pajak dan pendapatan negara dengan
[pada negara-negara pecahan Uni perencanaan dan pengendalian yang
Sovyet] kuat oleh pemerintah.
• Douglas National Health Insurance Pajak, urun biaya antara pemerintah
melalui pemerintah [Kanada, provinsi dengan negera federal
Australis]
• Mixed private/public system [AS, Asuransi kesehatan swasta melalui
Amerika Latin, Filipina, Nigeria karyawan, dan asuransi kesehatan sosial
melalui jaminan sosial bagi kelompok
populasi tertentu.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asuransi kesehatan merupakan


sumber pembiayaan kesehatan yang utama di suatu negara. Pada tahun 2020 ini

20
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

diperkirakan asuransi kesehatan akan mengalami kecenderungan atau trend sebagai


berikut:

1. Akan mengurangi klaim obat dan lebih mendekatkan diri dengan pelayanan
kesehatan untuk melakukan tindakan medis segera(Wolpert, 2020)

2. Memanfaatkan big data untuk memprediksi risiko(Wolpert, 2020) (EY Insurance,


2015)

3. Menghadapi krisis penyakit tidak menular karena karakteristiknya yang berkaitan


dengan perilaku dan durasi penyakit yang panjang(EY Insurance, 2015)

4. Terjadi pergeseran tujuan penggunaan asuransi lebih kepada dampak dan nilai
kesehatan yang diinginkan(EY Insurance, 2015)

5. Penggunaan teknologi mobile health(EY Insurance, 2015)

6. Menempatkan konsumen/nasabah sebagai pusat(EY Insurance, 2015)

7. Tekanan terhadap peran underwriter

Melihat tantangan tersebut di atas, maka dibutuhkan skema asuransi kesehatan


yang benar-benar efisien dan tidak merugikan seluruh pelaku. Pelaku asuransi
kesehatan memiliki keunikan yaitu selain terdapat pihak yang menanggung (insurer)
dan yang ditanggung risikonya (insured), terdapat pula pemberi pelayanan kesehatan
(PPK) atau disebut dengan provider kesehatan (health provider). Gambar 6
memperlihatkan pelaku asuransi kesehatan tradisional yang saling independen dan
disebut dengan asuransi kesehatan tradisional

Insurer

Asuransi
Kesehatan
Tradisional

Health
Insured provider

Gambar 6 – Pelaku Asuransi Kesehatan Tradisional

21
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Supaya terjadi efisiensi dalam bagi ketiga pihak pelaku asuransi kesehatan, maka
muncullah konsep yang disebut dengan managed-carei atau asuransi kesehatan
modern. Konsep ini menggabungkan ketiga pihak tersebut, sehingga mengintegrasikan
antara pelayanan, pembiayaan dan pengumpulan risiko (risk pooling). Gambar 7
menjelaskan skema managed-care.

Insurer

Health
Insured
provider

Gambar 7 – Skema Managed Care

Gambar 8 Sebuah karikatur yang dibuat oleh perusahaan asuransi EY


Insurance yang menggambarkan tentang kondisi asuransi kesehatan pada
era disrupsi

22
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

KESIMPULAN

Menurut WHO, sistem kesehatan terdiri enam bagian utama yaitu (1) pemberian pelayanan
kesehatan; (2) tenaga kesehatan; (3) informasi; (4) alat kesehatan, vaksin dan teknologi; (5)
kepemimpinan dan pemerintahan; dan (6) pembiayaan dan percepatan akses pelayanan
kesehatan secara universal serta pengurangan ketimpangan dalam kesehatan.

Pengertian pembiayaan (financing) adalah pendanaan yang melibatkan berbagai pihak


yaitu pembeli (konsumen, pasien), penyedia jasa (perusahaan, pelayanan kesehatan), dan pihak
ketiga seperti bank dan perusahaan asuransi.

Asuransi kesehatan merupakan sumber pembiayaan kesehatan yang dapat berasal dari
publik (berbentuk asuransi kesehatan sosial, misalnya Jaminan Kesehatan Nasional), dan dapat
berasal dari swasta (dalam bentuk asuransi kesehatan swasta atau komersil).

LATIHAN

1. Mengapa negara membutuhkan pembiayaan kesehatan?


2. Mengapa asuransi kesehatan disebut sebagai bagian dari pembiayaan kesehatan?
3. Mengapa asuransi kesehatan sosial umumnya bersifat wajib?
4. Mengapa asutansi kesehatan komersil bersifat sukarela?
5. Mengapa dibutuhkan asuransi kesehatan modern?

KUIS

1. Skema pembiayaan terdiri dari:

A. Pihak penjual jasa

B. Pihak pembeli jasa + penjual jasa

C. Pihak pembeli jasa + penjual jasa + pihak ketiga

2. Pada negara dengan sosial justice model, pembiayaan kesehatan berasal dari:

A. Pajak

B. Pembelajaan kesehatan individu

C. Asuransi kesehatan komersil

3. Asuransi kesehatan merupakan sumber pembiayaan kesehatan yang dapat berasal dari:

23
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

A. Publik

B. Swasta

C. Bantuan internasional

4. Membeli/ memanfaatkan pelayanan dari swasta atau pemerintah, merupakan fungsi


pembiayaan kesehatan yang disebut dengan

A. Revenue collecting

B. Risk pooling

C. Purchasing

5. Manakah dari komponen sistem kesehatan yang menggambarkan tentang asuransi


kesehatan?

A. Pembiayaan kesehatan

B. Tenaga kesehatan

C. Informasi kesehatan

24
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Bab 3: Pengertian dan Konsep Risiko

A. KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep risiko

2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian kerugian

3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi jenis risiko

4. Mahasiswa mampu menjelaskan cara pengendalian risiko

B. URAIAN DAN CONTOH

1. Konsep Risiko

Terminologi “risk” atau risiko sering dipakai pada berbagai disiplin ilmu. Disiplin
tersebut misalnya pada ilmu ekonomi, ilmu perilaku, statistik, aktuaria, ilmu sejarah,
dan keselamatan kerja. Dalam ilmu ekonomi ada risiko hutang luar negeri, dalam ilmu
perilaku ada tindakan yang mendekati risiko atau risk taking, dalam ilmu statistik
terdapat perhitungan probabilitas yang menunjukkan nilai risiko, dalam ilmu aktuaria
terdapat perhitungan risiko kerugian, dalam ilmu sejarah terdapat risiko, dan dalam
keselamatan kerja terdapat risiko kecelakaan yang akan dialami pekerja. Pada
dasarnya istilah risiko berkaitan dengan suatu kejadian atau kondisi.

Secara definitif, risiko atau risk adalah suatu kondisi ketidakpastian yang bekaitan
dengan kejadian yang merugikan (Geroge E. Rejda & McNamara, 2016). Pada
masyarakat umum, risiko berkaitan dengan kondisi ketidakpastian (uncertainty).
Ketidakpastian tersebut berkaitan dengan kejadian mengalami kerugian. Misalnya:
risiko meninggal akibat kecelakaan lalu lintas, dan risiko kanker paru pada perokok.
Kedua risiko tersebut terjadi karena adanya kondisi ketidakpastian. Pada pekerja
asuransi, istilah risiko berkaitan dengan “benda” atau “jiwa” yang akan diasuransikan.
Misalnya: supir memiliki risiko buruk (kecelakaan, kesehatan, dan sebagainya), atau
gedung itu memiliki risiko rendah (terbakar, hancur, dan sebagainya).

Meskipun risiko merupakan kondisi ketidakpastian (uncertainty), namun keduanya


memiliki perbedaan. Kemungkinan terjadinya risiko dapat diprediksi atau diketahui,

25
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

sementara kemungkinan pada kondisi ketidakpastian (uncertainty) sama sekali tidak


ketahui. Suatu negara dapat diukur atau diprediksi mengalami penularan Covid-19.
Namun ketika ditanyakan kepastian Covid-19 berakhir sulit diukur kepastiannya.

Sementara menurut (Vaughan & Vaughan, 2014), adanya risiko menimbulkan kondisi
ketidakpastian (uncertainty) pada individu atau seseorang. Ketidakpastian merupakan
reaksi psikologis akibat kurangnya pengetahuan seseorang terhadap kejadian yang
akan datang. Dengan demikian ketidakpastian pada seseorang tergantung pada
pengetahuan dan sikap yang dimiliki. Seseorang dengan latar belakang pendidikan
dokter lebih mudah menilai kepastian mengalami sakit, dibanding orang yang sama
sekali tidak terpapar informasi kesehatan.

Tingkat risiko dihitung berdasarkan probabilitas atau kemungkinan kondisi yang


menimbulkan kerugian akan terjadi. Jika kerugian pasti terjadi maka tingkat risiko
mencapai 1 (pasti ada risiko). Jika kerugian pasti tidak terjadi maka tingkat risiko 0
(tidak ada risiko). Dalam praktiknya risiko dinyatakan dalam ukuran kualitatif yaitu
sangat berisiko, berisiko, dan tidak berisiko. Dalam hal membandingkan dua atau lebih
keadaan, maka risiko dapat dinyatakan dengan “lebih berisiko” dan/atau “kurang
berisiko”. Risiko seseorang mengalami kanker bisa saja diukur dengan studi terhadap
rekam medis di rumah sakit sehingga dihasilkan misalnya angka 0,70 yang artinya
risiko terkena kanker sekitar 70%. Namun ukuran ini tidak dapat digunakan sebagai
dasar menilai risiko yang benar. Pada kenyataannya, risiko diukur dengan
membandingkan antara kelompok satu dengan kelompok lain. Salah satu ukuran
epidemiologis yang sering dipakai untuk membandingkan risiko adalah relative risk
(RR). Misalnya sebuah studi terhadap orang dewasa pria di kota A didapatkan RR = 3
yang artinya risiko kanker pada kelompok orang dewasa yang merokok lebih tinggi
tiga kali dibanding kelompok yang tidak merokok.

Demikian pula dalam penilaian risiko pada asuransi kesehatan. Perusahaan asuransi
tidak mengukur si A memiliki risiko sakit sekian persen, namun mengelompokkan
mereka ke dalam kelompok yang bersifat kualitatif yaitu “Risiko sangat tinggi” “risiko
tinggi” “risiko sedang” “risiko rendah” dan “tidak berisiko”.

Dalam kaitannya dengan asuransi kesehatan, (Vaughan & Vaughan, 2014) risiko
didefinisikan sebagai suatu kondisi yang memungkinkan adanya penyimpangan yang

26
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

tidak diharapkan dari tujuan yang akan dicapai. Dengan demikian risiko memiliki
karakteristik sebagai berikut:

1. Merupakan kondisi yang riil terjadi yang berasal dari lingkungan eksternal
seseorang, sehingga situasi yang hanya rekaan atau dugaan tanpa ada bukti
kejadiannya bukan dianggap risiko. Meskipun seseorang dapat meramalkan suatu
risiko kapan terjadi, namun ramalan tersebut didasarkan pada kejadian empirik
sebelumnya.

2. Terdapat kemungkinan kerugian, sehingga satu kondisi yang terus menerus


menguntungkan seseorang bukan merupakan risiko. Namun apakah ada kejadian
yang selalu menguntungkan orang? Penambahan usia seseorang selama ia masih
hidup sudah pasti akan terjadi, sehingga sulit dikatakan bahwa seseorang memiliki
risiko umurnya tidak bertambah selama dirinya masih hidup. Dalam asuransi
dikenal dengan risiko kematian sehingga melahirkan produk asuransi jiwa atau
jaminan kematian.

3. Sulit diukur secara pasti (tidak pasti/uncertainty), namun hanya dapat ditentukan
kemungkingan munculnya risiko. Berapa persen risiko Anda tertular Covid-19?
Jawaban ini sulti dijawab karena adanya ketidakpastian. Kita dengan mudah dapat
menentukan kapan seseorang tertular Covid-19 yaitu ketika tidak menerapkan
protokol kesehatan memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Namun
berapa persen seseorang terkena Covid-19 sulit ditentukan.

2. Perbedaan Antara Risiko dengan Peril dan Hazard

Dalam dunia asuransi, sering terdapat salah pengertian tentang perbedaan antara risiko
dengan peril dan hazard. Penyebab dari kerugian disebut dengan peril. Misalnya:
penyebab kebakaran, penyebab hujan badai, penyebab kemalingan, dan sebagainya.
Sedangkan kondisi yang dapat menyebabkan timbulnya atau meningkatkan penyebab
kerugian (peril) disebut dengan hazard. Suatu kondisi bisa dikategorikan peril atau
hazard, misalnya kondisi sakit. Penyebab kerugian ekonomi pada seseorang adalah
kondisi sakit (peril). Namun kondisi sakit bisa sebagai hazard, yaitu dapat
menimbulkan atau meningkatkan terjadinya kematian.

27
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Lingkungan
Risiko sakit
(Hazard)

Genetik Sakit Tidak dapat Tidak lulus


(Hazard) (Peril) kuliah (loss) tepat waktu

Gaya hidup
(Hazard)

Gambar 1. Perbedaan risk, peril, hazard, dan loss

Hazard terdiri dari empat yaitu physical hazard, moral hazard, morale hazard, dan
legal hazard.

a. Atribut fisik yang dapat meningkatkan kemungkinan kerugian oleh suatu peril
disebut dengan physical hazard. Misalnya: kebakaran (peril) dapat meningkat
karena adanya hazard seperti tipe bangunan, lokasi bangunan, dan tingkat hunian
gedung.

b. Moral hazard dapat meningkatkan kerugian peril dalam bentuk karakter yang
cenderung tidak jujur dari seseorang yang ditanggung kerugiannya.

c. Sedangkan morale hazard berkaitan dengan tindakan seseorang untuk menambah


kerugian ketika dirinya telah menjadi peserta asuransi yang disebabkan oleh
perbedaan sikap terhadap pertanggungan kerugian (jadi bukan ketidakjujuran).
Misalnya kecenderungan dokter memberikan pelayanan yang lebih baik kepada
pasien yang memiliki asuransi, kecenderungan pasien lebih bersikap hati-hati
dalam mencegah penyakit.

d. Legal hazard berkaitan dengan kecenderungan memperburuk kondisi


(menimbulkan kerugian) yang didorong oleh aspek hukum.

3. Kerugian dan Risiko

Kerugian atau loss merupakan satu kondisi seseorang mengalami hal-hal yang tidak
diharapkan seperti kehilangan, sakit, kebakaran dan sebagainya. Kemungkinan suatu

28
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

kerugian terjadi pada seseorang disebut dengan chance of loss yaitu probabilitas suatu
kejadian kerugian akan terjadi. Probabilitas tersebut ada yang sifatnya obyektif
(objective probability) dan subyektif (subjective probability).

a. Objective probability merupakan kemungkinan terjadi kerugian berdasarkan sudut


pandang orang lain bahwa tidak ada perubahan kondisi yang mempengaruhi
kejadian tersebut. Misalnya: kemungkinan seseorang mengalami ISPA jika tidak
melakukan pengobatan.

b. Sementara subjective probability lebih kepada estimasi terhadap kejadian kerugian


oleh dirinya sendiri, misalnya orang yang terus merokok yang meyakini bahwa
nikotin tidak membahayakan kesehatan. Subjective probability dipengaruhi oleh
karakteristik personal seseorang seperti usia, jenis kelamin, pengetahuan,
pendidikan, serta gaya hidup.

4. Jenis Risiko

Dilihat dari pihak yang menilainya, risiko terbagi menjadi: a) Risiko obyektif
(objective risk) dan b) Risiko subyektif (subjective risk). Perbedaan keduanya akan
dijelaskan sebagai berikut:

a. Risiko obyektif merupakan jenis risiko yang dapat diukur secara rasional dan
merupakan selisih relatif antara kerugian aktual (loss actual) dengan kerugian yang
diharapkan (expected loss). Misalnya dari populasi 10.000 penduduk desa ada
kemungkinan 100 atau 1% yang mengalami kanker darah pada tahun ini. Pada
tahun berikutnya kemungkinan hanya 90 penduduk, atau 110 penduduk yang
mengalami kaknker darah. Selisih antara 100 dengan 90, atau 100 dengan 110 ini
disebut dengan risiko obyektif. Risiko obyektif akan berkurang jika
paparan/pajanan risiko semakin meningkat. Untuk menghitungnya secara statistik
bisa menggunakan ukuran sebaran seperti standar deviasi atau koefisien variasi.
Konsep risiko obyektif menghasilkan hukum yang terkenal dalam asuransi yaitu
law of large numbers. Hukum ini menyatakan bahwa semakin tinggi jumlah
subyek yang terpapar risiko, maka selisih risiko aktual terhadap risiko yang
diharapkan semakin kecil.

b. Risiko subyektif (subjective risk) atau perceived risk adalah kondisi ketidakpastian
yang didasarkan atas dugaan orang yang memiliki risiko tersebut. Misalnya
29
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

seorang supir yang mengalami demam panas dan memaksakan diri untuk
mengendarai mobil. Dirinya mengalami kondisi ketidakpatian apakah akan sampai
rumah dengan selamat atau demamnya bertambah parah. Risiko subyektif akan
berbeda antara satu orang dengan orang lain. Ada orang yang menganggap kopi
tidak berisiko terhadap kesehatan, ada yang berusaha mengindari minum kopi
karena dianggap berisiko terhadap kesehatan. Risiko subyektif pada orang yang
berpandangan konservatif dan hati-hati dalam menjalani hidup, lebih tinggi
dibanding orang yang lebih modern.

Berdasarkan perubahan yang terjadi secara ekonomi, risiko terbagi menjadi risiko
dinamis (dynamic risk) dan risiko statis (static risk).

a. Risiko dinamis terjadi akibat adanya perubahan situasi/kondisi ekonomi seperti


perubahan harga, selera konsumen, pendapatan dan pengeluaran, serta tekonologi
yang berakibat terhadap ekonomi masyarakat.

b. Sementara risiko statis tidak dipengaruhi oleh situasi/kondisi ekonomi negara.


Kondisi di luar situasi ekonomi misalnya kondisi alam, ketidakjujuran personal.
Risiko statik lebih mudah diprediksi dibanding risiko dinamis.

Berdasarkan sumber dan konsekuensi kerugian, risiko dibagi menjadi risiko mendasar
(fundamental risk), dan risiko khusus (particular risk).

a. Risiko fundamental menimbulkan kerugian yang bersifat tidak personal atau


bersumber dan memiliki konsekuensi terhadap kelompok masyarakat, serta
dampaknya berpengaruh terhadap lingkungan yang sangat luas. Misalnya:
pengangguran, perang, inflasi, gempa bumi, banjir.

b. Sedangkan risiko partikular bersumber serta memberi konsekunsi kepada


personal/individu, atau risiko yang dampaknya relatif hanya mempengaruhi
dirinya sendiri (pribadi) baik secara kualitas maupun kuantitas. Misalnya:
kebakaran rumah tinggal, kejahatan pencurian.

Berdasarkan kemungkinan menerima kerugian atau manfaat, maka risiko terbagi


menjadi risiko murni (pure risk) dan risiko spekulatif (speculative risk).

a. Pada risiko spekulatif, baik kemungkinan mengalami kerugian dan kemungkinan


mendapatkan keuntungan (manfaat) bisa terjadi dua-duanya, sehingga risiko
spekualtif masih mengandung dua kemungkinan (rugi atau tidak rugi) jika terjadi.

30
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Misalnya: investasi saham di bursa efek yang bersifat spekulatif karena bisa
menimbulkan kerugian atau malah mendapat keuntungan, dalam perjudian,
investasi bisnis, dll.

b. Sedangkan pada risiko murni, hanya ada satu kemungkinan kerugian/keuntungan.


Misalnya: dalam hal kepemilikan harta seperti mobil. Dalam asuransi, jenis risiko
yang ditanggung adalah pure risk Karen risiko yang memang menimbulkan
kerugian jika terjadi, dan tidak akan menimbulkan kerugian atau pun menimbulkan
keuntungan jika tidak terjadi. Sehingga dalam risiko murni, kerugian pasti akan
terjadi. Contoh: kebakaran, kecelakaan, kebangkrutan dan sebagainya

Risiko murni (pure risk) terdiri dari empat jenis yaitu:

1. Risiko personal (personal risk), yaitu jenis risiko yang menyebabkan


kehilangan pendapatan atau kehilangan harta benda akibat tidak memiliki
penghasilan. Kehilangan pendapata bisa disebabkan oleh peril sebagai berikut
kematian, usia lanjut, sakit atau cacat, dan pengangguran.

2. Risiko kepemilikan (property risk), yaitu jenis risiko yang muncul akibat
terjadi pencurian atau kerusakan barang. Dalam risiko kepemilikan terdapat
dua kerugian yang muncul yaitu kerugian yang bersifat langsung (direct loss)
dan tidak langsung (indirect loss atau consequential loss). Contoh direct loss
adalah kebakaran rumah. Akibat kebakaran maka pemilik rumah akan
memperbaikinya dan menimbulkan kerugian yang bersifat tidak langsung
(indirect loss) yaitu menempati rumah yang sudah rusak.

3. Risiko ganti rugi (liability risk), yaitu jenis risiko yang muncul akibat kejadian
yang tidak disengaja atau akibat kecerobohan atau kelalaian orang lain.
Misalnya: kendaraan ditabrak pengendara lain.

4. Risiko yang muncul akibat kegagalan orang lain. Misalnya: kerugian akibat
rekanan gagal menyelesaikan proyek

31
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Sumber & Kemungkinan


Pihak penilai Kondisi ekonomi
konsekuensi loss terjadi kerugian

Objective Dynamic Fundamental Pure risk

Particular/ Speculative
Subjective Static
khusus risk

Gambar 2. Jenis Risiko

5. Pengendalian Risiko

Setiap orang dapat mengatasi kerugian yang mungkin akan dialami dengan cara
mengendalikan risiko atau risk management. Hungelmann menyatakan manajemen
risiko merupakan cara seseorang dalam mengendalikan kerugian yang akan dialami
tanpa menawarkan pertanggungan ke pihak lain. Sehingga dalam pengendalian risiko,
menurut Hungelmann pertama kali orang akan mencegah kerugian tidak menggunakan
asuransi, lalu kemudian dengan membeli asuransi (Hungelmann, 2009).

Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan empat cara yaitu menghindari (avoid),
mengurangi (reduce), menahan (retain), dan memindahkan (transfer) (Hungelmann,
2009).

a. Menghindari risiko (risk avoid)

Cara ini dilakukan dengan sama sekali risiko dihindari atau tidak memberi
kesempatan untuk menghadapi risiko. Hal ini mirip dengan ketika Anda
menghindar bertemu dengan orang yang diperkirakan akan memberikan risiko
waktu hilang akibat perilakunya yang selalu bergosip. Anda berusaha sama sekali
tidak berkomunikasi dengan dirinya bahkan melakukan blocking terhadap nomor
teleponnya. Beberapa contoh lainnya adalah:

• Tidak mengijinkan mengeluarkan Surat Ijin Mengemudi kepada anak


remaja di bawah usia 17 tahun

32
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

• Membatalkan berlibur ke wilayah yang masuk zona merah penularan


Covid-19

b. Mengurangi risiko (risk reduce)

Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan melakukan pengurangan terhadap


kemungkinan kerugian. Berbeda dengan cara sebelumnya yang tidak memberikan
toleransi, pada metode ini orang bersedia berurusan dengan risiko namun dalam
jumlah kecil. Misalnya pada kasus sebelumnya yang sama sekali tidak mau
bertemu seseorang yang selalu bergosip, pada kasus ini ia tidak dapat menghindar
untuk bertemu. Maka cara yang dilakukan adalah mengurangi risiko kehilangan
waktu akibat bergosip, misalnya dengan berpura-pura menerima telepon orang
lain, tidak duduk berdekatan dan sebagainya. Contoh lainnya adalah:

• Menyantap makanan yang sehat, tidak merokok, dan cukup waktu istirahat
untuk mengurangi risiko terkena penyakit

• Menggunakan sabuk pengaman saat berkendara

c. Menahan risiko (risk retain)

Pada metode ini orang berupaya menahan risiko dengan mengorbankan sejumlah
dana. Menahan risiko dapat dilakukan secara sukarela (voluntary) dan dipaksakan
(involuntary).

Menahan risiko yang bersifat sukarela misalnya untuk mendapatkan premi


asuransi yang murah, seseorang bersedia menerima skema urun biaya (deductible)
jika terjadi kerugian misalnya sakit. Cara lainnya misalnya tidak membeli
asurnasi/jaminan kecelakaan kerja karena melakukan pekerjaan di rumah.

Menahan risiko yang bersifat dipaksakan yaitu membayar sejumlah uang ketika
terjadi kerugian. Misalnya ketika harus dirawat membayar sejumlah tagihan
pelayanan rumah sakit karena tidak memiliki asuransi kesehatan.

33
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Menghindari risiko
(Risk avoid)

Mengurangi risiko
(Risk reduce)

Menahan risiko
(Risk retain)

Memindahkan
risiko (Risk transfer)

Gambar 3. Pengendalian Risiko

d. Memindahkan risiko (risk tranfer)

Cara yang terakhir adalah memindahkan risiko yang dimiliki ke pihak lain. Metode
inilah yang dikenal dengan asuransi. Perusahaan asuransi umumnya menanggung
lima risiko utama dalam kehidupan manusia, yaitu (Hungelmann, 2009):

• Kehancuran atau kerusakan tempat tinggal yang bersifat mayor

• Gugatan dari pihak lain yang merugikan

• Kematian premature

• Cacat jangka waktu lama

• Biaya pengobatan yang besar

Menurut Hungelmann meskipun asuransi bukan satu-satunya cara mengendalikan


risiko kerugian, namun kesehatan (dalam hal ini biaya pengobatan) merupakan
salah satu risiko utama seseorang yang dapat diasuransikan.

Terkait dengan asuransi kesehatan, risiko yang ditanggung adalah risiko yang
bersifat murni (pure risk). Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah:

34
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

• Risiko yang terjadi bukan karena kesengajaan serta bukan kejadian yang
sukar diprediksi.

• Risiko harus bersifat homogen dan umum terjadi

KESIMPULAN

Risiko atau risk adalah suatu kondisi ketidakpastian yang bekaitan dengan kejadian yang
merugikan.

Dalam dunia asuransi, sering terdapat salah pengertian tentang perbedaan antara risiko dengan
peril dan hazard. Penyebab dari kerugian disebut dengan peril. Hazard terdiri dari empat yaitu
physical hazard, moral hazard, morale hazard, dan legal hazard.

Kerugian atau loss merupakan satu kondisi seseorang mengalami hal-hal yang tidak diharapkan
seperti kehilangan, sakit, kebakaran dan sebagainya. Kemungkinan suatu kerugian terjadi pada
seseorang disebut dengan chance of loss yaitu probabilitas suatu kejadian kerugian akan terjadi.
Probabilitas tersebut ada yang sifatnya obyektif (objective probability) dan subyektif
(subjective probability).

Dilihat dari pihak yang menilainya, risiko terbagi menjadi: a) Risiko obyektif (objective risk)
dan b) Risiko subyektif (subjective risk). Berdasarkan perubahan yang terjadi secara ekonomi,
risiko terbagi menjadi risiko dinamis (dynamic risk) dan risiko statis (static risk). Berdasarkan
kemungkinan menerima kerugian atau manfaat, maka risiko terbagi menjadi risiko murni (pure
risk) dan risiko spekulatif (speculative risk).

Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan empat cara yaitu menghindari (avoid),
mengurangi (reduce), menahan (retain), dan memindahkan (transfer)

LATIHAN

1. Mengapa terdapat perbedaan antara risiko dengan kerugian?

2. Bagaimanakah perbedaan antara risiko dengan ketidakpastian?

3. Bagaimanakah Anda membedakan antara risiko, peril, dan hazard?

4. Bagaimana membedakan antara moral hazar dengan physical hazard?

5. Bagaimana kita membedakan antara morale hazard dengan moral hazard?

35
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

6. Mengapa risiko obyektif berbeda dengan risiko subyektif?

7. Bagaimana Anda membedakan antara risiko dinamis dengan risiko statis?

8. Mengapa risiko murni dengan risiko spekulatif dikatakan berbeda?

9. Jelaskan jenis-jenis risiko murni !

10. Berikan contoh pengendalian risiko sakit dengan risk avoid!

11. Berikan contoh pengendalian risiko sakit dengan risk reduce!

12. Berikan contoh pengendalian risiko sakit dengan risk retain!

13. Berikan contoh pengendalian risiko sakit dengan risk transfer!

14. Mengapa asuransi bukan satu-satunya cara untuk mengendalikan risiko?

15. Dari konsep risiko yang sudah kalian pelajari, kira-kira menurut Anda mengapa
sebagian orang tidak mau atau belum bersedia membeli asuransi?

36
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Bab 4: Rating dan Underwriting

A. KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

1. Mahasiswa dapat memahami pengertian rating dalam asuransi kesehatan

2. Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi underwriting dalam asuransi kesehatan

B. URAIAN DAN CONTOH

1. Pendahuluan

Dalam media online bisnis.com tertulis sebuah artikel berita yang secara umum
menyatakan bahwa pada masa pandemi covid-19 perusahaan asuransi kembali
meluncurkan produk “murni” asuransi kesehatan tanpa embel-embel investasi. Seperti
kita ketahui, di Indonesia banyak bermunculan produk asuransi kesehatan yang
digabung dengan investasi dengan nilai premi yang tinggi. Selama masa pandemi, daya
beli masyarakat berkurang namun permintaan terhadap asuransi kesehatan tinggi
sehingga produk asuransi kesehatan diluncurkan ke pasar kembali ke cara tradisional
yaitu tanpa dibarengi dengan investasi (Gunawan, 2020). Penurunan nilai premi
asuransi kesehatan akibat perubahan produk asuransi membutuhkan perhitungan yang
tepat dengan memperhitungkan berbagai faktor.

Gambar 1 memperlihatkan deficit dana JKN akibat target penerimaan tidak tercapai.
Opsi kenaikan iuran menjadi salah satu keputusan pemeintah Jokowi (sumber:
bisnis.com)

37
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Pada bab ini akan dibahas seleksi dan penentuan risiko calon nasabah asuransi
kesehatan serta menjelaskan bagaimana peran underwriting dalam menentukan risiko
dan nilai premi asuransi kesehatan.

2. Pengertian Rating

Rating adalah metode untuk menentukan premi asuransi yang harus dibebankan
kepada calon nasabah individu atau kelompok. Rating juga berkaitan dengan
pemberian harga pada produk asuransi. Perusahaan asuransi tentunya menginginkan
agar pendapatan yang diperoleh dari pembayaran premi dan hasil investasi dapat
menutupi seluruh klaim dan biaya serta menghasilkan profit (George E. Rejda, 2008).
Proses untuk memprediksi kerugian dan beban insurer serta mengalokasikan biaya-
biaya tersebut pada kelompok insured disebut dengan ratemaking (Vaughan &
Vaughan, 2014).

Premi asuransi dan rate ditentukan oleh professional yang khusus menanganinya yaitu
Aktuaris (Actuary), seorang ahli matematika terapan dalam perencanaan, pemberian
harga dan penelitian yang berkaitan dengan asuransi. Khusus dalam asuransi jiwa
(termasuk kesehatan), seorang aktuaria akan mempelajari data-data statistik penting
data kelahiran, kematian, pernikahan, penyakit, pekerjaan, pension, dan kecelakaan
(George E. Rejda, 2008). Aktuaris umumnya menyelesaikan masalah-masalah aktual
di perusahaan bisnis khususnya yang berkaitan dengan risiko (Persatuan Aktuaris
Indonesia, n.d.). Pada perusahaan asuransi besar terdapat Departemen Aktuaria yang
menentukan harga premi, sementara pada perusahaan kecil melakukan kerjasama
dengan perusahaan konsultan aktuaria (Vaughan & Vaughan, 2014).

Rate asuransi yang ditentukan oleh Aktuaris harus cukup untuk menutup biaya
operasional, tidak terlalu mahal dan tidak ada diskriminasi. Berkaitan dengan hal
tersebut ada dua jenis rate yang dihitung oleh Aktuaris yaitu rate kelompok atau class
rate, dan rate individu atau individual rate (Vaughan & Vaughan, 2014).

Rate kelompok atau class rate merupakan metode perhitungan harga premi asuransi
untuk seluruh kelompok atau kelas berdasarkan usia atau jenis kelamin. Rate
kelompok merupakan metode yang paling banyak digunakan saat ini dalam asuransi
kesehatan (Vaughan & Vaughan, 2014). Class rate disebut juga community rating yaitu
metode pemeringkatan yang menempatkan seluruh anggota komunitas dalam satu

38
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

kumpulan risiko. Dengan metode ini, satu kelompok akan mendapatkan hasil nilai
premi yang sama (R. Kongstvedt, 2020).

