Anda di halaman 1dari 109

Standar Audit, Laporan Audit,

dan Tingkat Materialitas

1.1 Standar Auditing yang Berlaku Umum


Standar auditing merupakan pedoman umum untuk membantu
auditor dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya sehubung­
an dengan audit yang dilakukan atas laporan keuangan historis
klien-nya. Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas
profesional, seperti kompetensi clan independensi, persyaratan pela­
poran, clan bahan bukti audit.
P edoman umum yang dimaksud adalah berupa 10 standar audi­
ting yang berlaku umum (generally accepted auditingstandards), yang
dikembangkan oleh AlCPA (American Institute of Certified P ublic
Accountants). Standar-standar ini memang tidak cukup spesifik un­
tuk memberikan pedoman yang berarti bagi praktisi akuntan publik,
akan tetapi menyajikan kerangka kerja atau acuan yang membuat
AICPA dapat memberikan interpretasi. Standar auditing yang ber­
laku umum (GAAS) dapat dibagi menjadi tiga kategori berikut:

Standar Umum
1. Audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pela­
tihan dan memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagai
seorang auditor.
2. Auditor harus mempertahankan sikap mental yang independen
dalam semua hal yang berhubungan dengan audit.
3. Auditor harus menerapkan kemahiran profesional dalam melak­
sanakan audit clan menyusun laporan.
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

Standar Pekerjaan Lapangan


1. Auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan
mengawasi semua asisten sebagaimana mestinya.
2. Auditor harus memperoleh pemahaman yang cukup menge­
nai entitas serta lingkungannya, termasuk pengendalian inter­
nal, untuk menilai risiko salah saji yang material dalam laporan
keuangan karena kesalahan atau kecurangan, dan selanjutnya
untuk merancang sifat, waktu, serta luas prosedur audit.
3. Auditor harus memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan
melakukan prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk
memberikan pendapat menyangkut laporan keuangan yang di­
audit
Standar Pelaporan
1. Auditor dalam laporan auditnya harus menyatakan apakah la­
poran keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum.
2. Auditor dalam laporan auditnya harus mengidentifikasi menge­
nai keadaan di mana prinsip akuntansi tidak secara konsisten
diikuti selama periode berjalan dibandingkan dengan periode
sebelumnya.
3. Jika auditor menetapkan bahwa pengungkapan secara informa­
tif belum memadai, auditor harus menyatakannya dalam lapor­
an audit.
4. Auditor dalam laporan auditnya harus menyatakan pendapat
mengenai laporan keuangan secara keseluruhan, atau menya­
takan bahwa suatu pendapat tidak dapat diberikan. Jika auditor
tidak dapat memberikan suatu pendapat, auditor harus menye­
butkan alasan-alasan yang mendasarinya dalam laporan audi­
tor. Dalam semua kasus, jika nama seorang auditor dikaitkan
dengan laporan keuangan, auditor ini harus secara jelas (dalam
laporan auditor) menunjukkan sifat pekerjaannya, jika ada, serta
tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor bersangkutan.

2 ■
BAB 1 Standar Audit, Laporan Audit ...

1.2 Laporan Audit Standar Wajar Tanpa Pengecualian


Laporan auditor, sebagai tahap akhir dari keseluruhan proses
audit, sangatlah penting dalam setiap penugasan untuk mengkomu­
nikasikan berbagai hasil temuannya. Para pemakai laporan keuang­
an mengandalkan laporan auditor untuk memberikan kepastian
atas laporan keuangan sebuah perusahaan. Auditor akan bertang­
gung jawab apabila laporan audit yang diterbitkannya tidaklah te­
pat. Laporan audit standar wajar tanpa pengecualian diterbitkan
oleh akuntan publik (auditor eksternal) apabila semua kondisi audit
telah terpenuhi dan tidak ada salah saji yang signifikan serta laporan
keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum.
Agar para pemakai laporan dapat memahami laporan audit,
standar profesional AICPA telah menyediakan kata-kata baku atau
standar untuk setiap penerbitan laporan audit. Masing-masing audi­
tor dapat mengubah sedikit kata-kata atau penyajian laporan audit­
nya, namun artinya harus sama.
Laporan audit standar wajar tanpa pengecualian berisi:
1. Judul laporan
Laporan harus diberi judul yang berisi kata independen, tepat­
nya adalah "laporan auditor independen'' atau "pendapat akun­
tan independen': Kewajiban untuk mencantumkan kata inde­
penden dimaksudkan agar pemakai laporan mengetahui bahwa
audit dilaksanakan secara tidak memihak (netral).
2. Alamat laporan audit
Laporan ini pada umumnya ditujukan kepada perusahaan, para
pemegang saham, atau dewan direksi perusahaan.
3. Paragraf pendahuluan
Ada tiga hal yang dimuat atau ditunjukkan dalam paragraf ini,
yaitu:
• Suatu pernyataan sederhana bahwa kantor akuntan pub­
lik bersangkutan telah melaksanakan audit. Pernyataan ini

■ 3
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

dibuat untuk membedakan laporan audit dari laporan kom­


pilasi atau laporan review.
• Menyatakan jenis laporan keuangan yang telah diaudit, ter­
masuk tanggal neraca serta periode akuntansi untuk laporan
laba rugi dan laporan arus kas.
• Menyatakan bahwa penyiapan serta isi laporan keuangan
merupakan tanggung jawab manajemen, sedangkan tang­
gung jawab auditor adalah hanya sebatas pada pemberian
pendapat (opini) atas laporan keuangan tersebut berdasar­
kan audit yang telah dilakukan. Tujuan dari pernyataan ini
adalah untuk memberitahu pemakai laporan bahwa pihak
manajemen bertanggung jawab atas pemilihan prinsip-prin­
sip akuntansi yang berlaku umum dan membuat pengukur­
an serta pengungkapan dalam menerapkan prinsip-prinsip
tersebut dan untuk mengklarifikasi antara peran manajemen
dan auditor.
4. Paragraf ruang lingkup
Paragraf ini berisi pernyataan faktual tentang apa yang dilaku­
kan auditor dalam proses audit. Mula-mula paragraf ini me­
nyatakan bahwa auditor melaksanakan audit berdasarkan stan­
dar auditing yang berlaku umum. Dalam paragraf ini juga me­
nyatakan bahwa audit dirancang untuk memperoleh keyakinan
yang memadai bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah
saji yang material. Kata "material" menunjukkan bahwa audi­
tor hanya bertanggung jawab mencari salah saji yang signifi­
kan, yang dapat memengaruhi keputusan para pemakai laporan
keuangan. Adapun istilah "keyakinan yang memadai" digunak­
an untuk menunjukkan bahwa audit tidak dapat diharapkan un­
tuk memberikan jaminan penuh (garansi 100%) atau mengha­
pus seluruh kemungkinan adanya salah saji yang material dalam
laporan keuangan klien, melainkan untuk memberikan tingkat
kepastian yang tinggi.
Paragraf ruang lingkup juga menyatakan bahwa atas dasar peng­
ujian, audit meliputi pemeriksaan bukti-bukti yang mendukung


jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Istilah

4
BAB 1 Standar Audit, Laporan Audit ...

"atas dasar pengujian'' menunjukkan bahwa audit dilakukan


atas dasar sampling clan bukan atas setiap transaksi clan jumlah
yang tersaji dalam laporan keuangan. Paragraf ruang lingkup
juga menyatakan bahwa audit juga meliputi penilaian atas kete­
patan prinsip akuntansi yang digunakan clan estimasi signifikan
yang dibuat oleh manajemen, serta pengevaluasian atas ketepat­
an pengungkapan clan penyajian laporan keuangan secara kese­
luruhan. Terakhir, paragraf ruang lingkup menyebutkan me­
ngenai keyakinan auditor bahwa bukti audit yang dikumpulkan
adalah sudah memadai guna menyatakan pendapat.
5. Paragraf pendapat
Paragraf ini merupakan paragraf terakhir dalam laporan au­
dit standar, yang memuat kesimpulan atau pendapat auditor
berdasarkan hasil audit yang telah dilakukannya. Pernyataan
pendapat yang ada dalam paragraf ini bukan sebagai pernyataan
mutlak atau sebagai jaminan, melainkan lebih kepada pernyata­
an yang berdasarkan pada pertimbangan profesional auditor,
yang mungkin ada beberapa risiko informasi (informasi yang
salah) yang berkaitan dengan laporan keuangan yang telah di­
auditnya.
Dalam paragraf pendapat ini, sesuai dengan standar auditing
yang berlaku umum, auditor diwajibkan untuk menyatakan
pendapat tentang laporan keuangan klien secara keseluruhan,
termasuk kesimpulan mengenai apakah perusahaan klien te­
lah mengikuti prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Laporan keuangan dikatakan disajikan secara wajar apabila telah
sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
6. Nama kantor akuntan publik
Pada bagian ini memuat nama kantor akuntan publik yang telah
melaksanakan audit atas laporan keuangan kliennya. Seluruh
bagian dari kantor akuntan publik ini mempunyai tanggung
jawab hukum clan profesional untuk memastikan bahwa kuali­
tas atas audit yang dilakukannya telah memenuhi standar profe­


sional.

5
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

7. Tanggal laporan audit


Tanggal yang tepat untuk dicantumkan pada laporan audit
adalah ketika auditor telah menyelesaikan keseluruhan prose­
dur audit di lokasi pemeriksaan ( tanggal pekerjaan lapangan
diselesaikan). Tanggal ini menunjukkan hari terakhir dari tang­
gung jawab auditor untuk me-review atas peristiwa-peristiwa
penting yang terjadi setelah tanggal laporan keuangan. Jadi, jika
tanggal neraca adalah 31 Desember 2010 dan tanggal laporan
audit adalah 25 Februari 2011, maka berarti bahwa auditor telah
memeriksa transaksi dan peristiwa material yang belum dicatat,
yang terjadi hingga tanggal 25 Februari 2011.
Laporan audit standar wajar tanpa pengecualian diterbitkan bila
kondisi-kondisi berikut ini terpenuhi:
1. Semua laporan, yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, lapor­
an laba ditahan, dan laporan arus kas sudah termasuk dalam
laporan keuangan.
2. Ketiga standar umum telah dipatuhi dalam semua hal yang
berkaitan dengan penugasan.
3. Bukti audit yang cukup memadai telah terkumpul, dan auditor
telah melaksanakan penugasan audit sesuai dengan ketiga stan­
dar pekerjaan lapangan.
4. Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Hal ini juga berarti bahwa peng­
ungkapan yang memadai telah tercantum dalam catatan atas
laporan keuangan.
5. Tidak terdapat situasi yang membuat auditor merasa perlu un­
tuk menambahkan paragraf penjelasan atau modifikasi kata­
kata dalam laporan audit.

6 ■
BAB 1 e Standar Audit, Laporan Audit ...
Laporan Audit Standar Wajar Tanpa Pengecualian:
Laporan Auditor lndependlen (Judul Laporan)
Kepada Para Pemegang Saham (Alamat Laporan Audit)
PT. Permata lndah
JI. Jend. Sudirman 51, Jakarta
Kami telah mengaudit neraca PT. Permata lndah per 31 Desember 2010 dan 2009,
serta laporan laba rugi, laporan laba ditahan, dan laporan arus kas untuk tahun
yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut. Laporan keuangan merupakan
tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung jawab kami adalah me­
nyatakan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan audit kami.
(Paragraf Pendahuluan)
Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang berlaku umum.
Standar ini mengharuskan kami merencanakan dan melaksanakan audit untuk
memperoleh keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan telah bebas
dari salah saji yang material. Audit meliputi pemeriksaan, atas dasar pengu­
jian, bukti-bukti yang mendukung jumlah dan pengungkapan dalam laporan
keuangan. Audit juga meliputi penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan
dan estimasi signifikan yang dibuat oleh manajemen, serta pengevaluasian atas
pengungkapan dan penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. Kami yakin
bahwa audit kami memberikan dasar yang memadai untuk menyatakan penda­
pat. (Paragraf Ruang Lingkup)
Menurut pendapat kami, laporan keuangan yang kami sebut di atas menyajikan
secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan PT. Permata lndah
per 31 Desember 2010 dan 2009, serta hasil operasi, dan arus kas untuk tahun
yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip akun-
tansi yang berlaku umum. (Paragraf Pendapat)
Kantor Akuntan Publik, Hery Alexander dan Rekan (Noma Kantor Akuntan)
25 Februari 2011 (Tanggal Laporan Audit)

1.3 Laporan Audit Wajar Tanpa Pengecualian dengan


Paragraf Penjelasan atau Modifikasi Kata-Kata
Laporan ini adalah laporan wajar tanpa pengecualian, di mana
laporan keuangan telah disajikan secara wajar, tetapi auditor merasa
perlu atau wajib untuk memberikan informasi tambahan. Berikut
adalah penyebab paling penting dari penambahan paragraf penjelas­
an atau modifikasi kata-kata pada laporan audit wajar tanpa penge­
cualian:
• Tidak diterapkannya secara konsisten prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum.


AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

• Adanya keraguan yang substansial mengenai kesinambungan


usaha atau kelangsungan hidup perusahaan (going concern).
• Auditor menyetujui penyimpangan dari prinsip-prinsip akun­
tansi yang berlaku umum.
• Diperlukannya penekanan atas suatu hal atau masalah.
Laporan yang melibatkan auditor lain.
Untuk keempat penyebab yang pertama dan bersifat material
(tidak diterapkannya secara konsisten prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum, adanya keraguan yang substansial mengenai
kesinambungan usaha, auditor setuju dengan penyimpangan dari
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, atau diperlukannya
penekanan atas suatu hal atau masalah) memerlukan suatu para­
graf penjelasan. Dalam hal ini, tiga paragraf (paragraf pendahuluan,
paragraf ruang lingkup, dan paragraf pendapat) yang ada dalam
laporan audit standar tetap disertakan tanpa adanya modifikasi ka­
ta-kata, namun ditambah dengan paragrafkeempat sebagai paragraf
penjelasan yang terpisah.
Hanya laporan yang pembuatannya secara material melibatkan
auditor lain yang memerlukan modifikasi kata-kata. Laporan ini
memuat tiga paragraf (paragraf pendahuluan, paragraf ruang ling­
kup, dan paragraf pendapat), yang di mana ketiga paragraf tersebut
semuanya membutuhkan modifikasi.
Sebagai kesimpulan, jika kelima penyebab di atas bersifat tidak
material, maka laporan audit yang tepat untuk diterbitkan adalah
laporan audit standar wajar tanpa pengecualian. Adapun, jika pe­
nyebabnya bersifat material, maka laporan audit yang tepat untuk
diterbitkan adalah laporan audit wajar tanpa pengecualian dengan
paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata, tergantung pada tipe
penyebab yang ada.

Tidak Diterapkannya Secara Konsisten Prinsip-Prinsip


Akuntansi yang Berlaku Umum
Standar pelaporan kedua mensyaratkan auditor untuk meng­


identifikasi keadaan di mana prinsip akuntansi tidak diterapkan se-

8
BAB 1 Standar Audit, Laporan Audit ...

cara konsisten selama periode berjalan dibandingkan dengan peri­


ode sebelumnya. Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum
mengharuskan bahwa perubahan prinsip akuntansi (jenis atau sifat,
dan dampaknya) harus diungkapkan secara memadai dalam catatan
laporan keuangan. Apabila terjadi perubahan yang material (se­
perti perubahan dalam metode penilaian persediaan), auditor harus
memodifikasi laporannya dengan menambahkan paragraf penjelas­
an setelah paragraf pendapat, yang menyebutkan jenis perubahan
ini dan mengarahkan pembaca ke catatan laporan keuangan untuk
melihat secara lebih rind perubahan yang dimaksud.
Materialitas perubahan dievaluasi berdasarkan pengaruh pe­
rubahan prinsip akuntansi tersebut pada tahun berjalan. Jika audi­
tor sepakat dengan kelayakan perubahan prinsip akuntansi, auditor
akan menerbitkan laporan pendapat wajar tanpa pengecualian (un­
qualified opinion). Sebaliknya, jika auditor tidak sepakat maka pe­
rubahan prinsip akuntansi tersebut akan dianggap sebagai pelang­
garan terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan
dalam hal ini auditor harus menerbitkan laporan pendapat wajar
dengan pengecualian (qualified opinion).
Auditor harus mampu membedakan antara perubahan yang
memengaruhi konsistensi pelaporan dan perubahan yang dapat me­
mengaruhi komparabilitas tetapi tidak memengaruhi konsistensi.
Contoh perubahan yang memengaruhi konsistensi dan bersifat
material sehingga memerlukan paragraf penjelasan dalam laporan
audit adalah perubahan metode penilaian persediaan (perubahan
prinsip akuntansi). Adapun contoh perubahan yang memengaruhi
komparabilitas tetapi tidak memengaruhi konsistensi sehingga tidak
perlu dimasukkan dalam laporan audit adalah perubahan estimasi
(seperti perubahan estimasi mengenai besarnya piutang tak tertagih,
umur ekonomis dan nilai residu dari aktiva tetap, jumlah kewajiban
garansi, besarnya kandungan mineral dari tanah yang disusutkan,
dan asumsi yang digunakan dalam menghitung besarnya manfaat
pensiun), koreksi kesalahan yang tidak melibatkan prinsip akuntansi

■ 9
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

(seperti kesalahan matematis), dan variasi dalam format penyajian


informasi akuntansi. Pos-pos yang secara material memengaruhi
komparabilitas laporan keuangan umumnya memerlukan suatu
pengungkapan secara memadai dalam catatan laporan keuangan.
Laporan audit wajar dengan pengecualian menyangkut pengung­
kapan yang tidak memadai mungkin diperlukan bila klien menolak
untuk mengungkapkan secara layak pos-pos material tersebut.

Adanya Keraguan yang Besar Mengenai Going Concern


Perusahaan
Auditor memiliki tanggung jawab dalam mengevaluasi kemam­
puan perusahaan untuk tetap dapat terus beroperasi menjalankan
kegiatan usahanya. Apabila auditor menyimpulkan bahwa terdapat
ketidakpastian yang substansial mengenai kemampuan perusa­
haan untuk dapat terus melanjutkan bisnisnya, maka auditor harus
menerbitkan laporan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan
tambahan paragraf penjelasan. Berikut adalah faktor-faktor yang
dapat menimbulkan keraguan yang besar mengenai kelangsungan
hidup perusahaan:
1. Kerugian operasi atau defisit modal yang terus berulang dan
dalam jumlah yang signi:fikan.
2. Ketidak mampuan perusahaan dalam memenuhi hampir selu­
ruh kewajibannya yang telah jatuh tempo.
3. Kehilangan pelanggan terbesarnya ("pelanggan mahkota").
4. Bencana yang tidak dijamin oleh asuransi, seperti banjir dan
gempa bumi yang bersifat sangat destruktif dan signifikan me­
rugikan perusahaan.
5. Masalah ketenagakerjaan yang sangat serius.
6. Tuntutan pengadilan yang dapat "membahayakan" status serta
kemampuan perusahaan untuk beroperasi.
Au ditor Setuju dengan Penyimpangan dari Prinsip-Prinsip
Akuntansi yang Berlaku Umum
Dalam situasi yang tidak biasa, penyimpangan dari prinsip­


prinsip akuntansi yang berlaku umum mungkin tidak memerlukan

10
BAB 1 e Standar Audit, Laporan Audit ...
pendapat waj ar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar.
Akan tetapi, untuk menjustifikasi pendapat wajar tanpa pengecuali­
an, auditor harus memiliki keyakinan yang kuat dan menyatakan
serta menjelaskan dalam satu paragraf terpisah pada laporan audit,
bahwa dengan menaati prinsip akuntansi justru dapat memberikan
hasil yang menyesatkan pada situasi tersebut.

Perlunya Penekanan atas Suatu Hal atau Masalah


Dalam situasi tertentu, auditor mungkin merasa perlu untuk
menekankan suatu hal atau masalah tertentu yang berkaitan dengan
laporan keuangan klien. Biasanya, informasi penjelas dicantumkan
dalam suatu paragraf terpisah pada laporan pendapat wajar tanpa
pengecualian. Contoh hal atau masalah tertentu yang di mana dirasa
perlu oleh auditor untuk disampaikan atau ditekankan sebagai in­
formasi penjelas dalam laporan audit dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian adalah:
1. Adanya transaksi dalam jumlah yang besar dengan pihak ter­
tentu.
2. Peristiwa penting yang terjadi setelah tanggal neraca.
3. Uraian tentang masalah akuntansi yang memengaruhi kompa­
rabilitas laporan keuangan tahun berjalan dengan tahun sebe­
lumnya.
4. Ketidakpastian material yang diungkapkan dalam catatan lapor­
an keuangan.
Laporan yang Melibatkan Auditor Lain
Jika auditor melibatkan auditor lainnya dalam melaksanakan se­
bagian proses audit, khususnya bila klien memiliki beberapa cabang
atau subdiviisi yang tersebar di sejumlah lokasi, maka auditor utama
memiliki tiga alternatif sebagai berikut:
1. Menerbitkan laporan audit standar tanpa pengecualian
lni biasanya dilakukan apabila auditor lain mengaudit bagiian
yang tidak material dari laporan keuangan klien, dan auditor
lain ini sudah sangat dikenal atau diawasi secara ketat oleh audi-

■ 11
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

tor utama, atau auditor utama telah melakukan review dengan


sangat mendalam atas pekerjaan yang dilakukan oleh auditor
lain tersebut. Namun demikian, auditor lain tersebut tetap ha­
rus bertanggung jawab atas laporan hasil auditnya sendiri yang
telah dilakukan apabila terjadi tuntutan hukum atau tindakan
dari badan pengawas pasar modal.
2. Menerbitkan laporan audit wajar tanpa pengecualian dengan
modifikasi kata-kata.
Jenis laporan ini disebut juga sebagai laporan atau pendapat ber­
sama. Laporan ini diterbitkan apabila dirasa tidak praktis un­
tuk me-review pekerjaan auditor lain, atau apabila auditor lain
mengaudit secara material bagian dari laporan keuangan klien.
Laporan ini tidak menambahkan paragraf terpisah yang mem-
bahas pembagian tanggung jawab, tetapi membahasnya dalam
paragraf pendahuluan (dengan modifikasi kata-kata). Adapun
dalam paragraf ruang lingkup (dengan modifikasi kata-kata),
pada bagian akhir paragraf berbunyi: "... (kalimat sebelumnya
sama dengan kalimat yang ada pada paragraf ruang lingkup
dalam laporan audit standar) Kami yakin bahwa audit kami dan
laporan auditor lain memberikan dasar yang memadai untuk me­
nyatakan pendapat': Modifikasi kata-kata yang ada dalam para­
graf ruang lingkup ditunjukkan lewat kata-kata yang bercetak
miring. Demikian juga, modifikasi kata-kata diberikan dalam
paragraf pendapat, yaitu yang berbunyi: "Menurut pendapat
kami, berdasarkan audit kami dan laporan auditor lain, laporan
keuangan yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, ...
(sisa kalimatnya sama dengan kalimat yang ada pada paragraf
pendapat dalam laporan audit standar)". Modifikasi kata-kata
yang ada dalam paragraf pendapat ditunjukkan lewat kata-kata
yang bercetak miring.
Contoh yang menggambarkan keterlibatan auditor lain secara
material atas laporan keuangan klien adalah misalkan bahwa
KAP 'X telah mengaudit neraca beserta laporan laba rugi, lapor­


an laba ditahan, dan laporan arus kas konsolidasi dari perusa-

12
BAB 1 e Standar Audit, Laporan Audit ...
haan 'X: Perusahaan 'X' memiliki anak perusahaan, yaitu peru­
sahaan 'Y', dengan bagian kepemilikan 'X' atas 'Y' adalah sebesar
75% dan telah diaudit oleh KAP 'B'.
Pada bagian paragraf pendahuluan, yang terdapat dalam lapo­
ran audit yang diterbitkan oleh KAP 'N., modifikasi kata-kata
diberikan yaitu berupa pernyataan bahwa: "... (kalimat sebelum­
nya sama dengan kalimat yang ada pada paragraf pendahuluan
dalam laporan audit standar) Kami tidak mengaudit laporan
keuangan perusahaan 'Y', sebuah anak perusahaan konsolidasi
di mana perusahaan memiliki bagian kepemilikan ekuitas sebe­
sar 75% per 31 Desember 2010, yang laporan keuangannya me­
nyajikan total aktiva sebesar Rp 242 juta dan Rp 223 juta masing­
masing per 31 Desember 2010 dan 2009, dan total pendapatan
sebesar Rp 345 juta dan Rp 312 juta untuk tahun yang berakhir
pada tanggal-tanggal tersebut. Laporan keuangan tersebut diau­
dit oleh auditor lain yang laporannya telah diserahkan kepada
kami, dan pendapat kami, sejauh berkaitan dengan angka milik
'Y' di atas, semata-mata hanya didasarkan atas laporan auditor
lain tersebut".
3. Menerbitkan laporan audit wajar dengan pengecualian.
Laporan ini diterbitkan jika auditor utama tidak ingin memikul
tanggung jawab apa pun juga atas pekerjaan auditor lain. Au­
ditor utama dapat juga memutuskan bahwa diperlukan penge­
cualian jika auditor lain memberikan pendapat wajar dengan
pengecualian atas sebagian laporan keuangan yang telah diau­
ditnya.

