Pembimbing :
dr. Reny A, M. Ked, SpOG
Disusun Oleh :
dr. Nur Khairani Putri
Pendamping :
dr. Sri Wulan Sari
ILUSTRASI KASUS
1.2 Anamnesis
Keluhan utama :
Pasien mengeluhkan nyeri pinggang menjalar ke ari-ari
Riwayat penyakit sekarang :
3
Riwayat penyakit dahulu :
Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya (+) Hipertensi sebelum kehamilan (-),
DM (-), asma (-), penyakit jantung (-), alergi (-)
Riwayat haid :
Menarche usia 12 tahun, siklus haid teratur 28 hari, lama 4-5 hari,ganti pembalut
2-3x/hari, nyeri (-).
Riwayat perkawinan :
Menikah satu kali, tahun 2009 (usia 22 tahun)
Riwayat persalinan :
G7P3A3H3
Hamil 1 : 2010, laki-laki, aterm, lahir normal di bidan, BBL 2700 gr, sehat
Hamil 2 : 2012, abortus
Hamil 3 : 2013, abortus
Hamil 4 : 2015, perempuan, aterm, lahir normal di bidan, BBL 2500 gr,
sehat
Hamil 5 : 2017, abortus
Hamil 6 : 2018, perempuan, aterm, lahir normal di bidan, BBL 2500 gr,
sehat
Hamil 7 : Hamil saat ini
4
1.3 Pemeriksaan Fisik
1.3.1 Status generalis
• Keadaan umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : Composmentis (GCS : 15)
• TD : 170/100 mmHg
• Nadi : 98 kali/i
• Napas : 20 kali/i
• Suhu : 36,80C
• BB : 53 kg
• TB : 155 cm
Gizi (IMT) : 22,08 (normoweight)
• Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
• Thoraks : Paru Gerakan dinding dada simetris, suara
napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung BJ 1 dan 2 reguler, murmur
(-), gallop (-)
• Abdomen : Status ginekologis
• Genitalia : Status ginekologis
• Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-), ekimosis
(-/-), purpura (-/-)
5
• TFU : 30 cm TBA : 2400 gram HIS : (+)
• DJJ 145 x/i teratur
6
7
1.5 Diagnosis Kerja
G7P3A3H3 gravid 36-37 minggu + obs. inpartu dengan PEB + HbsAg
reaktif
8
A: P4A3H4 post partus pervaginam hari 1+
hipertensi post partum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
2.1 Definisi
Pre-eklamsia dan eklamsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada
ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias; hipertensi,
proteinuria, dan edema, kadang-kadang disertai dengan konvulsi sampai koma.1
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab
kematian ibu yaitu berkisar 1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi
antara 45 persen sampai 50 persen. Pada tahun 2009-2012, kejadian HDK,
khususnya preeklamsia dan eklamsia telah menjadi penyebab utama kematian
maternal di dunia yaitu 52,9%, perdarahan 26,5%, dan infeksi 14,7%.2 Eklampsia
menyebabkan 50.000 kematian/tahun di seluruh dunia, 10 persen dari total
kematian maternal. Dalam sebuah penelitian di RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta Tahun 2007– 2009. Angka kejadian preeklampsia/eklampsia di adalah
sebanyak 3,9% dengan faktor resiko kurangnya ANC, kehamilan primigravida,
pendidikan tingkat SMA dan kelompok ibu yang tidak bekerja.3
2.3 Etiologi
Sampai saat ini terjadinya preeklampsia belum diketahui penyebabnya,
tetapi ada yang menyatakan bahwa preeklampsia dapat terjadi pada kelompok
tertentu diantaranya yaitu ibu yang mempunyai faktor penyabab dari dalam diri
seperti umur karena bertambahnya usia juga lebih rentan untuk terjadinya
peningkatan hipertensi kronis dan menghadapi risiko lebih besar untuk menderita
hipertensi karena kehamilan, riwayat melahirkan, keturunan, riwayat kehamilan,
riwayat preeklampsia.4
10
2. Reaksi antigen antibodi
3. Perfusi plasenta yang adekuat
4. Perubahan reaktifitas vaskular
5. Penurunan volume intravaskular
6. Dissaminated vascular coagulation
7. Iskemia uterus
8. Faktor genetik
1.Usia
Ibu dengan usia ≥40 tahun memiliki risiko 2 kali lipat lebih besar untuk
mengalami preeklampsia. Dari penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
risiko preeklampsia meningkat hingga 30% setiap penambahan 1 tahun setelah ibu
mencapai usia 34 tahun. Sedangkan ibu yang hamil di usia muda cenderung tidak
mempengaruhi risiko terjadinya preeklampsia.1
2. Paritas
4. Kehamilan multiple
11
Ketika seorang ibu mengandung lebih dari 1 janin dalam kandungannya,
maka risiko ibu tersebut mengalami preeklampsia meningkat hampir 3 kali lipat.
