Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH PERUBAHAN FISIOLOGI MASA NIFAS

OLEH

NAMA KELOMPOK 1

1. INDRA W N NALLE
2. AGNES SILVA GUSMAO
3. INDRI OTU
4. MARGARITA HALLA
5. MIRANDA E RIHI
6. PORINCE BABUNAEK
7. DUSRI BOIMAU
8. YEMIMA MAULALING
9. GREGORIA H KOBI
10. SOLLY SELAN

KELAS : lll(B)

PRODI : D-III KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmatnya dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu tanpa halangan sedikitpun.

Semogga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan manfaat pada pembaca
umumnya dan penulisnya khususnya.

Kami menyadari bahwa karya tulis ini jauh lebih dari sempurna, maka kritik dan syarat
yang brsifat membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah dan tugas
berikut.

Kupang, 19 October 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..1

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….ll

BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………….lll

A. Latar Belakang…………………………………………………………………...1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………..2
C. Tujuan……………………………………………………………………………3

BAB II PEMBAHASAN

A. Perubahan Sistem Reproduksi……………………………………………………4


B. Perubahan Sistem Pencernaan……………………………………………………5
C. Perubahan Sistem Perkemihan……………………………………………………6
D. Perubahan Sistem Muskuloskeletal/diastasis rectie abdominis…………………..8
E. Perubahan Sistem Endoktrin……………………………………………………...10
F. Perubahan Tanda – tanda Vital……………………………………………………12
G. Perubahan Sistem Kardiosvakular………………………………………………...14
H. Perubahan Sistem Hematologi…………………………………………………….16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………………..18
B. Saran……………………………………………………………………………….18

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...19
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput
yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan
waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009)

Pada masa nifas ini ibu akan mendapati beberapa perubahan pada tubuh maupun emosi.
Bagi yang belum mengetahui hal ini tentu akan merasa khawatir akan perubahan yang terjadi,
oleh sebab itu penting bagi ibu memahami apa saja perubahan yang terjadi agar dapat
menangani dan mengenali tanda bahaya secara dini.

Pada masa nifas ini, terjadi perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis pada ibu.
Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, di mana proses-
proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat energi, tingkat
kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan semangat yang
diberikan oleh tenaga kesehatan, baik dokter, bidan maupun perawat ikut membentuk respon
ibu terhadap bayinya selama masa nifas ini (Bobak, 2009)

Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap ibu, bayi dan keluarganya,
seorang bidan atau perawat harus memahami dan memiliki pengetahauan tentang perubahan-
perubahan anatomi dan fisiologis dalam masa nifas ini dengan baik.

Pada ibu nifas (puerineum) adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan lamaya 6 minggu. Terjadi banyak perubahan fisiologis ibu
dimulai saat hamil dan memasuki masa nifas. Perubahan alat-alat genital baik interna maupun
eksterna kembali seperti semula seperti sebelum hamil disebut involusi. 
B. Rumusan Masalah

1. Apa Saja Perubahan Sistem Reproduksi?


2. Apa Saja Perubahan Sistem Pencernaan?
3. Apa Saja Perubahan Sistem Perkemihan?
4. Apa Saja Perubahan Sistem Muskuloskeletal/diastasis rectie abdominis?
5. Apa Saja Perubahan Sistem Endokrin
6. Apa Saja Perubahan Tanda – tanda Vital?
7. Apa Saja Perubahan Sistem Kardiosvaskuler?
8. Apa Saja Perubahan Sistem Hemotologi?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Perubahan Sistem Reproduksi


2. Untuk Mengetahui Perubahan Sistem Pencernaan
3. Untuk Mengetahui Perubahan Sistem Perkemihan
4. Untuk Mengetahui Perubahan Sistem Muskuloskeletal/diastasis rectie abdominis
5. Untuk Mengetahui Perubahan Sistem Endokrin
6. Untuk Mengetahui Perubahan Tanda – tanda Vital
7. Untuk Mengetahui Perubahan Sistem Kardiosvaskule
8. Untuk Mengetahui Perubahan Sistem Hemotologi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perubahan Sistem Reproduksi

1. Perubahan Pada Vulva, Vagina dan Perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan,
setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae
timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam
prosespembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara.
Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan
pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami
robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi
dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan
tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat
dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.

2. Perubahan pada Serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan berbentuk
seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak
berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin.
Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Segera
setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukan 2–3 jari dan setelah 1
minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk.
Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks dapat
sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak sama waktu
sebelum hamil. Pada umumnya ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan
robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya.

3. Uterus
Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi fundus uteri
berada kurang lebih pertengahan antara umbilikus dan simfisis, atau sedikit lebih tinggi. Dua
hari kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut, sehingga dalam dua minggu telah
turun masuk kedalam rongga pelvis dan tidak dapat diraba lagi dari luar. Involusi uterus
melibatkan pengreorganisasian dan pengguguran desidua serta penglupasan situs plasenta,
sebagaimana di perlihatkan dalam pengurangan dalam ukuran dan berat serta warna dan
banyaknya lokia. Banyaknya lokia dan kecepatan involusi tidak akan terpengaruh oleh
pemberian sejumlah preparat metergin dan lainya dalam proses persalinan. Involusi tersebut
dapat dipercepat proses bila ibu menyusui bayinya.
Desidua tertinggal di dalam uterus. Uterus pemisahan dan pengeluaran plasenta dan
membran terdiri atas lapisan zona spongiosa, basalis desidua dan desidua parietalis. Desidua
yang tertinggal ini akan berubah menjadi dua lapis sebagai akibat invasi leukosit. Suatu
lapisan yang lambat laun akan manual neorco, suatu lapisan superfisial yang akan dibuang
sebagai bagian dari lokia yang akan di keluarkan melalui lapisan dalam yang sehat dan
fungsional yang berada di sebelah miometrium. Lapisan yang terakhir ini terdiri atas sisa-sisa
kelenjar endometrium basilar di dalam lapisan zona basalis. Pembentukan kembali
sepenuhnya endometrium pada situs plasenta skan memakan waktu kira-kira 6 minggu.
Penyebarluasan epitelium akan memanjang ke dalam, dari sisi situs menuju lapisan
uterus di sekelilingnya, kemudian ke bawah situs plasenta, selanjutnya menuju sisa kelenjar
endometriummasilar di dalam desidua basalis. Penumbuhan endometrium ini pada
hakikatnya akan merusak pembuluh darah trombosa pada situs tersebut yang
menyebabkannya mengendap dan di buang bersama dangan caira lokianya.
Dalam keadaan normal, uterus mencapai ukuran besar pada masa sebelum hamil
sampai dengan kurang dari 4 minggu, berat uterus setelah kelahiran kurang lebih 1 kg sebagai
akibat involusi. Satu minggu setelah melahiran beratnya menjadi kurang lebih 500 gram,
pada akhir minggu kedua setelah persalinan menjadi kurang lebih 300 gram, setelah itu
menjadi 100 gram atau kurang. Otot-otot uterus segera berkontraksi setelah postpartum.
Pembuluh-pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot uterus akan terjepit. Proses
ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta di lahirkan. Setiap kali bila di timbulkan,
fundus uteri berada di atas umbilikus, maka hal-hal yang perlu di pertimbangkan adalah
pengisian uterus oleh darah atau pembekuan darah saat awal jam postpartum atau pergeseran
letak uterus karena kandung kemih yang penuh setiap saat setelah kelahiran.
Pengurangan dalam ukuran uterus tidak akan mengurangi jumlah otot sel. Sebaliknya,
masing-masing sel akan berkurang ukurannya secara drastis saat sel-sel tersebut
membebaskan dirinya dari bahan-bahan seluler yang berlebihan. Bagaimana proses ini dapat
terjadi belum di ketahui sampai sekarang.
Pembuluh darah uterus yang besar pada saat kehamilan sudah tidak di perlukan lagi.
Hal ini karena uterus yang tidak pada keadaan hamil tidak mempunyai permukaan yang luas
dan besar yang memerlukan banyak pasokan darah. Pembuluh darah ini akan menua
kemudian akan menjadi lenyap dengan penyerapan kembali endapan-endapan hialin. Mereka
dianggap telah di gantikan dangan pembuluh-pembuluh darah baru yang lebih kecil.
1. Involusi Uterus
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah
plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Ambarwati, 2010).
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
a.       Iskemia Miometrium: Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus
dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
b.      Atrofijaringan : Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen saat
pelepasan plasenta.
c.       Autolysis : Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus.
Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga panjangnya
10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama
kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
d.      Efek Oksitosin : Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus
sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke
uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta
mengurangi perdarahan. Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum
hamil.

Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil. Perubahan-


perubahan normal pada uterus selama postpartum adalah sebagai berikut:

Involusi Uteri Tinggi Fundus Berat Uteru Diameter Uterus


Uteri s
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm

7 hari (minggu 1) Pertengahan pusat 500 gram 7,5 cm


dan simpisis
14 hari (minggu Tidak teraba 350 gram 5 cm
2)
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm

2.     Lochea
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan
menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan.
Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia. Lokia adalah
ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat
organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan
volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia mengalami perubahan karena proses
involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta, serosa dan alba.

Perbedaan masing-masing lokia dapat dilihat sebagai berikut:

Lokia Waktu Warna Ciri-ciri


Rubra 1-3 hari Merah Terdiri dari sel desidua, verniks
kehitaman caseosa, rambut lanugo, sisa
mekoneum dan sisa darah
Sanguilenta 3-7 hari Putih Sisa darah bercampur lendir
bercampur
merah
Serosa 7-14 Kekuningan/ Lebih sedikit darah dan lebih banyak
hari kecoklatan serum, juga terdiri dari leukosit dan
robekan laserasi plasenta
Alba >14 Putih Mengandung leukosit, selaput lendir
hari serviks dan serabut jaringan yang
mati.

