Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH AKAD MUAMALAH

MATA KULIAH : FIKIH MUAMALAH

KELAS : ILMU EKONOMI C


KELOMPOK 1:

1. TANTRI WIDIANA PUTRI (90300120085)


2. FAHRUR RAHMAN (90300120086)
3. MAHFUD SAYYID RABBANI (90300120124)
4. M WAHYU AP HASYIM (90300120125)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, atas berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas Fiqh Muamalah tentang
akad dalam peersprktif islam.

Tugas mata kuliah Fikih Muamalah tentang Akad dalam karya ilmiah ini
kami buat agar dapat memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Fiqh Muamalah
pada semester 3. Tujuan lain penyusunan tugas ini adalah agar pembaca dapat
memahami dan mengetahui tentang akad dalam ilmu Fiqh Muamalah dalam karya
ilmiah sebagaimana yang tertulis dalam makalah ini.

Materi ini kami sajikan dengan bahasa yang sederhana dan menggunakan
bahasa pada umumnya agar dapat dipahami oleh pembaca.Kami menyadari bahwa
makalah ini mungkin terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Samata, 01 Oktober 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ....................................................................................................... 1
BAB II................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 2
A. Pengertian Akad ...................................................................................................... 2
B. Jual Beli Secara Langsung (Offline) ....................................................................... 2
C. Syarat Jual Beli dalam Islam ................................................................................... 3
D. Rukun Jual Beli dalam Islam .................................................................................. 3
E. Akad Online Dalam Pandangan Islam .................................................................... 4
F. Akad Nikah Lewat Telepon Menurut Hukum Islam............................................... 5
BAB III ............................................................................................................................... 8
PENUTUP .......................................................................................................................... 8
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 8
B. Saran ....................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri dan memerlukan
bantuan dari orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan
manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk
memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu
manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan
yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses
untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya,
lazim disebut dengan proses untuk berakad atau melakukan kontrak. Islam
memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.

Dalam pembahasan fikih, akad atau kontrak yang dapat digunakan


bertransaksi sangat beragam, sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi
kebutuhan yang ada. Oleh karena itu, makalah ini disusun untuk membahas
mengenai berbagai hal yang terkait dengan akad dalam pelaksanaan muamalah di
dalam kehidupan kita sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian akad?
2. Bagaimana Jual beli Secara Langsung (Offline)?
3. Syarat Jual Beli dalam Islam?
4. Rukun Jual Beli dalam Islam?
5. Akad Online Dalam Pandangan Islam?
6. Akad Nikah Lewat Telepon Menurut Hukum Islam?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk dapat mengetahui pengertian dari akad.
2. Untuk mengetahui bagaimana Akad Secara Langsung (Offline)
3. Untuk mengetahui syarat Jual Beli dalam Islam
4. Untuk mengetahui rukun Jual Beli dalam Islam
5. Untuk mengetahui akad Online Dalam Pandangan Islam
6. Untuk mengetahui akad Nikah Lewat Telepon Menurut Hukum Islam

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad
Perikatan atau perjanjian, ataupun transaksi-transaksi lainya dalam konteks
fiqih muamalah dapat disebut dengan akad. Kata akad berasal dari bahasa arab al-
„aqd bentuk jamaknya al-„uqud yang mempunyai arti perjanjian, persetujuan
kedua belah pihak atau lebih dan perikatan.

Adapun secara terminology ulama fiqh melihat akad dari dua sisi yakni secara
umum dan secara khusus.

1. Secara umum
Akad adalah segala yang diinginkan dan dilakukan oleh kehendak sendiri,
atau kehendak dua orang atau lebih yang mengakibatkan berubahnya
status hukum objek akad (maqud alaih).

2. Pengertian akad secara khusus


Pengertian akad dalam arti khusus yang dikemukakan oleh ulama fiqh
adalah “Perikatan yang ditetapkan dengan ijab qobul berdasarkan
ketentuan syara‟ yang berdampak pada objeknya.”

Selain itu juga ada Definisi lain tentang akad yaitu “Suatu perikatan
Antara ijab dan Kabul dengan cara yang dibenarkan syarak dengan
menetapkan akibat-akibat hukum pada objeknya.”

B. Jual Beli Secara Langsung (Offline)


Jual beli adalah interaksi ekonomi yang umurnya setua dengan peradaban
manusia. Sejak manusia memiliki kebutuhan yang tak bisa mereka penuhi sendiri,
mereka melakukan kegiatan transaksi atau jual beli. Agar tertata dan tak
menimbulkan konflik, maka terciptalah aturan kegiatan jual beli baik dalam
tatanan sosial maupun agama. Salah satu contohnya adalah hukum jual beli dalam
Islam.

Aturan hukum jual beli dalam Islam dikenal juga sebagai hukum muamalah.
Hukum ini pada awalnya diterapkan untuk menjaga hak-hak orang muslim dalam
melakukan transaksi. Bahkan hingga saat ini, setelah melalui berbagai perubahan
zaman, hukum islam masih digunakan.

2
Secara garis besar, jual beli dalam Islam diperbolehkan. Namun harus memenuhi
seluruh syarat dan rukunnya.

C. Syarat Jual Beli dalam Islam

1. Penjual dan pembeli melakukan transaksi dengan sadar dan ridha. Artinya,
tak ada paksaan atau ancaman kepada salah satu pihak untuk melakukan
transaksi.
2. Pihak yang bersangkutan, pembeli dan penjual, harus sudah dewasa,
cakap, dan dalam kondisi sadar saat melakukan transaksi. Artinya tak ada
penipuan, pengelabuan terhadap salah satu pihak karena sedang tidak
sadar, atau masih anak-anak.
3. Adanya akad alias kesepakatan jual beli kedua belah pihak. Artinya, jual
beli itu diikrarkan sehingga kedua pihak sama-sama sadar bahwa mereka
melakukan jual beli dan saling mengetahui.
4. Barang yang diperjual belikan adalah dimiliki sepenuhnya oleh penjual.
Artinya, barang itu bukan barang curian, pinjaman, atau barang yang
hanya dikuasai penjual. Secara lain, penjual adalah memang pihak yang
berhak atas barang tersebut.
5. Objek yang diperjual belikan bukanlah barang yang terlarang atau haram.
Maksudnya, objek itu adalah barang bermanfaat, tidak menimbulkan
musibah, atau dilarang agama/masyarakat. Sehingga jual beli itu
menghasilkan manfaat.
6. Harga jual beli itu harus jelas. Ini adalah asas transparansi. Selain tanpa
paksaan, jual beli dalam Islam harus mengedepankan kejujuran. Sehingga
dua pihak yang bertransaksi sama-sama tahu berapa nilai transaksi mereka.

Selain syarat, beberapa hal yang harus dipenuhi agar jual beli itu sah adalah rukun
jual beli dalam Islam. Rukun jual beli dalam Islam ini berbeda dengan syarat.
Rukun dalam hal ini berarti sendi atau dasar dalam melakukan sesuatu yang harus
ada.

D. Rukun Jual Beli dalam Islam


Berikut daftar rukun jual beli dalam Islam yang wajib Anda ketahui, khususnya
apabila Anda seorang pedagang atau konsumen.

1. Pihak yang bertransaksi

3
Dalam jual beli, dua pihak yang bertransaksi harus ada dan hadir. Harus
ada penjual dan pembeli. Jika tak ada salah satu pihak itu, maka jual beli
tak bisa dipenuhi.

2. Barang atau objek jual beli


Jual beli adalah aktivitas tukar menukar barang/jasa. Maka, saat jual beli
barang atau objek ini harus ada dan bisa dipahami oleh kedua pihak.

3. Harga yang disepakati


Jika sudah ada penjual, pembeli, dan barang yang mereka transaksikan,
maka harus ada kesepakatan harga. Harga ini, harus terbuka dan diketahui
oleh kedua pihak. Jika ada pihak yang tak sepakat dengan harga, maka jual
beli tak tidak sah.

4. Akad atau serah terima


Akad ini menunjukkan bahwa penjual dan pembeli sudah akur. Penjual
sudah mau melepas barang/objeknya, pembeli mau membayar sesuai
dengan harga yang disepakati. Dalam dunia properti, akad ini bahkan
dibuat secara tertulis dan dibuat di depan notaris.

E. Akad Online Dalam Pandangan Islam


Akad jual beli online dalam Islam halal selagi ada barang dan dibayar tunai
serta tidak ada unsur penipuan. Hukum jual beli online ini perlu diketahui Muslim
agar kegiatan yang dilakukan tidak melanggar aturan agama.

Saat ini, jual beli online sudah hampir dilakukan semua orang, terutama yang
hidup diperkotaan. Cukup duduk santai di rumah, punya data, punya aplikasi toko
jual beli online, seseorang bisa membeli dan menjual segala kebutuhan hidupnya.

Ustazah Isnawati dalam bukunya Jual Beli Online Sesuai Syariah


menerangkan, jual beli online adalah transaksi yang dilakukan oleh dua belah
pihak tanpa bertemu langsung, untuk melakukan negosiasi dan transaksi jual beli
yang dilakukan melalui alat komunikasi seperti chat, telepon, SMS, web dan
sebagainya.

Jual beli online bisa dikategorikan jual beli yang tidak tunai. Karena biasanya
dalam sistem jual beli online ini, ketika terjadi kesepakatan antara kedua belah
pihak, penjual dan pembeli, maka penjual meminta untuk dilakukan pembayaran,
setelah itu barulah barang yang dipesan akan dikirimkan.

4
Di dalam Islam secara umum ada empat jenis jual beli, tiga diantaranya dihalalkan
dan satu yang diharamkan.

1. Jual beli semua tunai. Pembayaran tunai dan barangnya pun tunai. Ini yang
biasa terjadi di pasar atau jika seseorang belanja langsung ke warung tanpa
ngutang.
2. Jual beli non tunai (kredit), yaitu barangnya tunai, namun pembayarannya
ditangguhkan atau dicicil belakangan.
3. Jual beli salam/istishna‟. Jual beli dengan pembayaran tunai dan
barangnya ditangguhkan atau belakangan.

Adapun jenis jual beli yang terlarang atau diharamkan secara mutlak adalah jual
beli utang. Maksudnya pembayarannya tidak tunai ditangguhkan kemudian
barangnya pun ditangguhkan.

F. Akad Nikah Lewat Telepon Menurut Hukum Islam


Akad (nikah dari bahasa Arab ‫ )عقد‬atau ijab qabul, merupakan ikrar
pernikahan. Yang dimaksud akad pernikahan adalah ijab dari pihak wali
perempuan atau wakilnya dari qabul dari pihak calon suami atau wakilnya.
Menurut syara‟ nikah adalah satu akad yang berisi diperbolehkannya melakukan
persetubuhan dengan menggunakan lafadz ‫( انكاح‬menikahkan)
atau ‫( تزويج‬mengawinkan). Kata nikah ini sendiri secara hakiki bermakna akad dan
secara majazi bermakna persetubuhan menurut pendapat yang shoheh.

Rukun Pernikahan
Adapun rukun nikah ada 5, yaitu :

1. Wali
2. Pengantin laki-laki
3. Pengantin perempuan
4. Dua saksi laki-laki
5. Akad nikah

Akad nikah merupakan syarat wajib dalam proses atau ucapan perkawinan
menurut Islam akad nikah boleh dijalankan oleh wali atau diwakilkan kepada juru
nikah.

Nikah Lewat Telepon Menurut Hukum Islam

5
Menentukan sah / tidaknya suatu nikah, tergantung pada
dipenuhi / tidaknya rukun-rukun nikah dan syarat-syaratnya. Secara formal,
nikah lewat telepon dapat memenuhi rukun-rukunnya, yakni adanya calon
suami dan istri, dua saksi, wali pengantin putri, dan ijab qabul. Namun, jika
dilihat dari segi syarat-syarat dari tiap-tiap rukunnya, tampaknya ada
kelemahan / kekurangan untuk dipenuhi.

Misalnya, identitas calon suami istri perlu dicek ada / tidaknya hambatan
untuk kawin (baik karena adanya larangan agama atau peraturan perundang-
undangan) atau ada tidaknya persetujuan dari kedua belah pihak. Pengecekan
masalah ini lewat telepon sebelum akad nikah adalah cukup sukar. Demikian
pula pengecekan tentang identitas wali yang tidak bisa hadir tanpa taukil,
kemudian ia melangsungkan ijab qabul langsung dengan telepon. Juga para
saksi yang sahnya mendengar pernyataan ijab qabul dari wali dan pengantin
putra lewat telepon dengan bantuan mikropon, tetapi mereka tidak bisa
melihat apa yang disaksikan juga kurang meyakinkan. Demikian pula ijab
qabul yang terjadi di tempat yang berbeda lokasinya, apalagi yang sangat
berjauhan seperti antara Jakarta dan Bloomington Amerika Serikat yang
berbeda waktunya sekitar 12 jam sebagaimana yang telah dilakukan oleh Prof.
Dr Baharuddin yang mengawinkan putrinya di Jakarta (dra. Nurdiani) dengan
Drs. Ario Sutarti yang sedang belajar di Universitas Indiana Amerika Serikat
pada hari sabtu tanggal 13 Mei 1989 pukul 10.00 WIB bertepatan hari jumat
pukul 22.00 waktu Indiana Amerika Serikat.

Karena itu, nikah lewat telepon itu tidak sah dan dibolehkan menurut
Hukum Islam, karena selain terdapat kelemahan /kekurangan dan keraguan
dalam memenuhi rukun-rukun nikah dan syarat-syaratnya sebagaimana
diuraikan diatas, juga berdasarkan dalil-dalil syara‟ sebagai berikut :

1. Nikah itu termasuk ibadah. Karena itu, pelaksanaan nikah harus sesuai
dengan tuntunan al-Qur‟an dan sunnah nabi yang shahih, berdasarkan
kaidah hukum:
‫االصل فى العبادة حرام‬
“Pada dasarnya, ibadah itu haram”.

Artinya, dalam masalah ibadah, manusia tidak boleh membuat-buat


(merekayasa aturan sendiri).

2. Nikah merupakan peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan


manusia, dan itu bukanlah sembarangan akad, tetapi merupakan akad yang
mengandung sesuatu yang sacral dan syiar islam serta tanggungjawab

6
yang berat bagi suami istri, sebagaimana firman Allah dalam al-
Quran surat nisa‟ ayat : 21

Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang


kuat.

3. Nikah lewat telepon mengandung risiko tinggi berupa kemungkinan


adanya penyalahgunaan atau penipuan (gharar/khida’), dan dapat pula
menimbulkan keraguan (confused atau syak), apakah telah dipenuhi atau
tidak rukun-rukun dan syarat-syarat nikahnya dengan baik. Dan yang
demikian itu tidak sesuai dengan hadist Nabi/kaidah fiqih
‫ال ضرر وال ضرارا‬
Tidak boleh membuat mudarat kepada diri sendiridan kepada orang lain.
Dan hadis Nabi
‫دعما يريبك اال ماال يريبك‬

Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan engkau, (berpeganglah) dengan


sesuatu yang tidak meragukan engkau.
‫درء المفاسد مقدم على جلب المصالح‬

Menghindari mafsadah (resiko) harus didahulukan atas usaha menarik


(mencari) maslahah

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Akad adalah kesepakatan antara kedua belah pihak ditandai dengan sebuah
ijab dan qobul yang melahirkan akibat hukum baru. Akad memiliki rukun dan
syarat yaitu: „Aqid, Ma‟qud „alaih, Maudhu‟ al-„aqd, dan Shighat al-„aqd.
sedangkan syarat akad meliputi :syarat terbentuknya akad, syarat keabsahan akad,
dan syarat-syarat berlakunya hukum akibat.

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini
tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal
ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan
untuk perbaikan ke depannya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Rafmad Syafe‟i. Fiqih Muamalah. Pustaka Setia Bandung.2001

Prof. Dr. H. rachmat Syafei, MA.Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustak Setia,


2001).

http://www.academia.edu/25949554/Makalah_Fiqih_Muamalah_1_Teori_Akad_d
alam_Perspektif_Fiqh_Muamalah, pada tanggal 08 oktober 2017 pukul 22:17 wib.

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka


Kencana:2010).
Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997).
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, Jogjakarta: Logung Puataka, 2009.

http://juminardi-ardi.blogspot.co.id/2012/09/akad-kedudukan-dan-fungsi-
akad.html, pada tanggal 08 oktober 2017 pada pukul 20:45 wib.

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah; ed.


Revisi, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009.
Abdul Rahman Ghazaly, et.al, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010).
QS. Al-Maidah (5):1

https://prospeku.com/artikel/hukum-jual-beli-dalam-islam-beserta-rukun-
syaratnya---2812
https://www.google.com/amp/s/www.inews.id/amp/lifestyle/muslim/hukum-jual-
beli-online

Anda mungkin juga menyukai