Rate individu diterapkan jika calon insured sangat bervariatif sehingga perhitungannya
bukan dalam satu kelompok. Terdapat tiga pendekatan dalam metode rating yaitu: 1)
judgment rating; 2) manual rating; 3) schecule rating; 4) experience rating (Morissey,
2008; Vaughan & Vaughan, 2014).

a. Judgment rating adalah metode menentukan rate dengan menggunakan dasar


pertimbangan. Metode ini merupakan gabungan pekerjaan ratemaking dengan
underwriting, dan rate ditentukan oleh underwriter. Metode ini dipakai ketiga tidak
terdapat data-data statistik yang dapat dipercaya, dan umumnya digunakan pada
asuransi kelautan/maritime.

b. Manual rating adalah metode rating menggunakan rate based atau dasar
pemeringkatan berdasarkan karakteristik individu atau kelompok. Karakteristik
individu yang diukur adalah usia, jenis kelamin, domisili, jenis pekerjaan, dan
status kesehatan. Cara ini merupakan pendekatan yang sudah lama dilakukan
dalam industri asuransi, dan umumnya diterapkan pada calon nasabah individu.
Contoh manual rating sebagaimana digambarkan pada tabel 1 berikut:

Tabel 1. Contoh Metode Manual Rating


Metode Dasar Penetapan Premi
Adjusted community rating Karakteristik komunitas
(ACR) (individu/keluarga) yang telah
disesuaikan
Age-attained rating Usia manfaat calon nasabah saat ini
Age-at-Issuance rating Usia pertama kali insured membeli
asuransi
Community rating by class (CRC, Usia, jenis kelamin, jumlah keluarga,
Class Rating) status pernikahan, dan jenis pekerjaan

c. Schedule rating adalah metode rating menggunakan jadwal pembayaran premi.


Umumnya digunakan pada asuransi kerugian seperti kebakaran gedung.

d. Experience rating adalah metode rating yang memisahkan risiko yang berbeda-
beda pada komunitas (R. Kongstvedt, 2020), yang menetapkan besar premium
berdasarkan jumlah klaim saat ini atau sebelumnya dari suatu kelompok. Metode
ini terdiri dari dua jenis, yaitu:

39
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

1. Prospective experience rating, yaitu metode rating oleh perusahaan asuransi


yang menghitung premi berdasarkan jumlah klaim yang sudah terjadi; dan

2. Retrospective experience rating yaitu metode rating yang menetapkan


kelompok calon nasabah akan menanggung sebagian atau seluruh risiko,
biasanya diterapkan pada kelompok nasabah perusahaan besar.

3. Penentuan Rate dan Premi

Untuk menghitung besar premi asuransi atau gross premium atau gross rate, formula
berikut dapat digunakan

𝑃𝑢𝑟𝑒 𝑃𝑟𝑒𝑚𝑖𝑢𝑚 (1)


𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑃𝑟𝑒𝑚𝑖𝑢𝑚 =
(1 − 𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑟𝑒𝑐𝑒𝑛𝑡𝑎𝑔𝑒)

Pure Premium = premi yang diperoleh dengan cara aktuaria berdasarkan data klaim
sebelumnya. Loading percentage atau risk load = penyesuaian untuk menutupi risiko,
keuntungan, biaya pemasaran, biaya pengajuan klaim, biaya proses klaim, biaya
koordinasi manfaat, dan biaya pembentukan jaringan pelayanan, termasuk
memperhitungkan aspek kompetisi. Loading percentage sering disebut dengan
expense ratio.Besarnya loading percentage bervariasi di antara berbagai kelompok
atau individu (Morissey, 2008; Vaughan & Vaughan, 2014). Studi yang dilakukan
Pauly & Percy (2000) menunjukan nilai loading percentage bagi cakupan kelompok
sekitar 10%, dan bagi individu sekitar 50% (Pauly et al., 2012).

Pure premium dihitung dengan membagi ekspektasi kerugian (losses) terhadap jumlah
insured (exposure units) sehingga (Vaughan & Vaughan, 2014):

𝐿𝑜𝑠𝑠𝑒𝑠 (1)
𝑃𝑢𝑟𝑒 𝑝𝑟𝑒𝑚𝑖𝑢𝑚 =
𝐸𝑥𝑝𝑜𝑠𝑢𝑟𝑒 𝑢𝑛𝑖𝑡𝑠

Misalnya jumlah insured ada 100,000 dan kemungkinan nilai kerugian adalah Rp 30
miliar, maka besarnya pure premium adalah 30 miliar dibagi 100.000 atau sebesar Rp
300.000.

Studi tentang perhitungan premi asuransi kesehatan untuk perawatan rumah sakit pada
kontrak asuransi perorangan dan joint life, menunjukkan hasil sebagai berikut (Maysita
et al., 2019):

40
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

a. Usia tertanggung, tingkat suku bunga, besar santunan, dan jangka waktu polis
berpengaruh terhadap besaran premi tahunan asuransi kesehatan perawatan rumah
sakit

b. Besaran premi asuransi kesehatan perawatan rumah sakit yang kontraknya


diperbaharui tiap tahun cenderung meningkat, meski awalnya terlihat lebih kecil
namun saat usia tertanggung semakin bertambah dibanding kontrak yang tidak
diperbaharui

c. Premi asuransi kesehatan perawaran rumah sakit yang digabungkan nilainya lebih
besar dibandinkan premi asuransi kesehatan skema joint life

4. Fungsi dan Peran Underwriting

Underwriting adalah proses mengidentifikasi karakteristik individu atau kelompok


yang memiliki perbedaaan dalam pengajuan klaim, yang digunakan untuk membuat
kumpulan asuransi dengan risiko yang wajar dan mencocokkan calon nasabah dengan
risiko yang sesuai. Medical underwriting berperan menentukan “lulus” atau tidaknya
calon nasabah berdasarkan status kesehatan yang dimilikinya (R. Kongstvedt, 2020).
Underwriting berkaitan dengan proses seleksi, klasifikasi, dan menentukan premi yang
tepat untuk calon insured (George E. Rejda, 2008).

Orang atau tenaga yang melakukan fungsi underwriting disebut underwriter. Secara
teknis, underwriter turut menyetujui perjanjian asuransi dan menentukan penerimaan
risiko bagi sebagian atau seluruhnya. Dikatakan field underwriter, bila pekerjaan
underwriting ini dilakukan juga oleh tenaga penjual asuransi (Rovner, 2013). Petugas
yang sehari-hari menjalankan teknis underwriting disebut dengan line underwriter
(George E. Rejda, 2008).

Proses underwriting membutuhkan pijakan dasar atau kebijakan umum yang disebut
dengan underwriting policy yang ditetapkan oleh menajemen level atas yang
mengurusi masalah ini. Kebijakan ini sebaiknya sejalan dengan tujuan perusahaan
asuransi dan harus dijalankan oleh seluruh petugas underwiter. Secara detail isi dari
underwriting policy dijabarkan dalam pedoman underwriting atau underwriting guide.
Pedoman ini secara umum menentukan jenis produk asuransi yang dikerjakan, area
yang harus dikembangkan, format dan rating yang digunakan, ketentuan
penerimaan/penolakan, nilai asuransi yang dikerjakan, hal-hal yang harus mendapat
41
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

persetujuan pimpinan dan sebagainya (George E. Rejda, 2008). Pimpinan/Manajer


Underwriter atau Chief Underwiting Officer bertanggung jawab terhadap pelayanan
aktuaria secara keseluruhan dan menentukan atau menghitung tarif premi asuransi
kesehatan secara umum. Layanan aktuaria pada perusahaan asuransi kesehatan dapat
dilakukan oleh konsultan individu atau perusahaan aktuaria. Di beberapa perusahaan
asuransi kesehatan, pelayanan aktuaria berada dalam tanggung jawab divisi keuangan
(R. Kongstvedt, 2020).

Upaya menentukan rating individu dan/atau kelompok serta besaran premi/iuran,


berkaitan dengan masalah seleksi risiko (risk selection). Pada asuransi kesehatan
komersial yang persaingannya mengikuti sistem pasar, seleksi risiko sangat berperan.
Peran underwriter sangat dibutuhkan agar calon nasabah mendapatkan produk asuransi
yang terbaik dari sisi harga premi berdasarka kondisi kesehatan yang dimilikinya.
Kondisi tersebut berbeda dengan asuransi kesehatan sosial yang menganggap seluruh
individu memiliki kesamaan dalam hal kebutuhan, status kesehatan, dan
kontribusi/iuran (Gleeson, 2004). Dalam asuransi kesehatan, Medical Underwriter
juga bertugas memastikan perusahaan asuransi kesehatan tidak menjamin individu
atau kelompok dengan risiko tinggi (R. Kongstvedt, 2020), serta bertugas menentukan
besaran premi/iuran atau cakupan pelayanan yang sesuai bagi calon nasabah (Rovner,
2013), misalnya:

• Kelompok usia tua memiliki kemungkinan pengajuan klaim lebih besar dari usia
muda, karena risiko penyakit kronis

• Pada kelompok wanita usia muda kemungkinan klaim lebih besar dibanding
kelompok wanita usia lebih tua, karena beban memiliki anak

• Pada kelompok pekerja dengan risiko kecelakaan tinggi, kemungkinan klaim lebih
besar dibanding yang risiko kecelakaan rendah

• Kelompok masyarakat kota lebih rentan terhadap penyakit kronis

Pekerjaan underwriting melewati tahapan-tahapan sebagai berikut (George E. Rejda,


2008):

1. Pengisian data calon insured oleh agen penjual asuransi disebut juga dengan field
underwriting. Dari pengisian ini diperoleh informasi awal tentang calon insured,
apakah termasuk kelompok yang dapat diterima (acceptable), yang masih

42
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

meragukan (borderline), atau kemungkinan ditolak (prohibited). Di tahap awal ini,


agen penjual asuransi harus dapat melakukan seleksi awal calon insured sesuai
dengan kebijakan underwriting yang ditetapkan perusahaan. underwriter
mengelompokkan calon nasabah ke dalam kategori risiko yang terdiri dari empat
yaitu decline risk, substandard risk, standard risk, dan preferred risk. Kelompok
yang dijadikan acuan dalam penentuan premi adalah standard risk. Kelompok
substandard risk akan menanggung premi lebih besar dibanding standard risk.
Sementara kelompok decline risk kemungkinan besar ditolak sebagai calon
nasabah. Pada kelompok preferred risk kemungkinan premi lebih rendah, namun
dalam praktiknya tetap disamakan dengan kelompok standard risk.

2. Pengumpulan informasi tentang data calon insured. Data dan informasi


dibutuhkan untuk memastikan apakah calon insured diterima atau ditolak. Pada
asuransi kesehatan, data yang dibutuhkan umumnya adalah hasil medical check up
terhadap calon insured. Keputusan yang tepat untuk menerima calon insured dapat
mencegah terjadinya moral hazard. Sumber informasi asuransi kesehatan dapat
diperoleh dari: 1) calon insured atau applicants; 2) laporan agen penjual; 3)
laporan inspeksi lapangan; dan 4) pemeriksaan fisik oleh dokter.

3. Penentuan keputusan menerima atau menolak calon insured. Pada dasarnya


terdapat tiga jenis keputusan underwriting, yaitu: a) menerima permohonan
pertanggungan dan menerbitkan polis asuransi; b) menerima permohonan
pertanggungan dengan beberapa pengecualian atau dengan modifikasi; dan c)
menolak permohonan berdasarkan standar yang berlaku.

Dalam melakukan proses underwriting terdapat beberapa hal yang harus dijadikan
pertimbangan. Pertimbangan tersebut adalah:

a. Untuk menghasilkan kumpulan asuransi (insurance pool) dengan risiko yang


wajar, underwriter harus berfokus pada risiko yang bersifat obyektif atau objective
risk (Morissey, 2008). Sesuai ketentuan, seorang medical underwriter harus
obyektif dalam menentukan risiko calon nasabah. Beberapa metode dilakukan
untuk menghasilkan obyektivitas penentuan risiko, antara lain:

1. Medical underwriter hanya diberi hanya diberi kesempatan satu kali untuk
menilai risiko calon nasabah, dan penilaian tersebut digunakan selama satu
periode kontrak (Gleeson, 2004).

43
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

2. Medical underwriter hanya diperbolehkan menurunkan atau menilai ulang


rating risiko calon nasabah berdasarkan kondisi kesehatannya, dan tidak boleh
menaikkan rating risiko dengan alasan apapun. Tingkat kemungkinan
penyakit dapat diasuransikan tergantung pada tahap pengobatan, tingkat
keparahan, kepatuhan pasien terhadap pengobatan, dan hasil pengobatan.
Sehingga bisa saja, seseorang dengan penyakit tertentu dapat dijamin
sedangkan yang lain dengan penyakit yang sama tidak dijamin (Gleeson,
2004).

3. Underwriter disarankan memperhitungkan perbedaan rata-rata jumlah klaim


dalam kelompok, nilai kerugian yang diperkirakan, dan jumlah cakupan
pelayanan, sebagaimana rumus berikut:
𝜎 (1)
𝑂𝑏𝑗𝑒𝑐𝑡𝑖𝑣𝑒 𝑟𝑖𝑠𝑘 =
𝜇(√𝑁)

 = perbedaan rata-rata jumlah klaim pada suatu kelompok

 = kerugian yang diperkirakan

N = jumlah cakupan

b. Underwriter harus mengikuti standar underwriting yang berlaku di perusahaan


dalam melakukan seleksi calon insured/nasabah. Tujuan ditetapkan standar adalah
untuk menghindari munculnya adverse selection3 yaitu satu kondisi dimana
insured harus membayar premi yang tidak sesuai dengan klasifikasi risikonya
(George E. Rejda, 2008).
c. Underwriter harus memastikan bahwa premi yang ditetapkan kepada insured
sesuai dengan klasifikasi risiko (rating) (George E. Rejda, 2008).
d. Underwriter harus mempertimbangkan keadilan di antara pemilik polis, dalam arti
terjadi risk sharing di antara kelompok insured (George E. Rejda, 2008).
e. Mempertimbangkan kebijakan jaminan (guaranteed issue) dan komitmen
pembaharuan manfaat (renewability). Kedua hal ini bertujuan memastikan tidak
ada individu atau kelompok yang meyangkal/menolak manfaat asuransi sesuai
dengan plan/paket yang sudah ada. Guaranteed Issue merupakan kebijakan yang
dikeluarkan perusahaan asuransi kesehatan untuk memastikan calon nasabah yang

3
Pembahasan adverse selection akan diberikan pada sesi tersendiri

44
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

mendaftar tidak gagal membayar premi dan tidak melakukan kecurangan (fraud)
pada periode waktu tertentu, umumnya 60 hari. Sedangkan renewability
merupakan komitmen bahwa setiap calon nasabah asuransi kesehatan baik
individu atau kelompok memiliki kesempatan untuk memperbaharui manfaat yang
diterimanya sepanjang patuh membayar premi dan tidak melakukan kecurangan
(R. Kongstvedt, 2020).
f. Mempertimbangkan rasio kerugian medis (Medical Limitation Ratio atau MLR),
yaitu jumlah persentase premi yang dipakai untuk membiayai layanan kesehatan
dan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan. ACA membatasi rasio
tersebut yaitu 85% pada kelompok nasabah besar, serta 80% pada kelompok
nasabah kecil atau individu (R. Kongstvedt, 2020).
g. Mempertimbangkan batasan usia (Age banding atau age brackets). Faktor ini
memiliki pengertian agar perusahaan asuransi kesehatan menerapkan premi yang
berbeda-beda berdasarkan batasan usia atau rata-rata usia. Umumnya individu
berusia tua cenderung membutuhkan biaya pelayanan kesehatan yang lebih besar
dibanding usia muda. Menurut ACA rata-rata perbandingan biaya antara
kelompok tua dengan muda adalah 1:3. Dengan demikian age banding bertujuan
menghindari kelompok usia tua mendapatkan biaya pelayanan kesehatan yang
rendah, dan sebalikya (R. Kongstvedt, 2020).

h. Mempertimbangkan faktor lainnya, seperti:

a. Kebiasaan merokok pada calon nasabah yang akan meningkatkan nilai premi
sebesar 50%

b. Aktivitas dalam program kesehatan (wellness program). Semakin aktif maka


akan diberikan potongan premi/iuran kesehatan. Terkait hal ini ada dua tipe
insentif premi dalam wellness program yaitu 1) diberikan jika aktif tanpa
memperhitungkan hasil yang diperoleh (activitiy-only); dan 2) diberikan jika
diperoleh hasil tertentu (outcome-based) misalnya penurunan berat badan,
berhenti merokok diberikan insentif 30-50%.

c. Urun biaya (cost sharing) dan rancangan produk (product design). Semakin
tinggi urun biaya yang dibebankan kepada calon nasabah maka nilai premi
semakin rendah.

45
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

d. Ukuran polis atau kontrak (policy or contract size). Faktor ini menentukan
besar kecilnya premium karena berkaitan dengan sbesar nilai manfaat yang
akan diterima. Umumnya ada empat jenis kontrak/polis yaitu 1) lajang dengan
manfaat tunggal (single coverage only); 2) menikah tanpa anak (two adult
only); 3) suami/istri plus 1-2 anak (one adult plus one or more children); dan
4) pasangan suami istri plus 1-2 anak (two adults plus one or more children).

e. Rating (lihat penjelasan sub bab tentan rating)

Disamping itu underwriter harus mempertimbangkan biaya-biaya yang telah


dikeluarkan untuk memperoleh data dan informasi yang benar tentang calon nasabah.
Pencocokkan calon nasabah dengan risiko yang sesuai, harus didasarkan pada
informasi yang benar tentang identitas dan karakteristik calon. Kumpulan data dan
informasi penting tentang calon nasabah yang akan digunakan dalam keputusan
underwriting ini disebut Material Fact.

Memperoleh status kesehatan calon nasabah merupakan pekerjaan yang kompleks,


karena perusahaan asuransi harus menemui dokter pribadi atau dokter yang pernah
memeriksa pasien, serta melakukan medical check up. Terdapat beberapa cara untuk
memperoleh informasi status kesehatan calon nasabah, antara lain dengan:

1. Medical check up atau skrining kesehatan yang dapat dilakukan langsung di


lapangan oleh tenaga penjual asuransi, termasuk menentukan premi yang sesuai
yang disebut dengan Field Underwriting (Rovner, 2013).

2. Membuat pertanyaan tentang status kesehatan di formulir aplikasi. Misalnya


pertanyaan “Apakah Anda merokok?” atau “Apakah Anda memiliki penyakit
jantung?”. Permasalahannya adalah umumnya calon nasabah berusaha
menunjukkan kalau mereka dalam kondisi yang sehat. Untuk mengatasi masalah
ini, perusahaan asuransi dapat menyampaikan haknya untuk membatalkan
perjanjian asuransi jika di kemudian hari calon nasabah ternyata dinyatakan
menderita penyakit akibat merokok, seperti COPD.

Berdasarkan uraian di atas maka pada dasarnya peran underwriting adalah sebagai
berikut (R. Kongstvedt, 2020):

a. Mengantisipasi risiko pada suatu kejadian, misalnya dengan menerbitkan polis


asuransi kesehatan

46
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

b. Menganalisis kelompok untuk menentukan rating dan manfaat asuransi kesehatan,


atau untuk memutuskan apakah kelompok tersebut dapat dijamin dengan asuransi
atau diberikan manfaat asuransi kesehatan

c. Mendeteksi status kesehatan pada setiap individu serta memutuskan apakah


menolak permohonan individu untuk menanggung risiko kesehatan yang
dimilikinya

5. Kesimpulan

Rating adalah metode untuk menentukan premi asuransi yang harus dibebankan
kepada calon nasabah individu atau kelompok. Terdapat tiga pendekatan dalam
metode rating yaitu: 1) community rating; 2) manual rating; dan 3) experience rating.

Underwriting adalah proses mengidentifikasi karakteristik individu atau kelompok


yang memiliki perbedaaan dalam pengajuan klaim, yang digunakan untuk membuat
kumpulan asuransi dengan risiko yang wajar dan mencocokkan calon nasabah dengan
risiko yang sesuai.

C. LATIHAN

1. Apakah yang dimaksud dengan rating?

2. Jelaskan metode rating dalam asuransi kesehatan.

3. Bagaimana caranya agar underwriter menilai risiko secara obyektif?

4. Apakah yang dimaksud underwriting?

5. Bagaimanakan peran medical underwriter dan field underwriter?

6. Faktor apa saja yang harus diperhatikan underwriter dalam menentukan premi asuransi
kesehatan?

47
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Bab 5: Kontrak dan Prinsip Hukum Asuransi

A. KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan pengertian kontrak asuransi kesehatan

2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan komponen kontrak asuransi kesehatan

3. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip hukum dalam kontrak asuransi kesehatan

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komponen dari polis asuransi

B. URAIAN DAN CONTOH


1. Pendahuluan

Pada tahun 2017 dunia asuransi kesehatan diramaikan dengan kasus gugatan nasabah
terhadap perusahaan asuransi akibat penolakan klaim salah satu produk asuransi
kesehatan dengan nama generik Hospital Cash Plan. Kasus ini berbuntut pada
penahanan Manajer Klaim dan Direktur perusahaan asuransi swasta. Dalam sebuah
seminar yang diselenggarakan di Jakarta, pakar asuransi kesehatan, Kornelius
Simanjuntak, menyatakan biang kerok masalah ini ada pada jenis kontrak asuransi,
yang tidak bersifat indemnity.

Begitu pentingnya kontrak dalam asuransi sehingga beberapa definisi asuransi selalu
diawali dengan kontrak atau perjanjian. Salah satunya definisi asuransi menurut Green
& Rowell (2011) di berikut ini, yaitu asuransi adalah “kontrak/perjanjian mengikat”
yang melindungi pemilik asuransi (nasabah) dari kerugian (Green & Rowell, 2011).
Dari definisi tersebut, jelaslah bahwa unsur utama pada asuransi merupakan Kontrak
atau Perjanjian yang sifatnya mengikat.

Menurut Vaughan & Vaughan (2014), setiap pemindahan risiko dari insured kepada
insurer harus diperkuat dengan pernyataan-pernyataan kontraktual dalam kontrak
yang dibuat oleh perusahaan asuransi. Intinya kontrak tersebut berisi aturan tentang
pembayaran premi oleh insured, perjanjian pihak insured untuk terikat oleh isi kontrak,
dan perjanjian insurer untuk membayar ganti rugi atau membayar sejumlah nominal
yang disetujui bila ada kejadian yang menyebabkan kerugian (Vaughan & Vaughan,
2014).

48
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Gambar 1 berikut menjelaskan mekanisme terjadinya kontrak asurnasi kesehatan.


Dalam asuransi kesehatan sosial, kontrak dituangkan dalam bentuk regulasi jaminan
kesehatan.

Gambar 1. Mekanisme terjadinya kontrak asuransi kesehatan pada (a) asuransi


kesehatan komersial; dan (b) asuransi kesehatan sosial

2. Pengertian Kontrak

Macinko & Hetico (2006) dalam buku “Dictionary of Health Insuranse and Managed
Care” menyebutkan beberapa definisi kontrak (Marcinko & Hetico, 2006). Kontrak
atau Contract atau agency agreement adalah

• “A legal document containing the terms of the contract between the agent and
company, signed by both parties” atau secara bebas diterjemahkan sebagai
berikut: “dokumen legal yang berisi terminologi/klausul perjanjian antara agen
dengan perusahaan, dan ditandatangi/disetujui oleh kedua pihak. Klausul atau
clause adalah pernyataan tertulis yang terdapat dalam asuransi kesehatan yang
menjelaskan cakupan pelayanan, pengecualian, premi, hak dan kewajiban, dan
sebagainya”. atau

“A legal agreement between payer and a subscribing group or individual that


specifies rates, performance covenants, the relationship among the parties,
schedule of benefits, and other pertinent conditions” atau secara bebas

49
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

diterjemahkan sebagai berikut: “perjanjian legal antara pembayar (payer) dengan


individu atau kelompok yang terdapat dalam kontrak, yang menentukan
rating/premi, perjanjian kinerja, hubungan antara kedua pihak, skedul manfaat,
dan kondisi lain yang relevan”.

Dari definisi di atas, kontrak merupakan perjanjian yang bersifat legal dan di dalamnya
terdapat pernyataan-pernyataan yang harus ditaati masing-masing pihak. Kontrak
biasanya terbatas atau dibatasi hanya periode 12 bulan atau 1 tahun dan ditujukan
untuk memperbaharui kontrak selanjutnya. Bahasa dalam kontrak tidak bersifat kaku
seperti dalam perundang-undangan atau regulasi, sehingga dibuat dengan formalitas
yang rendah.

3. Elemen-elemen Kontrak dalam Asuransi

Menurut Vaughan & Vaughan (2014) terdapat lima elemen yang harus ada dalam
kontrak asuransi yaitu 1) Penawaran (offering) dan penerimaan (acceptance); 2)
Pertimbangan-pertimbangan (consideration); 3) Obyek hukum (legal object); 4) Pihak
yang berkompeten (competent parties); dan 5) Pernyatan hukum (legal form)
(Vaughan & Vaughan, 2014). Lihat gambar 2.

a. Penawaran (offering) dan penerimaan (accpetance)

Kontrak asuransi harus berisi pernyataan bahwa ada pihak yang menawarkan serta
ada pihak yang menerima penawaran tersebut. Dalam asuransi kesehatan, pihak
insured (calon nasabah kesehatan) “menawarkan” kepada perusahaan asuransi
untuk menanggung risiko yang timbul akibat keadaan sehat/sakit, dan pihak
insurer (perusahaan asuransi) “menerima” tawaran yang diajukan oleh insured.
Bila insurer menyetujui penawaran insured tersebut, maka sebaiknya dituangkan
dalam kontrak asuransi kesehatan.

Dalam proses penawaran dan penerimaan ini terdapat dua jenis kontrak yang dapat
dibuat oleh kedua pihak yaitu written contract (kontrak tertulis) dan oral contract
(kontrak secara lisan). Umumnya kontrak asuransi kesehatan dibuat secara tertulis
terutama untuk mencegah perbuatan fraud terutama oleh pihak insured. Beberapa
kondisi membutuhkan kontrak secara lisan terutama kontrak pada asuransi
property dan hutang, namun sulit untuk membuktikan pernyataan dalam kontrak
lisan yang telah dilanggar oleh salah satu pihak.
50
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Dalam proses penawaran dan penerimaan untuk menanggung risiko yang


kemudian dituangkan dalam kontrak, terdapat peran agen asuransi yang cukup
signifikan. Peran dan kewenangan agen asuransi dalam menyetujui kontrak terbagi
dalam tiga yaitu:

a. Express authority

Disebut juga stipulated authority, yaitu kewenangan yang secara khusus


diberikan kepada tenaga agen/pemasar asuransi oleh agen asuransi/perusahaan
asuransi untuk mempercepat penandatanganan kontrak. Kontrak tersebut
dituangkan dalam kontrak agensi dengan kewenangan antara lain:

1. Bertindak sebagai wakil insurer dalam menyetujui beberapa klausul


asuransi tertentu
2. Kewenangan umum sebagai agen
3. Mendapat komisi penjualan
4. Memiliki kontrak
5. Membatalkan kontrak

b. Implied authority

Disebut juga incidental authority, merupakan kewenangan tambahan agen


asuransi yang bersifat insidensial atau dibutuhkan, untuk menjalankan
kewenangan di luar express authority. Misalnya kewenangan untuk
mempromosikan asuransi dan menerima pembayaran premi dari insured.

c. Apparent authority

Disebut juga ostensible authority, merupakan kewenangan tambahan agen


asuransi untuk meyakinkan insured bahwa kontrak yang ditandatangani oleh
agen asuransi tersebut dapat mengikat perusahaan asuransi (insurer). Namun
jenis kewenangan ini umumnya hanya pada asuransi property dan hutang.

b. Consideration

Consideration (atau pertimbangan-pertimbangan) merupakan kekuatan yang


mengikat kedua pihak dalam kontrak asuransi kesehatan karena berisi substansi
nilai-nilai yang harus dijalankan satu sama lainnya. Consideration menyangkut
perjanjian-perjanjian yang harus dilakukan untuk menjalankan kontrak, misalnya:

51
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

a. Perjanjian untuk membayar kerugian oleh insurer


b. Perjanjian untuk membayar premi oleh insured. Pada asuransi kesehatan,
kontrak berlaku jika premi awal sudah dibayarkan.

c. Legal Object

Untuk mencapai tujuannya, sebuah kontrak asuransi harus memiliki kekuatan


hukum. Hal ini berarti seluruh pernyataan-pernyataan atau pertimbangan dalam
kontrak asuransi dapat dipertanggungjawabkan secara hukum di depan pengadilan
jika salah satu pihak mengingkari perjanjian.

d. Competent parties

Pengertian competent parties adalah pihak-pihak yang memiliki kapasitas legal


untuk dimasukkan ke dalam kontrak menurut sudut pandang hukum. Umumnya
kapasitas legal ini tidak berlaku jika menyangkut dua hal yaitu 1) pihak yang tidak
dapat dikenakan hukum orang dewasa disebut juga minor; dan 2) pihak yang tidak
kompeten secara mental. Beberapa pengadilan hukum menetapkan batasan usia
yang berbeda, ada yang menetapkan di bawah usia 21 tahun, atau di bawah 18
tahun.

e. Legal Form

Kontrak asuransi harus memenuhi standar formal hukum yang berlaku di negara
tempat kontrak tersebut dijalankan. Polis asuransi umumnya mengikuti standar
yang berlaku di seluruh negara, namun untuk polis asuransi kesehatan tidak
demikian. Meskipun demikian, pada polis asuransi kesehatan terdapat 12
pernyataan/provisi yang secara khusus harus dimasukkan dan diterjemahkan ke
dalam kontrak berdasarkan hukum yang berlaku.

52
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Offering &
Consideration
Acceptance

Competent
Legal object
parties

Legal form

Gambar 2. Komponen kontrak asuransi kesehatan

4. Prinsip Hukum dalam Kontrak Asuransi Kesehatan

Vaughan & Vaughan (2014) menjelaskan terdapat tujuh prinsip hukum dalam kontrak
asuransi yaitu: contract of indemnity, personal contract, unilateral contract,
conditional contract, contract of adhesion, aleatory conract, dan contract of utmost
good faith (Vaughan & Vaughan, 2014). Berdasarkan hal ini, kita bisa
mengidentifikasi karakter dari kontrak asuransi kesehatan. Lihat gambar 3 berikut:

53
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Interest
insurable

Actual cash value


Contract of
indemnity
Other insurance
Personal
contract
Subrogation
provision
Unilateral
contract

Prinsip Hukum
Conditional
kontrak asuransi
contract
kesehatan

Contract of
adhesion

Aleatory
contract

Contract of
utmost good
faith

Gambar 3. Prinsip Hukum dalam Asuransi Kesehatan

A. Contract of indemnity

Kontrak asuransi kesehatan pada dasarnya adalah kontrak indemnity yakni insurer
membayar ganti rugi maksimal sesuai dengan kerugian yang diterima oleh insured.
Sehingga dengan kontrak ini, diharapkan insured tidak berusaha mencari
keuntungan, misalnya dengan membeli lebih dari satu polis asuransi. Prinsip yang
berlaku dalam kontrak indemnitas ada empat yaitu:

a. Sebuah kontrak asuransi secara hukum mengikat kedua pihak jika pihak
insured tertarik atau berminat (interest) terhadap subyek yang akan
diasuransikan, serta subyek ini dapat diasuransikan (insurable). Pada asuransi
kesehatan, subyek tersebut berhubungan dengan kondisi sakit/sehat seseorang
atau faktor risiko sakit yang dimilikinya. Prinsip ini dijalankan untuk
mencegah kontrak asuransi digunakan untuk tujuan untung-untungan
(perjudian) dan mengurangi tindakan moral hazard. Prinsip ini disebut dengan
insurable interest.

54
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

b. Nilai penggantian kerugian harus berdasarkan nilai aktual dari kerugian yang
diterima insured, sehingga kerugian yang bukan aktual atau yang akan
diterima insured setelah kejadian tidak akan dibayarkan. Prinsip ini disebut
dengan actual cash value dan merupakan prinsip yang menguatkan interest
insurable. Sehingga berdasarkan prinsip ini ada dua jenis polis asuransi yaitu:

• Valued policies (polis berdasarkan nilai kerugian saat kontrak disetujui,


biasanya pada asuransi kepemilikan barang) dan

• Cash payment policies (polis dengan metode pembayaran kas jika insured
mengalami kerugian dengan nilai yang ditentukan insurer, misalnya
Hospital Cash Plan pada asuransi kesehatan). Pada asuransi kesehatan,
cash payment policies digunakan untuk menutup kehilangan pendapatan
saat insured mengalami cacat akibat sakit, dan dibayarkan hanya jika
benar-benar mengalami kecacatan. Penerapan polis cash payment pada
asuransi kesehatan didasarkan pada kenyataan bahwa menghitung nilai
moneter kerugian pada orang sakit/cacat sangat sulit, sehingga prinsip
indemnity tidak bisa diterapkan.

c. Kontrak asuransi berisi klausul tentang cakupan yang berhubungan dengan


polis asuransi dan terutama berlaku pada asuransi kesehatan. Tujuan prinsip
ini adalah mencegah insured memperoleh tanggungan dari dua atau lebih polis
asuransi dan mencegah pengambilan keuntungan dari duplikasi polis asuransi,
sehingga disebut dengan prinsip other insurance.

d. Jika insured mengalami kerugian yang disebabkan oleh kelalaian pihak lain
(pihak ketiga), maka hak untuk menagih kerugian dilakukan oleh perusahaan
asuransi. Hal ini dilakukan untuk mencegah insured mencari keuntungan
dengan menagih kerugian kepada perusahaan asuransi dan kepada pihak yang
lalai. Dalam asuransi kesehatan, hal ini jarang diterapkan. Prinsip ini disebut
dengan subrogation provision.