1.4 Penyimpangan dari Laporan Audit Wajar Tanpa


Pengecualian
Berikut adalah beberapa kondisi, yang bersifat material atau
bahkan sangat material, yang memerlukan penyimpangan dari
pendapat wajar tanpa pengecualian:


1. Pembatasan ruang lingkup audit.

13
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

Pembatasan ruang lingkup terjadi apabila auditor tidak dapat


mengumpulkan bahan bukti audit secara memadai untuk me­
nyimpulkan apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai
dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pem­
batasan ruang lingkup ini dapat disebabkan oleh klien sendiri
atau oleh situasi yang berada di luar kendali klien atau auditor.
Contoh pembatasan ruang lingkup audit yang disebabkan oleh
klien adalah penolakan manajemen klien untuk memperboleh­
kan auditor melakukan konfirmasi piutang atau pengujian fisik
atas persediaan (stock opname). Adapun contoh pembatasan
yang disebabkan oleh situasi yang berada di luar kendali klien
atau auditor adalah belum disepakatinya penugasan audit hing­
ga berakhirnya tahun buku (tutup buku) perusahaan, sehingga
tidak mungkin bagi auditor untuk mengamati persediaan secara
fisik, mengkonfirmasi piutang, atau melaksanakan prosedur au­
dit penting lainnya setelah tanggal neraca.
2. Ketidak sesuaian laporan keuangan dengan prinsip-prinsip akun­
tansi yang berlaku umum.
Penyimpangan dari laporan audit wajar tanpa pengecualian juga
dapat terjadi apabila klien tetap pada pendiriannya untuk tidak
mematuhi prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Seba­
gai contoh: (a) menilai persediaan barang dagangan berdasar­
kan harga jual, bukan harga perolehan; (b) menggunakan biaya
pengganti, bukan biaya historis, dalam menyajikan aktiva tetap
di neraca; (c) menyajikan investasi dalam held to maturity se­
curities di neraca pada akhir periode sebesar nilai pasar wajar,
bukan sebesar harga perolehan yang telah diamortisasi; atau (d)
menyajikan investasi dalam trading dan available for sale securi­
ties di neraca pada akhir periode sebesar harga perolehan, bukan
sebesar nilai pasar wajarnya.
3. Auditor tidak independen.
Auditor harus memiliki sikap mental yang independen. Seka­
lipun auditor memiliki tingkat kompetensi yang tinggi, namun
apabila tidak mempunyai sikap independen dalam mengum-

14 ■
BAB 1 Standar Audit, Laporan Audit ...

pulkan informasi, maka bahan bukti audit akan menjadi tidak


berguna dan menghasilkan kesimpulan yang bias. Independensi
dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak (netral) di
dalam penyelenggaraan pengujian audit, evaluasi hasil pemerik­
saan, dan penyusunan laporan audit. Independensi merupakan
tujuan yang harus selalu diupayakan. Sekalipun auditor dibayar
oleh klien, namun ia harus tetap memiliki kebebasan untuk
melakukan audit secara andal.
Apabila salah satu dari ketiga kondisi di atas bersifat material
atau bahkan sangat material sehingga memerlukan penyimpangan
dari laporan wajar tanpa pengecualian, maka laporan selain lapor­
an wajar tanpa pengecualian harus diterbitkan. Dalam hal ini, ada
tiga jenis utama laporan audit yang harus diterbitkan (sesuai dengan
masing-masing kondisi yang ada), yaitu laporan pendapat wajar de­
ngan pengecualian (qualified opinion), laporan pendapat tidak wajar
(adverse opinion), atau laporan menolak memberikan pendapat (dis­
claimer opinion).

Laporan Pendapat Wajar dengan Pengecualian


(Qualified Opinion)
Laporan pendapat wajar dengan pengecualian diterbitkan apa­
bila auditor yakin bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah
disajikan secara wajar tetapi, terdapat pembatasan dalam ruang ling­
kup audit (kondisi pertama) atau kelalaian dalam mematuhi prin­
sip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (kondisi dua). Laporan
pendapat wajar dengan pengecualian merupakan bentuk penyim­
pangan yang paling ringan dari laporan wajar tanpa pengecualian.
Laporan pendapat wajar dengan pengecualian diterbitkan apa­
bila kondisi satu atau kondisi kondisi terjadi secara material, namun
tidak memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Apabila
kondisi pertama bersifat sangat material sehingga kewajaran lapor­
an keuangan secara keseluruhan diragukan, maka harus diterbitkan
laporan menolak memberikan pendapat. Adapun apabila kondisi


dua bersifat sangat material sehingga kewajaran laporan keuang-

15
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

an secara keseluruhan diragukan, maka harus diterbitkan laporan


pendapat tidak wajar. Untuk kondisi tiga (auditor tidak independen),
laporan menolak memberikan pendapat harus diterbitkan tanpa me­
lihat tingkat materialitasnya.
Untuk kondisi satu yang terjadi secara material tetapi tidak me­
mengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan, hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan laporan pendapat wajar dengan
pengecualian adalah:
• Paragraf pendahuluan sama dengan laporan audit standar.
• Dalam paragraf ruang lingkup, kalimat pertama dimulai dengan
pernyataan yang berbunyi: "Kecuali seperti dibahas dalam para­
graf berikut ini, kami melaksanakan audit berdasarkan standar
auditing yang berlaku umum ....... (sisa kalimatnya sama dengan
kalimat yang ada pada paragraf ruang lingkup dalam laporan
audit standar)':
• Setelah paragraf ruang lingkup, diperlukan sebuah paragraf
tambahan yang menjelaskan adanya pembatasan ruang lingkup
tersebut sehingga auditor tidak dapat memperoleh keyakinan
yang memadai. Sebagai contoh: "Kami tidak dapat memperoleh
laporan keuangan yang telah diaudit guna mendukung investasi
perusahaan dalam anak perusahaan sebesar Rp 175 juta, seba­
gaimana yang diuraikan dalam catatan XII atas laporan keuang­
an. Karena data akuntansi kurang memadai, kami tidak dapat
memperoleh keyakinan atas nilai buku investasi tersebut dengan
prosedur audit kami yang lain':
• Setelah paragraf tambahan, pernyataan yang ada dalam para­
graf pendapat akan berbunyi (untuk contoh di atas): "Menurut
pendapat kami, kecuali untuk dampak penyesuaian tersebut, jika
ada, yang mungkin perlu dilakukan jika kami memeriksa bukti
tentang investasi dalam anak perusahaan, laporan keuangan
yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, ... (sisa kali­
matnya sama dengan kalimat yang ada pada paragraf pendapat
dalam laporan audit standar)':


Untuk kondisi dua yang terjadi secara material tetapi tidak me-

16
BAB 1 Standar Audit, Laporan Audit ...

mengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan, hal-hal yang perlu


diperhatikan dalam penyusunan laporan pendapat wajar dengan
pengecualian adalah:
• Paragraf pendahuluan dan paragraf ruang lingkup sama dengan
laporan audit standar.
• Setelah paragraf ruang lingkup, diperlukan sebuah paragraf
tambahan yang menjelaskan perihal tidak dipatuhinya prinsip­
prinsip akuntansi yang berlaku umum serta dampaknya ter­
hadap akun laporan keuangan terkait. Sebagai contoh: "Peru­
sahaan telah keliru mencatat pembayaran biaya operasi sebagai
pembelian peralatan, yang menurut pendapat kami seharusnya
pengeluaran ini tidak dikapitalisasi melainkan dibebankan lang­
sung sebagai pengeluaran pendapatan agar sesuai dengan prin­
sip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Jika biaya operasi ini
tidak dikapitalisasi, beban operasi akan bertambah sebesar Rp
160 juta, aktiva tetap berkurang Rp 160 juta, dan laba ditahan
berkurang Rp 160 juta pada tanggal 31 Desember 2010, dan laba
bersih serta laba per saham masing-masing akan berkurang sebe­
sar Rp 160 juta dan Rp 225 untuk tahun yang berakhir pada tang­
gal tersebut".
• Setelah paragraf tambahan, pernyataan yang ada dalam para­
graf pendapat akan berbunyi (untuk contoh di atas): "Menurut
pendapat kami, kecuali untuk dampak mengkapitalisasi biaya
operasi, sebagaimana yang telah dibahas dalam paragraf sebe­
lumnya, laporan keuangan yang kami sebut di atas menyajikan
secara wajar, ... (sisa kalimatnya sama dengan kalimat yang ada
pada paragraf pendapat dalam laporan audit standar)".
Apabila auditor menerbitkan pendapat wajar dengan penge­
cualian, ia harus menggunakan istilah "kecuali untuk" dalam para­
graf pendapatnya. Ini artinya auditor merasa puas bahwa laporan
keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara benar kecuali
untuk aspek tertentu dari laporan keuangan. Tidak dibenarkan un­
tuk menggunakan istilah " kecuali untuk" pada jenis laporan audit
lainnya.

■ 17
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

Laporan Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)


Laporan pendapat tidak wajar diterbitkan hanya apabila audi­
tor yakin bahwa laporan keuangan secara keseluruhan mengandung
salah saji yang sangat material atau sangat menyesatkan, sehingga
tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan atau hasil operasi
dan arus kas sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Laporan pendapat tidak wajar hanya dapat diterbitkan apa­
bila auditor memiliki informasi (pengetahuan), setelah melakukan
investigasi yang mendalam, bahwa tidak ada kesesuaian dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hal ini jarang terjadi
sehingga pendapat tidak wajar jarang sekali diterbitkan.
Untuk kondisi dua yang terjadi secara sangat material sehingga
kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan diragukan, hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam penyusunan laporan pendapat tidak
wajar adalah:
• Paragraf pendahuluan dan paragraf ruang lingkup sama dengan
laporan audit standar.
• Setelah paragraf ruang lingkup, diperlukan sebuah paragraf
tambahan yang menjelaskan perihal tidak dipatuhinya prinsip­
prinsip akuntansi yang berlaku umum serta dampaknya ter­
hadap akun laporan keuangan terkait. Sebagai contoh: "Peru­
sahaan telah keliru mencatat pembayaran biaya operasi sebagai
pembelian peralatan, yang menurut pendapat kami seharusnya
pengeluaran ini tidak dikapitalisasi melainkan dibebankan Zang­
sung sebagai pengeluaran pendapatan agar sesuai dengan prinsip­
prinsip akuntansi yang berlaku umum. Jika biaya operasi ini tidak
dikapitalisasi, beban operasi akan bertambah sebesar Rp 450 juta,
aktiva tetap berkurang Rp 450 juta, dan laba ditahan berkurang
Rp 450 juta pada tanggal 31 Desember 2010, dan laba bersih serta
laba per saham masing-masing akan berkurang sebesar Rp 450
juta dan Rp 633 untuk tahun yang berakhir pada tanggal terse­
but':
• Setelah paragraf tambahan, pernyataan yang ada dalam para­


graf pendapat akan berbunyi (untuk contoh di atas): "Menu-

18
BAB 1 Standar Audit, Lapo ran Audit ...

rut pendapat kami, karena dampak dari masalah yang dibahas


dalam paragraf sebelumnya, laporan keuangan yang kami sebut
di atas tidak menyajikan secara wajar, sesuai dengan prinsip­
prinsip akuntansi yang berlaku umum, posisi keuangan PT. Per­
mata Indah per 31 Desember 201 O, dan hasil operasi serta arus
kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut".
Laporan Menolak Memberikan Pendapat
(Disclaimer Opinion)
Laporan menolak memberikan pendapat diterbitkan apabila au­
ditor tidak dapat meyakinkan dirinya sendiri bahwa laporan keuang­
an klien secara keseluruhan telah disajikan secara wajar. Kebutuhan
untuk menolak memberikan pendapat akan timbul apabila terdapat
pembatasan ruang lingkup audit (kondisi satu) yang sangat material
sehingga kewajaran lap oran keuangan secara keseluruhan diragukan
atau terdapat hubungan yang tidak independen antara auditor dan
kliennya (kondisi tiga) tanpa melihat tingkat materialitasnya. Kedua
kondisi ini sangat menghalangi auditor untuk dapat memberikan
opini atas laporan keuangan secara keseluruhan.
Penolakan memberikan pendapat berbeda dengan pemberian
pendapat tidak wajar, di mana penolakan memberikan pendapat
hanya dapat terjadi apabila auditor kurang memiliki informasi (pen­
getahuan) atas laporan keuangan yang disajikan klien, sedangkan
untuk memberikan pendapat tidak wajar, auditor harus memiliki
informasi (pengetahuan) bahwa laporan keuangan tidak disajikan
secara wajar.
Untuk kondisi satu yang terjadi secara sangat material sehingga
kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan diragukan, hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam penyusunan laporan menolak mem­
berikan pendapat adalah:
• Dalam paragraf pendahuluan, kalimat pertama dimulai dengan
pernyataan yang berbunyi: "Kami telah ditugaskan untuk meng-
audit ...... (sisa kalimatnya sama dengan kalimat yang ada pada


paragraf pendahuluan dalam laporan audit standar)".

19
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

• Tidak ada paragraf ruang lingkup (dihilangkan).


• Setelah paragraf pendahuluan, diperlukan sebuah paragraf tam­
bahan dengan pernyataan yang berbunyi (sebagai contoh):
"Kami tidak dapat memperoleh laporan keuangan yang telah di­
audit guna mendukung investasi perusahaan dalam anak peru­
sahaan sebesar Rp 505 juta, sebagaimana yang diuraikan dalam
catatan XII atas laporan keuangan. Karena data akuntansi
kurang memadai, kami tidak dapat memperoleh keyakinan atas
nilai buku investasi ini dengan prosedur audit kami yang lain':
• Setelah paragraf tambahan, pernyataan yang ada dalam paragraf
pendapat akan berbunyi (untuk contoh di atas): "Karena kami
tidak dapat memperoleh laporan keuangan yang telah diaudit
guna mendukung investasi perusahaan dalam anak perusahaan,
dan kami tidak dapat memperoleh keyakinan atas nilai buku in­
vestasi ini dengan prosedur audit kami yang lain, ruang lingkup
audit kami tidak mencukupi guna memungkinkan bagi kami un­
tuk menyatakan, sehingga kami tidak menyatakan pendapat atas
laporan keuangan ini''.
Jika auditor tidak dapat memenuhi persyaratan independensi
(kondisi tiga) yang dinyatakan dalam Kode Perilaku Profesional
(yaitu peraturan perilaku yang wajib dipenuhi oleh para akuntan
publik), maka penolakan memberikan pendapat harus dilakukan
meskipun semua prosedur audit yang dianggap perlu telah dilak­
sanakan. Persyaratan yang ketat ini mencerminkan pentingnya in­
dependensi bagi para auditor. Tidak adanya independensi akan
mengesampingkan semua pembatasan ruang lingkup audit. Oleh se­
bab itu, dalam laporan audit tidak ada alasan lain yang perlu dising­
gung (selain alasan tidak independen) untuk menolak memberikan
pendapat. Tidak boleh ada pernyataan tentang pelaksanaan prosedur
audit apa pun juga dalam laporan. Akibatnya, laporan audit menolak
memberikan pendapat hanya terdiri atas satu paragraf saja dan tidak
ada judul laporan (judul laporan: "laporan auditor independen'' di­
hilangkan dari laporan audit). Pernyataan yang ada dalam laporan


menolak memberikan pendapat, akibat tidak adanya independensi,

20
BAB 1 Standar Audit, La po ran Audit ...

akan hanya berupa: "Kami tidak independen berkenaan dengan PT


Permata Indah, dan neraca terlampir per 31 Desember 201 O, serta
laporan laba rugi, laba ditahan, dan arus kas terlampir untuk tahun
yang berakhir pada tanggal tersebut tidak kami audit. Oleh karena itu,
kami tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan ini':

1.5 Tiga Tingkatan Materialitas


Sesuatu dianggap material apabila dapat memengaruhi kepu­
tusan para pemakai laporan keuangan. Materialitas merupakan hal
yang penting untuk dipertimbangkan, dalam menentukan secara
tepat jenis laporan audit yang akan diterbitkan pada situasi-situasi
tertentu.
Jika salah saji relatif tidak material terhadap laporan keuangan,
maka lebih tepat bagi auditor untuk menerbitkan laporan audit wa­
jar tanpa pengecualian. Namun, jika salah saji relatif material, au­
ditor perlu menerbitkan laporan audit wajar dengan pengecualian.
Dan, pada saat salah saji relatif sangat material (begitu signifikan) se­
hingga kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan diragukan,
maka auditor perlu menolak memberikan pendapat atau memberi­
kan pendapat tidak wajar, tergantung pada kondisi yang ada (kondisi
satu atau dua, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya).

Jumlahnya Tidak Material


Apabila terdapat salah saji dalam laporan keuangan, namun
cenderung tidak memengaruhi keputusan para pemakai laporan
keuangan, maka salah saji ini dianggap tidak material. Dalam hal ini,
auditor layak menerbitkan laporan audit wajar tanpa pengecualian.
Sebagai contoh, bagian akuntansi klien telah lalai dalam membuat
penyesuaian atas saldo akun perlengkapan untuk menggambarkan
pemakaian perlengkapan selama periode berjalan. Tidak dibuat­
nya penyesuaian ini menyebabkan salah saji dalam saldo akun per­
lengkapan clan saldo akun beban perlengkapan. Ini berarti bahwa


manajemen klien telah gagal dalam mematuhi prinsip-prinsip akun-

21
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

tansi yang berlaku umum, tetapi karena jumlahnya sedikit, maka


salah saji ini dianggap tidak material dan laporan audit standar wa­
jar tanpa pengecualian tepat untuk diterbitkan.

Jumlahnya Material
Apabila salah saji dalam laporan keuangan memengaruhi kepu­
tusan para pemakai laporan ini, tetapi laporan keuangan secara ke­
seluruhan tetap disajikan secara wajar dan masih bermanfaat bagi
para penggunanya, maka salah saji ini dikatakan material. Sebagai
contoh, jika seandainya kreditor mengetahui adanya salah saji yang
besar dalam saldo akun utang bank, di mana saldo utang bank disa­
jikan terlalu kecil dalam neraca debitur, maka mungkin akan me­
mengaruhi keputusan kreditor untuk tidak memberikan (tambah­
an) pinjaman kepada debitur ini. Akan tetapi, salah saji yang besar
dalam saldo akun utang bank ini tidak berarti bahwa saldo akun kas,
piutang usaha, utang usaha, dan komponen laporan keuangan lain­
nya, atau laporan keuangan secara keseluruhan tidak benar secara
material.
Apabila auditor menyimpulkan bahwa salah saji bersifat mate­
rial tetapi tidak memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan,
maka pendapat yang tepat yang harus diberikan oleh auditor adalah
pendapat wajar dengan pengecualian.

Jumlahnya Sangat Material atau Begitu Pervasif


Tingkat materialitas tertinggi terjadi apabila pemakai mungkin
akan membuat keputusan yang salah, jika mereka mengandalkan
laporan keuangan secara keseluruhan. Sebagai contoh, jika persedia­
an merupakan saldo terbesar dalam laporan keuangan, maka salah
saji yang besar mungkin akan begitu material sehingga laporan audit
harus menunjukkan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan ti­
dak dapat dipandang sebagai telah disajikan secara wajar. Apabila
tingkat materialitas tertinggi terjadi, auditor harus menolak mem­
berikan pendapat atau memberikan pendapat tidak wajar, tergan­


tung pada kondisi yang ada (kondisi satu atau dua).

22
BAB 1 e Standar Audit, Laporan Audit ...
Dalam mengambil keputusan tentang tingkat materialitas, au­
ditor harus mengevaluasi semua pengaruhnya terhadap bagian atau
komponen laporan keuangan yang lain. Ini yang disebut sebagai pe­
nyebaran (pervasiveness). Kesalahan dalam mengklasifikasi (meng­
identifikasi) akun antara akun piutang usaha dan akun piutang
lain hanya akan memengaruhi kedua akun ini saja, sehingga tidak
bersifat pervasif. Adapun, salah saji yang material dalam saldo akun
persediaan akan bersifat sangat pervasif, karena dapat memenga­
ruhi bagian lainnya dari laporan keuangan, sehingga auditor perlu
mempertimbangkan dampak gabungan materialitas terhadap perse­
diaan, total aktiva lancar, total modal kerja, total aktiva, harga pokok
penjualan, laba kotor, laba operasi, laba bersih sebelum pajak, pajak
penghasilan, laba bersih setelah pajak, laba ditahan, modal, utang
pajak penghasilan, dan total kewajiban lancar.
Melanjutkan contoh di atas, jika kesalahan dalam mengklasifi­
kasi akun antara akun piutang usaha dan akun piutang lain dianggap
material, auditor harus menerbitkan laporan pendapat wajar dengan
pengecualian, karena tidak bersifat pervasif. Adapun, salah saji yang
material dalam saldo akun persediaan (meskipun besarnya salah saji
sama dengan besarnya nilai piutang yang keliru diklasifikasi), dapat
mengakibatkan diterbitkannya laporan pendapat tidak wajar, karena
efek pervasif yang ditimbulkannya.

1.6 Keputusan Mengenai Materialitas


Secara konsep, pengaruh materialitas terhadap jenis lapo­
ran audit yang akan diterbitkan bersifat langsung. Namun dalam
praktiknya, evaluasi atas tingkat materialitas merupakan hal yang
tidak mudah. Sebagaimana yang telah disinggung pada bagian se­
belumnya, evaluasi terhad ap tingkat materialitas juga tergantung
pada apakah kondisinya melibatkan pembatasan ruang lingkup au­
dit (kondisi satu) atau kegagalan dalam mematuhi prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum (kondisi dua).

■ 23
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

Kegagalan dalam Mematuhi Prinsip-Prinsip Akuntansi


yang Berlaku Umum
Apabila klien gagal dalam mematuhi prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum, maka beberapa kemungkinan laporan audit
yang dapat diterbitkan adalah laporan pendapat wajar tanpa penge­
cualian, laporan pendapat wajar dengan pengecualian, atau laporan
pendapat tidak wajar, tergantung pada tingkat materialitas dari pe­
nyimpangan yang terjadi. Berikut adalah beberapa aspek materiali­
tas yang perlu dipertimbangkan:
• Besarnya salah saji dibandingkan dengan tolok ukur tertentu.
Cara yang paling lazim untuk mengukur tingkat materialitas
apabila klien gagal dalam mematuhi prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum adalah dengan membandingkan besarnya
salah saji terhadap tolok ukur tertentu. Salah saji sebesar Rp
35 juta mungk.in material bagi perusahaan kecil, tetapi tidak
material bagi perusahaan besar. Oleh sebab itu, salah saji yang
terungkap (yang diketahui atau ditemukan berdasarkan hasil
audit) harus dibandingkan terlebih dahulu dengan beberapa
tolok ukur tertentu sebelum memutuskan tingkat materialitas
atas penyimpangan dari prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Tolok ukur yang lazim digunakan meliputi laba sebelum
pajak, total aktiva lancar, total aktiva, dan modal kerja.
Sebagai contoh, misalkan bahwa auditor telah menemukan ada­
nya lebih saji sebesar Rp 100 juta dalam saldo akun persediaan
sebagai ak.ibat dari kelalaian klien dalam mematuhi prinsip­
prinsip akuntansi yang berlaku umum. Misalkan juga bahwa
saldo akun persediaan tercatat dalam laporan keuangan sebesar
Rp 1,25 milyar, total saldo aktiva lancar Rp 5 milyar, dan laba
sebelum pajak Rp 2,5 milyar. Dalam contoh ini, auditor ha­
rus mengevaluasi tingkat materialitas atas salah saji persediaan
sebesar delapan persen dari saldo akun persediaan, dua peren
dari total saldo aktiva lancar, dan empat persen dari laba sebe­
lum pajak.


Untuk mengevaluasi tingkat materialitas secara keseluruhan,

24
BAB 1 Standar Audit, Lapo ran Audit ...

auditor harus menggabungkan semua salah saji yang ada serta


menilai apakah keseluruhan salah saji tersebut (jika digabung­
kan) akan memengaruhi laporan keuangan secara signifikan.
Menyambung contoh persediaan di atas, misalkan juga bahwa
auditor yakin adanya kekeliruan lebih saji sebesar Rp 150 juta
dalam saldo akun piutang usaha. Secara keseluruhan, besarnya
salah saji dalam saldo akun persediaan dan saldo akun piutang
usaha terhadap total saldo aktiva lancar adalah lima persen (Rp
250 juta dibagi Rp 5 milyar) dan 10% dari laba sebelum pajak
(Rp 250 juta dibagi Rp 2,5 milyar).
Pada saat membandingkan besarnya salah saji dengan tolok
ukur tertentu, auditor juga harus secara cermat mengevaluasi
bagian lainnya dari laporan keuangan yang akan dipengaruhi
oleh salah saji tersebut, atau yang dikenal sebagai efek penyebar­
annya terhadap bagian atau komponen laporan keuangan yang
lain (pervasiveness). Sebagaimana yang telah disinggung pada
bagian sebelumnya, sangatlah penting untuk mengevaluasi pe­
ngaruh salah saji persediaan terhadap bagian lainnya dari lapo­
ran keuangan, yaitu total aktiva lancar, total modal kerja, total
aktiva, harga pokok penjualan, laba kotor, laba operasi, laba se­
belum pajak, pajak penghasilan, laba setelah pajak, laba ditahan,
modal, utang pajak penghasilan, dan total kewajiban lancar.
• Daya ukur.
Tidak semua kejadian dapat diukur dalam satuan uang. Sebagai
contoh adalah keengganan klien untuk mengungkapkan adanya
gugatan hukum. Dalam hal ini, keputusan tentang tingkat ma­
terialitas tergantung pada pengaruh dari tidak diungkapkan­
nya tuntutan hukum ini terhadap keputusan pemakai laporan
keuangan.
• Sifat dari transaksi atau pos tertentu.
Keputusan pemakai laporan keuangan juga dapat dipengaruhi
oleh sifat dari transaksi atau pos tertentu. Sebagai contoh: (a)
adanya transaksi yang ilegal atau melanggar hukum; (b) pos


yang secara material, baru akan memengaruhi laporan keuang-

25
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

an dalam periode mendatang, bukan dalam laporan keuangan


periode berjalan; (c) pos yang mempunyai pengaruh psikis,
seperti laba yang kecil; dan (d) pos yang dapat menimbulkan
konsekuensi penting sebagai akibat dari kewajiban kontraktual,
seperti pelanggaran terhadap perjanjian utang atau persyaratan
kredit yang dapat mengakibatkan batalnya pemberian pinja­
man.

Pembatasan Ruang Lingkup Audit


Apabila terjadi pembatasan dalam ruang lingkup audit, maka
beberapa kemungkinan laporan audit yang dapat diterbitkan adalah
laporan pendapat wajar tanpa pengecualian, laporan pendapat wajar
dengan pengecualian, atau laporan menolak memberikan pendapat,
tergantung pada tingkat materialitas dari pembatasan ruang lingkup
audit tersebut. Pada umumnya, akan jauh lebih sulit untuk meng­
evaluasi tingkat materialitas atas kekeliruan atau salah saji yang di­
akibatkan oleh adanya pembatasan dalam ruang lingkup audit dari
pada kekeliruan atau salah saji yang diakibatkan oleh adanya pelang­
garan terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Salah saji yang diakibatkan oleh adanya pelanggaran terhadap
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum dapat diketahui ber­
dasarkan basil audit yang telah dilakukan, sedangkan potensi (ke­
mungkinan) salah saji yang diakibatkan oleh adanya pembatasan
dalam ruang lingkup audit biasanya harus diukur secara subjektif..
Dalam hal ini, terlihat jelas adanya perbedaan utama antara kedua
jenis salah saji ini, yaitu bahwa salah saji yang diakibatkan oleh ad­
anya pelanggaran terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum telah diketahui (telah terungkap) lewat basil audit, sedangkan
salah saji yang diakibatkan oleh adanya pembatasan dalam ruang
lingkup audit merupakan salah saji potensial, yang masih bersifat
mungkin (bukan salah saji yang telah terungkap).
Sebagai contoh, karena adanya pembatasan dalam ruang lingkup
audit, utang usaha sebesar Rp 300 juta tidak dapat diaudit. Dalam


hal ini, auditor harus mengevaluasi potensi salah saji yang mung-

26
BAB 1 e Standar Audit, Laporan Audit ...
kin ada atas utang usaha yang tidak dapat diaudit tersebut (karena
pembatasan ruang lingkup) serta memutuskan seberapa material pe­
ngaruhnya terhadap laporan keuangan, dengan mempertimbangkan
kemungkinan atas efek penyebaran yang ditimbulkannya.

