Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

G7P3A3H3 gravid 36-37 minggu + Obs. inpartu


dengan PEB + HbsAg reaktif

Pembimbing :
dr. Reny A, M. Ked, SpOG

Disusun Oleh :
dr. Nur Khairani Putri
Pendamping :
dr. Sri Wulan Sari

Program Internship Dokter Indonesia


Rumah Sakit Pertamina Dumai
2021-2022
BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. H
Umur : 34 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Melayu
Status : Menikah
No RM : 43XXXX
Masuk RS tanggal 12 September 2021 pukul 10.10 WIB

1.2 Anamnesis
Keluhan utama :
Pasien mengeluhkan nyeri pinggang menjalar ke ari-ari
Riwayat penyakit sekarang :

Pasien mengeluhkan nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 5 jam


SMRS. Keluar air-air (-), keluar lendir bercampur darah (-). Pasien mengaku pada
kehamilan sebelumnya ada riwayat hipertensi pada kehamilan. Nyeri kepala (-),
pandangan kabur (-). Pandangan berputar (-), mual muntah (-), nyeri ulu hati (-),
demam (-), kejang (-). Pasien juga tidak ada mengeluhkan bengkak pada tubuh.
BAB terakhir tadi malam. dan BAK pasien dalam batas normal.
Pasien mengaku hamil 36-37 minggu, dengan HPHT pada tanggal 06
Desember 2020, TP 12 september 2021 dan selama kehamilan pasien hanya
kontrol ke bidan. Pasien mengkonsumsi vitamin atau suplemen selama kehamilan.
ANC :
Pasien hanya kontrol ke bidan selama kehamilan.
Riwayat makan obat :
Mengkonsumsi vitamin dan suplemen selama kehamilan.

3
Riwayat penyakit dahulu :
Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya (+) Hipertensi sebelum kehamilan (-),
DM (-), asma (-), penyakit jantung (-), alergi (-)

Riwayat penyakit keluarga :


Hipertensi (+), DM (-), asma (-), penyakit jantung (-), alergi (-).

Riwayat haid :
Menarche usia 12 tahun, siklus haid teratur 28 hari, lama 4-5 hari,ganti pembalut
2-3x/hari, nyeri (-).

Riwayat perkawinan :
Menikah satu kali, tahun 2009 (usia 22 tahun)

Riwayat persalinan :
G7P3A3H3
Hamil 1 : 2010, laki-laki, aterm, lahir normal di bidan, BBL 2700 gr, sehat
Hamil 2 : 2012, abortus
Hamil 3 : 2013, abortus
Hamil 4 : 2015, perempuan, aterm, lahir normal di bidan, BBL 2500 gr,
sehat
Hamil 5 : 2017, abortus
Hamil 6 : 2018, perempuan, aterm, lahir normal di bidan, BBL 2500 gr,
sehat
Hamil 7 : Hamil saat ini

Riwayat pemakaian kontrasepsi :


- Tidak pernah
Riwayat operasi sebelumnya :
- Tidak pernah
Riwayat sosial ekonomi :
- Pasien seorang ibu rumah tangga

4
1.3 Pemeriksaan Fisik
1.3.1 Status generalis
• Keadaan umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : Composmentis (GCS : 15)
• TD : 170/100 mmHg
• Nadi : 98 kali/i
• Napas : 20 kali/i
• Suhu : 36,80C
• BB : 53 kg
• TB : 155 cm
Gizi (IMT) : 22,08 (normoweight)
• Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
• Thoraks : Paru  Gerakan dinding dada simetris, suara
napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung  BJ 1 dan 2 reguler, murmur
(-), gallop (-)
• Abdomen : Status ginekologis
• Genitalia : Status ginekologis
• Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-), ekimosis
(-/-), purpura (-/-)

1.3.2 Status ginekologi


Mammae : Dalam batas normal
Aksilla : Pembesaran KGB (-)
Abdomen :
Inspeksi  Perut tampak membesar sesuai usia kehamilan
Palpasi 
• LI : TFU 30 cm. Teraba massa bulat, lunak, tidak melenting
• L II : Teraba tahanan memanjang disisi kiri ibu
• L III : Tidak Teraba
• L IV : Divergen (2/5)

