Anda di halaman 1dari 27

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik adalah peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki
pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien
dan memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan
pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan
penetuan respon  terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005)
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau
hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang
sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa,
menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat
bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)
Tujuan Pemeriksaan Fisik
•    Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
•    Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh
dalam riwayat keperawatan.
•    Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
•    Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien
dan penatalaksanaan.
•    Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu
yang akan dijelaskan nanti di setiap bagian tubuh yang akan dilakukan
pemeriksaan fisik.
MANFAAT PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri,
maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
•    Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose
keperawatan.
•    Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
•    Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
•    Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

 TEHNIK PEMERIKSAAN FISIK


Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu :
1.     Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan,
pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali
bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan
kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi
local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya
menggunakan alat khusus seperti optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-
lain. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian
tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi
Sartika, 2010)
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna,
bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan. Setelah
inspeksi perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu
dengan bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma
di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
2. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan
meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura
A.Talbot dan Mary Meyers, 1997). Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang
menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri-
ciri jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran,
kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010).
Hal yang dideteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi,
pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi. Langkah-langkah
yang perlu diperhatikan selama palpasi :
•    Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.
•    Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering
•    Kuku jari perawat harus dipotong pendek.
•    Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.
Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.
3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh
unutk menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan
densitas, lokasi, dan posisi struktur di bawahnya (Laura A.Talbot dan Mary
Meyers, 1997). 
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh
tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan)
dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi
batas/lokasi dan konsistensi jaringan. (Dewi Sartika, 2010). Adapun suara-
suara yang dijumpai pada perkusi adalah :
•    Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.
•    Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-
paru pada pneumonia.
•    Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah
jantung, perkusi daerah hepar.
•    Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga
kosong, misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.
4. Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh
bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary
Meyers, 1997). Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan
cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan
alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi
jantung, suara nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika, 2010).
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
•    Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran
halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar).
Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
•    Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi
maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk.
Misalnya pada edema paru.
•    Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase
inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
•    Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan
amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.

Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan:


1. Head to toe (kepala ke kaki)
Pendekatan ini dilakukan mulai dari kepala dan secara berurutan sampai ke
kaki. Mulai dari : keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, wajah, mata,
telinga, hidung, mulut dan tenggorokan, leher, dada, paru, jantung, abdomen,
ginjal, punggung, genetalia, rectum, ektremitas.
2. ROS (Review of System / sistem tubuh)
Pengkajian yang dilakukan mencakup seluruh sistem tubuh, yaitu : keadaan
umum, tanda vital, sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem
persyarafan, sistem perkemihan, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal
dan integumen, sistem reproduksi. Informasi yang didapat membantu perawat
untuk menentukan sistem tubuh mana yang perlu mendapat perhatian khusus.
3. Pola fungsi kesehatan Gordon, 1982
Perawat mengumpulkan data secara sistematis dengan mengevaluasi pola
fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus
meliputi : persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan, nutrisi-pola
metabolisme, pola eliminasi, pola tidur-istirahat, kognitif-pola perseptual,
peran-pola berhubungan, aktifitas-pola latihan, seksualitas-pola reproduksi,
koping-pola toleransi stress, nilai-pola keyakinan.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di
perhatikan, yaitu sebagai berikut:
•    Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker,
dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada.
•    Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup
penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi
pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk
menjaga privasi klien.
•    Komunikasi (penjelasan prosedur)
•    Privacy dan kenyamanan klien
•    Sistematis dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke internal, dr normal
ke abN)
•    Berada di sisi kanan klien
•    Efisiensi
•    Dokumentasi
PEMERIKSAAN TANDA VITAL
A. Pemeriksaan Nadi
Denyut nadi merupakan denyutan atau dorongan yang dirasakan dari proses
pemompaan jantung. Pemeriksaan nadi seharusnya dilakukan dalam keadaan
tidur atau istirahat. Kondisi hipertermia dapat meningkatkan denyut nadi
sebanyak 15 – 20 kali per menit setiap peningkatan suhu 1 derajat celcius.
Penilaian denyut nadi yang lain adalah takikardia sinus yang ditandai dengan
variasi 10 – 15 denyutan dari menit ke menit dan takikardia supraventrikuler
paroksimal ditandai dengan nadi sulit dihitung karena terlalu cepat (lebih dari
200 kali per menit).Bradikardia merupakan frekuensi denyut jantung lebih
lambat dari normal. Pemeriksaaan nadi yang lain adalah iramanya, normal
atau tidak. Disritmia (aritmia) sinus adalah ketidakteraturan nadi, denyut nadi
lebih cepat saat inspirasi dan lambat saat ekspirasi.
B. Pemeriksaan Tekanan Darah
Pemeriksaan tekanan darah indikator penting dalam menilai fungsi
kardiovaskuler. Dalam prosesnya perubahan tekanan darah dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain ;
1.    Tolakan Perifer. Merupakan sistem peredaran darah yang memiliki
sistem tekanan tertinggi (arteria) dan sistem tekanan terendah (pembuluh
kapiler dan vena), diantara keduanya terdapat arteriola dan pembuluh otot
yang sangat halus.
2.    Gerakan memompa oleh jantung. Semakin banyak darah yang dipompa
ke dalam arteria menyebabkan arteria akan lebih menggelembung dan
mengakibatkan bertambahnya tekanan darah. Begutu juga sebaliknya.
3.    Volume darah. Bertambahnya darah menyebabkan besarnya tekanan pada
arteria.
4.    Kekentalan darah. Kekentalan darah ini tergantung dari perbandingan sel
darah dengan plasma.
C. Pemeriksaan Pernapasan
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai proses pengambilan
oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Menilai frekuensi, irama,
kedalaman dan tipe atau pola pernapasan
D. Pemeriksaan suhu
Pemeriksaan suhu digunakan untuk menilai kondisi metabolisme di dalam
tubuh, dimana tubuh menghasilkan panas secara kimiawi melalui
metabolisme darah. Keseimbangan suhu harus diatur dalam pembuangan dan
penyimpanannya di dalam tubuh yang diatur oleh hipotalamus. Pembuangan
atau pengeluaran panas dapat terjadi melalui berbagai proses, diantaranya ;
1.    Radiasi, yaitu proses penyebaran panas melalui gelombang
elektromagnet.
2.    Konveksi, yaitu proses penyebaran panas karena pergeseran antara
daerah yang kepadatannya tidak sama seperti dari tubuh pada udara dingin
yang bergerak atau pada air kolam renang.
3.    Evaporasi, yaitu proses perubahan cairan menjadi uap.
4.    Konduksi, yaitu proses pemindahan panas pada objek lain dengan kontak
langsung tanpa gerakan yang jelas, seperti bersentuhan dengan permukaan
yang dingin dan lain – lain.

PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE


Sebelum melakukan pemeriksaan fisik perawat harus melakukan kontrak
dengan pasien, yang didalamnya ada penjelasan maksud dan tujuan, waktu
yang di perlukan dan terminasi/ mengakhiri.
Tahap-tahap pemeriksaan fisik haruskan dilakukan secara urut dan
menyeluruh dan dimulai dari bagian tubuh sebagai berikut:
1.      Kulit, rambut dan kuku
2.      Kepala meliputi: mata, hidung, telinga dan mulut
3.      Leher : posisi dan gerakan trachea, JVP
4.      Dada : jantung dan paru
5.      Abdomen: pemeriksaan dangkal dan dalam
6.      Genetalia
7.      Kekuatan otot /musculosekletal
8.      Neurologi
Tahap-tahap pelaksanaanya adalah sebagai berikut:
a.    Pemeriksaan Kulit, Rambut dan Kuku:
•    Kulit:
•    Untuk mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit
•    Untuk mengetahui adanya lesi atau bekas luka

   Tindakan:
I =  Inspeksi: lihat ada/tidak adanya lesi, hiperpigmentasi (warna
kehitaman/kecoklatan), edema, dan distribusi rambut kulit.
P = Palpasi: di raba dan tentukan turgor kulit elastic atau tidak, tekstur :
kasar /halus, suhu : akral dingin atau hangat.
•    Rambut:
•    Untuk mengetahui warna, tekstur dan percabangan pada rambut
•    Untuk mengetahui mudah rontok dan kotor
Tindakan:         
I = disribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak, bercabang
P = mudah rontok/tidak, tekstur: kasar/halus
•    Kuku:
•    Untuk mengetahui keadaan kuku: warna dan panjang
•    Untuk mengetahui kapiler refill
Tindakan:
I =  catat mengenai warna : biru: sianosis, merah: peningkatan visibilitas Hb,
bentuk: clubbing karena hypoxia pada kangker paru, beau’s lines pada
penyakit difisisensi fe/anemia fe
P = catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada
pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
b. Pemeriksaan Kepala:
•    Untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala
•    Untuk mengetahui luka dan kelainan pada kepala
Tindakan:
I =  Lihat kesimetrisan wajah jika, muka ka.ki berbeda atau misal lebih
condong ke kanan atau ke kiri itu menunjukan ada parese/kelumpuhan,
contoh: pada pasien SH.
P = Cari adanya luka, tonjolan patologik, dan respon nyeri dengan menekan
kepala sesuai kebutuhan
•    Mata:
•    Untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan pengelihatan, visus dan
otot-otot mata)
•    Untuk mengetahui adanya kelainan atau peradangan pada mata

Tindakan:
I =  Kelopak mata ada radang atau tidak, simetris ka.ki atau tidak, reflek kedip
baik/tidak, konjungtiva dan sclera: merah/konjungtivitis, ikterik/indikasi
hiperbilirubin/gangguan pada hepar, pupil: isokor ka,ki (normal),
miosis/mengecil, pin point/sangat kecil (suspek SOL), 
medriasis/melebar/dilatasi (pada pasien sudah meninggal)
Inspeksi gerakan mata:
•    Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan
•    Amati adanya nistagmus/gerakan bola mata ritmis(cepat/lambat)
•    Amati apakah kedua mata memandang ke depan atau ada yang deviasi
•    Beritahu pasien untuk memandan dan mengikuti jari anda, dan jaga posisi
kepala pasien tetap lalu gerakkan jari ke 8 arah untuk mengetahui fungsi otot-
otot mata.
Inspeksi medan pengelihatan:
•    Berdirilah didepan pasien
•    Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan menutup mata yang tidak di
periksa
•    Beritahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada satu
titik pandang, misal: pasien disuruh memandang hidung pemeriksa.
•    Kemudian ambil benda/ballpoint dan dekatkan kedepan hidung pemeriksa
kemudian tarik atau jauhkan kesamping ka.ki pasien, suruh pasien
mengatakan kapan dan dititik mana benda mulai tidak terlihat (ingat pasien
tidak boleh melirik untuk hasil akurat). 
Pemeriksaan visus mata:
•    Siapkan kartu snllen (dewasa huruf dan anak gambar)
•    Atur kursi pasien, dan tuntukan jarak antara kursi dan kartu, misal 5 meter
(sesuai kebijakkan masing ada yang 6 dan 7 meter).
•    Atur penerangan yang memadai, agar dapat melihat dengan jelas.
•    Tutup mata yang tidak diperiksa dan bergantian kanan kiri
•    Memulai memeriksa dengan menyuruh pasien membaca dari huruf yang
terbesar sampai yang terkecil yang dapat dibaca dengan jelas oleh pasien.
•    Catat hasil pemeriksaan dan tentukan hasil pemeriksaan.
•    Misal: hasil visus:

OD (Optik Dekstra/ka): 5/5


Berarti : pada jarak 5 m, mata masih bisa melihat huruf yang seharusnya
dapat dilihat/dibaca pada jarak 5 m
OS (Optik Sinistra/ki) : 5/2
 Berarti : pada jarak 5 m, mata masih dapat melihat/membaca yang
seharusnya di baca pada jarak 2 m.
P = Tekan secara ringan untuk mengetahui adanya TIO (tekanan intra okuler)
jika ada peningkatan akan teraba keras (pasien glaucoma/kerusakan dikus
optikus), kaji adanya nyeri tekan.
•    Hidung:
•    Untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung
•    Untuk mendetahui adanya inflamasi/sinusitis
Tindakan:
I =  Apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi, apakah ada secret
P = Apakah ada nyeri tekan, massa
•    Telinga
•    Untuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga
•    Untuk mengetahui fungsi pendengaran
Tindakan
Telinga luar:
I = Daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran, bentuk, kebresihan,
adanya lesy.
P = Tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan kelenturan kartilago.
Telinga dalam:
Note : Dewasa : Daun telinga ditarik ke atas agar mudah di lihat
           Anak     :  Daun telinga ditarik kebawah
I = Telinga dalam menggunakan otoskop perhatikan memberan timpani
(warna, bentuk) adanya serumen, peradangan dan benda asing, dan darah.
Pemeriksaan pendengaran:
1)      Pemeriksaan dengan bisikan
•    Mengatur pasien berdiri membelakangi pemeriksa pada jarak 4-6 m
•    Mengistruksikan pada klien untuk menutup salah satu telinga yang tidak
diperiksa.
•    Membisikan suatu bilangan misal “6 atau 5”
•    Menyuruh pasien mengulangi apa yang didengar
•    Melakukan pemeriksaan telinga yang satu
•    Bandingkan kemempuan mendengar telinga kanan kiri
2)      Pemeriksaan dengan arloji
•    Mengatur susasana tenang.
•    Pegang sebuah arloji disamping telinga klien.
•    Menyuruh klien menyatakan apakah mendengar suara detak arloji.
•    Memimndahkan arloji secara berlahan-lahan menjauhi. telinga dan suruh
pasien menyatakan tak mendengar lagi.
•    Normalnya pada jarak 30 cm masih dapat didengar.
3)      Pemeriksaan dengan garpu tala:
a.      Tes Rinne
•    Pegang garpu tala (GT) pada tangkainya dan pukulkan ketelapak tangan
•    Letakkan GT pada prosesus mastoideus klien
•    Menganjurkan klien mangatakan pada pemeriksa sewaktu tidak merasakan
getaran
•    Kemudian angkat GT dengan cepat dan tempatkan didepan lubang telinga
luar jarak 1-2 cm, dengan posisi parallel dengan daun telinga.
•    Mengistrusikan pada klien apakah masih mendengara atau tidak.
•    Mencatat hasil pemeriksaan
b.      Tes Weber
•    Pegang GT pada tangkainya dan pukulkan pada telapak tangan atau  jari
•    Letakkan tangkai GT di tengah puncak kepala/os. Frontalis atas.
•    Tanayakan pada klien apakah bunyi terdengar saama jelas antara telinga
ka.ki atau hanya jelas pada satu sisi saja.
•    Mencatat hasil pemeriksaan
c.       Tes Swebeck
•    Untuk mengetahui membandingkan pendengaran pasien dengan pemeriksa
•    Dekatkan GT pada telinga klien kemudian dengan cepat di dekatkan ke
telinga pemeriksa.
•    Mulut dan Faring:
•    Untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut
•    Untuk mengetahui kebersihan mulut