Satu buah penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil dengan 3 janin berisiko
mengalami preeklampsia 3 kali lipat lebih besar daripada ibuhamil dengan 2
janin.5
5. Penyakit terdahulu
12
Penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan risiko munculnya
preeklampsia pada setiap peningkatan indeks masa tubuh. Sebuah studi kohort
mengemukakan bahwa ibu dengan indeks masa tubuh >35 memiliki risiko untuk
mengalami preeklampsia sebanyak 2 kali lipat. Sebuah studi lain yang
membandingkan risiko antara ibu dengan indeks masa tubuh rendah dan normal
menemukan bahwa risiko terjadinya preeklampsia menurun drastic pada ibu
dengan indeks masa tubuh <20.5
8. Usia kehamilan
13
miometrium; ini memungkinkan arteri untuk mengakomodasi peningkatan aliran
darah independen vasomotor ibu berubah untuk memberi makan perkembangan
janin. Bagian dari renovasi ini mengharuskan trofoblas mengadopsi fenotip
endotel dan sifatnya berbagai molekul adhesi. Jika renovasi ini terganggu,
plasenta cenderung kekurangan oksigen, yang mengarah ke keadaan iskemia
relatif dan peningkatan dalam stress oksidatif selama keadaan intermiten perfusi.
Arteri spiralis abnormal ini mengalami perkembangan dan telah dijelaskan lebih
dari lima dekade lalu pada wanita hamil yang hipertensi. Sejak itu telah terbukti
menjadi faktor patogenik pada kehamilan yang juga dapat ditemui seperti
Pertumbuhan janin terlambat (PJT), Hipertensi gestasional dan preeklampsia.
Salah satu kelemahan pada teori ini adalah temuan yang tidak spesifik untuk
preeklampsia dan tidak dapat menjelaskan mengenai perbedaan manifestasi antara
plasenta preeklampsia dan preeklampsia ibu.1
14
Pada preeklampsia terjadi perubahan pada vaskularisasi endotel. Terjadi
hiperpefusi pada pembuluh darah termasuk terjadi di dalam otak. Hiperperfusi
yang terjadi pada otak akan menimbulkan edema vasogenik yang akan
menyebabkan nyeri kepala. Spasme arteri retina dan edema retina dapat
menyebabkan terjadinya gangguan visus seperti pandangan kabur, skotomata,
amaurosis dan ablasio retina. Edema vaskular yang terjadi pada otak membuat
terjadinya edema serebri, vasisoasme serebri dan iskemia serebri sehingga
memberikan gangguan berupa hiperrefleks, kejang eklampsia atau terjadinya
perdarahan intrakranial meskipun jarang.
Peeeklampsia akan memberikan perubahan yang terjadi di hepar berupa
vasospasme, iskemia dan perdarahan. Perdarahan yang terjadi di sel periportal
lobus periferakan menyebabkan nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar.
