Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN

PENELITIAN DASAR KEILMUAN (PDK)

POTENSI PENERAPAN NILAI-NILAI BUDAYA LOKAL PADA


PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

Tim Pengusul
Ketua Peneliti (Mimin Ninawati 0330116803)

Nomor Surat Kontrak Penelitian : 727/ F. 03. 07/ 2019


Nilai Kontrak : Rp. 10.000.000,00

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
TAHUN 2020

i
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN
PENELITIAN DASAR KEILMUAN (PDK)
Judul Penelitian POTENSI PENERAPAN NILAI-NILAI
BUDAYA LOKAL PADA
PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR
Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap Mimin Ninawati, SE, M.Pd
b. NPD/NIDN 0330116803
c. Jabatan Fungsional Lektor
d. Fakultas / Program Studi FKIP/PGSD
e. HP/Telepon 081280007714
f. Alamat Surel (Email) Miminninawati30@gmail.com
Lama Penelitian 6 bulan
Luaran Penelitian Jurnal Nasional Terakreditasi
Biaya Penelitian yang Diusulkan Rp 10.000.00.000,-

Jakarta, 12 April 2020


Mengetahui,
Ketua Program Studi Ketua Peneliti,

Ika Yatri, S.Pd., M.Pd Mimin Ninawati, SE, M.Pd


NIDN. 03008401 NIDN 0330116803
Menyetujui
Dekan FKIP-UHAMKA Ketua Lemlitbang UHAMKA

Dr. Desvian Bandarsyah, M.Pd Prof. Dr. Suswandari, M.Pd


NIDN. 0317126903 NIDN. 0020116601

ii
SURAT KONTRAK PENELITIAN

iii
iv
RINGKASAN

Penerapan nilai-nilai budaya pada sekolah dasar penting untuk dilakukan karena sekolah dasar merupakan lembaga
formal yang menjadi peletak dasar pendidikan untuk jenjang sekolah yang lebih tinggi. Penerapan nilai-nilai budaya
juga penting diberikan pada pembelajaran siswa sekolah dasar karena nilai-nilai budaya tersebut akan tertanam lebih
kuat ketika dewasa karena nilai-nilai budaya tersebut ditanamkan kepada peserta didik sejak dini. Akhir-akhir ini,
banyak akademisi dan peneliti yang berupaya untuk memasukkan nilai-nilai budaya lokal dalam pembelajaran di
sekolah, khususnya di sekolah dasar. Namun apakah penerapan nilai-nilai budaya dalam pembelajaran siswa sekolah
dasar tersebut telah sesuai dengan manfaat yang diharapkan. Hal inilah yang masih perlu dikaji untuk melihat potensi
budaya lokal dalam pembelajaran siswa sekolah dasar. Tahpan dalam penelitian yaitu menyiapkan data,
mengumpulkan data, menganalisis data, menyusun laporan kemajuan, menyusun laporan akhir, dan publikasi luaran
penelitian. Hasil yang dapat diambil dalam penelitian ini yaitu nilai-nilai yang dapat diambil dari budaya lokal yang
dapat diterpkan di dalam proses pembelajaran yaitu nilai religius, nilai psikologis, dan nilai sosial. Nilai-nilai tersebut
sudah diterapkan secara rutin dan menjadi kebiasaan siswa pada waktu mengikuti proses pembelajaran
Kata kunci: Nilai-Nilai Budaya Lokal, Pembelajaran di sekolah dasar

v
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ………………………………………………………………… i


HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………………. ii
SURAT KONTRAK PENELITIAN …………………………………………………… iii
RINGKASAN ………………………………………………………………………….. v
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… vi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………………… vii
BAB 1. PENDAHULUAN
- Latar Belakang …………………………………………………………………. 1
- Rumusan Masalah ……………………………………………………………… 2
- Tujuan …………………………………………………………………………. 2
- Manfaat ………………………………………………………………................ 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………. 3
BAB 3. METODE PENELITIAN ……………………………………………………… 6
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………… 8
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………… 12
BAB 6 LUARAN YANG DICAPAI ……………………………………………………. 13
BAB 7 RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI ……………… 14
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… 15
LAMPIRAN …………………………………………………………………………….. 16