1.7 Ada Lebih dari Satu Kondisi yang Membutuhkan


Penyimpangan atau Modifikasi
Auditor sering kali menghadapi situasi yang melibatkan lebih
dari satu kondisi sehingga membutuhkan penyimpangan dari lapor­
an wajar tanpa pengecualian atau modifikasi dari laporan audit stan­
dar wajar tanpa pengecualian. Apabila situasi ini terjadi, auditor ha­
rus memodifikasi pendapatnya pada setiap kondisi tersebut, kecuali
ada satu kondisi yang dapat menetralisir pengaruh kondisi lainnya.
Contoh kondisi yang dapat menetralisir pengaruh kondisi lain­
nya adalah kondisi yang membuat auditor tidak independen dan
adanya pembatasan dalam ruang lingkup audit. Sebagaimana yang
telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, tidak adanya independensi
akan mengesampingkan semua pembatasan ruang lingkup audit.
Oleh sebab itu, dalam laporan audit tidak ada alasan lain yang perlu
disinggung (selain alasan tidak independen) untuk menolak mem­
berikan pendapat. Dengan kata lain, pembatasan dalam ruang ling­
kup audit tidak perlu lagi diungkapkan dalam laporan audit.
Situasi-situasi berikut merupakan contoh ketika diperlukan le­
bih dari satu modifikasi dalam laporan audit:
• Auditor tidak independen serta adanya pelanggaran terhadap
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
• Adanya pembatasan dalam ruang lingkup audit dan keraguan
yang substansial tentang kelangsungan hidup perusahaan.
• Adanya keraguan yang substansial tentang kelangsungan hidup
perusahaan dan informasi mengenai penyebab ketidakpastian
ini tidak diungkapkan secara memadai dalam catatan atas lapor­
an keuangan.

■ 27
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

• Adanya pelanggaran terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang


berlaku umum dan prinsip akuntansi lainnya tidak diterapkan
secara konsisten.

28 ■
Asersi Manajemen
dan Tujuan Audit

2.1 Tanggung Jawab Manajemen


Tanggung jawab untuk memilih dan mengadopsi kebijakan akun­
tansi yang tepat, menyelenggarakan pengendalian internal yang me­
madai, serta menyajikan laporan keuangan yang wajar berada di
pihak manajemen, bukan auditor. Tanggung jawab ini timbul meng­
ingat bahwa pihak manajemen selaku pelaksana harian perusahaan
memiliki pengetahuan yang lebih terperinci dan mendalam atas se­
tiap transaksi perusahaan yang terjadi dibanding dengan pihak au­
ditor. Pengetahuan auditor akan transaksi yang terjadi dan pengen­
dalian internal klien hanya terbatas pada informasi (pengetahuan)
yang diperolehnya selama menjalankan kegiatan audit.
Untuk perusahaan publik, berikut adalah hal-hal yang pada
umumnya dinyatakan dalam laporan tahunan manajemen mengenai
tanggung jawabnya:
• Laporan keuangan disiapkan oleh manajemen.
• Manajemen bertanggung jawab atas integritas dan objektivitas
laporan keuangan yang telah disiapkannya.
• Laporan keuangan yang disiapkan didasarkan pada estimasi
serta pertimbangan terbaik manaj emen.
• Manajemen telah menetapkan dan menyelenggarakan sistem
pengendalian internal yang dirancang untuk memberikan kepas­
tian yang layak mengenai keandalan pelaporan keuangan.
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

2.2 Tanggung Jawab Auditor untuk Menemukan Salah Saji


yang Material
Tujuan audit umum atas laporan keuangan oleh auditor indepen­
den adalah untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran, dalam
semua hal yang material, posisi keuangan, hasil operasi, serta arus
kas sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Auditor mengumpulkan bahan bukti untuk memverifikasi dan se­
lanjutnya membuat kesimpulan tentang apakah laporan keuang­
an telah disajikan secara wajar, serta untuk menentukan keefekti­
fan pengendalian internal yang telah diterapkan manajemen klien
(tanggung jawab auditor untuk melakukan audit atas pengendalian
internal akan dibahas nanti pada Bab 5). Auditor bertanggung jawab
untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh
kepastian yang layak tentang apakah laporan keuangan telah bebas
dari salah saji yang material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan
ataupun kecurangan.
Karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor
dapat memperoleh kepastian yang layak, tetapi tidak absolut, bahwa
salah saji yang material dapat dideteksi. Auditor tidak bertanggung
jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna mem­
peroleh kepastian yang layak bahwa salah saji, apakah yang disebab­
kan oleh kekeliruan ataupun kecurangan, yang tidak material bagi
laporan keuangan dapat dideteksi. Kalimat tadi menjelaskan bahwa
auditor dengan tingkat kepastian yang layak bertanggung jawab un­
tuk mendeteksi salah saji yang material pada laporan keuangan, na­
mun tidak absolut, atau tidak berarti memberikan jaminan penuh
(garansi 100%) atas kebenaran laporan keuangan yang disusun
manajemen klien.
Salah saji umumnya dianggap material jika gabungan dari keke­
liruan dan kecurangan yang belum dikoreksi dalam laporan keuang­
an kemungkinan dapat memengaruhi keputusan pemakai laporan
keuangan. Meskipun sulit dalam mengukur materialitas, auditor


tetap bertanggung jawab untuk memperoleh kepastian yang layak

30
BAB 2 Asersi Manajemen dan Tujuan Audit

tentang apakah laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang
material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan ataupun kecurangan.
Dalam Statements of Auditing Standard (SAS) disebutkan bahwa is­
tilah «kepastian yang layak'' menggambarkan tingkat kepastian yang
tinggi, tetapi tidak absolut, bahwa laporan keuangan telah bebas dari
salah saji yang material.
Auditor bertanggung jawab untuk memperoleh kepastian yang
layak, namun tidak absolut, karena:
• Sebagian besar audit dilakukan atas dasar sampling, yang me­
ngandung sejumlah risiko atas tidak terungkapnya salah saji
yang material.
• Melibatkan pertimbangan (judgement) auditor, khususnya da­
lam menentukan jenis, luas, dan waktu pengujian, termasuk
evaluasi atas hasil pengujian tersebut.
• Penyusunan laporan keuangan melibatkan sejumlah estimasi
yang mengandung ketidakpastian.
• Sulitnya mendeteksi kecurangan, apalagi yang disertai dengan
adanya kolusi di kalangan manajemen perusahaan.
Statements ofAuditing Standard membedakan dua jenis salah saji,
yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud). Kedua jenis salah
saji ini dapat bersifat material maupun tidak material. Kekeliruan
merupakan salah saji dalam laporan keuangan yang tidak disengaja,
seperti kesalahan kalkulasi, sedangkan kecurangan adalah salah saji
yang disengaja. Kecurangan bisa berupa misapropriasi aktiva (assets
misappropriation) maupun kecurangan pelaporan keuangan (frau­
dulent financial reporting). Misapropriasi aktiva sering disebut seba­
gai kecurangan karyawan, seperti penggelapan uang kas dan perse­
diaan, sedangkan kecurangan pelaporan keuangan sering disebut
sebagai kecurangan manajemen, seperti dengan sengaja melaporkan
kurang saji atas saldo lbeban operasi dan lebih saji atas saldo penjual­
an untuk meningkatkan angka laba yang dilaporkan.
Standar auditing tidak membedakan antara tanggung jawab audi­


tor untuk menemukan kekeliruan dan kecurangan yang material. Au-

31
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

ditor harus memperoleh kepastian yang layak tentang apakah laporan


keuangan telah bebas dari salah saji yang material, baik yang dise­
babkan oleh kekeliruan ataupun kecurangan. Standar juga mengakui
bahwa kecurangan sering kali lebih sulit dideteksi karena karyawan
atau manajemen yang berbuat curang akan berusaha untuk me­
nyembunyikan kecurangan tersebut. Namun, kesulitan dalam men­
deteksi kecurangan iini tidak mengubah tanggung jawab auditor un­
tuk merencanakan dan melaksanakan audit secara layak. Oleh sebab
itu, untuk mencapainya audit harus direncanakan dan dilaksanakan
dengan sikap skeptis, yaitu sikap yang penuh dengan keingintahuan
serta penilaian kritis atas bukti audit. Auditor tidak boleh menuduh,
tetapi curiga boleh. Ini berarti, auditor tidak boleh mengasumsikan
bahwa manajemen bersikap tidak jujur, tetapi kemungkinan mereka
bersikap tidak jujur harus tetap dipertimbangkan. Demikian juga,
auditor tidak boleh mengasumsikan bahwa manajemen tidak dira­
gukan lagi kejujurannya.

2.3 Tanggung Jawab Auditor untuk Menemukan


Tindakan Ilegal
Dalam Statements of Auditing Standard, tindakan ilegal didefi­
nisikan sebagai tindakan yang melanggar hukum atau peraturan
pemerintah, selain kecurangan, seperti pelanggaran terhadap Un­
dang-Undang Pajak, peraturan JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga
Kerja), Undang-Undang Lingkungan Hidup, dan peraturan BAPE­
PAM (Badan Pengawas Pasar Modal). Tindakan ilegal dapat berdam­
pak langsung maupun tidak langsung terhadap laporan keuangan.
Contoh tindakan ilegal yang berdampak langsung terhadap
laporan keuangan adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang
Pajak, yang di mana secara langsung akan memengaruhi beban pa­
jak penghasilan dan utang pajak penghasilan. Contoh lainnya adalah
pelanggaran terhadap peraturan pemerintah mengenai keikutser­
taan karyawan perusahaan dalam program JAMSOSTEK, yang di
mana secara langsung akan memengaruhi beban gaji, utang gaji, dan

32 ■
BAB 2 e Asersi Manajemen dan Tujuan Audit
utang pajak jaminan sosial. Tanggung jawab auditor atas tindakan
ilegal yang berdampak langsung terhadap laporan keuangan sama
dengan tanggung jawab auditor atas kekeliruan clan kecurangan.
Karena itu, dalam melakukan setiap audit, umumnya auditor akan
mengevaluasi apakah terdapat bukti-bukti yang mengindikasikan
adanya pelanggaran yang material atas Undang-Undang Pajak.
Contoh tindakan ilegal yang berdampak tidak langsung ter­
hadap laporan keuangan adalah pelanggaran terhadap Undang­
Undang Lingkungan Hidup (seperti pencemaran lingkungan clan
penebangan hutan), clan peraturan BAPEPAM (seperti perdagangan
saham yang melibatkan orang dalam). Dalam hal ini, laporan keuan­
gan hanya akan dipengaruhi jika perusahaan klien harus membayar
denda nantinya (terkena sangsi). Kewajiban kontingen atas jumlah
yang pada akhirnya mungkin harus dibayar, harus diungkapkan
dalam catatan atas laporan keuangan. Standar auditing menyatakan
bahwa auditor tidak memberikan kepastian bahwa tindakan ilegal
yang berdampak tidak langsung akan terdeteksi.
Deteksi terhadap tindakan ilegal biasanya mencakup penelaah­
an atas notula rapat dewan direksi clan tanya jawab dengan peng­
acara klien tentang ada tidaknya proses investigasi oleh suatu lem­
baga pemerintah atau tuntutan pengadilan. Auditor juga perlu me­
wawancarai manajemen untuk mengetahui kebijakan yang mereka
tetapkan untuk mencegah tindakan ilegal, clan apakah manaj emen
mengetahui bahwa ada undang-undang atau peraturan yang telah
dilanggar. Apabila auditor yakin bahwa suatu tindakan ilegal mung­
kin telah terjadi, auditor harus mempertimbangkan pengumpulan
bahan bukti tambahan untuk menentukan bahwa tindakan ilegal
tersebut memang benar-benar telah terjadi, clan jika perlu mengkon­
sultasikannya dengan seorang yang ahli perihal tindakan ilegal terse­
but Tindakan pertama yang harus dilakukan apabila suatu tindakan
ilegal memang benar-benar telah terjadi adalah mempertimbang­
kan pengaruhnya terhadap laporan keuangan, termasuk kecukupan
pengungkapan.

■ 33
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

2.4 Pendekatan Siklus dalam Mensegmentasi Audit


Cara yang umum untuk membagi audit adalah berdasarkan pa­
da hubungan yang erat antara jenis (kelas) transaksi dan saldo akun
dalam segmen yang sama. Cara ini dikenal sebagai pendekatan si­
klus. Sebagai contoh, penjualan, retur penjualan, penagihan piutang,
dan penghapusan piutang tak tertagih adalah empat jenis transaksi
yang dapat memengaruhi saldo akun piutang usaha. Keempat jenis
transaksi ini merupakan bagian dari siklus penjualan dan penagi­
han. Logika dari penggunaan pendekatan siklus adalah terkait den­
gan cara transaksi dicatat dalam jurnal dan diikhtisarkan dalam
buku besar, neraca saldo, serta laporan keuangan.
Pendekatan siklus dapat dibagi menjadi siklus penjualan dan
penagihan, siklus perolehan dan pembayaran, siklus penggajian dan
personalia, siklus persediaan dan pergudangan, serta siklus peroleh­
an modal dan pembayaran kembali. Akun kas merupakan akun yang
paling penting, yang di mana terlibat dalam sebagian besar siklus.
Siklus penjualan dan penagihan menjadi fokus utama pada se­
bagian besar audit. Siklus perolehan modal dan pembayaran kem­
bali berkaitan erat dengan siklus perolehan dan pembayaran. Tran­
saksi dalam siklus perolehan dan pembayaran mencakup pembe­
lian persediaan, perlengkapan, dan barang serta jasa lainnya yang
berkaitan dengan aktivitas operasi. Adapun transaksi dalam siklus
perolehan modal dan pembayaran kembali berkaitan dengan aktivi­
tas pembiayaan (pendanaan), seperti penerbitan saham, surat utang
atau obligasi, pembayaran dividen dan bunga, penebusan kembali
utang obligasi, pembelian dan penjualan kembali saham treasury,
serta pelunasan utang jangka pendek.
Pada perusahaan manufaktur, siklus persediaan dan pergudang­
an berkaitan erat dengan semua siklus lainnya. Biaya persediaan
mencakup bahan baku (siklus perolehan dan pembayaran), tenaga
kerja langsung (siklus penggajian dan personalia), dan biaya over­
head manufaktur/ biaya produksi tidak langsung (siklus perolehan


dan pembayaran serta siklus penggajian dan personalia). Penjualan

34
BAB 2 e Asersi Manajemen dan Tujuan Audit
barang jadi melibatkan siklus penjualan dan penagihan. Dalam ka­
sus penjaminan persediaan untuk kepentingan peminjaman uang,
siklus perolehan modal, dan pembayaran kembali juga berkaitan
dengan siklus persediaan dan pergudangan.
Berdasarkan alur hubungan antara siklus, pertama kali siklus
akan dimulai dari perolehan modal, yaitu dalam bentuk kas umum.
Dalam perusahaan manufaktur, kas yang diperoleh ini lalu akan di­
gunakan untuk membeli bahan baku, perlengkapan, aktiva tetap,
dan barang serta jasa lainnya yang berkaitan dengan aktivitas operasi
pembuatan persediaan (siklus perolehan dan pembayaran). Dalam
membuat persediaan, tentu saja juga melibatkan penggunaan tenaga
kerja (siklus penggajian dan personalia). Hasil gabungan dari kedua
siklus (siklus perolehan dan pembayaran serta siklus penggajian dan
personalia) adalah persediaan (siklus persediaan dan pergudangan).
Persediaan kemudian dijual dan menimbulkan proses penagihan
serta perolehan kas (siklus penjualan dan penagihan). Kas yang di­
hasilkan lalu akan digunakan untuk membayar bunga dan dividen,
serta jika memungkinkan melunasi pinjamannya. Setelah itu, siklus
akan kembali berulang, dan seterusnya.

:: : Kas Umum:
'�
,.
Siklus Perolehan Modal
dan Pembayaran Kembali

•Ir 1.

Siklus Penjualan Siklus Perolehan Siklus Penggajian


dan Penagihan dan Pembayaran dan Personalia

Siklus Persediaan
dan Pergudangan -

■ 35
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

2.5 Asersi Manajemen


Asersi manajemen merupakan pernyataan manajemen (secara
tersirat) tentang transaksi atau peristiwa, saldo akun, serta penyajian
dan pengungkapan yang terkait dengan laporan keuangan. Asersi
manajemen berkaitan langsung dengan prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum, karena merupakan bagian dari kriteria yang
digunakan manajemen untuk mencatat dan mengungkapkan infor­
masi dalam laporan keuangan.

Asersi tentang Transaksi dan Peristiwa


• Keterjadian
Asersi keterjadian berkaitan dengan apakah transaksi dan peris­
tiwa yang dicatat dalam laporan keuangan benar-benar telah
terjadi selama periode akuntansi. Dengan kata lain, asersi ini
berkaitan dengan kemungkinan adanya transaksi fiktif. Pelang­
garan atas asersi keterjadian akan menimbulkan lebih saji akun.
Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa transaksi pem­
belian barang dagang yang dicatat merupakan perolehan barang
dagang dari pemasok yang benar-benar terjadi. Pencatatan atas
transaksi pembelian barang dagang yang sebenarnya tidak ter­
jadi merupakan pelanggaran atas asersi keterjadian.
• Kelengkapan
Asersi ini menyatakan apakah semua transaksi dan peristiwa
yang harus dimasukkan dalam laporan keuangan sudah dima­
sukkan seluruhnya. Dengan kata lain, asersi kelengkapan berkai­
tan dengan kemungkinan penghilangan transaksi yang harus
dicatat. Pelanggaran atas asersi kelengkapan akan menimbulkan
kurang saji akun. Sebagai contoh, manajemen menegaskan bah­
wa seluruh pembelian barang dagang dari pemasok telah dicatat
dan dimasukkan dalam laporan keuangan. Kegagalan dalam
mencatat transaksi pembelian barang dagang yang terjadi meru­
pakan pelanggaran atas asersi kelengkapan.
• Keakuratan


Asersi keakuratan menyatakan apakah transaksi dan peristiwa

36
BAB 2 e Asersi Manajemen dan Tujuan Audit
telah dicatat pada jumlah yang benar. Penggunaan harga (acqui­
sition cost) yang salah untuk mencatat transaksi perolehan ak­
tiva tetap clan kekeliruan atau kesalahan dalam menghitung be­
sarnya beban penyusutan periodik merupakan contoh pelang­
garan atas asersi keakuratan. Contoh lainnya adalah kekeliruan
atau kesalahan dalam menghitung besarnya bunga berjalan clan
amortisasi atas premium atau diskonto utang obligasi.
• Klasifikasi
Asersi ini menyatakan apakah transaksi dan peristiwa telah
dicatat pada akun yang tepat. Berikut adalah beberapa contoh
yang merupakan pelanggaran atas asersi klasifikasi: (a) pem­
belian perlengkapan dicatat sebagai pembelian peralatan; (b)
pembayaran gaji karyawan toko dicatat sebagai pembayaran gaji
karyawan kantor; (c) pembelian tunai dicatat sebagai pembelian
kredit; clan (d) pembayaran ongkos kirim barang dicatat sebagai
pembayaran ongkos angkut masuk.
• Pisah Batas ( Cut-of!)
Asersi pisah batas menyatakan apakah transaksi clan peristiwa
telah dicatat pada periode akuntansi yang benar. Mencatat tran­
saksi penjualan pada bulan Desember sementara barang belum
dikirim sampai dengan bulan Januari tahun berikutnya meru­
pakan contoh pelanggaran atas asersi pisah batas. Contoh lain­
nya adalah mencatat pemakaian beban selama bulan Desember
dalam pembukuan bulan Januari tahun berikutnya.

Asersi tentang Saldo Akun


• Eksistensi
Asersi ini berkaitan dengan apakah aktiva, kewajiban, clan mo­
dal yang tercantum dalam neraca benar-benar ada pada tang­
gal neraca. Dengan kata lain, asersi ini berkaitan dengan ke­
mungkinan pencantuman jumlah yang sebenarnya tidak ada.
Pelanggaran atas asersi eksistensi akan menimbulkan lebih
saji akun. Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa sal­
do akun persediaan barang dagang yang tertera dalam neraca

■ 37
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

benar-benar ada di gudang pada tanggal neraca sebesar jumlah


yang disajikan tersebut dan tersedia untuk dijual. Contoh lain­
nya, (a) manajemen menegaskan bahwa saldo akun kas yang ter­
tera dalam neraca benar-benar ada pada tanggal neraca sebesar
jumlah yang disajikan tersebut dan tidak dibatasi serta tersedia
untuk penggunaan normal; (b) manajemen menegaskan bahwa
saldo akun piutang usaha yang tertera dalam neraca benar-benar
ada pada tanggal neraca sebesar jumlah yang disajikan tersebut
dan masih memerlukan atau menunggu proses penagihan. Pen­
cantuman piutang atas pelanggan fiktif merupakan pelanggaran
terhadap asersi eksistensi.
• Kelengkapan
Asersi ini menyatakan apakah seluruh jumlah yang harus ter­
catat pada suatu akun benar-benar sudah dicantumkan. Dengan
kata lain, asersi kelengkapan berkaitan dengan kemungkinan
penghilangan jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan.
Pelanggaran atas asersi kelengkapan akan menimbulkan kurang
saji akun. Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa selu­
ruh jumlah utang wesel yang merupakan kewajiban perusahaan
telah dimasukkan secara lengkap dalam neraca. Contoh lainnya,
manajemen menegaskan bahwa seluruh jumlah investasi sekuri­
tas yang merupakan aktiva perusahaan telah dimasukkan secara
lengkap dalam neraca. Kelalaian untuk mencatat utang wesel
kepada seorang kreditor dan investasi sekuritas pada sebuah
perusahaan investasi merupakan pelanggaran terhadap asersi
kelengkapan.
• Penilaian dan Alokasi
Asersi ini berkaitan dengan apakah aktiva, kewajiban, dan
modal telah dimasukkan dalam laporan keuangan pada jumlah
yang tepat atau dengan angka-angka yang wajar. Sebagai con­
toh, manajemen menegaskan bahwa aktiva tetap telah dicatat
sebesar biaya historis dan secara sistematis dialokasikan ke peri­
ode akuntansi yang tepat (periode yang menerima manfaat atas


penggunaan aktiva tetap ini) melalui proses penyusutan. Con-

38
BAB 2 Asersi Manajemen dan Tujuan Audit

toh lainnya, manajemen menegaskan bahwa piutang usaha yang


dicantumkan di neraca telah dinyatakan sebesar nilai realisasi
bersih (nilai bersih piutang yang kemungkinan dapat ditagih,
yaitu nilai bruto piutang dikurangi dengan cadangan atau peny­
isihan piutang tak tertagih).
• Hak dan Kewajiban
Asersi ini berkaitan dengan apakah aktiva memang menjadi hak
perusahaan dan apakah utang memang merupakan kewajiban
perusahaan pada tanggal neraca. Sebagai contoh, manajemen
menegaskan bahwa aktiva sewa (leased asset) yang dimiliki pe­
rusahaan dan tersaji saldonya dalam neraca merupakan biaya
atas hak perusahaan untuk menyewa aktiva ini dan utang sewa
(obligations under capital leases) yang terkait dengan aktiva sewa
merupakan kewajiban perusahaan.

Asersi tentang Penyajian dan Pengungkapan


• Keterjadian serta Hak dan Kewajiban
Asersi ini menyatakan apakah transaksi dan peristiwa yang di­
ungkapkan telah terjadi dan merupakan hak atau kewajiban
perusahaan. Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa
penerbitan wesel bayar sebagaimana yang diuraikan atau diung­
kapkan dalam catatan atas laporan keuangan benar-benar telah
terjadi clan merupakan kewajiban perusahaan.
• Kelengkapan
Asersi ini berkaitan dengan apakah semua pengungkapan yang
diperlukan telah dicantumkan dalam laporan keuangan. Sebagai
contoh, manajemen menegaskan bahwa semua pengungkapan
yang diperlukan yang terkait dengan penerbitan wesel bayar (utang
wesel) telah diuraikan dalam catatan atas laporan keuangan.
• Keakuratan serta Penilaian dan Alokasi
Asersi ini berkaitan dengan apakah informasi keuangan telah
diungkapkan secara tepat dan dalam jumlah yang tepat. Sebagai
contoh, manajemen menegaskan bahwa pengungkapan dalam
catatan laporan keuangan yang terkait dengan perhitungan be-

■ 39
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

ban penyusutan adalah sudah tepat dan dalam jumlah yang te­
pat.
• Klasifikasi dan Dapat Dipahami
Asersi ini berkaitan dengan apakah jumlah-jumlah telah dikla­
sifikasi secara tepat dalam laporan keuangan dan catatan lapor­
an keuangan, serta apakah uraian saldo dan pengungkapan­
nya dapat dipahami. Sebagai contoh, manajemen menegaskan
bahwa klasifikasi persediaan sebagai bahan baku, barang dalam
proses, dan barang jadi adalah sudah tepat, dan pengungkapan
atas metode yang digunakan untuk mencatat dan menilai perse­
diaan dapat dipahami.

2.6 Tuj uan Audit atas Transaksi


Tujuan audit atas transaksi mengikuti dan terkait dengan asersi
manajemen tentang transaksi. Hal ini dikarenakan bahwa tanggung
jawab utama auditor adalah menentukan apakah asersi manaje­
men tentang laporan keuangan dapat dibenarkan. Tujuan audit ber­
guna sebagai kerangka kerja yang akan membantu auditor dalam
mengumpulkan bahan bukti audit yang cukup kompeten dan tepat
sesuai dengan jenis transaksi yang diaudit.
Ada perbedaan antara tujuan audit umum yang berkaitan de­
ngan transaksi dan tujuan audit khusus yang berkaitan dengan tran­
saksi bagi setiap jenis transaksi. Keenam tujuan audit umum yang
berkaitan dengan transaksi, yang akan dibahas berikut ini, dapat
diterapkan pada setiap jenis transaksi. Tujuan audit khusus yang
berkaitan dengan transaksi juga diterapkan pada setiap jenis tran­
saksi, tetapi dinyatakan dalam istilah yang disesuaikan (berbeda)
untuk masing-masing jenis transaksi. Setelah auditor menetapkan
tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi, tujuan audit
khusus lalu dapat dikembangkan.
Berikut adalah keenam tujuan audit umum yang berkaitan de­
ngan transaksi:
• Keterjadian

40 ■
BAB 2 Asersi Manajemen dan Tujuan Audit

Tujuan ini berkaitan dengan apakah seluruh transaksi yang telah


dicatat memang benar-benar terjadi. Tujuan ini merupakan pa­
danan atas asersi manajemen tentang keterjadian transaksi.
• Kelengkapan
Tujuan ini berkaitan dengan apakah seluruh transaksi yang ha­
rus dimasukkan dalam jurnal benar-benar telah dicatat. Tujuan
ini merupakan padanan atas asersi manajemen tentang keleng­
kapan transaksi.
• Keakuratan
Tujuan ini berkaitan dengan apakah seluruh transaksi telah di­
catat pada jumlah yang benar. Tujuan ini merupakan padanan
atas asersi manajemen tentang keakuratan transaksi.
• Pemindah-Bukuan dan Pengikhtisaran
Tujuan ini berkaitan dengan keakuratan pemindahan informasi
dari jurnal ke buku besar dan neraca saldo, serta keakuratan
pengikhtisaran transaksi dalam laporan keuangan. Tujuan ini
merupakan padanan atas asersi manajemen tentang keakuratan
transaksi.
• Klasifikasi
Tujuan ini berkaitan dengan apakah seluruh transaksi telah di­
catat pada akun yang tepat. Tujuan ini merupakan padanan atas
asersi manajemen tentang klasifikasi transaksi.
• Penetapan Waktu
Tujuan ini berkaitan dengan apakah seluruh transaksi telah di­
catat dalam periode akuntansi yang tepat. Tujuan ini merupakan
padanan atas asersi manajemen tentang pisah batas transaksi.
Sesudah tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi
ditentukan, tujuan audit khusus yang berkaitan dengan transaksi un­
tuk setiap jenis transaksi dapat dikembangkan. Setidaknya satu tu­
juan audit khusus yang berkaitan dengan transaksi harus disertakan
pada setiap tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi.