3.     Involusi Tempat Plasenta
Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan menonjol ke
dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat luka mengecil, pada akhir
minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka
bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung
banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikutipertumbuhan endometrium baru di
bawah permukaan luka. Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama
sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua
basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang membeku pada
tempat implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan lokia.

2. Perubahan pada Endometrium


Perubahan pada endometrium adalah timbulnya thrombosis, degenerasi dan nekrosis di
tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai
permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah 3 hari mulai rata,
sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas implantasi plasenta.

3. Perubahan pada Ligamen


 Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang selama kehamilan
dan partus, setelah jalan lahir, berangsur-angsur ciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang
ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Tidak
jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan karena ligamenta,
fasia, jaringan alat penunjang genetalia menjadi menjadi agak kendor. Untuk memulihkan
kembali jaringan-jaringan penunjang alat genitalia tersebut, juga otot-otot dinding perut dan
dasar panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu.Pada 2 hari post partum
sudah dapat diberikan fisioterapi. Keuntungan lain ialah dicegahnya pula stasis darah yang
dapat mengakibatkan trombosis masa nifas.

4. Perubahan pada payudara


Payudara menjadi besar ukurannya bisa mencapai 800 gr, keras dan menghitam di
sekitar puting susu, ini menandakan dimulainya proses menyusui. Segera menyusui bayi
sesaat setelah lahir (walaupun ASI belum keluar) dapat mencegah perdarahan dan
merangsang produksi ASI. Pada hari ke 2 hingga ke 3 akan diproduksi kolostrum atau susu
jolong yaitu ASI berwarna kuning keruh yang kaya akan anti body, dan protein, sebagian ibu
membuangnya karena dianggap kotor, sebaliknya justru ASI ini sangat bagus untuk bayi.
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami. Proses
menyusui mempunyai dua mekanise fisiologis yaitu :
1.      Produksi susu
2.      Sekresi susu atau let down
Selama Sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan
fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika
hormone yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk menghambatnya kelenjar pituitary
akan mengeluarkan prolaktin (hormone laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melahirkan,
efek prolaktin pada payudara mulai bias dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi
bengkak terisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak dan rasa sakit. Sel-sel acini yang
menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi menghisap putting, reflek saraf
merangsang lobus posterior pituitary untuk menyekresikan hormone oksitosin. Oksitosin
merangsang reflek let down sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus aktiferus
payudara ke duktus yang terdapat pada putting.

B.     Perubahan Fisiologis pada Sistem Pencernaan


Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya
tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh,
meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan,
kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4
hari untuk kembali normal. Sekresi saliva menjadi lebih menekan diagfragma, lambung dan
intestin.
Pada bulan-bulan awal masa kehamilan, sepertiga dari wanita mengalami mual dan
muntah. Sebagai mana kehamilan berlanjut, penurunan asam lambung, melambatkan
pengosongan lambung dan menyebabkan kembung. Menurunnya gerakan peristaltic tidak
saja menyebabkan mual tetapi juga konstipasi, karena lebih banyak feses terdapat dalam usus,
lebih banyak air diserap maka semakin keras. Konstipasi juga disebabkan oleh tekanan uterus
pada usus bagian bawah pada awal masa kehamilan dan kembali pada akhir masa kehamilan.
Gigi berlubang terjadi lebih mudah pada saliva yang bersifat asam selama masa
kehamilan dan membutuhkan perawatan yang baik untuk mencegah karies gigi. Pada bulan-
bulan terakhir, nyeri ulu hati dan regurgitasi (pencernaan asam) merupakan ketidaknyamanan
yang disebabkan tekanan keatas dari pembesaran uterus. Pembesaran pembuluh darah rectum
(hemoroid). Pada persalinan rectum dan otot-otot yang menberikan sokongan sangat
teregang.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain:
1.     Nafsu Makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk
mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3–4 hari sebelum
faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan,
asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari.
Wanita mungkin kelaparan dan mulai makan satu atau dua jam setelah melahirkan.
Kecuali ada komplikasi kelahiran, tidak ada alasan untuk menunda pemberian makan pada
wanita pasca partum yang sehat lebih lama dari waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
pengkajian awal.

2.     Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu
yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.

3.     Pengosongan Usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus
otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa
pascapartum, diare sebelum persalinan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi
jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk
kembali normal. Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:
a.        Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.
b.        Pemberian cairan yang cukup.
c.         Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
d.        Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
e.        Bila usaha di atas tidak berhasil dapat pemberian huknah atau obatyang lain.

4.     Konstipasi
Konstipasi mungkin menjadi masalah pada puerperium awal karena kurangnya
makanan padat selama persalinan dan karena wanita
menahan defekasi. Wanita mungkin menahan defekasi karena perineumnya mengalami
perlukaan atau karena ia kurang pengetahuan dan takut akan merobek atau merusak jahitan
jika ia melakukan defekasi. Jika penderita hari ketiga belum juga buang air besar, maka diberi
obat pencahar, baik peroral atau pun supositoria.
1. Kebutuhan Cairan dan Nutrisi
a.  Cairan
Fungsi cairan sebagai pelarut zat gizi dalam proses metabolisme tubuh. Minum
cairan yang cukup untuk membuat tubuh ibu tidak dehidrasi. Konsumsi cairan sebanyak 8
gelas per hari. Minum sedikitnya 3 liter tiap hari. Kebutuhan akan cairan diperoleh dari air
putih, sari buah, susu dan sup.

b.  Perubahan Nutrisi
Kebutuhan nutrisi pada masa nifas meningkat 25% yaitu untuk produksi ASI dan
memenuhi kebutuhan cairan yang meningkat tiga kali dari biasanya. Dari pendahuluan ibu
masa nifas dahulu didapatkan 12 dari 14 ibu nifas yang belum mengetahui kebutuhan nutrisi
masa nifas yaitu masih adanya pantangan makanan seperti telur dan ikan laut. Maka perlu
dilakukan pengarahan tentang pengetahuan kebutuhan pada masa nifas karena akan
berpengaruh penting tentang proses penyembuhan serta perkembangan bayinya. Salah satu
keberhasilan ibu menyusui sangat ditentukan oleh pola makan, baik di masa hamil maupun
setelah melahirkan. Agar ASI ibu terjamin kualitas maupun kuantitasnya, makanan bergizi
tinggi dan seimbang perlu dikonsumsi setiap harinya. Artinya, ibu harus menambah konsumsi
karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
tubuh selama menyusui. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi, selain mutu ASI dan kesehatan
ibu terganggu, juga akan mempengaruhi jangka waktu ibu dalam memproduksi ASI
(Anonim, 2010).
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa ibu dengan gizi yang baik, umumnya
mampu menyusui bayinya selama minimal 6 bulan. Sebaliknya pada ibu yang gizinya kurang
baik, biasanya tidak mampu menyusui bayinya dalam jangka waktu selama itu, bahkan tak
jarang air susunya tidak keluar. Mengingat pentingnya ASI pada tumbuh kembang bayi di
masa awal kehidupannya, ada baiknya bila ibu mengupayakan agar ASI yang bermutu baik
dapat diberikan pada bayi seoptimal mungkin (Anonim, 2010). Perubahan kebutuhan
makanan bagi ibu nifas lebih banyak daripada makanan Ibu hamil.
Kegunaan makanan tersebut adalah :
·         Memulihkan kondisi fisik setelah melahirkan.
·         Meningkatkan Produksi ASI (Air Susu Ibu) yang cukup dan sehat untuk bayi.

2.  Nutrisi yang Diperlukan


1.     Kalori
Kebutuhan tambahan kalori pada masa menyusui sekitar
800 kalori. Wanita dewasa memerlukan 1800-2000 kalori per hari. Sebaiknya
ibu nifas jangan mengurangi kebutuhan kalori, karena akan
mengganggu proses metabolisme tubuh dan menyebabkan ASI rusak.

2.     Protein
Kebutuhan protein yang dibutuhkan adalah 3 porsi per hari. protein yang dibutuhkan
dapat diperoleh dari tiga gelas susu, dua butir telur, lima putih telur, keju, 1 gelas yoghurt,
ikan/daging, 1 porsi tahu atau 5-6 sendok selai kacang.

3.     Kalsium dan vitamin D
Kalsium dan vitamin D berguna untuk pembentukan tulang dan gigi.
Kebutuhan kalsium dan vitamin D didapat dari minum susu rendah kalori atau berjemur di
pagi hari. Konsumsi kalsium pada masa menyusui meningkat menjadi 5 porsi per hari. Dapat
diperoleh dengan mengkonsumsi keju, ikan salmon, dan ikan sarden.

4.     Magnesium
Magnesium dibutuhkan sel tubuh untuk membantu gerak otot, fungsi syaraf dan
memperkuat tulang. Kebutuhan megnesium didapat pada gandum dan kacang-kacangan.

5.     Sayuran hijau dan buah


Kebutuhan yang diperlukan sedikitnya tiga porsi sehari. satu porsi setara dengan
mengkonsumsi buah semangka, buah mangga, sayur brokoli, wortel, tomat,bayam dan
lainnya

6.     Karbohidrat kompleks
Selama menyusui, kebutuhan karbohidrat kompleks diperlukan untuk memperbaiki
energi dan proses penyembuhan. dalam hal ini perlu mengkonsumsi nasi dan jagung.

