Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

IDENTITAS NASIONAL

Kelompok 1 :
Rifqi Nafis Mubaroq / 10218091
Carola Giovanni Danira Mayorga / 10418003
Ghiffari Emir M. / 13316005
Madani Ighfir Sulaeman / 17018017
Muhammad Naufal Syarif / 17518006

Institut Teknologi Bandung


Jalan Ganesha No. 10

BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Pesatnya perkembangan teknologi di dunia ini membuat masyarakat mengetahui berbagai
macam hal termasuk juga tentang identitas dari negara lain. Namun dengan demikian, banyak dari
masyarakat malah acuh terhadap identitas negaranya sendiri. Selain itu, kurangnya sosialisasi dari
pihak pemerintah tentang betapa pentingnya identitas di suatu negara. Oleh sebab itu, pengetahuan
tentang identitas nasional sangatlah penting.

Pembentukan identitas nasional sendiri telah terbentuk dengan kesepakatan bersama.


Mempertahankan dan berusaha menjaga apa saja yang menjadikan suatu identitas negara tercinta ini
dan memperbaiki hal-hal yang membuat sebuah identitas negara ini hancur. Maka dari itu, identitas
nasional sangatlah penting untuk dipelajari dan diterapkan di kehidupan sehari-hari agar masyarakat
Indonesia dapat mengetahui sesuatu yang keliru terhadap identitas negeri ini dan dapat
memperbaikinya, khususnya bagi kami mahasiswa yang ikut andil dalam mempertahankan identitas
negeri ini.

Dibuatnya makalah ini untuk berbagi ilmu tentang betapa pentingnya identitas bagi suatu
negara dan kita sebagai mahasiswa/i berhak tahu tentang masalah – masalah yang akan terjadi
berkaitan dengan identitas nasional. Untuk itu identitas nasional dapat kita pahami dan mengambil
manfaatnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa arti dari identitas nasional?
2. Bagaimana sejarah terbentuknya identitas nasional di Indonesia?
3. Apa saja faktor pembentuk identitas nasional?
4. Apa saja bentuk-bentuk identitas nasional?
5. Bagaimana pelaksanaan identitas nasional di Indonesia?
6. Apa saja isu kontekstual terkait identitas nasional dan pemecahan masalahnya?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui arti identitas nasional
2. Mengetahui sejarah identitas nasional di Indonesia
3. Mengetahui faktor pembentuk identitas nasional
4. Mengetahui bentuk-bentuk identitas nasional
5. Mengetahui pelaksanaan identitas nasional di Indonesia
6. Mengetahui isu kontekstual terkait identitas nasional dan pemecahan masalahnya

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori
2.1.1 Pengertian Identitas Nasional
Identitas nasional berasal dari dua kata : “identitas” dan “nasional”, yang memiliki
maknanya masing-masing. Identitas berarti hal yang melekat pada diri seseorang atau sesuatu
yang membedakannya dengan orang atau sesuatu yang lain. Identitas ini menjadi ciri, tanda, dan
jatidiri yang khas, yang diharap dapat merepresentasikan pemiliknya secara menyeluruh. Kata
“nasional” berarti identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar dan
berdasarkan pada kesamaan-kesamaan yang dimiliki. Kesamaan tersebut bisa berupa sesuatu
yang fisik seperti budaya, bahasa, dan agama, atau nonfisik seperti harapan, mimpi, dan cita-cita.
(ICEE dalam Hibah Materi Pembelajaran Non Konvensional : Identitas Nasional, 2012 ).
Menurut Kaelan dalam Hibah Materi Pembelajaran Non Konvensional : Identitas Nasional,
(2012), identitas nasional pada hakikatnya adalah “manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh
dan berkembang dalam aspek kehidupan satu bangsa (nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan
ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya.” Nilai-
nilai budaya dan bangsa yang menjadi identitas nasional, ciri khas yang membedakan suatu
negara dengan negara lain, bisa diturunkan dari berbagai aspek. Syaratnya, nilai-nilai itu harus
mencerminkan sejarah, keadaan, dan harapan dari bangsa itu sendiri. Oleh karena itu, identitas
nasional tidak tertutup melainkan terbuka untuk pengembangan dan pembaharuan mengikuti
keberjalanan sejarah dari bangsanya.
Identitas nasional penting untuk menjadi faktor pemersatu dalam mencapai tujuan bangsa.
Dengan identitas ini, Indonesia berjalan tidak sendirian melainkan berdampingan dalam
keberagaman. Identitas nasional juga dapat memunculkan sense of belonging masyarakat
terhadap bangsanya, sehingga memunculkan semangat untuk terus memajukan dan
membanggakan bangsa.