■ 411
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

Berikut adalah contoh asersi manajemen clan tujuan audit yang


berkaitan dengan transaksi pembelian:
Asersi Tujuan Audit
Tujuan Audit Khusus
Manajemen Umum
Keterjadian Keterjadian Pembelian yang dicatat adalah untuk
perolehan barang dari pemasok non-fiktif.
Kelengkapan Kelengkapan Seluruh transaksi pembelian yang terjadi
telah dicatat.
Keakuratan Keakuratan Pembelian yang dicatat adalah untuk se-
luruh jumlah barang yang telah diperoleh
dari pemasok non-fiktif dan telah dicatat
dengan benar.
Pemindah-Bukuan Jurnal untuk mencatat transaksi pembelian
& Pengikhtisaran telah dipindah-bukukan secara akurat ke
masing-masing catatan pemasok (buku be-
sar pembantu) dan buku besar umum, serta
diikhtisarkan ke dalam laporan keuangan
secara tepat.
Klasifikasi Klasifikasi Transaksi pembelian telah diklasifikasi de-
ngan benar pada akun yang tepat.
Pisah Batas Penetapan Waktu Transaksi pembelian telah dicatat pada
tanggal yang benar.

2.7 Tujuan Audit atas Saldo


Tujuan audit atas saldo juga mengikuti dan terkait dengan asersi
manajemen untuk saldo. Tujuan audit ini berguna sebagai kerangka
kerja yang akan membantu auditor dalam mengumpulkan bahan
bukti audit yang cukup kompeten dan tepat sesuai dan saldo akun
yang diaudit. Tujuan audit atas saldo juga dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu tujuan audit umum dan tujuan audit khusus.
Ada dua perbedaan antara tujuan audit atas transaksi dan tujuan
audit atas saldo, yaitu: (a) tujuan audit atas transaksi diterapkan pada
transaksi, seperti transaksi pembelian dan penjualan barang dagang,
sedangkan tujuan audit atas saldo diterapkan pada saldo akun, se­
perti saldo akun kas, piutang usaha, dan persediaan; (b) ada enam
tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi dan delapan tujuan au­
dit yang berkaitan dengan saldo.

42 ■
BAB 2 Asersi Manajemen dan Tujuan Audit

Tujuan audit yang berkaitan dengan saldo hampir selalu dite­


rapkan pada saldo akhir dalam akun-akun neraca. Akun-akun lapor­
an laba rugi yang berkaitan erat dengan akun-akun neraca dapat
diuji secara bersamaan, seperti beban penyusutan dengan akumulasi
penyusutan, beban bunga dengan utang bunga dan amortisasi pre­
mium/ diskonto utang obligasi, pendapatan bunga dengan piutang
bunga dan amortisasi premium/diskonto investasi obligasi, beban
piutang tak tertagih dengan cadangan piutang tak tertagih, beban
pajak penghasilan dengan utang pajak penghasilan, dan beban ja­
minan produk dengan utang jaminan produk.
Berikut adalah kedelapan tujuan audit umum yang berkaitan
dengan saldo:
• Eksistensi
Tujuan ini berkaitan dengan apakah semua jumlah yang ter­
cantum dalam laporan keuangan memang benar-benar ada
pada tanggal neraca. Tujuan ini merupakan padanan atas asersi
manajemen tentang eksistensi saldo akun.
• Kelengkapan
Tujuan ini berkaitan dengan apakah semua jumlah yang harus
tercatat pada suatu akun benar-benar sudah dicantumkan. Tu­
juan ini merupakan padanan atas asersi manajemen tentang ke­
lengkapan saldo akun.
• Keakuratan
Tujuan ini berkaitan dengan apakah perhitungan atas seluruh
jumlah yang tercantum sudah benar. Tujuan ini merupakan
padanan atas asersi manajemen tentang penilaian dan alokasi
saldo akun.
• Klasifikasi
Tujuan ini berkaitan dengan apakah seluruh jumlah telah dikla­
sifikasi dalam akun secara tepat. Tujuan ini merupakan padanan
atas asersi manajemen tentang penilaian dan alokasi saldo akun.
• Pisah Batas
Tujuan ini berkaitan dengan apakah seluruh jumlah telah di-

■ 43
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

catat dalam akun pada periode akuntansi yang tepat. Tujuan ini
merupakan padanan atas asersi manajemen tentang penilaian
dan alokasi saldo akun.
• Rincian Hubungan
Tujuan ini berkaitan dengan apakah total saldo akun sesuai de­
ngan rincian yang tertera dalam buku besar maupun catatan
pendukung lainnya. Tujuan ini merupakan padanan atas asersi
manajemen tentang penilaian dan alokasi saldo akun.
• Nilai yang Dapat Direalisasi
Tujuan ini berkaitan dengan apakah saldo akun aktiva tertentu,
seperti piutang usaha, telah dikurangi untuk 1nencenninkan
nilai bersihnya yang dapat direalisasi. Tujuan ini merupakan
padanan atas asersi manajemen tentang penilaian dan alokasi
saldo akun.
• Hak dan Kewajiban
Tujuan ini berkaitan dengan apakah aktiva memang menjadi
hak perusahaan dan apakah utang merupakan kewajiban peru­
sahaan pada tanggal neraca. Tujuan ini merupakan padanan atas
asersi manajemen tentang hak dan kewajiban atas saldo akun.
Sesudah tujuan audit umum yang berkaitan dengan saldo diten-
tukan, tujuan audit khusus yang berkaitan dengan saldo untuk setiap
saldo akun dalam laporan keuangan dapat dikembangkan. Setidak­
nya satu tujuan audit khusus yang berkaitan dengan saldo harus
disertakan pada setiap tujuan audit umum yang berkaitan dengan
saldo.
Berikut adalah contoh asersi manajemen dan tujuan audit yang
berkaitan dengan saldo piutang:

44 ■
BAB 2 Asersi Manajemen dan Tujuan Audit

Asersi Tujuan Audit


Tujuan Audit Khusus
Manajemen Umum
Eksistensi Eksistensi Semua piutang yang dicatat memang
benar-benar ada pada tanggal neraca.
Kelengkapan Kelengkapan Seluruh piutang yang ada sudah dicatat.
Penilaian & Alokasi Keakuratan Seluruh piutang yang ada telah dicatat
dalam jumlah yang benar.
Klasifikasi Piutang telah diklasifikasi secara tepat
sebagai piutang usaha, piutang wesel,
dan piutang lain-lain.
Pisah Batas Pisah batas atas saldo piutang pada
akhir tahun sudah tepat.
Rincian Total saldo piutang sesuai dengan rin-
Hubungan cian yang tertera dalam buku besar
maupun catatan pendukung lainnya
(buku besar pembantu).
Nilai yang Dapat Piutang usaha telah disajikan sebesar ni-
Direalisasi lai realisasi bersih.
Hak & Kewajiban Hak & Kewajiban Perusahaan memiliki hak atas semua
piutang yang tercantum dalam neraca
akhir tahun.
Tidak ada piutang usaha yang dijamin-
kan.

2.8 Tujuan Audit atas Penyajian dan Pengungkapan


Tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan pengung­
kapan juga mengikuti dan terkait dengan asersi manajemen un­
tuk penyajian dan pengungkapan. Tujuan audit atas penyajian dan
pengungkapan juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan audit
umum dan tujuan audit khusus.
Berikut adalah contoh asersi manajemen dan tujuan audit yang
berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan atas piutang wesel:

■ 45
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

Asersi Tujuan Audit


Tujuan Audit Khusus
Manajemen Umum
Keterjadian Keterjadian serta Piutang wesel sebagaimana yang diuraikan
serta Hak & Hak & Kewajiban dalam catatan atas laporan keuangan me-
Kewajiban mang benar-benar ada dan merupakan hak
perusahaan.
Kelengkapan Kelengkapan Semua pengungkapan yang diperlukan yang
terkait dengan piutang wesel telah dicatat
dalam catatan atas laporan keuangan.
Penilaian Penilaian Pengungkapan catatan atas laporan keuang-
& Alokasi & Alokasi an yang terkait dengan piutang wesel sudah
akurat.
Klasifikasi Klasifikasi & Piutang wesel secara tepat telah diklasifikasi
& Dapat Dapat Dipahami sebagai aktiva lancar dan tidak lancar, serta
Dipahami pengungkapannya dalam catatan atas lapor-
an keuangan dapat dipahami.

2.9 Memenuhi Tujuan Audit


Auditor harus memperoleh bukti audit yang cukup guna men­
dukung semua asersi manajemen yang terkait dengan laporan
keuangan. Dalam hal ini, auditor perlu memutuskan tujuan audit se­
cara tepat dan mengumpulkan bukti untuk memenuhi tujuan audit
tersebut. Auditor biasanya akan mengikuti suatu proses audit untuk
memastikan bahwa bukti yang diperoleh sudah mencukupi dan te­
pat, serta bahwa semua tujuan audit sudah ditetapkan dan dipenuhi.
Proses audit ini terdiri dari empat fase, yaitu:

Merencanakan dan Merancang Pendekatan Audit


Pada umumnya, ada dua pertimbangan utama yang akan me­
mengaruhi pendekatan audit, yaitu perolehan bukti audit yang cu­
kup dan biaya perolehan bukti audit yang sekecil mungkin. Peroleh­
an bukti audit yang cukup dan pengendalian atas biaya audit memer­
lukan suatu perencanaan yang matang. Dalam merencanakan dan
merancang pendekatan audit, auditor perlu:
• Memperoleh pemahaman tentang entitas dan lingkungan klien


Agar dapat menilai dengan layak risiko salah saji dalam laporan

46
BAB 2 • Asersi Manajemen dan Tujuan Audit

keuangan, auditor harus mempunyai pemahaman yang meny­


eluruh atas bisnis klien dan lingkungan terkait, termasuk pema­
haman atas perlakuan akuntansi yang unik dari industri klien.
Sebagai contoh, jika klien bergerak dalam industri penambangan
batu bara, maka auditor juga seharusnya memahami bagaimana
menghitung kandungan kalori yang terdapat dalam setiap jenis
kualitas batu bara, termasuk perihal standar akuntansi terkait.
• Memahami pengendalian internal dan menilai risiko pengen -
dalian
Risiko salah saji dalan1 laporan keuangan akan dapat din1ini­
malisir apabila klien memiliki pengendalian yang efektif. Pent­
ing bagi auditor untuk dapat memahami pengendalian internal
yang diterapkan oleh klien dan mengevaluasi keefektifannya.
Pengumpulan bahan bukti audit lebih ditekankan atau difokus­
kan pada area di mana pengendalian internal tidak secara efektif
diterapkan. Jika pengendalian internal dianggap efektif, risiko
pengendalian yang ditetapkan dapat dikurangi dan jumlah bukti
audit yang harus dikumpulkan secara signifikan dapat menjadi
lebih sedikit dibanding dengan pengendalian internal yang ti­
dak memadai.
• Menilai risiko salah saji yang material
Auditor menggunakan pemahamannya atas industri dan strate­
gi bisnis, serta keefektifan pengendalian internal klien untuk
menilai risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan
klien. Penilaian ini tentu saja akan memengaruhi rencana dan
sifat audit, penetapan waktu audit, serta luas prosedur audit.
Risiko salah saji yang material dal.am laporan keuangan, yang
disebabkan oleh kecurangan, juga merupakan bagian dari risiko
audit dan memerlukan penilaian oleh auditor secara khusus atas
risiko tersebut.

Melaksanakan Pengujian Pengendalian dan Pengujian


Substantif atas Transaksi.
Pengujian pengendalian adalah suatu prosedur audit yang di­
lakukan auditor untuk menentukan efektivitas rancangan ( desain)

■ 47
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

dan penerapan ( operasi) pengendalian internal oleh klien. Pengujian


pengendalian ini dapat memberikan bukti tentang apakah kebijakan
dan prosedur pengendalian telah diterapkan secara konsisten. Kepu­
tusan yang diambil oleh auditor berkaitan dengan jenis, lingkup, dan
saat pengujian pengendalian harus didokumentasikan dalam suatu
program audit dan kertas kerja yang bersangkutan. Sebagai contoh,
auditor dapat menguji keefektifan pengendalian atas pemberian
kredit dengan memeriksa salinan dokumen persetujuan kredit yang
telah diparaf oleh manajer kredit, yang menunjukkan bahwa proses
pemberian kredit ini telah dievaluasi kelayakannya oleh pejabat yang
berwenang.
Auditor juga mengevaluasi pencatatan transaksi dengan mem­
verifikasi jumlah moneter transaksi. Prosedur audit ini disebut se­
bagai pengujian substantif atas transaksi. Pengujian ini bertujuan
untuk mengungkapkan kekeliruan atau salah saji moneter dalam
pencatatan dan pelaporan transaksi. Di samping itu, pengujian
substantif atas transaksi juga bertujuan untuk menentukan apakah
keenam tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi (keter­
jadian, kelengkapan, keakuratan, pemindah-bukuan dan pengikhti­
saran, klasifikasi, dan penetapan waktu) telah dipenuhi bagi setiap
jenis transaksi. Sebagai contoh, transaksi pembelian barang dagang
dapat diverifikasi keakuratannya melalui penghitungan hasil kali
antara jumlah barang yang dibeli dan harga per unit, dan menco­
cokkannya dengan jumlah yang tertera dalam formulir permintaan
pembelian, laporan penerimaan barang, serta faktur tagihan (in­
voice) dari pemasok.
Melaksanakan Prosedur Analitis dan Pengujian Atas Rincian
Saldo
Prosedur analitis menggunakan perbandingan dan hubungan
untuk menilai apakah saldo akun atau data lainnya tampak wajar
atau rasional. Sebagai contoh, melakukan perbandingan antara total
beban gaji dan jumlah tenaga personel bisa menunjukkan ada tidak­


nya pembayaran gaji yang tidak semestinya. Contoh lainnya, auditor

48
BAB 2 e Asersi Manajemen dan Tujuan Audit
dapat membandingkan beban komisi dengan total penjualan bersih
untuk menguji kewajaran atas jumlah komisi yang dibayarkan.
Pengujian atas rincian saldo merupakan prosedur audit yang di­
lakukan auditor untuk menguji salah saji moneter atas saldo akhir
akun dalam laporan keuangan. Di samping itu, pengujian atas rin­
cian saldo juga bertujuan untuk menentukan apakah kedelapan tu­
juan audit umum yang berkaitan dengan saldo (eksistensi, keleng­
kapan, keakuratan, klasifikasi, pisah batas, rincian hubungan, nilai
yang dapat direalisasi, serta hak clan kewajiban) telah dipenuhi bagi
setiap saldo akun yang signifikan. Sebagai contoh, auditor dapat
mengirimkan surat konfirmasi piutang kepada pelanggan klien un­
tuk mengidentifikasi jumlah yang salah.

Menyelesaikan Audit dan Menerbitkan Laporan Audit


Setelah menyelesaikan semua prosedur, auditor harus meng­
gabungkan informasi yang diperoleh guna mencapai kesimpulan
menyeluruh tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara
wajar. Proses yang subjektif ini sangat mengandalkan pada pertim­
bangan profesional auditor. Apabila audit telah selesai dilakukan,
akuntan publik harus menerbitkan laporan audit untuk melengkapi
laporan keuangan yang dipublikasikan oleh klien.

■ 49
Bukti
dan Dokumentasi Audit

3.1 Sifat dan Keputusan Bukti Audit


Bukti audit merupakan informasi yang akan digunakan oleh au­
ditor untuk menentukan kesesuaian antara yang diaudit dan kriteria
tertentu yang telah ditetapkan. Bukti audit dapat berupa informasi
yang sangat persuasif (sangat meyakinkan) maupun informasi yang
kurang persuasif (kurang meyakinkan). Contoh bukti audit yang
sangat persuasif adalah hasil penghitungan ulang oleh auditor atas
besarnya amortisasi premium atau diskonto utang obligasi. Adapun
contoh bukti audit yang kurang persuasif adalah hasil tanya jawab
dengan karyawan klien. Jadi, sifat bukti audit dapat sangat berva­
riasi sesuai dengan kemampuannya dalam meyakinkan auditor bah­
wa laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum.
Keputusan penting yang dihadapi oleh auditor dalam menentu­
kan jenis dan jumlah bukti audit yang tepat adalah meliputi penen­
tuan prosedur audit, ukuran sampel, metode pemilihan sampel, dan
penetapan waktu.
Prosedur audit adalah rincian instruksi yang menjelaskan bukti
audit yang harus diperoleh selama audit berlangsung. Sebagai con­
toh, prosedur audit untuk memverifikasi pembelian barang dagang
adalah memeriksa jurnal pembelian dan membandingkannya de­
ngan jumlah yang tertera dalam formulir permintaan pembelian,
laporan penerimaan barang, serta faktur tagihan. Setelah prosedur
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

audit ditetapkan, auditor menentukan ukuran sampel. Sebagai con­


toh, auditor dapat memilih ukuran sampel sebanyak 35 dari 300 fak­
tur tagihan untuk dibandingkan dengan jurnal pembelian. Ukuran
sampel untuk setiap prosedur mungkin akan berbeda antara audit
yang satu dan audit yang lainnya. Setelah ukuran sampel untuk
suatu prosedur audit ditentukan, auditor harus memutuskan metode
pemilihan sampel. Dalam contoh ini, auditor dapat memilih 35 in­
voice pertama, atau 35 invoice dengan nilai terbesar, atau 35 invoice
secara acak, atau 35 invoice yang menurut auditor paling mungkin
mengandung salah saji, atau bisa juga menggunakan kombinasi dari
berbagai metode tersebut. Keputusan penetapan waktu berkaitan de­
ngan penentuan atau pemilihan tanggal sampel. Sebagai contoh, au­
ditor memutuskan untuk memeriksa secara acak sampel jurnal pem­
belian barang dagang yang terjadi untuk satu tahun penuh dalam
periode laporan keuangan yang diaudit.

3.2 Tingkat Keyakinan (Persuasivitas) Bukti Audit


Sesuai dengan standar pekerjaan lapangan yang ke tiga, auditor
harus memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan melakukan
prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk memberikan
pendapat menyangkut laporan keuangan yang diaudit. Ada dua pe­
nentu tingkat keyakinan bukti audit, yaitu ketepatan bukti dan kecu­
kupan bukti.

Ketepatan Bukti
Bukti dikatakan tepat apabila memenuhi karakteristik relevansi
dan reliabilitas. Bukti yang dianggap sangat tepat akan sangat mem­
bantu dalam meyakinkan auditor bahwa laporan keuangan telah
disajikan secara wajar. Ketepatan bukti hanya terkait dengan prose­
dur audit yang dipilih dan penetapan waktu, serta tidak dapat di­
perbaiki dengan menambah ukuran sampel atau mengubah metode
pemilihan sampel. Ketepatan hanya dapat diciptakan melalui pemi­


lihan prosedur audit yang lebih relevan dan dapat diandalkan.

52
BAB 3 Bukti dan Dokumentasi Audit

Sehubungan dengan relevansi bukti, bukti audit dikatakan tepat


jika berkaitan dengan tujuan audit yang akan diuji oleh auditor. Se­
bagai contoh, prosedur audit yang relevan untuk mengidentifikasi
pengirin1an atau penjualan barang yang belun1 ditagih adalah dengan
menelusuri laporan pengiriman barang ke faktur penjualan, bukan
sebaliknya. Menelusuri faktur penjualan ke laporan pengiriman ba­
rang merupakan prosedur audit yang relevan untuk menguji tujuan
audit khusus: apakah transaksi penjualan yang dicatat adalah benar­
benar untuk pengiriman barang yang dilakukan kepada pelanggan
nonfiktif. Relevansi hanya dapat dipertimbangkan dalam tujuan au­
dit khusus, karena bukti audit mungkin relevan untuk tujuan audit
yang satu tetapi tidak relevan untuk tujuan audit yang lainnya.
Sehubungan dengan reliabilitas bukti, bukti audit dikatakan
tepat jika dapat diandalkan, dapat dipercaya, atau layak dipercaya.
Sama seperti relevansi, bukti dianggap dapat diandalkan jika bukti
tersebut sangat membantu dalam meyakinkan auditor bahwa lapor­
an keuangan telah disajikan secara wajar. Sebagai contoh, prosedur
audit yang dapat diandalkan untuk menguji eksistensi (keberadaan)
saldo kas kecil dan saldo persediaan barang dagang pada tanggal
neraca adalah dengan melakukan pemeriksaan fisik, yaitu masing­
masing cash opname dan stock opname. Contoh lainnya, hasil kon­
firmasi secara tertulis dari bank merupakan bukti audit yang dapat
diandalkan untuk menguji keberadaan saldo kas di bank.
Secara umum, keandalan bukti audit sangat tergantung pada:
• Independensi penyedia bukti.
Bukti yang diperoleh dari pihak ketiga atau pihak yang berada
di luar klien (bukti eksternal) tentu saja lebih dapat diandalkan
dibanding dengan bukti yang berasal dari atau yang dibuat oleh
klien sendiri (bukti internal). Contoh bukti eksternal adalah
basil komunikasi dengan pihak bank, advokat, atau pelanggan,
faktur tagihan dari pemasok, sekuritas investasi yang diterbit­
kan oleh perusahaan lain, dan sertifikat deposito bank. Adapun
contoh bukti internal adalah formulir permintaan pembelian


dan laporan penerimaan barang.

53
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

• Efektivitas pengendalian internal klien.


Bukti audit akan menjadi lebih dapat diandalkan jika pengenda­
lian internal diterapkan secara efektif oleh klien. Sebagai contoh,
jika pengendalian internal atas pembayaran kas kecil diterapkan
secara efektif, maka bukti audit yang dapat diandalkan dapat di­
peroleh dari formulir penerimaan kas kecil (petty cash receipt
atau petty cash voucher) yang bernomor urut tercetak dan ditan­
datangani oleh karyawan yang membayarkan/menangani kas
kecil maupun oleh pihak yang menerima pembayaran kas kecil.
• Perolehan secara langsung oleh auditor.
Bukti audit yang diperoleh secara langsung oleh auditor melalui
pemeriksaan fisik, pengamatan, penghitungan ulang, dan in­
speksi akan lebih dapat diandalkan dibanding dengan bukti au­
dit yang diperoleh secara tidak langsung. Sebagai contoh adalah
bukti audit yang diperoleh dari hasil cash opname, stock opname,
penghitungan ulang oleh auditor atas beban penyusutan akti­
va tetap, dan pengamatan atau observasi langsung atas proses
produksi klien.
• Kualifikasi penyedia informasi dan juga auditor.
Meskipun penyedia informasi adalah pihak yang independen,
namun bukti audit akan menjadi tidak dapat diandalkan jika
penyedia informasi ini tidak memiliki pemahaman mengenai
arti pentingnya bukti tersebut. Sebagai contoh, hasil komunikasi
dengan advokat dan bank pada umumnya akan lebih layak di­
percaya (secara profesional) dibanding dengan hasil konfirmasi
piutang dari pelanggan, khususnya untuk pelanggan yang tidak
memahami maksud dan tujuan dari dilakukannya komunikasi
atau konfirmasi tersebut. Selain itu, bukti yang diperoleh secara
langsung oleh auditor juga akan menjadi tidak dapat diandalkan
jika auditor tersebut tidak atau kurang memiliki pengetahuan
(kecakapan) untuk mengevaluasi bukti terkait. Sebagai contoh,
audit atas persediaan batu bara oleh auditor yang tidak terlatih
untuk membedakan jenis kualitas kalori batu bara bukanlah

54 ■
BAB 3 e Bukti dan Dokumentasi Audit
merupakan bukti audit yang dapat diandalkan bagi tujuan kla­
sifikasi.
• Objektivitas
Bukti yang objektif lebih dapat diandalkan dibanding dengan
bukti yang memerlukan pertimbangan tertentu. Contoh bukti
yang bersifat objektif adalah hasil konfirmasi atas piutang usaha
dan kas di bank, pemeriksaan fisik atas saldo kas kecil, perse­
diaan, dan aktiva tetap berwujud, serta bukti pembelian per­
lengkapan dan peralatan. Adapun contoh bukti yang bersifat
subjektif (melibatkan justifikasi dan pertimbangan tertentu dari
manajenen) adalah hasil tanya jawab dengan manajer akuntansi
mengenai besarnya estimasi atas nilai residu dari beberapa ak­
tiva tetap tertentu dan estimasi atas besarnya pencadangan piu­
tang tak tertagih.
• Ketepatan waktu
Ketepatan waktu bukti audit berkaitan dengan kapan bukti ini
dikumpulkan serta bagaimana menentukan tanggal sampel.
Untuk akun-akun neraca, ketepatan waktu bukti audit berkaitan
dengan kapan bukti ini dikumpulkan, sedangkan untuk akun­
akun laporan laba rugi, ketepatan waktu bukti audit berkaitan
dengan pemilihan tanggal sampel atau penentuan bagian peri­
ode yang akan diaudit. Sebagai contoh, penghitungan oleh audi­
tor atas posisi kas pada tanggal neraca akan lebih dapat diandal­
kan dibanding dengan jika penghitungan dilakukan pada dua
bulan sebelumnya. Adapun untuk akun laporan laba rugi, bukti
yang diperoleh akan lebih dapat diandalkan jika sampel diam­
bil dari keseluruhan periode yang diaudit. Contohnya adalah
memeriksa secara acak sampel jurnal pembelian barang dagang
yang terjadi untuk satu tahun penuh dalam periode laporan
keuangan yang diaudit, bukan hanya dari sebagian periode saja
(misalkan sampel yang terbatas hanya untuk kwartal terakhir).