vi
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki keanekaragaman
budaya di dalamnya karena terdiri atas berbagai etnis dan suku bangsa. Setiap
daerah memiliki budaya yang menjadi ciri khas dan menjadi kebanggaan daerah
tersebut. Indonesia juga merupakan negara kepulauan yang cukup luas dengan
penduduk yang tersebar di wilayah pegunungan, dataran rendah, serta pesisir pantai
dengan karakteristik lingkungan yang berbeda, sehingga tercipta keragaman budaya
di masing-masing wilayah. Kekayaan budaya beserta nilai-nilai yang ada di
dalamnya merupakan sebuah karunia yang harus disyukuri dan dilestarikan. Nilai
nilai budaya yang begitu kaya akan nilai-nilai karakter perlu dikenalkan kepada
generasi muda agar tercipta generasi yang memiliki identitas berdasarkan
kebudayaan nasional.
Salah satu cara yang digunakan untuk mengenalkan nilai-nilai budaya lokal
kepada generasi muda adalah melalui pembelajaran di sekolah. Pembelajaran di
sekolah perlu mengambil peran yang dapat mengoptimalkan pewarisan nilai-nilai
budaya kepada generasi muda Indonesia, sehingga generasi muda mengenal dan
mempunyai rasa memiliki budaya nasionalnya serta mengintegrasikannya dalam
kehidupannya untuk membentuk kekhasan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia
yang bermartabat (Rohaeti, 2011). Menerapkan nilai-nilai budaya ke dalam
pembelajaran di sekolah adalah sarana untuk mentransformasikan nilai-nilai
budaya tersebut menjadi bermakna dan sesuai dengan kondisi lingkungan dimana
siswa berada.
Integrasi nilai budaya dalam proses pembelajaran memiliki arti penting
dalam pembentukan kepribadian peserta didik (Syarif dkk., 2016). Integrasi nilai
budaya dengan pendidikan akan menjadi senjata ampuh dalam menghadapi
globalisasi yang dapat mengikis identitas bangsa ini. Namun, pendidikan kita saat
ini banyak berkiblat pada budaya Barat daripada budaya lokal. Hal ini tentu perlu
mendapat perhatian karena nilai dan pendidikan merupakan sesuatu yang tidak

1
dapat dipisahkan. Ketika transfer pengetahuan terjadi (misal melalui pembelajaran),
maka terjadi pula transfer nilai-nilai di dalamnya. Masalah utama dalam pendidikan
kita saat ini adalah pemberian materi pembelajaran murni tanpa adanya upaya untuk
mengintegrasikan dengan nilai-nilai budaya yang ada. Satu contoh sederhana
adalah penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pembelajaran di kelas.
Kemampuan bahasa asing yang bagus tentu merupakan hal yang sangat baik karena
di era globalisasi ini siswa perlu menguasai bahasa asing agar dapat bersaing di
kancah globah. Namun, hal ini tidak berarti mengabaikan bahasa ibu bangsa ini
yaitu bahasa Indonesia. Bahasa sebagai alat penyampai materi dalam pembelajaran
memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan karakter peserta didik
(Wuryandani, 2010). Salah satu cara untuk menyeimbangkan antara moral dan
intelektual, maka pendidikan memerlukan nilai-nilai budaya sebagai
implementasinya yaitu budaya lokal bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah potensi nilai-nilai budaya lokal
dalam pembelajaran di sekolah dasar?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas maka tujuan
penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan menjelaskan potensi
penerapan nilai-nilai budaya lokal dalam pembelajaran di sekolah dasar.

D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah dikemukakan di atas, Manfaat dari penelitian ini
yaitu:
1. Bagi guru
Guru dapat mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal di dalam pembelajaran
baik di dalam model pembelajaran, media, alat peraga, dan bahan ajar sehingga