5
• TFU : 30 cm TBA : 2400 gram HIS : (+)
• DJJ 145 x/i teratur

1.3.3 Genitalia eksterna :


• Inspeksi : v/u tampak tenang
• VT : Portio tipis, konsistensi lunak, pembukaan 8-9 cm,
selaput ketuban utuh, kepala hodge III-IV.
• Inspekulo : Tidak dilakukan
• Rectal Toucher : Tidak dilakukan

1.4 Pemeriksaan Laboratorium


Darah rutin 12/9/21
• Hb : 11,7 gr/dl
• Ht : 31 %
• Leukosit : 9.900/ul : 9,900/ul
• Trombosit : 213.000 /ul : 213.000/ul
• MCH: 28,5 pg
• MCV : 86,2 fl : 86,2 fl
• MCHC : 36,6 g/dl : 34,6 g/dl

Kimia darah 12/9/21


Glukosa : 84 mg/dL
Ureum : 13 mg/dl
Kreatinin : 0,60 mg/dl
AST : 32 U/L
ALT : 15 U/L
Albumin : 3,6 g/dl
HBsAg : Reaktif
Urinalisis : +4

6
7
1.5 Diagnosis Kerja
G7P3A3H3 gravid 36-37 minggu + obs. inpartu dengan PEB + HbsAg
reaktif

1.6 Usulan Pemeriksaan Penunjang


 Ro thoraks
1.7 Diagnosis
G7P3A3H3 gravid 36-37 minggu + obs. inpartu dengan PEB + HbsAg reaktif
1.8 Tata Laksana
1 Pimpin persalinan
2 Observasi KU, TTV, perdarahan,tanda-tanda infeksi
3 IVFD RL  20tpm
4 Nifedipin tablet 3x10 mg
5 Inj. Oxytocin 1x10IU

1.9 Prognosis : Dubia ad bonam

Follow up post partus


Tgl/
Perjalanan Penyakit Tata Laksana
Jam
13 S : nyeri kepala (+), Pandangan kabur (-), mual (-), Observasi KU, TTV,
septe muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, nyeri perdarahan vagina
mber luka jahitan (+), ASI (-) IVFD RL 20tpm
2021 O : Keadaan umum: TSS, kesadaran: kompos mentis Nifedipin tablet 3x10 mg
09.00 TD : 150/100 mmHg N : 80x/I RR : 20x/I S : Metil dopa 3x500mg
WIB 36,70C As.mefenamat 3x500mg
St. Generalis: Edema Tungkai (-/-) Cefadroxil 2x500mg
B : BAB dan BAK (+/+) Diet makanan padat
U : TFU 2 jari dibawah pusat
B : BU + 10 x/I
L : lokia rubra
E : episiotomi + jahitan -> infeksi -
Proteinuria (+4), Refleks patella (+)

8
A: P4A3H4 post partus pervaginam hari 1+
hipertensi post partum

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

9
2.1 Definisi
Pre-eklamsia dan eklamsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada
ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias; hipertensi,
proteinuria, dan edema, kadang-kadang disertai dengan konvulsi sampai koma.1

2.2 Epidemiologi
Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab
kematian ibu yaitu berkisar 1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi
antara 45 persen sampai 50 persen. Pada tahun 2009-2012, kejadian HDK,
khususnya preeklamsia dan eklamsia telah menjadi penyebab utama kematian
maternal di dunia yaitu 52,9%, perdarahan 26,5%, dan infeksi 14,7%.2 Eklampsia
menyebabkan 50.000 kematian/tahun di seluruh dunia, 10 persen dari total
kematian maternal. Dalam sebuah penelitian di RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta Tahun 2007– 2009. Angka kejadian preeklampsia/eklampsia di adalah
sebanyak 3,9% dengan faktor resiko kurangnya ANC, kehamilan primigravida,
pendidikan tingkat SMA dan kelompok ibu yang tidak bekerja.3

2.3 Etiologi
Sampai saat ini terjadinya preeklampsia belum diketahui penyebabnya,
tetapi ada yang menyatakan bahwa preeklampsia dapat terjadi pada kelompok
tertentu diantaranya yaitu ibu yang mempunyai faktor penyabab dari dalam diri
seperti umur karena bertambahnya usia juga lebih rentan untuk terjadinya
peningkatan hipertensi kronis dan menghadapi risiko lebih besar untuk menderita
hipertensi karena kehamilan, riwayat melahirkan, keturunan, riwayat kehamilan,
riwayat preeklampsia.4

Penyebab pasti preeklampsia masih belum diketahui secara pasti. Menurut


Angsar (2009) beberapa faktor risiko terjadinya preeklampsia meliputi riwayat
keluarga pernah preeklampsia/eklampsia, riwayat preeklampsia sebelumnya, umur
ibu yang ekstrim (35 tahun), riwayat preeklampsia dalam keluarga, kehamilan
kembar, hipertensi kronik. Beberapa teori mencoba menjelaskan tentang etiologi
preeklampsia/ eclampsia antara lain:1
1. Disfungsi endotel

10
2. Reaksi antigen antibodi
3. Perfusi plasenta yang adekuat
4. Perubahan reaktifitas vaskular
5. Penurunan volume intravaskular
6. Dissaminated vascular coagulation
7. Iskemia uterus
8. Faktor genetik

2.4 Faktor Risiko

1.Usia

Ibu dengan usia ≥40 tahun memiliki risiko 2 kali lipat lebih besar untuk
mengalami preeklampsia. Dari penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
risiko preeklampsia meningkat hingga 30% setiap penambahan 1 tahun setelah ibu
mencapai usia 34 tahun. Sedangkan ibu yang hamil di usia muda cenderung tidak
mempengaruhi risiko terjadinya preeklampsia.1

2. Paritas

Preeklampsia sering disebut sebagai penyakit kehamilan pertama karena


banyaknya kasus preeklampsia yang muncul pada kehamilan pertama.Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa nuliparitas meningkatkan kemungkinan terjadinya
preeklampsia sebanyak 3 kali lipat. Sedangkan ibu yang masuk kedalam golongan
multipara adalah ibu yang sudah melahirkan lebih dari 1 kali dan tidak lebih dari 4
kali, memiliki risiko sebesar 1% untuk mengalami preeklampsia.1

3. Riwayat preeklampsia sebelumnya

Ibu yang mengalami preeklampsia pada kehamilan pertamanya, akan


memiliki risiko 7 kali lipat lebih besar untuk mengalami preeklampsia pada
kehamilan berikutnya.1

4. Kehamilan multiple

11
Ketika seorang ibu mengandung lebih dari 1 janin dalam kandungannya,
maka risiko ibu tersebut mengalami preeklampsia meningkat hampir 3 kali lipat.
Satu buah penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil dengan 3 janin berisiko
mengalami preeklampsia 3 kali lipat lebih besar daripada ibuhamil dengan 2
janin.5

5. Penyakit terdahulu

Jika sebelum hamil ibu sudah terdiagnosis diabetes, kemungkinan terkena


preeklampsia meningkat 4 kali lipat. Sedangkan untuk kasus hipertensi, Davies et
al mengemukakan bahwa prevalensi preeklampsia pada ibu dengan hipertensi
kronik lebih tinggi daripada ibu yang tidak menderita hipertensi kronik.
McGowan et al membandingkan luaran pada 129 ibu dengan hipertensi kronik
yang tidak mengalami preeklampsia superimposed dengan 26 ibu yang
mengalami preeklampsia superimposed. Data menunjukkan bahwa ibu yang
mengalami preeklampsia superimposed memiliki tingkat morbiditas perinatal,
bayi yang kecil untuk umur kehamilan tersebut, dan persalinan sebelum umur
kehamilan 32 minggu yang lebih tinggi. Sedangkan untuk ibu yang sebelumnya
didiagnosis dengan sindrom antifosfolipid meningkatkan risiko terjadinya
preeklampsia secara signifikan.1

6. Jarak antar kehamilan

Hubungan antara risiko terjadinya preeklampsia dengan interval kehamilan


lebih signifikan dibandingkan dengan risiko yang ditimbulkan dari pergantian
pasangan seksual. Risiko pada kehamilan kedua atau ketiga secara langsung
berhubungan dengan waktu persalinan sebelumnya. Ketika intervalnya adalah
lebih dari sama dengan 10 tahun, maka risiko ibu tersebut mengalami
Preeklampsia adalah sama dengan ibu yang belum pernah melahirkan
sebelumnya.1

7. Indeks masa tubuh

12
Penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan risiko munculnya
preeklampsia pada setiap peningkatan indeks masa tubuh. Sebuah studi kohort
mengemukakan bahwa ibu dengan indeks masa tubuh >35 memiliki risiko untuk
mengalami preeklampsia sebanyak 2 kali lipat. Sebuah studi lain yang
membandingkan risiko antara ibu dengan indeks masa tubuh rendah dan normal
menemukan bahwa risiko terjadinya preeklampsia menurun drastic pada ibu
dengan indeks masa tubuh <20.5

8. Usia kehamilan

Preeklampsia dapat dibagi menjadi 2 subtipe dideskripsikan berdasarkan


waktu onset dari preeklampsia. Preeklampsia early-onset terjadi pada usia
kehamilan <34 minggu, sedangkan late onset muncul pada usia kehamilan ≥34
minggu. Early onset Preeclampsia merupakan gangguan kehamilan yang dapat
mengancam jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya. Penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa insidensi preeklampsia meningkat seiring dengan semakin
tuanya usia kehamilan yang dibuktikan dengan preeklampsia yang terjadi pada
usia kehamilan 20 minggu adalah 0.01/1000 persalinan dan insidensi
preeklampsia pada usia kehamilan 40 minggu adalah 9.62/1000 persalinan.1

2.5 Patofisiologi Pre-eklampsia


Patogenesis preeklampsia tidak sepenuhnya dijelaskan tetapi banyak
kemajuan yang telah dibuat dalam beberapa dekade terakhir. Plasenta selalu
menjadi faktor utama dalam etiologi preeclampsia. Pemeriksaan patologis
plasenta sejak kehamilan dengan preeklamsia lanjut sering mengungkapkan
banyaknya infark pada plasenta dan penyempitan arteriol sklerotik. Hipotesa
invasi trofoblas yang rusak dengan hipoperfusi uteroplasenta terkait dapat
menyebabkan preeklampsia didukung oleh studi pada hewan dan manusia.
Sehingga, terdapat dua tahap yang dikembangkan yaitu “remodeling arteri
spiralis” yang tidak lengkap di uterus yang berkontribusi terhadap iskemia
plasenta (tahap 1) dan pelepasan faktor antiangiogenik dari plasenta iskemik
kedalam sirkulasi ibu yang berkontribusi terhadap kerusakan endotel (tahap 2).
Selama implantasi, trofoblas plasenta menyerang rahim dan menginduksi arteri
spiralis untuk merombak, sambil melenyapkan media tunika arteri spiral

13
miometrium; ini memungkinkan arteri untuk mengakomodasi peningkatan aliran
darah independen vasomotor ibu berubah untuk memberi makan perkembangan
janin. Bagian dari renovasi ini mengharuskan trofoblas mengadopsi fenotip
endotel dan sifatnya berbagai molekul adhesi. Jika renovasi ini terganggu,
plasenta cenderung kekurangan oksigen, yang mengarah ke keadaan iskemia
relatif dan peningkatan dalam stress oksidatif selama keadaan intermiten perfusi.
Arteri spiralis abnormal ini mengalami perkembangan dan telah dijelaskan lebih
dari lima dekade lalu pada wanita hamil yang hipertensi. Sejak itu telah terbukti
menjadi faktor patogenik pada kehamilan yang juga dapat ditemui seperti
Pertumbuhan janin terlambat (PJT), Hipertensi gestasional dan preeklampsia.
Salah satu kelemahan pada teori ini adalah temuan yang tidak spesifik untuk
preeklampsia dan tidak dapat menjelaskan mengenai perbedaan manifestasi antara
plasenta preeklampsia dan preeklampsia ibu.1

2.5.1 Perubahan pada preeklampsia


Preeklampsia masih merupakan salah satu penyebab terpenting edema
paru akut dengan hipertensi pada kehamilan. Edema paru akut merupakan
penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada kehamilan, di tandai dengan
sesak nafas mendadak, dapat disertai agitasi, dan merupakan manifestasi klinis
proses penyakit yang berat. Terapi meliputi oksigenasi, ventilasi, dan kontrol
sirkulasi dengan venodilator. Wanita preeklampsia memperlihatkan berbagai
abnormalitas jantung, mulai dari peningkatan curah jantung dan peningkatan
ringan resistensi vaskuler sistemik, hingga penurunan curah jantung dengan
peningkatan resistensi vaskuler sistemik. Sering kali didapatkan gangguan fungsi
diastolik dengan peningkatan massa ventrikel kiri. Pada preeklampsia juga terjadi
penurunan tekanan osmotik koloid plasma dan gangguan permeabilitas endotel.
Krisis hipertensi yang mencetuskan edema paru akut mungkin karena aktivasi
sistem saraf simpatis yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, sehingga
meningkatkan afterload dan redistribusi cairan dari sirkulasi perifer ke sirkulasi
pulmonal. Hal ini menyebabkan akumulasi cairan pada alveolus dan penurunan
oksigenasi.6

14
Pada preeklampsia terjadi perubahan pada vaskularisasi endotel. Terjadi
hiperpefusi pada pembuluh darah termasuk terjadi di dalam otak. Hiperperfusi
yang terjadi pada otak akan menimbulkan edema vasogenik yang akan
menyebabkan nyeri kepala. Spasme arteri retina dan edema retina dapat
menyebabkan terjadinya gangguan visus seperti pandangan kabur, skotomata,
amaurosis dan ablasio retina. Edema vaskular yang terjadi pada otak membuat
terjadinya edema serebri, vasisoasme serebri dan iskemia serebri sehingga
memberikan gangguan berupa hiperrefleks, kejang eklampsia atau terjadinya
perdarahan intrakranial meskipun jarang.
Peeeklampsia akan memberikan perubahan yang terjadi di hepar berupa
vasospasme, iskemia dan perdarahan. Perdarahan yang terjadi di sel periportal
lobus periferakan menyebabkan nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar.
Perdarahan akan meluas hingga ke kapsula hepar (subskapular hematoma)
sehingga akan memberikan gambaran nyeri daerah epigastrium. Vasospasme
memyebabkan hipovolemia karena adanya kerusakan pada endotel arteriole.
Kerusakan endotel ini akan menyebabkan hipoalbumin hemolisis mikroangiopatik
sehingga dapat terjadi peningkatan hematokrit, viskositas darah, trombositopenia
dan gejala mikroangiopatik. 6

Gambar I. Patofisiologi Preeklampsia

2.6 Klasifikasi

15
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat
(PEB). Preeklampsia ringan bila tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg,
tekanan darah diastolik 90-110 mmHg, proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam) serta
tidak disertai gangguan fungsi organ. Preeklampsia berat bila tekanan darah
sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg proteinuria (> 5
g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan kuantitatif. Jika terjadi tanda-
tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan adanya kejang, maka
dapat digolongkan ke dalam eklampsia.
Gejala PEB bisa disertai dengan oliguria (urine ≤ 400 mL/24jam), keluhan
serebral, gangguan penglihatan nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau
daerah epigastrium, gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia edema
pulmonum, sianosis, gangguan perkembangan intrauterine, microangiopathic
hemolytic anemia, trombositopenia. Preklampsia berat dibagi dalam beberapa
kategori yaitu PEB tanpa impending eclampsia dan PEB dengan impending
eclampsia dengan gejala-gejala impending di antaranya nyeri kepala, mata kabur,
mual dan muntah, nyeri epigastrium, dan nyeri abdomen kuadran kanan atas.
Sindroma HELLP merupakan varian unik dari preeklampsia yang dinilai
berdasarkan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan. Berdasarkan jumlah
keabnormalan yang dijumpai Audibert melaporkan pembagian Sindroma HELLP
berdasarkan jumlah keabnormalan parameter yang didapati, yaitu: sindroma
HELLP murni bila didapati ketiga parameter, yaitu hemolisis, peningkatan enzim
hepar, dan penurunan jumlah trombosit dengan karakteristik gambaran darah tepi
dijumpainya burr cell, schistocyte, atau spherocytes, LDH >600 IU/L,, SGOT >70
IU/ L, bilirubin >1,2 ml/dl, dan jumlah trombosit <100.000/mm3. Sindroma
HELLP parsial bila dijumpai hanya satu atau dua parameter sindroma HELLP.
Berdasarkan jumlah trombosit, Martin mengelompokkan penderita
Sindroma HELLP dalam tiga kelas diantaranya kelas I jika jumlah trombosit
≤50.000/mm3, kelas II jika jumlah trombosit >50.000 - ≤100.000/mm3 dan kelas
III jika jumlah trombosit >100.000 - ≤150.000/mm3.

2.7 Diagnosis

16
Tanda, gejala dan diagnosis
Pada preeklamsi berat, maka diagnosis dapat ditegakkan apabila
ditemukan satu atau lebih gejala berikut:1

Tekanan darah sistolik lebih dari lebih atau sama dengan 160 mmHg dan
tekanan diastolic lebih dari atau sama dengan 110 mmHg. Tekanan darah
ini tidak turun meski ibu sudah dirawat di rumah sakit dan sudah
menjalani tirah baring.

Proteinuria lebih dari 5 gram/24 jam atau 4+ pada pemeriksaaan kualitatif

Oligouria, produksi urin kurangdari 500 cc/ 24 jam

Kenaikan kadar kreatinin plasma

Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala dan
pandangan kabur

Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen

Edema paru dan sianosis

Hemolisis mikroangiopatik

Trombositopenia berat< 100.000 sel/mm2

Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler); peningkatan kadar
alanine dan aspartate aminotransferase

Pertumbuhan janin intrauterine terhambat

Sindrom HELLP
Sedangkan pada Sindrom HELLP, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
tanda dan gejala berikut:7
 Didahului dengan tanda dan gejala yang tidak khas yaitu malaise, lemah,
nyeri kepala, mual, muntah
 Adanya tanda dan gejala preeklamsi
 Tanda hemolysis intravaskular, khususnya kenaikan LDH, AST dan
bilirubin indirek
 Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar; kenaikan ALT, AST, LDH
 Trombositopenia, trombosit ≤ 150.000/ml.

17
Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen,
tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeklampsi ,harus
dipertimbangkan Sindroma HELLP.

2.8 Tatalaksana PEB1


Tujuan utama perawatan preeklamsia

Mencegah kejang, perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi


organ vital, dan melahirkan bayi sehat.

Tatalaksana pre-eklamsia ringan

Tatalaksana pre-eklamsia ringan dibagi menjadi 3 unsur;

- Perawatan rawat jalan


- Perawatan rawat inap
- Sikap terhadap kehamilan

Rawat Jalan

Ibu hamil dengan preeklamsia ringan dapat dirawat jalan dengan anjuran ibu
harus banyak beristirahat. Pemeriksaan kondisi kehamilan harus selalu dipantau.
Ibu harus rutin memperhatikan gerakan janin setiap hari, melakukan evaluasi
tekanan darah minimal 2 kali dalam seminggu dan pemeriksaan laboraturium
mencakup Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi ginjal. Pada
preeklampsia tidak perlu dilakukan retriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih
normal. Diet yang mengandung 2 g natrium atau 3 - 6 g NaCl (garam dapur)
dirasa cukup. Dalam kondisi hamil lebih banyak pembuangan garam melalui gnjal
namun pertumbuhan janin cendrung membutuhkan banyak garam. Bila konsumsi
garam harus dibatasi perlu diseimbangkan dengan konsumsi cairan yang banyak,
berupa susu atau air buah.

Rawat Inap

Pada keadaan tertentu ibu dengan preeklamsia ringan perlu dirawat dirumah
sakit, dengan kondisi;

18
1. Bila tidak ada perbaikan yang mencakup tekanan darah dan kadar
proteinuria selama 2 minggu pemantauan.
2. Adanya satu atau lebih gejala tanda-tanda preekklamsia berat.

Selama perawatan dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa


pemeriksaan USG dan Doppler khusunya evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah
cairan amnion.

Rawatan Obstetrik (Sikap Terhadap Kehamilan)

Pada ibu hamil dengan kehamilan preterm (< 37 minggu), bila tekanan darah
mencapai normo-tensi selama perawatan maka kehamilan dapat dilanjutkan
hingga aterm. Sementara itu, Ibu hamil aterm (>37 minggu), Kehamilan dapat
ditunggu hingga inpartu atau dipertimbangkan untuk dilakukan induksi
persalinan. Apabila persalinan dapat dilakukan secara spontan, dipertimbangkan
dengan memperpendek kala II.

Tatalaksana preeklamsia berat

Tatalaksana pada preeklamsia berat dibagi menjadi 2 unsur;


- Sikap terhadap penyakitnya, pemberian medikamentosa
- Sikap terhadap kehamilan, yaitu; aktif ( terminasi kehamilan) atau
konservatif ekspetatif, kehamilan dipertahankan bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.
Sikap terhadap penyakit
 Pada penderita preeklampsia berat harus dirawat dirumah sakit dan
dianjurkan tirah baring ke sisi kiri
 Pengelolaan cairan, yaitu dengan monitoring input dan output cairan.
Pantau tanda-tanda oligouria; bila produksi urin < 30cc/jam dalam 2-3
cm atau < 500cc/24 jam.
 Bila terjadi tanda edem paru maka lakukan koreksi cairan.
- Beri 5 % ringer- dextrose dengan tetesan < 125 cc/jam, atau
- Infus dextrose 5 % tiap 1 liter selingi dengan RL ( 60-125
cc/jam) 500 cc.

19
 Berikan antasida sebagai penetralisir asam lambung sehingga jika
mendadak kejang menghindari resiko aspirasi asam lambung.
 Pemberian antikejang, yaitu ;
- MgSO4, dengan cara
1. Loading dose; 4 gram MgSO4 IV ( 40% dalam 10 cc) dalam RL 500 cc
(200 cc/selama 15 menit)
2. Maintenance dose; berikan infus 2 gram MgSO4 dalam RL/jam (100
cc/jam)
- Tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10 %
1. Reflek patella (+)
2. Frekuensi pernafasan > 16 kali/ menit, dan tidak ada tanda distress
pernapasan.
3. Produksi urin >0.5 cc/KgBB/ Jam
 Pemberian diuretik bila ada edem paru atau payah jantung.
 Pemberian antihipertensi untuk mencapai tekanan darah , 160/110 mmHg
atau MAP > 126 mmHg. Jenis antihipertensi yang dapat diberikan yaitu
nifedipin 10-20 mg per oral, diulang tiap 30 menit, maksimal 120 mg
dalam 24 jam.
 Pemberin glukokortikoid untuk pematangan paru janin pada usia
kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam.
Sikap terhadap kehamilan
 Perawatan aktif, memberikan pengobatan sambil kehamilan diakhiri
indikasi perawatan aktif yaitu;
- Kehamilan > 37 minggu
- Adanya tanda-tanda impending eklamsia
- Kegagalan perawatan konservatif, yaitu kedaan klinis atau secara
laboratorik memburuk
- Diduga solusio plasenta
- Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
- Tanda-tanda fetal distress
- Tanda-tanda IUGR
- Terjadi oligohidramnion

20
- Tanda-tanda Sindroma HELLP
Cara mengakhiri kehamilan berdasarkan keadaan obstetrik ibu saat itu,apakah
sudah inpartu atau belum.
 Perawatan konservatif, dilakukan bila kehamilan kurang dari 37 minggu
(preterm) tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsia dan keadaan
janin baik.
2.9 Komplikasi PEB
Tingkat terjadinya komplikasi pada neonatal pada usia kehamilan kurang dari
25 minggu dengan preeklampsia berat sangat tinggi mencapai 85 %, sedangkan
maternal mencapai 75 %. Komplikasimaternal meliputi:14,22,23
1. Kematian ibu
2. Eklampsia
3. Sindroma HELLP
4. Abrupsio plasenta
5. Disseminated intravascular coagulopathy (DIC)
6. Edema paru
7. Insufisiensi renal akut

Komplikasi neonatal yang dapat terjadi antara lain:


1. Kematian fetus dan neonatal
2. Intrauterine growth restriction(IUGR)
3. Respiratory distress syndrome (RDS)
4. Bronchopulmonary dysplasia (BPD)
5. Efek hematologis (trombositopenia neonatal)
6. Intraventricular hemorrhage (IVH) grade 3 dan 4
7. Necrotizing enterocolitis (NEC).
2.10 Prognosis
Pada preeklamsia berat yang disertai edem paru dan oligouri maka
prognosisnya menjadi berat. Sedangkan kematian ibu bersalin pada Sindrom
HELLP adalah tinggi yaitu 24 %. Penyebab kematian dapat berupa kegagalan
kardiopulmonar, gangguan pembekuan darah, perdarahan otak, ruptur hepar, dan
kegagalan organ multipel.

21
2.11 Definisi Hepatitis
Hepatitis adalah istilah umum yang berarti peradangan sel-sel hati, yang
bisa disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan (termasuk obat
tradisional), konsumsi alkohol, lemak yang berlebih dan penyakit autoimmune.
Hepatitis dapat disebabkan oleh berbagai macam virus seperti virus hepatitis A
(HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), hepatitis D (HDV) dan hepatitis E
(HEV).8,9
2.12 Epidemiologi

Penyakit hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia


termasuk Indonesia. Indonesia merupakan Negara dengan endemisitas tinggi
Hepatitis B terbesar kedua di Negara South East Asian Region (SEAR) setelah
Myanmar. Virus Hepatitis B (VHB) telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di
dunia, sekitar 240 juta orang diantaranya menjadi pengidap Hepatitis B kronik.
Sebanyak 1,5 juta penduduk meninggal dunia setiap tahunnya karena Hepatitis. 3
Menurut Rinkesdas 2013, prevalensi hepatitis 1,2% dari penduduk di Indonesia,
dimana 1-5% merupakan ibu hamil dengan virus hepatitis B.9

Penularan infeksi VHB dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu penularan


horizontal dan vertikal. Penularan horizontal VHB dapat terjadi melalui berbagai
cara yaitu penularan perkutan, melalui selaput lender atau mukosa.10 Mother-to-
child-transmission (MTCT) terjadi dari seorang ibu hamil yang menderita
hepatitis B akut atau pengidap persisten HBV kepada bayi yang dikandungnya
atau dilahirkannya. Penularan HBV vertikal dapat dibagi menjadi penularan
HBV in-utero, penularan perinatal dan penularan post natal.Penularan HBV in-
utero ini sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, karena salah satu fungsi
dari plasenta adalah proteksi terhadap bakteri atau virus. Bayi dikatakan
mengalami infeksi in-utero jika dalam 1 bulan postpartum sudah menunjukkan
HbsAg positif. 10,11

Penularan perinatal adalah penularan yang terjadi pada saat persalinan.


Sebagian besar ibu dengan HbeAg positif akan menularkan infeksi HBV vertical
kepada bayi yang dilahirkannya sedangkan ibu yang antiHbe positif tidak akan
menularkannya. Penularan post natal terjadi setelah bayi lahir misalnya melalui

22
ASI yang diduga tercemar oleh HBV lewat luka kecil dalam mulut bayi. Pada
kasus persalinan lama cenderung meningkatkan penularan vertical (lebih dari 9
jam).12 Kehamilan tidak akan memperberat infeksi virus, akan tetapi jika terjadi
infeksi akut bisa mengakibatkan hepatitis fulminant yang dapat menimbulkan
mortalitas tinggi pada ibu dan bayi. Jika penularan virus hepatitis B dapat dicegah
berarti mencegah terjadinya kanker hati secara primer yang dipengaruhi titer DNA
virus hepatitis B tinggi pada ibu (semakin tinggi kemungkinan bayi akan tertular).
Infeksi akut terjadi pada kehamilan trisemester ketiga, persalinan lama dan
mutasi virus hepatitis B.12

23
Daftar pustaka

1. Angsar DM. Hipertensi dalam kehamilan. Dalambuku ajar: Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Tridasa printer Jakarta. 530-59. 2014.
2. Kementerian KesehatanRepublik Indonesia. Infodatin Hipertensi. Jakarta: Pusat Data
dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014.
3. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 378–385.
4. Sibai. Diagnosis, controversies and of the syndrome hemolysis, elevated liver
enzyme, and low platelet count. The American college of obstetrician and
gynaecologists. May 2004 .Jurnal. Vol 103(5).
5. Bearelly D, Hammoud GM, Koontz G, Merrill DC, Ibdah JA. Preeclampsia-Induced
Liver Disease and HELLP Syndrome. Maternal Liver Disease 74-91. 2012.
6. Wiknjosastro, Hanifa.2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo : Jakarta Pusat.
7. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Hypertension in pregnancy: the
management of hypertensive disorders during pregnancy. NICE clinical guidelines.
August 2010.
8. Pusparini AD, Ayu PR. Journal Tatalakasana Persalinan pada Kehamilan dengan
Hepatitis B WHO. Hepatitis B. [internet]. Lanset2016. [disitasi pada tanggal 2 Maret
2017]; 385(9963):117–71. Available dari: http://www.who.int/mediacentre/factshe
ets/fs204/en/.
9. Sanityoso, Andri. Hepatitis Viral Akut. Dalam : Sudoyo, Aru W. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. hlm. 645-52.
10. Merry, V. Pengelolaan Hepatitis B Dalam Kehamilan Dan Persalinan [Tesis].
Semarang : Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang; 2001.
11. Pusparini AD, Ayu PR. Journal Tatalakasana Persalinan pada Kehamilan dengan
Hepatitis B Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi. Jakarta Selatan:
Kementerian Kesehatan RI; 2014.
12. Budihusodo U. Hepatitis Akut pada Kehamilan. Dalam: Laksmi, Purwita W,
Mansjoer A, Alwi I, Setiati S, et al. penyakit-penyakit pada kehamilan : peran
seorang internis. Jakarta : Interna Publishing; 2008. hlm. 393-405.

24

Anda mungkin juga menyukai