2.1.2 Sejarah Identitas Nasional Indonesia


Sejarah pembentukan identitas nasional tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan
nasionalisme yang berkembang di barat yang kemudian mengalir sebagai sebuah semangat baru
bagi bangsa-bangsa terjajah di Asia dan Afrika.
Melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman kerajaan - kerajaan pada
abad ke - IV, ke - V, kemudian dasar - dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak pada
abad ke VIII yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya dibawah wangsa Sailendra di Palembang
kemudian kerajaan Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur serta kerajaan - kerajaan lainnya
Dasar-dasar pembentukan nasionalisme modern dirintis oleh para pejuang kemerdekaan
bangsa, antara lain rintisan yang dilakukan oleh para tokoh pejuang kebangkitan nasional pada
tahun 1908, kemudian dicetuskan pada sumpah pemuda pada tahun 1928.
Perlawanan yang mulanya bersifat lokal kemudian menjadi nasional yang terbagi dalam 2
masa, yaitu:
1. Perjuangan sebelum 1908
Perjuangan masih bersifat kedaerahan, lokal dan dilakukan oleh sejumlah kerajaan
dengan maksud menghalau penjajah dari wilayah.
2. Perjuangan setelah 1908
Mulai muncul kesadaran untuk membebaskan bangsa dari penjajah dan mendirikan
negara merdeka. Faktor-faktor yang menimbulkan kesadaran nasional yaitu faktor dari
dalam (keadaan tertindas, terbelakang dan penderitaan) dan faktor luar (kemenangan Jepang
atas Rusia dan gerakan merdeka di negara tetangga). Bangkitnya kesadaran bangsa ditandai
dengan tumbuhnya berbagai organisasi pergerakan, seperti Budi Utomo, Serikat Islam,
Perhimpunan Indonesia dan Partai Nasional Indonesia.
Proses terbentuknya nasionalisme yang berakar pada budaya ini menurut Yamin
diistilahkan sebagai fase terbentuknya nasionalisme lama dan oleh karena itu secara objektif
sebagai dasar Identitas Nasional Indonesia. Oleh karena itu akar-akar nasionalisme
Indonesia yang berkembang dalam perspektif sejarah sekaligus juga merupakan unsur-unsur
identitas nasional, yaitu nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam sejarah terbentuknya
Indonesia
2.1.3 Faktor Pembentukan Identitas Nasional
Menurut Suryo, dalam Hibah Materi Pembelajaran Non Konvensional : Identitas Nasional
(2012), adapun faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia
meliputi:
1. Faktor objektif, yang meliputi faktor geografis ekologis dan demografis Kondisi geografi –
ekologis yang membentuk Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang beriklim tropis dan
terletak di persimpangan jalan komunikasi antarwilayah dunia Asia Tenggara, ikut
mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial dan kultural bangsa
Indonesia.
2. Faktor subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa
Indonesia.
Dede Rosyada, dkk. dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi
(2016), menjelaskan, unsur pembentukan identitas nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa
yang majemuk. Kemajemukan itu merupakan dari unsur pembentukan identitas, seperti suku
bangsa, agama, bahasa, dan budaya. Beberapa faktor lain yang mendukung pembentukan
identitas nasional, antara lain :
1. Primordialisme
Faktor ini meliputi kecintaan kepada ikatan kekerabatan dalam negara sendiri, seperti
kesamaan golongan, etnis, bahasa, daerah asal. Faktor ini dapat membuat kepedulian kepada
negara-bangsa sendiri lebih erat.
2. Sakral
Faktor ini adalah kebersamaan agama yang dipercayai oleh masyarakat atau ideologi
yang diakui secara kolektif. Faktor tersebut dapat membuat warga untuk melakukan sebuah
ibadah atau ritual secara bersama dalam keyakinan yang sama.
3. Tokoh
Tokoh atau pemimpin negara yang dipercaya dan dihormati oleh masyarakat negara
sendiri dapat memperkuat kesatuan negara. Jika suatu negara memiliki pemimpin yang dapat
mengkontribusi kepada negara sendiri dalam arah yang baik, maka warga akan merasa
bangga kepada negara sendiri dan dapat merasa bahwa pemimpin atau tokoh tersebut
termasuk diri mereka sendiri.