Tindakan:
I = Amati bibir apa ada klainan kogenital (bibir sumbing), warna,
kesimetrisan, kelembaban, pembengkakkan, lesi.
Amati jumlah dan bentuk gigi, gigi berlubang, warna, plak, dan kebersihan
gigi
Inspeksi mulut dalam dan  faring:
•    Menyuruh pasien membuka mulut amati mucosa: tekstur, warna,
kelembaban, dan adanya lesi
•    Amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi
•    Untuk melihat faring gunakan tongspatel yang sudah dibungkus kassa
steril, kemudian minta klien menjulurkan lidah dan berkata “AH”  amati
ovula/epiglottis simetris tidak terhadap faring, amati tonsil meradang atau
tidak (tonsillitis/amandel).
P = Pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri.
      Lakukkan palpasi dasar mulut dengan menggunakkan jari telunjuk dengan
memekai handscond, kemudian suruh pasien mengatakan kata “EL”  sambil
menjulurkan lidah, pegang ujung lidah dengan kassa dan tekan lidah dengan
jari telunjuk, posisi ibu jari menahan dagu. Catat apakah ada respon nyeri
pada tindakan tersebut.
c. Leher
•    Untuk menentukan struktur integritas leher
•    Untuk mengetahui bentuk leher dan organ yang berkaitan
•    Untuk memeriksa sistem limfatik
Tindakkan:
      I = Amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut
            Amati adanya pembengkakkan kelenjar tirod/gondok, dan adanya
massa
            Amati kesimeterisan leher dari depan, belakang dan samping ka,ki.
            Mintalah pasien untuk mengerakkan leher (fleksi-ektensi ka.ki), dan
merotasi- amati apakah bisa dengan mudah dan apa ada respon nyeri.
P = Letakkan kedua telapak tangan pada leher klien, suruh pasien menelan
dan rasakan adanya kelenjar tiroid (kaji ukuran, bentuk, permukaanya.)
Palpasi trachea apakah kedudukan trachea simetris atau tidak.

d. Dada/Thorax
•    Paru/Pulmonalis
•    Untuk mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi paru
•    Untuk mengetahui frekuensi, irama pernafasan
•    Untuk mengetahui adanya nyeri tekan, adanya massa, peradangan, edema,
taktil fremitus.
•    Untuk mengetahui batas paru dengan organ disekitarnya
•    Mendengarkan bunyi paru / adanya sumbatan aliran udara
Tindakkan:
I =  Amati kesimetrisan dada ka.ki, amati adanya retraksi interkosta, amati
gerkkan paru.
      Amati klavikula dan scapula simetris atau tidak
P = Palpasi ekspansi paru:
•    Berdiri di depan klien dan taruh kedua telapak tangan pemeriksa di dada
dibawah papilla, anjurkan pasien menarik nafas dalam, rasakkan apakah sama
paru ki.ka.
•    Berdiri di belakang pasien, taruh telapak tangan pada garis bawah
scapula/setinggi costa ke-10, ibu jari ka.ki di dekatkan jangan samapai 
menempel, dan jari-jari di regangkan lebih kurang 5 cm dari ibu jari. Suruh
pasien kembali menarik nafas dalam dan amati gerkkan ibu jari ka.ki sama
atau tidak.
      Palpasi Taktil vremitus posterior dan anterior:
•    Meletakkan telapak tangan kanan di belakang dada tepat pada apex
paru/stinggi supra scapula (posisi posterior) .
•    Menginstrusikkan pasien untuk mengucapkkan kata “Sembilan-sembilan”
(nada rendah)
•    Minta klien untuk mengulangi mengucapkkan kata tersebut, sambil
pemeriksa mengerakkan ke posisi ka.ki kemudian kebawah sampai pada basal
paru atau setinggi vertebra thoraxkal ke-12.
•    Bandingkan vremitus pada kedua sisi paru
•    Bila fremitus redup minta pasien bicara lebih rendah
•    Ulangi/lakukkan pada dada anterior              
Pe/Perkusi =
•    Atur pasien dengan posisi supinasi
•    Untuk perkusi anterior dimulai batas clavikula lalu kebawah sampai
intercosta 5 tentukkan batas paru ka.ki (bunyi paru normal : sonor seluruh
lapang paru, batas paru hepar dan jantung: redup)
•    Jika ada edema paru dan efusi plura suara meredup.
Aus/auskultasi =
•    Gunakkan diafragma stetoskop untuk dewasa dan bell pada anak
•    Letakkan stetoskop pada interkostalis, menginstruksikkan pasien untuk
nafas pelan kemudian dalam dan dengarkkan bunyi nafas:
vesikuler/wheezing/creckels
•    Jantung/Cordis
I =  Amati denyut apek jantung pada area midsternu lebih kurang 2 cm
disamping bawah xifoideus.
P = Merasakan adanya pulsasi
•    Palpasi spasium interkostalis ke-2 kanan untuk menentukkan area aorta
dan spasium interkosta ke-2 kiri letak pulmonal kiri.
•    Palpasi spasium interkostalis ke-5 kiri untuk mengetahui area
trikuspidalis/ventikuler amati adanya pulsasi
•    Dari interkosta ke-5 pindah tangan secara lateral 5-7 cm ke garis
midklavicula kiri dimana akan ditemukkan daerah apical jantung atau PMI
( point of maximal impuls) temukkan pulsasi kuat pada area ini.
•    Untuk mengetahui pulsasi aorta palpasi pada area epigastika atau dibawah
sternum.
Pe =
•    Perkusi dari arah lateral ke medial untuk menentukkan batas jantung
bagian kiri,
•    Lakukan perkusi dari sebelah kanan ke kiri untuk mengetahui batas
jantung kanan.
•    Lakukan dari atas ke bawah untuk mengetahui batas atas dan bawah
jantung
•    Bunyi redup menunjukkan organ jantung ada pada daerah perkusi.

Aus =
•    Menganjurkan pasien bernafas normal dan menahanya saat ekspirasi
selesai
•    Dengarkkan suara jantung dengan meletakkan stetoskop pada interkostalis
ke-5 sambil menekan arteri carotis
Bunyi S1: dengarkan suara “LUB” yaitu bunyi dari menutupnya katub mitral
(bikuspidalis) dan tikuspidalis pada waktu sistolik.
Bunyi S2: dengarkan suara “DUB” yaitu bunyi meutupnya katub semilunaris
(aorta dan pulmonalis) pada saat diastolic.
Adapun bunyi : S3: gagal jantung “LUB-DUB-CEE…”  S4: pada pasien
hipertensi “DEE..-LUB-DUB”.
e. Perut/Abdomen
•    Untuk mengetahui bentuk dan gerak-gerakkan perut
•    Untuk mendengarkan bunyi pristaltik usus
•    Untuk mengetahui respon nyeri tekan pada organ dalam abdomen
Tindakkan:
I = Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi,
penonjolan, adanya ketidak simetrisan, adanya asites.
P = Palpasi ringan: Untuk mengetahui adanya massa dan respon nyeri tekan
letakkan telapak tangan pada abdomen secara berhimpitan dan tekan secara
merata sesuai kuadran.
      Palpasi dalam: Untuk mengetahui posisi organ dalam seperi hepar, ginjal,
limpa dengan metode bimanual/2 tangan.
Hepar:
•    Letakkan tangan pemeriksa dengan posisi ujung jari keatas pada bagian
hipokondria kanan, kira;kira pada interkosta ke 11-12
•    Tekan saat pasien inhalasi kira-kira sedalam 4-5 cm, rasakan adanya organ
hepar. Kaji hepatomegali.
Limpa:
•    Metode yang digunakkan seperti pada pemeriksaan hapar
•    Anjurkan pasien miring kanan dan letakkan tangan pada bawah interkosta
kiri dan minta pasien mengambil nafas dalam kemudian tekan saat inhalasi
tenntukkan adanya limpa.
•    Pada orang dewasa normal tidak teraba

Renalis:
•    Untuk palpasi ginjal kanan letakkan tangan pada atas dan bawah perut
setinggi Lumbal 3-4 dibawah kosta kanan.
•    Untuk palpasi ginjal kiri letakkan tangan setinggi Lumbal 1-2 di bawah
kosta kiri.
•    Tekan sedalam 4-5 cm setelah pasien inhalasi jika teraba adanya ginjal
rasakan bentuk, kontur, ukuran, dan respon nyeri.
Genetalia
•    Untuk mengetahui adanya lesi
•    Untuk mengetahui adanya infeksi (gonorea, shipilis, dll)
•    Untuk mengetahui kebersihan genetalia
Tindakan
•    Genetalia laki-laki:
I = Amati penis mengenai kulit, ukuran dan kelainan lain.
Pada penis yang tidak di sirkumsisi buka prepusium dan amati kepala penis
adanya lesi
Amati skrotum apakah ada hernia inguinal, amati bentuk dan ukuran
 P = Tekan dengan lembut batang penis untuk mengetahui adanya nyeri
Tekan saluran sperma dengan jari dan ibu jari
•    Genetalia wanita:
I = Inspeksi kuantitas dan penyebaran pubis merata atau tidak
Amati adanya lesi, eritema, keputihan/candidiasis
P = Tarik lembut labia mayora dengan jari-jari oleh satu tangan untuk
mengetahui keadaan clitoris, selaput dara, orifisium dan perineum.
Rektum Dan Anal
•    Untuk mengetahui kondisi rectum dan anus
•    Untuk mengetahui adanya massa pada rectal
•    Untuk mengetahui adanya pelebaran vena pada rectal/hemoroid
Tindakkan
•    Posisi pria sims/ berdiri setengah membungkuk, wanita dengan posisi
litotomi/terlentang kaki di angkat dan di topang.
•    Inspeksi jaringan perineal dan jaringan sekitarnya kaji adanya lesi dan
ulkus
•    Palpasi : ulaskan zat pelumas dan masukkan jari-jari ke rectal dan rasakan
adanya nodul dan atau pelebaran vena pada rectum.
Pemeriksaan Muskuloskeletal
-  Untuk memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian
-  Untuk mengetahui mobilitas, kekuatan otot, dan gangguan-gangguan pada
daerah tertentu.
Tindakkan:
Muskuli/Otot:
•    Inspeksi mengenai ukuran dan adanya atrofi dan hipertrofi (ukur dan catat
jika ada perbedaan dengan meteran)
•    Palpasi pada otot istirahat dan pada saat otot kontraksi untuk mengetahui
adanya kelemahan dan kontraksi tiba-tiba
•    Lakukan uji kekuatan otot dengan menyuruh pasien menarik atau
mendorong tangan pemeriksa dan bandingkan tangan ka.ki
•    Amati kekuatan suatu otot dengan memberi penahanan pada anggota
gerak atas dan bawah, suruh pasien menahan tangan atau kaki sementara
pemeriksa menariknya dari yang lemah sampai yang terkuat amati apakah
pasien bisa menahan.
Tulang/Ostium:
•    Amati kenormalan dan abnormalan susunan tulang
•    Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan pembengkakkan
Persendiaan/Articulasi:
•    Inspeksi semua persendian untuk mengetahui adanya kelainan sendi.
•    Palpasi persendian apakah ada nyeri tekan
•    Kaji range of  mosion/rentang gerak (abduksi-aduksi, rotasi, fleksi-
ekstensi, dll)
Pemeriksaan Sistem Neurologi
•    Untuk mengetahui integritas sistem persyrafan yang meliputi fungsi
nervus cranial, sensori, motor dan reflek.
Tindakkan:
•    Pengkajian 12 syaraf cranial (O.O.O.T.T.A.F.A.G.V.A.H)
1.    I. Olfaktorius/penciuman:
Meminta pasien membau aroma kopi dan vanilla atau aroma lain yang tidak
menyengat. Apakah pasien dapat mengenali aroma.
2.    II. Opticus/pengelihatan:
Meminta kilen untuk membaca bahan bacaan dan mengenali benda-benda
disekitar, jelas atau tidak.
3.    III. Okulomotorius/kontriksi dan dilatasi pupil:
Kaji arah pandangan, ukur reaksi pupil terhadap pantulan cahaya  dan
akomodasinya.
4.    IV. Trokhlear/gerakkan bola mata ke atas dan bawah:
Kaji arah tatapan, minta pasien melihat k etas dan bawah
5.    V. Trigeminal/sensori kulit wajah, pengerak otot rahang:
•    Sentuh ringan kornea dengan usapan kapas untuk menguji reflek kornea
(reflek nagatif (diam)/positif (ada gerkkan))
•    Ukur sensasi dari sentuhan ringan sampai kuat pada wajah  kaji nyeri
menyilang pada kuit wajah
•    Kaji kemampuan klien untuk mengatupkan gigi saat mempalpasi otot-otot
rahang
6.    VI. Abdusen/gerakkan bola mata menyamping:
Kaji arah tatapan, minta pasien melihat kesamping ki.ka
7.    VII. Facial/ekspresi wajah dan pengecapan:
Meminta klien tersenyum, mengencangkan wajah, menggembungkan pipi,
menaikan dan menurunkan alis mata, perhatikkan kesimetrisanya.
8.    VIII. Auditorius/pendengaran:
kaji klien terhadap kata-kata yang di bicarakkan, suruh klien mengulangi
kata/kalimat.
9.    IX. Glosofaringeal/pengecapan, kemampuan menelan, gerakan lidah:
•    Meminta pasien mengidentifikasi rasa asam, asin, pada bagian pangkal
lidah.
•    Gunakkan penekan lidah untuk menimbulkan “reflek  gag”
•    Meminta klien untuk mengerakkan lidahnya
10.    X. Vagus/sensasi faring, gerakan pita suara:
•    Suruh pasien mengucapkan “ah”  kaji gerakkan palatum dan faringeal
•    Periksa kerasnya suara pasien
11.    XI. Asesorius/gerakan kepala dan bahu:
•    Meminta pasien mengangkat bahu dan memalingkan kepala kearah yang
ditahan oleh pemeriksa, kaji dapatkah klien melawan tahanan yang ringan
12.    Hipoglosal/posisi lidah:
Meminta klien untuk menjulurkan lidah kearah garis tengah dan
menggerakkan ke berbagai sisi.
•    Pengkajian syaraf sensori:
Tindakkan:
•    Minta klien menutup mata
•    Berikkan rasangan pada klien:
    Nyeri superficial: gunakkan jarum tumpul dan tekankan pada kulit pasien
pada titik-titik yang pemeriksa inginkan, minta pasien untuk mengungkapkan
tingkat nyeri dan di bagian mana
    Suhu: sentuh klien dengan botol panas dan dingin, suruh pasien
mengatakkan sensasi yang direasakan.
    Vibrasi: tempelkan garpu tala yang sudah di getarakan dan tempelkan
pada falangeal/ujung jari, meminta pasien untuk mengatakkan adanya
getaran.
    Posisi: tekan ibu jari kaki oleh tangan pemeriksa dan gerakkan naik-turun
kemudian berhenti suruh pasien mengtakkan diatas/bawah.
    Stereognosis: berikkan pasien benda familiar ( koin atau sendok) dan
berikkan waktu beberapa detik, dan suruh pasien untuk mengatakkan benda
apa itu.
Pengkajian reflex:
1.      Refleks Bisep
•    Fleksikan lengan klien pada bagian siku sampai 45 derajat, dengan posisi
tangan pronasi (menghadap ke bawah)
•    Letakkan ibu jari pemeriksa pada fossa antekkubital di dasar tendon bisep
dan jari-jari lain diatas tendon bisep
•    Pukul ibu jari anda dengan reflek harmmer, kaji refleks
2.      Refleks Trisep
•    Letakkan lengan tangan bawah pasien diatas tangan pemeriksa
•    Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi
•    Meminta pasien untuk merilekkan lengan
•    Raba terisep untuk mmeastikan otot tidak teggang
•    Pukul tendon pada fossa olekrani, kaji reflek
3.      Refleks Patella
•    Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur/kursi
•    Rilexkan pasien dan alihkan perhatian untuk menarik kedua tangan di
depan dada
•    Pukul tendo patella, kaji reflex
4.      Refleks Brakhioradialis
•    Letakkan lengan tangan bawah pasien diatas tangan pemeriksa
•    Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi serta sedikit pronasi
•    Pukul tendo brakhialis pada radius bagian distal dengan bagian datar
harmmer, catat reflex.
5.      Reflex Achilles
•    Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur/kursi seperti
pada pemeriksaan patella
•    Dorsofleksikan telapak kaki dengan tangan pemeriksa
•    Pukul tendo Achilles, kaji reflek
6.      Reflex Plantar (babinsky)
•    Gunakkan benda dengan ketajaman yang sedang (pensil/ballpoint) atau
ujung stick harmmer
•    Goreskan pada telapak kaki pasien bagian lateral, dimulai dari ujung
telapak kaki sampai dengan sudut telapak jari kelingking lalu belok ke ibu
jari. Reflek positif telapak kaki akan tertarik ke dalam.
7.      Refleks Kutaneus
a)    Gluteal
•    Meminta pasien melakukan posisi berbaring miring dan buka celana
seperlunya
•    Ransang ringan bagian perineal dengan benda berujung kapas
•    Reflek positif spingter ani berkontraksi
b)    Abdominal
•    Minta klien berdiri/berbaring
•    Tekan kulit abdomen dengan benda berujung kapas dari lateal ke medial,
kaji gerakkan reflek otot abdominal
•    Ulangi pada ke-4 kuadran (atas ki.ka dan bawah ki.ka)
c)    Kremasterik/pada pria
•    Tekan bagian paha atas dalam menggunakkan benda berujung kapas
•    Normalnya skrotum akan naik/meningkat pada daerah yang diransang

PEMERIKSAAN PER-SYSTEM
SISTEM CARDIOVASKULER
Inspeksi
a. Jantung, secara topografik jantung berada di bagian depan rongga
mediastinum. 
b. Lakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau
dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan
misalnya pada stenosis mitral dan pemeriksa berdiri disebelah kanan
penderita. 
c. Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira
2 cm, dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi
timbul pada waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan
melebar, kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri.
Palpasi
a. Denyut apeks jantung (iktus kordis)
Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri
iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea
midclavicularis sinistra. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal
IV.
b. Denyutan nadi pada dada
Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya
kelainan pada aorta.
Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal
II kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri
menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.
c. Getaran/Trhill
Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katup bawaan atau
penyakit jantung congenital. Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi
apabila orang tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung
dan darah akan mengalir lebih cepat. Dengan terabanya getaran maka pada
auskultasi nantinya akan terdengar bising jantung.
Perkusi
Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung. Perkusi
jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi
pericardium dan aneurisma aorta.
- Batas kiri jantung
• Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
• Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan
sebagai batas jantung kiri.
Normal:   Atas : ICS II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)
       Bawah: ICS V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri (tempat
iktus)
- Batas Kanan Jantung
• Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
• Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari
dinding depan thorak
Normal:   Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-
IV kanan, di linea parasternalis kanan. Sedangkan batas atasnya di ruang
interkostal II kanan linea parasternalis kanan.
Auskultasi
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
Dengarkan BJ I pada :
• ICS IV line sternalis kiri (BJ I Tricuspidalis)
• ICS V line midclavicula/ICS III linea sternalis kanan (BJ I Mitral)
Dengarkan BJ II pada :
• ICS II lines sternalis kanan (BJ II Aorta)
• ICS II linea sternalis kiri/ICS III linea sternalis kanan (BJ II Pulmonal)
Dengarkan BJ III (kalau ada)
• Terdengar di daerah mitral
• BJ III terdengar setelah BJ II dengan jarak cukup jauh, tetapi tidak melebihi
separo dari fase diastolik, nada rendah
• Pada anak-anak dan dewasa muda, BJ III adalah normal
• Pada orang dewasa/tua yang disertai tanda-tanda oedema/dipneu, BJ III
adalah tanda abnormal.
• BJ III pada decomp. disebut Gallop Rythm.
Dari jantung yang normal dapat didengar lub-dub, lub-dub, lub-dub. Lub
adalah suara penutupan katup mitral dan katup trikuspid, yang menandai awal
sistole. Dub adalah suara katup aorta dan katup pulmonalis sebagai tanda
awal diastole. Pada suara dub, apabila pasien bernafas akan terdengar suara
yang terpecah.
SISTEM PENCERNAAN
Inspeksi
a. Pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh.
b. Inspeksi cavum oris, lidah untuk melihat ada tidaknya kelainan.
c. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk
melemaskan/relaksasi otot- otot  abdomen.
d. Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
e. Pemeriksa berdirilah pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan warna
abdomen, bentuk perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan 
striae serta bayangan vena dan pergerakkan abnormal.
f. Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus.
g. Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan.
Bila abdomen tampak menegang, minta pasien untuk berbalik kesamping dan
inspeksi mengenai ada tidaknya pembesaran area antara iga-iga dan panggul,
tanyakan kepada pasien apakah abdomen terasa lebih tegang dari biasanya.
h. Bila terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen dengan
memasang tali/ perban seputar abdomen melalui umbilikus. Buatlah simpul
dikedua sisi tali/ perban untuk menandai dimana batas lingkar abdomen,
lakukan  monitoring, bila terjadi peningkatan perenggangan abdomen, maka
jarak kedua simpul makin menjauh.
i. Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal.
j. Mintalah pasien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan
peristaltik atau denyutan aortik.
Palpasi
Abdomen
a. Posisi pasien berbaring terlentang dan pemeriksa disebelah kanannya.
b. Lakukan palpasi ringan di tiap kuadran abdomen dan hindari area yang
telah diketahui sebelumnya sebagai titik bermasalah, seperti apendisitis.
c. Tempatkan tangan pemeriksa diatas abdomen secara datar, dengan jari- jari
ekstensi dan berhimpitan serta pertahankan sejajar permukaan abdomen.
d. Palpasi dimulai perlahan dan hati-hati dari superfisial sedalam 1 cm untuk
mendeteksi area nyeri, penegangan abnormal atau adanya massa.
e. Bila otot sudah lemas dapat dilakukan palpasi sedalam 2,5 – 7,5 cm, untuk
mengetahui keadaaan organ dan mendeteksi adanya massa yang kurang jelas
teraba selama palpasi
f. Perhatikan karakteristik dari setiap massa pada lokasi yang dalam, meliputi
ukuran, lokasi, bentuk, konsistensi, nyeri, denyutan dan gerakan
g. Perhatikan wajah pasien selama palpasi untuk melihat adanya tanda/ rasa
tidak nyaman.
h. Bila ditemukan rasa nyeri, uji akan adanya nyeri lepas, tekan dalam
kemudian lepas dengan cepat untuk mendeteksi apakah nyeri timbul dengan
melepaskan tekanan.
i. Minta pasien mengangkat kepala dari meja periksa untuk melihat kontraksi
otot-otot abdominal
Hepar
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/ dada kanan posterior pasien
pada iga kesebelas dan keduabelas dan tekananlah  kearah atas.
d. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke
kepala / superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di
garis klavikular di bawah batas bawah hati.
e. Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas.
f. Minta pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat abdomen
mengempis.
Kandung Empedu
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dibawah dada kanan posterior
pasien pada iga XI dan XII dan tekananlah  kearah atas.
d. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke
kepala / superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di
garis klavikular di bawah batas bawah hati.
e. Kemudian tekan lembut ke dalam dan ke atas.
f. Mintalah pasien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat abdomen
mengempis.
g. Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.
h. Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta pasien menarik napas
dalam selama palpasi.
Limpa
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah
pinggang kiri pasien dan tekanlah keatas.
d. Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas abdomen
dibawah tepi kiri kostal.
e. Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta pasien untuk menarik
napas dalam.
f. Palpasilah tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah kearah tangan
pemeriksa
g. Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi pasien
berbaring miring kekanan dengan kedua tungkai bawah difleksikan.
h. Pada keadaan tertentu diperlukan Schuffner test
Aorta
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Pergunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan.
d. Palpasilah dengan perlahan namun dalam ke arah abdomen bagian atas
tepat garis tengah.
Pemeriksaan Asites
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Prosedur ini memerlukan tiga tangan.
d. Minta pasien atau asisten untuk menekan perut pasien dengan sisi ulnar
tangan dan lengan atas tepat disepanjang garis tengah dengan arah vertikal.
e. Letakkan tangan pemeriksa dikedua sisi abdomen dan ketuklah dengan
tajam salah satu sisi dengan ujung- ujung jari pemeriksa.
f. Rasakan impuls / getaran gelombang cairan dengan ujung jari tangan yang
satunya atau bisa juga menggunakan sisi ulnar dari tangan untuk merasakan
getaran gelombang cairan.
Colok Dubur
Pemeriksaan abdomen dapat diakhiri dengan colok dubur (sifatnya kurang
menyenangkan sehingga ditaruh paling akhir). Pemeriksaan ini dapat
dilakukan pada pasien dalam posisi miring (symposisi), lithotomi, maupun
knee-chest. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan satu tangan maupun dua
tangan (bimanual, satu tangannya di atas pelvis). 
Colok dubur perlu hati-hati karena sifat anus yang sensitif, mudah kontraksi.
Oleh karena itu colok dubur dilakukan serileks mungkin menggunakan
lubrikasi. Sebaiknya penderita kencing terlebih dahulu. Pada posisi lithotomi
diagnosis letak kelainan menggunakan posisi jam yakni jam 3 sebelah kanan,
jam 9 sebelah kiri, jam 6 ke arah sacrum dan jam 12 ke arah pubis.
Auskultasi
a. Pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi.
b. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala.
c. Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma di daerah kuadran kiri bawah.
Berikan tekanan ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin
diperlukan 5 menit terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan
menentukan tidak adanya bising usus.
d. Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada
bising usus dan perhatikan frekwensi/karakternya.
e. Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan
sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
f. Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran
dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka,
femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan
peristaltik usus atau denyutan aorta.
Perkusi
Abdomen
Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada
saat melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ
berongga seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan
bunyi pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal.
Perkusi Batas Hati
a. Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan pasien.
b. Lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser
perlahan keatas, sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak,
tandai batas bawah hati tersebut.
c. Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
d. Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.
e. Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke celah
tulang iga ke 7.
f. Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan
bagian bawah hati pada waktu bernapas yaitu berkisar 2 – 3 cm.
Perkusi Lambung
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian
epigastrium kiri.
d. Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani
PENGKAJIAN SISTEM PERNAFASAN
Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.
3) Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, lesi, massa,
gangguan tulang belakang seperti : kyphosis, scoliosis dan lordosis, jumlah
irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.
4) Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
5) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
ekspirasi (E). ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan sering
ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL)/COPD.
6) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP)
dengan diameter lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar 1:2
sampai 5:7, tergantung dari cairan tubuh klien.
7) Kelainan pada bentuk dada :
a) Barrel Chest, Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi
peningkatan diameter AP: T (1:1), sering terjadi pada klien emfisema.
b) Funnel Chest (Pectus Excavatum), Timbul jika terjadi depresi dari bagian
bawah dari sternum. Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh darah
besar, yang akibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia,
marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.
c) Pigeon Chest (Pectus Carinatum), Timbul sebagai akibat dari
ketidaktepatan sternum, dimana terjadi peningkatan diameter AP. Timbul
pada klien dengan kyphoscoliosis berat.
d) Kyphoscoliosis, Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini
akan mengganggu pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan
osteoporosis dan kelainan muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thorax.
e) Kiposis ,meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis
menyebabkan klien tampak bongkok.
f) Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi
vertebral.
8) Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak
adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
9) Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
Palpasi
1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui
vocal premitus (vibrasi).
2) Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi
seperti : massa, lesi, bengkak.
3) Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.
4) Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.
Perkusi
1) Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ
yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
2) Jenis suara perkusi:
Suara perkusi normal resonan (sonor): dihasilkan untuk mengetahui batas
antara bagian jantung dan paru.
Auskultasi
1. Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan
suara nafas normal, suara tambahan (abnormal), dan suara.
2. Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas
dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
3. Suara nafas normal :
a) Bronchial : Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal
notch. Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti
diantara kedua fase tersebut.
b) Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi
lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
c) Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan
vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang.
Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks
dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.

SISTEM MUSKULOSKELETAL
Inspeksi
1) Pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien untuk menampakkan
seluruh tubuh.
2) Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati
adanya atrofi atau hipertrofi. Kelurusan tulang belakang, diperiksa dengan
pasien berdiri tegak dan membungkuk ke depan.
3) Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan
menggunakan meteran.
4) Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur
yang ditunjukkan oleh malposisi suatu bagian tubuh.
5) Amati kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas.
6) Skoliosis ditandai dengan kulvatura lateral abnormal tulang belakang, bahu
yang tidak sama tinggi, garis pinggang yang tidak simetris, dan skapula yang
menonjol, akan lebih jelas dengan uji membungkuk ke depan.
7) Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan
Persendian.
8) Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian.
9) Inspeksi pergerakkan persendian.
Palpasi
1) Palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif dan
pasif untuk mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba
secara involunter (spastisitas)
2) Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau mendorong
tangan pemeriksa, bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dengan
ekstremitas kiri.
3) Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan.
4) Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan memberikan
informasi mengenai integritas sendi. Normalnya, sendi bergerak secara halus.
Suara gemletuk dapat menunjukkan adanya ligament yang tergelincir di
antara tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata, seprti pada keadaan
arthritis, mengakibatkan adanya krepitus karena permukaan yang tidak rata
tersebut yang saling bergeseran satu sama lain.
5) Periksa adanya benjolan, rheumatoid arthritis, gout, dan osteoarthritis
menimbulkan benjolan yang khas. Benjolan dibawah kulit pada rheumatoid
arthritis lunak dan terdapat di dalam dan sepanjang tendon yang memberikan
fungsi ekstensi pada sendi biasanya, keterlibatan sendi mempunya pola yang
simetris. Benjolan pada GOUT keras dan terletak dalam dan tepat disebelah
kapsul sendi itu sendiri.
6) Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki
nilai 0 – 5)
0     =   Tidak ada kontraksi sama sekali.
1     =   Gerakan kontraksi.
2     =   Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan
atau gravitasi.
3     =   Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4     =   Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5     =   Kekuatan kontraksi yang penuh.
Perkusi
1) Refleks patela, Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas
tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot
quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2) Refleks biceps, lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90º, supinasi
dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa
ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul
dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit
meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif
maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau
sendi bahu.
3) Refleks triceps, lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 90º, tendon
triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2
cm diatas olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps,
sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku
tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus
yang sementara.
4) Refleks achilles, posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan
pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas
tungkai bawah kontralateral.
5) Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa
gerakan plantar fleksi.
6) Refleks abdominal, dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan
dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas
dan kearah daerah yang digores.
7) Refleks Babinski, merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya
dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini,
goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari
kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski
timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar.
Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
SISTEM ENDOKRIN
Inspeksi
a. (warna kulit): Hiperpigmentasi ditemukan pada klien addison desease atau
cushing syndrom. Hipopigmentasi terlihat pada klien diabetes mellitus,
hipertiroidisme, hipotiroidisme.
b. Wajah: Variasi, bentuk dan struktur muka mungkin dapat diindikasikan
dengan penyakit akromegali mata.
c. Kuku dan rambut : Peningkatan pigmentasi pada kuku diperlihatkan oleh
klien dengan penyakit addison desease, kering, tebal dan rapuh terdapat pada
penyakit hipotiroidisme, rambut lembut hipertyroidisme. Hirsutisme terdapat
pada penyakit cushing syndrom.
d. Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh klien : Orang jangkung,
yang disebabkan karena insufisiensi growth hormon. Tulang yang sangat
besar, bisa merupakan indikasi akromegali.
e. Tanda trousseaus dan tanda chvoteks : Peningkatan kadar kalsium tangan
dan jari-jari klien kontraksi (spasme karpal).
Palpasi
a. Kulit kasar, kering ditemukan pada klien dengan hipotiroidisme. Dimana
kelembutan dan bilasan kulit bisa menjadi tanda pada klien dengan
hipertiroidisme. Lesi pada ekstremitas bawah mengindikasikan DM.
b. Palpasi kelenjar tiroid (tempatkan kedua tangan anda pada sisi lain pada
trachea dibawah kartilago thyroid. Minta klien untuk miringkan kepala ke
kanan Minta klien untuk menelan. Setelah klien menelan. pindahkan pada
sebelah kiri. selama palpasi pada dada kiri bawah) : Tidak membesar pada
klien dengan penyakit graves atau goiter.
Auskultasi
Auskultasi pada daerah leher diata tiroid dapat mengidentifikasi bunyi "bruit“.
Bunyi yg dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea.
Normalnya tidak ada bunyi.
SISTEM INTEGUMEN
Inspeksi
a. Kaji integritas kulit warna flushing, cyanosis, jaundice, pigmentasi yang
tidak teratur
b. Kaji membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum, kulit
c. Kaji bentuk, integritas, warna kuku.
d. Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus.
Palpasi
a. Adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu.
b. Tekstur kulit.
c. Turgor kulit, normal < 3 detik
d. Area edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi, temperatur, bentuk,
mobilisasi.
e. Palpasi Capillary refill time : warna kembali normal setelah 3 – 5 detik.
SISTEM NEUROLOGI
Inspeksi
a. Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran : dengan
melakukan pertanyaan tentang kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan
orang.
b. Kaji status mental.
c. Kaji adanya kejang atau tremor.
Palpasi
a. Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe
dan pengobatannya.
b. Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami
gangguan. Kaji adanya hilang rasa, rasa terbakar/panas dan baal.
c. Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot, pergerakan
dan postur.
Perkusi
a. Refleks patela, diketuk pada regio patela (ditengah tengah patela).
b. Refleks achilles, dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa
gerakan plantar fleksi kaki.
SISTEM REPRODUKSI
Inspeksi
1. Keadaan umum, pemeriksaan khusus obstetri, pemeriksaan dalam, dan
pemeriksaan tambahan.
2. Inspeksi tentang status gizi : anemia, ikterus.
3. Kaji pola pernapasan (sianosis, dispnea).
4. Apakah terdapat edema, bagaimana bentuk dan tinggi badan, apakah ada
perubahan pigmentasi, kloasma gravidarum, striae alba, striae lividae, striae
nigra, hiperpigmentasi, dan areola mamma.

Palpasi
1. palpasi menurut Leopold I-IV
2. Serviks, yaitu untuk mengetahui pelunakan serviks dan pembukaan serviks.
3. Ketuban, yaitu untuk mengetahui apakah sudah pecah atau belum dan
apakah ada ketegangan ketuban.
4. Bagian terendah janin, yaitu untuk mengetahui bagian apakah yang
terendah dari janin, penurunan bagian terendah, apakah ada kedudukan
rangkap, apakah ada penghalang di bagian bawah yang dapat mengganggu
jalannya persalinan.
5. Perabaan forniks, yaitu untuk mengetahui apakah ada bantalan forniks dan
apakah bagian janin masih dapat didorong ke atas.
Auskultasi
Auskultasi untuk mengetahui bising usus, gerak janin dalam rahim, denyut
jantung janin, aliran tali pusat, aorta abdominalis, dan perdarahan
retroplasenter.
SISTEM PERKEMIHAN
Inspeksi
a. Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan
dan ada/tidaknya sedimen.
b. Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria,
serta riwayat infeksi saluran kemih.
c. Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter, silikon kateter atau
urostomy atau supra pubik kateter.
d. Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait
dengan sistem perkemihan.
Palpasi
a. Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih)
b. Untuk melakukan palpasi Ginjal Kanan: Posisi di sebelah kanan pasien.
Tangan kiri diletakkan di belakang penderita, paralel pada costa ke-12, ujung
cari menyentuh sudut costovertebral (angkat untuk mendorong ginjal ke
depan). Tangan kanan diletakkan dengan lembut pada kuadran kanan atas di
lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi
tekan tangan kanan dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap
ginjal di antar kedua tangan (tentukan ukuran, nyeri tekan ga). Pasien diminta
membuang nafas dan berhenti napas, lepaskan tangan kanan, dan rasakan
bagaimana ginjal kembali waktu ekspirasi.
c. Dilanjutkan dengan palpasi Ginjal Kiri : Pindah di sebelah kiri penderita,
Tangan kanan untuk menyangga dan mengangkat dari belakan. Tangan kiri
diletakkan dengan lembut pada kuadran kiri atas di lateral otot rectus, minta
pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kiri dalam-
dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan
(normalnya jarang teraba).
Perkusi
Untuk pemeriksaan ketok ginjal prosedur tambahannya dengan
mempersilahkan penderita untuk duduk menghadap ke salah satu sisi, dan
pemeriksa berdiri di belakang penderita. Satu tangan diletakkan pada sudut
kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul
dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kanan). Satu tangan
diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan
lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kiri).
Penderita diminta untuk memberiksan respons terhadap pemeriksaan bila ada
rasa sakit.

Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan
dengan mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian
fisik meningkatkan evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil
asuhan fisiologis dan perilaku. Keterampilan pengkajian fisik yang sama di
gunakan untuk mengkaji kondisi dapat di gunakan sebagai tindakan evaluasi
setelah asuhan diberikan.
            Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif
melalui pengkajian fisik. Pengukuran tersebut menentukan tercapainya atau
tidak hasil asuhan yang di harapkan. Perawat tidak bergantung sepenuhnya
pada intuisi ketika pengkajian fisik dapat digunakan untuk mengevaluasi
keefektifan asuhan.
Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada
pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki
format khusus  yang mempermudah pencatatan data pemeriksaan. Perawat
meninjau semua hasil  sebelum membantu klien berpakaian, untuk berjaga-
jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau mendapatkan data
tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana
asuhan.
Data didokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama
dengan langkah-langkah proses keperawatan.
Format SOAPIE, terdiri dari:
•    Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien
•    Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi oleh perawat.
•    Assessment (pengkajian) , yaitu diagnosa keperawatan dan pernyataan
tentang kemajuan atau kemunduran klien
•    Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
•    Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan
berdasarkan rencana
•    Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di
implementasikan.

PENUTUP 
KESIMPULAN
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau
hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang
sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa,
menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat
bagi klien.
Pemeriksaan fisik mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien
yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin
pada klien yang sedang di rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi
pemeriksaan fisik ini sangat penting dan harus di lakukan pada kondisi
tersebut, baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik
untuk untuk menegakkan diagnosa keperawatan, memilih intervensi yang
tepat untuk proses keperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil dari
asuhan keperawatan.
Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus
memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik
ini harus dilakukan secara berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan
prosedur yang benar.

Anda mungkin juga menyukai