B. Personal Contract

Meskipun yang diasuransikan dalam kontrak adalah subyek yang dapat


diasuransikan (seperti sakit, kecacatan, dsb) namun risiko kerugian ditransfer
kepada perusahaan asuransi melalui orang/individu. Sehingga perusahaan asuransi
harus benar-benar mendapatkan informasi yang tepat dan benar mengenai

55
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

karakteristik insured dan kondisi-kondisi yang mempengaruhi subyek yang


diasuransikan, sebelum kontrak ditandatangani.

Konsekuensi dari kondisi di atas adalah seseorang memiliki hak untuk menyetujui
kontrak asuransi yang menanggung risiko kerugian dari orang lain. Misalnya pada
asuransi kesehatan, risiko sakit pada bayi, anak di bawah umur, dan lansia dapat
diasuransikan dan kontraknya ditandatangani oleh orang tua atau wali yang
bersangkutan. Sementara di lain pihak pada kasus ini, perusahaan asuransi terikat
kontrak menerima risiko sakit dengan orang yang tidak menandatangani kontrak.

Pada asuransi kesehatan kelompok (perusahaan) terdapat jenis blanket isurance


atau blanket policy yaitu “A contract of health insurance that covers all of a class
of persons not individually identified in the contract”. Sehingga pada jenis polis
ini, sekelompok orang yang secara individual tidak tercantum namanya namun
dianggap memiliki pajanan atau paparan atau hazard kesehatan yang sama,
dicakup pelayanan kesehatannya oleh perusahaan asuransi, misalnya pada tim
olahragawan atau atlet (Marcinko & Hetico, 2006).

C. Unilateral contract

Dijelaskan di awal bahwa salah satu elemen kontrak asuransi ada penawaran
(offering) oleh insured untuk mentransfer risiko, ada penerimaan (acceptance)
pihak insurer untuk menerima transfer risiko tersebut. Sehingga jelas bahwa
kontrak asuransi termasuk asuransi kesehatan bersifat unilateral, bukan bilateral.

Menurut Marcinko & Hetico (2006) kontrak bilateral atau Bilateral Contract
adalah “One that both parties have enforceable commitments, as in a contract of
sale, one party promises to deliver the item sold and the other party promises to
pay the stated price”. Sehingga dari definisi di atas, pada kontrak bilateral ada
kesepakatan kedua pihak untuk melakukan tindakan yang sama-sama
menguntungkan jika ada kejadian. Sedangkan pada kontrak unilateral salah satu
pihak (insured) sudah melakukan tindakan meskipun kejadian/kerugian belum
terjadi dalam bentuk pembayaran premi kepada insurer. Pihak insurer berjanji
akan menanggung risiko saat insured mengalami kerugian. Dengan demikian,
kontrak asuransi bersifat unilateral karena hanya satu pihak saja (yakni insurer)
yang membuat perjanjian untuk membayar, sementara pihak insured tidak dapat
diwajibkan untuk membayar premi. Sehingga dengan kontrak ini, seorang nasabah

56
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

yang tidak membayar premi tidak dapat dikenakan masalah hukum, namun hanya
berupa penolakan penggantian pelayanan kesehatan atau cakupan pelayanan.
Namun jika pihak insurer tidak menjalankan perjanjian untuk membayar atau
mengganti klaim, dapat terkena tuntutan hukum (Marcinko & Hetico, 2006).

D. Conditional Contract

Kontrak asuransi merupakan kontrak kondisional artinya insurer diwajibkan


membayar atau menanggung kerugian jika pihak insured telah memenuhi
kewajibannya membayar sejumlah premi. Hal ini sebagai konsekuensi dari sifat
kontrak asuransi yang bersifat unilateral. Pada kontrak asuransi kesehatan jelas
bersifat conditional contract, yaitu ketika pasien tidak membayar premi sesuai
kewajibannya, maka perusahaan asuransi tidak akan memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan cakupan asuransi.

E. Contract of Adhesion

Contract of adhesion mengandung pengertian bahwa pihak insurer


mempersiapkan kontrak, dan pihak insured dapat menerima atau menolak kontrak
asuransi. Sehingga ketika insured tidak berminat dengan polis asuransi dapat tidak
melakukan pembelian, namun ketika insured membeli polis tersebut ia harus
menerimanya. Berhubung kontrak dibuat oleh pihak insurer, maka istilah-istilah
atau kata-kata yang bermakna ganda dan membingungkan (ambiguity) sebaiknya
diinterpretasikan dalam konteks insured, bukan insurer.

Sehubungan sifat kontrak asuransi seperti ini, makan timbulah prinsip


“presumption of intent” yaitu setiap orang terikat dengan istilah-istilah pada
kontrak tertulis yang mereka tandatangani atau setujui, tidak memandang apakah
ia telah membaca atau belum membaca kontrak. Dengan kata lain, saat timbul
masalah hukum pengadilan berasumsi bahwa insured telah membaca dan
memahami istilah-istilah dalam kontrak.

F. Aleatory contract

Aleatory contract yaitu pergantian kerugian pada kontrak asuransi kesehatan


tergantung pada kejadian yang sifatnya tidak pasti (aleatory) sehingga benefit
yang didapat nasabah belum tentu berbentuk manfaat moneter (Marcinko &
Hetico, 2006). Istilah aleatory artinya hasil yang didapat dari suatu kegiatan
tergantung pada sesuatu yang sifatnya kebenaran atau berdasarkan peluang
57
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

(chance), sehingga jumlah uang yang dibayar insured dan yang digantikan oleh
insurer belum tentu sama.

Misalnya seorang pemilik asuransi kesehatan membayar sejumlah premi dalam


waktu yang lama. Jika selama waktu tersebut tidak terjadi kejadian sakit, maka
pihak insurer tidak mengeluarkan uang penggantian. Sebaliknya, bisa jadi insured
baru membayar premi dalam jumlah sedikit, namun mendapat penggantian yang
nilainya lebih besar dari jumlah setoran premi ketika mengalami sakit.

G. Contract of Utmost Good Faith

Sehubungan dengan sifatnya yang aleatory (tidak pasti) maka dibutuhkan


keyakinan/niat yang baik dan saling menguntungkan dari insured dan insurer.
Prinsip ini disebut utmost of good faith atau uberrimae fidei. Prinsip ini merupakan
pijakan yang sangat mendasar dalam kontrak asuransi. Artinya kontrak asuransi
bukan dilandaskan pada keinginan salah satu pihak untuk merugikan pihak lain.

Konsekuensi dari prinsip ini dalam auransi kesehatan adalah calon nasabah harus
menyertakan data risiko sakitnya secara lengkap dan jujur kepada perusahaan
asuransi. Sehingga tidak ada informasi kesehatan yang disembunyikan oleh
insured.

5. Komponen Polis Asuransi Kesehatan

Dalam asuransi kesehatan, kontrak asuransi terdiri dari polis, pengajuan asuransi
(application), dan lampiran-lampiran lain yang dibutuhkan, amandemen atau dokumen
pendukung. Untuk memenuhi kriteria sebagai kontrak asuransi, maka polis asuransi
kesehatan harus memenuhi unsur-unsur tersebut di atas.

Menurut Vaughan & Vaughan (2014) sesuai gambar 4, sebuah polis asuransi
umumnya terdiri dari empat komponen yaitu (Vaughan & Vaughan, 2014):

a. Declaration. Komponen declaration berisi pernyataan-pernyataan yang dibuat


oleh insured, meliputi nama pemegang polis, subyek yang akan diasuransikan, dan
informasi lainnya.

b. Insuring agreement yang berisi pernyataan insurer untuk membayar sejumlah


kerugian berdasarkan risiko yang ditanggung, baik yang tertulis dalam polis
(named-peril basis) atau tidak tertulis dalam kontrak (open-peril basis).

58
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

c. Exclusions. Komponen exclusions berisi apa yang akan dan tidak akan dilakukan
insurer yang berhubungan langsung dengan insuring agreement, yang jumlahnya
sedikit pada polis dengan named-peril basis dan jumlahnya banyak pada open-
peril basis. dan

d. Conditions. Komponen conditions berisi hak dan kewajiban kedua belah pihak,
yang sebagian besar berisi kewajiban pihak insured jika terjadi kejadian yang
merugikan dan melindungi insurer dari kerugian akibat moral hazard insured.

Declaration (pernyataan-pernyataan)

Insuring agreement (perjanjian antara insurer


dengan insured)

Exclusions (pengecualian-pengecualian)

Conditions (syarat dan ketentuan polis)

Gambar 4. Komponen Polis Asuransi

6. Kesimpulan

Kontrak merupakan perjanjian yang bersifat legal dan di dalamnya terdapat


pernyataan-pernyataan yang harus ditaati masing-masing pihak Kontrak asuransi
disusun karena adanya kesepakatan antara insured dan insurer untuk menerima
pertanggungan risiko .

Menurut Vaughan & Vaughan (2014) terdapat lima elemen yang harus ada dalam
kontrak asuransi yaitu 1) Penawaran (offering) dan penerimaan (acceptance); 2)
Pertimbangan-pertimbangan (consideration); 3) Obyek hukum (legal object); 4) Pihak
yang berkompeten (competent parties); dan 5) Pernyatan hukum (legal form)

Vaughan & Vaughan (2014) menjelaskan terdapat tujuh prinsip hukum dalam kontrak
asuransi yaitu: contract of indemnity, personal contract, unilateral contract,

59
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

conditional contract, contract of adhesion, aleatory contract, dan contract of utmost


good faith.

Komponen polis asuransi terdiri dari empat yaitu declaration, insuring agreement,
exclusions dan conditions.

C. LATIHAN
1. Berikan alasan kenapa kontrak asuransi kesehatan sebaiknya dilaksanakan dengan prinsip
kontrak indemnitas atau contract of indemnity dan sebaiknya jangan dijalankan dengan
cash payment !

2. Kontrak asuransi merupakan aleatory contract. Sebutkan tambahan klausul atau


pernyataan yang ada dalam asuransi kesehatan berdasarkan karakteristik ini.

3. Kenapa dalam kontrak asuransi kesehatan, insured bukan pihak yang dapat dituntut secara
hukum bila melanggar kontrak?

4. Sebutkan dan jelaskan komponen dari polis asuransi !

60
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Bab 6: Adverse Selection

A. KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

1. Mahasiswa dapat memahami pengertian adverse selection dalam asuransi kesehatan

2. Mahasiswa dapat menjelaskan kapan terjadinya adverse selection dalam asuransi


kesehatan

3. Mahasiswa dapat menjelaskan pelaku adverse selection

4. Mahasiswa dapat menjelaskan alasan terjadinya adverse selection

5. Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana caranya mencegah adverse selection

B. URAIAN DAN CONTOH

1. Pendahuluan

Berita di media online Bisnis menginformasikan 64,7% ibu hamil segmen Pekerja
Bukan Penerima Upah (PBPU) baru menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) satu bulan sebelum hari kelahiran. Dari peserta ini, 43,2% menunggak iuran
sebulan setelah memperoleh manfaat pelayanan kesehatan. Hal ini menurut Badan
Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan kecenderungan perilaku
Adverse Selection (AS) yang merugikan. Menghadapi hal ini, BPJS Kesehatan
mengusulkan langkah-langkah pencegahan yakni jaminan manfaat layanan persalinan
baru bisa diperoleh jika sudah terdaftar sebagai peserta minimal 6 bulan, melakukan
urun biaya layanan persalinan seperti di Amerika Serikat, pembayaran iuran 12 bulan
di muka setelah mendapat layanan persalinan(Pratama, n.d.).

Kondisi tersebut menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan,


termasuk asuransi kesehatan, kejadian Adverse Selection merupakan hal tidak
mungkin dihindari. Motif ekonomi yaitu mendapatkan keuntungan yang besar
merupakan salah satu penyebabnya. Aderse Selection dapat menyebabkan terjadinya
inefisiensi pada pasar asuransi kesehatan serta dapat mempengaruhi kebangkrutan
asuransi kesehatan dan meningkatkan konsumsi perawatan medis(Powell & Goldman,
2016). Bab ini akan membahas tentang kejadian Adverse Selection dalam

61
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

penyelenggaraan asuransi kesehatan, dan diakhiri dengan upaya-upaya


pencegahannya.

2. Pengertian Adverse Selection

Konsep adverse selection pertama kali dikembangkan dan dibahas secara mendalam
dalam publikasi ilmiah yang dibuat oleh Rothschild & Stiglitz pada tahun 1976.
Menurut artikel ini kemungkinan setiap orang akan mendapat peristiwa yang tidak
diinginkan, sehingga masyarakat yang membutuhkan asuransi pada dasarnya
dikelompokkan menjadi yaitu a) kelompok dengan risiko baik (good risk); dan b)
kelompok dengan risiko buruk (bad risk) (Louberge, 2013a). Pada pasar asuransi
kesehatan bisa terjadi mereka yang dalam kategori good risks (sehat) menderita
kerugian finansial akibat membayar premi lebih mahal atau mendapat pelayanan
kesehatan yang berlebihan (irrasional treatment). Sementara itu bisa terjadi pula
mereka yang bad risks (sakit) membayar premi terlalu murah atau mendapat pelayanan
kesehatan yang minimal.

Adverse selection dalam industri asuransi timbul karena kondisi asymmetric


information. Dalam hal ini pihak asuransi tidak memiliki informasi yang cukup tentang
calon nasabah (insured). Menurut Akerlof, industri asuransi muncul dan tetap ada
karena perusahaan asuransi memiliki informasi yang baik tentang calon nasabahnya
(George et al., 2013).

Dalam pemberian layanan kesehatan juga dapat terjadi asymmetric information, yaitu
salah satu pihak lebih mengetahui atau lebih memiliki banyak informasi tentang
kondisi kesehatan atau pelayanan kesehatan. Misalnya dalam pelayanan radiologi,
tenaga kesehatan memiliki informasi yang lebih banyak tentang pemeriksaan dengan
alat rontgen. Dalam bidang asuransi kesehatan, masalah asymmetric information bisa
muncul dalam hal calon nasabah (konsumen, insured) memiliki informasi lebih banyak
tentang kondisi kesehatannya dan jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
dibanding pihak perusahaan asuransi (produsen, insurer).

Katakanlah calon nasabah A memiliki risiko penyakit jantung. Secara logika ekonomi,
seseorang akan memilih sesuatu yang memerlukan sedikit pengorbanan sumber daya.
Dalam hal ini, calon nasabah A akan memilih produk asuransi kesehatan dengan plan
atau paket yang premi-nya lebih murah. Padahal calon nasabah A memiliki risiko
kesehatan yang tinggi, sehingga seharusnya ia membayar premi lebih tinggi. Di sisi

62
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

lain bisa terjadi seorang pasien yang sedang mendapatkan layanan rawat inap yang
seharusnya membutuhkan 7 hari perawatan, namun “dipaksa” pulang pada hari
perawatan ke-3 untuk menghindarkan kerugian.

Pada kondisi tersebut di atas, jika perusahaan asuransi mengenakan premi bagi orang
sehat kepada calon nasabah yang memiliki risiko sakit maka mengalami kondisi
adverse selection. Sehingga dapat dikatakan adverse selection adalah suatu kondisi
salah satu pihak dalam asuransi kesehatan membebankan/mendapat premi atau
memberikan/mendapat pelayanan kesehatan yang tidak tepat/tidak sesuai dengan
risiko kesehatan yang ada.

•Insured lebih paham


Asymmetric kondisi kesehatan
Information •Provider lebih paham jenis
pelayanan kesehatan

Kondisi/
risiko
kesehatan
• Bad risk
• Good risk Adverse
Selection
•Insured dengan bad risk membayar premi lebih
murah, yankes lebih baik
•Insured dengan goog risk membayar premi lebih
mahal, yankes lebih buruk

Gambar 1. Adverse Selection

Sebuah penelitian yang dilakukan Miller & Luft (1994) menyatakan bahwa terdapat
ketidaksinronan antara tingkat utilitas yang diberikan oleh pelayanan kesehatan kepada
pasien dibandingkan dengan kontrak asuransi, yakni pelayanan admision lebih rendah
26-37%, lama rawat inap lebih rendah 1-20%, lama pelayanan di rumah sakit lebih
rendah 18-29%, kunjungan dokter sama atau lebih tinggi, dan pelayanan dengan harga
mahal lebih rendah digunakan (Morissey, 2008).

Konsep adverse selection sangat penting dalam upaya meng-efisiensikan pelayanan


kepada peserta asuransi kesehatan. Dalam sebuah media online dikatakan penurunan

63
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

adverse selection merupakan salah satu strategi yang diterapkan BPJS Kesehatan pada
tahun 2017 agar tetap survive. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
menetapkan tiga fokus utama yang menjadi landasan dalam menyusun arah dan
kebijakan yang akan dijalankan BPJS Kesehatan di 2017. Adapun fokus pertama
adalah keberlangsungan finansial untuk menjamin keberlangsungan program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) menuju cakupan semesta. Direktur Utama BPJS Kesehatan,
Fachmi Idris menjelaskan, cara yang dilakukan adalah dengan peningkatan rekrutmen
peserta potensial dan meminimalkan adverse selection, peningkatan kolektibilitas
iuran peserta dan seluruh segmen, peningkatan kepastian dan kemudahan pembayaran
iuran. "Penerapan law enforcement bagi fasilitas kesehatan, peserta JKN-KIS dan
Badan Usaha yang melanggar, serta efisiensi dan efektivitas pengelolaan dana
operasional serta optimalisasi kendali mutu dan kendali biaya Dana Jaminan Sosial
(DJS) Kesehatan," ujar dia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa 23 Mei
2017. (Metronews.com, 23 Mei 2017).

3. Proses Terjadinya Adverse Selection

Pertanyaan yang muncul selanjutnya, kapan Adverse selection muncul? Dalam kondisi
seperi apa AS terjadi dalam industri asuransi kesehatan? Louberge menjelaskan
terdapat dua kondisi munculnya adverse selection, yaitu (Louberge, 2013a):

1. Jika calon nasabah (insured) bersifat heterogen. Heterogenitas ini menyebabkan


calon nasabah memiliki risiko sakit yang berbeda-beda. Semakin heterogen
populasi atau calon nasabah, maka adverse selection mungkin terjadi

2. Jika perusahaan asuransi tidak memiliki atau belum menentukan kelas risiko (risk
class) calon nasabah, sehingga bisa terjadi pemberlakukan premi asuransi yang
sama pada setiap nasabah dengan risiko yang berbeda.

64
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Populasi
atau
insured
heterogen
Tidak ada
klasifikasi
risiko oleh
insurer

ADEVERSE SELECTION

Gambar 2. Proses Terjadinya Adverse Selection

4. Pelaku Adverse Selection

Sesuai prinsip asymmetric information, kondisi adverse selection cenderung dilakukan


oleh pihak yang memilki informasi lebih banyak tentang kondisi kesehatan pasien.
Pada saat calon nasabah (pasien) akan membeli paket asuransi kesehatan, informasi
risiko sakit lebih banyak dimiliki oleh pasien. Pada kondisi ini, pasien cenderung
melakukan adverse selection dengan berupaya “menyembunyikan” risiko sakitnya.
Biasanya perusahaan asuransi bekerjasama dengan laboratorium klinik atau layanan
diagnostik di Rumah Sakit untuk mendiagnosa kondisi kesehatan pasien. Untuk
meloloskan paket asuransi kesehatan yang diinginkan, bisa terjadi calon nasabah
berusaha mempengaruhi hasil pemeriksaan kesehatan dengan berbagai cara. Di lain
pihak, bisa pula yang mempengaruhi hasil pemeriksaan kesehatan adalah dari pihak
perusahaan asuransi melalui para agen. Motif agen asuransi melakukan hal ini adalah
untuk mencapai target penjualan, yang terkadang bekerjasama dengan calon nasabah
atau pihak yang melakukan pemeriksaan kesehatan.

Pada saat pasien sudah menjadi nasabah asuransi kesehatan, informasi tentang risiko
sakit lebih banyak dimiliki pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan perusahaan
asuransi. Terdapat dua kondisi adverse selection oleh pelayanan kesehatan yaitu jika
jaminan penggantian pasien tidak terbatas atau jika terdapat pembatasan (plafon)
penggantian. Pada kondisi penggantian tidak terbatas, pelayanan kesehatan cenderung

65
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

memberikan pelayanan kesehatan yang lebih banyak/besar dari seharusnya. Misalnya


lama rawat inap 10 hari diberikan kepada pasien yang seharusnya hanya memerlukan
3 hari, atau pemberian obat antibiotik yang tidak perlu (irasional). Dalam praktik klinis
sering kita mendengar ucapan “..ah mumpung pakai asuransi..” dari tenaga kesehatan.
Sebaliknya pada kondisi penggantian terbatas (ada plafon), pelayanan kesehatan
cenderung mengurangi pelayanan yang seharusnya diberikan. Misalnya: lama rawat
inap hanya 3 hari padahal seharusnya 7 hari, atau mengganti merk obat yang lebih
murah.

Insurer

Insured Provider

Pelaku
Adverse
Selection

Gambar 3. Pelaku Adverse Selection

5. Alasan Terjadinya Adverse Selection

Motif ekonomi dan motif spekulasi menjadi alasan kenapa adverse selection terjadi.
Sesuai prinsip ekonomi, setiap orang dalam menjalankan kegiatan yang bersifat
ekonomi akan berperilaku rasional yaitu mengorbankan sumberdaya yang sekecilnya
(prinsip scarcity). Pihak-pihak yang terlibat dalam asuransi kesehatan pun
menjalankan perilaku demikian. Dengan demikian, calon nasabah atau pasien berusaha
membayar premi asuransi yang minimum dengan mendapatkan pelayanan kesehatan
atau penggantian yang semaksimal mungkin. Pelayanan kesehatan berusaha
mengefisiensikan jenis tindakan medis yang diberikan kepada pasien, atau
mendapatkan keuntungan yang semaksimal mungkin dari tindakan medis yang
diberikan. Demkian pula, perusahaan asuransi berupaya memperoleh surplus dana
premi yang maksimal dengan memperhitungkan risiko secara cermat.

66
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Motif spekulasi dilandasi prinsip bahwa manusia tidak bisa dengan tepat meramalkan
apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Untuk menghindari kerugian, semua
pihak yang terlibat dalam asuransi kesehatan melakukan upaya “jaga-jaga”. Tindakan
calon nasabah mempengaruhi hasil pemeriksaan adalah untuk menghindari terkena
premi yang lebih mahal. Pelayanan kesehatan memangkas lama rawat inap untuk
menghindari kondisi medis yang lebih berat pada pasien. Perusahaan asuransi
membatasi cakupan pelayanan untuk mengantisipasi kondisi kesehatan nasabah yang
bisa memburuk.

Motif Motif Adverse


Ekonomi Spekulasi Selection

Gambar 4. Motif/Alasan Adverse Selection

6. Pencegahan Adverse Selection

Peran tenaga underwriter menjadi kunci penting dalam mencegah adverse selection
(Vaughan & Vaughan, 2014) dan terdapat berbagai cara untuk mencegah terjadinya
adverse selection. Louberge menyatakan cara untuk mencegah adverse selection yaitu
dengan menggunakan dua tools asuransi yaitu 1) experience rating; dan 2) risk
categorization (Louberge, 2013a). Sedangkan menurut Dionne dkk cara mencegah
yang umumnya dilakukan adalah dengan 1) self-selection mechanism; 2)
categorization of risks; dan 3) multi-priode contracting (George et al., 2013).

67
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Experience rating
• Menentukan rating terhadap kelompok masyarakat
dalam melakukan underwriting
Risk categorization
• Mengkategorisasikan atau mengelompokkan masyarakat
ke dalam risiko-risiko kesehatan tertentu
Self-selection mechanism
• Insured atau calon nasabah memilih sendiri paket
manfaat asuransi sesuai dengan kondisi kesehatannya
Multi-period contracting
• Menerapkan kontrak asuransi yang berjenjang sesuai
dengan kondisi kesehatan (health risk) insured

Gambar 5. Pencegahan Adverse Selection

a. Experience rating
Untuk mencegah adverse selection yang dilakukan oleh calon nasabah atau
nasabah asuransi kesehatan, di beberapa negara (seperti Irlandia dan Australia)
memberlakukan sistem underwriting yang berdasarkan pada karakteristik
masyarakat sekitar seperti kombinasi antara usia dan jenis kelamin (disebut
community rating).

b. Risk categorization
Perusahaan asuransi kesehatan berusaha menghindari adverse selection dengan
secara aktif melakukan pemeriksaan kesehatan individu (medical check up)
terhadap calon nasabah. Dengan demikian perusahaan asuransi dapat memetakan
risiko calon nasabahnya (memiliki risk categorization), dan berupaya memilih
calon nasabah dengan risiko sakit yang rendah. Perusahaan asuransi kesehatan
dapat pula menawarkan berbagai produk asuransi (health plan) berdasarkan risiko
sakit.
c. Self-selection mechanism

68
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Pencegahan adverse selection dapat pula dilakukan dengan mekanisme self-


selection, yaitu calon nasabah menentukan sendiri cakupan pelayanan yang akan
dipilih pada saat penandatanganan kontrak asuransi. Seseorang dengan risiko
penyakit kanker dapat menentukan pilihan cakupan pelayanan, mulai dari
konsultasi dokter hingga tindakan bedah. Untuk mencegah calon nasabah memilih
cakupan pelayanan kesehatan yang berlebihan (karena faktor minat dan
keinginan), maka dapat digunakan mekanisme pilihan terbatas atau restricting
choice (Pauly et al., 2012).
d. Multi-period contracting
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengeluarkan kontrak asuransi
yang memiliki periode kontrak bervariasi, tergantung risiko yang dimiliki calon
nasabah. Cara ini disebut juga dengan renewable term. Misalnya seseorang
membeli premi asuransi kesehatan pada usia 25 tahun dengan masa kontrak 10
tahun. Dengan asumsi bahwa risiko sakit akan meningkat seiring dengan
perkembangan usia, maka jika nasabah ingin memperpanjang kontrak 10 tahun
lagi, ia akan dikenakan premi lebih tinggi dibanding periode kontrak sebelumnya
saat berusia 25 tahun. Beberapa perusahaan asuransi membatasi perpanjangan
kontrak hingga usia 100 tahun (Vaughan & Vaughan, 2014).

7. Kesimpulan

Adverse selection dalam asuransi kesehatan terjadi karena adanya asymmetric


information pada pelayanan kesehatan, yaitu suatu kondisi salah satu pihak dalam
asuransi kesehatan membebankan/mendapat premi atau memberikan/mendapat
pelayanan kesehatan yang tidak tepat/tidak sesuai dengan risiko kesehatan yang ada.

Adverse selection terjadi ketika insured bersifat heterogen dan insurer tidak memiliki
pemetaan terhadap kondisi risiko calon nasabahnya. Dalam asuransi kesehatan,
adverse selection dapat dilakukan oleh pihak insured maupun insurer dengan motif
ekonomi dan spekulasi.

Adverse selection dapat dicegah dengan berbagai metode antara lain: experience rating
(community rating); risk categorization, self-selection mechanism; dan multi-priode
contracting (renewable term).

69
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

C. LATIHAN
1. Apakah adverse selection dapat terjadi pada asuransi kesehatan sosial (BPJS Kesehatan)?
Jelaskan jawaban Anda
2. Berikan contoh kasus adverse selection pada pelayanan kesehatan:
• Farmasi
• Laboratorium klinik
• Bedah
3. Berikan contoh asymmetric information pada pelayanan kesehatan di poli penyakit dalam
4. Perusahaan asuransi menerapkan dua jenis kontrak pada seorang calon nashabah dengan
mekanisme pada 5 tahun pertama besarnya premi adalah Rp 500.000,- dan pada kotntrak
5 tahun kedua premi meningkat jadi Rp 600.000,- Hal ini dilakukan untuk mencegah
adverse selection. Apakah sebutan untuk jenis pencegahan tersebut?
A. Renewable term
B. Experience rating
C. Community rating
D. Risk categorzation
E. Self-selection mechanism
5. Perusahaan asuransi yang akan menjual produk askes kepada suatu wilayah tidak memilki
data yang cukup tentang kondisi kesehatan masyarakat di sekitarnya. Hal ini menyebabkan
terjadi kondisi yang tidak diinginkan yaitu adverse selection. Apakah sebutan untuk
kondisi tersebut yang terjadi pada perusahaan askes?
A. Redundancy information
B. Asymmetric information
C. Symmetric information
D. Cross information
E. Over information
6. Sebuah wilayah berdasarkan data-data demografis memiliki komposisi penduduk
berdasarkan usia yang sangat luas dan hampir merata. Manajer underwriting sebuah
perusahaan asuransi mengingatkan agar underwriter hati-hati dalam mengontrol
kepesertaan agar tidak terjadi adverse selection. Apakah kondisi yang menyebabkan
adverse selection tersebut?
A. Informasi yang tidak simetris
B. Calon insured bersifat heterogen

70
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

C. Budaya masyarakat yang kurang mendukung


D. Jenis produk asuransi kesehatan yang beragam
E. Belum ada pemetaan risiko pada calon nasabah
7. Hasil audit terhadap kinerja perusahaan asuransi kesehatan A didapat bahwa ternyata
perusahaan tersebut menerapkan premi yang sama pada seluruh peserta dengan tingkat
risiko yang beragam. Hal inilah disebabkan oleh adverse selection. Apakah penyebab
adverse selection pada kondisi tersebut?
A. Informasi yang tidak simetris
B. Calon insured bersifat heterogen
C. Budaya masyarakat yang kurang mendukung
D. Jenis produk asuransi kesehatan yang beragam
E. Belum ada pemetaan risiko pada calon nasabah
8. Seorang calon nasabah menjalani pemeriksaan kesehatan atau medical check up sebagai
syarat dalam permohonan kepesertaan asuransi kesehatan pada sebuah perusahaan
asuransi. Kondisi adverse selection akan terjadi jika?
A. Calon nasabah mengikuti pemeriksaan sesuai standar yang berlaku
B. Calon nasabah berusaha mempengaruhi hasil pemeriksaan kesehatan
C. Laboratorium klinik melakukan pemeriksaan sesuai jenis tes yang diminta
D. Agen perusahaan asuransi tidak mempengaruhi hasil pemeriksaan kesehatan
E. Laboratorium klinik tidak membocorkan hasil pemeriksaan kepada calon nasabah
9. Sebuah RS melayani rawat inap seorang pasien yang dijamin dengan asuransi kesehatan
dengan penggantian tidak terbatas (full-insurance). Kondisi adverse selection akan terjadi
jika?
A. RS memberikan pelayanan sesuai dengan kondisi klinis
B. Lama rawat inap di RS melebihi kondisi pasien secara medis
C. Lama rawat inap di RS sesuai dengan ketentuan media pada pasien
D. RS menempatkan kelas perawatan sesuai dengan plan asuransi kesehatan
E. Dokter jaga memutuskan penambahan hari rawat inap sesuai indikasi medis

71
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Bab 7: Moral Hazard dalam Asuransi Kesehatan

A. KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dan jenis hazard

2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian moral hazard dalam asuransi kesehatan

3. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis moral hazard dan perbedaannya

4. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor determinan dari moral hazard dalam asuransi
kesehatan

5. Mahasiswa mampu menjelaskan upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk


mencegah terjadinya moral hazard dalam asuransi kesehatan

B. URAIAN DAN CONTOH

1. Pendahuluan

Terminologi hazard sering dipakai dalam menjelaskan satu kondisi yang berkaitan
dengan risiko, seperti risiko kecelakaan, risiko sakit, risiko kerugian dan sebagainya.
Menurut Rejda & McNamara (2016) hazard adalah satu kondisi yang dapat
menghasilkan atau meningkatkan tingkat keseringan dan keparahan suatu kerugian.
Terdapat empat macam hazard, antara lain adalah (Geroge E. Rejda & McNamara,
2016):

1. Physical hazard, yaitu hazard yang berbentuk fisik seperti kondisi jalan yang
rusak memicu kecelakaan lalu lintas, bahan-bahan yang mudah terbakar memicu
kebakaran gedung, dan kunci pintu yang tidak rapat memicu adanya kemalingan.
2. Moral hazard, yaitu perilaku tidak jujur atau karakter merusak yang ada pada
individu yang memicu frekuensi dan keparahan kerugian. Misalnya: kecelakaan
yang dibuat-buat supaya mendapat ganti rugi asuransi, mengajukan klaim fiktif,
memperbedar jumlah klaim, dan secara sengaja membakar benda yang
diasuransikan.
3. Attitudinal hazard (morale hazard), yaitu sikap ceroboh dan abai yang dapat
meningkatkan potensi kerugian. Misalnya: kebiasaan meninggalkan kendaraan
dalam keadaan tidak terkunci atau kunci masih terpasang, memberi kesempatan
pencuri masuk rumah, membelokkan kendaraan tanpa memberikan lampu sinyal.