4. Sejarah Negara
Pada zaman dahulu, sebuah negara dapat merasakan kejadian-kejadian yang menderita,
seperti zaman penjajahan. Tetapi, dengan kejadian pada masa lalu ini sebuah negara dapat
memperkuat solidaritas antar warga untuk meraih tujuan yang sama.
5. Bhineka Tunggal Ika
Prinsip bersatu dalam perbedaan (Unity in diversity) sangat dipentingkan jika ingin
membentuk sebuah bangsa-negara. Dalam sebuah negara, warga-warga negara akan
dilahirkan dengan suku bangsa, adat-istiadat, ras atau agama yang berbeda. Tetapi dengan
perbedaan tersebut, mereka akan selalu memiliki kesetiaan kepada pemerintah dan negara
untuk membuat negara yang dicintainya semakin berjalan dengan baik..

2.1.4 Bentuk-Bentuk Identitas Nasional di Indonesia


Berdasarkan unsur-unsurnya, identitas nasional secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi 3 bagian (Sulisworo, 2012), yaitu
1. Identitas Fundamental
Identitas fundamental menjadi identitas paling mendasar yang berperan sebagai
pembentuk negara dan berisi nilai-nilai serta harapan yang ada di dalamnya. Identitas
fundamental Indonesia adalah Pancasila. Pancasila sebagai dasar filsafat dan ideologi
bangsa.
2. Identitas Instrumental
Identitas instrumental berisi instrumen negara yang mengandung nilai dan budaya, yang
dapat dilihat atau didengar secara nyata. Beberapa bentuk identitasnya antara lain UUD 1945
dan Tata Perundangannya sebagai konstitusi atau hukum dasar tertulis negara yang menjadi
hukum tertinggi serta pedoman berbangsa dan bernegara; Bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan; Sang Merah Putih sebagai bendera negara dengan warna merah berarti berani dan
putih berarti kesucian; Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya” yang diciptakan oleh W. R.
Supratman dan dinyanyikan pertama kali pada Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928;
Burung Garuda sebagai lambang negara dengan filosofis dari struktur tubuh burung yang
khas mencirikan Indonesia; semboyan bangsa Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” - berbeda-
beda tapi tetap satu - menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang heterogen dan
beragam namun memiliki semangat persatuan; dan Indonesia sebagai Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.
3. Identitas Alamiah
Identitas alamiah meliputi Indonesia sebagai Negara Kepulauan (archipelago) dengan
pluralisme dalam suku, bahasa, budaya, serta agama dan kepercayaan yang ada dalam
masyarakatnya dan telah diturunkan dari generasi ke generasi. Didalamnya juga terdapat
konsepsi wawasan nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan
lingkungan yang beragam dengan mengutamakan persatuan, kesatuan, dan tercapainya
tujuan nasional.

2.1.5 Pelaksanaan Identitas Nasional di Indonesia


Berdasarkan jenis-jenis Identitas Nasional yang dimiliki oleh indonesia, berikut pelaksanaan
yang sudah dilakukan oleh rakyat kita antara lain :
1. Identitas Fundamental
Pancasila sebagai Identitas Fundamental negara telah dilaksanakan di Indonesia meski
pada prakteknya masih banyak masalah yang timbul oleh pemahaman-pemahaman yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Berikut adalah implementasi
pelaksanaan pancasila sebagai identitas negara kita.
a. Melaksanakan pembacaan teks Pancasila di setiap upacara bendera pada instansi
pendidikan di Indonesia.
b. Pelaksanaan pembelajaran kewarganegaraan dalam kurikulum satuan pendidikan dan
perguruan tinggi.
c. Regulasi aturan-aturan (Undang-Undang) terkait nilai-nilai dalam Pancasila.
2. Identitas Instrumental
a. Undang-undang dasar 1945
Pada pelaksanaannya, peraturan perundang-undangan telah dilaksanakan selama
keberjalanan negara Indonesia sejak disahkannya UUD 1945. Pembentukan
pemerintah sebagai pelaksana regulasi serta mahkamah agung dan mahkamah
konstitusi sebagai pengawas pelaksanaan regulasi oleh pemerintah.
b. Bahasa Indonesia
Sebagai identitas yang tercantum dalam pasal 36 UUD 1945 yang berbunyi
“Bahasa Persatuan ialah Bahasa Indonesia” sudah sangat jelas bahwa Bahasa
Indonesia adalah Bahasa Negara sekaligus Bahasa Nasional yang harus diakui oleh
seluruh warga negara Indonesia.
c. Lagu Kebangsaan
Sesuai dengan pasal 36B UUD 1945 yang berbunyi “Lagu kebangsaan ialah
Indonesia raya” menyatakan bahwa identitas nasional indonesia lainnya adalah lagu
kebangsaan Indonesia raya. Dalam pelaksanaannya, Indonesia raya selalu
dinyanyikan setiap acara besar baik upacara maupun acara resmi lainnya yang
bersifat kenasionalan (Nasionalisme).
d. Bendera Negara Sang Merah Putih
Pelaksanaan identitas nasional bendera negara Sang Merah Putih dilakukan
dengan mengibarkan Bendera Merah Putih di setiap instansi resmi di negara ini juga
dengan pengibaran bendera dalam setiap acara besar seperti peringatan hari
kemerdekaan Indonesia setiap tanggal 17 Agustus. Sang merah putih juga merupakan
identitas negara yang tercantum dalam pasal 35 UUD 1945.
e. Lambang Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
Sesuai dengan bunyi pasal 36A UUD 1945 yakni “Lambang Negara ialah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika” telah jelas menyatakan identitas
nasional indonesia lainnya. Pelaksanaan identitas ini dapat dilihat dari dipajangnya
gambar Garuda Pancasila di setiap kelas di sekolah dan ruangan -ruangan penting
seperti ruang sidang rapat pemerintahan, kantor dan instansi resmi lainnya.
3. Identitas Alamiah
Pada dasarnya, pelaksanaan Identitas ini telah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
seperti budaya saling sapa orang Indonesia yang dikenal dunia, aturan memakai seragam
batik pada hari rabu dan/atau kamis, toleransi terhadap kehidupan beragama yang tinggi, dan
masih banyak identitas tak resmi lainnya yang dapat kita banggakan sebagai salah satu
pencapaian terhadap perjuangan sejarah terbentuknya negara Indonesia.