2
inovasi di dalam pengelolaan pembelajaran dapat diimplementasikan dengan
optimal
2. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi di dalam mengembangkan
media, model, dan perangkat pembelajaran.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kearifan lokal merupakan suatu kegiatan atau produk keunggulan budaya
masyarakat maupun dalam arti luas dilihat dari aspek geografis wilayahnya.
Kearifan lokal disini merupakan hasil dari budaya masa lalu yang mempunyai
peranan penting dan menjadi pegangan hidup hingga dewasa ini. Kearifan lokal
merupakan ciri khas budaya setempat yang mempunyai nilai-nilai luhur di
dalamnya. Kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa
yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah
kebudayaan yang berasal dari luar/bangsa lai menjadi watak dan kemampuan
sendiri (Wibowo: 2015). Kearifan lokal yang ada biasanya mengajarkan kebaikan-
kebaikan bagi individu seperti ajakan untuk mencari ilmu, bekerja keras, tata cara
berbahasa yang baik, cara berinteraksi dengan orang lain, dan bahkan cara untuk
melestarikan lingkungan sekitar. Nilai-nilai luhur ini secara turun temurun dan
diwariskan serta masih dilestarikan hingga saat ini karena dianggap mempunyai
kebermanfaatan dalam kehidupan bermasyarakat dan mengandung nilai kebaikan
di dalamnya.
Nilai dalam hubungan sosial-budaya berkenaan dengan harga kepantasan
atau harga kebaikan, yang dapat dikatakan penting dan tidak penting, ataupun
mendalam dan dangkal, tetapi kualifikasi tersebut tak dapat diukur secara
kuantitatif (Sedyawati: 2007). Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai budaya
merupakan sesuatu yang dianggap baik, benar atau pantas, sebagaimana disepakati
di dalam masyarakat. Menurut Asriati (2012) membagi nilai luhur yang terkait
dengan kearifan lokal menjadi sembilan jenis yaitu: 1) cinta kepada Allah dan alam
semesta beserta isinya, 2) tanggung jawab, disiplin dan mandiri, 3) jujur, 4) hormat
dan santun, 5) kasih sayang dan peduli, 6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan
pantang menyerah, 7) keadilan dan kepemimpinan, 8) baik dan rendah hati, 9)
toleransi, cinta damai, dan persatuan. Keberadaan kearifan lokal ini bukan tanpa
fungsi. Kearifan lokal sangat banyak fungsinya. Seperti yang diruliskan Sartini
(2006), bahwa fungsi kearifan lokal adalah sebagai berikut: (1) Berfungsi untuk
konservasi dan pelestarian sumber daya alam, (2) Berfungsi untuk pengembangan

4
sumber daya manusia, (3) Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu
pengetahuan, (4) Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan, (5)
Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat, (6) Bermakna sosial,
misalnya pada upacara daur pertanian, (7) Bermakna etika dan moral, (8) Bermakna
politik
Sekolah Dasar merupakan lembaga pendidikan formal yang meletakkan
dasar-dasar pendidikan yang menentukkan kualitas pendidikan selanjutnya.
Pendidikan di Sekolah Dasar bertujuan untuk memberi bekal kemampuan dasar
kepada anak didik berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bermanfaat
bagi dirinya sesuai dengan tingkat perkembangannya, dan mempersiapkan mereka
melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan sekolah menengah pertama
(Suharjo: 2006). Lembaga pendidikan formal tidak hanya memberikan pengajaran
dari aspek kognitif atau pengetahuan, namun pada proses dan akhir pembelajaran
siswa dituntut untuk mempunyai kemampuan dalam aspek keterampilan dan sikap,
sehingga pembelajaran kepada siswa dapat tercapai secara optimal sesuai dengan
tujuan yang sudah dirancang. Sehingga pembelajaran berbasis nilai-nilai budaya
lokal sangat cocok jika diterapkan pada pembelajaran di sekolah dasar. Terkait
dengan pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal di Sekolah Dasar Menurut Sutarno
(2008) ada empat macam pembelajaran berbasis budaya, yaitu: (1) Belajar tentang
budaya, yaitu menempatkan budaya sebagai bidang ilmu. Budaya dipelajari dalam
program studi khusus, tentang budaya dan untuk budaya. Dalam hal ini, budaya
tidak terintegrasi dengan bidang ilmu, (2) Belajar dengan budaya, terjadi pada saat
budaya diperkenalkan kepada siswa sebagai cara atau metode untuk mempelajari
pokok bahasan tertentu. Belajar dengan budaya meliputi pemanfaatan beragam
untuk perwujudan budaya. Dalam belajar dengan budaya, budaya dan
perwujudannya menjadi media pembelajaran dalam proses belajar, menjadi konteks
dari contoh-contoh tentang konsep atau prinsip dalam suatu mata pelajaran, serta
menjadi konteks penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu mata pelajaran, (3)
Belajar melalui budaya, merupakan strategi yang memberikan kesempatan siswa
untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna yang diciptakannya dalam
suatu mata pelajaran melalui ragam perwujudan budaya, (4) Belajar berbudaya,