72
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

4. Legal hazard, yaitu sistem atau lingkungan legal/hukum dapat memicu potensi
kerugian. Misalnya: putusan hakim yang tidak adil, kebijakan yang meminta
perusahaan asuransi menanggung manfaat dalam asuransi kesehatan seperti
menjamin peminum alkohol, dan kebijakan yang melarang perusahaan asuransi
mundur dari perjanjian meskipun ada kesalahan dalam menilai risiko.

Dalam menjalankan usaha asuransi kesehatan terdapat dua tantangan yang harus
dihadapi oleh insurer yaitu 1) adverse selection; dan 2) moral hazard (Morissey,
2008). Dalam praktiknya terdapat pemahaman yang saling tertukar antara adverse
selection dan moral hazard, karena keduanya muncul akibat asymmetric information
yaitu suatu kondisi ketidakseimbangan informasi antara pihak satu dengan yang lain
yang berpotensi merugikan satu pihak atau menguntungkan pihak lainnya.

Konsep moral hazard pertama kali dikenal dalam asuransi kebakaran. Sebuah rumah
terbakar bisa disebabkan oleh berbagai risiko seperti instalasi listrik yang buruk,
ledakan kompor gas, lilin yang lupa dimatikan, bahkan disebabkan oleh kesengajaan
pemilik rumah agar dapat penggantian kerugian. Penyebab yang disebutkan terakhir
inilah yang disebut dengan moral hazard. Menurut Ibrahim dan Ragimun (NA) moral
hazard sering terjadi dalam industri asuransi, yaitu kemungkinan tindakan pemegang
asuransi dengan sengaja melakukan upaya-upaya yang dapat merugikan barang yang
diasuransikannya dengan harapan mendapat klaim penggantian.

2. Pengertian Moral Hazard

Dalam Kamus Asuransi Kesehatan yang ditulis oleh Marcinko & Hetico (2006),
definisi moral hazard adalah dampak dari reputasi, karakter, jaringan, gaya hidup,
tanggung jawab keuangan, dan lingkungan hidup seseorang terhadap perilaku
seseorang dalam menjalankan kontrak asuransi (Marcinko & Hetico, 2006). Dengan
demikian moral hazard sangat berkaitan dengan perilaku terutama insured.

Dalam konteks asuransi kesehatan, moral hazard merupakan:

a. Tindakan seseorang yang umumnya dilakukan oleh mereka yang memiliki satu
polis asuransi kesehatan namun menggunakan lebih dari satu pelayanan kesehatan
(Morissey, 2008)

73
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

b. Perubahan perilaku insured (baik individu atau kelompok) yang mengakibatkan


kerugian pada pihak insurer karena kondisi dari kontrak asuransi itu sendiri (R.
Kongstvedt, 2020).
c. Perilaku insured dengan pola sebagai berikut (Bhattacharya et al., 2014):
− Seseorang menghadapi berbagai risiko kejadian yang merugikan, dan ia
bertindak secara sengaja untuk meningkatkan atau menurunkan risiko;
− Seseorang membeli kontrak asuransi yang dapat membayar kerugian terhadap
kejadian tertentu, namun saat mengalami kejadian nilai penggantian menjadi
rendah dibanding nilai yang dibebankan kepada orang tersebut;
− Seseorang mengubah perilakunya agar mengalami kejadian dan mendapatkan
penggantian kerugian, bisa disebabkan perubahan harga;
d. Dalam teori ekonomi, moral hazard berkaitan dengan perilkau insured yang tidak
nampak akibat adanya perlindungan risiko atau berbentuk subsidi. Perilaku
insured yang muncul akibat adanya subsidi (perlindungan finansial) terhadap
kerugian yang mungkin ditimbulkan akibat adanya kejadian atau musibah. Subsidi
akan mengurangi biaya marjinal atau biaya yang harus dikeluarkan oleh insured
sehingga cenderung akan lebih sering memanfaatkan pelayanan kesehatan
(Paolucci, 2011).

Dari pengertian tersebut, moral hazard merupakan perilaku yang bertentangan dengan
konsep efisiensi dalam pelayanan kesehatan, sebagaimana dijelaskan pada tabel 1
berikut (Fradin, 2010):

Tabel 1. Perbandingan Konsep Moral Hazard & Efisiensi Pelayanan Kesehatan

Efisiensi Pelayanan Kesehatan Moral Hazard


• Pasien mendapat pelayanan sesuai • Pasien mendapat pelayanan melebihi
dengan yang ia bayar atau kurang dari yang ia bayarkan
• Pasien mengikuti/menolak saran • Pasien mengikuti/menolak saran
pemeriksaan dokter berdasarkan pemeriksaan dokter berdasarkan
literatur medis, tanpa ada literatur medis, diikuti dengan
kepentingan ekonomis adanya kepentingan ekonomis
• Pasien mendapat benefit perawatan • Pasien mendapat benefit perawatan
yang maksimum dengan biaya yang yang maksimum tetapi dengan biaya
rendah yang tinggi

74
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Perusahaan asuransi (insurer) membuat kontrak asuransi yang bertujuan mencegah


perilaku berisiko insured namn terjadi kondisi asymmetric information yaitu
perusahaan asuransi (insurer) tidak dapat mengobservasi perubahan perilaku insured.

3. Klasifikasi Moral Hazard

Berdasarkan waktu terjadinya, terdapat dua jenis moral hazard, yaitu 1) ex ante moral
hazard; dan 2) ex post moral hazard. Lihat gambar 1.

1. Ex ante moral hazard

Merupakan perilaku moral hazard yang dilakukan sebelum mengalami suatu


kejadian misalnya sakit (Louberge, 2013b). Pada ex ante moral hazard, seseorang
yang menghadapi risiko kejadian (seperti kebakaran, kecelakaan, atau
kemalingan) umumnya dapat melakukan berbagai cara untuk mengurangi risiko
(Winter, 2013).

Ex ante moral hazard dianalogikan dengan sikap sebagai berikut: “bila saya
memilki asuransi kesehatan maka ketika sakit biaya pengobatan akan ditanggung,
sehingga saya tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk memelihara kesehatan
karena sudah ditanggung oleh pihak lain, dan saya akan tetap melakukan gaya
hidup yang tidak sehat seperti merokok, malas bergerak dan sebagainya”
(Finkelstein, 2015). Contoh perilaku ex ante moral hazard lainnya adalah: karena
sudah memiliki asuransi kesehatan, seseorang menghindari vaksinasi, tetap
konsumsi makan cepat saji, atau melakukan olahraga ekstrim.

2. Ex post moral hazard

Merupakan perilaku moral hazard yang dilakukan saat atau setelah mengalami
satu kejadian tertentu misalnya sakit (Louberge, 2013b). Ex post moral hazard
terjadi umumnya pada pelayanan kesehatan, dimana seseorang ketika dinyatakan
oleh dokter membutuhkan pengobatan/perawatan maka orang tersebut berupaya
memperoleh pelayanan kesehatan yang banyak di luar cakupannya (Winter, 2013).

75
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Finkelstein (2015) menganalogikannya dengan sikap sebagai berikut: “pada


kondisi sakit/sehat seperti apapun, saya akan menggunakan lebih banyak
perawatan kesehatan karena harganya terjangkau” (Finkelstein, 2015). Contoh
perilaku ex post moral hazard lainnya adalah: seseorang yang memilih tidak
menjalani operasi lutut, akan tetapi mengkonsumsi obat penghilang nyeri yang
harganya lebih mahal dari operasi.

Ex ante moral hazard


• Dilakukan sebelum mendapat pelayanan
kesehatan
Ex post moral hazard
• Dilakukan setelah mendapat pelayanan kesehatan
Gambar 1. Jenis Moral Hazard dalam Asuransi Kesehatan

4. Faktor Penyebab Moral Hazard

Faktor determinan penyebab moral harzard terdiri dari (lihat gambar 2):

a. Perbedaan nilai pertanggungan

Perbedaan ini disebut dengan price distortion yaitu perbedaan antara nilai yang
harus ditanggung insured dengan nilai penggantian insurer atau sebagai jumlah
pendapatan insured yang mungkin hilang. Semakin kecil perbedaan harga,
semakin kecil kemungkinan terjadi moral hazard. Pada kontrak asuransi yang
memiliki cakupan lengkap/paripurna, perbedaan harga sangat tinggi atau
kemungkinan insured membayar kerugian dari pendapatannya kecil karena
seluruh risiko ditanggung insurer dan kemungkinan terjadi moral hazard tinggi.
Sementara pada kontrak yang tidak paripurna, insured ikut menanggung sebagian
biaya penggantian pelayanan kesehatan dan kemungkinan terjadi moral hazard
rendah. Seseorang merespon perubahan harga dengan mengubah perilakunya
menjadi lebih mengambil risiko (risk taker) atau meminta pelayanan kesehatan
yang lebih banyak (Bhattacharya et al., 2014).

76
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

b. Elastisitas nilai pertanggungan

Kondisi ini disebut juga dengan price elasticity atau price sensitivity yaitu tingkat
perubahan permintaan barang karena adanya perubahan harga. Dalam hal ini
permintaan barang adalah kejadian risiko atau kerugian sedangkan harga adalah
nilai pertanggungan atau ganti rugi. Nilai price elasticity tergantung pada jenis
risiko yang ditanggung oleh insurer dan seberapa besar risiko tersebut dapat
dikendalikan oleh insured. Terdapat beberapa risiko yang tidak mungkin
dikendalikan oleh insured meskipun telah bertindak hati-hati yang disebut natural
hazards, misalnya penyakit akibat genetik/keturunan. Di sisi lain terdapat risiko
yang sepenuhnya dapat dikendalikan oleh insured misalnya tangan tersayat pisau
ketika menyiapkan bumbu masakan. Semakin risiko sulit dikendalikan makan
semakin tinggi elastisitas harga, dan kemungkinan terjadi moral hazard semakin
tinggi (Bhattacharya et al., 2014). Kondisi risiko yang tidka dapat dikendalikan
karena bawaan/genetik disebut juga dengan inherent vice (R. Kongstvedt, 2020).

c. Jumlah risiko yang ditanggung dalam kontrak asuransi.

Pasar asuransi yang ideal adalah seluruh insured memiliki risiko yang sama
sehingga insurer terhindar dari kerugian. Namun kenyataannya sulit menghasilkan
kumpulan risiko insured yang sama. Perusahaan asuransi mengatasi hal ini dengan
membuat rating risiko dan menjalankan fungsi underwriting (R. Kongstvedt,
2020). Semakin banyak jenis risiko yang ditanggung oleh asuransi kesehatan,
kemungkinan terjadi moral hazard semakin tinggi (Bhattacharya et al., 2014).

Dalam asuransi kesehatan, risiko insured yang tidak sama disebabkan oleh adanya
karakteristik yang berbeda seperti usia dan tingkat keparahan/kronis penyakit (R.
Kongstvedt, 2020). Misalnya polis asuransi kesehatan yang menanggung penyakit
yang jarang sekali terjadi (seperti Huntington’s disease) akan jarang terjadi moral
hazard (Bhattacharya et al., 2014).

d. Informasi tidak simetris (Asymmetric information)

Disebut juga asymmetric knowedge (R. Kongstvedt, 2020). Terdapat tiga


penyebab munculnya asymmetric information dalam kontrak asuransi yakni
(Winter, 2013):
1. Karakteristik insured yang tidak nampak dan bersifat menetap

77
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Asymmetric information dapat terjadi karena adanya karakteristik-


karakteristik yang tak nampak (hidden characteristics) bersifat menetap
(fixed) pada seseorang, seperti: bakat, kemampuan, atau kualifikasi seseorang.
Misalnya seseorang membeli asuransi kesehatan dengan kondisi kesehatan
yang tidak baik dan tidak diketahui oleh pihak perusahaan asuransi. Situasi
inilah menyebabkan timbulnya adverse selecion;
2. Tindakan/informasi insured yang tidak nampak dan bervariatif
Asymmetric information dapat terjadi karena adanya kegiatan atau informasi
yang tak nampak (hidden action/information) yang bersifat variatif dan tidak
dapat diidentifikasi berdasarkan informasi/data-data masa lalu, seperti: usaha,
ketekunan, kejujuran, atau keinginan baik. Situasi inilah menyebabkan
timbulnya moral hazard. Menurut Paulocci (2012), insurer baru mengetahui
adanya hidden action setelah kontrak asuransi disetujui, sedangkan hidden
information saat kontrak diproses (Paolucci, 2011).
3. Niat insured yang terselubung dan bervariatif
Asymmetric information dapat terjadi karena adanya hasrat/keinginan yang tak
nampak (hidden intention) yang bersifat variatif namun dapat teridentifikasi
berdasarkan informasi/data-data sebelumnya.
e. Permintaan pelayanan kesehatan yang dipaksakan

Kondisi ini disebut dengan induce demand yaitu satu kondisi insured
mendapatkan pelayanan kesehatan melebihi yang seharusnya diberikan dan
muncul kesan dipaksakan. Induced demand dapat terjadi dalam dua kondisi yaitu
(R. Kongstvedt, 2020):

1. Permintaan pelayanan kesehatan yang dipaksakan oleh insured. Insured yang


dinyatakan sakit oleh dokter cenderung akan:
− Meningkatkan nilai pelayanan kesehatan yang seharusnya diterima
− Berupaya mengurangi biaya yang harus dikeluarkan secara individu (out
of pocket)
− Berupaya meninggikan biaya pelayanan agar mendapat pengembalian
klaim yang lebih besar
2. Permintaan pelayanan kesehatan yang dipaksakan oleh pemberi pelayanan
kesehatan

78
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Kondisi ini disebut juga agent-principal problem dan lebih banyak


disebabkan oleh perilaku insured (atau sebagai principal) yang mempengaruhi
provider pelayanan kesehatan (sebagai agent), misalnya pasien memaksa
dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih mahal. Umumnya
pelayanan kesehatan tidak berani menolak karena alasan hubungan baik
dengan konsumen. Kondisi tersebut diperburuk oleh perilaku pelayanan
kesehatan yang memaksakan memberi pelayanan kesehatan di luar kondisi
sebenarnya (disebut provider-induced demand atau supplier-induced moral
hazard) untuk mendapat keuntungan yang besar.
f. Kebijakan subsidi pelayanan kesehatan

Moral hazard dapat pula disebabkan oleh kebijakan atau klausul dalam kontrak
asuransi kesehatan yang mendorong perilaku moral hazard yaitu subsidi terhadap
pelayanan kesehatan. Misalnya: dengan diterapkan kebijakan subsidi silang pada
bedah kosmetik menyebabkan biayanya menjadi rendah. Hal ini mendorong
insured untuk lebih sering melakukan tindakan bedah dari biasanya (disebut
subsidies-induced overconsumption). Salah satu cara untuk menghindari moral
hazard adalah dengan mengenakan pajak pada pelayanan tesebut (Paolucci, 2011).
Pengaruh pemberian subsidi terhadap moral hazard sangat dipengaruhi oleh
elastisitas harga/nilai pertanggungan dari kondisi penyakit. Misalnya: subsidi
diberikan pada pelayanan transplantasi paru cenderung tidak menimbulkan moral
hazard jika dibandingkan subsidi terhadap pengobatan dengan Viagra. Elastisitas
harga pengobatan Viagra lebih tinggi dibandingkan transplantasi paru (Paolucci,
2011). Subsidi iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga memicu tindakan
moral hazard pada peserta, misalnya menjalani gaya hidup tidak sehat, dan
mengaku dalam kelompok masyarakat tidak mampu.

79
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Jumlah risiko Informasi


yang tidak
ditanggung seimbang

Elastisitas nilai Permintaan


pertanggunga yankes yang
n dipaksanakan

Perbedaan Moral
nilai hazard Kebijakan
pertanggung asuransi subsidi
an
kesehatan

Gambar 2. Faktor Penyebab Moral Hazard Asuransi Kesehatan

5. Mencegah Moral Hazard

Berdasarkan kondisi dari penyebab terjadinya moral hazard maka dapat diupayakan
pencegahan (lihat gambar 3) sebagai berikut (Bhattacharya et al., 2014):

a. Cost sharing

Moral hazard terjadi bila marginal cost (biaya marjinal) yang harus ditanggung
insured adalah 0 (nol) atau insured sama sekali tidak menanggung biaya dan
biasanya terjadi pada kontrak asuransi yang lengkap (full-insurance contract).
Cost sharing merupakan metode yang standar digunakan oleh perusahaan asuransi
kesehatan dan disebut juga partial-insurance contract. Dengan cost sharing
diharapkan insured ikut “membiayai” harga pelayanan kesehatan.

Terdapat dua jenis metode cost sharing yang biasa dijalankan untuk menghindari
moral hazard yaitu:

1. Coinsurance. Pada kontrak asuransi dengan coinsurance, pihak insured ikut


membiayai pelayanan kesehatan dalam persentase tertentu dan insurer
membiayai sisanya. Misalnya pelayanan operasi sebesar Rp 10.000.000
ditanggung 30% (Rp 3.000.000) oleh insured, 70% (Rp 7.000.000) oleh pihak
insurer.

2. Copayment. Pada copayment, pihak insured membiayai pelayanan kesehatan


dengan jumlah yang tetap (disebut copay), kemudian pihak insurer akan

80
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

seluruh biaya yang dikeluarkan. Misalnya pelayanan operasi sebesar Rp


10.000.000 ditanggung oleh insured sebesar maksimal Rp 2.000.000, dan
sisanya oleh pihak insurer sebesar Rp 8.000.000.

b. Deductible

Istilah “deductible” berasal dari akar kata “deduct” yang berarti mengurangi,
sehingga dalam konteks ini artinya mengurangi biaya yang ditanggung oleh
insurer. Pada kontrak dengan deductible, pihak insurer menentukan batas minimal
pembiayaan yang dapat ditanggung atau diberikan untuk menggantikan biaya
pelayanan kesehatan kepada insured. Semakin tinggi nilai deductible,
kemungkinan terjadi moral hazard semakin kecil. Biasanya kontrak asuransi
menggabungkan deductible dengan coinsurance dan copayment. Misalnya
pelayanan operasi sebesar Rp 10.000.000 ditanggung minimal oleh insurer sebesar
Rp 7.000.000, sisanya ditanggung insured Rp 2.000.000,-.

c. Monitoring dan Gatekeeping

Cara ini merupakan metode mengurangi moral hazard dengan secara langsung
“melawan” asymmetric information. Perbedaan monitoring dan gatekeeping
terdapat pada waktu pelaksanaannya. Monitoring dilakukan saat pelayanan
kesehatan telah dilakukan, sedangkan gatekeeping saat pelayanan kesehatan
akan/belum dilakukan.

Prinsip monitoring adalah memastikan pelayanan kesehatan yang diterima insured


sesuai dengan polis asuransi. Contoh metode monitoring antara lain melakukan
pengawasan terhadap pelayanan kesehatan yang diterima oleh insured,
memverifikasi biaya pelayanan kesehatan dengan bukti-bukti yang ada, dan
sebagainya.

Prinsip gatekeeping adalah memastikan biaya pelayanan kesehatan diberikan


seoptimal mungkin (kendali biaya). Contoh gatekeeping misalnya program yang
menunjang gaya hidup sehat pasien, memberikan motivasi dan insentif kepada
pasien yang bisa menerapkan gaya hidup sehat, senam prolanis pada peserta JKN,
dan sebagainya.

81
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Co-insurance
Cost sharing
Co-payment
Pencegahan
Deductible
Moral Hazard

Monitoring &
Gatekeeping

Gambar 3. Pencegahan Moral Hazard Asuransi Kesehatan

6. Kesimpulan

Hazard berkaitan dengan pengendalian risiko dan terdiri dari empat jenis yaitu
physical hazard, moral hazard, attitudinal (morale) hazard, dan legal hazard. Dalam
industri asuransi khusus asuransi kesehatan, moral hazard merupakan kondisi yang
paling sering dijumpai.

Moral hazard dalam asuransi kesehatan berkaitan dengan perubahan perilaku individu
karena dirinya merasa telah dilindungi oleh asuransi. Perilaku ini umumnya cenderung
dapat meningkatkan biaya pelayanan kesehaan dan merugikan insurer, sehingga
bertentangan dengan efisiensi dalam pelayanan kesehatan.

Terdapat moral hazard yang dilakukan sebelum insured mendapatkan pelayanan


kesehatan yang disebut dengan ex-ante moral hazard. Di lain pihak ada yang dilakukan
setelah insured mendapat pelayanan kesehatan dan disebut dengan ex-post moral
hazard.

Moral hazard dalam asuransi kesehatan disebabkan oleh adanya perbedaan nilai
pertanggungan, sifat elastisitas dari nilai pertanggungan, jumlah risiko yang
ditanggung dalam kontrak asuransi, informasi yang tidak simetris, adanya pemintaan
pelayanan kesehatan yang dipaksakan oleh salah satu pihak, dan adanya kebijakan
subsidi manfaat asuransi kesehatan.

Pencegahan moral hazard dapat dilakukan dengan menjalankan mekanisme cost


sharing (antara lain co-insurance dan co-payment), deductible, dan monitoring &
gatekeeping.

82
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

C. LATIHAN

Apakah pernyataan berikut ini BENAR atau SALAH

1. Kemungkinan tidak terjadi moral hazard, ketika elastisitas harga = 0

2. Seorang pasien yang tidak memiliki jaminan/asuransi yang terus-menerus dapat ke


dokter kalau sakit (walaupun sakit ringan) merupakan contoh moral hazard.

3. Seseorang yang selalu menggunakan perapian/tungku api untuk menghangati rumah,


setelah dirinya membeli asuransi kerugian rumah merupakan contoh moral hazard

4. Seorang karyawan yang tadinya tidak memiliki asuransi kesehatan tiba-tiba membeli
asuransi yang ditawarkan perusahaan karena didiagnosa menderita penyakit berat,
merupakan contoh moral hazard

5. Cara yang paling ampuh menghindari moral hazard bagi insurer adalah dengan
copayment, dan cara lain tidak ada.

6. Perusahaan asuransi yang melakukan pengawasan terhadap biaya pelayanan kesehatan


yang diberikan kepada insured merupakan full-insurance contract tanpa moral hazard

7. Moral hazard merupakan masalah yang umum terjadi pada kontrak asuransi dengan
beragam risiko

8. Kebiasaan meninggalkan kendaraan dalam keadaan tidak terkunci termasuk dalam


moral hazard

9. Orang yang telah dilindungi dari risiko/kerugian dengan asuransi, cenderung


melakukan moral hazard

10. Ex-ante moral hazard dilakukan setelah insured mendapat pelayanan kesehatan

83
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Bab 8: Fraud dalam Asuransi Kesehatan

A. KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

1. Mahasiswa dapat memahami kondisi fraud asuransi kesehatan di Indonesia

2. Memahami pengertian Fraud dalam asuransi kesehatan

3. Memahami penyebab fraud pada asuransi kesehatan

4. Memahami jenis-jenis fraud dalam asuransi kesehatan

5. Memahami pencegahan fraud dalam asuransi kesehatan

B. URAIAN DAN CONTOH

1. Pendahuluan

Kejadian Fraud masih terus menghambat pelayanan asuransi kesehatan di Indonesia.


Meskipun Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memprediksi pertumbuhan
industri asuransi kesehatan pada kwartal IV tahun 2017 sebesar 10%, namun industri
ini kerapkali berisiko bisnis dan fraud yang cukup tinggi4. Data BMAI5 (Badan
Mediasi dan Arbritase Asuransi Indonesia) pada tahun 2016 menunjukkan terdapat 19
kasus klaim asuransi kesehatan yang sudah dilakukan mediasi. Sementara sampai
dengan sampai Oktober 2017 sudah tercatat ada 60 kasus (termasuk asuransi lainnya).

Kondisi fraud bukan hanya dialami asuransi kesehatan swasta, namun juga Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) sebagai asuransi sosial di Indonesia. Menurut laporan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada semester satu tahun 2015 terdapat sekitar
175.000 klaim dari Pemberi Pelayanan Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan. Dari ribuan klaim tersebut, senilai Rp 400 miliar terdeteksi
ada kecurangan tertutama dari praktik upcoding6.

Sementara menurut lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW), jaminan kesehatan


menjadi nomor urut kedua terbesar sebagai obyek korupsi di sektor kesehatan. Pada
periode 2010-2016 kerugian negara dari korupsi dana jaminan kesehatan mencapai Rp

4
Kontan online, “AAUI: Asuransi Kesehatan Bisa Tumbuh Sekitar 10%” 06 November 2017
5
BMAI: Badan yang memediasi dan menawarkan jasa arbritasi jika ada perselisihan mengenai klaim asuransi
antara perusahaan asuransi dengan nasabah
6
Kompas online, “Ada Indikasi 1 Juta Klaim Fiktif, ini Jawaban BPJS Kesehatan” 24 Februari 2017

84
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

62,1 miliar. BPJS Kesehatan bersama dengan berbagai pihak berupaya mengawal
program JKN agar tidak mengalami fraud, antara lain dengan ICW, Satuan Pengawas
Internal (SPI), Dewan Pengawas, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Otoritas
Jasa Keuangan (OJK), Badan Pengawas Kuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kantor Audit
Publik (KAP). Bahkan BPJS Kesehatan bekerjasama dengan KPK dan Kemenkes RI
membentuk Tim Satgas Penanganan Kecurangan dalam Program JKN.7

Menurut data AAUI, kapitalisasi nilai premi asuransi kesehatan swasta sampai
pertengahan tahun 2017 mencapai Rp 2,36 triliun atau meningkat 10% dibanding
pertengahan 2016 yang mencapai Rp 2,14 triliun. Sementara dari nilai klaim
mengalami penurunan dari Rp 1,77 triliun (rasio klaim 82,5%) pada pertengahan 2016,
menjadi Rp 1,69 triliun pada pertengahan 2017 (rasio klaim 71,8%)8. Besarnya nilai
klaim ini sangat berpotensi untuk timbulnya praktik fraud pada asuransi kesehatan
swasta di Indonesia. Bab ini akan membahas fraud pada asuransi kesehatan, penyebab,
jenis-jenisnya, dan berbagai upaya pencegahannya.

2. Pengertian Fraud

Istilah fraud disebut juga fraude (Belanda) atau concealment atau “kecurangan” dalam
terminologi bahasa Indonesia. Definisi Fraud menurut beberapa literatur adalah
sebagai berikut:

1. Green & Rowell (2011) mengutip definisi dari HIPAA (The Health Insurance
Portability and Accountability Act) mendefinisikan Fraud sebagai berikut “an
intentional deception or misrepresentation that someone makes, knowing it is
false, that could result in an unauthorized payment”. (Green & Rowell, 2011)
2. Menurut Todd (2009) dalam bukunya berjudul “The Managed Care Contracting
Handbook Planning and Negotiating the Managed Care Relationship” (Todd,
2009), Fraud adalah
a. Intentional misrepresentations that can result in criminal prosecution, civil
liability, and administrative sanctions.

7
Kabar24, “BPJS Kesehatan Dorong Pengawasan Berlapis Cegah Fraud” 16 September 2017
8
Kontan online, “AAUI: Asuransi Kesehatan Bisa Tumbuh Sekitar 10%” 06 November 2017

85
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

b. Intentional lying or concealment by policyholders to obtain payment of an


insurance claim that would otherwise not be paid, or lying or
misrepresentation by the insurance company managers, employees, agents,
and brokers for financial gain
3. Dalam Surat Edaran OJK (Otoritas Jasa Keuangan) No.46 tahun 2017, disebutkan
bahwa Fraud adalah “tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja
dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi sehingga pihak lain
menderita kerugian, sedangkan pelaku fraud memperoleh keuntungan”.
4. Dalam Kamus Asuransi yang disusun oleh A. Hasyim Ali seperti dikutip oleh
Sarwo (2015), Fraud adalah “tindakan penipuan, misrepresentatisi fakta penting
yang dibuat secara sengaja, dengan maksud orang lain mempercayai fakta itu dan
akibatnya orang itu menderita kesukaran keuangan”.

Dari berbagai definisi Fraud di atas, maka tindakan Fraud memiliki ciri-ciri atau
karakteristik sebagai berikut:

1. Terdapat niat dan perencanaan jahat atau tindakan penyimpangan. Tindakan fraud
mengandung unsur perbuatan melawan hukum dalam bentuk kesalahan.
2. Mengandung unsur penipuan, pemalsuan, dan pengelabuan. Menurut Sarwo
(2015) karakteristik ini berbentuk penyembunyian fakta material atau dalam
asuransi kesehatan disebut dengan medical fact seperti menyembunyikan riwayat
penyakit kronis.
3. Terdapat kekeliruan dalam tindakan, namun diketahui oleh pelaku atau ada
tindakan pembiaran. Dengan demikian tindakan fraud dilakukan secara sengaja
atau dibiarkan secara sengaja.
4. Menimbulkan pembayaran klaim yang tidak sah dan kerugian kepada pihak lain.
Suatu tindakan atau perbuatan dikatakan fraud jika ada korban yang dirugikan, dan
korban tersebut menuruti kemauan pelaku (Sarwo, 2015).
5. Berdampak pada tuntutan kriminal, kewajiban sipil, dan sanksi administratif.
Menurut Sarwo (2015) tindakan fraud bisa dikenakan pasal 381 KUHP dan tidak
pidana pemalsuan sesuai pasal 263 ayat (1) KUHP
6. Dapat dilakukan oleh insurer, insured, dan provider kesehatan. Asuransi kesehatan
melibatkan tiga pihak yang kemungkinan besar dapat melakukan tindakan fraud.
Pihak tersebut terdiri dari penerima manfaat pelayanan kesehatan (insured),

86
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

pemberi pelayanan kesehatan atau PPK (provider), dan penanggung manfaat


pelayanan kesehatan (insurer).

3. Perbedaan Fraud, Moral Hazard dan Abuse

Terdapat tumpang tindih pengertian antara Fraud, Abuse, dan Moral Hazard. Di
Amerika bahkan dikenal istilah Fraud, Waste and Abuse (FWA) yang menggambarkan
praktik atau perilaku kecurangan, penggunaan kekuasaan, dan pemborosan. Istilah
waste (pemborosan) sering disamakan dengan abuse. Waste berkaitan dengan dengan
efisiensi pelayanan kesehatan yang sering dikaitkan dengan utilitas pelayanan dalam
skema managed-care (R. Kongstvedt, 2020). Pembahasan tentang managed-care akan
dijelaskan pada bab tersendiri.

Untuk melihat perbedaan fraud dengan moral hazard, Picard (2013), membedakannya
menurut tingkatan keparahan, yaitu 1) Fraud yang tidak direncanakan (tambahan); 2)
Fraud yang direncanakan yang bersifat kriminal; dan 3) Fraud yang oportunistik.
Moral hazard sering disebut dengan fraud yang tidak direncanakan, sedangkan abuse
merupakan fraud bersifat oportunistik. Baik fraud maupun moral hazard mengandung
konotasi negatif dalam pelaksanaan asuransi. Dionne (2013) bahkan menyamakan
insurance fraud dengan ex-post moral hazard. Namun demikian Hoyt dkk menyatakan
bahwa Fraud memiliki tingkat keparahan moral yang lebih tinggi dibanding Moral
Hazard. Hoyt dkk menyatakan “fraud is an extreme version of moral hazard” (George
et al., 2013).

Perbedaan fraud dengan abuse dapat dilihat dalam niat yang dilakukan oleh individu.
Menurut Green & Rowell (2011), “abuse involves actions that are inconsistent with
accepted, sound medical, business, or fiscal practices. Abuse directly or indirectly
results in unnecessary costs to the program through improper payments. (Green &
Rowell, 2011). Dengan demikian abuse lebih kepada tindakan inkonsisten, bukan
perbuatan yang mengandung niat untuk merekayasa tagihan klaim (Rovner, 2013).
Sementara menurut Djasri (NA), suatu tindakan dikatakan abuse “jika sarana
pelayanan kesehatan tidak mengikuti standar pelayanan kedokteran yang
mengakibatkan adanya biaya yang tidak diperlukan”. Contoh abuse misalnya
memberikan harga pelayanan, obat, atau alat medis yang terlalu mahal (Djasri, n.d.).
Tindakan fraud dapat beraikibat sanksi hukum pidana bagi pelakunya, sedangkan

87
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

abuse tidak berdampak pada sanksi hukum. Adapun contoh tindakan abuse adalah (R.
Kongstvedt, 2020):

− Menaikkan tarif pelayanan atau menerapkan tarif pelayanan tidak sesuai standar
− Upcoding yaitu mengajukan klaim pelayanan dengan kode tindakan yang lebih
mahal dari seharusnya
− Memecah-mecah klaim yang seharusnya dalam satu paket menjadi satuan-satuan
(unbundling) agar lebih mahal
− Merujuk pelayanan kesehatan hanya dalam lingkungan bisnisnya sendiri (bukan
berdasarkan kompetensi)
− Memberikan pengobatan/tindakan melebihi yang seharusnya diberikan kepada
pasien

4. Faktor Penyebab Fraud dalam Asuransi Kesehatan


Fraud lebih sering terjadi pada asuransi kesehatan dibanding asuransi lainnya (Hymes
& Wells, 2013). Fraud dalam asuransi kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai
faktor. Pelakunya juga bukan hanya insured namun juga bisa dari provider dan insurer.
Dari berbagai literatur penulis menyimpulkan penyebab fraud asuransi kesehatan
adalah sebagai berikut:

a. Faktor manusia
1. Karakteristik populasi. Semakin heterogen dan luas populasi maka fraud lebih
berpeluang terjadi. Menurut Hymes & Wells (2013) klaim asuransi fiktif
tersebar pada populasi orang yang banyak. Lebih mudah bagi asuransi
menemukan klaim fiktif dari perusahaan, instansi pemerintah, atau perusahaan
asuransi lainnya dibanding pada individu masyarakat
2. Motivasi dan sikap pelaku asuransi. Faktor ini lebih bersifat subyektif karena
tergantung pada pengalaman yang dihadapi masing-masing individu.
a. Ketidaksukaan terhadap perusahaan asuransi. Menurut Hymes & Wells
(2013) beberapa orang tidak menyukai perusahaan asuransi, berdasarkan
anggapan bahwa perusahaan asuransi hadir saat premi dibayar namun
akan hilang saat klaim asuransi ditagih.
b. Egoisme pengusaha. Beberapa pengusaha juga lebih mementingkan
kesejahteraan dirinya dibanding jaminan kesehatan karyawannya. Kondisi
ini mendorong orang melakukan kecurangan pada perusahaan asuransi.