2.2 Isu Kontekstual Identitas Negara Indonesia


Seputar pelaksanaan dan keberjalanan identitas nasional di Indonesia, sempat muncul
beberapa isu dari berbagai aspek kehidupan bernegara. Beberapa contoh isu kontekstual :
1. Isu Keberagaman
TNI Sesalkan Ada Makian di Asrama Mahasiswa Papua Surabaya (Tim CNN
Indonesia, 2019)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pihak TNI menanggapi video viral berisi makian di depan
Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya. Kepala Penerangan Kodam V Brawijaya Letkol Arm
Imam Haryadi menyesalkan ada makian yang menyebut mahasiswa Papua sebagai binatang.
Hal ini merespons video yang merekam sejumlah oknum berseragam TNI di depan Asrama
Papua. Dalam video itu tampak lima orang berseragam loreng meminta orang yang berada di
asrama segera keluar. Makian terdengar dalam video tersebut, namun sumber suara tidak
diketahui jelas.
Video makian tersebut viral di media sosial dan memicu kemarahan warga Papua di
sejumlah kota pada Senin (19/8). Aksi protes berujung kerusuhan pecah di Manokwari,
Jayapura, Sorong, bahkan meluas ke Makassar. Mereka memprotes aksi rasial yang
dianggap menghina warga Papua.