Perdarahan akan meluas hingga ke kapsula hepar (subskapular hematoma)
sehingga akan memberikan gambaran nyeri daerah epigastrium. Vasospasme
memyebabkan hipovolemia karena adanya kerusakan pada endotel arteriole.
Kerusakan endotel ini akan menyebabkan hipoalbumin hemolisis mikroangiopatik
sehingga dapat terjadi peningkatan hematokrit, viskositas darah, trombositopenia
dan gejala mikroangiopatik. 6
2.6 Klasifikasi
15
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat
(PEB). Preeklampsia ringan bila tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg,
tekanan darah diastolik 90-110 mmHg, proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam) serta
tidak disertai gangguan fungsi organ. Preeklampsia berat bila tekanan darah
sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg proteinuria (> 5
g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan kuantitatif. Jika terjadi tanda-
tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan adanya kejang, maka
dapat digolongkan ke dalam eklampsia.
Gejala PEB bisa disertai dengan oliguria (urine ≤ 400 mL/24jam), keluhan
serebral, gangguan penglihatan nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau
daerah epigastrium, gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia edema
pulmonum, sianosis, gangguan perkembangan intrauterine, microangiopathic
hemolytic anemia, trombositopenia. Preklampsia berat dibagi dalam beberapa
kategori yaitu PEB tanpa impending eclampsia dan PEB dengan impending
eclampsia dengan gejala-gejala impending di antaranya nyeri kepala, mata kabur,
mual dan muntah, nyeri epigastrium, dan nyeri abdomen kuadran kanan atas.
Sindroma HELLP merupakan varian unik dari preeklampsia yang dinilai
berdasarkan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan. Berdasarkan jumlah
keabnormalan yang dijumpai Audibert melaporkan pembagian Sindroma HELLP
berdasarkan jumlah keabnormalan parameter yang didapati, yaitu: sindroma
HELLP murni bila didapati ketiga parameter, yaitu hemolisis, peningkatan enzim
hepar, dan penurunan jumlah trombosit dengan karakteristik gambaran darah tepi
dijumpainya burr cell, schistocyte, atau spherocytes, LDH >600 IU/L,, SGOT >70
IU/ L, bilirubin >1,2 ml/dl, dan jumlah trombosit <100.000/mm3. Sindroma
HELLP parsial bila dijumpai hanya satu atau dua parameter sindroma HELLP.
Berdasarkan jumlah trombosit, Martin mengelompokkan penderita
Sindroma HELLP dalam tiga kelas diantaranya kelas I jika jumlah trombosit
≤50.000/mm3, kelas II jika jumlah trombosit >50.000 - ≤100.000/mm3 dan kelas
III jika jumlah trombosit >100.000 - ≤150.000/mm3.
2.7 Diagnosis
16
Tanda, gejala dan diagnosis
Pada preeklamsi berat, maka diagnosis dapat ditegakkan apabila
ditemukan satu atau lebih gejala berikut:1
Tekanan darah sistolik lebih dari lebih atau sama dengan 160 mmHg dan
tekanan diastolic lebih dari atau sama dengan 110 mmHg. Tekanan darah
ini tidak turun meski ibu sudah dirawat di rumah sakit dan sudah
menjalani tirah baring.
Proteinuria lebih dari 5 gram/24 jam atau 4+ pada pemeriksaaan kualitatif
Oligouria, produksi urin kurangdari 500 cc/ 24 jam
Kenaikan kadar kreatinin plasma
Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala dan
pandangan kabur
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
Edema paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia berat< 100.000 sel/mm2
Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler); peningkatan kadar
alanine dan aspartate aminotransferase
Pertumbuhan janin intrauterine terhambat
Sindrom HELLP
Sedangkan pada Sindrom HELLP, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
tanda dan gejala berikut:7
Didahului dengan tanda dan gejala yang tidak khas yaitu malaise, lemah,
nyeri kepala, mual, muntah
Adanya tanda dan gejala preeklamsi
Tanda hemolysis intravaskular, khususnya kenaikan LDH, AST dan
bilirubin indirek
Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar; kenaikan ALT, AST, LDH
Trombositopenia, trombosit ≤ 150.000/ml.
