Anda di halaman 1dari 11

Keselamatan Pasien serta Pencegahan Kasus Infeksi

Dino Hendarto (102015249)


Joshua Armando Sitompul (102016103)
Sapto (102016273)
Irma Suryani (102016005)
Rachael Christin Nathania (102016058)
SR. Kresensiana Erniwati (102016112)
Sinaga, Olvani Megawati (102016176)
Jessica Michelle Theo (102016239)

Mahasiswa Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Terusan Arjuna Utara no. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat – 11510
Abstrak
Keselamatan pasien berarti menghindari kecelakaan yang dapat merugikan pasien. Hal yang
merugikan ini bisa saja menyebabkan pasien tinggal lebih lama di rumah sakit atau hingga
kematian. Maka dari itu terdapat beberapa sasaran yang diharapkan dapat mengurangi hal-hal
merugikan tersebut. Selain keselamatan pasien, pencegahan infeksi juga penting dilakukan agar
pasien terhindar dari penyakit baru yang ditimbulkan dalam rumah sakit. Hal yang paling utama
dilakukan dalam penanganan infeksi adalah kebersihan tangan. Kebersihan tangan ini dapat
menghindari menyebarnya mikroorganisme dari satu orang ke orang lainnya. Setelah itu baru
dilanjutkan dengan alat pelindung diri.
Kata kunci : keselamatan, infeksi, pasien
Abstract
Patient safety means avoiding accidents that can harm the patient. This disadvantage can cause
patients to stay longer in the hospital or until death. Therefore there are several targets that are
expected to reduce these adverse things. In addition to patient safety, prevention of infection is
also important so that patients avoid new diseases caused in the hospital. The most important
thing to do in handling infections is hand hygiene. Hand hygiene can avoid the spread of
microorganisms from one person to another. After that, proceed with personal protective
equipment.
Keywords: safety, infection, patient
Pendahuluan1-3
Keselamatan pasien merupakan suatu hal yang penting. Pemberian antibiotic tanpa adanya
indikasi pasien atau memberikan antibiotic dapat membantu pasien, atau memberikan obat
multiple tanpa perhatian yang dapat menyebabkan reaksi obat-obatan, mempunyai potensi untuk
mengancam dan cedera pada pasien. Pasien tidak hanya terancam oleh penyalahgunaan

Page 1 of 11
e-mail : jessica.2016fk239@civitas.ukrida.ac.id
teknologi, tetapi mereka dapat juga dirugikan oleh komunikasi yang buruk antara pelayanan
kesehatan atau terlambat dalam menerima penanganan. Maka dari itu, rumah sakit menjadi
tempat yang berbahaya karena penuh dengan resiko. Maka, makalah ini dibuat dengan tujuan
untuk memberikan informasi mengenai keselamatan pasien dan infection control yang dapat
dilakukan.
Keselamatan pasien1,2,4,5
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI) yang mengutip dari
Vincent (2008) menjelaskan bahwa keselamatan pasien merupakan penghindaran, pencegahan
dan perbaikan dari hasil tindakan yang buruk atau injuri yang berasal dari proses perawatan
kesehatan. Ada banyak kejadian pasien yang dirugikan selama pelayanan kesehatan, dapat
menimbulkan luks permanen, tinggal di fasilitas kesehatan lebih lama hingga kematian.
Saat berada di rumah sakit, pasien menaruh resiko dalam healthcare associated infection
(HAI/HCAI) yang dapat berasal dari darah, area operasi atau infeksi pada saluran kemih. Infeksi
dapat terjadi akibat dari bakteri maupun virus yang secara alamiah berada di sekitar kita.
Sehingga tantangan yang paling penting dalam keselamatan pasien adalah bagaimana mencegah,
terutama menghindari melukai pasien saat pengobatan dan perawatan.
Kasus yang dilaporkan menurut World Health Organization (WHO) adalah terdapat sekitar 1
dari 10 pasien yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pengalaman dilukai, dengan sedikitnya
50% dapat dicegah. Sebuah penelitian mengenai pencegahan dari kejadian tidak terduga/adverse
event, tercatat pada 26 negara yang berpenghasilan rendah-menegah, bahwa tingkat kasus
adverse event sekitar 8% yang dengan angka 83% kasus ini bisa dicegah dan 30% menyebabkan
kematian. Selain itu, diperkirakan sekitar 421 juta kasus rawat inap terjadi di dunia setiap
tahunnya dan sekitar 42,7 juta kasus tidak terduga terjadi pada pasien saat sedang di rawat inap.
Kemudian, sekitar dua per tiga dari semua kejadian adverse event terjadi di negara yang
penghasilannya rendah-menengah.
Sasaran keselamatan pasien3,6
Sasaran keselamatan pasien (SKP) di Indonesia mengacu kepada International Patient Safety
Goals (IPSG) dan merupakan syarat yang harus diterapkan di semua rumah sakit. Sasaran ini
pun mengacu pada Nine Life-Saving Patient Safety Solution dari WHO (2007) yang digunakan
oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS PERSI) dan dari Joint Commision
International (JCI). Sasaran IPSG ini terdiri dari 6 sasaran, meliputi : (Gambar 1)