88
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

c. Keserakahan (greed). Fraud bisa dilakukan pemegang polis karena


karakter seseorang yang memiliki hasrat dan nafsu serakah. Hal ini
tercermin dari sikap irasional seseorang yang memandang bahwa tindakan
fraud sebagai suatu pembenaran atau justifikasi dan sesuai dengan kode
etik (Sarwo, 2015). Sikap serakah dapat ditunjukkan dengan perilaku
insured yang mengajukan klaim asuransi secara terus menerus.
3. Kebutuhan (need) finansial pada pelaku asuransi. Fraud bisa timbul karena
kondisi pemegang polis dan/atau tertanggung sedang mengalami kesulitan
keuangan saat sebelum terjadinya kerugian (Sarwo, 2015).
4. Peran oknum tenaga kesehatan
b. Faktor kontrak/polis asuransi kesehatan
1. Jumlah polis asuransi yang dimiliki insured. Semakin banyak jumlah polis
asuransi maka kemungkinan tindakan fraud semakin tinggi.
2. Nilai pertanggungan polis auransi kesehatan. Semakin tinggi nilai
pertanggungan, kemungkinan terjadinya fraud oleh insured semakin tinggi
c. Faktor teknologi
Sebagian besar fraud disebabkan teknologi untuk memproses klaim. Sistem yang
dikembangkan untuk mendeteksi fraud kalah canggih dibanding praktik fraud itu
sendiri (Hyme & Wells, 2013).
d. Faktor lingkungan
Fraud timbul karena adanya kesempatan yang disebabkan oleh adanya kerugian
perusahaan yang tidak dapat ditelusuri atau disebabkan adanya celah hukum yang
dapat dimanfaatkan pemegang polis dalam rangka pengajuan klaim fiktif (Sarwo,
2015).

5. Jenis-jenis Fraud

Dilihat dari kompleksitasnya, fraud ada yang dapat diatasi oleh insurer, namun ada
pula yang sulit diatasi. Dalam hai ini terdapat tiga tingkatan fraud, yaitu (Zweifel et
al., 2007):

a. Fraud yang merupakan tindakan ekstrim atau lanjutan dari moral hazard yang
dilakukan oleh insured.

89
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

b. Fraud yang diakibatkan oleh praktik kecurangan yang dilakukan pemberi


pelayanan kesehatan (PPK).
c. Fraud yang diakibatkan oleh adanya “jual-beli” pelayanan kesehatan oleh PPK.
Misalnya PPK yang mendapatkan kontrak kerjasama dengan insurer melakukan
“sub kontrak” dengan PPK lain tanpa diketahui oleh insurer. Hal ini sulit ditangani
jika kompetisi pelayanan kesehatan yang terjadi antar PPK lemah, karena PPK
yang menerima “sub kontrak” akan menerima harga pelayanan dengan harga jual
murah kepada PPK penerima kontrak dari insurer.

Seperti dijelaskan pada awal bab ini, fraud dapat dilakukan oleh seluruh pelaku
asuransi kesehatan. Sehingga bisa dilakukan oleh penerima manfaat asuransi (insured
atau nasabah), pemberi pelayanan kesehatan (provider), dan penanggung manfaat
asuransi kesehatan (insurer). Jenis fraud dapat dikelompokkan berdasarkan subyek
atau pelaku fraud, antara lain:

A. Fraud oleh Insured (Penerima Manfaat)

Fraud yang dilakukan oleh insured atau penerima manfaat atau nasabah, terdiri
dari empat macam yaitu:

a. Pemalsuan saat aplikasi/pendaftaran (False applications), contohnya:


− Pemalsuan dalam pengisian biodata/kualifikasi, misalnya usia.
− Menyembunyikan kondisi sebenarnya, misalnya tidak memberi tahu
riwayat penyakit kronis.
b. Pemalsuan klaim coverage/cakupan (False claims of coverage), contohnya:
a. Klaim fiktif. Tindakan ini merupakan fraud paling sering dilakukan
insured. Misalnya: insured meminta petugas rumah sakit menambahkan
tagihan klaim untuk pemeriksaan yang tidak pernah dilakukan, atau
meminta laboratorium menambahkan jenis pemeriksaan yang tidak
diminta oleh dokter untuk kemudian ditagih ke perusahaan asuransi.
B. Fraud oleh Insurer (Penanggung manfaat atau perusahaan asuransi)
Fraud yang dilakukan oleh insurer atau perusahaan asuransi atau pemberi manfaat,
terdiri dari empat macam yaitu:

1. Kecurangan dalam penolakan kalim (fraudulent denials)


− Menolak klaim yang valid sesuai kontrak asuransi
− Pembayaran klaim tidak sesuai dengan perjanjian.

90
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

2. Pencurian dokumen perjanjian (theft of settlements)


− Pencurian tagihan klaim oleh internal perusahaan
3. Kebijakan klaim yang salah (false claim policy)
− Pemalsuan klaim oleh agen internal
4. Praktik penipuan oleh agen asuransi (Deceptive sales practices)
− Kesalahan penulisan/pernyataan cakupan secara sengaja
− Kesalahan penulisan/pernyataan tentang premi secara sengaja
− Membebankan biaya secara berlebihan dengan sengaja
− Skrining kesehatan yang ilegal. Oknum agen asuransi melakukan
kerjasama dengan calon nasabah menyembunyikan kondisi sakit, agar
risiko kesehatan masuk dalam kategori rendah dan menanggung premi
yang murah.
C. Fraud oleh Provider (Pemberi Pelayanan Kesehatan)

Fraud yang dilakukan oleh pemberi pelayanan kesehatan meliputi:

a. Klaim fiktif, misalnya:


– Dokter melakukan klaim dalam bulan yang bersangkutan menggunakan
sebagian nama pasien yang datang berobat, sisanya hanya menggunakan
kartu identitas tanpa pasien berobat;
– Beberapa nama pasien diajukan dengan beberapa kali kunjungan untuk
berobat padahal kenyataannya hanya berobat satu kali;
– Beberapa nama keluarga pasien diajukan dalam klaim pada hal yang
sebenarnya nama tersebut tidak berobat;
– Unit Gawat Darurat (UGD) melakukan penagihan klaim tindakan yang
sebenarnya tidak dilakukan
– Mengajukan klaim pelayanan kesehatan yang sudah dibayar cash oleh
pasien,
b. Klaim tidak sesuai dengan keadaan, misalnya:
– Dalam asuransi kesehatan terdapat praktik upcoding yaitu upaya
menaikkan kelas/kode pelayanan dibandingkan pelayanan yang
sebenarnya untuk mendapatkan klaim yang lebih besar (Rovner, 2013).
– Contoh tindakan fraud di farmasi adalah menambah jumlah obat yang
diresepkan oleh dokter, mengganti obat generik dengan obat bermerk.

91
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

– Pada pelayanan mata bisa terjadi fraud dalam bentuk melakukan


pemeriksaan mata gratis dalam penggantian kacamata (pemeriksaan
dilakukan oleh Refraksion Optis) namun dalam klaimnya terdapat
pemeriksaan oleh dokter spesialis mata agar dapat diganti. Jenis lainnya
adalah pemberian potongan harga kacamata padahal harga telah dinaikkan
terlebih dahulu.
– Kasus bedah kosmetik diklaim sebagai tindakan kasus kecelakaan
– Mengajukan klaim sebagai perawatan syaraf yang sebenarnya pasien
diberi tindakan ekstrasi
– Pelayanan rawat inap hanya tiga hari, tertulis lima hari.
– Pelayanan kesehatan di rumah, dilaporkan dilakukan di fasilitas
kesehatan.
– Pelayanan kesehatan oleh dokter umum, diklaim dilakukan oleh dokter
spesialis.
– Melaporkan diagnosis dan prosedur yang berbeda agar mendapat
keuntungan lebih.
– Niat untuk mendapatkan pelayanan yang tidak dicakup. Misalnya
pembelian food suplement atau kosmetik yang tidak di-cover asuransi,
namun pada kuitansi ditambahkan obat lain agar mendapat penggantian.
c. Kecurangan dalam klaim manfaat (false beneficiaries)
− Kecurangan dapat berbentuk pencurian indentitas oleh provider
kesehatan. Dalam hal ini pemberi pelayanan kesehatan mengambil data-
data pasien untuk dimasukkan dalam klaim asuransi
− Pembayaran kepada penerima manfaat fiktif. Misalnya pelayanan
kesehatan meminjamkan kartu kepada orang yang tidak berhak, seperti
anggota keluarga lain yang tidak ditanggung. Bisa juga seseorang
mengaku karyawan dari perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaan
asuransi.
d. Penggelapan (Skimming)
− Pencurian premi. Misalnya kasus oknum karyawan yang menggelapkan
atau tidak membayarkan premi asuransi kesehatan perusahaan untuk
digunakan secara pribadi. Kasus ini bisa melibatkan internal perusahaan
asuransi.

92
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

− Pencurian penerimaan lainnya. Misalnya bisa terjadi nasabah membeli


obat yang di-cover asuransi, kemudian obat tersebut tidak dikonsumsi
sesuai petunjuk dokter, namun dijual kepada pihak lain. Dalam praktiknya
banyak ditemukan “penadah” obat di berbagai perusahaan yang membeli
obat secara murah dari penerima manfaat (bisa karyawan atau pensiunan)
untuk dijual dan mendapat keuntungan.
− Hanya mengikutsertakan anggota keluarga yang sakit dalam program
asuransi kesehatan di perusahaan.

Dalam buku yang ditulis oleh Kongstvedt tahun 2020, terdapat tindakan yang
termasuk dalam kategori fraud namun tidak berpengaruh langsung terhadap klaim
manfaat. Tindakan tersebut antara lain merujuk pasien ke pelayanan kesehatan
bukan atas dasar kompetensi namun agar mendapatkan insentif/bonus, dan/atau
mendapat bonus dari perusahaan farmasi/alat kesehatan karena meresepkan merk
obat tertentu atau menggunakan alat kesehatan yang dipromosikan perusahaan
alkes (R. Kongstvedt, 2020).

6. Pencegahan Fraud
Mengingat Fraud dapat dilakukan oleh berbagai pihak dalam penyelenggaraan
asuransi kesehatan, maka sebaiknya pencegahan dilakukan berlapis sejak penyaringan
calon nasabah hingga pembayaran klaim ganti rugi. Sehingga pencegahan fraud dapat
dikelompokka dalam dua kategori besar yaitu pencegahan dalam skala mikro dan
makro.

A. Pencegahan skala mikro


Pencegahan skala mikro dilakukan oleh insurer yang dapat dilakukan bekerjasama
dengan provider kesehatan. Pencegahan ini meliputi:
1. Saat penyaringan calon insured/nasabah
a. Memeriksa rekam jejak calon nasabah. Upaya ini akan efektif jika terdapat
pertukaran informasi data calon nasabah, misalnya dalam bentuk “Daftar
Hitam” nasabah asuransi. Upaya ini sudah lama dilakukan di negara maju
seperti Jepang. Negara ini melakukan kompilasi data dan pertukaran
informasi sesama perusahaan asuransi bila ada kecenderungan dan
kecurigaan fraud. Data tersebut mencakup kontrak, data klaim, data
pemegang polis, dan obyek asuransi, yang diakses terbatas hanya pada

93
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

kalangan tertentu saja. Indonesia sedang menginisiasi pertukaran data


dengan membuat AAUI Checking sejak Desember 20169
b. Memeriksa kembali pernyataan premi dan jenis cakupan baik yang
diajukan oleh calon nasabah atau oleh agen internal
2. Saat pemberian pelayanan kesehatan
a. Pengawasan aktif oleh manajemen baik terhadap internal perusahaan
asuransi maupun terhadap pihak pemberi pelayanan kesehatan (PPK)
b. Komunikasi dan sosialiasi yang aktif dengan pemberi pelayanan
kesehatan bila ada perubahan atau perbaharuan yang menyangkut
perjanjian asuransi kesehatan antara perusahaan asuransi dengan nasabah
3. Saat pengajuan klaim oleh insured
a. Terdapat unit khusus yang mengawasi fraud. Seperti yang dilakukan oleh
BPJS Kesehatan yang membentuk Unit Kerja Bidang Managemen
Utilisasi dan Anti Fraud bagi pelayanan kesehatan primer dan layanan
rujukan di seluruh kantor cabang BPJS Kesehatan. Unit ini bertugas
membangun sistem pencegahan kecurangan JKN-KIS dan memberikan
sosialisasi pencegahan kecurangan kepada internal dan eksternal. BPJS
Kesehatan juga mendorong seluruh pelayanan kesehatan (Puskesmas,
Rumah Sakit, Klinik, dsb) membentuk tim pencegahan kecurangan.
b. Mengembangkan sistem informasi atau aplikasi yang dapat mendeteksi
potensi kecurangan melalui data klaim asuransi
4. Saat pembayaran klaim kepada insured
a. Memastikan transaksi pembayaran dilakukan secara transfer kepada
rekening nasabah yang tertuang pada kontrak asuransi
b. Melakukan monitoring dan kontrol yang rutin terhadap pembayaran klaim
kepada nasabah, seperti melakukan inspeksi dan pengurangan/penolakan
benefit. Tindakan pencegahan ini cocok untuk mencegah fraud yang
dilakukan sebagai tindak lanjut moral hazard
c. Memberi insentif kepada provider kesehatan yang menyampaikan dan
melaporkan pelayanan ke pasien dengan jujur. Pencegahan ini cocok
untuk mencegah fraud yang dilakukan oleh provider kesehatan.

9
CNN Indonesia, “Belajar Menangani Fraud Asuransi dari Jepang” 13 Oktober 2017

94
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

B. Pencegahan skala makro


Pencegahan skala makro dilakukan oleh negara, dan dalam hal ini dapat dilakukan
bersama-sama dengan berbagai pihak baik insured, insurer, maupun provider
kesehatan. Pencegahan dalam makro dapat menggunakan Siklus Anti Fraud yang
dikembangkan oleh Europen Comission tahun 2013, seperi yang dikutip dari situs
online Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia. Program anti Fraud ini terdiri dari
lima yaitu:
1. Awareness. Program ini adalah upaya untuk membangun kesadaran pada
pelaku asuransi kesehatan bahwa fraud adalah tindakan kriminal yang dapat
merugikan pihak lain. Upaya ini dilakukan dengan menjalankan sosialisasi
dan edukasi tentang potensi bahaya fraud.
2. Reporting. Program ini adalah upaya mengadukan segala tindakan fraud baik
yang dilakukan insured, insured, atau PPK. Misalnya menunjuk seseorang
sebagai informan jika terjadi potensi kecurangan atau sebagai “whistle
blower” (R. Kongstvedt, 2020)
3. Detection. Program ini merupakan upaya untuk mendeteksi secara nasional
terhadap potensi fraud dan tindakan fraud. Salah satu upaya yang sedang
dijalankan di Indonesia adalah dengan mengembangkan AAUI Checking.
4. Investigation. Program ini merupakan upaya untuk melakukan investigasi
dalam rangka pembuktian tindakan fraud asuransi kesehatan. Dalam hal ini
perlu campur tangan pihak berwajib.
5. Sanctioning. Program ini adalah upaya pemberian sanksi administratif atau
sanksi pidana terhadap pelaku fraud asuransi kesehatan, sesuai dengan aturan
yang berlaku.

Sebagai lembaga tertinggi di Indonesia yang menangani masalah kecurangan pada


lembaga keuangan termasuk industri asuransi kesehatan, Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) telah menerbitkan kebijakan yang mengatur dan mencegah timbulnya fraud10.
Kebijakan tersebut adalah aturan mengenai pengendalian fraud dan penerapan strategi
anti fraud bagi perusahaan asuransi dan reasuransi. Peraturan ini tertuang dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan atau SE OJK No.46/2017 tentang Pengendalian Fraud,
Penerapan Fraud, Dan Laporan Strategi Anti Fraud bagi Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Reasuransi Syariah,

10
Bisnis online, “OJK Terbitkan Aturan Anti Fraud” 03 September 2017

95
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

atau Unit Syariah. Aturan itu diterbitkan sebagai aturan turunan dari Peraturan OJK
atau POJK No.69/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi.
Ketentuan dalam SEOJK tersebut mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu 25
Agustus 2017.

Beberapa poin penting mengenai anti fraud yang tertuang dalam SEOJK No.46/2017
antara lain ialah

a. Perusahaan asuransi diwajibkan melaksanakan pengendalian fraud yang meliputi


aspek pengawasan aktif manajemen, organisasi dan pertanggungjawaban,
pengendalian dan pemantauan, serta edukasi dan pelatihan.
b. Perusahaan asuransi diwajibkan menerapkan strategi anti fraud yang meliputi
pencegahan, deteksi, investigasi, pelaporan, sanksi, serta pemantauan, evaluasi,
dan tindak lanjut.

Perusahaan asuransi diwajibkan menyampaikan laporan strategi anti fraud kepada


OJK. Adapun, penyampaian laporan dapat dilakukan secara online melalui sistem
jaringan komunikasi data, ataupun melalui alamat email yang telah ditetapkan OJK.

7. Kesimpulan

Fraud dalam asuransi kesehatan merupakan risiko yang harus dihadapi oleh
perusahaan penjamin kesehatan. Kecenderungan kejadian fraud di Indonesia
meningkat baik dilihat dari jumlah klaim maupun nilai klaim. Jika didiamkan, fraud
akan merugikan industri asuransi kesehatan di Indonesia.

Suatu tindakan dikatakan Fraud jika mengandung unsur penipuan, kesengajaan,


mengutungkan diri sendiri dan mengorbankan atau merugikan pihak lain. Kejadian
Fraud pada asuransi kesehatan dapat dilakukan oleh tiga pihak yaitu insurer (penjamin
manfaat pelayanan kesehatan), insured (penerima manfaat pelayanan kesehatan), dan
provider (pemberi pelayanan kesehatan). Dengan demikian, jenis-jenis tindakan fraud
bermacam-macam sesuai dengan siapa yang melakukannya.

Faktor penyebab fraud bermacam-macam, meliputi faktor manusia, kontrak/polis,


teknologi, dan lingkungan. Sementara jenis fraud dapat dikelompokkan menurut
kompleksitasnya, dan menurut pelaku dalam asuransi kesehatan (insured, insurer, dan
provider kesehatan).

96
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Berdasarkan prosesnya, pencegahan terhadap fraud dapat dilakukan saat a) proses


pendaftaran asuransi oleh peserta; b) proses pemberian pelayanan kesehatan oleh PPK;
c) pengajuan klaim oleh peserta atau PPK; dan d) pembayaran klaim asuransi.

C. LATIHAN
1. Cari dari berbagai sumber tentang kondisi fraud asuransi kesehatan di negara lain (selain
Indonesia).
2. Cari definisi Fraud dari sumber pustaka selain yang disebutkan pada artikel ini.
3. Carilah teori penyebab Fraud dari sumber yang belum disebutkan dalam artikel ini.
4. Berikan satu contoh fraud pada pelayanan kesehatan di Puskesmas, dan jelaskan
penyebabnya menurut teori yang diberikan oleh Department of Justice Health Care AS.
5. Carilah contoh pencegahan fraud di negara selain Indonesia.
6. Apakah perbedaan antara fraud dengan abuse, dan fraud dengan moral hazard

97
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Bab 9: Mencegah Moral Hazard dengan Manajemen Utilitas

A. KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

1. Mahasiswa mampu menjelaskan alasan mengapa moral hazard harus dicegah

2. Mahasiswa mampu menjelaskan metode pencegahan moral hazard saat belum


pelayanan kesehatan atau sebelum kontrak asuransi disetujui

3. Mahasiswa mampu menjelaskan metode pencegahan moral hazard saat pelayanan


kesehatan diberikan atau sesudah kontrak asuransi disetujui

4. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan metode co-insurance, co-payment, dan


deductible

5. Mahasiswa mampu menjelaskan metode pencegahan dengan utilization review

B. URAIAN DAN CONTOH

1. Pendahuluan

Pada materi sebelumnya sudah dijelaskan tentang tiga konsekuensi ketika seseorang
menjalani kontrak dengan asuransi yaitu abuse, moral hazard dan fraud. Abuse
berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang yang ada pada dirinya, misalnya rumah
sakit memanfaatkan kewenangan untuk menentukan tindakan apa yang akan diberikan
kepada pasien selama tidak menyalahi kontrak pelayanan kesehatan. Moral hazard
berkaitan dengan tindakan tidak jujur atau berbohon untuk keuntungan dirinya sendiri,
misalnya dengan sengaja tidak melakukan tindakan bedah sesuai anjuran dokter
namun lebih memilih mengkonsumsi obat mahal dengan harapan mendapat
keuntungan. Fraud berkaitan dengan niat jahat seseorang untuk merugikan orang lain,
misalnya melakukan klaim fiktif.

Abuse berdampak pada ketidaknyamanan orang lain untuk bekerjasama dengan


pelakunya. Moral hazard berdampak pada ketidakpercayaan akibat ketidakjujuran.
Sedangkan fraud berdampak pada tuntutan pidana karena ada unsur dikelabui,
dibohongi dan dirugikan oleh pihak lain.

Tentu saja yang bisa dilakukan secara nyata oleh perusahaan asuransi adalah mencegah
moral hazard sebagai titik sentral dari ketiga perilaku tersebut. Dengan mencegah

98
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

moral hazard maka orang yang cenderung abuse akan terhindar menjadi moral hazard.
Ketika moral hazard apat dicegah maka tindakan lebih berat yaitu fraud dapat dihindari
(Gambar 1).

•Rendah (ada
Abuse kesempatan)

Moral •Menengah
(tidak jujur)
Hazard

•Tinggi (niat
Fraud jahat,
pidana)

Gambar 1. Tingkat Perilaku Berkaitan dengan Kontrak

Bukan hanya dalam bidang asuransi, dalam bidang lainpun akan terjadi kondisi yang
mendorong seseorang menjadi fraud. Misalnya pada karyawan yang diangkat menjadi
pejabat penting. Pada tahap awal, karena posisinya yang penting menyebabkan dirinya
memiliki kesempatan untuk memanfaatkan kewenangan yang dimiliki. Jika tidak
dicegah, maka perilakunya akan cenderung menjadi tidak jujur, dan terus menerus
akan melakukan kejahatan (misalnya: korupsi) jika tidak dicegah.

Lalu bagaimana perusahaan asuransi kesehatan mencegah terjadinya moral hazard


pada seluruh pelaku baik insured, insurer, maupun provider kesehatan? Pada dasarnya
pencegahan moral hazard dapat dilakukan a) sebelum pelayanan kesehatan diberikan
atau sebelum kontrak disetujui, serta b) saat atau sesudah pelayanan kesehatan
diberikan atau saat kontrak asuransi kesehatan sudah disepakati. Pada bab ini
pembagian berdasarkan periode persetujuan kontrak (Gambar 2).

99
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Co-insurance
Cost sharing
Sebelum
Co-payment
Kontrak
Pencegahan Deductible
Moral Hazard
Sesudah Utilization
kontrak Review

Gambar 2. Mekanisme Pencegahan Moral Hazard

2. Pencegahan sebelum kontak disetujui

Pada penjelasan di bab sebelumnya ketika perusahaan asuransi bersedia menanggung


risiko calon nasabah (insured) maka kedua pihak harus menandatangani kontrak.
Insurer mempersilahkan calon insured untuk mempelajari dengan baik klausul atau
poin-poin kerjasama asuransi. Salah satunya adalah mekanisme penggantian kerugian
atau pemberian manfaat asuransi.

Perusahaan asuransi dapat memberlakukan mekanisme berikut pada kontrak asuransi


untuk mencegah moral hazard:

a. Menetapkan besaran biaya yang harus ditanggung oleh insured, dan insurer
membayar sisanya (disebut dengan cost sharing). Dalam program Jaminan
Kesehatan Nasional mekanisme ini disebut dengan Urun Biaya.

Besarnya urun biaya dapat ditentukan dalam persentase (Co-insurance) atau


berdasarkan nilai rupiah (Co-payment). Misalnya:

• Sebuah tindakan bedah membutuhkan biaya 15.000.000 sementara pada


kontrak ditentukan mekanisme dengan co-insurance yaitu insured
membayar maksimal 20%. Maka yang harus dibayar insured adalah 20%
dari 15.000.000 yaitu 3.000.000. Sedangkan insurer membayar sisanya
yaitu 12.000.000.

100
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

• Jika tindakan bedah tersebut dibayar dengan mekanisme copayment


dimana insused membayar maksimal 2.000.000, maka insurer harus
membayar sisanya yaitu 13.000.000.

b. Menetapkan besaran biaya maksimal yang harus dibebankan insurer (disebut


Deductible). Sementara insurer membayar sisa dari pembayaran tersebut.
Misalnya: Sebuah kontrak asuransi berisi mekansime pembayaran penggantian
pelayanan kesehatan sebagai berikut: Tindakan bedah maksimum mendapat
penggantian Rp 10.000.000, maka:

• Jika tagihan klaim tindakan bedah 8.000.000, maka insurer mengganti


8.000.000, sedangkan insured tidak perlu mengeluarkan biaya (hal ini
karena nilai klaim < nilai pertanggungan, atau 8.000.000<10.000.000)

• Jika tagihan klaim bedah 12.000.000, insurer mengganti klaim sebesar


10.000.000, dan insured membayar biaya sebesar 2.000.000 kepada
pelayanan kesehatan. Hal ini terjadi karena nilai tagihan > nilai
pertanggungan

3. Pencegahan setelah kontrak disetujui

Moral Hazard dapat dicegah ketika pelayanan kesehatan diberikan atau setelah
dilaksanakan. Dalam hal ini pencegahan dilakukan setelah insured menyetujui kontrak
asuransi kesehatan yang ditawarkan. Metode ini disebut dengan Manajemen Utilitas
yaitu metode untuk meninjau kembali pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh insured
dan provider.

Pelaksanaan Utilization Management atau Utilization Review (UR) atau manajemen


utilitas oleh perusahaan asuransi kesehatan swasta di Indonesia masing mengalami
kendala terutama disebabkan oleh SDM dan kepatuhan pada prosedur operasionalnya.
Studi yang dilakukan Handayani pada tahun 2012 pada perusahaan asuransi kesehatan
swasta di tiga wilayah yaitu Tangerang, Bontang, dan Palembang menunjukkan
pelaksanaan utilization review mengalami kendala pada ketersediaan dan komptensi
SDM serta penerapan SOP yang kurang baik.

Sepintas UR hampir mirip dengan penilaian klaim (claim adjudication), namun


keduanya secara prinsip memiliki perbedaan. UR merupakan prosedur untuk
menentukan kebutuhan medis pada pelayanan kesehatan yang ditanggung, sedangkan

101
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

penilaian klaim menentukan pelayanan kesehatan yang sebaiknya ditanggung insurer


(Morissey, 2008).

Demikian pula pelaksanaan UR di Badan Pelaksana Jaminana Kesehatan Sosial


Yogyakarta tahun 2011 berdasarkan studi yang dilakukan Yuniarti dan Mukti (2011)
belum maksimal dan terbatas hanya pada pemberian persetujuan dan penyesuaian
dengan standar yang ada. Pengkajian dan analisis terhadap data-data yang ada untuk
melakukan evaluasi kinerja dan pengendalian biaya pelayanan kesehatan belum
dilakukan. Sehingga tidak ada perubahan terhadap kinerja dan rata-rata biaya
pelayanan kesehatan pada sebelum dan sesudah penerapan UR (Yuniarti & Mukti,
2011).

4. Pengertian Manejemen Utilitas

Morissey (2008) dalam bukunya yang berjudul “Health Insurance” menyatakan


“Utilization management (UM) consists of a variety of mechanisms to deal with the
moral hazard problem by using clinical judgment to determine whether particular
health services are worth their cost for specific patients” atau secara bebas dapat
diterjemahkan sebagai berikut Manajemen Utilitas pada asuransi kesehatan merupakan
mekanisme atau metode untuk mengatasi permasalahan moral hazard dengan
menggunakan pertimbangan klinis untuk mengetahui apakah pelayanan kesehatan
yang diberikan memiliki biaya yang efisien pada pasien tertentu (Morissey, 2008).

Sementara itu Green & Rowell (2011) mendefinisikan manajemen utilitas sebagai
berikut: “a method of controlling healthcare costs and quality of care by reviewing the
appropriateness and necessity of care provided to patients prior to the administration
of care (prospective review) or after care has been provided (retrospective review)”.
Jadi dalam manajemen utilitas terdapat dua metode review yaitu prospektif yang
dilakukan sebelum pelayanan, dan restrospektif yang dilakukan setelah menjalani
pelayanan kesehatan (Green & Rowell, 2011).

Dengan demikian dari definisi tersebut, Manajemen Utilisasi pada asuransi kesehatan
dan managed care berkaitan dengan komponen-komponen sebagai berikut:

1. Moral hazard

Dampak dari moral hazard adalah terjadi kelebihan utilisasi (over utilization)
terhadap pelayanan kesehatan, sehingga harus dikelola sedemikian rupa sehingga
dapat menghasilkan pembiayaan yang efisien.
102
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

2. Pertimbangan klinis

Manajemen utilitas menggunakan pembatasan-pembatasan secara klinis terhadap


penentuan utilitas pelayanan dengan memberikan persetejuan atau penolakan
terhadap perawatan yang dibuat berdasarkan kepentingan medis.

3. Pelayanan kesehatan yang efisien biaya

Manajemen utilitas pada prinsipnya bukan menghalangi seseorang mendapatkan


pelayanan kesehatan, melainkan metode ini menginformasikan kepada insurer
bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan secara biaya tidak efisien.

5. Teknik-teknik Manajemen Utilitas


Dari berbagai literarur penulis mengelompokkan UR dalam tiga tahapan yaitu 1) Saat
pelayanan di fasilitas kesehatan primer dan proses admission; 2) Saat dilakukan
pelayanan kesehatan rujukan; dan 3) Setelah dilakukan pelayanan kesehatan (lihat
gambar 1).

A. Saat pelayanan di fasilitas kesehatan primer dan proses admission

1. Gatekeeping

Teknik UR tahap awal pada prinsipnya adalah ingin melakukan skrining


terhadap kasus penyakit yang bisa diobati di faskes primer agar tidak dirujuk
ke faskes sekunder dan memastikan bahwa pihak insurer menyetujui proses
rujukan tersebut. Namun teknik ini umumnya tidak berlaku pada pasien-pasien
yang dikirim ke faskes sekunder dengan kondisi gawat darurat atau butuh
pertolongan tetap.

Teknik Gatekeeping disebut juga metode referrals (Samuel, 2012). Teknik ini
mewajibkan dokter pelayanan kesehatan primer (atau FKTP) memberikan
persetujuan kepada pasien yang akan melakukan pemeriksaan kesehatan ke
dokter spesialis. Jika pasien menjalankan pemeriksaan spesialis tanpa
persetujuan, maka ia wajib membayar sendiri pemeriksaan. Gatekeeping
berusaha agar pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atau
yankes tingkat lanjut dapat dikendalikan sehingga tidak semua kasus penyakit
langsung dirujuk.

103
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Dalam asuransi kesehatan sosial (Jaminan Kesehatan Nasional) di Indonesia,


peran gatekeeper dilakukan oleh Puskesmas. Namun peran ini masih belum
maksimal. Hasil penelitian yang dilakukan pada Puskesmas di wilayah
kabupaten Bogor tahun 2014 menunjukkan terdapat 144 jenis diagnosis yang
seharusnya bisa ditangani oleh Puskesmas, namun dirujuk ke rumah sakit
(Ursila & Iljanto, 2015). Bahkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas
Sumbersari Bantul pada tahun 2013 menunjukkan beberapa dokter belum
memahami peran gatekeeper dalam jaminan kesehatan (Wulandari &
Hafizurrachman, 2013).