5
merupakan bentuk mengejawantahkan budaya itu dalam perilaku nyata sehari-hari
siswa yang dihubungkan dengan nilai budaya lokal. Sehingga nilai budaya lokal
tersebut tidak dapat dipisahkan baik dari kehidupan social masyarakat maupun di
dalam bidang pendidikan.
Sementara itu Sutarno (2008) menuliskan ada tiga macam model
pembelajaran berbasis budaya, yaitu: (1) Model pembelajaran berbasis budaya
melalui permainan tradisional dan lagu-lagu daerah, (2) Model Pembelajaran
berbasis budaya melaui cerita rakyat, (3) Model pembelajaran berbasis budaya
melalui penggunaan alat-alat taradisional. Penanaman nilai budaya lokal tersebut
diterapkan pada bidang pendidikan yang diintegrasikan pada model, metode,
materi, maupun bahan ajar yang digunakan di dalam proses pembelajaran di
sekolah dasar.
Nilai-nilai budaya lokal dapat dimanfaatkan pada proses pembelajaran.
Dengan diintegrasikan nilai-nilai budaya lokal dapat mempengaruhi pola pikir dan
tingkah laku siswa. Wuryandani (2016) menyatakan bahwa Proses integrasi nilai-
nilai kearifan lokal dalam pembelajaran di Sekolah dasar dapat dilakukan untuk
semua bidang studi, proses mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam
pembelajaran di Sekolah Dasar. Guru harus menyesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak Sekolah Dasar, disesuaikan dengan materi/mata pelajaran yang
disampaikan, metode pembelajaran yang digunakan.
Nilai-nilai budaya lokal sudah mulai diterapkan pada proses pembelajaran
di sekolah dasar karena diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran. Shufa (2018) menyatakan bahwa pembelajaran di sekolah tingkat
dasar dikembangkan secara tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran untuk
mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan serta mengapresiasi
keragaman budaya lokal. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan
pengintegrasian kearifan lokal dalam pembelajaran. Pengintegrasian kearifan lokal
dalam pembelajaran sebagai cara untuk meningkatkan rasa kearifan lokal
dilingkungannya serta sebagai upaya menjaga eksistensi kearifan lokal ditengah
derasnya arus globalisasi.

6
BAB 3
METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi


kasus. Beberapa tahapan yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini meliputi:
a. Mendefinisikan dan merancang penelitian. Pada tahap ini
dilakukan kajian terhadap pengembangan teori atau konsep terhadap kasus yang
akan diteliti. Berdasarkan penemuan teori kemudian disusun pertanyaan-
pertanyaan dan proposisi penelitian. Berdasarkan proposisi penelitian itu
didapatkan jawaban sementara terhadap penelitian yang akan dilakukan. Proposisi
merupakan landasan bagi peneliti untuk menetapkan kasus pada umumnya. Pada
tahap ini dilakukan wawancara yang mendalam terhadap narasumber dan informan,
sehingga penelitian yang akan dilakukan tidak melenceng terlalu jauh terhadap
fokus kasus yang akan diteliti.
b. Menyiapkan dan mengumpulkan data. Pada tahap ini, peneliti
melakukan persiapan dan pengumpulan data berdasarkan protokol penelitian yang
telah dirancang sebelumnya. Pada penelitian studi kasus ini penelitian dilakukan
dengan melihat bagaimana potensi penerapan nilai-nilai lokal pada pembelajaran di
sekolah dasar. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu observasi,
wawancara, dan Mencatat Dokumen (Content Analysis). Pertama, Observasi pada
penelitian kualitatif sering disebut sebagai observasi berperan pasif . Observasi ini
akan dilakukan dengan cara formal dan informal, untuk mengamati kegiatan pokok.
Kedua wawancara, teknik wawancara dalam penelitian ini merupakan wawancara
mendalam. Wawancara ini bersifat lentur dan terbuka, sertatidak terstruktur ketat
dalam suasana formal dan bisa dilakukan berulang pada informan yang sama. Dan
teknik ketiga yaitu mencatat dokumen, Teknik ini akan dilakukan untuk
mengumpulkan data yang bersumber dari dokumen dan arsip. Sedangkan teknik
sampling pada penelitian ini yaitu purposive sampling, dengan
kecenderungan peneliti untuk memilih informasi dan masalahnya secara lebih
mendalam dan dapatdipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Sampling
pada penelitian ini yaitu 3 (tiga) sekolah dasar yang berada pada kategori 2 (dua)