■ 55
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

Kecukupan Bukti
Kuantitas bukti yang dikumpulkan akan menentukan kecukup­
annya. Kecukupan bukti diukur dari ukuran sampel yang dipilih
auditor. Untuk prosedur audit tertentu, bukti yang diperoleh dari
sampel sebanyak 100 pada umumnya lebih mencukupi dibanding
dengan dari sampel sebanyak 35. Selain ukuran sampel, metode pe­
milihan sampel juga akan menentukan kecukupan bukti audit. Sam­
pel yang terdiri dari item -item populasi dengan nilai moneter yang
besar pada umumnya dianggap sudah mencukupi terutama apabila
item-item ini merupakan bagian terbesar dari jumlah total populasi.

3.3 Jenis Bukti Audit


Dalam memutuskan prosedur audit mana yang akan digunakan,
auditor dapat memilihnya dari delapan jenis bukti audit berikut:

Pemeriksan Fisik
Jenis bukti ini paling sering dilakukan atas saldo kas kecil dan
persediaan, tetapi juga dapat diterapkan untuk memverifikasi serti­
fikat deposito, sekuritas investasi, wesel tagih, dan aktiva tetap ber­
wujud. Pemeriksaan fisik merupakan cara langsung untuk memveri­
fikasi apakah suatu aktiva benar-benar ada (tujuan eksistensi), dan
pada tingkat tertentu apakah aktiva yang ada tersebut telah dicatat
(tujuan kelengkapan). Pada umumnya, pemeriksaan fisik adalah
cara yang objektif untuk mengetahui kuantitas maupun deskripsi
aktiva. Dalam beberapa kasus, pemeriksaan fisik juga berguna untuk
mengevaluasi kondisi atau kualitas aktiva.
Akan tetapi, pemeriksaan fisik bukanlah merupakan bukti yang
mencukupi untuk memverifikasi bahwa aktiva yang ada memang
merupakan milik klien (tujuan hak dan kewajiban). Sebagai contoh
adalah bahwa untuk barang konsinyasi yang dititipkan kepada pihak
lain tentu saja tidak dapat diuji lewat pemeriksaan fisik, melainkan
melalui prosedur konfirmasi. Selain itu, penilaian dan alokasi yang

56 ■
BAB 3 • Bukti dan Dokumentasi Audit

tepat untuk tujuan pelaporan keuangan juga tidak dapat diuji oleh
pemeriksaan fisik (tujuan keakuratan).

Konfirmasi
Konfirmasi adalah proses untuk mendapatkan respons (tertulis
atau lisan) dari pihak ke tiga sebagai jawaban atas suatu perminta­
an informasi tentang unsur tertentu yang berkaitan dengan asersi
manajemen dan tujuan audit. Biasanya, auditor lebih memilih kon­
firmasi tertulis dibanding dengan konfirmasi lisan karena konfirmasi
tertulis lebih mudah di-review oleh supervisor audit dan memberi­
kan dukungan keandalan. Pada umumnya, konfirmasi relatif mahal
dan dapat menimbulkan beberapa ketidaknyamanan bagi pihak-pi­
hak yang diminta untuk menyediakan konfirmasi ini.
Proses konfirmasi mencakup: (a) pemilihan unsur yang akan
dimintakan konfirmasi, (b) perancangan atas isi permintaan konfir­
masi, (c) pengkomunikasian permintaan konfirmasi kepada pihak
ke tiga yang bersangkutan, (d) perolehan jawaban dari pihak ke tiga,
dan (e) penilaian terhadap informasi atau tidak adanya informasi
yang disediakan oleh pihak ke tiga mengenai tujuan audit, terma­
suk keandalan informasi ini. Konfirmasi dilaksanakan untuk mem -
peroleh bukti dari pihak ke tiga mengenai asersi laporan keuangan
yang dibuat oleh manajemen. Bukti audit yang diperoleh dari sum­
ber independen di luar perusahaan klien pada umumnya memberi­
kan keyakinan yang lebih besar, karena lebih dapat diandalkan untuk
tujuan audit independen dibandingkan dengan bukti audit yang ber­
asal dari dalam perusahaan klien tersebut.
Auditor harus menetapkan apakah bukti yang diperoleh dari
konfirmasi dapat mengurangi risiko audit. Dalam menetapkan ini,
auditor harus mempertin1bangkan materialitas saldo akun dan ri­
siko pengendalian. Jika auditor berkesimpulan bahwa bukti yang di­
peroleh dari konfirmasi ternyata tidak memadai, prosedur tambahan
harus dilaksanakan. Sebagai contoh, untuk mencapai risiko audit
pada tingkat yang cukup rendah, yang bersangkutan dengan asersi


eksistensi dan kelengkapan piutang usaha, auditor dapat melaksa-

57
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

nakan pengujian pisah batas penjualan sebagai tambahan terhadap


konfirmasi piutang usaha.
Permintaan konfirmasi, jika dirancang secara memadai oleh
auditor, dapat ditujukan untuk satu atau lebih asersi. Namun, kon­
firmasi tidak ditujukan untuk semua asersi secara bersama-sama.
Sebagai contoh, konfirmasi atas barang konsinyasi kepada perusa­
haan yang dititipkan (consignee) merupakan cara yang lebih efektif
untuk membuktikan asersi eksistensi serta hak dan kewajiban diban­
dingkan dengan untuk asersi penilaian dan alokasi. Konfirmasi atas
piutang usaha kemungkinan akan lebih efektif untuk membuktikan
asersi eksistensi dibandingkan dengan untuk asersi kelengkapan
serta penilaiian dan alokasi. Oleh sebab itu, apabila konfirmasi tidak
mencukupi untuk memperoleh bukti, maka auditor harus memper­
timbangkan prosedur audit lain untuk melengkapi atau mengganti­
kan prosedur konfirmasi.
Auditor harus menerapkan skeptisisme profesional pada tingkat
memadai selama proses konfirmasi. Skeptisisme profesional ini sa­
ngat diperlukan dalam merancang, melaksanakan, dan menilai hasil
konfirmasi. Permintaan konfirmasi harus dirancang sesuai dengan
tujuan audit tertentu. Jadi, pada waktu merancang permintaan kon­
firmasi, auditor harus mempertimbangkan asersi yang akan diuji
dan faktor-faktor yang kemungkinan berdampak terhadap kean­
dalan konfirmasi. Faktor-faktor seperti bentuk permintaan konfir­
masi, pengalaman audit sebelumnya, sifat informasi yang dikonfir­
masi, dan responden yang dituju dapat memengaruhi rancangan
permintaan konfirmasi karena faktor-faktor tersebut mempunyai
dampak langsung terhadap keandalan bukti yang diperoleh melalui
prosedur konfirmasi.
Ada dua bentuk permintaan konfirmasi yang umum, yaitu
bentuk positif dan negatif. Konfirmasi positif meminta si penerima
untuk memberikan respons dalam semua situasi. Beberapa kon­
firmasi bentuk positif meminta responden untuk menanggapinya


apakah ia setuju atau tidak setuju dengan informasi yang dicantum-

58
BAB 3 • Bukti dan Dokumentasi Audit

kan dalam surat permintaan konfirmasi. Bentuk konfirmasi positif


lainnya tidak menyebutkan jumlah ( atau informasi lain) pada surat
permintaan konfirmasi, tetapi meminta responden untuk mengisi
saldo atau informasi lain pada ruang kosong yang disediakan dalam
formulir permintaan konfirmasi. Apabila auditor tidak menerima
respons atas konfirmasi positif, biasanya auditor akan mengirim­
kan permintaan kedua, ketiga, dan dalam beberapa kasus bahkan
meminta klien untuk menghubungi pihak ketiga yang independen
dan memintanya untuk memberikan respons segera kepada auditor.
Jika semua upaya ini tetap gagal atau dianggap terlalu mahal, auditor
akan melaksanakan prosedur alternatif.
Bentuk konfirmasi positif menyediakan bukti hanya jika jawab­
an diterima oleh auditor dari penerima permintaan konfirmasi.
Permintaan konfumasi yang tidak dijawab tidak memberikan bukti
audit mengenai asersi laporan keuangan yang dituju oleh prose­
dur konfirmasi. Karena terdapat risiko bahwa penerima konfirmasi
positif kemungkinan hanya menandatangani dan mengembalikan
konfirmasi tanpa melakukan verifikasi atas kebenaran informasi ini,
formulir yang berisi ruangan kosong dapat digunakan untuk men­
gurangi risiko ini. Jadi penggunaan konfirmasi dengan ruang kosong
yang harus diisi oleh responden dapat memberikan tingkat keyakin­
an yang lebih besar mengenai informasi yang dikonfirmasi. Namun,
konfirmasi yang berisi ruangan kosong yang harus diisi oleh respon­
den dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah jawaban konfirmasi
yang diterima oleh auditor karena diperlukan usaha tambahan dari
pihak penerima permintaan konfirmasi, sebagai akibatnya, auditor
kemungkinan harus melaksanakan lebih banyak prosedur alternatif.
Bentuk konfirmasi negatif meminta penerima konfirmasi untuk
memberikan jawaban hanya jika ia tidak setuju dengan informasi
yang disebutkan dalam surat permintaan konfirmasi, dan tidak ada
pengujian tambahan yang dilakukan apabila respons tidak diteri­
ma. Akibatnya, konfirmasi negatif memberikan bukti yang kurang
dapat diandalkan dibanding dengan konfirmasi positif. Permintaan

■ 59
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

konfirmasi negatif digunakan jika gabungan tingkat risiko bawaan


dan risiko pengendalian adalah rendah, terdapat banyak saldo yang
jumlahnya kecil-kecil, dan auditor tidak yakin bahwa penerima per­
mintaan konfirmasi akan mempertimbangkan permintaan tersebut.
Permintaan konfirmasi negatif dapat menghasilkan jawaban yang
menunjukkan adanya salah saji, dan kemungkinan besar akan ter­
jadi jika auditor mengirim permintaan konfirmasi negatif dalam
jumlah yang banyak dan tersebar secara luas. Auditor harus menyeli­
diki informasi relevan yang dihasilkan dari konfirmasi negatif untuk
menentukan kemungkinan dampak informasi tersebut terhadap au­
dit yang dilakukannya. Jika penyelidikan auditor terhadap jawaban
permintaan konfirmasi negatif menunjukkan suatu pola salah saji,
auditor harus mempertimbangkan gabungan tingkat risiko bawaan
dan risiko pengendalian serta mempertimbangkan dampaknya ter­
hadap prosedur audit yang telah direncanakan. Konfirmasi negatif
yang dikembalikan dapat memberikan bukti mengenai asersi lapor­
an keuangan, sedangkan konfirmasi negatif yang tidak kembali ja­
rang memberikan bukti signifikan tentang asersi laporan keuangan
(selain asersi keberadaan). Sebagai contoh, konfirmasi negatif dapat
memberikan beberapa bukti mengenai keberadaan pihak ketiga, jika
konfirmasi negatif ini tidak kembali dengan suatu petunjuk bahwa
alamat yang dikirimi konfirmasi tidak diketahui. Namun, konfir­
masi negatif yang tidak kembali tidak memberikan bukti yang jelas
bahwa pihak ketiga yang dituju menerima permintaan konfirmasi
dan memverifikasi kebenaran informasi yang dicantumkan dalam
konfirmasi negatif tersebut.
Selain piutang usaha, konfirmasi juga sering dilakukan atas piu­
tang wesel, kas di bank, persediaan konsinyasi, premi asuransi, seku­
ritas investasi, utang usaha, utang wesel, uang muka dari pelanggan,
utang hipotik, utang obligasi, dan saham yang beredar. Agar dapat
dikategorikan sebagai bukti yang andal, konfirmasi harus diken­
dalikan oleh auditor, mulai dari saat konfirmasi disiapkan hingga
diterima kembali.

60 ■
BAB 3 e Bukti dan Dokumentasi Audit
Dokumentasi
Dokumentasi adalah pemeriksaan atau penyelidikan oleh au­
ditor atas dokumen dan catatan klien untuk mendukung informasi
yang tersaji atau seharusnya tersaji dalam laporan keuangan. Seba­
gai contoh, formulir permintaan pembelian, laporan penerimaan
barang, serta faktur tagihan dari pemasok merupakan dokumen
yang perlu diperiksa oleh auditor untuk memverifikasi keakuratan
catatan klien tentang transaksi pembelian barang dagang. Doku­
mentasi telah digunakan secara luas sabagai bukti audit, karena je­
nis bukti ini biasanya tersedia dengan biaya yang relatif murah dan
kadang-kadang merupakan satu-satunya jenis bukti audit yang layak
dan tersedia. Proses pemeriksaan atau penyelidikan oleh auditor atas
dokumen clan catatan klien untuk mendukung informasi yang ter­
saji atau seharusnya tersaji dalam laporan keuangan disebut sebagai
vouching (pemeriksaan dokumen).
Dokumen dapat diklasifikasi menjadi dokumen internal dan do­
kumen eksternal. Dokumen internal adalah dokumen yang disiapkan
dan digunakan dalam organisasi klien dan disimpan tanpa pernah
disampaikan kepada pihak luar. Contoh dokumen internal adalah
laporan penerimaan barang, catatan atau len1bar biaya pekerjaan,
catatan permintaan bahan, clan catatan jam kerja karyawan. Doku­
men internal yang disiapkan serta diproses dalam kondisi pengen­
dalian internal yang lemah mungkin bukan merupakan bukti audit
yang dapat diandalkan. Dokumen eksternal adalah dokumen yang
berasal dari luar organisasi klien, tetapi dokumen tersebut saat ini
berada di tangan klien. Dokumen eksternal dianggap sebagai bukti
yang lebih dapat diandalkan dibanding dengan dokumen internal.
Contoh dokmnen eksternal adalah faktur tagihan dari pe111asok, for­
mulir pesanan pelanggan, sertifikat tanah, surat perjanjian atau kon­
trak utang, surat pemberitahuan pajak terhutang, dan polis asuransi.
Dokumen asli dipandang lebih dapat diandalkan dibanding dengan
dokumen yang berupa hasil fotokopi atau faks.

■ 61
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

Prosedur Analitis
Prosedur analitis menggunakan perbandingan dan hubungan
untuk menilai apakah saldo akun atau data lainnya tampak wajar
atau rasional. Sebagai contoh, melakukan perbandingan antara total
beban gaji dan jumlah tenaga personel bisa menunjukkan ada tidak­
nya pembayaran gaji yang tidak semestinya. Contoh lainnya, auditor
dapat membandingkan beban komisi dengan total penjualan bersih
untuk menguji kewajaran atas jumlah komisi yang dibayarkan.
Pada umumnya, prosedur analitis dapat digunakan untuk tu­
juan:
• Memahami industri dan bisnis klien.
Penting bagi auditor untuk memahami aspek-aspek kunci dari
bisnis klien, seperti memahami kekuatan pasar dan pesaing, ser­
ta memahami operasi, strategi, dan sistem kinerja klien. Seba­
gai contoh, penurunan persentase margin kotor tahun berjalan
dibanding dengan tahun sebelumnya dapat menunjukkan ada­
nya peningkatan persaingan dan kebutuhan untuk mengubah
kebijakan harga jual, sistem promosi, serta kebijakan saluran
distribusi produk. Demikian juga, penambahan sejumlah besar
mesin produksi dapat menunjukkan adanya investasi penting
yang harus ditelaah secara cermat oleh auditor. Contoh lain­
nya, peningkatan yang signifikan atas saldo penyisihan piutang
tak tertagih dapat menunjukkan adanya perubahan kondisi dan
operasi bisnis klien (seperti perubahan dalam sistem atau cara
pembayaran, adanya peningkatan penjualan, atau bahkan pe­
ningkatan piutang macet).
• Menilai kesinambungan usaha klien.
Prosedur analitis sering kali juga dapat berguna untuk menentu­
kan apakah perusahaan klien sedang mengalami masalah ke­
uangan. Prosedur analitis tertentu dapat membantu auditor
dalam menilai kemungkinan terjadinya kegagalan bisnis klien.
Indikasi adanya risiko kegagalan keuangan dapat dilihat dari
tingginya jumlah kewajiban jangka panjang dibanding dengan

62
jumlah modal (ukuran solvabilitas) dan rendahnya rasio laba


BAB 3 e Bukti dan Dokumentasi Audit
bersih terhadap total aktiva operasi ( ukuran profitabilitas). In­
dikasi ini tidak hanya akan memengaruhi rencana audit, teta­
pi juga dapat menunjukkan adanya keraguan yang substansial
mengenai kemampuan klien untuk dapat terus melanjutkan
kegiatan bisnisnya, sehingga memerlukan paragraf penjelasan
dalam laporan audit wajar tanpa pengecualian.
• Menunjukkan adanya kemungkinan salah saji.
Fluktuasi tidak biasa atau perbedaan signifikan yang tidak di­
harapkan antara data keuangan tahun berjalan yang belum di­
audit clan data lainnya yang digunakan dalam perbandingan
dapat menunjukkan adanya kemungkinan salah saji. Sebagai
contoh, jika perputaran persediaan (hasil bagi antara harga po­
kok penjualan clan rata-rata persediaan) selama periode berja­
lan mengalami peningkatan dibanding dengan tahun sebelum­
nya, sementara besarnya rata-rata persediaan (persediaan awal
ditambah dengan persediaan akhir kemudian dibagi dua) tidak
mengalami perubahan, maka harga pokok penjualan periode
berjalan yang disajikan lebih kecil dibanding dengan tahun se­
belumnya menunjukkan adanya kurang saji. Contoh lainnya,
jika total penjualan bersih selama periode berjalan mengalami
penurunan dibanding dengan tahun sebelumnya, sementara
besarnya tarif komisi tidak mengalami perubahan, maka beban
komisi periode berjalan yang disajikan lebih besar dibanding
dengan tahun sebelumnya menunjukkan adanya lebih saji.
• Mengurangi pengujian audit yang terinci.
Apabila prosedur analitis tidak mengungkapkan adanya salah
saji akun, maka pengujian terinci dapat dikurangi terhadap
akun-akun tersebut. Dalam hal ini, prosedur audit tertentu bah­
kan dapat dihilangkan clan ukuran sampel juga bisa dikurangi.

Wawancara dengan Klien


Wawancara atau tanya jawab dengan klien merupakan suatu
upaya untuk memperoleh informasi secara lisan maupun tertulis


dari klien sebagai bentuk respons atas pertanyaan yang diajukan au-

63
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

ditor. Walaupun banyak bukti yang dapat diperoleh dari klien me­
lalui tanya jawab ini, namun jenis bukti ini biasanya tidak dapat di­
anggap sebagai bukti yang meyakinkan karena diperoleh bukan dari
pihak yang independen dan mungkin berpihak kepada klien. Oleh
sebab itu, apabila auditor memperoleh bukti melalui tanya jawab,
auditor juga perlu memperoleh bukti pendukung melalui prosedur
lainnya. Sebagai contoh, apabila auditor ingin memperoleh informa­
si tentang metode pencatatan dan pengendalian atas persediaan, au­
ditor biasanya akan memulai dengan menanyakan klien bagaimana
pengendalian internal diterapkan, untuk selanjutnya pengujian audit
dilakukan melalui pemeriksaan fisik, dokumentasi, penghitungan
ulang, dan observasi.

Penghitungan Ulang
Rekalkulasi melibatkan pengecekan ulang atas sampel hitungan
yang telah dilakukan oleh klien. Pengecekan ulang ini merupakan
pengujian atas keakuratan hasil perhitungan klien. Sebagai contoh,
auditor menghitung ulang besarnya beban penyusutan aktiva tetap,
beban amortisasi diskonto atau premium utang obligasi, nilai perse­
diaan akhir, harga pokok penjualan, beban perlengkapan, dan nilai
buku sekuritas investasi.

Observasi
Observasi adalah penggunaan alat indera untuk menilai aktivi­
tas klien. Sebagai contoh, auditor dapat mengunjungi lokasi pabrik
untuk memperoleh kesan umum atas fasilitas klien, atau mengamati
jalannya proses produksi, atau mengamati cara kerja karyawan klien
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk menen­
tukan tingkat efisiensi dan efektivitas. Namun, observasi sering kali
kurang dapat diandalkan karena ada kemungkinan bahwa karyawan
klien akan mengubah perilakunya pada saat sedang diamati oleh
auditor. Biasanya, di hadapan auditor, karyawan klien akan melak­
sanakan tanggung jawabnya sesuai dengan kebijakan perusahaan,


tetapi akan kembali melakukan hal yang biasa dilakukan setelah au-

64
BAB 3 • Bukti dan Dokumentasi Audit

ditor tidak mengamatinya. Oleh sebab itu, perlu bagi auditor untuk
menindak lanjuti kesan pertama yang diperoleh dengan jenis bukti
pendukung lainnya.

3.4 Dokumentasi Audit


Menurut standar auditing, dokumentasi audit adalah catatan
utama tentang prosedur audit yang diterapkan, bukti yang diperoleh,
clan kesimpulan yang dihasilkan auditor dalam melaksanakan pe­
nugasan. Dokumentasi audit harus mencakup semua informasi yang
perlu dipertimbangkan oleh auditor untuk melakukan audit secara
memadai clan untuk mendukung laporan audit. Dokumentasi audit
dapat juga dianggap sebagai kertas kerja, meskipun akhir-akhir ini
semakin banyak dokumentasi audit yang diselenggarakan dalam file
komputer.
Tujuan dokumentasi audit secara keseluruhan adalah untuk
membantu auditor dalam memberikan kepastian yang layak bahwa
audit yang memadai telah dilakukan sesuai dengan standar audit. S,e­
cara spesifik, dokumentasi audit merupakan:
• Dasar bagi perencanaan audit berikutnya.
Dalam merencanakan audit yang akan berlangsung, penting
bagi auditor untuk mempelajari kembali clan melihat sejenak
terlebih dahulu informasi deskriptif mengenai pengendalian
internal klien bersangkutan, anggaran waktu untuk masing­
masing area audit, program audit (kumpulan prosedur audit),
clan hasil audit tahun sebelumnya yang telah didokumentasikan
dalam kertas kerja atau dokumentasi (file) audit.
• Catatan mengenai bukti yang dikumpulkan clan hasil pengujian.
Apabila sewaktu-waktu auditor diminta oleh lembaga pengadil­
an atau badan berwenang lainnya untuk menunjukkan bahwa
audit telah direncanakan dengan baik clan diawasi secara mema­
dai, bukti yang dikumpulkan telah tepat clan mencukupi, serta
laporan audit adalah tepat dengan mempertimbangkan hasil au­
dit, maka dengan adanya dokumentasi audit yang berisi catatan

■ 65
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

mengenai bukti yang diikumpulkan clan hasil pengujian, auditor


dapat memperlihatkannya. Dokumentasi atau file audit harus
mengidentifikasi item-item yang diuji, serta mendokumentasi­
kan hasil temuan atau masalah audit yang signifikan, tindakan
yang diambil untuk menanganinya, dan dasar kesimpulan yang
diperoleh.
• Data untuk menentukan jenis laporan audit yang tepat.
File audit menyediakan sumber informasi yang penting untuk
membantu auditor dalam memutuskan apakah bukti yang tepat
dan mencukupi telah dikumpulkan guna menjustifikasi laporan
audit berdasarkan kondisi tertentu. Otomatis, berdasarkan buk­
ti audit tersebut, data yang ada dalam file audit juga memiliki
kegunaan untuk mengevaluasi apakah laporan keuangan telah
disajikan secara wajar.
• Dasar bagi penelaahan oleh supervisor clan partner.
Dokumentasi audit menjadi acuan utama bagi supervisor untuk
menelaah pekerjaan asisten (junior auditor). Telaah secara cer­
mat oleh supervisor juga memberikan bukti bahwa audit telah
diawasi sebagaimana mestinya.

3.5 Ke pemilikan, Kerahasiaan, dan Persyaratan


untuk Meny impan Dokumentasi Audit
Dokumentasi audit yang disiapkan selama penugasan meru­
pakan milik auditor. Pada setiap akhir penugasan, file audit ini akan
disimpan di kantor akuntan publik untuk digunakan sebagai acuan
audit di masa penugasan berikutnya. Auditor harus senantiasa me­
lindungi file auditnya setiap waktu.
Selama pelaksanaan audit, auditor biasanya akan memperoleh
sejumlah besar informasi yang bersifat rahasia mengenai kliennya,
seperti besarnya gaji manajer dan direktur, harga pokok produksi,
rencana pengembangan bisnis, perancangan produk baru, dan ren­
cana kegiatan promosi. Sesuai dengan kode perilaku profesional, au­
ditor tidak boleh mengungkapkan setiap informasi rahasia menge-

66 ■
BAB 3 Bukti dan Dokumentasi Audit

nai kliennya yang diperoleh selama penugasan audit kecuali dengan


persetujuan klien atau diminta oleh pengadilan. Ijin dari klien tidak
diperlukan jika dokumentasi audit diminta oleh pengadilan sebagai
bukti hukum, atau digunakan sebagai bagian dari program peer re­
view yang disetujui oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Yang dimaksud
dengan peer review di sini adalah bahwa basil pekerjaan yang dilaku­
kan oleh akuntan publik diperiksa oleh kantor akuntan publik lain­
nya.
Sarbanes Oxley Act mensyaratkan akuntan publik untuk me­
nyiapkan clan menjagafile audit serta informasi lainnya yang berkait­
an dengan setiap laporan audit secara cukup rinci guna mendukung
kesimpulan auditor, selama periode yang tidak kurang dari tujuh ta­
hun. Undang-undang ini menetapkan bahwa tindakan pengrusakan
atas dokumen audit yang dilakukan dengan sadar clan sengaja dalam
kurun waktu tujuh tahun tersebut dapat dituduh berbuat kriminal
clan akan dikenakan denda keuangan serta hukuman penjara maksi­
mal 10 tahun.

3.6 Isi File Audit


Pada dasarnya, isi file audit dapat dibedakan menjadi dua ba­
gian, yaitu file permanen clan file tahun berjalan. File permanen
berisi data historis mengenai klien yang memiliki keterkaitan secara
terus-menerus dengan audit saat ini. File ini dapat menjadi sumber
informasi yang penting mengenai audit dari tahun ke tahun. Adapun
file tahun berjalan mencakup semua informasi clan data yang terkait
secara khusus dengan penugasan audit dalam tahun berjalan..
File permanen umumnya meliputi:
• Kutipan atau salinan dari dokumen perusahaan yang terus pen­
ting artinya, seperti akte pendirian perusahaan, anggaran ru­
mah tangga, bagan perkiraan, pedoman akuntansi, struktur
organisasi, perjanjian penerbitan obligasi, dan kontrak-kontrak
yang terkait dengan program pensiun, sewa menyewa, opsi sa­


ham, kontrak tenaga kerja, clan lain sebagainya.