Imam menyatakan dalam kasus ini pihaknya bersikap netral dan tidak sependapat dengan isu
rasial yang berkembang di publik. Dia menduga situasi itu juga didorong oleh emosi sesaat
tanpa bermaksud menyinggung secara rasial.
Meski demikian, pihaknya menyesalkan ada makian yang kemudian dianggap sarat isu
rasial.
"Perlu kami sesalkan ada makian seperti itu, ada kata-kata seperti itu. Pihak yang
berwenang mungkin akan menindaklanjuti, siapa yang bertindak seperti itu," kata Imam
kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Selasa (20/8).
Imam membenarkan peristiwa tersebut memang terjadi di Surabaya. Namun, dia
belum bisa memastikan apakah ada anggota TNI yang berada di tempat itu. Menurutnya,
seragam loreng juga biasa digunakan oleh anggota ormas tertentu.
"Perlu kami cek lagi, apakah itu betul seragam TNI. Banyak juga ormas yang mirip seragam
kami," ujarnya.
Dia menegaskan apabila terbukti ada anggotanya yang melakukan pelanggaran dalam kasus
ini, maka pihaknya akan memberikan sanksi tegas.
"Kalau anggota TNI, akan kami cek dari kesatuan mana dan pasti ditindaklanjuti prosesnya
sesuai ketentuan," ujarnya.
Namun Imam menyatakan Kodam Brawijaya tidak memberikan instruksi apapun kepada
anggotanya untuk turun ke Asrama Papua di Surabaya. Prajurit TNI akan turun ke lapangan
dalam situasi tertentu.
"Saya pikir kurang tepat [TNI di Asrama Papua]. Sebenarnya saat itu ada pihak lain, Satpol
PP atau kepolisian," katanya.
Dia mengatakan pihak TNI telah berkoordinasi dengan kepolisian. Menurutnya, koordinasi
di lapangan dilakukan antara Kodim dan Polres setempat.
Sebelumnya, Polda Jawa Timur menyatakan akan menyelidiki dugaan aksi rasial
berupa makian terhadap mahasiswa Papua di Kota Surabaya. Kapolda Jatim Irjen Pol Luki
Hermawan menyatakan pihaknya menjalin komunikasi dengan instansi terkait dalam kasus
ini.
"Ini kami lagi selidiki dan sudah kami komunikasikan berita-berita ini. Kita ada pihak-pihak
yang memang akan komunikasikan dengan instansi terkait," kata Luki saat ditemui usai
bertemu dengan tokoh Papua di Surabaya, Senin (19/7) malam.
2. Isu Degradasi Bahasa
Kepala Daerah Perlu Keluarkan Rekomendasi (Agung, 2019)
UNGARAN, suaramerdeka.com - Penyuluhan Penggunaan Bahasa di Media Massa
terus disebarluaskan oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah. Tahun ini secara bertahap,
penyuluhan melibatkan badan publik dan perwakilan OPD itu digelar di 26 kabupaten/kota.
“Tujuan utamanya adalah memartabatkan bahasa Indonesia. Karena
kecenderungannya, saat ini masyarakat kita abai terhadap bahasa Indonesia,” kata Kepala
Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Tirto Suwondo, ketika menjadi pemateri Penyuluhan
Penggunaan Bahasa di Media Massa di Hotel C3 Ungaran, Senin (16/9).
Imbasnya, masyarakat lebih banyak menggunakan bahasa asing. Padahal menurut
Tirto, penggunaan bahasa Indonesia diatur di Undang-undang RI Nomor 2004 tentang
bendera, bahasa, lambang negara, serta lagu kebangsaan. Dengan begitu, jelas disebutkan
harus mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia bukan bahasa asing.
“Memang tidak dilarang menggunakan bahasa asing, bahkan dianjurkan. Tetapi
jangan lupa, kita punya bahasa Negara, bahasa persatuan yakni bahasa Indonesia,” ujarnya.
Pihaknya sebagai instansi yang ditugasi oleh Negara untuk membina,
mengembangkan, dan melindungi bahasa maka rutin menggelar penyuluhan terkait
penggunaan bahasa. Dalam kesempatan kemarin, Tirto Suwondo menyebutkan bila kosakata
bahasa Indonesia setiap tahunnya terus bertambah jumlahnya. Pertambahan itu merupakan
hasil penyerapan dari bahasa lain, bisa dari bahasa asing maupun bahasa daerah.
“Penempatan bahasa Indonesia sesuai kedudukan dan fungsinya memerlukan upaya
dari berbagai pihak, terutama pemerintah setempat. Kami pun sudah meminta agar kepala
daerah menerbitkan rekomendasi peraturan yang intinya mengutamakan penggunaan bahasa
Indonesia,” jelasnya.
3. Isu Pengakuan Identitas Budaya oleh Negara Lain
8 Warisan Budaya Indonesia yang Pernah Diklaim Malaysia (Lahitani, 2016)
Citizen6, Jakarta Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan budaya
karena beragam suku yang ada di Indonesia. Beberapa negara tetangga mempunyai
kemiripan budaya dengan Indonesia karena kesamaan akar budaya. Namun tentunya hal
tersebut bukan alasan untuk mengklaim warisan budaya yang jelas-jelas asli Indonesia.
Contohnya saja Malaysia. Negara tetangga ini kerap mengklaim budaya-budaya asli
Indonesia sebagai warisan budaya mereka. Hal tentu saja memancing kemarahan masyarakat
Indonesia. Lalu apa saja budaya-budaya Indonesia yang pernah diklaim Malaysia?
1. Wayang Kulit
Wayang kulit pernah diklaim oleh Malaysia sebagai bagian dari budaya mereka. Hal
ini dikarenakan beberapa orang Indonesia yang menetap di sana kerap mengadakan
pertunjukan wayang kulit. Untunglah, pada tanggal 27 November 2003 UNESCO
mengakui Wayang Kulit sebagai warisan kebudayaan Indonesia
2. Lagu Rasa Sayange
Lagu yang satu ini pernah digunakan Malaysia di salah satu iklan pariwisata
Malaysia. Selanjutnya meluncur pernyataan bahwa lagu Rasa Sayange merupakan
kebudayaan milik Malaysia. Ricuh tersebut segera disudahi oleh Menteri Kebudayaan,
Kesenian, dan Warisan Budaya Malaysia Rais Yatim yang mengakui lagu Rasa Sayange
adalah milik Indonesia.
3. Batik
Malaysia pernah mengklaim budaya Indonesia yang satu ini sebagai bagian dari
budaya mereka. Untuk menghindari polemik berkepanjangan, pemerintah Indonesia pun
segera mendaftarkan batik ke UNESCO untuk mendapatkan pengakuan. Meski telah
didaftarkan sejak 3 September 2008, UNESCO baru mengakui batik sebagai warisan
budaya Indonesia pada 2 Oktober 2009 setelah dilakukan pengujian.
4. Reog Ponorogo
Klaim Malaysia yang mengatakan Reog adalah bagian dari budaya mereka, jelas
mengada-ngada. Dari namanya saja sudah tampak bahwa Reog berasal dari Ponorogo.
Untuk menutupi hal tersebut, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia segera membantah
bahwa Malaysia pernah mengklaim Reog sebagai warisan budaya mereka.
5. Rendang
Masakan yang disebut-sebut sebagai masakan terenak di dunia versi CNN ini pun tak
lepas dari klaim Malaysia. Rendang pernah diklaim Malaysia sebagai warisan budaya
mereka karena banyak orang Sumatera Barat yang tinggal di sana dan memasak rendang.
6. Angklung
Alat musik khas Sunda ini pun pernah diklaim oleh Malaysia sebagai warisan budaya
mereka. Kisruh berakhir setelah angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan
Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia di UNESCO pada bulan November 2010.
7. Tari Pendet dan Tari Piring
Masyarakat Indonesia pernah dikejutkan dengan munculnya dua tarian ini di iklan
pariwisata Malaysia. Malaysia menganggap dua tarian ini merupakan warisan budaya
mereka. Padahal sudah jelas-jelas Tari Pendet berasal dari Bali dan Tari Piring berasal
dari Sumatera Barat.
8. Kuda Lumping
Meski berasal dari Jawa, Malaysia pernah mengklaim kuda lumping sebagai budaya
mereka. Hal ini dikarenakan banyaknya orang-orang Jawa yang menetap di Malaysia
mewariskan budaya tersebut kepada anak-anaknya di sana.
Sebenarnya masih banyak lagi warisan budaya Indonesia yang pernah diklaim
Malaysia sebagai budaya mereka. Misalnya saja gamelan jawa, keris, nasi goreng, cendol,
bahkan jamu! Pemerintah Indonesia perlu bergerak cepat dalam mendaftarkan warisan
budaya kita ke UNESCO. Dan sebagai warga Indonesia, tugas kitalah mewariskan budaya
tersebut. Jangan hanya ribut ketika budaya kita diklaim Malaysia saja.

2.3 Analisis dan Pemecahan Masalah


Berdasarkan Isu-isu di atas, kami merasa adanya permasalahan yang harus diselesaikan.
1. Isu Keberagaman
Belum lama ini masyarakat dikejutkan dengan kasus yang menimpa saudara papua di
Surabaya atas penyerangan secara verbal oleh masyarakat sekitar. Telah banyak pula
permasalahan besar di negara akibat minimnya toleransi atas perbedaan, baik dalam suku,
ras, agama, maupun adat istiadat lainnya. Hal ini tentu saja menjadi masalah besar apabila
kita tidak sadar betapa berbahayanya rasisme di negeri tercinta ini. Bila toleransi hilang,
maka integrasi nasional pun hilang. Padahal konsep Bhineka Tunggal Ika sebagai salah satu
identitas nasional sudah sangat jelas menekankan persatuan dalam keberagaman.
Hal ini sangat berbahaya karena Indonesia yang dipenuhi dengan keberagaman. Bila
ada pihak-pihak yang tidak bisa menerima keberagaman itu dengan toleransi tinggi, maka
Pancasila sebagai ideologi negara kita yang memperjuangkan persatuan ini dalam keadaan
terancam. Semua itu bisa terjadi karena banyak hal. Bisa karena doktrin yang keras namun
salah pengertian dalam lingkungan bermasyarakat, sehingga muncul kaum fanatik yang
menganggap apa yang dia percayai adalah hal yang paling benar dan mutlak. Mungkin juga
karena ketidakpedulian masyarakat yang sudah tidak lagi mendidik muda-mudi era baru
mengenai keberagaman yang ada di Indonesia dan pentingnya untuk hidup berdampingan
dengan damai, menjadikan perbedaan sebagai kekayaan yang menyatukan. Pemikiran kritis
yang mungkin belum dimiliki oleh masyarakat juga mungkin menyebabkan hal ini, sehingga
segala informasi yang diterima akan dianggap benar, dan langsung terbiasa bereaksi begitu
saja tanpa pemikiran yang lebih jauh.
Solusi terbaik dalam masalah ini tentu saja adalah kembali memperkuat konsep kita
tentang Bhineka Tunggal Ika tidak hanya dalam tutur kata namun juga dalam tutur
perbuatan. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan dan penanaman nilai toleransi sejak
dini, mulai dari keluarga, di sekolah (dengan pembelajaran PPKn), dan masyarakat.
Mengingat pentingnya toleransi dalam keberlanjutan bangsa, pemerintah juga perlu
membuat dan mempertajam peraturan beserta sanksi terkait pelanggaran dalam menghargai
perbedaan yang ada di Indonesia dalam bentuk apapun.
2. Isu Degradasi Bahasa
Globalisasi yang terjadi akhir-akhir ini membuat gramatikal bahasa kita sedikit
terdegradasi oleh kaum milenial. Bahasa Inggris yang merupakan bahasa internasional
cenderung terkesan lebih penting untuk diajarkan kepada anak-anak. Faktanya, sangat
banyak keluarga yang sedari anaknya kecil sudah tidak memperbolehkan anaknya
menonton film atau video berbahasa Indonesia dan dalam kesehariannya juga
berkomunikasi dengan berbahasa Inggris. Selain itu, setelah ditelusuri dari media sosial,
banyak pemakaian kosa kata yang tidak sesuai kaidah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)
seperti membalikkan susunan kata (contoh : bisa menjadi sabi, bebas menjadi sabeb, dan
lain sebagainya) maupun pencampuran dengan bahasa asing yang akhir-akhir ini
dianggap sebagai salah satu hal yang wajar dengan alasan pergaulan.
Hal ini tidak sepenuhnya salah untuk taraf kehidupan sehari-hari. Memang penting
untuk menguasai bahasa internasional ataupun ikut maju bersama perkembangan zaman
dan globalisasi. Namun, bukan berarti Bahasa Indonesia yang seharusnya jadi bahasa
pokok dalam kehidupan masyarakat Indonesia diremehkan atau tidak diprioritaskan.
Bukan tidak mungkin jika kebudayaan ini berlanjut, maka bahasa yang kita kenal saat ini
akan hilang dalam hitungan abad mengingat Bahasa Indonesia merupakan Identitas
Nasional bahkan tercantum dalam pasal 36 UUD NRI 1945, sudah seharusnya kita
sebagai warga negara yang baik menjaga Bahasa Kita sebagai salah satu Identitas
Nasional terbesar yang kita miliki.
Untuk mengatasinya, diperlukan pembiasaan kembali bagi anak dan remaja untuk
menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bisa lewat pembelajaran yang
menjadikan penggunaan bahasa dalam penulisan tugas sekecil apapun, seperti essay,
jurnal, hingga skripsi, sebagai salah satu aspek penilaian. Keluarga dan lingkungan sekitar
pun memegang pengaruh yang tinggi akan pembiasaan berbahasa. Dari artikel yang telah
dicantumkan pada bagian sebelumnya, pemerintah juga dapat mengambil peran dengan
menjadi teladan dalam berbahasa dan membuat regulasi berbahasa. Misalnya untuk sektor
publik seperti pabrik dan swalayan diharuskan menggunakan bahasa Indonesia yang
benar dalam penulisan produk, dll.
3. Isu Pengakuan Identitas Budaya oleh Negara Lain
Sudah lama sekali dan banyak terjadi di negeri kita hasil budaya di negeri ini
diakuisisi oleh negara lain. Contohnya, negara terdekat kita, Malaysia, pernah mengklaim
beberapa budaya Indonesia, seperti angklung, wayang kulit, batik, reog ponorogo, budaya
kuda lumping, tari pendet, masakan rendang, lagu Rasa Sayange, dan masih banyak lagi.
Hal ini tentu saja tidak boleh dibiarkan. Identitas sebagaimana definisinya adalah
lambang, ciri-ciri, karakter, dan simbol. Jika ada pihak luar yang mencoba mengambil
alih kekayaan budaya kita maka kita harus bersikap tegas dan berani mempertaruhkan
segalanya demi mengembalikan identitas kita karena sejarah dari budaya-budaya tersebut
juga merupakan identitas yang harus dijaga selama-lamanya. Indonesia tidak boleh lengah
dan meremehkan identitas nasional nya. Jangan sampai muncul rasa “aman” akan
kekayaan yang dipunya sehingga akhirnya justru tidak dijaga.
Maka, untuk mencegah budaya Indonesia yang begitu kaya ini diambil oleh pihak
asing, pemerintah harus segera mengumpulkan semua bukti seperti proses pembuatan dan
makna dari budaya-budaya yang resmi diakui negara dan dianggap sebagai warisan dunia
lalu mendaftarkannya ke UNESCO. Masyarakat pun mengemban kewajiban untuk
mempelajari dan melestarikan budaya-budaya tersebut. Di setiap sekolah harus diadakan
seminimalnya 1 pembelajaran wajib mengenai budaya Indonesia, bisa dari bahasa, seni
musik, ekstrakurikuler, dll. agar masyarakat sejak dini telah mengenal dan mencintai
budayanya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Identitas nasional adalah ciri-ciri, tanda, dan jati diri yang melekat pada suatu bangsa dan
membedakan bangsa itu dari bangsa lainnya dengan membawa nilai-nilai yang telah ada dan
dicita-citakan oleh negara.
2. Sejarah identitas nasional di Indonesia dimulai oleh masyarakat Indonesia dari sebelum
tahun 1908 yang perjuangannya masih bersifat kedaerahan, setelah tahun 1908 yang
perjuangannya berbasis nasional dan berpusat pada organisasi terdidik, hingga merdeka.
3. Faktor pembentuk identitas nasional meliputi faktor objektif, yaitu faktor geografis,
ekologis, demografis negara, dan faktor subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik, dan
kebudayaan yang dimiliki bangsa.
4. Bentuk-bentuk identitas nasional dikategorikan menjadi 3, yaitu identitas fundamental,
identitas instrumental, dan identitas alamiah.
5. Pelaksanaan identitas nasional di Indonesia berdasarkan tiap bentuknya telah tercantum pada
poin 2.1.5.
6. Beberapa isu-isu kontekstual terkait identitas nasional di Indonesia antara lain isu
keberagaman, degradasi bahasa, dan pengambilan budaya oleh negara lain, dengan analisis
tiap isu yang tercantum pada poin 2.3.
3.2 Saran
Sebagai generasi penerus bangsa, sebaiknya terus menggali lebih dalam mengenai identitas
nasional Indonesia. Pengertian dan penerapannya harus lebih disebarkan lagi agar terus dijiwai
sebagai nilai-nilai yang akan dibawa untuk memajukan bangsa sesuai dengan karakternya. Selain
identitas nasional, diperlukan pula penghayatan untuk toleransi keberagaman yang ada di
Indonesia agar identitas nasional dapat terwujud secara utuh. Karena pada dasarnya, tanpa
toleransi, Indonesia juga akan kehilangan integrasi nasionalnya dan pergerakan tidak akan terarah
pada cita-cita bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

1. Acemoglu, Daron dan Robinson, J.A. 2012. Why Nations Fail : The Origin of Power,
Prosperity, and Poverty. New York : Random House Inc.
2. CNN Indonesia. 2019. “TNI Sesalkan Ada Makian di Asrama Mahasiswa Papua Surabay”,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190820115932-20-422984/tni-sesalkan-ada-
makian-di-asrama-mahasiswa-papua-surabaya, diakses pada 9 September 2019
3. Kartodirjo, Sartono, dkk. 2008. Jayalah Bangsaku! Satu Abad Kebangkitan Nasional 1908-
2008. Jakarta : Markas Besar Legiun Veteran Republik Indonesia
4. Kelas SHM-23 Universitas Mataram. 2016. Identitas Nasional. Makalah
5. Lahitani, Sulung. 2016. 8 Warisan Budaya Indonesia yang Pernah Diklaim Malaysia,
https://www.liputan6.com/citizen6/read/2156339/8-warisan-budaya-indonesia-yang-pernah-
diklaim-malaysia , diakses pada 9 Sepember 2019.
6. Lubis, Mochtar. 2012. Manusia Indonesia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia
7. Ranin, Agung. 2019. “Kepala Daerah Perlu Keluarkan Rekomendasi”,
https://www.suaramerdeka.com/news/baca/198335/kepala-daerah-perlu-keluarkan-
rekomendasi. Diakses pada 16 September 2019
8. Sugianto, Natalia, dkk. 2015. Identitas Nasional. Makalah.
9. Sulaiman. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Banda Aceh :
PeNa. Halaman 35-45
10. Sulisworo, Dwi, Tri Wahyuningsih, dkk. 2012. Hibah Materi Pembelajaran Non
Konvensional : Identitas Nasional. Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan
LAMPIRAN
Beberapa bukti daftar pustaka

Anda mungkin juga menyukai