2. Pre-admission Certificate

Disebut juga Pre-admission review atau Prospective authorizations atau


Setifikasi Sebelum Rawat Inap atau Surat Jaminan Asuransi. Teknik ini
mengharuskan insured mengajukan ijin masuk rumah sakit yang telah
disetujui insurer sebelum pasien dilayani oleh rumah sakit (kecuali kasus
emergency). Studi menunjukkan bahwa program manajemen utilitas akan
efektif jika pelayanan kesehatan menerapkan sistem admisi yang ketat.

Termasuk dalam teknik ini adalah pre-authorisation review yaitu evaluasi


kebutuhan bentuk diagnosis dan terapi pada layanan rujukan, dan berfokus
pada pemeriksaan kesehatan dengan biaya tinggi seperti pelayanan MRI
(Amelung, 2019). Teknik ini selain dijalankan pada pasien rawat inap, juga
diberlakukan pada pasien rawat jalan (Samuel, 2012).

B. Selama/saat pelayanan kesehatan

1. Discharge Planning

Teknik ini mewajibkan pemberi pelayanan kesehatan atau rumah sakit


melakukan perencanaan dan evaluasi terhadap kebutuhan medis pasien
sehingga dapat ditentukan perawatan yang sesuai setelah pasien pulang dari
rumah sakit (Marcinko & Hetico, 2006). Pada dasarnya tujuan utama dari
discharge planning adalah memperpendek lama hari rawat inap atau Length
of Stay pasien (Amelung, 2019). Dengan demikian pemberi pelayanan
kesehatan memiliki rencana jumlah hari rawat inap dan wajib disampaikan
kepada pasien saat menjalani perawatan termasuk perencanaan pelaksanaan

104
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

pelayanan kesehatan yang sesuai setelah pasien pulang ke rumah, misalnya


menjalankan home care.

2. Concurrent Review

Pada concurrent review, pemberi pelayanan kesehatan menyetujui proses


admission dan pemberian perawatan kepada pasien, namun setelah itu
dilakukan peninjauan sesuai dengan pertimbangan medis (Amelung, 2019),
serta pada lama hari rawat inap sehingga teknik ini sering disebut dengan
concurrent length-of-stay (Samuel, 2012).

Teknik ini merupakan metode evaluasi persetujuan pelayanan kesehatan yang


dijalankan secara paralel (konkuren) dengan pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada pasien, misalnya mengharuskan pasien mendapat
persetujuan dari insurer mengenai jumlah hari rawat inap bila melebihi
ketentuan atau kontrak asuransi kesehatan dan sesuai dengan saran/petunjuk
dokter pemeriksa. Jika seorang pasien diharuskan oleh dokter pemeriksa
menjalani rawat inap 10 hari, padahal menurut kontrak hanya 3 hari rawat
inap, maka hal ini harus medapat persetujuan dari perusahaan asuransi.

3. Mandatory second opinion

Disebut juga second opnion programe. Prosedur ini adalah upaya agar pasien
wajib mendapatkan opini kedua (second opinion) dari dokter lain sebelum
mendapatkan tindakan medis, seperti tindakan operasi/bedah (kecuali kasus
emergency). Bila hasil dari second opinion tidak merekomendasikan pasien
untuk menjalani tindakan operasi, maka insured diminta memilih tindakan
yang harus dijalankan. Bila tetap harus menjalani tindakan operasi, maka
pasien menanggung biaya pelayanan tersebut. Disamping untuk mengawasi
pelaksanaan tindakan medis agar sesuai dengan dengan prosedur yang berlaku
(sebagai instrumen kontrol), second opinion program dapat digunakan sebagai
pengendalian kualitas pelayanan (Amelung, 2019).

C. Setelah pelayanan kesehatan

1. Retrospective review

Disebut juga discharge review dan merupakan teknik klasik dalam UR untuk
mengontrol pemberian pelayanan kesehatan (Amelung, 2019). Teknik ini

105
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

dijalankan setelah pasien diijinkan dirawat inap di pelayanan kesehatan.


Pemberi pelayanan kesehatan harus mengikuti ketentuan yang dibuat oleh
insurer jika ternyata pasien tidak diijinkan mendapatkan pelayanan atau tidak
diperbolehkan dirawat inap terlalu lama.

Ada tujuh metode yang dilakukan dalam retrospective review, antara lain
(Samuel, 2012):

a. Pattern analyisis, yaitu analisis yang dilakukan secara intensif terhadap


pola pemeriksaan terhadap pasien serta mengidentifikasi permasalahan-
permasalahan yang kemungkinan timbul
b. Medical record review, yaitu peninjauan terhadap data-data rekam medis
(status pasien) untuk menentukan pelayanan kesehatan yang sesuai
c. Appropriateness review, yaitu peninjauan terhadap kesesuaian antara
klaim asuransi kesehatan dengan standar perawatan dan merupakan dasar
untuk menentukan pembayaran klaim
d. Procedure code review, yaitu peninjauan terhadap kesesuaian antara
klaim asuransi kesehatan dengan kode diagnosa penyakit yang ditetapkan
oleh provider, biasanya menggunakan aplikasi komputer. Dari peninjauan
ini diputuskan apakah klaim dilakukan coding ulang atau ditahan.
e. Bill Audits, yaitu peninjauan terhadap kesesuaian klaim asuransi
kesehatan terhadap prosedur penagihan, kesalahan pembayaran, dan
pelayanan kesehatan yang sesuai. Peninjauan ini ditujukan untuk
menghindari duplikasi klaim dan pelayanan kesehatan yang berbiaya
tinggi.
f. Retrospective claim review, yaitu peninjauan terhadap pembayaran klaim
secara statustik untuk mengidentifikasi ketidakwajaran pola pelayanan
kesehatan yang dilakukan provider atau pasien.
g. Identification of fraudulent bills submitted by providers, yaitu prosedur
mengidentifikasi penagihan yang terindikasi kecurangan oleh provider.
2. Denial Payment

Teknik ini merupakan metode evaluasi persetujuan pelayanan yang dijalankan


secara paralel dengan retrospective review. Bila insurer menetapkan bahwa
pasien tidak diijinkan mendapatkan pelayanan atau tidak diperbolehkan

106
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

dirawat inap melebihi ketentuan, maka pasien harus membayar biaya


pendaftaran dan rawat inap di luar ketentuan.

3. Case Management

Teknik case management dilakukan umunya berdasarkan hasil dari discharge


planning (Rickel & Wise, 2000). Tujuan case mangement adalah menerapkan
pelayanan kesehatan yang berbiaya rendah dan memberikan pelayanan
kesehatan yang sesuai (Samuel, 2012).

Prosedur ini adalah upaya insurer untuk mengindentifikasi pelayanan


kesehatan berbiaya tinggi yang dilakukan oleh seorang Case Coordinator atau
Manajer Kasus. Case Coordinator memiliki kewenangan untuk menyetujui
penggantian biaya pelayanan pengganti atau cakupan pelayanan lainnya yang
tidak ditanggung, sedemikian rupa sehingga penggantian pelayanan tersebut
memiliki biaya yang minimal atau minimal sama dengan cakupan pelayaan
yang ditanggung. Contohnya persetujuan pelayanan Home Care untuk
menggantikan jumlah hari rawat inap tambahan di rumah sakit.

4. Intensive Case Management

Teknik ini merupakan upaya yang dijalankan secara individual pada pasien
tertentu yang memiliki biaya pelayanan tinggi dan dengan kondisi medis yang
kompleks dan komplikatif.

5. Disease Management

Prosedur ini merupakan teknik koordinasi antar pelayanan kesehatan bagi


pasien dengan penyakit kronis untuk memastikan agar praktik kedokteran
dijalankan sesuai pedoman medis.

107
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

1. Gatekeeping 1. Discharge planning 1. Retrospective review


2. Pre-admission 2. Concurrent review • Pattern analysis
certificate = surat (emergency) • Medical record review
• Appropriateness review
rujukan 3. Mandatory second • Procedure code review

Faskes Rujukan
Setelah pelayanan kesehatan di
opinion

Faskes Rujukan
Saat Pelayanan Kesehatan di
Saat di FKTP & Admission
• Bill audits
• Retrospective claim review
• Fraudulents bills identification
2. Denial payment
3. Case management
4. Intensive case
management
5. Disease management

Gambar 3. Jenis Manajemen Utilitas Asuransi Kesehatan menurut Proses


Pelayanan

6. Kesimpulan

Moral hazard dalam pelaksanaan asuransi kesehatan menimbulkan inefisiensi


terhadap biaya pelayanan kesehatan. Upaya pencegahan dilakukan pada dua kondisi
yaitu saat polis asuransi kesehatan belum disetujui kedua belah pihak, dan saat polis
sudah disetujui kedua pihak.

Saat kontrak belum disetujui pencegahan dapat dilakukan dengan mencantumkan


klausul mekanisme penggantian klaim yaitu dengan urun biaya atau cost sharing.
Metode ini terbagi menjadi tiga yaitu co-insurance, co-payment dan deductible.

Utilization Management merupakan teknik monitoring dan pengendalian akibat moral


hazard yag dilakukan setelah polis asuransi disetujui kedua pihak. Ciri khas utama dari
Utilization Management adalah adanya pertimbangan klinis (clinical judgment) dari
dokter atau tenaga medis yang ditetapkan perusahaan asurasi. Dengan demikian, UM
berbeda dengan proses claim adjudication yang semata hanya mengetahui pelayanan
kesehatan yang ditanggung dan tidak ditanggung tanapa pertimbangan medis.

Teknik UR dapat dilakukan saat pasien menjalani pemeriksaan di faskes primer hingga
menjalankan admission di faskes sekunde (gatekeeping, dan pre-admission
certificate), saat pasien melakukan admission hingga menjalani perawatan di faskes
sekuder (discharge planning, concurrent review, dan mandatory second opinion), dan

108
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

saat pasien menjalani perawatan hingga dinyatakan sembuh/pulang atau meninggal


dunia (retrospective review, denial of payment, case management, intensive case
management, dan disease management).

C. LATIHAN

1. Mengapa Utilization Management sangat dibutuhkan dalam asuransi kesehatan?

2. Bagaimana hubungan antara Utilization Management dengan kualitas pelayanan


kesehatan?

3. Identifikasi teknik Utilization Management yang pernah Anda jalankan sebagai tenaga
kesehatan atau Anda alami sebagai peserta asurnasi kesehatan, lalu Anda ceritakan dalam
bentuk narasi. Termasuk jenis teknik UM apakah?

4. Berikan tanda chekclist ( ) pada kotak yang kosong dan sesuai dengan jenis teknik
Utilization Management.
Teknik Utization Management Prospective Concurrent Retrospective
Appropriateness review 
Bill audits
Case management
Concurrent review
Denial of payment
Discharge planning
Disease management
Gatekeeping
Intensive case management
Mandatory second opinion
Medical record review
Pattern analysis
Preadmission certificate
Preauthorization review
Procedures code review
Prospective authorization
Referrals technique
Surat Jaminan Asuransi
Sertifikat Pra Rawat Inap

109
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Bab 10: Health Coverage Benefit

A. KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan pihak-pihak yang terlibat atau terkait
dalam kegiatan asuransi kesehatan

2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan komponen dari sistem pelayanan


kesehatan secara makro

3. Mahasiswa dapat memahami dan menejakan konsep health benefit dan health benefit
coverage

4. Mahasiswa dapat menjelaskan jenis dan komponen health benefit coverage

5. Mahasiswa dapat menjelaskan sumber pendanaan manfaat pelayanan kesehatan bagi


peserta manage care

B. URAIAN DAN CONTOH

1. Pendahuluan

Pada bab terdahulu telah dijelaskan bahwa mekanisme kerja pada organisasi managed
care berbeda dengan asuransi kesehatan tradisional. Perbedaan mekanisme asuransi
kesehatan tradisional dan Managed Care (MC) dideskripsikan pada gambar 1 berikut.
Pada MC seluruh proses dari nomor 1 sampai 6 diintegrasikan.
Pada gambar-1 kotak nomor 2 terdapat kegiatan provider memberikan pelayanan
kepada insured. Pertanyaannya pelayanan apa yang diberikan? Dalam asuransi
kesehatan dan MC sudah tentu layanan yang diberikan adalah pelayanan kesehatan
yang merupakan bagian dari manfaat pelayanan kesehatan (MPK) atau healthcare
benefits (HB). Pada asuransi kesehatan tradisional, MPK yang diberikan provider
sesuai dengan kontrak atau polis. Sementara pada managed care, MPK umumnya
diberikan sesuai dengan kontrak antara MCO dengan provider.

110
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

INSURED
(Peserta)

5 1

6 2

3
INSURER PROVIDER
(Pengelola) (Yankes)

1 : Peserta asuransi memanfaatkan pelayanan kesehatan

2 : Provider pelayanan kesehatan memberikan pelayanan

3 : Provider pelayanan kesehatan menagihkan klaim asuransi

4 : Pengelola dana (insurer) membayarkan klaim asuransi

5 : Peserta (insured) membayar premi asuransi

6 : Pengelola dana (insurer) menerima premi asuransi

Gambar 1. Mekanisme Asuransi Kesehatan dan Managed Care

Sesuai gambar 2, secara makro sistem kesehatan suatu negara melibatkan lima pihak
antara lain (Amelung, 2019):

1. Individu (individuals) yang terdiri dari empat macam (lihat tabel 1) yaitu:

a. Peserta (member) yaitu individu yang mendapat cakupan MPK melaui kontrak
asuransi kesehatan atau managed care. Jika peserta tersebut sedang
mendapatkan pelayanan kesehatan dari provider, maka disebut dengan pasien.
Dengan demikian peserta tidak selalu bertindak sebagai pasien.

b. Penerima manfaat (beneficiaries), yaitu individu yang memanfaatkan MPK


berdasarkan program yang dipilhnya. Misalnya: peserta Prolanis adalah
beneficiaries dari program yang dijalankan dalam Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN)

111
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

c. Pasien, yaitu individu yang mendapatkan pelayanan kesehatan. Namun


demikian dalam sistem kesehatan, tidak semua pasien merupakan peserta
program kesehatan.

d. Individu tidak terproteksi (uninsured), yaitu individu yang tidak memiliki


MPK serta bisa merupakan pasien atau bukan pasien

Tabel 1. Jenis Individu dalam Sistem Kesehatan Suatu Negara


Mendapatkan pelayanan Tidak mendapatkan
kesehatan pelayanan kesehatan
Peserta jaminan
Bukan pasien, tetapi
kesehatan atau managed Pasien & beneficiaries
beneficiaries
care
Bukan peserta jaminan
Pasien & bukan Bukan pasien & bukan
kesehatan atau managed
beneficiaries beneficiaries
care

2. Pemberi Pelayanan Kesehatan atau PPK (providers), yaitu pihak yang bertugas
memberikan tindakan medis atau pelayanan kesehatan kepada individu yang
membutuhkan. PPK meliputi dokter, rumah sakit, klinik kesehatan, tenaga
kesehatan bersertifikat dan sebagainya.

3. Produsen (manufacturers), yaitu pihak dalam sistem kesehatan yang menghasilkan


atau memproduksi obat, alat kesehatan, bahan medis habis pakai, perbekalan
kesehatan, serta pihak yang mendistribusikannya atau menjual kepada PPK.

4. Penanggung pembayaran (payers atau payors), yaitu pihak yang menanggung


risiko sakit beneficiaries secara finansial jika mendapatkan pelayanan kesehatan
dari PPK, meliputi asuransi kesehatan, managed care, dan administrator kesehatan
pihak ketiga (third-party administrators atau TPA)

112
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

5. Pembuat kebijakan (regulators), yaitu pihak yang menentukan kebijakan yang


mengatur berjalannya sistem kesehatan, seperti pemerintah pusat, pemerintah
daerah, pimpinan pelayanan kesehatan, pimpinan pengelola jaminan kesehatan
dan sebagainya.

REGULATOR

PRODUSEN

Bukan pasien, Pasien, bukan


bukan beneficiaries beneficiaries

INDIVIDU PEMBERI PELAYANAN


REGULATOR
KESEHATAN (PPK)

Bukan pasien, Pasien,


beneficiaries beneficiaries

PENANGGUNG
REGULATOR
PEMBAYARAN

REGULATOR TINGKAT PUSAT


(PEMERINTAH PUSAT)

Gambar 2. Pelaku Sistem Kesehatan Suatu Negara

2. Manfaat Pelayanan Kesehatan

Seluruh pihak yang menanggung risiko peserta asuransi kesehatan atau payers wajib
mengelola manfaat pelayanan kesehatan yang harus diberikan baik dalam bentuk
barang atau jasa. Dalam bentuk barang misalnya pemberian jenis obat, alat kesehatan,
atau perbekalan kesehatan lainnya kepada peserta. Sedangkan dalam bentuk jasa
adalah pelayanan tidak berwujud seperti pemeriksaan dokter, program wellness dan
sebagainya yang dilakukan oleh dokter atau petugas kesehatan profesional.

Dalam hal ini payers harus memutuskan berapa rupiah pelayanan kesehatan yang harus
dibayar kepada pemberi pelayanan kesehatan atau langsung kepada beneficiaries.
Dengan demikian mengelola manfaat pelayanan kesehatan memiliki pegertian bahwa
payers hanya mengatur besaran benefit yang diterima oleh peserta. Jadi bukan jenis
pelayanan kesehatannya, namun dengan jumlah rupiah tertentu jenis pelayanan
kesehatan apa saja yang bisa diberikan.

113
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

3. Jenis Manfaat Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan uraian tentang pengertian MPK, maka dipastikan bahwa ada faktor-faktor
atau komponen yang menentukan payers dalam mengelola dan menentukan jenisnya.
Komponen tersebut menurut Amelung (2019) terdapat 3 jenis yaitu 1) manfaat yang
disepakati atau ditentukan (defined benefit); 2) urun biaya (cost sharing); dan 3)
batasan cakupan manfaat (coverage limitations) (Amelung, 2019).

A. Defined Benefit

Pada skema manfaat ini, payers hanya mempertimbangkan manfaat yang didapat
peserta yaitu jenis pemberian obat dan alat kesehatan serta pelayanan kesehatan
apa yang akan diberikan, tanpa memperhatikan biaya yang harus dikeluarkan.
Skema ini juga tidak memperhatikan kontribusi yang harus ditanggung peserta,
atau peserta sama sekali tidak mengeluarkan biaya untuk mendapatkan manfaat
pelayanan kesehatan.

Namun demikian untuk mencegah pelayanan kesehatan yang tidak efisien, payers
tetap menentukan aturan-aturan dan persyaratan pelayanan yang harus dijalankan
peserta. Misalnya pada skema HMO, peserta dapat memanfaatkan pelayanan
kesehatan (bukan emergensi) jika terdapat surat rujukan dari dokter layanan
primer, jika dilakukan di pelayanan kesehatan yang telah bekerjasama, dan lain-
lain.

Ketentuan lain yang diterapkan adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
peserta hanya ditujukan untuk tujuan medis tertentu yang sudah ditetapkan dalam
kontrak. Misalnya tindakan bedah plastik hanya ditanggung jika tujuannya untuk
menyembuhkan luka akibat kecelakaan, bukan untuk tujuan kosmetik.

B. Cost Sharing

Pada skema ini, manfaat pelayanan kesehatan diberikan kepada peserta dengan
mempertimbangkan urun biaya yang harus dikeluarkan secara mandiri (out of
pocket). Manfaat pelayanan kesehatan tersebut berikan berdasarkan kontrak yang
telah ditetapkan.

Terdapat tiga jenis mekanisme urun biaya antara payers dengan peserta yaitu:

1. Mekanisme yang mengharuskan payers dan peserta membayar urun biaya


sebesar rupiah tertentu. Misalnya: pada pelayanan konsultasi dokter spesialis

114
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

sebesar Rp 150.000, peserta menanggung Rp 50.000 dan sisanya Rp 100.000


ditanggung payers. Mekanisme ini disebut dengan copayment.

2. Mekanisme yang mengharuskan payers dan peserta membayar urun biaya


pelayanan kesehatan dalam persentase tertentu. Misalnya: pada pelayanan
konsultasi dokter sebesar Rp 150.000 maka peserta wajib membayar sebesar
20% dari biaya tersebut dan payers membayar sisanya yaitu 80%. Mekanisme
ini disebut dengan coinsurance.

3. Mekanisme yang mewajibkan peserta membayar dalam jumlah rupiah tertentu


sebelum pelayanan kesehatan diberikan. Misalnya: peserta wajib membayar
uang sebesar Rp 500.000,- sebelum menjalani rawat inap.

Ketiga mekanisme tersebut dapat diterapkan pada satu manfaat pelayanan


kesehatan. Misalnya: penerapan deductible dan coinsurance pada satu jenis
manfaat yaitu terjadi ketika pasien harus menjalani rawat inap. Sesuai kontrak
peserta membayar uang terlebih dahulu sebesar 500.000 (mekanisme decuctible).
Lalu dalam kontrak disepakati pasien/peserta menanggung 20% biaya pelayanan.
Jika pasien menerima tagihan rawat inap selama 3 hari sebesar 5.000.000 maka
yang wajib dibayarkan adalah 20% (atau 1.000.000) dikurangi pembayaran
deductible (500.000) menjadi Rp 500.000,-.

C. Coverage Limitations

Pada skema ini payers memberlakukan pembatasan-pembatasan ketika manfaat


pelayanan kesehatan diterima oleh peserta. Misalnya:

• Pelayanan kesehatan (bukan emergensi) dilakukan hanya di provider terdaftar


atau yang melakuan kontrak dengan payers. Misalnya dalam JKN peserta
hanya diperbolehkan melakukan pemeriksaan di klinik pratama yang telah
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Jika di luar itu maka ia harus membayar
biaya pelayanan kesehatan secara mandiri (out of pockets)

• Peserta mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan maksimal sebesar nilai


rupiah yang dibayarkan payers kepada providers. Misalnya: jika sebuah klinik
peserta managed care dibayar sebesar 100.000 untuk pemeriksaan dokter gigi
maka manfaat yang diterima peserta paling besar adalah 100.000. Jika lebih
dari 100.000 maka sisanya dibayar oleh peserta

115
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

• Peserta mendapat manfaat pelayanan kesehatan berdasarkan maksimal jumlah


obat/alkes atau jumlah pelayanan. Misalnya pada layanan JKN pasien diabetes
melitus mendapat obat untuk satu bulan, dan konsultasi dokter spesialis
penyakit dalam maksimal 2 kali dalam sebulan.

• Peserta mendapat manfaat pelayanan kesehatan atas indikasi dan kebutuhan


medis oleh dokter.

• Peserta mendapat manfaat pelayanan kesehatan jika mampu secara mandiri


menjalankannya atau tidak di bawah perwalian orang lain

Defined Benefit Tanpa memperhatikan biaya


• Peserta tidak berkontribusi atau tidak menanggung biaya

Cost Sharing Memperhatikan biaya


• Peserta ikut menanggung biaya pelayanan
• Skema: co-insurance, co-payment, deductible
Coverage
limitations
Pembatasan pelayanan kesehatan
• Cth: emergency di provider terdaftar

Gambar 3. Jenis Manfaat Pelayanan Kesehatan

4. Sumber Pendanaan Manfaat Pelayanan Kesehatan

Manfaat pelayanan kesehatan yang diterima peserta membutuhkan biaya untuk


menyelenggarakan atau mengadakannya. Biaya tersebut dapat ditutupi dari tiga
sumber berikut:

a. Subsidi pemerintah

Pemerintah sesuai dengan amanat undang-undang wajib memberikan


perlindungan sosial kepada warganya. Salah satu bentuk perlindungan sosial
tersebut adalah jaminan kesehatan. Pada kelompok masyarakat tertentu yang
memenuhi syarat, pemerintah memberikan subsidi pendanaan, misalnya program
Penerima Bantuan Iuran (PBI) pada JKN. Pada kejadian pandemi covid-19
pemerintah juga mendanai perawatan pasien yang positif, subsidi vaksin,
pembelian reagen laboratorium untuk tes swab dan sebagainya.

116
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

b. Pembiayaan mandiri

Pendanaan ini berasal dari individu masing-masing dalam bentuk asuransi


kesehatan. Individu dapat membeli produk-produk asuransi kesehatan komersil
untuk mendanai pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya. Namun biasanya
pendanaan ini lebih mahal jika dibandingkan pembiayaan melalui perusahaan atau
berkelompok dalam satu komunitas.

c. Perusahaan atau Komunitas/Kelompok Masyarakat

Perusahaan umumnya menyediakan pendanaan untuk menjalankan


program/manfaat kesehatan di lingkungannya, dan sering disebut dengan group
health benefit plans. Di samping perusahaan, kelompok masyarakat dalam satu
wilayah tertentu (komunitas) bisa mengumpulkan dana kesehatan. Contohnya
adalah Dana Sehat yang sudah banyak berkembang di desa-desa di wilayah
Indonesia.

Subsidi
pemerintah

Sumber
dana
manfaaat
yankes
Perusahaan
Pembiayaan
atau
mandiri
Komunitas

Gambar 4. Sumber Dana Manfaat Pelayanan Kesehatan

5. Faktor Penentu Eligibilitas Manfaat Pelayanan Kesehatan

Setiap individu harus melewati tahapan seleksi jika akan menjadi peserta manage care
dan akan mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan yang ditawarkan. Proses ini
disebut dengan penelusuran kepatutan peserta (eligibility). Menurut Institute of
Medicine dalam bukunya berjudul “Coverage Matters: Insurance and Healthcare”

117
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

eligibitas individu untuk mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan ditentukan oleh


faktor-faktor sebagai berikut (Institute of Medicine, 2001):

a. Asuransi kesehatan yang dimiliki dari perusahaan/organisasi

Eligibilitas untuk mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan ditentukan oleh


apakah individu tersebut memiliki atau terdaftar sebagai peserta asuransi
kesehatan yang iuran/premi dibayar oleh perusahaan. Jika individu tersebut
memiliki asuransi dimaksud, maka kemungkinan eligibilitasnya semakin tinggi.

Kepesertaan individu dalam asuransi kesehatan perusahaan ditentukan oleh dua


faktor yaitu: a) karakteristik perusahaan (jumlah karyawan, ukuran perusahaan,
kondisi industri, dsb); dan b) nilai premi yang dibebankan kepada perusahaan. Jika
premi tersebut mahal, maka kemungkinan individu menjadi peserta asuransi
semakin kecil. Besar kecilnya premi yang dibebankan kepada perusahaan
ditentukan oleh pajak sesuai dengan ketetapan pemerintah.

b. Asuransi kesehatan individu/mandiri yang dimiliki (bukan kelompok)

Eligibilitas individu semakin tinggi jika memiliki asuransi kesehatan yang didanai
secara mandiri dan bukan kelompok. Kepesertaan individu pada asuransi ini
sangat dipengaruhi oleh status kesehatannya.

c. Jaminan kesehatan yang diperoleh dari pemerintah

Kepesertaan individu pada jaminan kesehatan yang didanai pemerintah


menentukan eligibilitasnya dalam mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan.
Ada empat faktor yang berpengaruh terhadap hal ini yaitu:

− Status kesehatan individu

− Usia dan komposisi keluarga (jumlah tanggungan)

− Pendapatan keluarga

− Kebijakan pemerintah

d. Status pekerjaan

Individu dengan status pekerjaan yang menetap (karyawan tetap) tingkat


eligibiltasnya lebih baik dibandingkan individu dengan pekerjaan tidak menetap.
Dalam JKN kelompok dengan pendapatan atau upah tetap disebut dengan Pekerja

118
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Penerima Upah, sedangkan pekerja dengan upah tidak tetap disebut dengan
Pekerja Bukan Penerima Upah.

Gambar 5. Faktor Penentu Eligilitas Mendapat Manfaat Pelayanan Kesehatan


(Institute of Medicine, 2001)

6. Kesimpulan

Dalam asuransi kesehatan dan MC sudah tentu layanan yang diberikan adalah
pelayanan kesehatan yang merupakan bagian dari manfaat pelayanan kesehatan
(MPK) atau healthcare benefits (HB). Pada asuransi kesehatan tradisional, MPK yang
diberikan provider sesuai dengan kontrak atau polis. Sementara pada managed care,
MPK umumnya diberikan sesuai dengan kontrak antara MCO dengan provider

Seluruh pihak yang menanggung risiko peserta asuransi kesehatan atau payers wajib
mengelola manfaat pelayanan kesehatan yang harus diberikan baik dalam bentuk
barang atau jasa.

Berdasarkan uraian tentang pengertian MPK, maka dipastikan bahwa ada faktor-faktor
atau komponen yang menentukan payers dalam mengelola dan menentukan jenisnya.
Komponen tersebut menurut Amelung (2019) terdapat 3 jenis yaitu 1) manfaat yang
disepakati atau ditentukan (defined benefit); 2) urun biaya (cost sharing); dan 3)
batasan cakupan manfaat (coverage limitations)

119
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Manfaat pelayanan kesehatan yang diterima peserta membutuhkan biaya untuk


menyelenggarakan atau mengadakannya. Biaya tersebut dapat ditutupi dari tiga
sumber berikut yaitu subsidi pemerintah, pembiayaan mandiri, dan perusahaan atau
komunitas/kelompok masyarakat.

Menurut Institute of Medicine dalam bukunya berjudul “Coverage Matters: Insurance


and Healthcare” eligibitas individu untuk mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan
ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut: asuransi kesehatan yang dimiliki dari
perusahaan/organisasi, asuransi kesehatan individu, jaminan kesehatan dari
pemerintah, dan status kesehatan.

C. LATIHAN
1. Mengapa dalam managed care perlu dilakukan integrase (penggabungan) antara
pelayanan kesehatan dengan pembiayaan?

2. Mengapa regulator termasuk pihak yang berperan penting dalam sistem pelayanan
kesehatan di suatu negara?

3. Mengapa manfaat pelayanan kesehatan bukan hanya berbentuk jasa, namun juga
berbentuk barang/produk?

4. Bagaimanakah organisasi managed care menentukan cakupan manfaat pelayanan


kesehatan berdasarkan defined benefit?

5. Bagaimanakah organisasi managed care menentukan cakupan manfaat pelayanan


kesehatan berdasarkan cost sharing?

6. Bagaimanakah organisasi managed care menentukan cakupan manfaat pelayanan


kesehatan berdasarkan coverage limitations?

7. Bagaimanakah pendanaan manfaat pelayanan kesehatan yang dibutuhkan peserta


managed care?

8. Mengapa individu yang memiliki asuransi kesehatan yang dijamin perusahaan lebih
elijibel untuk mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan?

9. Mengapa individu yang memiliki asuransi kesehatan mandiri lebih elijibel untuk
mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan?

120
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

10. Mengapa individu dengan status kesehatan prima lebih elijibel untuk mendapatkan
manfaat pelayanan kesehatan?

121
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Bab 11: Provider Payment

A. KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan alasan mengapa provider payment


merupakan keputusan penting dalam pengelolaan managed care

2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan perbedaan antara provider


reimbursement dengan provider payment

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jenis-jenis dari provider payment

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jenis-jenis pembayaran managed care


kepada dokter

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jenis-jenis pembayaran managed care


kepada fasilitas kesehatan

B. URAIAN DAN CONTOH

1. Pendahuluan

Pada bab sebelumnya sudah dibicarakan bagaimana payer atau organisasi


penyelenggaran managed care menentukan cakupan pelayanan kesehatan (healthcare
benefit coverage). Selanjutnya, payer harus juga memutuskan mekanisme pembayaran
kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) atau provider.

Mengapa pembayaran kepada provider menjadi satu hal yang penting diputuskan oleh
payer?

a. Jenis skema organisasi managed care yang berkembang terus dari waktu ke waktu
menyebabkan pelayanan kepada peserta semakin kompleks, sehingga
bermunculan jenis-jenis pembayaran ke provider. Variasi bentuk pelayanan
tersebut menyebabkan payer harus menentukan skema pembayaran yang efisien,
karena tidak mungkin payer mengaplikasikan hanya satu jenis pembayaran.
Contoh kasus pada pembayaran pelayanan kepada pasien yang terlambat

b. Biaya pelayanan kesehatan pada managed care merupakan fungsi perkalian dari
antara utilisasi dengan jenis pembayaran, atau Total healthcare cost = Medical

122
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

utilization x Provider payment. Karena itu payer harus mengoptimalkan bukan


hanya teknik utilisasi (dari faktor volume) namun juga jenis pemabayaran kepada
provider (dari sisi harga/biaya) yang efisien.

Utilization
Sisi volume
review
Kendali biaya
pelayanan
Provider
Sisi harga
payment

Gambar 1. Pengendalian Biaya Pelayanan Kesehatan

Bab ini akan membahas tentang metode pembayaran pelayanan kesehatan kepada
pemberi pelayanan kesehatan (provider) pada asuransi kesehatan. Sub bab 2
menjelaskan perbedaan antara metode provider payment dengan provider
reimbursement. Dilanjutkan dengan menjelaskan pembahasan secara mendalam
tentang provider payment. Sub bab terakhir membahas metode pembayaran kepada
dokter, pelayanan kesehatan.

2. Provider Payment dan Provider Reimbursement

Tentu dalam pelaksanaan asuransi kesehatan kita sering mendengar istilah provider
reimbursement. Provider payment dan provider reimbursement merupakan biaya yang
harus dikeluarkan oleh payer, namun keduanya memiliki perbedaan yang mendasar.