17
Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen,
tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeklampsi ,harus
dipertimbangkan Sindroma HELLP.
Rawat Jalan
Ibu hamil dengan preeklamsia ringan dapat dirawat jalan dengan anjuran ibu
harus banyak beristirahat. Pemeriksaan kondisi kehamilan harus selalu dipantau.
Ibu harus rutin memperhatikan gerakan janin setiap hari, melakukan evaluasi
tekanan darah minimal 2 kali dalam seminggu dan pemeriksaan laboraturium
mencakup Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi ginjal. Pada
preeklampsia tidak perlu dilakukan retriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih
normal. Diet yang mengandung 2 g natrium atau 3 - 6 g NaCl (garam dapur)
dirasa cukup. Dalam kondisi hamil lebih banyak pembuangan garam melalui gnjal
namun pertumbuhan janin cendrung membutuhkan banyak garam. Bila konsumsi
garam harus dibatasi perlu diseimbangkan dengan konsumsi cairan yang banyak,
berupa susu atau air buah.
Rawat Inap
Pada keadaan tertentu ibu dengan preeklamsia ringan perlu dirawat dirumah
sakit, dengan kondisi;
18
1. Bila tidak ada perbaikan yang mencakup tekanan darah dan kadar
proteinuria selama 2 minggu pemantauan.
2. Adanya satu atau lebih gejala tanda-tanda preekklamsia berat.
Pada ibu hamil dengan kehamilan preterm (< 37 minggu), bila tekanan darah
mencapai normo-tensi selama perawatan maka kehamilan dapat dilanjutkan
hingga aterm. Sementara itu, Ibu hamil aterm (>37 minggu), Kehamilan dapat
ditunggu hingga inpartu atau dipertimbangkan untuk dilakukan induksi
persalinan. Apabila persalinan dapat dilakukan secara spontan, dipertimbangkan
dengan memperpendek kala II.
19
Berikan antasida sebagai penetralisir asam lambung sehingga jika
mendadak kejang menghindari resiko aspirasi asam lambung.
Pemberian antikejang, yaitu ;
- MgSO4, dengan cara
1. Loading dose; 4 gram MgSO4 IV ( 40% dalam 10 cc) dalam RL 500 cc
(200 cc/selama 15 menit)
2. Maintenance dose; berikan infus 2 gram MgSO4 dalam RL/jam (100
cc/jam)
- Tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10 %
1. Reflek patella (+)
2. Frekuensi pernafasan > 16 kali/ menit, dan tidak ada tanda distress
pernapasan.
3. Produksi urin >0.5 cc/KgBB/ Jam
Pemberian diuretik bila ada edem paru atau payah jantung.
Pemberian antihipertensi untuk mencapai tekanan darah , 160/110 mmHg
atau MAP > 126 mmHg. Jenis antihipertensi yang dapat diberikan yaitu
nifedipin 10-20 mg per oral, diulang tiap 30 menit, maksimal 120 mg
dalam 24 jam.
Pemberin glukokortikoid untuk pematangan paru janin pada usia
kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam.
Sikap terhadap kehamilan
Perawatan aktif, memberikan pengobatan sambil kehamilan diakhiri
indikasi perawatan aktif yaitu;
- Kehamilan > 37 minggu
- Adanya tanda-tanda impending eklamsia
- Kegagalan perawatan konservatif, yaitu kedaan klinis atau secara
laboratorik memburuk
- Diduga solusio plasenta
- Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
- Tanda-tanda fetal distress
- Tanda-tanda IUGR
- Terjadi oligohidramnion
20
- Tanda-tanda Sindroma HELLP
Cara mengakhiri kehamilan berdasarkan keadaan obstetrik ibu saat itu,apakah
sudah inpartu atau belum.
Perawatan konservatif, dilakukan bila kehamilan kurang dari 37 minggu
(preterm) tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsia dan keadaan
janin baik.
2.9 Komplikasi PEB
Tingkat terjadinya komplikasi pada neonatal pada usia kehamilan kurang dari
25 minggu dengan preeklampsia berat sangat tinggi mencapai 85 %, sedangkan
maternal mencapai 75 %. Komplikasimaternal meliputi:14,22,23
1. Kematian ibu
2. Eklampsia
3. Sindroma HELLP
4. Abrupsio plasenta
5. Disseminated intravascular coagulopathy (DIC)
6. Edema paru
7. Insufisiensi renal akut
21
2.11 Definisi Hepatitis
Hepatitis adalah istilah umum yang berarti peradangan sel-sel hati, yang
bisa disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan (termasuk obat
tradisional), konsumsi alkohol, lemak yang berlebih dan penyakit autoimmune.
Hepatitis dapat disebabkan oleh berbagai macam virus seperti virus hepatitis A
(HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), hepatitis D (HDV) dan hepatitis E
(HEV).8,9
2.12 Epidemiologi
22
ASI yang diduga tercemar oleh HBV lewat luka kecil dalam mulut bayi. Pada
kasus persalinan lama cenderung meningkatkan penularan vertical (lebih dari 9
jam).12 Kehamilan tidak akan memperberat infeksi virus, akan tetapi jika terjadi
infeksi akut bisa mengakibatkan hepatitis fulminant yang dapat menimbulkan
mortalitas tinggi pada ibu dan bayi. Jika penularan virus hepatitis B dapat dicegah
berarti mencegah terjadinya kanker hati secara primer yang dipengaruhi titer DNA
virus hepatitis B tinggi pada ibu (semakin tinggi kemungkinan bayi akan tertular).
Infeksi akut terjadi pada kehamilan trisemester ketiga, persalinan lama dan
mutasi virus hepatitis B.12
23
Daftar pustaka
1. Angsar DM. Hipertensi dalam kehamilan. Dalambuku ajar: Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Tridasa printer Jakarta. 530-59. 2014.
2. Kementerian KesehatanRepublik Indonesia. Infodatin Hipertensi. Jakarta: Pusat Data
dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014.
3. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 378–385.
4. Sibai. Diagnosis, controversies and of the syndrome hemolysis, elevated liver
enzyme, and low platelet count. The American college of obstetrician and
gynaecologists. May 2004 .Jurnal. Vol 103(5).
5. Bearelly D, Hammoud GM, Koontz G, Merrill DC, Ibdah JA. Preeclampsia-Induced
Liver Disease and HELLP Syndrome. Maternal Liver Disease 74-91. 2012.
6. Wiknjosastro, Hanifa.2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo : Jakarta Pusat.
7. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Hypertension in pregnancy: the
management of hypertensive disorders during pregnancy. NICE clinical guidelines.
August 2010.
8. Pusparini AD, Ayu PR. Journal Tatalakasana Persalinan pada Kehamilan dengan
Hepatitis B WHO. Hepatitis B. [internet]. Lanset2016. [disitasi pada tanggal 2 Maret
2017]; 385(9963):117–71. Available dari: http://www.who.int/mediacentre/factshe
ets/fs204/en/.
9. Sanityoso, Andri. Hepatitis Viral Akut. Dalam : Sudoyo, Aru W. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. hlm. 645-52.
10. Merry, V. Pengelolaan Hepatitis B Dalam Kehamilan Dan Persalinan [Tesis].
Semarang : Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang; 2001.
11. Pusparini AD, Ayu PR. Journal Tatalakasana Persalinan pada Kehamilan dengan
Hepatitis B Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi. Jakarta Selatan:
Kementerian Kesehatan RI; 2014.
12. Budihusodo U. Hepatitis Akut pada Kehamilan. Dalam: Laksmi, Purwita W,
Mansjoer A, Alwi I, Setiati S, et al. penyakit-penyakit pada kehamilan : peran
seorang internis. Jakarta : Interna Publishing; 2008. hlm. 393-405.
24