Page 2 of 11
e-mail : jessica.2016fk239@civitas.ukrida.ac.id
a. Sasaran I – mengidentifikasi pasien dengan tepat
Kesalahan yang terjadi dalam mengidentifikasi pasien pada saat pasien sedang terbius,
tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar di rumah sakit, mengalami disabilitas sensori
atau lainnya. Prosedur ini dilakukan ketika ingin memberi (1) obat, (2) darah atau produk
darah, (3) pengambilan darah atau specimen lain untuk pemeriksaan, (4) memberikan
pengobatan atau tindakan lain, (5) prosedur pemeriksaan radiologi, (6) intervensi
prosedur invasive, (7) transfer pasien dan (8) konfirmasi kematian.
Prosedur identifikasi pasien memerlukan sedikitnya 2 cara seperti nama pasien, dengan
nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang dengan barcode. Contoh identifikasi pasien
dengan nama pasien dengan tanggal lahir pasien.
b. Sasaran II – meningkatkan komunikasi yang efektif
Komunikasi yang dilakukan secara efektif, akurat, tepat waktu, lengkap, jelas dan mudah
dipahami oleh pasien dapat mengurangi kesalahan dan dapat meningkatkan keselamatan
pasien. Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi sehingga menimbulkannya salah
persepsi yaitu perintah yang diberikan secara lisan atau melalui telepon. Prinsip
komunikasi yang dapat dilakukan agar komunikasi menjadi efektif berupa (1) pemberi
pesan secara lisan memberikan pesan, (2) penerima pesan menuliskan secara lengkap isi
pesan tersebut, (3) isi pesan dibacakan kembali (read back) secara lengkap oleh penerima
pesan, (4) pemberi pesan memverifikasi isi pesan, (5) penerima pesan mengklarifikasi
ulang jika ada perbedaan pesan dengan hasil verifikasi.
Komponen-komponen dari komunikasi efektif terdapat 5 aspek yaitu pesan harus jelas
(kejelasan/clarity), informasi yang diberikan adalah benar (ketepatan/accuracy), gaya
bicara dan pesan yang disampaikan dalam situasi yang tepat (konteks/context), pesan
disampaikan secara sistematik (alur/flow) dan pesan disampaikan sesuai dengan Bahasa,
gaya bicara dan norma etika yang berlaku (budaya/culture).
c. Sasaran III – meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai (high alert)
Obat-obatan yang perlu diwaspadai merupakan obat yang memiliki risiko tinggi
menyebabkan bahaya pada pasien jika tidak digunakan secara tepat. Obat-obatan tersebut
contohnya seperti obat yang Nampak mirip (nama obat rupa dan ucapan mirip
(NORUM), look-alike sound-alike (LASA), elektrolit konsentrasi tinggi.

Page 3 of 11
e-mail : jessica.2016fk239@civitas.ukrida.ac.id
Standar penilaian pada sasaran III ini dapat dilakukan beberapa hal seperti (1) melakukan
sosialisasi dan mewaspadai obat LASA atau NORUM, (2) menerapkan double check dan
counter sign tiap distribusi obat dan pemberian obat pada masing-masing instansi
pelayanan, (3) menerapkan agar obat tergolong high alert berada di tempat aman dan
diperlakukan dengan perlakuan khusus, (4) menjalankan prinsip delapan benar dalam
pelaksanaan pendelegasian obat (benar instruksi medikasi, pasien, obat, masa berlaku
obat, dosis, waktu, cara dan dokumentasi)
d. Sasaran IV – memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar
Kesalahan pada sasaran IV ini merupakan sesuatu yang mengkhawatirkan dan
kemungkinan terjadi di rumah sakit yang biasanya diakibatkan dari komunikasi yang
tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurangnya melibatkan pasien
dalam penandaan lokasi (site marking) dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi
operasi.
Tindakan yang disarankan oleh WHO berupa (1) tetapkan kinerja pembedahan yang
benar di tempat tubuh yang benar sebagai prioritas keamanan fasilitas perawatan
kesehatan yang membutuhkan keterlibatan aktif dari semua petugas kesehatan, (2)
organisasi perawatan kesehatan memiliki protocol;
- Memberikan verifikasi (pada tahap pre-procedure pasien, prosedur, lokasi dan
setiap implant atau prosthesis)
- Mengharuskan individu melakukan penandaan lokasi operasi dengan
keterlibatan pasien, untuk mengidentifikasi lokasi insisi atau insersi dengan
benar.
- Mengharuskan kinerja time-out (tidak ada aktivitas apapun. Semua anggota
tim secara independent memverifikasi tindakan klinis yang akan datang untuk
mencegah wrong-patient, wrong-site dan wrong procedure events).
e. Sasaran V – mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
Pencegahan pada sasaran V ini perllu menggunakan asumsi bahwa semua komponen
darah dan cairan tubuh adalah infeksius dan dapat membahayakan pasien maupun tenaga
kesehatan. Pencegahan infeksi ini dapat dicegah dengan mengikuti prinsip pemeliharaan
hygene yang baik, kebersihan dan kesterilan dengan 5 standar penerapan, yaitu (1)

Page 4 of 11
e-mail : jessica.2016fk239@civitas.ukrida.ac.id
mencuci tangan, (2) menggunakan alat pelindung diri (apron, masker, sarung tangan,
pelindung mata), (3) manajemen alat tajam (termasuk dalam pembuangan), (4)
melakukan dekontaminasi, encucian dan sterilisasi instrument dan (5) menjaga sanitasi
lingkungan.
f. Sasaran VI – mengurangi risiko cedera pasien akibat jatuh
Rumah sakit memiliki kewajiban untuk mengevaluasi faktor risiko pasien jatuh dan
mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila jatuh. Faktor pasien yang
berisiko mengalami cidera karena jatuh bisa akibat dari riwayat jatuh sebelumnya,
gangguan kognitif, gangguan keseimbangan, gangguan mobilitas, penyakit neurologi dan
lainnya.

Gambar 1. Sasaran keselamatan pasien secara internasional


Sumber :
https://www.jointcommissioninternational.org/assets/3/7/JCI_2017_IPSG_Infographic_062017.pdf
Infection control2,7-9
Pasien yang dirawat di lingkungan yang aman dan bersih serta risiko terkena infeksi harus dijaga
serendah mungkin. Kebersihan tangan merupakan salah satu cara yang penting dalam mencegah
infeksi nosocomial. Selain cuci tangan berikut tindakan pencegahan standar yang meliputi
kebersihan tangan, penggunaan personal protective equipment (PPE), kebersihan respiratori dan
etiket batuk, praktik injeksi yang aman, penanganan terhadap benda tajam, luka tusuk jarum/

Page 5 of 11
e-mail : jessica.2016fk239@civitas.ukrida.ac.id
insiden kontaminasi, dekontaminasi alat kesehatan yang dipakai berulang, dekontaminasi
lingkungan, penanganan tumpahan darah atau cairan tubuh, penanganan pakaian kotor dan
penanganan limbah.
1. Vaksinasi
Para petugas perlu dilakukan vaksinasi jika memiliki resiko terpapar agen biologi.
Rekomendasi imunisasi pada para petugas dapat berupa hepatitis B, Bacillus Calmette
Guerin (BCG), varicella, influenza, measles, mumps, rubella. Dalam praktiknya,
seluruh staff yang memiliki resiko kontak terhadap darah atau cairan tubuh harus
diimunisasi terhadap virus hepatitis B (HBV), kecuali sudah ada imunitas terhadap
HBV akibat dari infeksi sebelumnya atau pernah diimunisasi
2. Hand hygiene
Tindakan mencuci tangan dapat mengurangi mikroorganisme yang terdapat pada tangan
akibat kontak dengan cairan tubuh atau permukaan yang terkontaminasi. Mencuci tangan
juga memutus rantai transmisi infeksi dan mengurangi transmisi orang ke orang. Untuk
dekontaminasi tangan dengan benar, staff harus menganut prinsip “bare below the
elbows” yang berarti tidak ada perhiasan, kuku palsu maupun cat kuku.
Saat mencuci dengan menggunakan sabun dan air minimal mencuci selama 10-15 detik.
Sedangkan menggunakan sabun antimikroba dan air dibutuhkan 15-30 detik dan
dilanjutkan dengan hand rub selama 15-30 detik. Jika menggunakan sabun antiseptik
operasi dibutuhkan 2-3 menit dan tangan dikeringkan menggunakan handuk steril.
Indikasi untuk mencuci tangan menurut WHO yaitu (1) sebelum kontak dengan pasien,
(2) sebelum melakukan prosedur asepsis, (3) setelah terpapar oleh cairan tubuh, (4)
setelah kontak dengan pasien dan (5) setelah kontak dengan lingkungan di sekitar pasien.
(Gambar 2)

Page 6 of 11
e-mail : jessica.2016fk239@civitas.ukrida.ac.id
Gambar 2. Indicator melakukan cuci tangan2
3. Alat pelindung diri (APD)/ personal protective equipment (PPE)
Alat pelindung diri digunakan untuk mencegah darah, cairan tubuh dan bahan yang
berpotensi infeksius mengalami kontak lansung dengan pakaian dan tubuh. Beberapa
contoh dari alat pelindung diri seperti sarung tangan, masker, pelindung wajah, pelindung
kaki seperti sepatu boots. Petugas perlu memperhatikan cara memasang alat pelindung
diri serta melepas alat pelindung diri. Jika sedang melepas perlu diperhatikan bagian yang
kontak/ bagian luar tidak disentuh dengan tangan dan perlu di taruh/buang ke tempatnya
yang benar. Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan APD
4. Kebersihan respiratori dan etiket batuk
Hal ini perlu dilakukan jika pasien memperlihatkan tanda atau gejala dari infeksi respirasi
seperti batuk, demam, rhinorrhea. Unusr utama pada kebersihan repirasi/ etket batuk
meliputi edukasi petugas, pasien dan pengunjung, menggunakan poster yang disertai
dengan instruksi untuk pasien, pasien dapat diarahkan untuk menutup mulut/hidung
dengan tisu ketika batuk yang kemudian dibuang serta membawa hand hygiene setelah
kontak dengan secret. (gambar 3)

Gambar 3. Poster edukasi cara batuk/bersin yang aman8


5. Praktik injeksi yang aman
Rekomendasi kepada petugas yaitu menggunakan 1 jarum steril dan1 syringe steril untuk
sekali pakai. Persiapan untuk menyuntik yaitu (1) penyuntikan harus disiapkan dalam
area yang bersih bukan tempat untuk disposal, (2) harus melakukan tindakan asepsis saat

Page 7 of 11
e-mail : jessica.2016fk239@civitas.ukrida.ac.id
mau melakukan penyuntikan, (3) semua alat suntik dalam keadaan yang steril dan hanya
sekali pakai (termasuk penggunaan obat).
6. Penanganan benda tajam dan luka benda tajam/insiden kontaminasi.
Semua pekerja yang memiliki resiko kontak terhadap cairan tubuh maka harus dilakukan
imunisasi terhadap HBV. Benda tajam yang dimaksud dalah semua yang dapat
menembus kulit (jarum, scalpel, kaca ampul/vial, lancet, kaca yang pecah).
Bebrapa kasus luka akibat benda tajam/insident kontaminasi adalah sebagai berikut
- Tertusuk oleh jarum/hal yang tajam lainnya yang mungkin mengandung darah
- Terkontaminasi oleh kulit yang disertai dengan darah
- Terkena cipratan darah/cairan darah ke membran mukosa (mata/mulut)
- Tertelan darah seseorang
- Cakaran manusia/gigitan
Berikut merupakan cara yang harus diaplikasikan saat menangani jarum dan syringe :
- Jangan tutup kembali, membengkokkan, mematahkan atau melepas jarum dari
syringe yang sudah dipakai. Ketika perlu dilakukan recap lakukan dengan
menggunakan “one hand technique”
- Buang jarum bekas pakai ke kotak yang tersedia
- Kotak benda tajam harus keras dan tahan tusukan, tertutup di seluruh sisi dan
harus ada 1 bagian yang terbuka
- Kotak benda tajam harus diberi symbol biohazard internasional
- Tidak mendaur ulang
Jika sudah mengalami luka akibat tertusuk maka segera (1) lewati dengan air mengalir,
(2) jangan menghisap luka, (3) segera cuci dengan menggunakan sabun dibawah air
mengalir selama 2-3 menit, (4) tutup luka dengan plaster anti air dan (5) secara hati-hati
membuang benda tajam ke kotak yang sudah disediakan. Selanjutnya, identifikasi apakah
pajanan berarti atau tidak? Jika ya, cari tahu mengenai sumber dan mencari tau apakah
membutuhkan profilaksis atau tidak.
7. Dekontaminasi peralatan medis yang dipakai berulang
Langakah-langkah dekontaminasi alat-alat medis yang dipakai berulang dapat dilakukan
sebagai berikut:

Page 8 of 11
e-mail : jessica.2016fk239@civitas.ukrida.ac.id
- Mencuci untuk menghilangkan sebagian besar dari mikroorganisme dan bahan
material dengan menggunakan deterjen netral dan air hangat
- Desinfeksi dengan menggunakan larutan sodium hypochlorite
- Sterilisasi untuk menghancurkan atau membunuh segala bentuk
mikroorganisme termasuk spora dengan menggunakan autoclave
8. Dekontaminasi lingkungan
Dekontaminasi lingkungan ini dilakukan untuk meminimalisir jumlah mikroorganisme
yang ada di lingkungan. Benda-benda yang tidak dekat dengan pasien seperti lantai,
dinding, langit-langit, wastafel menunjukkan risiko yang minimal ke pasien sehingga
tidak perlu desinfektan. Sebagian besar kasus dibersihkan dengan menggunakan deterjen
netral dan air hangat sudah cukup.
9. Penanganan tumpahan cairan tubuh
Tumpahan darah dan cairan tubuh (seperti sekret vagina, semen, cairan synovial,
cerebrospinal, pleural dan air liur) harus segera dibershikan sesegera mungkin.
Menggunakan sarung tangan dan tisu yang sudah di rendam dengan sodium hypochlorite
kemudian dibuang ke kotak limbah. Bersihkan dengan deterjen dan desinfektan
kemudian lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
10. Penanganan pakaian kotor
11. Penanganan aman untuk limbah risiko kesehatan
Terdapat beberapa macam limbah terutama di rumah sakit :
- Limbah umum
Limbah ini mirip dengan limbah domestik dan tidak membahayakan.
Contohnya limbah dari kantin atau dari kantor (kertas, kardus)
- Limbah infeksius
Limbah ini memiliki potensi mengantung organisme yang berbahaya seperti
darah, cairan tubuh dan limbah laboratorium. Selain itu juga ada benda tajam
dan limbah patologi (plasenta, jaringan dari operasi)
- Limbah toksik
Beberapa contoh nya yaitu limbah farmasi (vaksin, obat-obatan yang
kadarluwarsa), limbah elektronik (mesin X-ray), limbah radioaktif
(radionuklida, medium)

Page 9 of 11
e-mail : jessica.2016fk239@civitas.ukrida.ac.id
Kesimpulan
Prinsip keselamatan pasien berguna untuk mengurangi terjadinya kerugian bagi pasien begitu
juga dengan pencegahan infeksi di layanan kesehatan. Pencegahan penyebaran infeksi paling
utama berupa cuci tangan. Melaksanakan cuci tangan dapat mengurangi risiko penyebaran
mikroorganisme dari 1 orang ke orang lain. Selain itu, perlu dilakukan kerjasama tim agar
keselamatan pasien serta penanganan infeksi dapat tercapai dengan maksimal.

Daftar pustaka
1. World Health Organization. Patient safety. WHO patient safety curriculum guide for
medical school. Perancis: World Health Organization. 2009
2. University Hospital Plymouth NHS Trust. Patient safety. Diunduh dari
https://www.plymouthhospitals.nhs.uk/ipct-patient-safety . 21-10-2019
3. Tutiany, Lindawati, Krisanti P. Manajemen keselamatan pasien. Buku ajar keperawatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017.
4. World Health Organization. Patient safety: making health care safer. Geneva: World
Health Organization. 2017.
5. Centers for Disease Control and Prevention. Healthcare-associated infection: patient
safety. 2019. Diunduh dari https://www.cdc.gov/hai/patientsafety/patient-safety.html . 21-
10-2019.
6. Komang MSK. Hubungan motivasi dan komitmen kerja perawat dengan penerapan
keselamatan pasien di ruang intensif RSUP Sanglah Denpasar [skripsi]. Denpasar:
Universitas Udayana. 2015.
7. Akoriyea SK, Commey JO, Cudjoe A, Yvu JA, Sagoe A, et. al. National policy and
guidelines for infection prevention and control in health care setting. Ghana: Ministry of
Health. 2015.
8. Lemass H, McDonnell N, O’Connor N, Rochford S. Infection prevention and control for
primary care in Ireland: a guide for general practice. Ireland. 2013.
9. World Health Organization. Practical guidelines for infection control in health care
facilities. India: World Health Organization. 2004.

Page 10 of 11
e-mail : jessica.2016fk239@civitas.ukrida.ac.id
Page 11 of 11
e-mail : jessica.2016fk239@civitas.ukrida.ac.id

Anda mungkin juga menyukai