Dalam mekanisme provider payment, biaya yang dikeluarkan oleh pasien dan payer
merupakan pendapatan akan diterima oleh provider. Sehingga ketika payer berupaya
menekan biaya pelayanan kesehatan, maka pendapatan provider akan berkurang.
Artinya keputusan payer untuk mengendalikan biaya mempengaruhi perilaku provider
dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Kondisi tersebut berbeda dengan provider reimbursement. Misalnya seorang pasien


atau peserta asuransi baru saja melakukan pemeriksaan dokter, kemudian kwitansi
pembayaran diklaim langsung ke asuransi. Pada kondisi seperti ini, pelayanan yang
diberikan provider (yaitu yang memberikan kwitansi kepada pasien) kepada pasien
tidak terpengaruh oleh besaran nilai klaim.

123
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Dengan demikian perbedaan keduanya adalah pada pengaruhnya terhadap pelaksanaan


pelayanan kesehatan di provider. Pada provider reimbursement, pelayanan kepada
pasien oleh provider tidak memperhitungkan efisiensi biaya yang dilakukan oleh
payer. Sedangkan pada provider payment, keputusan payer untuk mengefisiensikan
biaya berpengaruh terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan di provider.

3. Jenis Provider Payment

Metode provider payment dapat berbeda-beda tergantung kondisi atau jenis pelayanan
yang diberikan. Provider payment dapat dibedakan berdasarkan risiko pembiayaan
yang mungkin terjadi, sehingga terdapat dua jenis yaitu 1) jenis pembayaran kepada
provider dengan memperhitungkan risiko (risk-based provider payment); dan 2) jenis
pembayaran kepada provider tanpa memperhitungkan risiko (non-risk-based provider
payment).

Risk-based provider payment umumnya terbatas hanya dilakukan pada managed care
skema Health Maintanance Organization (HMO). Pada skema pembayaran ini,
provider ikut menanggung risiko keuangan akibat biaya pengobatan. Dalam skema
HMO, biaya pengobatan mudah diprediksi dibanding skema lainnya sehingga provider
bisa ikut dilibatkan dalam mengendalikan biaya. Jika biaya bisa dikendalikan, provider
akan mendapatkan pendapatan yang lebih besar. Misalnya: pada skema pembayaran
kapitasi kepada pelayanan kesehatan.

Pada skema non-risk-based provider payment, risiko biaya tidak dipertimbangkan.


Artinya metode ini berupaya menghindari risiko, sehingga biaya pelayanan tidak
ditekan. Pada skema ini semakin tinggi biaya, maka pendapatan provider semakin
besar. Umumnya sebagian besar mekanisme provider payment tidak
mempertimbangkan risiko. Misalnya dalam pembayaran dengan metode fee for
services.

Contoh kasus kapitasi: klinik mendapat jatah/kuota 5.000 pasien per bulan. Jika tarif
pelayanan per pasien adalah 20.000, maka dengan menggunakan metode kapitas, yang
dibayarkan ke klinik adalah 5.000 x 20.000 = 100.000.000 per bulan. Jika kunjungan
pasien hanya 1.000, maka yang dibayarkan tetap 100.000.000. Jika pasien mencapai
6.000 orang maka yang dibayar juga tetap 100.000.000.

Contoh kasus fee for services: Jika pada kasus di atas, klinik menerapkan merode fee
for service maka yang dibayarkan untuk 1.000 pasien adalah 1.000 x 5.000 =

124
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

5.000.000. Sedangkan untuk 6.000 pasien dibayarkan sebesar 6.000 x 5.000 =


30.000.000.

Selain metode berdasarkan risk tersebut, terdapat metode yang pada dasarnya
merupakan pengembangan dari provider payment berdasarkan risiko. Metode ini
mempertimbangkan nilai tambah (value-added) yang diberikan proivider kepada
peserta, sehingga disebut dengan value-based payment (VBP). Nilai tambah yang
diberikan provider kepada peserta antara lain mutu pelayanan dan biaya pelayanan.
Pada skema ini, payer akan membayar provider jika menunjukkan kinerja yang baik
dalam mengendalikan mutu/kualitas pelayanan dan biaya pelayanan. Contohnya
adalah pembayaran kapitas berbasis kompetensi pada skema JKN.

4. Jenis Pembayaran kepada Dokter

Pembayaran manfaat pelayanan kesehatan kepada dokter dapat dilakukan dengan risk-
based atau non-risk-based provider payment. Tabel 1 berikut meringkas berbagai
metode pembayaran kepada dokter (R. Kongstvedt, 2020).

Tabel 1. Mekanisme Pembayaran Manfaat Pelayanan Kesehatan kepada


Dokter
Non-risk-based physician payment Risk-based physician payment (HMO)
▪ Tarif per pelayanan (Fee for ▪ FFS yang memperhitungkan risiko (at-
Services or FFS) risk FFS)
− Tarif langsung (straight charges) − Tarif FFS dibayar dimuka (fee
− Tarif khusus atau karena alasan percentage withhold)
tertentu (usual customary and − Tarif FFS yang dianggarkan
reasonable allowed fees, or UCR (budgeted FFS)
fees) ▪ Kapitasi (capitation)
− Tarif berdasarkan jadwal (fee − Perhitungan kapitasi berdasar faktor:
schedule) usia dan jenis kelamin, tingkat
− Tarif berdasarkan nilai tambah keparahan penyakit, dan lainnya
(Relative Value Scale or RVS) ▪ Pembayaran hanya dokter layanan
− Tarif berdasarkan sumberdaya primer (PCP only)
(Resources-based relative value ▪ Pembayaran bertahap (with a withhold)
scale or RBRVS) ▪ Pembayaran tanpa bertahap (without a
− Persentase tarif berdasarkan withhold)
sumberdaya (Percent of RBRVS) ▪ Memperhitungkan risiko individu dan
− Tarif berdasarkan penjadwalan kelompok/kumpulan
khusus (Special fee schedule or ▪ Pembayaran khusus kepada dokter
RVS multiplier) spesialis
▪ Tarif tambahan fasilitas (facility fee ▪ Pembayaran secara keseluruhan
add-on)
▪ Tarif per kasus dan umum (case ▪ Pembayaran melalui kelompok dokter
rates and global fees) independen (Indepent Practice
Association)

125
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Non-risk-based physician payment Risk-based physician payment (HMO)


▪ Kapitasi berdasarkan kontak dengan
peserta/pasien (contact capitation)

Metode Fee for Service (FFS) merupakan metode pembayaran berdasarkan tarif
pelayanan yang telah disepakati. Keliatannya metode ini mudah, namun dalam
pelaksanaannya agak kompleks. Metode ini dipercaya sebagai penyabab tingginya
biaya pelayanan kesehatan karena memberikan rewards yang terlalu besar kepada
dokter, tarif yang terlalu mahal, dan cenderung memilih prosedur atau tindakan yang
mahal. Pengenaan potongan harga atau discount terhadap tarif pelayanan umumnya
disetujui jika pembayaran kepada dokter tidak ditunda atau langsung dibayarkan.
Seperti pada tabel 1 di atas, metode FFS banyak sekali varians atau jenis
pembayarannya.

Salah satu metode FFS yang sering diterapkan adalah RVS. Metode ini menerapkan
pembayaran dengan mempertimbangkan nilai tambah dari provider yang disebut
dengan unit nilai tambah (relative value unit atau RVUs). Berdasarkan RVUs, maka
pembayaran FFS dengan metode RVS mempertimbangkan komponen-kompen
sebagai berikut:

a. Komponen kinerja dokter (physician work component) meliputi:

• Kecepatan pelayanan atau tindakan medis

• Tingkat keterampilan yang dibutuhkan

• Tingkat upaya mental dan pengetahuan yang dapat dilihat berbasarkan jenis
pelatihan yang dibutuhkan, dan

• Tingkat stress yang berkaitan dengan risiko penyakit pada pasien

b. Komponen biaya praktik (practice expense component) yang meliputi:

• Rata-rata biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan praktik dokter seperti


biaya gaji, perlengkapan dan sebagainya

• Rata-rata biaya yang dibutuhkan untuk mengadakan alat-alat diagnostic dan


terapi

• Biaya modifikasi untuk mengadakan pelayanan yang dibutuhkan pasien

126
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

c. Komponen asuransi professional (professional liability insurance), yaitu biaya


yang dibutuhkan untuk membeli asuransi tanggung gugat untuk melindungi dokter
dari malpraktik

Ketika pelayanan kesehatan menambah dokter untuk meningkatkan pelayanan kepada


pasien, maka dibutuhkan biaya untuk memperkuat fasilitas pelayanan. Biaya tambahan
ini dapat diperhitungkan ke dalam komponen FFS. Umumnya payer akan meminta
provider untuk tidak membebankan biaya tambahan fasilitas terhadap tarif pelayanan
ke pasien. Metode ini disebut dengan add-on facility fee.

Jika pembayaran kepada dokter memperhitungkan episode atau masa pelayanan maka
metode ini disebut case rate. Misalnya pada pembayaran tindakan bedah dan obstetric
yang akan berbeda pada tiaptindakan pada periode 1 hingga 90 hari.

Pada metode risk-based payment, metode yang paling sering dipakai adalah kapitasi.
Dokter akan mendapat pembayaran yang sama tiap bulan berdasarkan kuota pasien
yang diberikan sehingga disebut dengan per member per month (PMPM). Dengan
metode kapitasi, maka pendapatan dokter dapat diprediksi tiap bulannya sehingga
provider dapat fokus untuk mengurangi biaya pelayanan. Sebagian besar managed care
dengan HMO menggunakan metode ini dan menerapkan metode utilization review
untuk menghemat biaya terutama dengan gatekeeping. Pembayaran kapitasi kepada
kelompok dokter, tidak menjamin bahwa setiap dokter di dalamnya dibayar secara
kapitasi juga. Beberapa provider menerapkan metode gabungan dengan sistem lain,
misalnya FFS.

5. Jenis Pembayaran Kepada Fasilitas Kesehatan

Baik pelayanan kesehatan rumah sakit atau klinik rawat jalan memiliki daftar harga
yang berisi ribuan jenis tarif pelayanan kesehatan yang disebut dengan Master Tarif
(Chargemaster). Master tarif merupakan dasar bagi pelayanan kesehatan untuk
menentukan nilai tagihan yang sangat kompleks serta menentukan metode pembayaran
yang akan ditetapkan dalam kontrak dengan payer.

Harga yang terdapat pada master tarif sebagian besar tidak sama satu dengan yang
lainnya dan umumnya berkaitan dengan biaya aktual. Hal ini disebabkan oleh sulitnya
melakukan penelusuran dan alokasi biaya, serta pelayanan kesehatan umumnya bebas
menentukan tarif sesuai yang diinginkan pada master tarif.

127
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Dalam melakukan pembayaran terhadap fasilitas kesehatan, terdapat sembilan faktor


yang harus dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut antara lain:

A. Variasi nilai terhadap tarhadap tarif dasar

Tarif yang diberikan kepada pasien antar fasilitas kesehatan dapat bervariasi.
Variasi tersebut dapat disebabkan oleh modifikasi tarif agar memberi keuntungan
bagi fasilitas kesehatan yaitu dengan melakukan mark-up harga. Kondisi ini dalam
managed care disebut dengan carve-outs terhadap tarif. Mark-up harga terjadi
karena adanya peningkatan harga pembelian alat kesehatan dan obat-obatan yang
kadang

B. Potongan harga terhadap tarif dasar

Tarif dasar beberapa pelayanan kesehatan dapat memiliki kesamaan maupun


perbedaan. Pada layanan yang sifatnya generik cenderung memiliki kesamaan
harga, misalnya harga obat, harga tindakan yang sudah umum dilakukan.
Sementara pada layanan yang bersifat khusus umumya memiliki perbedaan tarif
karena setiap layanan kesehatan memiliki perbedaan sumberdaya.

Akibatnya pelayanan kesehatan akan memberlakukan potongan harga dalam


rangka memberikan akses yang mudah bagi pasien untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan atau memberikan pelayanan terbaik bagi pasien. Pembayaran manfaat
kesehatan kepada pelayanan kesehatan tergantung pada potongan harga yang
diberikan. Jenis pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan oleh besarnya
potongan harga.

C. Waktu/lama pelayanan oleh fasilitas kesehatan

Jenis pelayanan atau tindakan kepada pasien membutuhkan waktu yang berbeda-
beda tergantung kompleksitas dan kebutuhan sumberdaya. Pelayanan yang
membutuhkan waktu lama umumnya dibayar dengan metode Fee for Service.

D. Faktor lainnya turut berpengaruh antara lain: diagnosa penyakit, kasus tertentu,
kepatuhan kontrak, kuota pasien, jenis/kelompok pasien, dan pembayaran
mempertimbangkan kinerja.

128
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

6. Kesimpulan

Upaya pengendalian biaya pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan melihat dua
aspek yaitu aspek volume dan aspek harga. Aspek volume merupakan jenis pelayanan
yang diberikan kepada pasien dan dapat dikendalikan dengan utilization review.
Sedangkan aspek harga dikendalikan dengan metode provider payment.

Pada provider reimbursement, pelayanan kepada pasien oleh provider tidak


memperhitungkan efisiensi biaya yang dilakukan oleh payer. Sedangkan pada
provider payment, keputusan payer untuk mengefisiensikan biaya berpengaruh
terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan di provider.

Provider payment dapat dibedakan berdasarkan risiko pembiayaan yang mungkin


terjadi, sehingga terdapat dua jenis yaitu 1) jenis pembayaran kepada provider dengan
memperhitungkan risiko (risk-based provider payment); dan 2) jenis pembayaran
kepada provider tanpa memperhitungkan risiko (non-risk-based provider payment).

C. LATIHAN

1. Mengapa provider payment merupakan keputusan penting dalam pengelolaan


managed care

2. Mengapa provider reimbursement berbeda dengan provider payment?

3. Bagaimanakah mekanisme provider payment jika dilihat dari risiko yang akan
dihadapi?

4. Bagaimanakah mekanisme provider payment dilihat dari nilai tambah (value added)
yang diberikan provider?

5. Bagaimanakah perbedaan antara metode FFS dengan kapitasi?

6. Mengapa metode FFS dianggap menyebabkan biaya pelayanan kesehatan menjadi


tinggi?

7. Bagaimanakah mekanisme pembayaran kepada dokter yang mempertimbagkan nilai


tambah kepada pasien?

129
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Bab 12: Pengertian Managed Care

A. KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

1. Mahasiswa dapat memahami pentingnya Managed Care

2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan pengertian Managed Care

3. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan ciri-ciri Managed Care

4. Mahasiswa dapat menjelaskan faktor-faktor yang mendorong dan menghambat


Managed Care

B. URAIAN DAN CONTOH

1. Pendahuluan

Pada pembahasan sebelumnya, dalam asuransi kesehatan dapat terjadi kondisi-kondisi


yang merugikan baik insured maupun insurer, seperti moral hazard. Dalam
pembahasan tentang moral hazard, upaya pencegahan terhadap moral hazard
dilakukan untuk mengendalikan biaya pelayanan kesehatan yang tinggi.

Managed care (MC) merupakan jawaban terhadap permasalahan tingginya biaya


pelayanan kesehatan pada asuransi kesehatan. Seperti kita ketahui asuransi kesehatan
tradisional berpotensi menimbulkan moral hazard. Hal ini disebabkan karena tidak
adanya kendali terhadap utilitas pelayanan (kendali biaya dan kendali mutu). Dengan
managed care, utilitas pelayanan kesehatan bisa dikendalikan dengan satu sistem.
Sistem tersbut menggabungkan tiga unsur dalam asuransi kesehatan yaitu pembiayaan
kesehatan, pelayanan kesehatan, serta pembagian risiko antar peserta.

Di Amerika Serikat (sebagai negara lahirnya Managed Care pertama kali di dunia),
MC lahir akibat adanya kenaikan Produk Domestik Brutto (PDB) untuk sektor
kesehatan dari 7,4% (1970) menjadi 8,6% (1977) yang disebabkan oleh kenaikan
pembiayaan kesehatan oleh asuransi kesehatan, swasta (skema Medicare), dan
pemerintah (skema Medicaid) dibandingkan pembiayaan oleh pribadi. Akhirnya
berdasarkan diskusi oleh berbagai ahli muncullah konsep managed health care atau

130
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

sekarang dikenal dengan Managed Care (R. Kongstvedt, 2020). Managed care pertama
kali berkembang di Amerika Serikat pada tahun 1973 yang ditandai dengan lahirnya
peraturan yang disebut dengan Health Management Organization Act of 1973.
Peraturan ini memberi kewenangan kepada pemerintah federal Amerika Serikat untuk
menghimpun dana atau memberikan pinjaman untuk mengembangkan Health
Management Organizations atau HMO.

Gambar 1. Sejarah Managed Care di Amerika Serikat periode 1917-1947 (sumber


foto: Forum Dokter Primer Indonesia)

Pada periode 1970-1977 ini bermunculan MC berbentuk HMO dengan berbagai


variannya, Prefered Provider, serta mulai diadopsi penerapan Utizitation Review oleh
perusahaan asuransi kesehatan. Namun diawal-awal, perkembangan MC yang
dianggap sebagai asuransi kesehatan modern tidak berjalan mulus “menggantikan”
posisi asuransi kesehatan tradisional. Pada akhir tahun 1990-an ketika variasi dari
HMO bermunculan (Preferred Profiver Organiation, Point-of-Service), di Amerika
Serikat muncul gerakan yang disebut dengan Anti-managed care dengan yang terkenal
dengan gerakan “Managed-care Backlash”. Hal ini disebabkan managed-care
dianggap gagal menurunkan biaya pelayanan yang terus meningkat. Pada saat itu
banyak pengusaha yang membebaskan karyawannya untuk memilih antara managed
care atau asuransi kesehatan tradisional, meskipun biaya penggantian tradisional lebih

131
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

mahal dibanding MC. Untungnya kondisi kemunduran MC di AS ini bertahan hanya


sampai tahun 2000, setelah berbagai data menunjukkan biaya pelayanan kesehatan
naik kembali pasca HMO mulai ditinggalkan. Hingga akhirnya setelah tahun 2010 MC
kembali mendominasi berdasarkan laporan Kaiser Family Foundation tahun 2016
proporsi karyawan yang menggunakan skema PPO mencapai 48%, HMO 15%, dan
POS 8%. Sementara proporsi pengguna asuransi kesehatan traditional hanya 1% (R.
Kongstvedt, 2020).

Di Indonesia sendiri belum diperoleh data yang pasti mengenai perkembangan


managed care. Namun dalam sebuah rilis di media massa, salah satu perusahaan
asuransi swasta besar di Indonesia melaporkan bahwa kontribusi produk managed care
terhadap premi selama kuartal-III tahun 2017 mencapai 60% dari total premi.

Gambar 2. Unitedhealthcare adalah perusahaan managed care terbesar di dunia tahun


2019 versi BHM Healthcare Solutions dengan jumlah peserta mencapai sekitar 3 juta
(sumber: bhmpc.com)

2. Pengertian Managed Care

Para ahli di bidang pembiayaan kesehatan dan asuransi kesehatan telah mendefinisikan
managed care dalam berbagai versi dan sudut pandang. Definisi managed care
menurut Marcinko & Hetico (2006) ada tiga pengertian antara lain (Marcinko &
Hetico, 2006):

132
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

1. Suatu sistem yang mengintegrasikan asuransi kesehatan, pembiayaan dan fungsi


pelayanan kesehatan termasuk risk sharing dalam rangka pemberian pelayanan
kesehatan dan menentukan jaringan provider (PPK);

2. Suatu sistem pembiayaan kesehatan atau pelayanan kesehatan yang dirancang agar
sebuah plan asuransi kesehatan dapat mengontrol dan mengkoordinasikan
pelayanan kesehatan dengan mewajibkan anggotanya untuk menekan belanja
kesehatan dan meningkatkan kualitas

3. Suatu pendekatan terhadap pemberian pelayanan kesehatan dan pemberian


manfaat, yang dirancang dengan mengintergrasikan pengelolaan dan koordinasi
pelayanan dengan pembiayaan, yang diharapkan dapat mempengaruhi utilisasi,
biaya, kualitas, dan hasil.

Dari definisi di atas, Managed Care merupakan sebuah sistem yang menggabungkan
antara pelayanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan upaya-upaya untuk
memindahkan risiko sehingga diperoleh efisiensi dalam pemberian pelayanan kepada
pasien.

Green & Rowell (2011) menyatakan managed care dibentuk untuk mengembangkan
suatu metode/cara yang dapat menghasilkan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan
komprehensif (menyeluruh) bagi pasien atau anggota managed care. Sering orang
menyebutnya sebagai asuransi kesehatan modern yang bersifat lebih kompleks
dibanding asuransi kesehatan konvensional (Green & Rowell, 2011).

Menurut Veeder (2013) “managed care is a complex health and behavior health care
services delivery system”, atau managed care merupakan sistem pemberian pelayanan
kesehatan yang kompleks. Kompleksitas ini disebabkan dua tujuan utama dari
managed care yaitu efisiensi biaya dan efektifititas dalam pelayanan kesehatan.
Bahkan Veeder (2013) menyatakan managed care bukan hanya meningkatkan
kesehatan pasien namun juga memperbaiki perilaku kesehatan masyarakat.

Sementara Amelung (2019), mendefinisikan managed care sebagai berikut:

“Managed care is the application of general management principles and


at least partially the integration of the purchasing and the provision of
services as well as the selective contracting with chosen service providers.
It aims to efficiently manage the costs and quality of healthcare. Managed
care includes models of organization and control instruments which
133
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

improve the structures of care from the perspective of the patient. Thus,
the approach is a consistent optimisation of the value chain from the
patient perspective”

Secara bebas dapat diterjemahkan bahwa managed care merupakan pengaplikasian


prinsip-prinsip manajemen secara umum dan secara parsial mengintergrasikan fungsi
pembelian dan pemberian pelayanan dengan menggunakan kontrak asuransi yang
selektif dalam pemilihan provider. Managed care bertujuan mengendalikan biaya dan
mutu pelayanan kesehatan secara efisien. Managed care meliputi model-model
organisasi (skema MC) dan penerapan instrumen pengendalian untuk meningkatkan
struktur pelayanan dengan menempatkan pasien sebagai pusat pelayanan. Dengan
demikian managed care merupakan pendekatan yang konsisten digunakan untuk
membentuk rantai nilai bagi pasien.

Dengan demikian, managed care pada dasarnya adalah bentuk asuransi kesehatan yang
lebih modern karena mengintegrasikan tiga komponen yaitu insurer, insured, dan
provider pelayanan kesehatan. Pengintegrasian ini bertujuan untuk menghasilkan
biaya pelayanan kesehatan yang efisien serta kualitas pelayanan yang lebih
baik.Gambar 1 dan 2 berikut menjelaskan perbedaan antara skema asuransi tradisional
dengan managed care (asuransi kesehatan modern).

Dalam perkembangannya MC memberikan kontribusi positif yang signifikan bagi


sistem pelayanan kesehatan, diantaranya adalah:

a. HMO berkontribusi terhadap peningkatan kinerja pada layanan rujukan

b. HMO membuktikan bahwa jumlah hari perawatan pasien dapat dikurangi tanpa
memperhatikan jenis penyakitnya

c. Upaya pencegahan (preventif) yang dijalankan dalam HMO diadopsi dalam


kebijakan sistem kesehatan yang selama ini lebih fokus pada pengobatan (kuratif)

d. Membantu dalam memperluas implementasi pengukuran kualitas dan


pengendalian kualitas di pelayanan kesehatan

Namun MC juga pernah memberikan kontribusi negatif dalam sistem pelayanan


kesehatan ketika variasi skema pembiayaan HMO bertambah seperti PPO dan POS.
Pertambahan skema tidak diimbangi dengan kebijakan yang kuat untuk mengurangi
biaya pelayanan kesehatan, sehingga sempat terjadi gerakan Anti Managed-care.

134
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

INSURED
(Peserta)

5 1

6 2

3
INSURER PROVIDER
(Pengelola) (Yankes)

1 : Peserta asuransi memanfaatkan pelayanan kesehatan

2 : Provider pelayanan kesehatan memberikan pelayanan

3 : Provider pelayanan kesehatan menagihkan klaim asuransi

4 : Pengelola dana (insurer) membayarkan klaim asuransi

5 : Peserta (insured) membayar premi asuransi

6 : Pengelola dana (insurer) menerima premi asuransi

Gambar 1. Skema Asuransi Kesehatan Tradisional. Setiap pelaku asuransi


independen atau tidak terintegrasikan

INSURED
(Peserta)

5 1

6 2

3
INSURER PROVIDER
(Pengelola) (Yankes)

Gambar 2. Skema Asuransi Kesehatan Modern (Managed Care). Seluruh


pelaku asuransi terintegrasi

135
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

3. Karakteristik Managed Care

Berdasarkan definisi yang dijelaskan pada sub bab sebelumnya, Managed Care
memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Penyelenggara atau pengelola managade care (Managed Care Organization atau


MCO) dapat dilakukan oleh rumah sakit atau kelompok dokter, perusahaan
asuransi melalui heath plan (produk asuransi kesehatan), pemerintah melalui
sistem kesehatan (health system) seperti halnya Jaminan Kesehatan Nasional di
Indonesia. Organisasi ini bertanggung jawab terhadap kesehatan anggota atau
kelompok pasien yang mendaftar managed care.
b. Metode pembayaran daro MCO kepada pelayanan kesehatan umumnya
menggunakan metode kapitasi (capitation payment). Dengan metode ini, MCO
akan membayar dalam jumlah tetap setiap periode waktu tertentu, tanpa
memperhatikan jumlah pasien yang berkunjung atau menerima pelayanan
kesehatan.
c. Peran fasilitas pelayanan primer sebagai Gatekeeper. Dalam managed care,
seluruh pasien harus melalui pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama
(FKTP) yang ditunjuk. Peran FKTP antara lain bertanggung jawab terhadap
pengawasan dan koordinasi pelayanan kesehatan, menyetujui dan memberikan
surat rujukan kepada fasilitas kesehatan tingkat rujukan lanjut (FKTRL). Dengan
demikian peran FKTP adalah sebagai gatekeeper agar pelayanan kesehatan yang
diberikan berbiaya rendah, tidak pelayanan yang irasional, dan memiliki sistem
rujukan pelayanan yang sesuai.
d. Terdapat kendali mutu dan kendali biaya. Dalam managed care, penyelenggara
akan secara rutin melakukan pengawasan terhadap mutu pelayanan (quality
control) yang diberikan oleh organisasi managed care. Pengukuran kualitas
pelayanan diselenggarakan sesuai dengan standar mutu pelayanan kesehatan.
Misalnya pengawasan oleh lembaga berwenang, survey kepuasan pasien, data
keluhan pasien, dan penilaiain oleh lembaga independen. Metode lain dalam
kendali mutu dan biaya adalah dengan menerapkan manajemen utilitas (utility
management). Pembahasan tentang ini dapat dibaca pada bab utilization review.

136
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

4. Faktor Pendorong dan Penghambat Managed Care

A. Penerapan kontrak selektif

Perkembangan produk asuransi kesehatan berbentuk managed care makin


bertambah karena skema ini memiliki keunggulan dibanding kontrak asuransi
kesehatan indemnitas, dengan menerapkan kontrak selektif (selective contracting).
Pada asuransi kesehatan kesehatan tradisional, kontrak asuransi antara insured
dengan insurer tidak mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan oleh pelayanan
kesehatan. Jika sebuah perusahaan asuransi setuju menerima tawaran sebuah
RS/klinik untuk menjadi provider pelayanan kesehatan, maka perusahaan asuransi
tersebut tidak memiliki kewenangan untuk mengendalikan biaya untuk
menghasilkan pelayanan kesehatan di RS/Klinik tersebut. Artinya pada kondisi ini
perusahaan asuransi tidak memiliki kewenangan untuk kendali biaya dan kendali
mutu. Hal tersebut berbeda dengan kontrak Managed Care.

Menurut Dictionary of Health Insurance and Managed Care, kontrak selektif atau
selective contracting adalah jenis kontrak asuransi kesehatan yang memungkinkan
perusahaan asuransi mengembangkan sistem kontrak yang kompetitif bagi
pelayanan kesehatan (Marcinko & Hetico, 2006). Dengan jenis kontrak ini,
perusahaan asuransi dapat menekan biaya untuk memberikan pelayanan kepada
beberapa pasien. Sedangkan menurut Morissey (2008) secara sederhana selective
contracting mengandung arti bahwa ada provider yang menjalankan
(menandatangani) kontrak dan ada yang tidak. Dengan demikian, insurer setuju
untuk membayar hanya kepada layanan Rumah Sakit dan Dokter yang diajukan
oleh sekelompok kecil rumah sakit, dokter, ahli terapi, dan apotik (Morissey,
2008).

B. Keterbatasan sumber pembiayaan dan metode pembiayaan campuran

Sudah menjadi hal yang umum bahwa sistem pelayanan kesehatan di berbagai
negara mengalami kekurangan pembiayaan. Menurut laporan lembaga
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) tahun 2016,
seluruh negara di dunia (kecuali Jerman, Islandia, Belanda, dan Swiss) mengalami
kenaikan dalam pembiayaan kesehatan. Akibatnya berbagai strategi pembiayaan
dikerahkan oleh negara-negara di dunia, termasuk penerapan managed care.

137
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Disamping itu kombinasi pembiayaan asuransi kesehatan swasta dan sosial


diterapkan untuk menutup kekurangan pembiayaan (Amelung, 2019).

C. Kebijakan ekonomi yang menerapkan persaingan

Sejak pertengahan tahun 1970 negara-negara industri menerapkan faktor


persaingan (competition) dalam sektor kesehatan, terutama akibat pengaruh
kebijakan ekonomi yang diterapkan saat pemerintahan presiden Ronald Reagen di
AS dan Perdana Menteri Margareth Tatcher di Inggris. Akibat perubahan
kebijakan ini, dibutuhkan efisiensi pada berbagai pelayanan kesehatan, dan salah
satu instrumen yang dipakai adalah managed care (Amelung, 2019).

D. Perubahan pola penyakit dan komposisi penduduk

Sejak awal tahun 2000 terjadi perubahan yang signifikan terhadap pola penyakit
yakni meningkatnya multi-morbiditas dan penyakit kronik yang menyebabkan
beban penyakit (disease burden) termasuk angka kematian. Hal ini berdampak
pada meningkatnya permintaan pelayanan kesehatan yang terintegrasi. Managed
care merupakan pilihan tepat untuk permasalahan tersebut karena yang skema ini
dijalankan dengan mengintegrasikan berbagai tingkat pelayanan (Amelung, 2019).

E. Perubahan peran dalam komunitas kedokteran/medis

Pasar pelayanan kesehatan secara mantap dan meyakinkan menempatkan pasien


sebagai pusat dalam pelayanan kesehatan (patient-centered health services).
Termasuk dalam aspek gender tenaga kesehatan, yang lambat laun didominasi
oleh tenaga perempuan dibanding laki-laki. Kondisi ini dianggap beberapa ahli
turut berperan dalam menciptakan lingkungan kerja yang menempatkan pasien
sebagai pusat pelayanan yaitu managed care (Amelung, 2019).

F. Perkembangan teknologi baru

Perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi mendorong kebutuhan


pelayanan kesehatan yang dapat dengan cepat memproses dan meyimpan data-
data pasien. Penerapan teknologi akan mudah diterapkan jika pelayanan kesehatan
mengintegrasikan berbagai sumberdaya pelayanan.

Disamping faktor pendorong, terdapat dua faktor dalam sejarah perkembangan


managed care yang menghambat pertumbuhannya, yaitu:

138
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

1. Managed care larut dengan keunggulannya dibanding asuransi kesehatan


tradisional dan merasa percaya diri bahwa skema ini adalah yang terbaik, sehingga
tidak ada niat atau keinginan untuk melakukan efisiensi biaya. Pada kenyataannya,
skema managed care pernah mengalami kegagalan yaitu dalam bentuk tingginya
biaya, sehingga pada periode waktu tertentu (tahun 1990an) secara beramai-ramai
orang mulai meninggalkan managed care.

2. Tingkat keyakinan masyarakat atau publik terhadap keberhasilan skema manged


care yang masih belum tinggi.

5. Kesimpulan

Managed care lahir pertama kali Amerika Serikat pada tahun 1970an untuk merespon
pembiayaan kesehatan yang terus meningkat dari sektor asuransi dan publik.

Managed care merupakan upaya yang dilakukan oleh perusahaan asuransi atau
organisasi pembiayaan kesehatan untuk mengendalikan biaya dan mutu pelayanan
dengan sistem yang mengintegrasikan antara pembiayaan dan pelayanan kesehatan
dengan tetap mempertimbangkan pembagian risiko. Dengan sistem ini memungkinkan
terjadinya selective contract antara penyelenggara asuransi kesehatan dengan pemberi
pelayanan kesehatan dan peserta asuransi.

C. LATIHAN

Jawablah pertanyaan berikut:

1. Apa yang menyebabkan managed care pernah mengalami kemunduran pada tahun
1990an di Amerika Serikat?

2. Apa yang membedakan asuransi kesehatan tradisional dengan managed care?

3. Mengapa managed care dianggap lebih efisien dibanding asuransi kesehatan


tradisional?