7.     Garam
Selama periode nifas, hindari konsumsi garam berlebihan. Hindari makanan asin
seperti kacang asin, keripik kentang atau acar.

8.     Vitamin
Kebutuhan vitamin selama menyusui sangat dibutuhkan. Vitamin yang diperlukan
antara lain:
·         Kapsul / suplemen vitamin A (200.000 unit).
·         Vitamin A yang berguna bagi kesehatan kulit, kelenjar serta mata. Vitamin A terdapat
dalam telur, hati dan keju.
·         Vitamin B6 membantu penyerapan protein dan meningkatkan fungsi syaraf. Vitamin B6
dapat ditemui di daging, hati, padi-padian, kacang polong dan kentang.
·         Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan, meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh.
Terdapat dalam makanan berserat, kacang-kacangan, minyak nabati dan gandum.
9.     Zinc (Seng)
Berfungsi untuk kekebalan tubuh, penyembuhan luka dan pertumbuhan. Kebutuhan
Zinc didapat dalam daging, telur dan gandum. Enzim dalam pencernaan
dan metabolisme memerlukan seng. Sumber zinc terdapat pada seafood, hati dan daging.

10. DHA
DHA penting untuk perkembangan daya lihat dan mental bayi. Asupan DHA
berpengaruh langsung pada kandungan dalam ASI. Sumber DHA ada pada telur, otak, hati
dan ikan.

3.   Contoh Menu untuk Ibu nifas


1.      Makan pagi
nasi, urap, sayur, ikan bandeng goreng, kudapan (donat dan yoghurt)
2.      Makan siang
nasi, ayam goreng, rempeyek, rebon, sayur, buah jeruk, kudapan (kolak pisang)
3.      Makan malam
nasi, semur daging, pepes tahu, capcay, buah pepaya kudapan (ubi merah goreng)

4.       Pengolahan Makanan Ibu Nifas yang Benar


Proses pengolahan dan penyimpanan bisa membuat gizi pada bahan makanan hilang
atau rusak. Karena itu, perlakukan bahann makanan sebaik mungkin, jangan asal
memasukkannya ke lemari pendingin. Cara mengolah makanan berpengaruh terhadap
kualitas nutrisinya. Secara umum, semakin sedikit pemrosesan, makin baik.
Setelah pemilihan bahan makanan yang tepat, masih ada beberapa kiat untuk
menghindari makanan yang ada untuk dikunjungi bakteri dan kuman selama pengolahan
makanan berlangsung.
1. Pisahkanlah bahan makanan mentah berupa daging ternak, unggas serta ikan dari
bahan makanan lain. Simpan bahan-bahan makanan di dalam wadah tertutup rapat.
Hal ini bertujuan untuk menghindari kontak kontak bahan makanan mentah dengan
makanan jadi dan yang telah dimasak.
2. Pada saat proses pengolahan makanan, gunakanlah alat masak yang berbeda setiap
kali mempersiapkan bahan mentah. Seperti halnya alat potong dan papan alas.
Begitupun air yang digunakan untuk melumuri daging mentah tidak boleh digunakan
untuk bahan makanan yang telah siap untuk dikonsumsi.
3. Untuk mempersiapkan makanan yang berkuah, pastikan air kuah termasak hingga
mendidih mencapai suhu 70°C. Pada khususnya pengolahan masak daging ternak dan
unggas, pastikan kaldu termasak berwarna jernih dan tidak lagi merah muda.
4. Jangan tinggalkan makanan yang telah dimasak pada temperatur kamar lebih dari 2
jam. Masukkan segera makanan yang telah dimasak ataupun makanan yang mudah
rusak ke dalam lemari pendingin.
C. Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem Perkemihan

Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan
meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid menurun
sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu
satu bulan setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam
waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan

Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain:

1. Hemostatis internal.
2. Keseimbangan asam basa tubuh.
3. Pengeluaran sisa metabolisme.
1. Hemostatis Internal
Tubuh, terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70% dari cairan
tubuh terletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan cairan intraselular. Cairan ekstraselular
terbagi dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk sel-sel yang disebut cairan
interstisial. Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain edema dan dehidrasi.
Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan keseimbangan cairan
dalam tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh
karena pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.

2. Keseimbangan Asam Basa Tubuh


Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila PH
>7,4 disebut alkalosis dan jika PH < 7,35 disebut asidosis.

3. Pengeluaran Sisa Metabolisme, Racun dan Zat Toksin Ginjal


Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang mengandung
nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin.

Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu proses involusi
uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air
kecil.

Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post partum, antara lain:

1. Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi retensi urin.
2. Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi dalam tubuh,
terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
3. Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme oleh iritasi
muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun, hilangnya peningkatan
tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah
akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan.
Keadaan ini disebut dengan diuresis pasca partum. Ureter yang berdilatasi akan kembali
normal dalam tempo 6 minggu.

Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan
berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang
tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil
(reversal of the water metabolisme of pregnancy).

Rortveit dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urine pada pasien
dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan resiko serupa
pada persalinan dengan Sectio Caesar. Sepuluh persen pasien pasca persalinan menderita
inkontinensia (biasanya stres inkontinensia) yang kadang-kadang menetap sampai beberapa
minggu pasca persalinan. Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan
latihan pada otot dasar panggul.
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam
pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang dower kateter selama
24 jam. Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi
dan bila jumlah residu > 200 ml maka kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka
kateter tetap terpasang dan dibuka 4 jam kemudian , bila volume urine < 200 ml, kateter
dibuka dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa.

9. Perubahan Sistem Muskuloskeletal / Diastasis Rectie Abdominis pada Ibu Nifas


Perubahan sistem muskleton terjadi pada saat umur kehamilan semkain bertambah.
Adaptasi muskuloskeletal ini mencakup: peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat
pembesaran rahim, relaksai dan mobilitas. Namun demikian, pada saat post partum sistem
muskoluskeletal akan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera
setelah melahirkan, untuk membantu mencegah komplikasi dan mempercepat involusi uteri.
Adaptasi sistem muskuloskeletal pada masa nifas, meliputi:
 Dinding perut dan peritoneum
 Kulit abdomen
 Striae
 Perubahan ligamen
 Sismpisi pubis
 Dinding perut dan peritoneum

1. Dinding perut dan peritoneum


Dinding perut akan longgar pasca melahirkan. Keadaan ini akan pulih kembali dalam
6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi diastasi dari oto-otot rectum abdomen. Sehingga
sebagian dari dinding perut digaris tengah hanya terdiri dari peritoneum, fasia tipis dan kulit.
2. Kulit abdomen
Selama masa kehamilan, kulit abdoemn akan melebar, melonggar dan mengendur
hingga berbulan-bulan. Otot-oto dari dinding abdomen dapat kembali normal kembali dalam
beberapa minggu pasca melahirkan dengan latihan post natal.
3. Striae
Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding abdomen.
Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna mealinkan membantuk garis
lurus yang samar. Tingkat diastasi muskulus rektum abdomen pada ibu post partum dapat
dikaji melalui keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat
mambantu menentukan lama pengembalian tous otot menjadi normal.

4. Perubahan ligamen
Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, difragma pelvis dan fasia yang meregang
sewaktu kehamilan  dan partus berangsur-angsur menciut lagi seperti sedia kala.tidak jarang
ligamen rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi.
5. Simpisis pubis
Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini dapat menyebabkan
morbiditas mental. Gejala dari pemiahan pubis antara lain: nyeri tekan pada pubis disertai
peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur ataupun waktu berjalan. Pemisahan simpisis
dapat dipalpasi. Gejala ini dapata menghilang setelah beberapa minggu atau bulan pasca
melahirkan, bahkan ada yang menetap.
Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum antra lain:
 Nyeri punggung bawah
 Sakit kepala dan nyeri leher 
 Nyeri pelvis posterior
 Disfungsi simpisi pubis 
 Diestasi rekt
 Osteoprosis akibat kehamilan 
 Disfungsi  rongga panggul

1.Nyeri punggung bawah


Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering terjadi.
Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada sistemmuskuloskeletal akibat osisi saat
melahirkan.
Penagangan: selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggug sebaiknya
dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjurkan perawatan punggung, posisi
istirhat dan aktivitas hidup sehari-hari penting diberikan. Pereda nyeri elektroterapeutik
dikontraindikasikan selama kehamilan, namun mandi dengan air hangat danpat memberikan
rasa yaman pada psien.

2.Sakit kepala dan nyeri leher


Pada minggu pertamadan tiga bulan setelah melahirkan sakit kepla dan mingran bisa
terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan ketidaknyamanan pada ibu post partum.
Sakit kepala dan nyeri leher yang jangka panjang dapat tibul akibat setelah pemberian
anastesi umum.

3.Nyeri pervik posterior


Nyeri pelvik posterour ditunjukkan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sakroiliaka.
Gejala ini tibul sebelum nyeri punggung bawah dan difungsi simfisis pubis yang ditandai
nyeri di atas sedi sakroiliaka pada bagain otot penumpu berat bada serta timbul pada saat
membalikkan tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior.
Penanganan: pemakainan ikat atau sabuk sakroiliaka penyeokong dapat membantu untuk
mengisterhatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat istirhat maupu bekerja, serta
mengurangi aktifitas dan posisi yang dapat memacu rasa nyeri.