7
sekolah dasar heterogen dan 1 (satu) sekolah dasar homogen. Maksud heterogen
disini yaitu seluruh siswa berasal dari latar belakang ekonomi, pekerjaan orang tua,
dan kemampuan intelektual yang beragam, sedangkan sekolah kategori homogen
siswa mempunyai latar belakang yang sama baik dari segi ekonomi, sosial kultural,
dan juga riwayat pendidikan orang tua siswa.
c. Menganalisis dan Menyimpulkan. Tahapan ini merupakan tahapan
terakhir dari proses penelitian. Dalam proses analisis data terdapat 4 komponen
utama yang dilakukan yaitu (1). Pengumpulan Data, Kegiatan ini digunakan untuk
memperoleh informasi yang berupa kalimat-kalimat yang dikumpulkan melalui
kegiatan observasi, wawancara, dan dokumen. Data yang diperoleh masih berupa
data yang mentah yang tidak teratur, sehingga diperlukan analisis agar data menjadi
teratur. (2) Reduksi Data, Merupakan suatu proses seleksi, pengfokusan
penyederhanaan dan abstraksi dari data mentah hasil penelitian, (3) Sajian Data,
sajian data penelitian berupa tabel hasil penelitian, yang diolah secara sistematis
sehingga mempermudah memahami informasi yang disajikan. (4) Penarikan
Kesimpulan, pada penarikan kesimpulan akhir dilakukan verifikasi berupa
pengulangan terhadap data mentah yang sudah diperoleh agar kesimpulan akhir
kuat dan dipertanggungjawabkan serta dapat mmenyusun pelaporan penelitian.
d. Pelaporan (Laporan Kemajuan dan Laporan akhir penelitian).
Pelaporan kemajuan yaitu 70 % dari tahap penelitian yang sudah dilakukan,
sedangkan laporan akhir yaitu semua penelitian sudah dilakukan secara keseluruhan
sampai proses penerbitan luaran penelitian.
e. Luaran penelitian. luaran penelitian dalam penelitian ini yaitu artikel
ilmiah yang diterbitkan pada jurnal nasional terindeks sinta 3 atau jurnal
internasional tidak terakreditasi. Sedangkan luaran tambahan yaitu draft prosiding
seminar internasional.

8
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pada siswa sekolah dasar di SDN Cipete Utara 15 Pagi,
SDN Gandara Utara 3 Pagi, dan SD Muhammadiyah 11 Bidara Cina. Ada beberapa
nilai-nilai yang dapat diambil dari karifan lokal yaitu nilai religius, nilai psikologis,
dan nilai sosial. Nilai-nilai kearifan lokal dijadikan indikator untuk mengetahui
potensi-potensi kearifan lokal pada pembelajaran di sekolah dasar. Pertama,
masyarakat Indonesia tidak terlepas dari nilai religius salah satunya yaitu aspek
perilaku dalam kehidupan. Nilai religius yang dapat diambil dari kearifan lokal
yang sestiap hari dilihat dan dirasakan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu adat istiadat yang dapat diambil nilai religius misalnya upacara
pernikahan yaitu buka palang pintu. Beberapa hal yang dapat diambil dari upacara
palang pintu yaitu adab ketika masuk ke rumah orang yaitu harus mengucapkan
salam dan harus sopan santun, kemudian pembacaan sholawat nabi Muhammad.
Nilai-nilai religius tersebut diimplementasikan ke dalam pembelajaran di sekolah
dasar. Siswa sebelum dan sesudah pembelajaran diharuskan untuk mengucapkan
salam dan sopan santun baik dengan guru maupun sesama teman.
Nilai kearifan lokal yang kedua yaitu nilai psikologis. Salah satu adat
istiadat yang dapat diambil dan mengandung nilai psikologis adalah Upacara nujuh
bulanan pada ibu hamil. Pada upacara nujuh bulanan tersebut calon bayi yang ada
di dalam Rahim di doakan oleh para undangan yang hadir dibacakan doa dan ayat-
ayat Al-qur’an agar ibu tetap sehat dan bayi dapat terlahir dengan normal dan
sempurna. Kemudian para undangan memberikan nasehat kepada ibu hamil agar
tidak depresi, karena ibu hamil mempunyai tekanan-tekanan yang terkadang
membuat ibu hamil down. Nilai psikologis pada upacara tersebut ditemui dan
diadopsi di dalam pembelajaran di sekolah dasar. Pada proses pembelajaran siswa
diajarkan untuk mengawali dan mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan berdoa.
Kemudian siswa diajarkan untuk saling peduli jika ada teman yang sakit atau
tertimpa musibah, mendoakan dan menjenguk jika ada teman yang sakit, dan saling
menghargai jika ada perbedaan pendapat di forum diskusi kelas.

9
Nilai yang ketiga yaitu nilai sosial. Dilihat dari aspek sosial, upacara nujuh
bulanan ini memiliki nilai sosial yang tinggi. Acara ini dapat mempersatukan
kerukunan, kerjasama,saling membantu antar masyarakat,melestarikan nilai gotong
royong danmenghilangkan sifat individualisme. Karena pada hakikatnya manusia
itu adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, mereka akan saling
bergantung satu sama lain dan membutuhkan pertolongan dan bantuan dari orang
lain. Dari mulai membangun gubuk siraman, acara pengajian, membuat rurujakan,
sampai si ibu melakukan berbagai prosesi semuanya memerlukan bantuan dari
orang lain. Disinilah kerukunan antar tetangga akan tercipta. Dengan demikian
melalui tradisi ini akan terpeliharanya integritas sosial dikalangan komunitas dan
kerabat, serta dapat membangun nilai-nilai kebersamaan atau nilai-nilai gotong
royong. Sebagai suatu bentuk proses akomodasi sosial yang efektif, baik dilihat dari
kepentingan keluarga maupun tentang dan masyarakat. Adopsi dari upacar nujuh
bulanan yang dapat diimplementasikan di dalam pembelajaran yaitu saling
menolong dan saling membantu baik dalam tugas kelompok maupun diluar tugas
kelompok.
Ada beberapa integritas nilai-nilai budaya lokal yang diterapkan pada
pembelajaran di sekolah dasar. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai budaya lokal
dan mata pelajaran Matematika mempunyai kaitan yang sangat erat agar proses
transfer pengetahuan dapat terlaksana secara optimal. Beberapa jenis budaya lokal
yang diterapkan terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu a) Tekstual, seperti nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya, tata cara pelaksanaan tradisi atau ritual, serta ketentuan
khusus yang dituangkan ke dalam bentuk catatan terulis seperti primbon, kalender
dan prasasti, b) bangunan/ arsitektur misalnya, rumah limas, monumen, dan bentuk-
bentuk peninggalan budaya. Jenis Budaya tekstual dan bangunan ini dijadikan
sebagai Model, media maupun model peragaan dalam pembelajaran matematika.
Hasil penelitian yang dilaksanakan di SDN Cipete Utara 15 Pagi pada
proses pembelajaran Matematika menggunakan model pembelajaran berbasis
budaya lokal. Salah satu bentuk budaya lokal yang dapat dijadikan model yaitu
Tradisi paling pintu. Prosesi palang pintu dilakukan sebelum prosesi pernikahan
yaitu ketika keluarga mempelai datang kepada keluarga mempelai perempuan.

10
Kemudian masing-masing penjaga palang pintu mengadu pantun dan silat sebagai
syarat untuk dapat masuk ke dalam kediaman mempelai. Model ini menjadi
inspirasi bagi guru di SDN Cipete Utara 15 Pagi untuk menerapkan di dalam proses
pembelajaran. Siswa dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok, setiap kelompok
mempunyai palang pintu yang saling melemparkan pertanyaan, sedangkan anggota
kelompok bertugas untuk membuat dan menjawab pertanyaan terkait soal
Matematika. Kelompok yang dapat menjawab pertanyaan paling banyak dapat
masuk ke wilayah kelompok lain. Penerapan model ini dapat diimplementasikan
pada setiap materi pelajaran Matematika.
Pada proses pembelajaran Matematika di SDN Gandara Utara 3 Pagi, dan
SD Muhammadiyah 11 Bidara Cina menggunakan media dan Alat Peraga
matematika. Guru mengggunakan media dan Alat Peraga yang sering dilihat oleh
siswa. Pada pembelajaran Geometri dan trigonometri guru membawa Diorama
bentuk rumah adat Betawi dan perangkat tajidor, sehingga siswa mampu
memahami materi geometri dan trigonometri dengan baik. Pada pada materi
Aljabar, materi Aritmatika dan materi geometri guru memakai kain khas Betawi.
Kemudian Untuk Jumlah penari jaipong yaitu berjumlah ganjil yaitu 1 orang, 3
orang, 5 orang, 7 orang dan seterusnya, hal ini diintegrasikan dalam pembelajaran
matematika masalah pola bilangan, serta digunakan dalam membelajarkan terkait
masalah kesimetrisan pola gerakan tari yang dilakukan.
Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki keanekaragaman
budaya di dalamnya karena terdiri atas berbagai etnis dan suku bangsa. Setiap
daerah memiliki budaya yang menjadi ciri khas dan menjadi kebanggaan daerah
tersebut. Indonesia juga merupakan negara kepulauan yang cukup luas dengan
penduduk yang tersebar di wilayah pegunungan, dataran rendah, serta pesisir pantai
dengan karakteristik lingkungan yang berbeda, sehingga tercipta keragaman budaya
di masing-masing wilayah. Kekayaan budaya beserta nilai-nilai yang ada di
dalamnya merupakan sebuah karunia yang harus dilestarikan. Nilai nilai budaya
yang begitu kaya akan nilai-nilai karakter perlu dikenalkan kepada generasi muda
agar tercipta generasi yang memiliki identitas berdasarkan kebudayaan nasional.

11
Salah satu cara yang digunakan untuk mengenalkan nilai-nilai budaya lokal
kepada generasi muda adalah melalui pembelajaran di sekolah. Pembelajaran di
sekolah perlu mengambil peran yang dapat mengoptimalkan pewarisan nilai-nilai
budaya kepada generasi muda Indonesia, sehingga generasi muda mengenal dan
mempunyai rasa memiliki budaya nasionalnya serta mengintegrasikannya dalam
kehidupannya untuk membentuk kekhasan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia
yang bermartabat (Rohaeti, 2011). Menerapkan nilai-nilai budaya ke dalam
pembelajaran di sekolah adalah sarana untuk mentransformasikan nilai-nilai
budaya tersebut menjadi bermakna dan sesuai dengan kondisi lingkungan dimana
siswa berada.
Integrasi nilai budaya dalam proses pembelajaran memiliki arti penting
dalam pembentukan kepribadian peserta didik (Syarif dkk., 2016). Integrasi nilai
budaya dengan pendidikan akan menjadi senjata ampuh dalam menghadapi
globalisasi yang dapat mengikis identitas bangsa ini. Namun, pendidikan kita saat
ini banyak berkiblat pada budaya Barat daripada budaya lokal. Hal ini tentu perlu
mendapat perhatian karena nilai dan pendidikan merupakan sesuatu yang tidak
dapat dipisahkan. Ketika transfer pengetahuan terjadi (misal melalui pembelajaran),
maka terjadi pula transfer nilai-nilai di dalamnya. Masalah utama dalam pendidikan
kita saat ini adalah pemberian materi pembelajaran murni tanpa adanya upaya untuk
mengintegrasikan dengan nilai-nilai budaya yang ada. Satu contoh sederhana
adalah penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pembelajaran di kelas.
Kemampuan bahasa asing yang bagus tentu merupakan hal yang sangat baik karena
di era globalisasi ini siswa perlu menguasai bahasa asing agar dapat bersaing di
kancah globah. Namun, hal ini tidak berarti mengabaikan bahasa ibu bangsa ini
yaitu bahasa Indonesia. Bahasa sebagai alat penyampai materi dalam pembelajaran
memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan karakter peserta didik
(Wuryandani, 2010). Salah satu cara untuk menyeimbangkan antara moral dan
intelektual, maka pendidikan memerlukan nilai-nilai budaya sebagai
implementasinya yaitu budaya lokal bangsa Indonesia.

12
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

Integrasi nilai-nilai budaya lokal dengan pembelajaran matematika


mempunyai dampak yang positif. Implementasi budaya lokal dalam pembelajaran
Matematika yaitu dengan menggunkan model pembelajaran berdasrkan aktivitas
kebudayaan, yang mana langkah-langkah di dalam aktivitas budaya tersebut dapat
diterapkan di dalam proses pembelajaran tidak hanya menanamkan nilai
kebudayaan namun juga mempermudah pemahaman materi Matematika oleh siswa.
Selain itu Media dan Alat peraga yang digunakan oleh guru dalam pemahaman
konsep Matematika seperti Bentuk rumah adat betawi, alat-alat tanjidor, dan tari
jaiponh.
Proses pembelajaran akan mencapai tujuan pembelajaran jika guru mampu
mengelola pembelajaran dengan baik. Penggunaan Model, media, dan alat peraga
tidak harus bernilai tinggi, namun juga harus mengandung nilai kebermanfaatan
untuk siswa dan kualitas pembelajaran. Sehingga penggunaan perangkat
pembelajaran yang dikaitkan dengan budaya lokal sangat sesuai digunakan di
dalam proses pembelajaran karena mampu meningkatkan pemahaman konsep
matematika siswa sekolah dasar.

13
BAB 6
LUARAN YANG DICAPAI

Luaran yang dicapai berisi Identitas luaran penelitian yang dicapai oleh peneliti
sesuai dengan skema penelitian yang dipilih.
Jurnal

IDENTITAS JURNAL
1 Nama Jurnal Jurnal MATH-UMB.EDU
2 Website Jurnal http://jurnal.umb.ac.id/index.php/math
3 Status Makalah Review
4 Jenis Jurnal Jurnal Nasional terakreditasi
4 Tanggal Submit 03 Januari 2020
5 Bukti Screenshot submit

14
BAB VIII
RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI

Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan setelah selesai


penelitian rencana tindak lanjut yang dilakukan oleh peneliti meliputi:
1. Memetakan potensi-potensi budaya lokal yang dapat diterapkan pada proses
pembelajaran
2. Menyusun penelitian tindak lanjut berdasrkan hasil penelitian
3. Menyusun perangkat pembelajaran yang akan diterapkan pada siswa
sekolah dasar
4. Mengimplementasikan perangkat pembelajaran pada pembelajaran di
sekolah dasar.

Proyeksi hilirisasi dijelaskan pada gambar di bawah ini:

15
DAFTAR PUSTAKA
Asriati, N. (2012). Mengembangkan Karakter Peserta Didik Berbasis Kearifan
Lokal Melalui Pembelajaran di Sekolah. Jurnal Pendidikan Psikologi dan
Humaniora, 3(2).
Efendi, A. (2014). Implementasi Kearifan Budaya Lokal Pada Masyarakat Adat
Kampung Kuta Sebagai Sumber Pembelajaran IPS. Sosio Didaktika, Volume
1 No. 2.
Rohaeti, E. E. (2011). Transformasi Budaya Melalui Pembelajaran Matematika
Bermakna di Sekolah. Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 16 No. 1: 139-147.
Sartini. (2006). Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah kajian Filsafati.
Yogyakarta: UGM
Sedyawati, E. (2007). Budaya Indonesia: kajian arkeologi, seni, dan sejarah.
Jakarta : Divisi Buku Perguruan Tinggi, Raja Grafindo Persada
Shufa, N. K. F. (2018). Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal Di Sekolah Dasar:
Sebuah Kerangka Konseptual. Inopendas Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 1
No. 1: 48-53
Suharjo. (2006). Mengenal pendidikan sekolah dasar teori dan praktek. Jakarta:
Dikti
Sutarno. (2008). Pendidikan Multikultural. Jakarta : Depdiknas.
Syarif, E., Sumarmi, Ach F., I Komang A. (2016). Integrasi Nilai Budaya Etnis
Bugis Makassar Dalam Proses Pembelajaran Sebagai Salah Satu Strategi
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Jurnal Teori dan Praksis
Pembelajaran IPS, Volume 1 No. 1.
Wibowo, A dkk. (2015). Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Di Sekolah.
Yogyakarta: Pustaka pelajar
Wuryandani, W. (2010). Integrasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam
Pembelajaran untuk Menanamkan Nasionalisme di Sekolah Dasar.
Proceding Seminar Nasional Lembaga Penelitian UNY: 1-10.

16

Anda mungkin juga menyukai