4. Mengapa peningkatan penyakit kronis berpengaruh terhadap perkembangan managed


care?

5. Sebutkan karakteristik dari managed care !

139
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Jawablah pertanyaan berikut dengan Benar/Salah dan berikan alasannya.

6. Kebijakan ekonomi yang menerapkan persaingan memicu perkembangan managed


care (Benar/Salah)

7. Managed care pertama kali berkembang di Amerika Serikat pada tahun 1973 yang
ditandai dengan lahirnya peraturan yang disebut dengan Health Management
Organization Act of 1973. (Benar/Salah)

8. Patient-centered health service berpengaruh terhadap peningkatan penggunaan skema


managed-care (Benar/Salah)

9. Managed care mengintegrasikan tiga pihak pada asuransi kesehatan yaitu insurer,
insured, dan provider (Benar/Salah)

10. Unitedhealthcare adalah perusahaan managed care terbesar di dunia tahun 2019 versi
BHM Healthcare Solutions dengan jumlah peserta mencapai sekitar 3 juta
(Benar/Salah)

140
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Bab 13: Jenis Organisasi Managed Care

A. KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan mekanisme kerja organisasi managed


care

2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan jenis-jenis organisasi/skema managed


care

B. URAIAN DAN CONTOH

1. Pendahuluan

Pada bab terdahulu telah dijelaskan bahwa mekanisme kerja pada organisasi managed
care berbeda dengan asuransi kesehatan tradisional. Perbedaan mekanisme asuransi
kesehatan tradisional dan managed care dideskripsikan pada gambar 1 berikut. Pada
managed care seluruh proses dari nomor 1 sampai 6 diintegrasikan.

INSURED
(Peserta)

5 1

6 2

3
INSURER PROVIDER
(Pengelola) (Yankes)

1 : Peserta asuransi memanfaatkan pelayanan kesehatan

2 : Provider pelayanan kesehatan memberikan pelayanan

3 : Provider pelayanan kesehatan menagihkan klaim asuransi

4 : Pengelola dana (insurer) membayarkan klaim asuransi

5 : Peserta (insured) membayar premi asuransi

6 : Pengelola dana (insurer) menerima premi asuransi

Gambar 1. Mekanisme Asuransi Kesehatan Tradisional

141
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Sebuah organisasi menjalankan skema managed care atau disebut Managed Care
Organization (MCO) jika (Amelung, 2019):

a. Mengimpelementasi pengukuran biaya dan kualitas


b. Mengintegrasikan fungsi-fungsi asuransi (pembiayaan, kepesertaan dan
pelayanan)
c. Beberapa organisasi memberikan pelayanan kesehatan
d. Membantu dan mengembangkan instrumen managed care (salah satunya
Utilization Review)
e. Menawarkan layanan konsultasi

Menurut Green & Rowell (2011) dan Kongstad (2020) terdapat enam jenis atau model
dari pelayanan dengan managed care, yaitu: 1) Health maintenance organization
(HMO); 2) Preferred provider organization (PPO); 3) Point-of-Service plan (POS);
4) Exclusive provider organization (EPO); dan 5) Integrated delivery sistem (IDS) (R.
Kongstvedt, 2020)(Green & Rowell, 2011). Sementara Amelung (2019) membagi
organisasi mancaged care dalam tiga kelompok yaitu: (1) organisasi managed care
yang berbasis asuransi (insurance-based managed care); (2) organisasi managed care
yang berbasis pelayanan (provider-based managed care); dan (3) lembaga dalam
lingkungan managed care (Amelung, 2019).

Pada bab ini pembagian organisasi managed dikelompokkan dalam dua jenis yaitu MC
berbasis asuransi dan MC berbasis pelayanan. Lihat skema pada gambar 2 berikut.

MC Berbasis Asuransi MC Berbasis Pelayanan

• Health Maintenance • Preferred Provider


Organization (HMO) Organizations (PPO)
• Point of Services (POS) • Provider Network
• Integrated Delivery Systems
(IDS)

Gambar 2. Jenis Organisasi Managed Care

142
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

2. Organisasi HMO Berbasis Asuransi

1. Health Maintenance Organization (HMO)

Merupakan bentuk MC yang pertama kali ditemukn dan tertua yang diusulkan
pada tahun 1970 di Amerika Serikat untuk mengantisipasi berkembangnya
pembiayaan kesehatan melalui asuransi kesehatan swasta dan asuransi kesehatan
sosial. Karakteristik HMO adalah sebagai berikut:

a. Menanggung dan memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif


(meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) kepada pasien yang
terdaftar dalam program managed care. HMO menyelenggarakan program
pencegahan kesehatan untuk meningkatkan “wellness” atau kesehatan, dan
mengurangi biaya pengobatan. Seseorang yang akan menjadi anggota HMO
harus menjalani pemeriksaan kesehatan tahunan (annual MCU) dan penilaian
risiko kesehatan (Green & Rowell, 2011). Dengan demikian HMO tidak
menerima keuntungan dari kondisi sakit pesertanya melainkan dari kesehatan
peserta.

b. Nilai penggantian manfaat akan dijamin HMO jika peserta hanya


memanfaatkan pelayanan kesehatan di provider jaringan HMO saja, kecuali
pada kasus emergensi dan tindakan yang memerlukan keahlian medis khusus
seperti rujukan sub spesialis. Jika melakukan pelayanan emergensi maka
pembiayaan ditanggung terlebih dahulu oleh peserta, kemudian diganti oleh
HMO (R. Kongstvedt, 2020).

c. Pada HMO diterapkan gate-keeping oleh faskes primer, dan pembayaran


menggunakan skema co-payment (Green & Rowell, 2011). Mekanisme
pembayaran penggantian kerugian pada HMO lebih mudah dibanding skema
MC lainnya (R. Kongstvedt, 2020).

d. Tidak memisahkan antara pembelian dengan pemberian pelayanan.


Pengertian pembelian disini misalnya kontrak dengan dokter. Pemberian
pelayanan diberikan berdasarkan isi kontrak yang disepakati (Amelung, 2019)

e. Menerima pembayaran bulanan atau tahunan yang ditentukan sebelum


pelayanan diberikan dengan metode co-payment, dan sepenuhnya
menanggung risiko kerugian jika ada selisih yang dibayar dengan harga
pelayanan sebenarnya (Amelung, 2019).
143
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

• Closed-panel HMO = jika


peserta wajib melakukan
INSURED
(Peserta) pemeriksaan di faskes yang
disediakan HMO (Group
model atau Staff model)
5 1 • Opened-panel HMO = jika
6 2 peserta boleh melakukan
pemeriksaan di faskes yang
bukan bagian dari HMO
3
INSURER PROVIDER (Direct contract, Individual
(Pengelola) (Yankes)
practice, atau Network)
4

• Upaya kesehatan komprehensif (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif)


• Peserta harus menjalankan MCU
• Pembayaran dengan Co-payment

Gambar 3. Health Maintenance Organization (HMO)

Terdapat tiga jenis HMO, yaitu:

a. Closed-panel HMO, yaitu bentuk managed care dengan pelayanan kesehatan


disediakan oleh organisasi HMO baik klinik sendiri atau klinik satelit atau
oleh dokter yang secara khusus bagian dari HMO. Karakteristik closed-panel
HMO adalah:

1. Jumlah provider yang melakukan kontrak lebih sedikit

2. Peserta tidak memiliki pilihan banyak dalam menentukan dokter layanan


primer, termasuk juga harus memastikan bahwa dokter tersebut masih
melakukan kontrak dengan HMO

3. Dalam kasus rujukan ke dokter spesialis, peserta hanya dapat dirujuk ke


dokter spesialis jaringan HMO saja, kecuali rujukan kepada dokter sub
spesialis

Close-panel model terdiri dari dua yaitu 1) Staff Model HMO dan 2) Group
Model HMO. Staff model merupakan model yang benar-benar murni HMO.
Persamaan antara staff model dengan group model adalah

a. Kurang popular dan sulit dipasarkan karena jarang dokter yang bersedia
dipekerjakan dengan gaji tetap, serta kurang popular di dunia asuransi

144
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

karena tingkat kepercayaan kepada dokter yang dipekerjakan lebih rendah


dibanding dokter praktik pribadi (Amelung, 2019)

b. Terbatas pada pelayanan kesehatan yang umum saja (bukan spesialis)


(Amelung, 2019), sehingga dapat menjalankan kontrak dengan dokter lain
yang dapat memberikan pelayanan medis di luar dokter HMO (R.
Kongstvedt, 2020).

Sedangkan Perbedaan keduanya dijelaskan pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Perbedaan Group Model HMO dengan Staff Model HMO


(Amelung, 2019)(R. Kongstvedt, 2020)
Group Model HMO Staff Model HMO
HMO menjalankan kontrak dengan HMO secara langsung
satu grup pelayanan kesehatan mempekerjakan dokter. Pada kasus
untuk memberikan pelayanan tertentu HMO membayar dokter
kesehatan kepada member yang merupakan karyawan dari
sebuah Grup (disebut staff-based
organization)
HMO membayar grup pelayanan HMO membayar dokter dengan gaji
kesehatan dengan sistem kapitasi, tetap dan hanya sedikit tunjangan
dan grup membayar dokter
kombinasi gaji dan
insentif/tunjangan
Grup bertanggung jawab atas HMO bertanggung jawab penuh
seluruh pengelolaan pelayanan ke terhadap seluruh pengelolaan
member, dan dokter merupakan pelayanan ke member
bagian/karyawan dari grup.
b. Open-panel HMO yaitu bentuk managed care dengan pelayanan kesehatan
disediakan oleh individu-individu dokter dan tenaga medis lainnya yang
bukan merupakan bagian dari atau sebagai karyawan dari HMO atau disebut
independent contractors (R. Kongstvedt, 2020) (Green & Rowell, 2011).
Pada tipe ini dokter tidak hanya menjalankan kontrak dengan HMO saja
namun juga dengan skema asuransi kesehatan dan MC lainnya. Jumlah
provider pelayanan kesehatan yang terlibat dalam open-panel umumnya lebih
banyak dibanding close-panel (R. Kongstvedt, 2020). Terdiri dari dua jenis:
1) Direct contract model HMO; dan 2) Individual Practice Association
(IPA) model. Perbedaan kedua jenis skema tersebut digambarkan pada tabel
berikut.

145
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Tabel 1. Perbedaan IPA dengan Direct Model HMO (R. Kongstvedt,


2020)

IPA Direct Model


Pelayanan kesehatan tidak langsung Pelayanan kesehatan langsung
menjalankan kontrak dengan HMO, menjalankan kontrak dengan HMO
melainkan melalui IPA
HMO tidak membayar langsung ke HMO langsung membayar
provider, namun melalui IPA pelayanan kesehatan kepada
umumnya dengan metode kapitasi. provider
IPA membayar ke provider bisa
dengan kapitasi atau metode lainnya
seperti fee for service
Risiko kerugian pada provider lebih Risiko kerugian provider lebih
tinggi, sehingga umumnya rendah
melakukan re-asuransi
Tugas HMO sebagian dijalankan HMO menjalankan seluruh tugas
oleh IPA, seperti penerimaan iuran, dan fungsinya
manajemen medis, dll

c. Network model HMO merupakan pengembangan dari group model HMO, dan
umumnya digunakan pada kontrak MC tertentu seperti pada grup pelayanan
kesehatan yang sangat besar. Pembayaran kepada grup umumnya dengan
metode kapitasi.

2. Point of Service (POS)


Skema ini merupakan pengembangan dari HMO yang mulai berkembang pada
akhir tahun 1990-an, dan merupakan perpaduan antara HMO dengan asuransi
kesehatan tradisional serta lebih menyerupai PPO (R. Kongstvedt, 2020).
Karakteristik skema POS adalah memberi kebebasan kepada pasien untuk
memilih pelayanan kesehatan yang akan dikunjunginya, bisa kepada pelayanan
kesehatan yang bekerjasama dengan managed care, atau pelayanan kesehatan
yang ditentukan sendiri oleh pasien. Pembayaran kepada pelayanan kesehatan
yang tidak bekerjasama dengan managed care akan lebih mahal dibanding yang
bekerjasama (Green & Rowell, 2011).

Skema POS pada dasarnya dikembangkan dari HMO, dan terdiri dari dua jenis
yaitu:

146
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

1. Cost Sharing POS Plan, yang terdiri dari (a) POS dengan cost sharing rendah
jika peserta memanfaatkan pelayanan di dalam jaringan HMO; dan (b) POS
dengan cost sharing tinggi jika peserta memanfaatkan pelayanan kesehatan di
luar jaringan HMO

2. Triple Option Plan, yaitu (a) POS dengan cost sharing rendah jika
menggunakan skema HMO dan memanfaatkan jaringan PPO sebagai bagian
dari skema; dan (b) POS dengan cost sharing tinggi jika memanfaatkan skema
HMO dan diikuti dengan skema PPO. Dengan demikian skema Triple Option
Plan memberikan pilihan pemeriksaan kesehatan kepada pasien lebih banyak
dibanding model managed care lainnya, dan disebut juga cafetaria plan atau
flexible benefit plan (Green & Rowell, 2011).

Meskipun skema ini sempat menarik minat perhatian, namun akhirnya dihentikan
atau tidak digunakan lagi. Penyebabnya antara lain (R. Kongstvedt, 2020):

a. Membutuhkan biaya pelayanan yang lebih tinggi dibanding HMO, karena


tidak adanya mekanisme gate-keeping bagi pasien yang akan berobat ke
dokter spesialis terutama yang berasal dari faskes primer di luar jaringan POS.
Biaya untuk membayar dokter spesialis ternyata tidak mampu diimbangi
dengan cost sharing dari pasien.

b. Kompleksitas pelayanan POS yang berakibat pada pemahaman yang salah


baik dari peserta maupun pemberi pelayanan kesehatan sehingga
menimbulkan biaya administrasi yang tinggi.

• Peserta bebas memilih


faskes
INSURED
(Peserta) • Pembayaran kepada
faskes yang tidak
kerjasama lebih mahal
5 1

6 2

3
INSURER PROVIDER
(Pengelola) (Yankes)

Gambar 5. Skema Point of Service Plan (POS)

147
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

3. Organisasi HMO Berbasis Pelayanan

1. Preferred Provider Organization (PPO)

PPO merupakan kelanjutan pengembangan dari HMO. Awal mula PPO


dikembangkan di kota Denver, Colorado, Amerika Serikat pada tahun 1970-an
(R. Kongstvedt, 2020). Bentuk managed care ini ditandai dengan adanya rumah
sakit, gabungan kelompok dokter dan pelayanan kesehatan lainnya yang
melakukan kontrak kerjasama dengan perusahaan asuransi, perusahaan/organisasi
bisnis, dan organisasi pelayanan kesehatan lainnya untuk memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien dengan harga yang ekonomis tertentu secara fee-for-
service (Green & Rowell, 2011).

Istilah preferred pada kependekan PPO muncul karena rumah sakit dan dokter
yang sepakat memberikan potongan harga kepada pasien merupakan pilihan
(preferred) perusahaan asuransi kesehatan (insurer). Adapun karakteristik PPO
adalah sebagai berikut (R. Kongstvedt, 2020):

a. Peserta yang ditanggung oleh kontrak PPO akan membayar lebih murah
(dalam bentuk cost sharing) jika berobat ke jaringan rumah sakit atau dokter
PPO, dibandingkan jika berobat ke rumah sakit/dokter di luar jaringan PPO
atau yang tidak melakukan kontrak PPO dengan perusahaan asuransi.

b. Berbeda dengan HMO, pada PPO pasien tidak perlu mendapatkan rujukan dari
fasker primer untuk berobat ke dokter spesialis jaringan PPO, karena ada
perjanjian untuk mengendalikan biaya pelayanan

c. Kontrak dengan provider dapat terjadi dalam dua mekanisme: (1) non-
selective PPO yaitu kontrak antara penyeleggara MC dengan provider yang
tidak ditentukan kriterianya. Biasanya non-selective PPO terjadi pada wilayah
dengan jumlah provider yang berminat kontrak PPO lebih sedikit dibanding
jumlah total provider di wilayah tersebut; dan (2) selective PPO yaitu kontrak
dengan memberlakukan kriteria selektif bagi provider yang ingi bergabung
dalam jaringan. Kriteria tersebut ditentukan dengan metode-metode meliputi
menganalisis jarak terhadap jaringan yang ada (location-based network need),
melakukan penilaian terhadap parameter-parameter yang ditetapkan
(credentials), dan menganalisis pola pelayanan/praktik. Selective PPO

148
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

umumnya diterapkan pada wilayah dengan provider yang banyak berminat


bergabung dalam jaringan.

d. Teknik Utilization Review yang digunakan umumnya adalah mengoptimalkan


surat rujukan (pre-certification) dan case management. Sementara mandatory
second opinion jarang diterapkan karena tidak efektif.

e. Jika terjadi tindakan medis yang tidak sesuai dengan aturan PPO, maka yang
mendapat sangsi atau denda adalah provider, bukan member/pasien

f. Jika member memanfaatkan pelayanan kesehatan (kecuali emerjensi) di luar


jaringan PPO maka nilai pertanggungan manfaat akan berkurang, umumnya
sebesar 20% terhadap biaya yang ada.

g. Biaya pelayanan kesehatan PPO lebih murah dibanding asuransi kesehatan


tradisional, namun lebih tinggi dibanding HMO. Hal ini disebabkan provider
PPO tidak memiliki keleluasaan untuk melakukan kontrak dengan jaringan
lain yang lebih besar.

INSURED
(Peserta)

5 1

6 2

3
INSURER PROVIDER
(Pengelola) (Yankes)

• Gabungan kelompok dokter & RS melakukan kontrak dengan perusahaan


asuransi, perusahaan & yankes lainnya
• Harga pelayanan ekonomis & pembayaran secara fee for services

Gambar 4. Skema Preferred Provider Organization (PPO)

2. Provider Network atau Exclusive Provider Organization (EPO)

EPO pada dasarnya hampir sama dengan PPO (R. Kongstvedt, 2020). EPO adalah
skema managed care yang memberikan manfaat pelayanan kesehatan
menggunakan jaringan provider (network provider) kepada anggota yang

149
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

membutuhkan. Jaringan provider adalah sekelompok dokter atau fasilitas


pelayanan kesehatan yang menjalankan kontrak dengan managed care, biasanya
pembayaran dengan cara fee-for-service atau FFS. Peserta managed care dapat
melakukan pelayanan kesehatan di luar organisasi EPO. Namun, umumnya peserta
tersebut harus membayar harga pelayanan kesehatan lebih mahal dibanding jika
menjalani pelayanan kesehatan di provider anggota EPO (Green & Rowell, 2011).

Dengan demikian pada EPO, organisasi/perusahaan managed care menawarkan


produk MC kepada sekelompok orang/pasien dengan provider pelayanan
kesehatan yang sudah ditentukan sebelumnya. Bila digambarkan akan nampak
seperti pada gambar 3 di bawah.

• Boleh memanfaatkan pelayanan di


INSURED
luar network provider (umumnya
(Peserta) lebih mahal)

5 1

6 2

3 • Network provider (kelompok dokter,


INSURER PROVIDER
(Pengelola) (Yankes) faskes) ditawarkan kontrak eksklusif
oleh perusahaan managed care
4
• Pembayaran fee for service

Gambar 6. Skema Exclusive Provider Organization (EPO)

3. Integrated Delivery System (IDS)

IDS adalah jenis managed care yang ditawarkan kepada sekelompok orang/pasien
oleh sekelompok provider (seperti: rumah sakit, klinik rawat jalan, atau kelompok
dokter). Model ini terdiri dari:

a. Physician-Hospital Organization (PHO)

Pada model ini provider kesehatan, dokter, dan fasilitas pelayanan kesehatan
melakukan negosiasi dengan perusahaan asuransi, organisasi penyelenggara
managed care, atau penyelenggara jaminan kesehatan lainnya, untuk
memberikan pelayanan kesehatan.

150
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

INSURED
(Peserta)

5 1

6 2
• Provider (dokter dan faskes)
3
menawarkan pelayanan kesehaan
INSURER PROVIDER ke perusahaan managed care
(Pengelola) (Yankes)

Gambar 7. Skema Physician-Hospital Organization (PHO)

b. Management Service Organization (MSO)

Pada model ini rumah sakit, asosiasi dokter, atau pihak ketiga menjalankan
pelayanan kesehatan. Kontrak managed care dilakukan antara pihak pembayar
(misalnya perusahaan, kelompok orang) dengan rumah sakit atau dokter. Kontrak
umumnya berisi skedul pembayaran, penanganan administrasi pelayanan, dan
penagihan.

INSURED
(Peserta)

5 1

6 2

3
INSURER PROVIDER
(Pengelola) (Yankes)

Perusahaan (kelompok orang) dengan


provider (rumah sakit, dokter) melakukan
kontrak Managed Care

Gambar 8. Skema Management Service Organization (MSO)

151
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

c. Group Practice Without Walls (GPWW).

Pada model ini sekelompok dokter yang memiliki lisensi/ijin membentuk badan
hukum untuk memberikan pelayanan kesehatan. Pengertian group practice adalah
sekelompok orang yang memiliki kewenangan (lisensi) untuk menjalankan praktik
medis di suatu wilayah.

INSURED
(Peserta)

5 1

6 2

3
INSURER PROVIDER
(Pengelola) (Yankes) • Sekelompok dokter (berizin)
4 membentuk badan hukum atau
perusahaan managed care

Gambar 9. Skema Group Practice Without Wall (GPWW)

d. Integrated Provider Organization (IPO)

Pada model ini dibentuk sebuah badan hukum untuk menawarkan pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit, dokter (sebagai karyawan IPO), dan
fasilitas kesehatan lainnya (misal: klinik).

INSURED
(Peserta)

5 1

6 2 • Rumah sakit, dokter & faskes


lain membentuk badan hukum
3 atau perusahaan managed care
INSURER PROVIDER
(Pengelola) (Yankes) • Dokter bertindak sebagai
karyawan
4

Gambar 10. Skema Integrated Provider Organization (IPO)

152
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

e. Medical foundation.

Pada model ini managed care dijalankan organisasi nirlaba yang menjalankan
kontrak dengan klinik.

INSURED
(Peserta)

5 1

6 2

3
INSURER PROVIDER
(Pengelola) (Yankes)

Managed care dijalankan oleh organisasi


nirlaba (misalnya Yayasan) dan melakukan
kontrak dengan faskes lainnya

Gambar 11. Skema Medical Foundation

Berdasarkan penjelasan di atas, jenis IDS dapat dibedakan sebagaimana disajikan pada
tabel 3 berikut.

Tabel 3. Perbedaan Skema Managed Care Integrated Delivery System


Penyelenggara
Pemberi Pelayanan
No Skema IDS Managed Care
Kesehatan
(Pembiayaan)
1 Physician-Hospital Perusahaan/organisasi Sekelompok dokter yang
Organization penyelenggara managed berpraktik di RS atau
(PHO) care fasilitas kesehatan secara
sendiri-sendiri (tidak
berbadan hukum)
2 Management Perusahaan atau Rumah sakit atau asosiasi
Service sekelompok orang dokter
Organization penyelenggara Managed
(MSO) Care
3 Group Practice Perusahaan Sekelompok dokter yang
without Walls penyelenggara Managed membentuk badan hukum
(GPWW) Care

153
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Penyelenggara
Pemberi Pelayanan
No Skema IDS Managed Care
Kesehatan
(Pembiayaan)
4 Integrated Provider Organisasi yang Rumah sakit dan dokter
Organization (IPO) dibentuk oleh RS dan IPO
sekelompok dokter
5 Medical foundation Yayasan kesehatan atau Rumah sakit, Klinik atau
organisasi nir laba Dokter

4. Kesimpulan

Managed care merupakan upaya yang dilakukan oleh perusahaan asuransi atau
organisasi pembiayaan kesehatan untuk mengendalikan biaya dan mutu pelayanan
dengan sistem yang mengintegrasikan antara pembiayaan dan pelayanan kesehatan
dengan tetap mempertimbangkan pembagian risiko. Dengan sistem ini memungkinkan
terjadinya selective contract antara penyelenggara asuransi kesehatan dengan pemberi
pelayanan kesehatan dan peserta asuransi.

Terdapat dua bentuk skema/organisasi managed care yang utama yaitu MC berbasis
asuransi (insurance-based managed care) dan MC berbasis pelayanan (provider-based
managed care). MC berbasis asuransi terdiri dari Health Maintenance Organization
(HMO) dan Point-of-Service (POS). Sedangkan MC berbasis pelayanan meliputi
Preffered Provider Organization (PPO), Exclusive Provider Organization (EPO) dan
Integrated Delivery System (IDS).

C. LATIHAN
1. Sebutkan perbedaan antara non-selective PPO dengan selective PPO !

2. Sebutkan perbedaan antara PPO dengan EPO/Provider Network !

3. Pada Integrated Provider Organization, siapakah yang bertindak sebagai pemberi


pelayanan kesehatan?

4. Apakah yang dimaksud dengan Physician-Hospital Organization

5. Sebutkan jenis teknik utilization review yang dilakukan oleh PPO

6. Sebutkan perbedaan antara staff model HMO dengan group model HMO ditinjau dari
mekanisme pembayaran

7. Sebutkan perbedaan antara IPA dengan Direct model HMO ditinjau dari risiko

154
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

8. Sebutkan karakteristik closed-panel HMO.

9. Berdasarkan gambar berikut, bagaimana karakteristik insured dan provider pada jenis
EPO

10. Apakah perbedaan antara Management Service Organization (MSO) dengan


Physician-Hospital Organization (PHO).

155
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

DAFTAR PUSTAKA

Amelung, V. E. (2019). Healthcare Management: Managed Care Organisations and


Instruments (2nd ed.). Springer Berlin Heidelberg.
Bhattacharya, J., Hide, T., & Tu, P. (2014). Health Economics. Palgrave Macmillan.
Djasri, H. (n.d.). Mekanisme Pengawasan dalam Jaminan Kesehatan: Tinjauan Kepustakaan.
PKMK FK UGM.
Duston, P. S. (2016). Analyzing Form, Function, and Financing of the US Health Care
System. CRC Press.
EY Insurance. (2015). The Future of Health Insurance: A Roadmap through Change.
Finkelstein, A. (2015). Moral Hazard in Health Insurance. Columbia University Press.
Fradin, G. (2010). Understanding Health Insurance: A Guide for Broker, Administrators,
Students, and Healthcare Practitioners. National Association of Health Underwriter.
George, D., Fombaron, N., & Doherty, N. (2013). Adverse Selection in Insurance
Contracting. In G. Dione (Ed.), Handbook of Insurance (2nd ed.). Springer
Science+Business.
Getzen, T. E. (2013). Health Economics and Financing (5th ed.). John Wiley & Sons.
Gleeson, R. K. (2004). Medical Underwriting. In M. A. Rothstein (Ed.), Genetics and Life
Insurance: Medical Underwriting and Social Policy (pp. 73–94). The MIT Press.
Global Burden of Disease Health Financing Collaborator Network. (2018). Trends in Future
Health Financing and Coverage: Future Health Spending and Universal Health Coverage
in 188 countries, 2016–40. The Lancet, 391(10132), 1783–1798.
Goldstein, R. L., Goldstein, K., & Dwelle, T. L. (2015). Introduction to Public Health:
Promises and Practises (2nd ed.). Springer.
Green, M. A., & Rowell, J. C. (2011). Understanding Health Insurance: A Guide to Billing
and Reimbursement (10th ed.). Delmar.
Gunawan, A. (2020). Prudential Luncurkan Asuransi Kesehatan Murni PRUSolusi Sehat -
Finansial Bisnis.com. Bisnis.Com.
https://finansial.bisnis.com/read/20200630/215/1259677/prudential-luncurkan-asuransi-
kesehatan-murni-prusolusi-sehat
Hungelmann, J. (2009). Insurance for Dummies (2nd ed.). Wiley Publishing.
Institute of Medicine. (2001). Coverage Matters: Insurance and Healthcare. National
Academy Press.
Institute of Medicine. (2015). Financing Population Health Improvement: Workshop
Summary. The National Academies Press.
Louberge, H. (2013a). Development in Risk and Insurance Economics: The Past 40 Years. In
Handbook of Insurance (2nd ed.). Springer Science+Business.

156
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Louberge, H. (2013b). Development in Risk and Insurance Economics: The Past 40 Years. In
G. Diones (Ed.), Handbook of Insurance (2nd ed.). Springer Science+Business.
Marcinko, D. E., & Hetico, H. R. (2006). Dictionary of Health Insurance and Managed Care.
Springer.
Maysita, H., Rudi, R., Warsono, W., & Nusyirwan, N. (2019, October 24). MENENTUKAN
PREMI ASURANSI KESEHATAN UNTUK PERAWATAN RUMAH SAKIT PADA
STATUS PERORANGAN DAN JOINT LIFE. Seminar Nasional SMIAP V 2019.
http://snsmiap.fmipa.unila.ac.id/2019/
McKee, M., Khoshaba, B., & Karanikolos, M. (2013). Evaluating Health Care Systems. In
Oxford Handbook of Public Health Practice. Oxford University Press.
Morissey, M. A. (2008). Health Insurance. AUPHA Press.
Paolucci, F. (2011). Healthcare Financing and Insurance: Options for Design. Springer
Berlin Heidelberg.
Pauly, M. V., McGuire, T. G., & Baros, P. P. (2012). Handbook of Health Economics.
Elsevier.
Persatuan Aktuaris Indonesia. (n.d.). Siapa itu Aktuaris? AKTUARIS.ORG.ID | Society Of
Actuaries Of Indonesia. Retrieved November 24, 2020, from
https://www.aktuaris.or.id/page/content/9/kenapa-menjadi-aktuaris
Powell, D., & Goldman, D. (2016). Moral Hazard and Adverse Selection in Private Health
Insurance. In NBER (No. 21858). https://doi.org/10.7249/wr1032
Pratama, W. P. (n.d.). Banyak Ibu Hamil Daftar BPJS Kesehatan Sebelum Lahiran, Lalu
Menunggak - Finansial Bisnis.com. Bisnis.Com. Retrieved July 26, 2020, from
https://finansial.bisnis.com/read/20191021/215/1161360/banyak-ibu-hamil-daftar-bpjs-
kesehatan-sebelum-lahiran-lalu-menunggak
R. Kongstvedt, P. (2020). Health Insurance and Managed Care: What They Are and How
They Work (5th ed.). John and Bartlett.
Rejda, George E. (2008). Principles of Risk Management and Insurance (10th ed.). Pearson -
Addison Wesley.
Rejda, Geroge E., & McNamara, M. J. (2016). Principles of Risk Management and Insurance
(13th ed.). Pearson Education.
Rickel, A. U., & Wise, T. N. (2000). Understanding Managed Care: An Introduction for
Health Care Professional. Karger AG.
Rovner, J. (2013). Medical Underwriting. In Health Care Policy and Politics A to Z.
Springer. https://doi.org/10.4135/9781452240121.n220
Samuel, D. I. (2012). Managed Health Care in the New Millenium: Innovative Financial
Modelling for the 21th Century. CRC Press.
Sarwo, Y. B. (2015). Tinjauan Yuridis terhadap Kecurangan (Fraud) dalam Industri Asuransi
Kesehatan di Indonesia. Jurnal Ilmiah Hukum Unika Atma Jaya.

157
Asuransi Kesehatan dan Managed Care: Buku Ajar | Ade Heryana, SST, MKM

Schieber, G., Baeza, C., Kress, D., & Maier, M. (2006). Financing Health Systems in the 21th
Century. In Disease Control Priorities in Developing Countries (2nd ed.). Oxford
University Press.
Todd, M. K. (2009). The Managed Care Contracting Handbook Planning and Negotiating
the Managed Care Relationship (2nd ed.). Productivity Press.
Tulchinsky, T. H., Varavikova, E. A., Bickford, J. D., & Fielding, J. (2014). The New Public
Health (2nd ed.). Elsevier.
Vaughan, E. G., & Vaughan, T. M. (2014). Fundamental of Risk and Insurance. John Wiley
& Sons.
Winter, R. A. (2013). Optimal Insurance Contracts under Moral Hazard. In D. George (Ed.),
Handbook of Insurance (2nd ed.). Springer Science+Business.
Wolpert, C. (2020). Trends Shaping Health Insurance and Health Care in 2020 – Group
Benefit Solutions. Group Benefit Solutions. https://gbsbenefitsgroup.com/trends-
shaping-health-insurance-and-health-care-in-2020/
Yuniarti, E., & Mukti, A. G. (2011). Evaluasi Pelaksanaan Utilization Review Badan
Pengelola Jaminan Kesehatan Sosial Provinsi Daerah Istmewa Yogyakarta. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan, 14(3).
Zweifel, P., Krey, B. B., & Tagli, M. (2007). Supply of Private Voluntary Health Insurance in
Low-income Countries. In A. S. Praker, R. M. Scheffer, & M. C. Bassett (Eds.), Private
Voluntary Health Insurance in Development: Friend or Foe? The World Bank.

158

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai