Anda di halaman 1dari 9

Di Pantai

Setelah dinner. Anjier dinner ! ! Gaya banget bacot nya.

Setelah itu kita berdua kembali ke Hotel, mau bobo malem. Kan besok pagi kita harus pulang.
Jadi kita harus istirahat.

Setelah nyampe kamar, si Ustadz balik lagi ke luar, katanya ada yang ketinggalan. Gue gak tau
apa yang ketinggalan, karena dia gak ngasih tau dan gue juga gak nanyain.

Jadi saat ini gue sendirian di kamar Hotel.

Mata udah ngantuk, efek makan banyak. Tapi di kamar cuman sendirian. Kan bikin takut. Jadi
gue memutuskan buat berdiri di depan jendela kamar Hotel, melihat pantai di malam hari. Gak
ada yang bisa gue liat, cuman kegelapan yang bisa gue liat, selain lampu-lampu hias berjejer rapi
di sana.

Hemm...

Gue mendesah kasar, karena gak ada sesuatu yang menarik. Tapi di saat yang tidak terduga ini,
tiba- tibasi Ustad meluk gue dari belakang dan menyimpan dagunya di pundak kiri gue.

"Lagi ngapain kamu ?" ,Tanyanya.

"Nungguin elo lah", Jawab gue yang benar adanya. Dan merasa lega karena dia udah kembali.

"Gitu yah" , Ucap si Ustadz sambil mencium leher gue dengan lembut.

"Iyalah"

Gue merasakan geli saat bibir lembut si Ustadz berkali- kali menciumi leher gue. Merasa geli
akan ciuman si Ustad itu, membuat gue mencari sesuatu untuk menjadi pengangan.

Tangan ini tidak mampu meraih sesuatu selain tangan si Ustadz yang masih melingkar di
pinggang gue.

Ini bukan kali pertamanya si Ustadz menciumi leher gue. Dia sering melakukan ini, yang
katanya; ' Aku suka aromamu, manis' . Jadi gue gak begitukaget.

Mungkin saat inipun, ia ingin merasakan aroma tubuh gue. Jadi gue hanya melakukan yang
seperti gue lakukan, memejamkan mata, merasakan setiap sentuhan oleh bibir lembut dan
hangatnya si Ustadz.
Tapi, setelah gue rasakan dalam diam, sentuhan si Ustadz kali ini sedikit berbeda. Gue
merasakan hisapannya yang sangat kuat, sehingga tanpa gue sadarigue mendesah.

" Ah..."

Gue rasa, hisapnya sedikit menyakitkan. Tapi gue juga merasakan rasa lain, selain rasa sakit.

Sejujurnya gue tau rasa lain itu apa. Tapi, haruskah gue merasakannya ?

Gue gak tau, jadi gue hanya membiarkan si Ustadz melakukan yang dia mau. Karena pada
dasarnya, tubuh ini pun tidak meraskan penolakannya.

Tapi, salahkah gue membiarkan itu ?

Walaupun salah, boleh kah gue meneruskannya ?

Setelah hisapan itu berakhir, si Ustadz membalik badan gue untuk menghadap ke arahnya.

Setelah gue berbalik, dia tersenyum dengan kedua tangannya yang masih memeluk tubuh gue.

Gue gak tau, apakah ini ilusi. Entah kenapa senyuman si Ustadz kali ini sedikit berbeda. Apalagi
saat melihat bibirnya yang terlihat basah dan merah. Dan tatapannya pun, ini bukan tatapan yang
biasa si Ustad pake.

"Eki" , Panggilnya dengan suara rendah, namun terdengarberat.

"Em" , Jawabgue.

"Aku ingin melakukan dosa" ,Ucapnya.

"Maksudnya?"

"Aku ingin mencium kamu, memeluk kamu, menggigit kamu, menjilat kamu dan aku juga ingin
tubuhkamu"

" ....."

Setelah gue mendengar penjelasannya, gue merasakan arus gelombang yang mendesir dalam
tubuh ini.

Sejujurnya gue udah lama memikirkan hal ini. Tapi setelah menyaksikannya langsung, gue
masih aja kaget dan gak nyangka si Ustadz menginginkan hal seperti itu, walaupun kita tau, itu
dosa.

Yah kita tau, si Ustadz juga manusia biasa.

"Ijinkan aku melalukan dosa itu", Bisiknya dan gue yang mendapatkan bisikan itu, tidak bisa
menjawab apapun.
Gue mau, tapi.....

Haruskah ??

Tapi Tad.. ?" , Yah kita tau itu dosa.

"Aku ingin merasakan dosa itu. Aku ingin itu.." , Ucap si Ustadz, seperti melespaskan beban di
dalam hatinya.

" ......"

Gue tau, lambat laun dia pasti memiliki keinginan untuk melakukan itu.

"Silahkan Tad. Lo gak perlu bertanya lagi. Gue siap melakukan apapun, asalkan melakukannya
bersama lo" , Ucap gue. Karena gak gak mau si Ustadz melakukan itu bersama oranglain.

Yah, kita harus melakukan dosa itu. Dosa yang katanya, dosa ternikmat.

Biarkan dunia menertawakan keegoisan gue. Walaupun pada akhirnya gue akan dihukum.

Gue siap !!

Setelah gue mengatakan itu, si Ustadz meraih dagu gue, lalu dia mencium bibir ini.

Bibirnya bukan lagi hangat, tapi sedikit panas. Menghisap bibir atas gue dan bawah, silih
berganti. Sesekali menggigitnya. Setelah menggigitnya, ia akan menghisapnya dengan kuat.

Lidah hangatnya ikut menari- nari riang di dalam mulut. Membuat sebuah kegelian yang
menghasratkan.

Gue yang juga sama seperti laki- laki yang memiliki hasrat, ikut bermain dalam permainan si
Ustadz.

Gue ingin merasakan bibir indah yang dulu buat gue jatuh cinta.

Menghisap bibirnya yang selalu terasa manis, lembut dan kenyal. Gue juga mengikut sertakan

lidah ini untuk merasakan kenikmatan bibir si Ustadz. Menggelitik bibirnya, tapi si Ustadz malah
menghisap lidah ini seperti menghisap es loli.

"Ah"

Gue udah berkali- kali tenggelam dalam hasrat yang menggairahkan.

Dengan tubuh kita yang berpelukan ini, membuat sebuah gelombang panas. Panasakan gairah.

Berkali- kali bibir ini dihisap dan gigit si Ustadz hingga bibir ini terasa kebasan sedikit sakit.
Setelah mencium bibir ini, si Ustadz beralih menciumi leher gue lagi dengan pergerakan yang
sama.

Gue gak tau apa yang membuat si Ustad hingga bergairah seperti ini.

Dan gue hanya berusaha tetap berdiri tegak. Karena apa yang dilakukan si Ustadz tanpa gue
sadari membuat tubuh ini terasa seperti jelly. Jadi gue hanya menumpukkan tenaga dengan cara
memeluk erat tubuh si Ustadz.

Setelah bermain dengan leher gue. Si Ustadz berhenti sejenak, menatap mata gue.

"Aku akan memulainya sekarang", Ucapnya. Dan itu membuat gue yang asalnya sudah siap,
menjadigugup.

Karena ini adalah first time nya kita.

Gue mengangguk, walaupun gugup.

Setelah gue mengangguk si Ustadz mengajak gue ke kasur. Dan mengarahkan gue buat duduk di
tepi kasur.

Si Ustadz diam menatap gue sebentar, lalu mencium kening gue dengan lembut.

Setelah itu, si Ustadz perlahan membuka baju kaos gue.

Setelah baju kaos terbuka, si Ustadz langsung menciumi leher gue dengan sedikit kasar. Yang
mungkin juga menggigitnya.

Gue gak tau pasti, yang pasti gue hanya merasakan sebuah hasrat yang membakar tubuh ini.
Sehingga gue gak bisa memikirkan apapun, yang bisa gue pikirkan hanyalah;

Ini terasa enak.

Setelah puas bermain-main di leher gue, ciuman si Ustadz turun ke bawah. Menghisap tulang
selangka dan memberikan sebuah tanda merah di sana. Karena setelah bagaian itulah, gue baru
nyadar, kalo leher gue juga pasti merah. Tapi anehnya, gue gak mempersalahkan Dan

membiarkannya.

Setelah itu, si Ustadz beralih ke dada ratanya gue. Menyesap nipple gue yang membuat gue
menggeliat geli dan bibir ini juga tanpa sadari mengeram.

"Emmhh~~"

Mengeram, sambil mengigit bibir bawah agar erangan gue tidak pecah.

Dan itu akan sangat memalukan untuk seorang laki- laki mengeram, tapi si Ustadz berkata lain;
"Aku suka eranganmu" , Ucapanya setelah melepaskan nipple dan menatap gue.

Gue yang ditatap dengan tatapan lain dari si Ustadz tergerak, meraih tubuh si Ustadz untuk tidur
diatas gue, dan gue juga menciumi bibirnya secara bergairah, sama seperti yang dilakuin si
Ustadz ke gue.

Kita saling berciuman, membuat sebuah decakan berisik di malam yang sunyi.

Disela-sela ciuman kita, si Ustadz membuka bajunya sendiri dan menampilkan tubuh indah, yang
membuat gue menelan ludah kasar.

Setelah bajunya terbuka, si Ustadz kembali menciumi bibir gue, leher, hingga dada gue pun tak
luput dari jangkauannya. Dan dia juga secara tak gue sadari sudah membuka celana gue.

Gue baru tersadar setelah merasakan paha gue dingin. Tapi si Ustadz buru-buru membuatnya
kembali hangat dengan menciumi paha gue. Yang membuat gue duduk kembali dan menonton
aksinya degan keterkekjutan.

Walaupun celana gue udah terbuaka, tapi celana dalam gue masih utuh di tempatnya.

Ini adalah momen pertama gue diperlakukan seperti ini oleh seseorang , sehingga gue gak tau
harus bagaimana gue menanggapinya.

"Ustadz", Panggil gue. Karena saa tini gue bener-bener merasakan sesutu yang sulit gue jelaskan.

Si Ustadz yang sedang menciumi paha gue, berhenti, lalu menatap ke arah gue.

"Em"

"Ustadz, boleh gak gue melalukannya dengan mata tertutup"

Karena, sebenernya gue malu menyaksikan ini semua.

Si Ustadz mengangguk, lalu mengeluarkan slayer dari dalam saku celananya, dan menutup mata
gue menggunakan slayernya.

Dan saat ini hanya kegelapan yang gue lihat. Tapi di dalam kegelapan ini tubuh gue lebih sensitif
dengan sentuhan-sentuhan ringan.

Selah itu gue gak tau, apa yang dilakukan si Ustadz, tapi gue bisa merasakan celana dalam gue
merosot.

Gue tau, hal ini akan terjadi sehingga gue hanya pasrah yang akan dilakukan si Ustad.

Setelah itu, gue merasakan bibir ini kembali dicium dengan diiringi sesutau yang lain, yang gue
rasakan. Seperti kaki ini tiba-tiba terangkat dan menumpuk disuatu bagian yang terasa hangat.
"Katanya, di awal akan terasa sakit. Tapi setelah nya akan terasa lebih baik" , Bisik si Ustadz dan
gue hanya mengangguk.

Setelah gue mengangguk, gue merasakan benda asing yang terasa dingin merayap kebagian
bawah gue dan itubener-bener bikin gue gugup.

Lalu setelah itu gue merasakan sedikit rasa sakit dibagian bawah gue.

Apakah si Ustadz udah memulainya ? Apakah si Ustadz udah memasukannya ? Karena ini udah
terasa sakit, tapi gak begitu sakit.

Gue mengeram, menahan rasa sakit yang tidak begitu menyakitkan.

Gue belumt erbiasa dengan rasa aneh ini. Rasanya seperti ada sesuatu yang mengorek-ngorek
bagian bawah gue.

"Bagaimana ?" , Tanya siUstadz.

"Gak begitu sakit, Cuman masih aneh aja"

Setelah gue menjawab seperti itu, gue merasakan sesuatu yang lebih sakit lagi, tapi tidak begitu
sakit. Masih bisa gue tahan. Dan karnanya gue mengeram lebih dalam lagi.

"Emmhh~~"

"Kalo yang ini bagaimana?"

"Gak terlalu sakit~h" , Jawab gue sambil merasakan sensani aneh yang perlahan gue mulai
terbiasa. Dan merasakan sesuatu kenyamanan di sana.

Apakah ini yang disebut dosa ternikmat ?

Dan setelah gue menjawab seperti itu, tiba- tiba gue merasakan sesuatu yang lebih lebih sakit
dari pada yang tadi. Ini sakit banget.

Kenapa sakitnya berbeda-beda?Yah, sayang sekali mata gue tertutup jadi gue gak tau kenapa dan
si Ustadz juga gak ngasih tau. Dia cuman bilang;

"Apakah ini sakit?"

"Apakah sudah jauh lebih baik?"

Gue menahan jeritan, dengan mengigit bibir bawah, tapi benda hangat mengambil alih bibir ini
untuk tidak mengigit lagi.

Gue yang tau apa itu, menyesapnya, menumpahkan rasa sakit lewat sebuah ciuman.

Dan benar saja, dengan berciuman gue gak begitu memikirkan rasa sakit di bagian bawah gue.
"Aku akan memulainya" , Ucap si Ustadz di sela- sela ciumankita.

"Terus yang tadi apa?"

"Jari"

" ....."

Gue yang mendengar ucapan si Ustadz menjawabnya melalui memperdalam ciuman. Karena gue
tau, ini akan lebih menyakitkan dari sebelumnya. Gue gak tau sebesar apa yang punya si Ustadz.
Tapi gue rasanya keknya lebih dari yang gue. Dan juga bagian bawah gue bener- bener sakit.

Gue memeluk erat tubuh si Ustadz untuk mengalihkan rasa sakit.

Mengambil semua bibirnya si Ustadz, seakan gue akan memakannya. Karena rasa sakit ini
bener- bener bikin gue gak bisa berpikir dengan baik. Mungkin bibirnya si Ustadz juga terluka,
karena gue bisa merasakan ironis darah di sela-sela ciuman bergairah kita. Dan bibir gue juga
udah gak karuan rasanya, tapi ini terasa nikmat.

Gue gak bisa memikirkan apapun saat ini, selain menuntut kesenangan dari si Ustadz.

Di awal memang terasa sakit, tapi setelah berjalannya waktu, gue mulai terbiasa dengan rasa
sakit itu dan merasa yang kata orang, dosa ternikmat.

Setelah gue merasa lebih baik, gue memberanikan membuka slayer yang menutup mata gue.

Dan setelah slayer itu terlepas, hal pertama yang gue lihat adalah wajah sexy si Ustadz yang
sedang menambarak habis dinding terdalam tubuh ini. Sehingga gue merasakan bagian bawah
gue terasa penuh dan panas.

"Apakah ini jauh lebih baik" ,Bisiknya.

"Em" , Jawab gue sambil mengangguk.

"Kalo gitu, kita akan sering melakukannya"

" ....."

Setelah gue mengatakan itu, pergerakan si Ustadz jauh lebih cepat sehingga gue menembak lebib
awal. Dan si Ustadz masih kuat.

Kita melalukannya dengan berbagai gaya. Tapi si Ustadz lebih suka gaya gue duduk
dipangkuannya, yang katanya;

"Ini terasa lebih hangat dandalam"


Tapi menurut gue ini jauh lebih sakit, tapi anehnya gue juga suka. Karena dengan begini gue bisa
melihat dengan jelas ekspresi horny si Ustadz. Ekpresi yang sama ketika gue kasih dia pil cinta.

Dan kita juga melakukan moment ini hingga jam 2 pagi. Setelah itu gue kek orang mati, lemah,
lemas, letih, lunglai, dan lelah. Tapi si Ustadz malah keliatan bugar.

Kok bisa ?

Gue gak tau, harus seperti apa gue menjabarkan moment kita kali ini. Tapi bagi kita ini adalah
moment yang akan pernah bisa kita lupakan seumur hidup.

Moment dimana, si Ustadz melepaskan prinsip hidupnya.

Prinsip yang selama ini dia pertahankan, hilang dalam satu waktu.

Gue gak tau, dari mana dia bisa tau tentang ini semua. Padahal gue tau dia sehari- harinya.

Tapi satu waktu gue mendapatkan jawabannya;

"Dari mana lo bisa tau tentang masalah kek gini"

"Oni"

" ......"

• • • • • • • • • • •

##Tolong dimaafkan jika ceritanya kurang memusaskan. Sebab ini bukanlah cerita porno atau
sejenisnya. Hanya sesuatu yang tidak dapat diungkap begiti saja. Terima kasih susah membaca.

Anda mungkin juga menyukai