1.Disfungsi simfisis pubis


Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sedi simfisis pubis dan
nyeri yangdirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis pubis adalah
menyempurnakan cicin tulang pelvics dan memindahkan berat badan melalui pada pisisi
tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi semstinya, akan terdapat fungsi/stabilitas
pelvis yang abnormal, diperburuk dengan terjadinya perubahan mekanis, yang dapat
mempengaruhi gaya berjalan suatu gerakan lembut pada sendi simfisis pubis untuk
menupang berat badan dan disertai rasa nyeri yang berat.
Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian perban nyeri; perawatan ibu
dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan abdomen yang tepat; latihan
meningkatkan sirkulasi; mobilisasi secara bertahap; pemberian bantua yang sesuai.

2.Diastasis rekti
Diastasi rekti adalah pemisahan otot rektum abdominis lebih darai 2,5 cm pada tepat
setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akbita pengruh hormon terhadap linea alba serta
akibat peregangan mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi paritas, bayi
besar, poli hidramion, kelemahan otot abdomen dan postur yang salah. Selain itu, juga
disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke arah keturunan, sehingga ibu dan anak
mengalamin diastasis.
Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah antra otot
rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu), dari area xifoid sternum
sampai di bawah panggul: latihan transversus dan pelvis dasar sesering mungkin: pada semua
posisi, kecuali posisi telungkup-lutut; memstikan tidak melakukan latihan set-up atau curl-up:
mengatur ulang kegiatan sehari-hari, menidaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama
diperlukan.

3.Osteoporosis akibat kehamilan


Osteoporosis teibul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini ditandai dengan
nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya hendaya(tidak dapat berjalan),
ketidak mampuan mengangkat atau menyusui bayi pasca natal, berkurangnnya tinggi badan,
postur tubuh yang buruk.
Disfungsi dasar panggul, meliputi: 
a. Inkontinesia urin
b. Inkontinesia alvi 
c. Prolaps

a.Inkontinesia urin
            Inkontinesia urin adalah keluhan rembesan urin yang tidak disadari. Masalah
berkemih yang paling umum dalam kehamilan dan pasca partum adalah inkontinesia stres.
Terapi : dimasa antenatal ibu diberi pedidikan mengenai dan dianjurkan untuk
memperaktikkan latihan otot dasar panggul dan transversus sesering mungkin, memfikasasi
otot ini serta otot transversus selama melakukan aktivitas yang berat. Selama masa pasca
natal, ibu harus dianjurkan untuk memperaktikkan latihan dasar panggul dan transversus
segra setelah persalinan. Bagi ibu yang tetap menderitan gejala ini disarankan untuk dirujuk
ke ahli fisioterapi yang akan mengkaji keefktifasn oto dasar panggul dan memberi saran
tentang program retraining yang meliputi biofeedback dan stimulasi.

b.Inkontensia alvi
Inkontensia alvi disebabkan oleh robeknya atau merenggangnya sfingter anal atau
kerusakan yang nyata pada suplai saraf dasar panggul selama persalinan.
Penanganan: rujuk ke ahli fisioterapi untuk mendaptkan perawatan khusus.
c.Prolap
Prolap genetalia dikaitkan dengan persalianan per vaginan yang dapat menyebabkan
peregangan dana kerusakan pada fasia dan persarafan pelvis. Prolap uterus adalah penurunan
uterus. Sistokel adalah prolaps kandung kemih dalam vagina, sedangkan rektokel adalah
prolaps rektum kedalam vaginan.
Gejala yang dirasakan wanita yang mengalami prolaps uterus antralain: merasakan
ada sesuatu yang turun kebawah (saat berdiri), nyeri punggung dan sensasi tarikan yang kuat.
Penanganan: prolaps ringan dapat diatasi dengan latihan dasar panggul.

10. Perubahan Sistem Endokrin

1. Pengertian Sistem Endokrin

Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi
internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara
langsung ke dalam aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk
mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. Beberapa dari organ endokrin ada yang
menghasilkan satu macam hormon disamping itu juga ada yang menghasilkan lebih dari satu
macam hormon misalnya kelenjar hipofise sebagai pengatur kelenjar yang lain.
Organ utama dari sistem endokrin adalah :
1.       Hipotalamus
2.       Kelenjar hipofise
3.       Kelenjar tiroid
4.       Kelenjar paratiroid
5.       Pulau-pulau pankreas
6.       Kelenjar adrenal
7.       Skrotum
8.       Indung telur
a. Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan
fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis
tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan
karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang
mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi
dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf.
Bila sistem endokrin umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem saraf bekerja
melalui neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf.
Terdapat dua tipe kelenjar yaitu eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin melepaskan
sekresinya ke dalam duktus pada permukaan tubuh, seperti kulit, atau organ internal, seperti
lapisan traktus intestinal. Kelenjar endokrin termasuk hepar, pankreas (kelenjar eksokrin dan
endokrin), payudara, dan kelenjar lakrimalis untuk air mata. Sebaliknya, kelenjar endokrin
melepaskan sekresinya langsung ke dalam darah. Kelenjar endokrin termasuk :

a.       Pulau Langerhans pada Pankreas


b.      Gonad (ovarium dan testis)
c.       Kelenjar adrenal, hipofise, tiroid dan paratiroid, serta timus

Sistem endokrin mempunyai lima fungsi umum :


a.       Membedakan sistem saraf dan sistem reproduktif pada janin yang sedang berkembang.
b.      Menstimulasi urutan perkembangan
c.       Mengkoordinasi sistem reproduktif
d.      Memelihara lingkungan internal optimal
e.       Melakukan respons korektif dan adaptif ketika terjadi situasi darurat
Peran hipotalamus dan kelenjar hipofise
Dua kelenjar endokrin yang utama adalah hipotalamus dan hipofise. Aktivitas endokrin
dikontrol secara langsung dan tak langsung oleh hipotalamus, yang menghubungkan sistem
persarafan dengan sistem endokrin. Dalam berespons terhadap input dari area lain dalam otak
dan dari hormon dalam darah, neuron dalam hipotalamus mensekresi beberapa hormon
realising dan inhibiting. Hormon ini bekerja pada sel-sel spesifik dalam kelenjar pituitary
yang mengatur pembentukan dan sekresi hormon hipofise. Hipotalamus dan kelenjar hipofise
dihubungkan oleh infundibulum. Hormon yang disekresi dari setiap kelenjar endokrin dan
kerja dari masing-masing hormon. Perhatikan bahwa setiap hormon yang mempengaruhi
organ dan jaringan terletak jauh dari tempat kelenjar induknya. Misalnya oksitosin, yang
dilepaskan dari lobus posterior kelenjar hipofise, menyebabkan kontraksi uterus. Hormon
hipofise yang mengatur sekresi hormon dari kelenjar lain disebut hormon tropik. Kelenjar
yang dipengaruhi oleh hormon disebut kelenjar target.
a.        Struktur dan fungsi hipotalamus
Hipotalamus terletak di batang otak tepatnya di dienchepalon, dekat dengan ventrikel
otak ketiga (ventrikulus tertius). Hipotalamus sebagai pusat tertinggi sistem kelenjar endokrin
yang menjalankan fungsinya melalui humoral (hormonal) dan saraf. Hormon yang dihasilkan
hipotalamus sering disebut faktor R dan I mengontrol sintesa dan sekresi hormon hipofise
anterior sedangkan kontrol terhadap hipofise posterior berlangsung melalui kerja saraf.
Pembuluh darah kecil yang membawa sekret hipotalamus ke hipofise disebut portal
hipotalamik hipofise. Hormon-hormon hipotalamus antara lain:a. ACTH : Adrenocortico
Releasing Hormonb. ACIH : Adrenocortico Inhibiting Hormonc. TRH : Tyroid Releasing
Hormpnd. TIH : Tyroid Inhibiting Hormone. GnRH : Gonadotropin Releasing Hormonf.
GnIH : Gonadotropin Inhibiting Hormong. PTRH : Paratyroid Releasing Hormonh. PTIH :
Paratyroid Inhibiting Hormoni. PRH : Prolaktin Releasing Hormonj. PIH : Prolaktin
Inhibiting Hormonk. GRH : Growth Releasing Hormonl. GIH : Growth Inhibiting Hormonm.
MRH : Melanosit Releasing Hormonn. MIH : Melanosit Inhibiting Hormon. Hipotalamus
sebagai bagian dari sistem endokrin mengontrol sintesa dan sekresi hormon-hormon hipofise.
Hipofise anterior dikontrol oleh kerja hormonal sedang bagian posterior dikontrol melalui
kerja saraf.
b.        Struktur dan Fungsi Hipofise
Hipofise terletak di sella tursika, lekukan os spenoidalis basis cranii. Berbentuk oval
dengan diameter kira-kira 1 cm dan dibagi atas dua lobus Lobus anterior, merupakan bagian
terbesar dari hipofise kira-kira 2/3 bagian dari hipofise. Lobus anterior ini juga disebut
adenohipofise. Lobus posterior, merupakan 1/3 bagian hipofise dan terdiri dari jaringan saraf
sehingga disebut juga neurohipofise. Hipofise stalk adalah struktur yang menghubungkan
lobus posterior hipofise dengan hipotalamus. Struktur ini merupakan jaringan saraf.
Selama kehamilan, plasenta juga bertindak sebagai suatu kelenjar endokrin.
Hipotalamus melepaskan sejumlah hormon yang merangsang hipofisa, beberapa diantaranya
memicu pelepasan hormon hipofisa dan yang lainnya menekan pelepasan hormon hipofisa.
Kelenjar hipofisa disebut kelenjar penguasa karena hipofisa mengkoordinasikan berbagai
fungsi dari kelenjar endokrin lainnya. Beberapa hormon hipofisa memiliki efek langsung,
beberapa lainnya secara sederhana mengendalikan kecepatan pelepasan hormon oleh organ
lainnya. Hipofisa mengendalikan kecepatan pelepasan hormonnya sendiri melalui mekanisme
umpan balik, dimana kadar hormon endokrin lainnya dalam darah memberikan sinyal kepada
hipofisa untuk memperlambat atau mempercepat pelepasan hormonnya.
Tidak semua kelenjar endokrin berada dibawah kendali hipofisa; beberapa diantaranya
memberikan respon, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap konsentrasi zat-zat di
dalam darah. Sel-sel penghasil insulin pada pankreas memberikan respon terhadap gula dan
asam lemak, sel-sel paratiroid memberikan respon terhadap kalsium dan fosfat medulla
adrenal (bagian dari kelenjar adrenal) memberikan respon terhadap perangsangan langsung
dari sistem saraf parasimpatis. Banyak organ yang melepaskan hormon atau zat yang mirip
hormon, tetapi biasanya tidak disebut sebagai bagian dari sistem endokrin. Beberapa organ
ini menghasilkan zat-zat yang hanya beraksi di tempat pelepasannya, sedangkan yang lainnya
tidak melepaskan produknya ke dalam aliran darah. Contohnya, otak menghasilkan berbagai
hormon yang efeknya terutama terbatas pada sistem saraf.

b.   Hormon
Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau
organ, yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel-sel. Sebagian besar hormon merupakan
protein yang terdiri dari rantai asam amino dengan panjang yang berbeda-beda. Sisanya
merupakan steroid, yaitu zat lemak yang merupakan derivat dari kolesterol. Hormon dalam
jumlah yang sangat kecil bisa memicu respon tubuh yang sangat luas. Hormon terikat kepada
reseptor di permukaan sel atau di dalam sel. Ikatan antara hormon dan reseptor akan
mempercepat, memperlambat atau merubah fungsi sel. Pada akhirnya hormon mengendalikan
fungsi dari organ secara keseluruhan. Hormon mengendalikan pertumbuhan dan
perkembangan, perkembangbiakan dan ciri-ciri seksual. Hormon mempengaruhi cara tubuh
dalam menggunakan dan menyimpan energi. Hormon juga mengendalikan volume cairan dan
kadar air dan garam di dalam darah.
Beberapa hormon hanya mempengaruhi 1 atau 2 organ, sedangkan hormon yang
lainnya mempengaruhi seluruh tubuh. Misalnya, TSH dihasilkan oleh kelenjar hipofisa dan
hanya mempengaruhi kelenjar tiroid. Sedangkan hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar
tiroid, tetapi hormon ini mempengaruhi sel-sel di seluruh tubuh. Insulin dihasilkan oleh sel-
sel pankreas dan mempengaruhi metabolisme gula, protein serta lemak di seluruh tubuh.

c.     Pengendalian Endokrin
Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah
bisa menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh.
Untuk mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus diatur dalam
batas-batas yang tepat. Tubuh perlu merasakan dari waktu ke waktu apakah diperlukan lebih
banyak atau lebih sedikit hormon. Hipotalamus dan kelenjar hipofisa melepaskan hormonnya
jika merasakan bahwa kadar hormon lainnya yang di kontrol terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Hormon hipofisa lalu masuk ke dalam aliran darah untuk merangsang aktivitas di kelenjar
target. Jika kadar hormon kelenjar target dalam darah mencukupi, maka hipotalamus dan
kelenjar hipofisa mengetahui bahwa tidak diperlukan perangsangan lagi dan akhirnya berhenti
melepaskan hormon. Sistem umpan balik ini mengatur semua kelenjar yang berada di bawah
kendali hipofisa.
Hormon tertentu yang berada dibawah kendali hipofisa memiliki fungsi yang memiliki
jadwal tertentu. Misalnya, suatu siklus menstruasi wanita melibatkan peningkatan sekresi LH
dan FSH oleh kelenjar hipofisa setiap bulannya. Hormon estrogen dan progesteron pada indung
telur juga kadarnya mengalami turun-naik setiap bulannya. Faktor-faktor lainnya juga
merangsang pembentukan hormon. Prolaktin (hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisa)
menyebabkan kelenjar susu di payudara menghasilkan susu. Isapan bayi pada puting susu
merangsang hipofisa untuk menghasilkan lebih banyak prolaktin. Isapan bayi juga
meningkatkan pelepasan oksitosin yang menyebabkan mengkerutnya saluran susu sehingga
susu bisa dialirkan ke mulut bayi. Kelenjar semacam pulau pakreas dan kelenjar paratiroid,
tidak berada dibawah kendali hipofisa. Mereka memiliki sistem sendiri untuk merasakan
apakah tubuh memerlukan lebih banyak atau lebih sedikit hormon. Misalnya kadar insulin
meningkat segera setelah makan karena tubuh harus mengolah gula dari makanan. Jika kadar
insulin terlalu tinggi, kadar gula darah akan turun sampai sangat rendah. Kadar hormon lainnya
bervariasi berdasarkan alasan yang kurang jelas. Kadar kortikosteroid dan hormon
pertumbuhan tertinggi ditemukan pada pagi hari dan terendah pada senja hari. Alasan
terjadinya hal ini belum sepenuhnya dimengerti. Hormon yang menghasilkan fungsi aldosteron
kelenjar adrenal membantu mengatur keseimbangan garam dan air dengan cara menahan garam
dan air serta membuang kalium.
Hormon antidiuretik kelenjar hifosa menyebabkan ginjal menahan air bersama dengan
aldosteron, membantu mengendalikan tekanan darah. Kortikosteroid Kelenjar adrenal
Memiliki efek yg luas di seluruh tubuh, terutama sebagai:
·           Anti peradangan
·           Mempertahankan kadar gula darah, tekanan darah & kekuatan otot
·           Membantu mengendalikan keseimbangan garam dan air. kortikotropin kelenjar hipofisa
mengendalikan pembentukan dan pelepasan hormon oleh korteks adrenal.
Eritropoietin
Ginjal merangsang pembentukan sel darah merah. Estrogen indung telur mengendalikan
perkembangan ciri seksual dan sistem reproduksi wanita. Glukagon Pankreas Meningkatkan
kadar gula darah. Hormon pertumbuhan Kelenjar hipofisa Mengendalikan pertumbuhan dan
perkembangan.
·        Meningkatkan pembentukan protein insulin pankreas.
·        Menurunkan kadar gula darah
·        Mempengaruhi metabolisme glukosa, protein & lemak di seluruh tubuh.
·        Mengendalikan fungsi reproduksi (pembentukan sperma & sementum, pematangan sel telur,
siklus menstruasi
·        Mengendalikan ciri seksual pria & wanita (penyebaran rambut, pembentukan otot, tekstur
dan ketebalan kulit). Oksitosin Kelenjar hipofisa Menyebabkan kontraksi otot rahim &
saluran susu di payudara. Hormon paratiroid Kelenjar paratiroid Mengendalikan
pembentukan tulang
·        Mengendalikan pelepasan kalsium dan fosfat. Progesteron Indung telur Mempersiapkan
lapisan rahim untuk penanaman sel telur yg telah dibuahi.
·        Mempersiapkan kelenjar susu untuk menghasilkan susu
Polaktin Kelenjar hipofisa Memulai & mempertahankan pembentukan susu di kelenjar susu.
Renin & angiotensin Ginjal Mengendalikan tekanan darah. Hormon tiroid Kelenjar tiroid
Mengatur pertumbuhan, pematangan & kecepatan metabolisme
TSH (tyroid-stimulating hormone). Kelenjar hipofisa Merangsang pembentukan & pelepasan
hormon oleh kelenjar tiroid

2. Perubahan Sistem Endokrin Pada Masa Nifas


Setelah melahirkan, sistem endokrin kembali kepada kondisi seperti sebelum hamil.
Hormon kehamilan mulai menurun segera setelah plasenta keluar. Turunnya estrogen dan
progesteron menyebabkan peningkatan prolaktin dan menstimulasi air susu. Perubahan
fisioligis yang terjadi pada wanita setelah melahirkan melibatkan perubahan yang progresif
atau pembentukan jaringan-jaringan baru. Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat
perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses
tersebut.
Hormon yang berperan dalam sistem endokrin sebagai berikut :
1.         Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama tahap kala III persalinan,
hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi,
sehingga mencegah pendarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi
oksitosin yang dapat membantu uterus kembali kebentuk normal.
2.         Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari bagian belakang
untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk
merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi
dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang
tidak menyusui tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14 sampai 21 hari setelah
persalinan, sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol ovarium
kearah permulan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel
ovulasi dan menstruasi.
3.         Estrogen dan progesterone
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum
dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi memperbesar hormon
antidiuretik yang meningkatkan volume darah. Disamping itu, progesteron mempengaruhi
otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah yang sangat
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva,
serta vagina.
4.         Hormon plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human chorionic gonadotropin
(HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke 7
postpartum dan sebagai omset pemenuhan mammae pada hari ke 3 postpatum. Penurunan
hormone human plecenta lactogen (Hpl), estrogen dan kortiosol, serta placenta enzyme
insulinasi membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara
yang bermakna pada masa puerperium. Kadar estrogen dan progesterone menurun secara
mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya di capai kira-kira satu minggu
pacapartum. Penurunan kadar ekstrogen berkaitan dengan pembekakan payudara dan dieresis
ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil. Pada wanita yang tidak
melahirkan tidak menyusui kadar ekstrogen mulai meningkat pada minggu ke 2 setelah
melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita yang menyusui pada postpartum hari ke 17.
5.         Hormon hipofisis dan fungsi ovarium
Waktu mulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda.
Kadar proklatin serum yang tinggi pada wanita menyusui berperan dalam menekan ovulasi
karena kadar hormone FSH terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui, di
simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat.
Kadar prolaktin meningkat secara pogresif sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui
kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu ke 6 setelah melahirkan. Kadar prolaktin
serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusui dan banyak makanan
tambahan yang diberikan. Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan
mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Sering kali menstruasi pertama itu
bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Di antara
wanita laktasi sekitar 15 % memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12
minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama anovulasi
dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama anovulasi.
11. Perubahan Tanda-tanda Vital

1. Pengertian
Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Tanda-Tanda Vital
Masa nifas adalah dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta dan mencakup enam
minggu berikutnya.
Menurut Prawirohardjo, 1991, masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
setelah kira-kira 6 minggu akan tetapi seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti
sediakala dalam waktu 3 bulan.
Menurut Syaifuddin, 2002, masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas kurang lebih
selama 6 minggu.
Dapat disimpulkan bahwa masa nifas adalah masa persalinan alat-alat kandungan
setelah melahirkan yang berlangsung kira-kira 6 minggu dan kembali seperti keadaan
sebelum ada kehamilan dan memerlukan waktu selama 3 bulan.

Pada masa nifas, tanda-tanda vital yang harus dikaji antara lain:
1.      Suhu badan.
2.      Nadi.
3.      Tekanan darah.
4.      Pernafasan.

2. Macam-macam Perubahan tanda Vital Masa Nifas


1.    Suhu badan
Suhu adalah pernyataan tentang perbandingan (derajat) panas suatu zat. Dapat pula
dikatakan sebagai ukuran panas / dinginnya suatu benda
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat Celcius. Pasca melahirkan,
suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5 derajat Celcius dari keadaan normal. Kenaikan
suhu badan ini akibat dari kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun
kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4 post partum, suhu badan akan naik lagi. Hal ini
diakibatkan ada pembentukan ASI, kemungkinan payudara membengkak, maupun
kemungkinan infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genetalis ataupun sistem lain.
Apabila kenaikan suhu di atas 38 derajat celcius, waspada terhadap infeksi post partum.

2.    Nadi
Nadi adalah aliran darah yang menonjol dan dapat diraba di berbagai tempat pada
tubuh. Nadi merupakan indikator status sirkulasi. Sirkulasi merupakan alat melalui apa
sel menerima nutrien dan membuang sampah yang dihasilkandari metabolisme. Supaya
sel berfungsi secara normal, harus ada aliran darah yang kontinu dan dengan volume
sesuai yang didistribusikan darah ke sel-sel yang membutuhkan nutrien.
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Pasca melahirkan,
denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi
100 kali per menit, harus waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan post partum.
Sebagian wanita mungkin saja memiliki apa yng disebut bradikardi nifas (puerperal
bradycardia) hal ini terjadi segera setelah kelahiran an biasa berlanjut sampai beberapa
jam setelah kelahiran anak. Wanita semacam ini bisa memiliki angka denyut jantung
serendah 40-50 detak permenit. Sudah banyak alas an-alasan yang diberikan sebagai
kemungklinan penyebab,tetap[I belum satupun yang sudah terbukti. Bradycardia
semacam itu bukanlah astu alamat  atau indikasi adanya penyakit,akan tetapi sebagai satu
tanda keadaan kesehatan.

3.    Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri ketika darah
dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah normal manusia
adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolik 60-80 mmHg. Pasca melahirkan pada
kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan darah menjadi lebih
rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi
pada post partum merupakan tanda terjadinya pre eklamsia post partum. Namun demikian,
hal tersebut sangat jarang terjadi.
Tekanan darah biasanya tidak berubah,kemungkinan tekanan darah akan rendah
setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat
menandakan terjadinya preeklamsi postpartum.

4.    Pernafasan
Proses menghirup oksigen dari udara serta mengeluarkan karbon dioksida,uap air dan
sisa oksidasi dari paru – paruPernafasan Menurut Tempat Terjadinya Pertukaran
Gas.Pernapasan internal adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dalam
kapiler dengan sel-sel jaringan tubuh.Pernapasan eksternal adalah pertukaran oksigen dan
karbon dioksida yang terjadi antara udara dalam gelembung paru-paru dengan darah dalam
kapiler.Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-24 kali per menit. Pada
ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau normal. Hal ini dikarenakan ibu dalam
keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Keadaan pernafasan selalu berhubungan
dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan
mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada
masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi.
Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal,pernafasan juga akan mengikutinya kecuali ada
gangguan khusus pada saluran pernafasan.

12.  Perubahan Sistem Kardiovaskuler


Kardiovaskular adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan jantung dan peredaran
darah. Ada dua jenis sistem peredaran darah: sistem peredaran darah terbuka, dan sistem
peredaran darah tertutup. Sistem peredaran darah, yang merupakan juga bagian dari kinerja
jantung dan jaringan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler) dibentuk. Sistem ini menjamin
kelangsungan hidup organisme, didukung oleh metabolisme setiap sel dalam tubuh dan
mempertahankan sifat kimia dan fisiologis cairan tubuh.
Pertama, darah mengangkut oksigen dari paru-paru ke sel dan karbon dioksida dalam
arah yang berlawanan (lihat respirasi).
Kedua, yang diangkut dari nutrisi yang berasal pencernaan seperti lemak, gula dan
protein dari saluran pencernaan dalam jaringan masing-masing untuk mengonsumsi, sesuai
dengan kebutuhan mereka, diproses atau disimpan.
Metabolit yang dihasilkan atau produk limbah (seperti urea atau asam urat) yang
kemudian diangkut ke jaringan lain atau organ-organ ekskresi (ginjal dan usus besar). Juga
mendistribusikan darah seperti hormon, sel-sel kekebalan tubuh dan bagian-bagian dari
sistem pembekuan dalam tubuh. Perubahan fisiologi dan anatomi berkembang pada banyak
system organ dengan terjadinya kehamilan dan persalinan. Perubahan awal terjadi pada
perubahan metabolik oleh karena adanya janin, plasenta dan uterus dan terutama kenaikan
hormon kehamilan seperti progesteron dan estrogen. Perubahan selanjutnya, pada kehamilan
mid trimester adalah perubahan anatomi disebabkan oleh tekanan akibat berkembangnya
uterus.

1.   Perubahan Sistem Kardiovaskuler Masa Nifas


Pada masa nifas, terjadi perubahan hebat yang melibatkan jantung dan sirkulasi.
Perubahan terpenting pada fungsi jantung terjadi dalam 8 minggu pertama kehamilan.
(cuningham : 2009 : hal 24-25).
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume darah
kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin kembali
normal pada hari ke-5.
Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas,
namun kadarnya masih lebih tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu mengandung
cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus dicegah
dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini (Helen farrer : 2001 : hal
227)
Sistem peredaran darah atau sistem kardiovaskular adalah suatu sistem organ yang
berfungsi memindahkan zat ke dan dari sel. Sistem ini juga menolong stabilisasi suhu dan pH
tubuh (bagian dari homeostasis).
Organ-organ penyusun sistem kardiovaskuler terdiri atas jantung sebagai alat pompa
utama, pembuluh darah, serta darah. Sistem kardiovaskuler yang sehat ditandai dengan proses
sirkulasi yang normal, apabila sirkulasi terhambat akibat keabnormalan dari organ-organ
penyusun sistem kardiovaskuler ini maka akan dapat menimbulkan berbagai penyakit bahkan
bisa mematikan.
Selama kehamilan volume darah normal digunakan untuk menampung aliran darah
yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uterin. Penarikan
kembali esterogen menyebabkan diuresis terjadi, yang secara cepat mengurangi volume
plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah
kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya
progesteron membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya
vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama
persalinan.
 Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300 – 400 cc. Bila kelahiran
melalui seksio sesarea, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri dari
volume darah (blood volume) dan hematokrit (haemoconcentration). Bila persalinan
pervaginam, hematokrit akan naik dan pada seksio sesaria, hematokrit cenderung stabil dan
kembali normal setelah 4-6 minggu.
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan
bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung, dapat
menimbulkan decompensation cordia pada penderita vitum cordia. Keadaan ini dapat diatasi
dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah
kembali seperti sediakala, umumnya hal ini terjadi pada hari 3-5 postpartum.
Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterin, meningkat
selama kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon estrogen, yang dengan
cepat mengurangi volume plasma menjadi normal kembali. Meskipun kadar estrogen
menurun selama nifas, namun kadarnya masih tetap tinggi daripada normal. Plasma darah
tidak banyak mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu
mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi
retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama
kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan.
Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar 300-400 cc, sedangkan
kehilangan darah dengan persalinan seksio sesarea menjadi dua kali lipat. Perubahan yang
terjadi terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi. Pada persalinan per vaginam,
hemokonsentrasi akan naik dan pada persalinan seksio sesarea, hemokonsentrasi cenderung
stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif
akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita
vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal
ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima post patum.
2.   Macam-Macam Perubahan Sistem Kardiovaskuler Masa Nifas
a.    Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah
selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran caira ekstravaskuler (edema fisiologis).
Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat, tetapi terbatas.
Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang menyebabkan volume darah
menurun dengan lambat. Pada minggu ke 3 dan ke 4 setelah bayi lahir volume darah biasanya
menurun sampai mencapai volume darah sebelum hamil.
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc. bila kehiran melalui
seksio sesaria, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri dari volume
darah dan hermatokrit (haemoconcentration). Bila perasalinan pervaginan, hematokrit akan
naik dan pada seksio sesaria, hemaktokrit cendrung stabil dan kembali normal setelah 4-6
minggu.

Tiga perubahan fisiologi pascapartum yang melindungi wanita:

a.    Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah maternal 10%
sampai 15%
b.    Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus vasolitasi
c.    Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama wanita hamil

b.    Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang msa hamil.
Segera setelah wanita melahirkan, keadan ini meningkat bahkan lebih tinggi selama 30
sampai 60 menit karena darah yang biasaya melintasi sikuir uteroplasenta tiba-tiba kembali
kesirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua jenis kelahiran.
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume darah
kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan hemoglobin kembali
normal pada hari ke-5.
Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas,
namun kadarnya masih tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu
mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus
dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini.
Penarikan kembali esterogen menyebabkan diuresis terjadi, yang secara cepat
mengurangi volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam
pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin.
Hilangnya progesteron membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan
meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan
trauma selama persalinan.
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan
bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung, dapat menimbulkan
decompensation cordia pada penderita vitum cordia. Keadaan ini dapat diatasi dengan
mekanisme kompensasi dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali
seperti sediakala, umumnya hal ini terjadi pada hari 3-5 post partum.

c.    Varises
Varises ditungkai dan disekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil.
Varises, bahkan varises vulva yang jarang dijumpai, dapat mengecil dengan cepat setelah
bayi lahir. Operasi varises tidak dipertimbangkan selama masa hamil. Regresi total atau
mendekati total diharapkan terjadi setelah melahirkan.

H.     Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem Hematologi


Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan yang
membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari sistem transport. Darah merupakan
jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar yaitu plasma darah dan bagian
korpuskuli.
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-
faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan
plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas
sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sebanyak 15.000 selama
persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari pertama masa post partum.
Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik lagi sampai 25.000 hingga 30.000 tanpa adanya
kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama.
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat bervariasi.
Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-
ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidarasi dari wanita tersebut. Jika
hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2 persen atau lebih tinggi
daripada saat memasuki persalinan awal, maka pasien dianggap telah kehilangan darah yang
cukup banyak. Titik 2 persen kurang lebih sama dengan kehilangan darah 500 ml darah.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan
peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 post partum dan akan normaldalam
4-5 minggu postpartum. Jumlah kehilangan darah selama masa persalinan kurang lebih 200-
500 ml, minggu pertama post partum berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas
berkisar 500 ml.

1.     Perubahan Sistem Hematologi


Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-
faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan
plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas
sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dimana
jumlah sel darah putih dapat mencapai 15000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam
beberapa hari pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik
lagi sampai 25000 atau 30000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami
persalinan lama. Jumlah hemoglobine, hematokrit dan erytrosyt akan sangat bervariasi pada
awal-awal masa postpartum sebagai akibat dari volume darah, volume plasenta dan tingkat
volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan
hidrasi wanita tersebut.
Kira-kira selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-
500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan
peningkatan hematokrit dan hemoglobine pada hari ke 3-7 postpartum dan akan kembali
normal dalam 4-5 minggu postpartum.

2.      Perubahan Volume Darah


Dalam keadaan tidak hamil maka 70% dari berat badan adalah air.
1.      5% diantaranya adalah cairan intravaskular.
2.      70% adalah cairan intraseluler dan
3.      Sisanya adalah cairan interstisial
Dalam kehamilan, cairan intraseluler tidak berubah namun terjadi peningkatan volume
darah dan cairan interstitsiil. Peningkatan volume plasma lebih besar dibandingkan
peningkatan sel darah merah sehingga terjadi anemia dan peningkatan kadar protein sehingga
kekentalan (viskositas) darah menurun.

3.     Perubahan Vaskular Lokal


Perubahan lokal terlihat jelas pada tungkai bawah dan akibat tekanan yang ditimbulkan
oleh uterus terhadap vena pelvik. Oleh karena 1/3 darah dalam sirkulasi berada dalam tungkai
bawah maka peningkatan tekanan terhadap vena akan menyebabkan varises dan edema vulva
dan tungkai. Keadaan ini lebih sering terjadi pada siang hari akibat sering berdiri. Keadaan
ini cenderung untuk reversibel saat malam dimana pasien berada dalam keadaan berbaring :
edema akan direabsorbsi – venous return meningkat dan output ginjal meningkat sehingga
terjadi nocturnal diuresis. Bila pasien dalam keadaan telentang, tekanan uterus terhadap vena
akan juga meningkat sehingga aliran balik ke jantung menurun dan terjadi penurunan cardiac
output.
Suatu contoh ekstrim terjadi saat uterus menekan vena cava dan menurunkan CO
sehingga pasien terengah-engah dan dapat menjadi tidak sadarkan diri. Dapat terjadi sensasi
nause dan gejala muntah. Gejala ini – SUPINE HYPOTENSIVE SYNDROME harus
senantiasa diingat saat melakukan pemeriksaan kehamilan pada pasien hamil lanjut.
Perubahan nilai hasil pemeriksaan darah seperti nilai haemoglobin merupakan akibat
dari kebutuhan kehamilan yang dipengaruhi oleh peningkatan volume plasma.
Terjadi peningkatan eritrosit sebesar 18% dan terjadi peningkatan volume
plasma sebesar 45%. Dengan demikian maka terjadi penurunan hitungeritrosit per mililiter
dari 4.5 juta menjadi 3.8 juta. Dengan semakin bertambahnya usia kehamilan, volume plasma
semakin menurun dan hitung eritrosit menjadi sedikit meningkat sehingga kadar hematokrit
selama kehamilan menurun namun sedikit meningkat menjelang aterm.

Packed Cell Volume (% ase )

Non – pregnant 40 – 42
Minggu ke 20 39
Minggu ke 30 38
Minggu ke 40 40

Perubahan kadar haemoglobin paralel dengan yang terjadi pada eritrosit. Mean Cell
Haemoglobin Concentration pada keadaan non pregnant adalah 34% yang berarti bahwa
setiap 100 ml eritrosit mengandung 34 g haemoglobin. Nilai ini selama kehamilan tidak
berubah dengan demikian maka nilai volume eritrosit total dan haemoglobin total meningkat
selama kehamilan. Peningkatan volume plasma menyebabkan penurunan kadar haemoglobin.
Selama masa kehamilan kadar haemoglobin turun sampai minggu ke 36. Penurunan ini
mulai terlihat pada minggu ke 12 dan nilai minimum terlihat pada minggu ke 32.
Terlihat dari data diatas bahwa tidak ada satu nilai normal yang dapat ditemukan
selama kehamilan. Fakta ini penting dalam menegakkan diagnosa anemia dalam kehamilan.
Pada minggu ke 30, kadar haemoglobin sebesar 105g/l adalah normal, namun nilai tersebut
pada minggu ke 20 meunjukkan adanya anemia.
a.     Zat besi
Dengan peningkatan jumlah eritrosit, kebutuhan akan zat besi dalam proses produksi
hemoglobin meningkat. Bila suplemen zat besi tidak diberikan, kemungkinan akan terjadi
anemia defisiensi zat besi. Kebutuhan zat besi pada paruh kedua kehamilan kira-kira 6–7
mg/hari. Bila suplemen zat besi tidak tersedia, janin akan menggunakan cadangan zat besi
maternal. Sehingga anemia pada neonatus jarang terjadi ; akan tetapi defisiensi zat besi berat
pada ibu dapat menyebabkan persalinan preterm, abortus, dan janin mati.
Peningkatan volume eritrosit dan massa hemoglobin selama kehamilan berhubungan
dengan jumlah besi yang tersedia dari cadangan besi dalam tubuh ibu hamil. Rata-rata
volume total eritrosit meningkat sekitar 450 ml dalam sirkulasi, di mana dalam 1 ml eritrosit
normal terkandung 1,1 mg besi. Dari 1000 mg kebutuhan besi pada kehamilan, sekitar 300
mg ditransfer secara aktif ke janin dan plasenta, serta sekitar 200 mg hilang di sepanjang jalur
ekskresi normal. Keadaan ini tetap terjadi walaupun ibu kekurangan zat besi. Bila zat besi
tersebut tersedia, 500 mg besi lainnya akan digunakan dalam eritrosit. Akibatnya, semua zat
besi akan terpakai selama paruh akhir kehamilan dan dibutuhkan zat besi yang cukup besar
selama paruh kedua kehamilan. Pritchard dan Scott (1970) menuliskan kebutuhan zat besi
selama paruh kedua kehamilan tersebut sekitar 6-7 mg/hari. Dalam keadaan tidak ada zat besi
suplemental, konsentrasi hemoglobin dan hematokrit turun cukup besar saat volume darah
ibu bertambah, meskipun absorpsi zat besi dari traktus gastrointestinal tampak meningkat.
Pada ibu dengan anemia defisiensi berat, produksi hemoglobin dalam janin tidak akan
terganggu. Hal ini disebabkan perolehan besi dari plasenta ibu cukup untuk menghasilkan
kadar hemoglobin normal untuk janin (Cunningham dkk., 2006).

b.     Leukosit
Terjadi kenaikan kadar leukosit selama kehamilan dari 7.109 / l dalam keadaan tidak
hamil menjadi 10.5.109 / l. Peningkatan ini hampir semuanya disebabkan oleh peningkatan
sel PMN – polimorfonuclear. Pada saat inpartu, jumlah sel darah putih ininakan menjadi
semakin meningkat lagi.
Selama kehamilan, jumlah leukosit akan meningkat sekitar 5.000-12.000/μl. Pada saat
kelahiran dan masa nifas, jumlah leukosit mencapai puncak, yaitu antara 14.000-16.000/μl.
Distribusi tipe sel juga berubah selama kehamilan. Pada awal kehamilan, aktivitas leukosit
alkalin fosfatase dan C-Reactive Protein  (CRP) meningkat. Selain itu, reaktan serum akut
dan Erythrocyte Sedimentation Rate  (ESR) meningkat akibat dari peningkatan plasma
globulin dan fibrinogen. Pada trimester ketiga kehamilan, jumlah granulosit dan limfosit CD8
T meningkat, tetapi limfosit dan monosit CD4 T menurun (Sulin, 2009).

c.     Trombosit
Pada kehamilan terjadi thromobositopoeisis akibat kebutuhan yang meningkat. Kadar
prostacyclin (PGI2) sebuah “platelet aggregation inhibitor” dan Thromboxane (A2) sebuah
perangsang aggregasi platelet dan vasokonstriktor meningkat selama kehamilan.
Nilai rata – rata selama awal kehamilan adalah 275.000 / mm3 sampai 260.000 / mm3
pada minggu ke 35. Mean Platelet Size sedikit meningkat dan life span trombosit lebih
singkat.

d.     Sistem Pembekuan Darah


Kehamilan disebut sebagai hipercoagulable state. Terjadi peningkatan kadar fibrinogen
dan faktor VII sampai X secara progresif.
Kadar fibrinogen dari 1.5 – 4.5 g/L (tidak hamil) meningkat dan sampai akhir
kehamilan mencapai 4 – 6.5 g/L. Sintesa fibrinogen terus meningkat akibat meningkatnya
penggunaan dalam sirkulasi uteroplasenta atau sebagai akibat tingginya kadar estrogen.
Faktor II, V dan XI sampai XIII tidak berubah atau justru malah semakin menurun.
Nampaknya peningkatan resiko tromboemboli yang terkait dengan kehamilan lebih
diakibatkan oleh stasis vena dan kerusakan dinding pembuluh darah dibandingkan dengan
adanya perubahan faktor koagulasi itu sendiri.

e.     Volume Darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah
selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (odema fisiologis).
Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat, tetapi terbatas.
Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang menyebabkan volume darah
menurun dengan lambat. Pada minggu ke-3 dan 4 setelah bayi lahir, volume darah biasanya
menurun sampai mencapai volume sebelum hamil.
Hipervolemia yang diakibatkan kehamilan (peningkatan sekurang-kurangnya 40%
lebih dari volume tidak hamil) menyebabkan kebanyakan ibu bisa menoleransi kehilangan
darah saat melahirkan. Banyak ibu kehilangan 300-400ml darah sewaktu melahirkan bayi
tunggal per vaginam atau sekitar dua kali lipat jumlah ini pada saat operasi caesaria.
Penyesuaian pembuluh darah maternal setelah melahirkan berlangsung dramatis dan
cepat. Respons wanita dalam menghadapi kehilangan darah selama masa pascapartum dini
berbeda dari respon wanita tidak hamil. Tiga perubahan fisiologi pasca partum yang
melindungi wanita:
a.       Hilangnya sirkulasi uteroplasma yang mengurangi ukuran pembuluh darah maternal 10-
15%,
b.      Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus vasodilatasi, 3.
Terjadinya mobilisasi air ekstravaskular yang disimpan dalam wanita hamil. Oleh karena itu,
syok hipovolemik biasanya tidak terjadi pada kehilangan darah normal.

4.      Komponen Darah
a.     Hematokrit dan Hemoglobin
Selama 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih besar
daripada sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan peningkatan sel darah merah
dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari ke-3 sampai hari ke-7 pasca partum.
Tidak ada SDM yang rusak selama masa pasca partum, tetapi semua kelebihan SDM akan
menurun secara bertahap sesuai dengan usia SDM. Waktu yang pasti kapan volume SDM
kembali ke nilai sebelum hamil tidak diketahui, tetapi volume ini berada dalam batas normal
saat dikaji 8 minggu setelah melahirkan.
Konsentrasi hemoglobin dan hematokrit sedikit menurun selama kehamilan normal
walaupun terdapat peningkatan eritropoiesis. Jika dibandingkan dengan peningkatan volume
plasma, peningkatan volume eritrosit sirkulasi tidak begitu banyak, sekitar 450 ml atau 33%.
Akibatnya, viskositas darah secara keseluruhan menurun (Cunningham dkk., 2006).
Konsentrasi hemoglobin tertinggi terdapat pada trimester pertama, mencapai nilai
terendah pada trimester kedua, dan mulai meningkat kembali pada trimester ketiga.
Konsentrasi hemoglobin rata-rata adalah 12,73 ± 1,14 g/dl pada trimester pertama, 11,41 ±
1,16 g/dl pada trimester kedua, dan 11,67 ± 1,18 g/dl pada trimester ketiga (James dkk.,
2008).
Pada sebagian besar wanita, konsentrasi hemoglobin di bawah 11,0 g/dl, terutama di
akhir kehamilan, dianggap abnormal dan biasanya lebih berhubungan dengan defisiensi besi
daripada hipervolemia gravidarum (Sulin, 2009).
b.     Sel Darah putih
Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12.000/mm3. Selama 10-12 hari
pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit antara 20.000 dan 25.000/mm3 merupakan hal yang
umum. Neutrofil merupakan sel darah putih yang paling banyak. Keberadaan leukositosis
disertai peningkatan normal laju endap darah merah dapat membingungkan dalam
menegakkan diagnosis infeksi akut selama waktu ini.
c.     Faktor Koagulasi
Faktor-faktor pembekuan dan fibrinogen biasanya meningkat selama masa hamil dan
tetap meningkat pada awal puerperium. Keadaan hiperkoagulasi, yang bisa diiringi kerusakan
pembuluh darah dan imobilitas, mengakibatkan peningkatan resiko tromboembolisme,
terutama setelah wanita melahirkan secara caesaria.aktivitas fibrinolitik juga meningkat
selama beberapa hari pertama setelah bayi lahir. Faktor I,II,VIII,IX, dan X menurun dalam
beberapa hari untuk mencapai kadar sebelum hamil. Produk pemecahan fibrin, yang
memungkinkan dilepaskan, dari bekas tempat plasenta juga dapat ditemukan dalam darah
maternal.

d.      Kehilangan Darah
Pada mayoritas wanita, separuh dari eritrosit yang ditambahkan ke sirkulasi ibu selama
masa kehamilan akan hilang saat pelahiran per vaginam normal sampai beberapa hari
setelahnya. Kehilangan ini terjadi melalui tempat implantasi plasenta, plasenta, episiotomi
atau laserasi, dan lokia. Pritchard (1965) dan Ueland (1976) menyatakan sekitar 500-600 ml
darah prapelahiran akan hilang saat kelahiran per vaginam bayi tunggal sampai setelahnya.
Sedangkan, sekitar 1000 ml darah hilang pada seksio sesarea dan pelahiran per vaginam bayi
kembar (Cunningham dkk.,)
Perkiraan darah yang hilang pada masa persalinan terutama kala III dan kala IV sangat
sulit memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena darah sering kali bercampur
dengan cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap kain. Salah satu cara untuk menilai
kehilangan darah adalah dengan melihat volume darah yang terkumpul dan memperkirakan
berapa banyak botol 500ml dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi
2 botol, artinya pasien telah kehilangan 1L darah, jika darah bisa mengisi ½ botol pasien
kehilangan 250ml darah dan seterusnya. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salahsatu
cara untuk menilai kondisi pasien, cara tak langsung untuk mengukur kehilangan darah
adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah apabila perdarahan menyebabkan
pasien lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistole turun lebih dari
10mmHg dari kondisi sebelumya, maka telah terjadi perdarahan ebih dari 500ml. Bila pasien
mengalami syok hipovolemik, maka pasien telah kehilangan darah 50% dari total jumlah
darah (2000-2500ml). Penting untuk selalu memantau keadaan umum dan menilai jimlah
kehilangan darah pasien selama kala IV melalui pemeriksaan tanda vital, jumlah darah yang
keluar dan kontraksi uterus.

BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
           
            Dari pembahasan yang telah kita buat dapat disimpulkan bahwasanya masa setelah
persalinan disebut post partum atau masa nifas. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan. Selama
pemulihan akan terjadi perubahan fisiologis diantaranya pada sistem musculoskeletal, sistem
endokrin dan tanda-tanda vital.

B.   Saran
           
            Seorang bidan harus mengetahui perubahan fisiologis masa nifas pada sistem
musculoskeletal, sistem endokrin, tanda-tanda vital.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 73-80)

Anggrani, Yetti. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Pustaka Rihama : Yogyakarta

Bobak Irene, Lowdermik Deitra Leonard, Jensen Margaret Duncan. 2005. Keperawatan
Maternitas.Jakarta:EGC

Fitria, Dina. 2012, 16 Desember. Perubahan Organ Reproduksi Selama Masa Nifas. Di
Unduh : 04-09-14. http://difiramidwife.blogspot.com/2012/12/perubahan-organ-reproduksi-
selama-masa.html

Saleha, 2009. Asuhan  Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika (hlm: 53-57).

Sinta, Janing. 2013, 23 Juli. Perubahan fisiologis masa nifas. Di unduh : 01-08-14.

http://bidanshare.wordpress.com/2013/07/23/perubahan-fisiologis-masa-nifas/

Anda mungkin juga menyukai