67
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

• Dokumentasi pengendalian internal, seperti flowcharts, yang


digunakan sebagai titik awal untuk mendokumentasikan pema­
haman auditor atas pengendalian internal, yang di mana sistem
tersebut sering kali tidak berubah dari tahun ke tahun.
• Hasil prosedur analitis tahun sebelumnya, yang berguna dalam
membantu auditor untuk memutuskan apakah ada perubahan
tidak biasa dalam saldo akun tahun berjalan yang harus diseli­
diki secara lebih ekstensif.
File tahun berjalan umumnya meliputi:
• Rencana dan program audit.
Rencana audit berisi tentang strategi yang akan dijalankan oleh
auditor dalam melakukan audit. Dokumen ini menguraikan
pemahaman auditor mengenai klien dan risiko audit potensi­
al, yang berisi kerangka kerja dasar tentang bagaimana sumber
daya audit (jam audit yang dianggarkan) akan dialokasikan ke
berbagai bagian penugasan. Program audit berisi prosedur audit
yang akan dilakukan oleh auditor. Biasanya, setiap proses bisnis
dan saldo akun memiliki program audit yang terpisah.
• Neraca saldo periode berjalan.
Program perangkat lunak akan memungkinkan auditor untuk
mengunduh saldo akhir buku besar klien ke dalam file neraca
saldo berjalan. Neraca saldo ini akan menghubungkan angka­
angka yang terdapat dalam laporan keuangan dengan kertas
kerja audit. Di samping kolom nama perkiraan, neraca saldo
juga berisi kolom referensi kertas kerja, saldo akun tahun sebe­
lumnya, saldo akun tahun berjalan sebelum penyesuaian, dan
kolom untuk jurnal penyesuaian serta reklasifikasi. Setiap saldo
akun yang ada pada neraca saldo berjalan akan didukung oleh
lead schedule yang berisi rinciannya dan supporting schedule.
• Jurnal penyesuaian dan reklasifikasi.
Jurnal penyesuaian dibuat untuk memperbaiki kesalahan-kesa­
lahan dalam catatan klien. Sebagai contoh, jika auditor mene­
mukan bahwa jenis persediaan tertentu telah dinilai secara tidak


tepat, maka jurnal penyesuaian akan diusulkan untuk memper-

68
BAB 3 Bukti dan Dokumentasi Audit

baiki jumlah yang salah tersebut. Jurnal penyesuaian dibukukan


bail< dalam catatan klien maupun neraca saldo berjalan. Jurnal
reklasifikasi dibuat untuk menyajil<an informasi secara tepat
dalam laporan keuangan. Jurnal reklasifikasi memengaruhi akun
laporan laba rugi atau akun neraca, tetapi tidak kedua-duanya.
Sebagai contoh, jurnal reklasifikasi diperlukan untuk menyaji­
kan besarnya bagian dari kewajiban jangka panjang yang bersi­
fat lancar. Jurnal reklasifikasi tidak dibukukan ke catatan klien.
• Skedul pendukung.
Bagian terbesar dari dokumentasi audit meliputi skedul pendu­
kung, yang disiapkan oleh klien atau auditor untuk mendukung
jumlah tertentu dalam laporan keuangan. Auditor harus me­
milih jenis skedul yang tepat untuk setiap aspek audiit tertentu
untuk mendokumentasikan kecukupan audit dan memenuhi
tujuan lain dari dokumentasi audit. Sebagai contoh, total har­
ga perolehan aktiva tetap berikut total akumulasi penyusutan­
nya yang ada dalam neraca dirinci dalam skedul utama yang
menunjukkan jenis aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan
sehingga membentuk total aktiva tetap. Masing-masing jenis
aktiva tetap tersebut kemudian diuraikan lagi secara individu
dalam skedul pendukung yang menggambarkan harga peroleh­
an, tahun perolehan, perhitungan penyusutan, sampai pada nilai
buku dari masing-masing jenis aktiva tetap secara individu.

■ 69
Perencanaan Audit
dan Prosedur Analitis

4.1 Pentingnya Perencanaan Audit


Berdasarkan standar auditing yang berlaku umum (standar pe­
kerjaan lapangan), auditor diharuskan untuk merencanakan peker­
jaannya secara memadai dan jika digunakan asisten harus disuper­
visi sebagaimana mestinya. Auditor merencanakan penugasan audit
dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan bahan bukti yang tepat
pada setiap situasi yang dihadapi dan untuk menciptakan tingkat
efisiensi biaya audit. Bukti audit yang tepat harus diperoleh auditor
untuk memperkecil kewajiban hukum dan mempertahankan repu­
tasinya. Di samping itu, efisiensi biaya audit juga menjadi penting
agar kantor akuntan publik dapat tetap kompetitif.
Sehubungan dengan pelaksanaan audit dan biaya audit, ada dua
jenis risiko yang sangat memengaruhinya, yaitu risiko audit yang
dapat diterima (acceptable audit risk) dan risiko bawaan (inherent
risk). Risiko audit yang dapat diterima adalah ukuran seberapa besar
auditor bersedia menerima bahwa laporan keuangan akan salah saji
secara material setelah audit diselesaikan dan pendapat wajar tanpa
pengecualian diterbitkan. Adapun risiko bawaan adalah ukuran ke­
mungkinan adanya salah saji yang material dalam suatu saldo akun
sebelum mempertimbangkan keefektifan pengendalian internal.
Kedua jenis risiko ini merupakan bagian yang penting dari peren­
canaan audit untuk membantu auditor dalam menentukan jumlah
bukti yang harus diperoleh dan banyaknya staf yang dibutuhkan un­
tuk setiap penugasan.
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

Untuk dapat membuat perencanaan audit secara memadai, au­


ditor harus memiliki pengetahuan tentang bisnis kliennya agar dapat
memahami kejadian, transaksi, dan praktik yang mempunyai penga­
ruh signifikan terhadap laporan keuangan klien. Dalam penugasan
audit ulangan, auditor bisa memperoleh pengetahuan tentang klien
dengan cara me-review kertas kerja tahun lalu. Kertas kerja juga bisa
menunjukkan masalah-masalah yang muncul dalam audit pada ta­
hun yang lalu, yang mungkin masih akan berlanjut pada audit ta­
hun berikutnya. Komite audit dan dewan komisaris bisa memberi
penjelasan penting kepada auditor mengenai bisnis dan industri
klien. Komite audit juga bisa memberi informasi kepada auditor ten­
tang perubahan penting dalam manajemen perusahaan dan struktur
organisasi klien. Baik untuk klien baru atau ulangan, diskusi den­
gan manajemen akan berguna bagi auditor untuk dapat mengetahui
perkembangan terakhir klien, yang mungkin dapat berpengaruh sig­
nifikan terhadap audit yang akan dilakukan auditor.
Perencanaan audit yang dilakukan dengan baik dapat mencip­
takan audit yang efisien dan efektif. Kegagalan untuk merencanakan
penugasan audit secara tepat dapat menyebabkan penerbitan lapor­
an audit yang keliru atau audit menjadi tidak efi.sien dan tidak efek­
tif. Penugasan audit biasanya akan dimulai dari penunjukkan awal
atau penunjukkan kembali auditor oleh klien. Setelah itu, auditor
menjalankan sejumlah aktivitas yang akan mengembangkan strategi
audit secara keseluruhan.
Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi secara me­
nyeluruh atas pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Sifat,
lingkup, dan saat perencanaan bervariasi tergantung pada ukuran
dan kompleksitas entitas klien, pengalaman mengenai entitas klien,
dan pengetahuan tentang bisnis entitas klien. Dalam perencanaan
auditnya, auditor harus mempertimbangkan sifat, lingkup, dan saat
pekerjaan yang harus dilaksanakan dan harus membuat suatu pro­
gram audit secara tertulis untuk setiap audit. Program audit harus
memuat prosedur audit secara rinci, yang menurut keyakinan audi-

72 ■
BAB 4 Perencanaan Audit dan Prosedur Analitis

tor diperlukan untuk mencapai tujuan audit. Bentuk program audit


dan tingkat kerinciannya sangat bervariasi sesuai keadaan. Dalam
mengembangkan program audit, auditor harus berpedoman pada
pertimbangan clan prosedur perencanaan auditnya. Selama berlang­
sungnya audit, perubahan kondisi dapat menyebabkan diperlukan­
nya perubahan prosedur audit yang telah direncanakan tersebut.

4.2 Menerima Klien Baru dan/atau Melanjutkan


Penugasan
Pase pertama dari proses audit yang terkait dengan perencanaan
audit adalah memutuskan apakah akan menerima klien baru dan/
atau terus melayani klien yang lama. Usaha yang signifikan biasanya
akan lebih dicurahkan untuk mengevaluasi penerimaan klien baru
dibanding keputusan untuk melanjutkan penugasan dari klien yang
telah ada sekarang. Dengan melanjutkan penugasan dari klien yang
lama, auditor akan mendapatkan pengetahuan yang lebih luas me­
ngenai bisnis klien dan lingkungannya.
Meskipun untuk memperoleh dan mempertahankan klien bu­
kanlah hal yang mudah, kantor akuntan publik harus ekstra hati-hati
dalam memutuskan klien mana yang akan diterima. Sebisa mungkin
kantor akuntan publik menolak penugasan audit dari klien yang me­
miliki reputasi manajemen yang buruk (tidak memiliki integritas).
Bahkan, saat ini beberapa KAP menolak klien yang berkecimpung
dalam industri tertentu yang berisiko tinggi, seperti perusahaan sim­
pan pinjam dan perusahaan asuransi jiwa (asuransi kesehatan dan
kecelakaan).
Kantor akuntan publik juga seharusnya melakukan investigasi
atas klien barunya sebelum menerima penugasan. Prosedur yang
dapat dilakukan untuk mengevaluasi klien baru adalah: ( 1) mem­
peroleh dan meninj au informasi keuangan yang ada, seperti laporan
keuangan bulanan, laporan keuangan tahunan, surat pemberitahuan
pajak penghasilan, clan sebagainya; (2) menanyakan kepada pihak. ke


tiga, seperti pihak bank, pengacara, dan supplier, mengenai beberapa

73
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

informasi yang terkait dengan integritas dan reputasi manajemen


klien; (3) mengkomunikasikannya dengan auditor sebelumnya, se­
bagaimana yang diharuskan oleh standar auditing, mengenai apakah
terdapat ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip akuntansi, prose­
dur audit, atau masalah penting lainnya; (4) mempertimbangkan
apakah klien baru memiliki beberapa keadaan yang memerlukan
perhatian khusus atau menunjukkan risiko bisnis atau risiko audit
yang tidak biasanya, scpcrti masalah tuntutan hukum atau masalah
kesinambungan usaha; (5) mengidentifikasi alasan klien untuk di­
audit; (6) memahami syarat penugasan yang ditetapkan oleh klien;
(7) menentukan apakah KAP dapat bertindak independen dengan
klien dan dapat memberikan jasa yang diinginkan klien baru; (8)
menentukan apakah KAP memiliki keahlian dan pengetahuan tek­
nis khusus tentang industri klien agar dapat melaksanakan penugas­
an secara baik; dan (9) menentukan apakah penerimaan klien baru
tersebut tidak melanggar kode perilaku profesional.
Ketika klien baru sebelumnya telah diaudit oleh KAP lain,
standar auditing mengharuskan auditor baru (auditor penerus) un­
tuk berkomunikasi dengan auditor pendahulu sebelum menerima
penugasan. Tujuan ketentuan ini adalah untuk membantu auditor
penerus dalam mengevaluasi apakah ia akan menerima penugasan
tersebut. Sebagai contoh, komunikasi ini dapat menginformasikan
kepada auditor penerus bahwa klien kurang memiliki integritas
atau ada pertentangan terhadap prinsip-prinsip akuntansi dan atau
prosedur audit.
Behan untuk memulai komunikasi ditanggung oleh auditor
penerus, tetapi auditor pendahulu diwajibkan untuk menanggapi
permintaan akan informasi. Berdasarkan persyaratan kerahasiaan
dalam kode perilaku profesional, auditor pendahulu harus mem­
peroleh izin dari klien sebelum komunikasi dapat dilaksanakan.
Dalam peristiwa tidak biasa seperti adanya perselisihan antara klien
dan auditor pendahulu, tanggapan auditor pendahulu dapat terba­


tas pada pernyataan bahwa tidak ada informasi yang akan diberi-

74
BAB 4 • Perencanaan Audit dan Prosedur Analitis

kan. Jika klien tidak mengizinkan komunikasi atau auditor penda­


hulu menyatakan tidak ada informasi yang akan diberikan, auditor
penerus sebaiknya mempertimbangkan penugasan ini dengan san­
gat hati-hati.
Dalam kasus auditor menerima penugasan dari klien baru,
setelah mempertimbangkan beberapa faktor, auditor pendahulu bi­
asanya memerlukan informasi mengenai saldo awal dan penerapan
secara konsisten prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum un­
tuk menerbitkan laporan wajar tanpa pengecualian. Dalam banyak
kasus, auditor pendahulu akan mengizinkan auditor penerus un­
tuk membuat salinan kertas kerja untuk kepentingan keberlanjutan
pemeriksaan.
Secara periodik, kantor akuntan publik dapat mengevalua­
si klien lamanya untuk menentukan apakah akan menghentikan
penugasan atau melanjutkannya. Konflik yang terjadi sebelumnya,
seperti menyangkut ruang lingkup audit, jenis pendapat yang di­
berikan, dan lain sebagainya dapat menyebabkan auditor menolak
penugasan baru. Auditor dapat juga mengundurkan diri setelah me­
nentukan bahwa klien tidak memiliki integritas. Bahkan jika klien
mengajukan tuntutan hukum melawan kantor akuntan publik atau
sebaliknya, kantor akuntan tersebut harus dengan segera menarik
diri dari penugasannya.
Auditor dan klien harus sepakat mengenai syarat-syarat pe­
nugasan, termasuk jenis, ruang lingkup, dan waktu penugasan. Pe­
mahaman ini akan mengurangi risiko bahwa masing-masing pi­
hak menjadi salah interpretasi mengenai apa yang diharapkan atau
apa yang disyaratkan satu sama lainnya. Syarat-syarat penugasan
ini didokumentasikan dalam surat penugasan (engagement letter),
yang berisi tujuan penugasan, tanggung jawab manajemen, tang­
gung jawab auditor, serta batasan-batasan penugasan (seperti ba­
tas waktu penyelesaian audit). Dalam surat penugasan, disebutkan
juga mengenai bantuan yang akan diberikan oleh karyawan klien


dalam mencari catatan dan dokumen yang diperlukan auditor. Su-

75
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

rat penugasan juga sering kali memuat perjanjian tentang biaya atau
honor audit. Di samping itu, surat penugasan juga bertujuan untuk
menginformasikan kepada klien bahwa auditor tidak dapat menja­
min semua tindakan kecurangan akan ditemukan.

4.3 Memahami dan Menilai Risiko Bisnis dan Industri


Klien
Dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, auditor ha­
rus memperoleh pengetahuan tentang bisnis yang cukup untuk me­
mungkinkan auditor mengidentifikasi dan memahami peristiwa,
transaksi, dan praktik, yang, menurut pertimbangan auditor, ke­
mungkinan berdampak signifikan atas laporan keuangan atau atas
laporan pemeriksaan (laporan audit). Pengetahuan tersebut akan di­
gunakan oleh auditor dalam menaksir risiko bawaan dan risiko pe­
ngendalian, serta dalam menentukan sifat, saat, dan luasnya prose­
dur audit. Tingkat pengetahuan auditor untuk suatu penugasan juga
mencakup pengetahuan umum tentang ekonomi dan industri yang
menjadi tempat beroperasinya entitas klien, dan pengetahuan yang
lebih khusus tentang bagaimana entitas klien beroperasi.
Pemahaman yang menyeluruh atas bisnis dan industri klien ser­
ta pengetahuan tentang operasi perusahaan adalah penting untuk
melaksanakan audit yang memadai. Sifat bisnis dan industri klien
dapat memengaruhi risiko bisnis klien serta risiko salah saji yang
material dalam laporan keuangan. Risiko yang berkaitan dengan
industri tertentu dapat memengaruhi penilaian auditor atas risiko
bisnis klien dan risiko audit yang dapat diterima. Bahkan, banyak
industri memiliki persyaratan perlakuan akuntansi khusus yang
harus dipahami oleh auditor untuk mengevaluasi apakah laporan
keuangan klien telah disusun sesuai dengan prinsip-prinsip akun­
tansi yang berlaku umum. Di samping itu, auditor juga harus mema­
hami lingkungan eksternal klien, seperti tingkat persaingan, kondisi
perekonomian (faktor makro), dan berbagai regulasi atau ketentuan
yang ada. Sehubungan dengan pemahaman atas bisnis dan industri

76 ■
BAB 4 e Perencanaan Audit dan Prosedur Analitis
k:lien, auditor juga perlu memahami operasi dan proses bisnis klien,
manajemen clan tata kelola, tujuan clan strategi, serta sistem pengu­
kuran kinerja klien.
Dalam memahami operasi clan proses bisnis klien, penting bagi
auditor untuk mengevaluasi sumber utama pendapatan, pelang­
gan clan pemasok kunci, sumber pembiayaan (kemampuan :finan­
sial), teknologi yang tersedia, siklus operasi, jumlah permintaan,
skala produksi, dan fasilitas operasi yang dimiliki klien. Dengan
mengevaluasi sumber utama pendapatan, auditor dapat lebih fokus
menjalankan auditnya kepada transaksi sentral utama klien. Evalu­
asi terhadap jumlah permintaan konsumen akan produk klien me­
mungkinkan auditor untuk menentukan pangsa pasar klien diban­
ding pesaingnya. Evaluasi terhadap pemasok kunci juga sangat pen­
ting untuk memastikan jaminan kesinambungan proses bisnis klien.
Adapun kunjungan ke tempat operasi klien dapat membantu auditor
memperoleh pemahaman yang lebih baik atas inti kegiatan bisnis
klien. Dengan mengamati operasi perusahaan secara langsung, me­
mungkinkan bagi auditor untuk menilai risiko inheren yang dimiliki
klien.
Tata kelola perusahaan meliputi struktur organisasi klien (sistem
pertanggungjawaban dan otorisasi), serta aktivitas dewan direksi clan
komite audit. Dewan direksi yang efektif membantu memastikan
bahwa manajemen telah melakukan pengelolaan perusahaan dalam
rentang risiko yang dapat diterima (wajar), sedangkan komite audit
sebagai pihak independen, melalui pengawasannya atas pelaporan
keuangan dapat mengurangi kemungkinan dilakukannya tindakan
manajemen laba yang berlebihan. Untuk mendapatkan pemaham­
an mengenai sistem tata kelola klien, auditor perlu merujuk kepada
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga klien. Anggaran dasar
di antaranya mencakup jenis aktivitas bisnis perusahaan yang di­
izinkan, sedangkan anggaran rumah tangga mencakup peraturan
dan prosedur yang digunakan oleh para pemegang saham, seperti
metode pemungutan suara dalam pemilihan direksi, clan tugas serta


wewenang para pejabat perusahaan.

77
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

Sistem pengukuran kinerja klien meliputi indikator kinerja uta­


ma yang digunakan manajemen untuk mengukur kemajuan penca­
paian tujuan. Indikator yang paling sering digunakan adalah angka
penjualan dan laba bersih. Pengukuran kinerja ini meliputi analisis
rasio dan perbandingan dengan pesaing kunci sebagai patokan dalam
mengukur keberhasilan kinerja klien. Risiko inheren (bawaan) un­
tuk salah saji laporan keuangan dapat meningkat jika klien mene­
tapkan tujuan yang tidak wajar, atau jika sistem pengukuran kinerja
mendorong tindakan manajemen laba.
Auditor harus memperoleh pengetahuan tentang bisnis entitas
klien yang memungkinkannya untuk merencanakan dan melak­
sanakan audit berdasarkan standar auditing yang telah ditetapkan.
Tingkat pengetahuan tersebut harus memungkinkan auditor untuk
memahami peristiwa, transaksi, dan praktik yang menurut pertim­
bangannya kemungkinan mempunyai dampak terhadap laporan
keuangan. Pengetahuan tentang bisnis entitas klien membantu au­
ditor dalam: (a) mengidentifikasi bidang yang memerlukan pertim­
bangan khusus, (b) menilai kondisi yang di dalamnya data akuntansi
dihasilkan, diolah, di-review, dan dikumpulkan dalam organisasi, (c)
menilai kewajaran estimasi, seperti penilaian atas persediaan, depre­
siasi, penyisihan piutang tak tertagih, dan persentase penyelesaian
kontrak jangka panjang, (d) menilai kewajaran representasi manaje­
men, (e) mempertimbangkan kesesuaian prinsip akuntansi yang
diterapkan dan kecukupan pengungkapannya.
Auditor harus memperoleh pengetahuan mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan sifat bisnis entitas klien, organisasinya, dan karak­
teristik operasinya. Hal tersebut mencakup, sebagai contoh, tipe bis­
nis, tipe produk dan jasa, struktur n1odal, pihak yang n1en1punyai
hubungan istimewa, lokasi, dan metode produksi, distribusi, serta
kompensasi. Auditor juga harus mempertimbangkan hal-hal yang
memengaruhi industri tempat operasi entitas, seperti kondisi eko­
nomi, peraturan pemerintah, serta perubahan teknologi, yang ber­


pengaruh terhadap auditnya. Hal lain yang harus dipertimbangkan

78
BAB 4 • Perencanaan Audit dan Prosedur Analitis

oleh auditor adalah praktik akuntansi yang umum berlaku dalam


industri, kondisi persaingan, dan, jika tersedia, tren keuangan dan
rasio keuangan.
Pengetahuan mengenai bisnis entitas klien biasanya diperoleh
auditor melalui pengalamannya dengan entitas atau industrinya ser­
ta dari permintaan keterangan kepada personel perusahaan. Kertas
kerja audit dari tahun sebelumnya juga dapat berisi informasi yang
bermanfaat mengenai sifat bisnis, struktur organisasi, dan karakteris­
tik operasi, serta transaksi yang memerlukan pertimbangan khusus.
Sumber lain yang dapat digunakan oleh auditor adalah publikasi
yang dikeluarkan oleh industri, laporan keuangan entitas lain dalam
industri, buku teks, majalah, dan perorangan yang memiliki penge­
tahuan mengenai industri klien.
Risiko bisnis klien adalah risiko bahwa klien akan gagal dalam
mencapai tujuannya, yang berkaitan dengan keandalan pelapor­
an keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, serta ketaatan pada
undang-undang dan berbagai peraturan yang mengikat. Penilaian
auditor atas risiko bisnis klien mempertimbangkan industri klien,
strategi dan proses bisnis klien, serta pengendalian manajemen.
Setelah mengevaluasi risiko bisnis klien, auditor dapat menilai risiko
salah saji yang material dalam laporan keuangan, dan kemudian
menerapkan model risiko audit untuk menentukan jenis dan ba­
nyaknya buk:ti audit yang dibutuhkan.
Berdasarkan Undang-Undang Sarbanes-Oxley, manajemen di­
haruskan untuk merancang pengendalian dan prosedur pengung­
kapan yang memadai untuk memastikan bahwa informasi yang ma­
terial tentang risiko bisnis telah disampaikan. Tanya jawab dengan
manajemen tentang risiko bisnis klien dapat memberikan informasi
yang berharga bagi auditor tentang risiko bisnis klien yang me­
mengaruhi proses penyusunan laporan keuangan. Undang-Undang
Sarbanes-Oxley juga mewajibkan manajemen untuk memberitahu
auditor dan komite audit tentang setiap kelemahan yang ada dalam


pengendalian internal. Informasi ini diharapkan dapat membantu

79
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

auditor untuk mengevaluasi pengaruhnya terhadap kemungkinan


salah saji yang material dalam laporan keuangan.

4.4 Prosedur Analitis


Prosedur analitis merupakan bagian penting dalam proses audit
dan terdiri dari evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat
dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuan­
gan yang satu dan data keuangan lainnya, atau antara data keuangan
dan data nonkeuangan. Prosedur analitis mencakup perbandingan
yang paling sederhana hingga model yang rumit, yang mengaitkan
berbagai hubungan dan unsur data. Asumsi dasar penerapan prose­
dur analitis adalah bahwa hubungan yang masuk akal di antara data
dapat diperkirakan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kon­
disi yang sebaliknya. Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan pe­
nyimpangan dalam hubungan ini mencakup antara lain, peristiwa
atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan
usaha, fluktuasi acak, atau salah saji.
Pemahaman hubungan keuangan adalah penting dalam meren­
canakan dan mengevaluasi hasil prosedur analitis, dan secara umum
juga menuntut dimilikinya pengetahuan tentang klien dan industri
yang menjadi tempat usaha klien. Pemahaman atas tujuan prosedur
analitis dan keterbatasannya juga penting. Oleh karena itu, identi­
fikasi hubungan dan jenis data yang digunakan, serta kesimpulan
yang diambil apabila membandingkan jumlah yang tercatat dengan
yang diperkirakan, membutuhkan pertimbangan auditor. Prosedur
analitis digunakan dengan tujuan: (a) membantu auditor dalam me­
rencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lainnya, (b) se­
bagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi
tertentu yang berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi,
dan (c) sebagai review menyeluruh atas informasi keuangan pada ta­
hap review akhir audit.
Prosedur analitis meliputi perbandingan antara jumlah-jum­


lah yang tercatat atau rasio yang dihitung dari jumlah-jumlah yang

80
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

capai tujuan audit yang berhubungan dengan suatu asersi dapat


berasal dari pengujian rinci, prosedur analitis, atau dari kombinasi
keduanya. Keputusan mengenai prosedur yang digunakan untuk
mencapai tujuan audit tertentu didasarkan pada pertimbangan audi­
tor terhadap efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari prosedur
audit yang ada. Auditor mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika
ada, yang diinginkannya dari pengujian substantif untuk suatu tu­
juan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang mana, atau
kombinasi prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keya­
kinan tersebut.
Untuk asersi tertentu, prosedur analitis mungkin cukup efek­
tif dalam memberikan tingkat keyakinan yang memadai. Namun,
untuk asersi lain, prosedur analitis mungkin tidak seefektif atau
seefisien pengujian rinci dalam memberikan tingkat keyakinan
yang diinginkan. Efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari
suatu prosedur analitis dalam mengidentifikasi kemungkinan salah
saji tergantung pada sifat asersi, kelayakan, dan kemampuan untuk
memprediksi suatu hubungan, ketersediaan dan keandalan data
yang digunakan untuk mengembangkan harapan, serta ketepatan
harapan.
Penting bagi auditor untuk memahami alasan yang membuat
suatu hubungan menjadi masuk akal, karena data kadang-kadang
bisa jadi tampak saling berkaitan padahal kenyataannya tidak
demikian sehingga dapat mengarahkan auditor pada pengambilan
kesimpulan yang salah. Di samping itu, adanya satu hubungan yang
tidak diharapkan dapat memberikan bukti yang penting jika diteliti
secara memadai.

4.5 Jenis-Jenis Prosedur Analitis


Kegunaan prosedur analitis sebagai bukti audit sangat tergan­
tung pada auditor yang mengembangkan ekspektasi tentang berapa
saldo akun atau rasio yang harus dicatat, tanpa memerhatikan jenis

82 ■
BAB 4 e Perencanaan Audit dan Prosedur Analitis
prosedur analitis yang digunakan. Auditor dapat membandingkan
data klien dengan data industri, data periode sebelumnya yang se­
rupa, hasil yang diperkirakan klien, hasil yang diperldrakan auditor,
dan hasil yang diperkirakan berdasarkan data nonkeuangan.
Manfaat paling penting dari perbandingan data klien dengan
data industri adalah membantu memahami bisnis klien dan seba­
gai indikasi atas kemungkinan adanya kegagalan keuangan, tetapi
kurang me1nbantu auditor dalan1 mengidentifikasi salah saji yang
potensial. Kelemahan utama penggunaan rasio industri adalah pe­
nerapan metode akuntansi yang berbeda sehingga mengurangi sifat
komparabilitas data.
Berbagai prosedur analitis akan memungkinkan auditor untuk
membandingkan data klien dengan data serupa dari satu atau lebih
periode sebelumnya. Beberapa contoh yang paling umum adalah
membandingkan saldo tahun berjalan dengan tahun sebelumnya,
membandingkan rincian total saldo dengan rincian yang serupa
untuk tahun sebelumnya, atau menghitung rasio dan hubungan
persentase untuk dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Kebanyakan perusahaan menyiapkan anggaran keungan mau­
pun anggaran operasional. Anggaran adalah pernyataan kuantitatif
dari suatu rencana kegiatan yang dibuat manajemen untuk periode
tertentu. Anggaran meliputi aspek keuangan maupun nonkeuang­
an dari operasi yang direncanakan. Anggaran pada suatu periode
merupakan pedoman untuk melakukan operasi selama periode ang­
garan yang bersangkutan. Proses penyiapan anggaran disebut de­
ngan penganggaran. Penganggaran akan sangat bermanfaat apabila
menjadi bagian integral dari analisis strategi perusahaan. Anggaran
keuangan mengukur ekspektasi manajemen yang berkaitan dengan
pendapatan, posisi keuangan, dan arus kas. Hal-hal yang mendasari
anggaran keuangan tersebut adalah anggaran nonkeuangan, seper­
ti unit yang diproduksi atau dijual, jumlah karyawan, dan jumlah
produk baru yang ditawarkan ke pasar. Karena anggaran merupakan


ekspektasi klien selama periode berjalan, auditor perlu memeriksa

83
BAB 4 e Perencanaan Audit dan Prosedur Analitis
prosedur analitis yang digunakan. Auditor dapat membandingkan
data klien dengan data industri, data periode sebelumnya yang se­
rupa, hasil yang diperkirakan klien, hasil yang diperkirakan auditor,
clan hasil yang diperkirakan berdasarkan data nonkeuangan.
Manfaat paling penting dari perbandingan data klien dengan
data industri adalah membantu memahami bisnis klien dan seba­
gai indikasi atas kemungkinan adanya kegagalan keuangan, tetapi
kurang membantu auditor dalam mengidentifikasi salah saji yang
potensial. Kelemahan utama penggunaan rasio industri adalah pe­
nerapan metode akuntansi yang berbeda sehingga mengurangi sifat
komparabilitas data.
Berbagai prosedur analitis akan memungkinkan auditor untuk
membandingkan data klien dengan data serupa dari satu atau lebih
periode sebelumnya. Beberapa contoh yang paling umum adalah
membandingkan saldo tahun berjalan dengan tahun sebelumnya,
membandingkan rincian total saldo dengan rincian yang serupa
untuk tahun sebelumnya, atau menghitung rasio dan hubungan
persentase untuk dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Kebanyakan perusahaan menyiapkan anggaran keungan mau­
pun anggaran operasional. Anggaran adalah pernyataan kuantitatif
dari suatu rencana kegiatan yang dibuat manajemen untuk periode
tertentu. Anggaran meliputi aspek keuangan maupun nonkeuang­
an dari operasi yang direncanakan. Anggaran pada suatu periode
merupakan pedoman untuk melakukan operasi selama periode ang­
garan yang bersangkutan. Proses penyiapan anggaran disebut de­
ngan penganggaran. Penganggaran akan sangat bermanfaat apabila
menjadi bagian integral dari analisis strategi perusahaan. Anggaran
keuangan mengukur ekspektasi manajemen yang berkaitan dengan
pendapatan, posisi keuangan, dan arus kas. Hal-ha! yang mendasari
anggaran keuangan tersebut adalah anggaran nonkeuangan, seper­
ti unit yang diproduksi atau dijual, jumlah karyawan, dan jumlah
produk baru yang ditawarkan ke pasar. Karena anggaran merupakan


ekspektasi klien selama periode berjalan, auditor perlu memeriksa

83
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

perbedaan yang signifikan antara hasil aktual dan yang dianggarkan,


karena pada bagian ini dapat mengandung salah saji yang potensial.
Perbandingan umum lainnya antara data klien dan hasil yang
diperkirakan terjadi ketika auditor menghitung saldo yang diperki­
rakan untuk dibandingkan dengan saldo aktual. Pada jenis prosedur
analitis ini, auditor membuat estimasi tentang besarnya saldo akun
yang seharusnya, dengan menghubungkannya ke beberapa akun
neraca atau akun laporan laba rugi lainnya, atau membuat proyeksi
berdasarkan beberapa tren historis. Sebagai contoh, auditor dapat
menghitung secara independen besarnya beban penyusutan aktiva
tetap.
Auditor juga dapat membandingkan data klien dengan hasil
yang diperkirakan berdasarkan data nonkeuangan. Sebagai contoh,
auditor dapat membuat ekspektasi atas besarnya komisi penjualan
dengan cara mengalikan jumlah karyawan bagian penjualan dengan
tarif komisi rata-rata.

4.6 Penggunaan Rasio Keuangan


Prosedur analitis yang dilakukan auditor selama tahap perenca­
naan maupun review akhir atas laporan keuangan yang telah diau­
dit sering kali menggunakan rasio keuangan. Hal ini berguna untuk
memahami peristiwa terkini dan posisi keuangan perusahaan. Rasio
keuangan yang umum digunakan auditor adalah:

84 ■
BAB 4 Perencanaan Audit dan Prosedur Analitis

Keman1puan membayar utang jangka pendek:


kas + sekuritas
Rasio kas =
kewajiban lancar
kas + sekuritas + piutang usaha bersih
Rasio cepat =
kewajiban lancar
aktiva lancar
Rasio lancar =
kewajiban lancar

Kemampuan mengonversi aktiva lancar yang kurang likuid


menjadi kas :
Perputaran penjualan bersih
=
piutang usaha rata-rata piutang brute

Jumlah hari 360 hari


=
penagihan piutang perputaran piutang usaha
harga pokok penjualan
Perputaran persediaan =
rata-rata persediaaan

Jumlah hari 360 hari


=
penjualan persediaan perputaran persediaani
Kemampuan memenuhi kewajiban jangka panjang
Rasio utang total kewajiban
=
terhadap ekuitas total ekuitas

Times interest earned laba operasi


=
ratio beban bunga

■ 85
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

Kemampuan menghasilkan laba


laba bersih
Laba per saham =
rata-rata saham biasa yang beredar

penjualan bersih - harga pokok penjualan


Margin laba kotor =
penjualan bersih

laba operasi
Margin laba operasi
penjualan bersih

Pengembalian atas laba sebelum pajak


=
aktiva rata-rata total aktiva

laba sebelum pajak - deviden saham preferens


Pengembalian atas =
ekuitas saham biasa rata-rata ekuitas pemegang saham

86 ■
Audit Pengendalian
Internal

5.1 Tujuan dan Tanggung Jawab atas Pengendalian


Internal
Sistem pengendalian internal terdiri atas kebijakan dan prose­
dur yang dirancang untuk memberikan kepastian yang layak bagi
manajemen, bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasar­
annya. Manajemen memiliki tiga tujuan umum dalam merancang
sistem pengendalian internal yang efektif, yaitu keandalan pelaporan
keuangan, efisiensi, clan efektivitas operasi, serta ketaatan pada hu­
kum dan peraturan.
Manajemen bertanggung jawab untuk menyiapkan laporan ba­
gi para investor, kreditor, dan pengguna lainnya. Tanggung jawab
untuk memilih dan mengadopsi kebijakan akuntansi yang tepat,
menyelenggarakan pengendalian internal yang memadai, serta me­
nyajikan laporan keuangan yang wajar berada di pihak manajemen,
bukan auditor. Tanggung jawab ini timbul mengingat bahwa pihak
manajemen selaku pelaksana harian perusahaan memiliki pengeta­
huan yang lebih terperinci dan mendalam atas setiap transaksi peru­
sahaan yang terjadi dibanding dengan pihak auditor. Pengetahuan
auditor akan transaksi yang terjadi dan pengendalian internal klien
hanya terbatas pada informasi (pengetahuan) yang diperolehnya se­
lama menjalankan kegiatan audit.
Tanggung jawab atas pengendalian internal berbeda antara ma­
najemen dan auditor. Manajemen bertanggung jawab untuk meran­
cang dan menerapkan sistem pengendalian internal, serta melapor-
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

kan secara transparan perihal efektivitas pelaksanaan pengendalian


ini. Sebaliknya, tanggung jawab auditor sehubungan dengan pe­
ngendalian internal klien adalah memahami dan melakukan peng­
ujian pengendalian internal atas pelaporan keuangan. Auditor juga
berkewajiban untuk menerbitkan laporan audit tentang penilaian
manajemen atas pengendalian internalnya, termasuk pendapat audi­
tor mengenai keefektifan pelaksanaan pengendalian ini.
Ada dua konsep utama yang melandasi penyusunan dan imple­
mentasi pengendalian internal, yaitu kepastian yang layak dan ke­
terbatasan bawaan (inheren). Manajemen harus mengembangkan
pengendalian internal yang akan memberikan kepastian yang layak,
tetapi bukan absolut, bahwa laporan keuangan telah disajikan secara
wajar. Pengembangan pengendalian internal juga tentu saja harus
mempertimbangkan biaya dan manfaat yang akan ditimbulkan dari
penerapan pengendalian tersebut. Keefektifan pengendalian internal
juga tidak terlepas dari kompetensi dan ketergantungan orang-orang
yang menggunakannya.
Berdasarkan Undang-Undang Sarbanes-Oxley, manajemen dari
semua perusahaan publik diharuskan untuk menerbitkan laporan
pengendalian internal yang mencakup hal-hal: (a) suatu pernyataan
bahwa manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan dan me­
nyelenggarakan struktur pengendalian internal yang memadai serta
prosedur pelaporan keuangan, (b) suatu penilaian atas efektivitas
struktur pengendalian internal dan prosedur pelaporan keuangan
per akhir tahun buku perusahaan. Penilaian manajemen menge­
nai pengendalian internal atas pelaporan keuangan terdiri dari dua
komponen utama, yaitu evaluasi rancangan pengendalian internal
dan pengujian efektivitas pelaksanaan pengendalian.
Manajemen harus mengevaluasi apakah pengendalian telah di­
rancang dan diterapkan untuk mencegah atau menemukan salah saji
yang material atas laporan keuangan. Fokus manajemen tertuju pada
pengendalian atas semua asersi yang terkait dengan semua akun


serta pengungkapannya, termasuk mengevaluasi bagaimana trans-

88
BAB 5 Audit Pengendalian Internal

aksi diotorisasi, dicatat, diproses, dan dil ap orkan. Di samping itu,


manajemen juga harus menguji efektivitas pelaksanaan pengenda­
lian untuk memastikan bahwa pengendalian telah diterapkan seba­
gaimana yang telah dirancang, serta dilaksanakan oleh personel yang
memiliki kewenangan dan kualifikasi tertentu untuk melaksanakan
pengendalian ini secara efektif. Manajemen harus mengungkapkan
setiap kelemahan pengendalian internal yang material dan mendo­
kumentasikan hasil pengujian tersebut.
Persyaratan mengenai pengetahuan auditor tentang pengenda­
lian internal klien diatur secara terpisah dalam standar auditing yang
berlaku un1un1, di 1nana disebutkan bahwa auditor harus 1ne1niliki
pemahaman yang cukup tentang entitas dan lingkungan klien, ter­
masuk pengendalian internalnya, untuk menilai apakah risiko salah
saji yang material dalam laporan keuangan disebabkan oleh keke­
liruan atau kecurangan, serta untuk menentukan sifat, waktu, dan
luas prosedur audit. Fokus auditor tertuju pada pengendalian atas
keandalan pelaporan keuangan dan pengendalian atas kelas trans­
aksi.
Laporan keuangan mungkin tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum, jika pengendalian internal atas pe­
laporan keuangan tidak memadai. Auditor memiliki tanggung jawab
yang cukup untuk mengungkap pelaporan keuangan yang curang
secara material dan misappropriation aktiva (kecurangan yang meli­
batkan pencurian aktiva) serta tindakan ilegal yang berpengaruh
langsung terhadap kewajaran laporan keuangan. Sehubungan de­
ngan pengendalian atas kelas transaksi, auditor menekankan pe­
ngendalian internal bukan atas saldo akun melainkan pada transaksi
karena keakuratan saldo akun sangat tergantung pada keakuratan
dan pemrosesan data transaksi. Sebagai contoh, jika produk yang di­
jual, unit yang dikirim, atau harga jual per unit ternyata salah, maka
baik penjualan maupun piutang usaha akan menjadi salah saji.

■ 89
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

5.2 Komponen Pengendalian Internal COSO


Kerangka kerja pengendalian internal yang digunakan oleh se­
bagian besar perusahaan AS dikeluarkan oleh Committee of Sponsor­
ing Organizations (COSO). Komponen pengendalian internal COSO
meliputi: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pe­
ngendalian, informasi dan komunikasi akuntansi, serta pemantauan.

Lingkungan Pengendalian
Tanpa lingkungan pengendalian yang efektif, keempat kompo­
nen lainnya mungkin tidak akan menghasilkan pengendalian inter­
nal yang efektif. Lingkungan pengendalian berfungsi sebagai payung
bagi keempat komponen pengendalian internal lainnya. Lingkungan
pengendalian terdiri atas tindakan, kebijakan, dan prosedur yang
mencerminkan sikap manajemen puncak, para direktur, dan pemilik
entitas secara keseluruhan mengenai pengendalian internal serta arti
pentingnya bagi entitas tersebut.
Inti dari keberhasilan dalam pengendalian entitas secara efek­
tif terletak pada sikap manajemen. Jika manajemen puncak sangat
fokus terhadap pengendalian, maka anggota entitas lainnya juga
akan bersikap demikian. Untuk memahami dan menilai lingkungan
pengendalian, auditor perlu mempertimbangkan subkomponen dari
lingkungan pengendalian itu sendiri, yaitu:
• Integritas dan Nilai-nilai Etis.
Subkomponen ini meliputi tindakan manajemen untuk mence­
gah karyawan melakukan tindakan yang tidak jujur, ilegal, atau
tidak etis. Caranya adalah melalui sosialisasi kepada karyawan
perihal nilai-nilai entitas yang harus dijunjung tinggi serta stan­
dar perilaku yang harus dipegang teguh dan dijalankan oleh
seluruh karyawan. Integritas dan nilai-nilai etis ini dituangkan
dalam sebuah standar etika atau kode perilaku.
• Komitmen pada Kompetensi.
Meliputi pertimbangan manajemen tentang persyaratan kom­


petensi yang harus dipenuhi bagi pekerjaan tertentu. Setiap

90
BAB 5 e Audit Pengendalian Internal
karyawan diharapkan dapat menjalankan tugas dan pekerjaan­
nya sesuai dengan tingkat keterampilan dan pengetahuan yang
dimilikinya.
• Partisipasi Dewan Komisaris dan Komite Audit.
Dewan komisaris mewakili pemegang saham dalam mengawasi
jalannya kegiatan entitas yang dilakukan atau dikelola manaje­
men. Dewan komisaris berperan penting dalam memastikan
bahwa manajemen (selaku pihak yang diberikan kepercayaan
oleh pemilik modal untuk mengelola dana perusahaan) telah
mengimplementasikan pengendalian internal dan proses pe­
laporan keuangan secara layak. Untuk membantu melakukan
pengawasan terhadap manajemen, dewan membentuk komite
audit yang diberikan tanggung jawab dalam mengawasi proses
pelaporan keuangan oleh manajemen. Komite audit juga ber­
tanggung jawab untuk melakukan komunikasi secara berkelan­
jutan dengan auditor internal maupun auditor eksternal, ter­
masuk menyetujui jasa audit dan nonaudit yang dilakukan oleh
para auditor eksternal.
• Filosofi dan Gaya Operasi Manajemen.
Manajemen, melalui prinsip dan sikapnya, memberikan isyarat
tcrtcntu bagi para karyawannya mcngcnai arti pcnting pcn­
gendalian internal. Sebagai contoh, apakah manajemen sering
melakukan tindakan yang mengandung risiko yang cukup besar
bagi entitas, atau justru cenderung menghindari risiko? Apa­
kah manajemen menetapkan target penjualan dan tingkat laba
yang terlalu besar (tidak realistis), dan apakah karyawan dido­
rong untuk melakukan tindakan yang agresif guna memenuhi
harapan target tersebut? Dengan memahami gaya pengelolaan
manajemen, auditor dapat merasakan sikap manajemen tentang
pengendalian internal.
• Struktur Organisasi.
Struktur organisasi menunjukkan tingkatan tanggung jawab dan
kewenangan yang ada dalam setiap divisi atau bagian. Dengan


memahami struktur organisasi klien, auditor dapat mempelajari

91
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

perihal pengelolaan entitas dan unsur-unsur fungsional bisnis


serta melihat bagaimana pengendalian atas pengelolaan tersebut
diterapkan.
• Kebijakan Perihal Sumber Daya Manusia (Karyawan Entitas).
Karyawan yang tidak kompeten atau tidak jujur dapat merusak
sistem, meskipun ada banyak pengendalian yang diterapkan.
Karyawan yang jujur dan kompeten mampu mencapai kinerja
yang tinggi meskipun hanya ada sedikit pengendalian. Akan
tetapi, karyawan yang jujur dan kompeten bisa juga dapat ter­
ganggu kinerjanya sebagai akibat dari perasaan bosan, tidak
puas, ataupun masalah pribadi lainnya. Karena pentingnya sum­
ber daya manusia bagi keberhasilan sebuah entitas (pengenda­
lian), metode atau kebijakan untuk mengangkat, mengevaluasi,
melatih, mempromosikan, dan memberi kompensasi kepada
karyawan merupakan bagian yang penting dari pengendalian
internal.

Penilaian Risiko
Merupakan tindakan yang dilakukan manajemen untuk meng­
identifikasi dan menganalisis risiko terkait penyusunan laporan
keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang ber­
laku umum. Sebagai contoh, jika perusahaan sering mengalami ke­
sulitan dalam menagih piutang usaha, maka perusahaan harus me­
nyelenggarakan pengendalian yang memadai untuk mengatasi risiko
lebih saji piutang usaha.
Penilaian risiko oleh manajemen berbeda dengan penilaian ri­
siko oleh auditor, walaupun ada keterkaitannya. Apabila manaje­
men menilai risiko sebagai bagian dari perancangan dan pelaksa­
naan pengendalian internal untuk memperkecil kekeliruan serta
kecurangan, sedangkan auditor menilai risiko untuk memutuskan
jenis dan cakupan bukti yang dibutuhkan dalam pemeriksaan. Jika
manajemen secara efektif menilai dan menanggapi risiko tersebut,
biasanya auditor akan mengumpulkan lebih sedikit bukti audit dari-

92 ■
BAB 5 • Audit Pengendalian Internal

pada jika manajemen gagal dalam mengidentifikasi atau menindak­


lanjuti risiko yang signifikan.
Auditor dapat mengetahui proses penilaian risiko yang dilaku­
kan manajemen melalui penggunaan kuesioner atau diskusi de­
ngan manajemen terkait untuk menentukan bagaimana manajemen
klien mengidentifikasi risiko-risiko yang terkait dengan pelaporan
keuangan, mengevaluasi signifikansi clan kemungkinan terjadinya
risiko tersebut, serta untuk memutuskan tindakan apa yang harus
diambil untuk mengatasi risiko yang muncul.

Aktivitas Pengendalian
Merupakan kebijakan clan prosedur untuk membantu memas­
tikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko telah
diambil guna mencapai tujuan entitas. Kebijakan clan prosedur ini
terdiri atas:
• Pemisahan Tugas.
Pemisahan tugas di sini maksudnya adalah pemisahan fungsi
atau pembagian kerja. Ada dua bentuk yang paling umum dari
penerapan prinsip pemisahan tugas ini, yaitu: (1) pekerjaan yang
berbeda seharusnya dikerjakan oleh karyawan yang berbeda
pula; (2) harus adanya pemisahan tugas antara karyawan yang
menangani pekerjaan pencatatan aktiva clan karyawan yang
menangani langsung aktiva secara fisik (operasional). Sesung­
guhnya, rasionalisasi dari pemisahan tugas adalah bahwa tugas/
pekerjaan dari seorang karyawan seharusnya dapat memberikan
dasar yang memadai untuk mengevaluasi pekerjaan karyawan
lainnya. Jadi, hasil pekerjaan seorang karyawan dapat diperiksa
silang (cross check) kebenarannya oleh karyawan lainnya. Ketika
seorang karyawan bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan,
biasanya potensi munculnya kesalahan maupun kecurangan
akan meningkat. Oleh sebab itu, sangatlah penting kalau peker­
jaan yang berbeda seharusnya dikerjakan oleh karyawan yang
berbeda pula.


Sebagai contoh yang paling sering terjadi clan perlu diwaspa-

93
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

dai adalah dalam aktivitas pembelian atau pengadaan barang.


Aktivitas pembelian barang meliputi pemesanan, penerimaan,
dan pembayaran. Seharusnya untuk menjamin pengendalian in­
ternal yang baik dari aktivitas pembelian, maka masing-masing
"unsur" dari aktivitas pembelian ini haruslah ditangani secara
terpisah oleh masing-masing karyawan yang berbeda. Ketika
aktivitas pemesanan, penerimaan barang, dan pembayaran di­
tangani oleh orang yang berbeda, maka risiko kesalahan mau­
pun kecurangan dapat diperkecil. Bagian penerimaan barang
secara terpisah dari bagian lainnya akan bertugas untuk meme­
riksa (jenis barang yang dipesan, kuantitasnya, harganya, mau­
pun kualitasnya) apakah barang yang diterimanya telah sesuai
dengan apa yang dipesan oleh bagian pemesanan barang sesuai
dengan kebutuhan perusahaan. Demikian juga, orang yang ber­
hak melakukan pembayaran atas barang yang telah dipesan oleh
bagian pemesanan dan telah diterima dengan baik oleh bagian
penerimaan barang adalah orang yang memang benar-benar
memiliki otorisasi dari perusahaan untuk melakukan pemba­
yaran atas pengadaan barang tersebut. Jika bagian pemesanan/
penerimaan barang juga merangkap pekerjaan pembayaran,
maka kemungkinan terjadinya tagihan palsu (fictitious invoices)
akan muncul di sini.
Pemisahan tugas (pekerjaan yang berbeda seharusnya diker­
jakan oleh karyawan yang berbeda) juga perlu diterapkan dalam
aktivitas penjualan barang dagangan. Aktivitas penjualan me­
liputi penjualan, pengiriman barang ke pelanggan, penagih­
an, dan penerimaan pembayaran. Seharusnya untuk menja­
min pengendalian internal yang baik dari aktivitas penjualan,
maka masing-masing "unsur" dari aktivitas penjualan ini juga
seharusnya ditangani secara terpisah oleh masing-masing kar­
yawan yang berbeda. Ketika aktivitas penjualan, pengiriman
barang ke pelanggan, penagihan, dan penerimaan pembayaran
ditangani oleh orang yang berbeda, maka risiko kesalahan mau­


pun kecurangan dapat diperkecil. Bagian penjualan secara ter-

94
BAB 5 Audit Pengendalian Internal

pisah dari bagian lainnya hanya akan bertugas untuk n1elaku­


kan transaksi penjualan. Setelah itu, bagian pengiriman barang
akan mengirim barang ke pelanggan atas dasar bukti pesanan
penjualan (sales order), lalu bagian penagihan akan menyiapkan
faktur penjualan (sales invoice) setelah membandingkan pesan­
an penjualan tersebut dengan laporan pengiriman barang (ship­
ping report). Bagian penerimaan pembayaran harus dipisahkan
dari bagian penagihan untuk menghindari penggelapan uang
kas oleh bagian penerimaan pen1bayaran (dalam ilmu akun­
tansi, bentuk kecurangan ini dikenal dengan istilah laping)
Jika 1nasing-niasing "unsur" dari aktivitas penjualan ini tidak
dipisahkan, maka berbagai kemungkinan risiko yang akan mun­
cul seiring dengan aktivitas penjualan ini di antaranya adalah:
(1) adanya karyawan bagian penjualan yang berusaha untuk
menjual barang dengan harga yang terlalu tinggi, dengan tujuan
untuk menggelapkan kelebihan selisih harga jualnya; (2) barang
sesungguhnya tidak ada yang terjual, tetapi dibuat menjadi se­
olah-olah terjual dengan cara mengirimnya ke diri sendiri atau
ke kerabat dekat kenalannya. Ini yang dinamakan sebagai pen­
jualan palsu (fictitious sales), yang tujuannya tidak lain adalah
untuk 111en1perbesar kon1isi akhir tahun. Nantinya setelah bo­
nus akhir tahun diterima, lalu di awal tahun berikutnya barang
tersebut akan dikembalikan dengan seolah-olah telah terjadi
retur penjualan dari pelanggan. Oleh karena itu, penghitungan
bonus akan menjadi lebih tepat jika bukan berdasarkan nilai
penjualan yang telah terjadi, tetapi lebih kepada jumlah piutang
yang telah berhasil ditagih (berdasarkan tingkat kolektibilitas).
Kalau bonus penjualan dihitung dengan berdasarkan nilai pen­
jualan, dikhawatirkan faktor kelayakan kredit dari pelanggan
akan menjadi diabaikan.
Untuk n1e1nberikan dasar yang n1en1adai atas pertanggungja­
waban aktiva, diperlukan pemisahan tugas antara karyawan
yang menangani pekerjaan pencatatan aktiva dan karyawan yang


menangani langsung aktiva secara fisik ( operasional). Karyawan

95
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

yang menangani langsung aktiva secara fisik seharusnya tidak


boleh menyelenggarakan atau memiliki akses terhadap catatan
akuntansi untuk aktiva bersangkutan. Ketika seorang karyawan
menyelenggarakan catatan aktiva, maka demi menjamin pe­
ngendalian internal yang baik, karyawan yang berbeda harus
ditunjuk secara khusus untuk menangani fisik aktiva.
Coba pikirkan clan renungkanlah, apa yang akan terjadi jika
seorang karyawan yang memegang/menangani langsung aktiva
secara fisik juga merangkap pekerjaan pencatatan? Kemungkin­
an besar dapat dipastikan bahwa aktiva perusahaan tersebut
nantinya akan diselewengkan penggunaannya (bukan lagi di­
manfaatkan untuk kepentingan operasional perusahaan me­
lainkan dipakai untuk kepentingan/tujuan pribadi). Pemisahan
tanggung jawab pencatatan dari penyimpanan/penanganan ak­
tiva khususnya sangat penting untuk kas, persediaan, clan aktiva
tetap.
Bagian akuntansi (pencatatan) haruslah memiliki pemisahan
tugas dengan bagian kasir. Bagian akuntansi bertanggung ja­
wab untuk menyelenggarakan pembukuan saldo kas, sedangkan
kasir adalah bagian yang akan bertugas untuk menangani fisik
kas harian. Pemisahan tugas ini diperlukan untuk menetap­
kan pertanggungjawaban atas kas. Nantinya, pekerjaan bagian
akuntansi akan saling cross check dengan bagian kasir. Dalam
aktivitas pembelian atau pengadaan barang, bagian akuntansi
(pencatatan) haruslah memiliki pemisahan tugas dengan bagian
pemesanan barang, bagian penerimaan barang, bagian penyim­
panan barang (gudang), clan bagian pembayaran. Demikian
juga halnya dengan aktivitas penjualan barang dagangan, di
mana bagian akuntansi (pencatatan) harus memiliki pemisahan
tugas dengan bagian penjualan, bagian pengiriman barang, ba­
gian penagihan, clan bagian penerimaan pembayaran (kasir).
• Otorisasi yang Tepat atas Transaksi.
Agar pengendalian berjalan dengan baik, setiap transaksi harus


diotorisasi dengan tepat. Sebagai contoh, transaksi pembayaran

96
BAB 5 Audit Pengendalian Internal

kas dilakukan setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahu­


lu dari pihak yang berwenang. Ini dilakukan untuk menjamin
bahwa kas hanya dibayarkan atas transaksi yang telah diotorisasi
sebagaimana mestinya. Sesungguhnya, karakteristik yang pa­
ling utama (paling penting) dari pengendalian internal adalah
penetapan tanggung jawab ke masing-masing karyawan secara
spesifik. Penetapan tanggung jawab di sini agar supaya masing­
masing karyawan dapat bekerja sesuai dengan tugas-tugas ter­
tentu (secara spesifik) yang telah dipercayakan kepadanya. Pe­
ngendalian atas pekerjaan tertentu akan menjadi lebih efektif
jika hanya ada satu orang saja yang bertanggung jawab atas se­
buah tugas/pekerjaan tertentu tersebut.
Penetapan tanggung jawab di sini tentu saja meliputi pemberian
otorisasi untuk menyetujui (approve) atas sebuah transaksi. Se­
bagai contoh, dalam sebuah perusahaan dagang (merchandising
business) yang meliputi penjualan barang dagangan secara kredit
kepada para pelanggannya, maka biasanya setiap transaksi pen­
jualan kredit (apalagi untuk pelanggan baru) haruslah terlebih
dahulu meminta persetujuan (credit approval) dari manajer kre­
dit, selaku orang yang memang benar-benar memiliki wewe­
nang (otorisasi) untuk memberikan kredit (granting credit) ke­
pada si calon pembeli. Untuk menjamin pengendalian internal
yang baik, maka dalam kasus pemberian kredit ini sebaiknya
manajer kreditlah, bukan manajer penjualan yang memiliki we­
wenang ( otorisasi) untuk menganalisis/menentukan kelayakan
kredit dari si calon pembeli.
Contoh lainnya adalah, bahwa hal yang lazim bagi sebuah per­
usahaan yang besar yang memiliki banyak kantor cabang un­
tuk memberikan/membatasi otorisasi kepada masing-masing
pimpinan cabangnya dalam hal penandatanganan eek untuk ke­
pentingan pembayaran. Biasanya seorang pimpinan dari kantor
cabang yang besar, akan memiliki batas otorisasi pengeluaran
uang yang relatif lebih besar juga dibanding dengan pimpinan
dari kantor cabang yang agak kecil. Hal ini sangatlah masuk akal

■ 97
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

jika disesuaikan/ditinjau dari jun1lah on1set (hasil operasional)


yang dihasilkan oleh masing-masing kantor ea bang. Batas otori­
sasi juga akan tampak jelas atas wewenang manajer keuangan
yang bekerja di sebuah perusahaan yang besar, yang di mana bi­
asanya manajer keuangan kantor pusat berhak menandatangani
pengeluaran eek untuk kepentingan pembayaran hanya sampai
pada batas tertentu. Jika melebihi batas wewenangnya, maka
otorisasi pengeluaran eek seeara otomatis akan berada di bawah
wewenang langsung direktur keuangan, dan seterusnya sesuai
dengan tingkatan atau jenjang yang lebih tinggi yang ada dalam
struktur organisasi perusahaan.
• Dokumen dan Catatan yang Memadai.
Dokumen dan eatatan merupakan objek :fisik di mana transaksi
akan dicantumkan serta diikhtisarkan. Contohnya adalah fak­
tur penjualan, surat pesanan pembelian, jurnal penjualan dan
pembelian, kartu hadir karyawan, kartu persediaan, dan laporan
penerimaan barang. Dokumen yang memadai sangat penting
untuk meneatat transaksi dan mengendalikan aktiva. Dokumen
memberikan bukti bahwa transaksi bisnis atau peristiwa eko­
nomi telah terjadi. Dengan membubuhkan atau memberikan
tanda tangan (atau inisial) ke dalam dokumen, orang yang ber­
tanggung jawab atas terjadinya sebuah transaksi atau peristiwa
dapat diidentifikasi dengan mudah. Dokumentasi atas transaksi
seharusnya dibuat ketika transaksi terjadi.
Dokumen juga seharusnya bernomor urut tereetak (preprinted &
prenumbered) dan seluruh dokumen tersebut seharusnya dapat
dipertanggungjawabkan. Dokumen yang bernomor urut sangat
membantu untuk meneegah terjadinya peneatatan transaksi se­
eara berganda serta juga membantu untuk meneegah terjadinya
transaksi yang tidak dicatat. Adapun dokumen yang bernomor
urut tereetak dilakukan untuk menghindari terjadinya dokumen
atas transaksi :fiktif. Dokumen ini sebagai sumber bukti (pen­
dukung) transaksi seharusnya dapat dengan segera diteruskan


ke bagian/departemen akuntansi untuk menjamin peneatatan

98
BAB 5 e Audit Pengendalian Internal
transaksi secara tepat waktu, akurat, dan memenuhi kriteria ke­
andalan catatan akuntansi. Dokumen juga sesungguhnya sangat
berfungsi sebagai penghantar informasi ke seluruh bagian or­
ganisasi. Dokumen haruslah dapat memberikan keyakinan yang
memadai bahwa seluruh aktiva telah dikendalikan dengan pan­
tas dan bahwa seluruh transaksi telah dicatat dengan benar.
• Pengendalian Fisik atas Aktiva dan Catatan.
Untuk menyelenggarakan pengendalian internal yang mema­
dai, aktiva dan catatan harus dilindungi. Jika tidak diamankan
sebagaimana mestinya, aktiva dapat dicuri, diselewengkan, atau
disalahgunakan. Demikian juga dengan catatan, jika tidak di­
lindungi secara memadai, catatan bisa dicuri, rusak, atau hilang,
yang dapat sangat mengganggu proses pencatatan akuntansi clan
operasi normal bisnis perusahaan. Penggunaan pengendalian
fisik, mekanik, dan elektronik sangatlah penting. Pengendalian
fisik terutama terkait dengan pengamanan aktiva. Pengendalian
mekanik clan elektronik juga mengamankan aktiva. Berikut ini
adalah beberapa macam contoh dari penggunaan pengendalian
fisik, mekanik, clan elektronik: (1) uang kas dan surat-surat ber­
harga sebaiknya disimpan dalam safe deposits box; (2) catatan­
catatan akuntansi yang penting juga harus disimpan dalam filing
cabinet yang terkunci; (3) tidak semua atau sembarang karyawan
dapat keluar masuk gudang tempat penyin1panan persediaan
barang dagang; (4) penggunaan kamera dan televisi monitor; (5)
adanya sistem pemadam kebakaran atau alarm yang memadai;
clan ( 6) penggunaan password system.
• Pemeriksaan Independen atau Verifikasi Internal.
Kebanyakan sistem pengendalian internal memberikan pe­
ngecekan independen atau verifikasi internal. Prinsip ini me­
liputi peninjauan ulang, perbandingan, dan pencocokan data
yang telah disiapkan oleh karyawan lainnya yang berbeda. Un­
tuk memperoleh manfaat yang maksimum dari pengecekan
independen a tau verifikasi internal, maka: ( 1) verifikasi seha­
rusnya dilakukan secara periodik/berkala atau bisa juga dilaku-

■ 99
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

kan atas dasar dadakan; (2) verifikasi sebaiknya dilakukan oleh


orang yang independen; (3) ketidakcocokan/ketidaksesuaian
dan kekecualian seharusnya dilaporkan ke tingkatan manaje­
men yang memang dapat mengambil tindakan korektif secara
tepat.
Kebutuhan akan pengecekan independen meningkat, karena
struktur pengendalian internal cenderung berubah setiap saat
kalau tidak terdapat mekanisme penelaahan yang sering. Pega­
wai mungkin akan menjadi lupa atau dengan sengaja tidak meng­
ikuti prosedur, atau menjadi ceroboh jika tidak ada orang yang
meninjau ulang dan mengevaluasi hasil pekerjaannya. Salah
saji baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja mungkin
dapat saja terjadi tanpa melihat kualitas dari sistem pengenda­
lian yang selama ini telah dijalankan. Cara yang paling murah
untuk melakukan verifikasi internal adalah dengan menerapkan
pemisahan tugas seperti yang telah dibahas sebelumnya. Dalam
perusahaan besar, pengecekan independen sering dilakukan
oleh auditor internal. Auditor internal di sini adalah karyawan
perusahaan yang bertugas secara terus-menerus untuk melaku­
kan evaluasi mengenai keefisienan dan keefektifan sistem pe­
ngendalian internal perusahaan.

Informasi dan Komunikasi Akuntansi


Tujuan dari sistem informasi dan komunikasi akuntansi adalah
agar transaksi yang dicatat, diproses, dan dilaporkan telah memenuhi
keenam tujuan audit umum atas transaksi, yaitu: ( 1) transaksi yang
dicatat memang ada, (2) transaksi yang ada sudah dicatat, (3) tran­
saksi yang dicatat dinyatakan pada jumlah yang benar, (4) transaksi
yang dicatat di-posting dan diikhtisarkan dengan benar, (5) transaksi
diklasifikasi dengan benar, dan ( 6) transaksi dicatat pada tanggal
yang benar. Dengan kata lain, sistem akuntansi harus dirancang un­
tuk memastikan perihal keterjadian, kelengkapan, keakuratan, pos­
ting dan pengikhtisaran, klasifikasi, dan penetapan waktu transaksi


dicatat.

100
BAB 5 • Audit Pengendalian Internal

Berikut adalah contoh dari tujuan audit umun1 yang berkai­


tan dengan transaksi pembelian: (1) pembelian yang dicatat adalah
untuk perolehan barang dari pemasok nonfiktif, (2) seluruh tran­
saksi pembelian yang terjadi telah dicatat, (3) pembelian yang di­
catat adalah untuk seluruh jumlah barang yang telah diperoleh dari
pemasok nonfiktif dan telah dicatat dengan benar, (4) jurnal untuk
mencatat transaksi pembelian telah dipindah-bukukan secara aku­
rat ke masing-masing catatan pemasok (buku besar pembantu) dan
buku besar umum, serta diikhtisarkan ke dalam laporan keuangan
secara tepat, (5) transaksi pembelian telah diklasifikasi dengan benar
pada akun yang tepat, (6) transaksi pembelian telah dicatat pada
tanggal yang benar.

Pemantauan
Aktivitas pemantauan berhubungan dengan penilaian atas mutu
pengendalian internal secara berkesinambungan (berkala) oleh ma­
najemen untuk menentukan bahwa pengendalian telah berjalan se­
bagaimana yang diharapkan, dan dimodifikasi sesuai dengan per­
kembangan kondisi yang ada dalam perusahaan. Informasi yang
dinilai berasal dari berbagai sumber, termasuk studi atas pengenda­
lian internal yang ada, laporan auditor internal, umpan batik dari
personel operasional, dan lainnya.
Audit internal timbul sebagai suatu cara atau teknik guna meng­
atasi risiko yang meningkat akibat semakin pesatnya laju perkem­
bangan dunia usaha atau adanya kondisi economic turbulence, di
mana terjadi perubahan secara dinamis dan tidak dapat diprediksi
sehubungan dengan era globalisasi, sehingga sumber informasi yang
sifatnya tradisional dan informal sudah tidak lagi mampu memenuhi
kebutuhan para manajer yang bertanggung jawab atas hal-hal yang
tidak teramati secara langsung.
Hasil audit internal diharapkan akan dapat meningkatkan relia­
bilitas informasi tentang keadaan dalam unit-unit yang diawasinya.
Dengan semakin berkembangnya usaha perusahaan, tentu saja akan


menambah beban bagi pihak manajemen dalam mengendalikan

101
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

kegiatan operasional perusahaan yang juga semakin meluas. Seja­


lan dengan itu, maka sudah selayaknya apabila beberapa wewenang
dan tanggung jawab manajemen didelegasikan ke beberapa auditor
internal untuk melakukan tugas pengawasan yang sifatnya internal.
Audit internal merupakan suatu rangkaian proses dan teknis
di mana karyawan suatu perusahaan mencari kepastian atas keaku­
ratan informasi keuangan dan jalannya operasi sesuai dengan yang
ditetapkan. Di samping meningkatkan keandalan informasi dan
memastikan dipatuhinya kebijakan manajemen, lingkup pekerjaan
audit internal juga meliputi: perlindungan terhadap harta perusa­
haan dan penilaian terhadap apakah penggunaan sumber daya telah
dilakukan secara ekonomis dan efisien. Dengan demikian sangat­
lah jelas bahwa audit internal telah menjadi suatu alat yang domi­
nan bagi pimpinan perusahaan untuk memantau dan mengawasi
jalannya kegiatan operasional perusahaan. Apalagi para pemeriksa
(pengawas) internal ini tentu saja lebih mengetahui mengenai segala
kebijakan, prosedur, dan berbagai permasalahan perusahaan secara
lebih rind dibandingkan pemeriksa eksternal (akuntan publik).
Audit internal terhadap kegiatan operasional perusahaan perlu
dilakukan secara teratur, baik sebelum dirasakan adanya suatu ma­
salah maupun sesudah terlanjur terjadi masalah. Audit internal yang
dilakukan secara teratur dapat mencegah terjadinya suatu masalah;
manajemen akan dapat dengan segera mengetahui dan mengatasi
masalah serta sebabnya sebelum masalah tersebut menjadi berkelan­
jutan, atau secara tepat mengidentifikasi masalah yang sebenarnya,
sumber penyebabnya dan mengambil langkah-langkah yang efektif
untuk mengatasinya. Efektifnya peran audit internal di dalam suatu
organisasi diharapkan akan meningkatkan kinerja organisasi yang
bersangkutan.

5.3 Keterbatasan Pengendalian Internal


Sistem pengendalian internal perusahaan pada umumnya diran­
cang untuk memberikan jaminan yang memadai bahwa aktiva peru-

102 ■
BAB 5 • Audit Pengendalian Internal

sahaan telah diamankan secara tepat clan bahwa catatan akuntansi


dapat diandalkan. Pada dasarnya, konsep jaminan yang memadai
ini sangat terkait langsung dengan sebuah asumsi yang mengatakan
bahwa biaya yang dikeluarkan untuk membentuk/menerapkan pro­
sedur pengendalian seharusnya jangan sampai melebihi manfaat
yang diperkirakan akan timbul /dihasilkan dari pelaksanaan prose­
dur pengendalian tersebut.
Faktor manusia adalah faktor yang sangat penting sekali da­
lam setiap pelaksanaan sistem pengendalian internal. Sebuah
sistem pengendalian yang baik akan dapat menjadi tidak efektif
oleh karena adanya karyawan yang kelelahan, ceroboh, atau bersi­
kap acuh tak acuh. Demikian juga halnya dengan kolusi, di mana
kolusi ini akan dapat secara signifikan mengurangi keefektifan se­
buah sistem dan mengeliminasi proteksi yang ditawarkan dari pe­
misahan tugas. Belum lagi adanya sebuah pandangan umum yang
mengatakan bahwa pada prinsipnya di dunia ini tidak ada sesuatu
yang begitu sempurna, termasuk sistem pengendalian internal
yang dijalankan perusahaan. Terakhir, ukuran perusahaan juga
akan dapat memicu keterbatasan pengendalian internal. Dalam
perusahaan yang berskala kecil, sebagai contoh, mungkin akan
sangat sulit untuk menerapkan pemisahan tugas atau memberi­
kan pengecekan independen/verifikasi internal, mengingat satu
karyawan mungkin saja dapat merangkap mengerjakan beberapa
pekerjaan yang berbeda sekaligus.

5.4 Memahami dan Mengevaluasi Pengendalian


Internal
Berdasarkan Undang-Undang Sarbanes-Oxley, manajemen di­
syaratkan untuk mendokumentasikan proses penilaian keefektifan
pengendalian internal perusahaan atas pelaporan keuangan. Ma­
najemen harus mendokumentasikan rancangan pengendalian, ter­
masuk kelima komponen pengendalian, dan juga hasil pengujian
serta evaluasinya. Auditor diharuskan untuk memahami pengenda-

■ 103
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

lian internal untuk setiap audit, mendokumentasikan pemahaman­


nya, serta mengevaluasi dokumentasi klien.
Pemahaman auditor atas pengendalian internal klien sangat di­
perlukan dalam audit terhadap pengendalian internal atas pelaporan
keuangan maupun audit terhadap laporan keuangan. Dokumentasi
manajemen merupakan sumber informasi utama dalam memperoleh
pemahaman ini. Sebagai bagian dari prosedur penilaian risiko, au­
ditor menggunakan prosedur untuk memperoleh pemahamannya
atas pengendalian internal klien, yang meliputi pengumpulan bukti
tentang rancangan pengendalian internal, dan apakah pengendalian
tersebut sudah diimplementasikan, lalu menggunakan informasi ter­
sebut sebagai dasar audit terpadu.
Untuk memahami perancangan dan implementasi pengendalian
internal, biasanya auditor menggunakan jenis bukti audit berupa do­
kumentasi, tanya jawab dengan personel entitas, mengamati personel
yang melakukan proses pengendalian, dan melakukan penelusuran
kembali atas satu atau beberapa transaksi melalui sistem akuntansi
dari awal hingga akhir. Biasanya auditor menggunakan tiga jenis do­
kumen untuk memperoleh dan mendokumentasikan pemahaman­
nya atas perancangan pengendalian internal, yaitu naratif, bagan
arus, dan kuesioner. Karena Undang-Undang Sarbanes-Oxley meng­
haruskan manajemen untuk menilai dan mendokumentasikan efek­
tivitas perancangan pengendalian internal atas pelaporan keuangan,
maka mereka biasanya sudah menyiapkan dokumentasi tersebut.
Naratif adalah uraian tertulis tentang pengendalian internal
klien, yang menjelaskan asal-usul setiap dokumen atau catatan,
semua pemrosesan yang berlangsung, disposisi setiap dokumen
(catatan), dan petunjuk tentang pemisahan tugas, otorisasi, serta
verifikasi internal. Adapun bagan arus (flow chart) adalah diagram
yang menunjukkan dokumen klien dan aliran urutannya dalam or­
ganisasi. Bagan arus sangat bermanfaat karena memberikan gam­
baran secara menyeluruh mengenai sistem klien, yang membantu


auditor mengidentifikasi pengendalian dan defisiensi sistem klien.

104
BAB 5 Audit Pengendalian Internal

Bagan arus memiliki dua keunggulan bila dibandingkan dengan


bentuk naratif, yaitu lebih mudah dibaca dan diperbarui. Yang tera­
khir, kuesioner, berisi serangkaian pertanyaan tentang pengendalian
dalam setiap area audit sebagai sarana untuk menemukan kelemah­
an dalam pengendalian internal klien. Dalam kuesioner ini biasanya
berisi pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan keenam tujuan
audit atas transaksi (keterjadian, kelengkapan, keakuratan, posting
clan pengikhtisaran, klasifikasi, clan penetapan waktu transaksi di­
catat).
Selain memahami perancangan pengendalian internal, auditor
juga harus mengevaluasi apakah pengendalian yang telah dirancang
oleh klien tersebut telah diimplementasikan secara efektif. Auditor
dapat mengevaluasi implementasi pengendalian internal klien lewat
pengalaman auditor sebelumnya dengan klien bersangkutan (apa­
kah pengendalian sebelumnya yang tidak beroperasi dengan efektif
sudah diperbaiki), tanya jawab dengan personel klien, telaah doku­
men clan catatan, mengamati aktivitas dan operasi entitas klien, serta
melakukan penelusuran sistem akuntansi.

5.5 Menilai Risiko Pengendalian


Sebelum melakukan penilaian pendahuluan atas risiko pengen­
dalian, auditor harus memutuskan apakah entitas klien dapat diau­
clit. Ada dua hal penting yang menentukan dapat tidaknya entitas
diaudit, yaitu integritas manajemen dan memadainya catatan akun­
tansi. Jika manajemen ticlak memiliki integritas, sebaiknya auditor
tidak menerima penugasan audit. Demikian juga, audit akan men­
jadi tidak praktis dilakukan apabila catatan akuntansi tidak terseclia
sebagai bahan bukti audit.
Setelah memahami pengendalian internal klien, auditor dapat
melakukan penilaian pendahuluan atas risiko pengendalian sebagai
bagian dari penilaian risiko salah saji yang material secara keseluruh­
an. Auditor membuat penilaian pendahuluan untuk setiap tujuan


audit yang berhubungan dengan transaksi. Auditor juga membuat

105
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

penilaian pendahuluan atas pengendalian yang memengaruhi tu­


juan audit untuk akun neraca serta penyajian dan pengungkapan.
Berikut adalah langkah-langkah dalam menilai risiko pengen­
dalian:
1. Mengidentifikasi Tujuan Audit.
Langkah pertama dalam penilaian adalah mengidentifikasi tu­
juan audit untuk kelas transaksi, saldo akun, serta penyajian dan
pengungkapan yang akan dinilai. Hal ini dilakukan untuk kelas
(jenis) transaksi dengan menerapkan tujuan audit khusus yang
berhubungan dengan transaksi. Sebagai contoh, auditor menilai
tujuan keterjadian untuk transaksi pembelian dan juga menilai
secara terpisah tujuan kelengkapan.
2. Mengidentifikasi Pengendalian yang Ada.
Auditor menggunakan informasi mengenai pemahamannya
atas pengendalian internal klien untuk mengidentifikasi pe­
ngendalian yang berperan dalam mencapai tujuan audit yang
berhubungan dengan transaksi. Sebagai contoh, auditor dapat
menggunakan pengetahuan tentang sistem klien untuk meng­
identifikasi pengendalian yang mungkin akan dapat mencegah
kekeliruan atau kecurangan dalam tujuan audit keterjadian yang
berhubungan dengan transaksi. Hal yang sama juga dapat di­
lakukan untuk semua tujuan audit lainnya. Auditor juga dapat
mengidentifikasi pengendalian yang ada dengan menggunakan
kelima aktivitas pengen<lalian yang telah <libahas sebelumnya.
Sebagai contoh, apakah ada pemisahan tugas yang memadai?
Apakah transaksi telah diotorisasi dengan tepat? Dan seterus­
nya. Auditor seharusnya dan hanya mengidentifikasi pengenda­
lian kunci, yaitu pengendalian yang memiliki dampak paling be­
sar terhadap pencapaian tujuan audit yang berhubungan dengan
transaksi. Pengendalian kunci ini memungkinkan tercapainya
efisiensi audit.
3. Menghubungkan Pengendalian dengan Tujuan Audit Terkait.
Setiap pengendalian akan memenuhi satu atau lebih tujuan


audit yang terkait. Lewat bagan matriks pengendalian, terlihat

106
BAB 5 e Audit Pengendalian Internal
jelas bagaimana setiap pengendalian berperan dalam mencapai
satu atau lebih tujuan audit yang berhubungan dengan tran­
saksi. Sebagai contoh, dalam matriks risiko pengendalian untuk
transaksi pembelian, di antaranya diidentifikasi pengendalian
internal berupa: ada pemisahan tugas antara bagian pembelian,
pencatatan pembelian, clan pembayaran. Pengendalian ini me­
menuhi lebih dari satu tujuan audit yang berhubungan dengan
transaksi pembelian, yaitu:
► Pembelian yang dicatat adalah untuk perolehan barang dari
pemasok nonfiktif (tujuan audit umum keterjadian).
► Seluruh transaksi pembelian yang terjadi telah dicatat (tu­
juan audit umum kelengkapan).
► Jurnal untuk mencatat transaksi pembelian telah dipindah­
bukukan secara akurat ke masing-masing catatan pemasok
(buku besar pembantu) dan buku besar umum, serta diikhti­
sarkan ke dalam laporan keuangan secara tepat (tujuan audit
umum pemindah-lbukuan dan pengikhtisaran).
4. Mengidentifikasi dan Mengevaluasi Defisiensi Pengendalian,
Defisiensi yang Signifikan, dan Kelemahan yang Material.
Auditor harus mengevaluasi apakah pengendalian kunci tidak
diterapkan dalam perancangan pengendalian internal atas pe­
laporan keuangan sebagai bagian dari evaluasi atas risiko pen­
gendalian, dan kemungkinan salah saji laporan keuangan. Me­
nurut standar auditing, ada tiga tingkatan di mana tidak diter­
apkannya pengendalian internal, yaitu defisiensi pengendalian,
defisiensi yang signifikan, clan kelemahan yang material.
5. Menghubungkan Defisiensi yang Signifikan clan Kelemahan
yang Material dengan Tujuan Audit Terkait.
Sama seperti untuk pengendalian, setiap defisiensi yang signifi­
kan atau kelemahan yang material dapat diterapkan pada satu
atau lebih tujuan audit yang terkait.
6. Menilai Risiko Pengendalian untuk Setiap Tujuan Audit yang
Terkait.


Setelah pengendalian, defisiensi yang signifikan, clan kelemahan

107
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

yang material diidentifikasi serta dihubungkan dengan tujuan


audit yang berkaitan dengan transaksi, auditor dapat menilai
risiko pengendalian untuk tujuan audit yang berkaitan dengan
transaksi. Auditor menggunakan semua informasi untuk meni­
lai risiko pengendalian yang subjektif bagi setiap tujuan. Salah
satu cara yang paling sering digunakan untuk menyatakan pe­
nilaian secara subjektif, seperti tinggi, sedang, atau rendah.

5.6 Pengujian Pengendalian


Penilaian risiko pengendalian mengharuskan auditor mem­
pertimbangkan perancangan dan pelaksanaan pengendalian untuk
mengevaluasi apakah pengendalian telah efektif dalam memenuhi
tujuan audit. Selama tahap pemahaman, auditor diharuskan untuk
mengumpulkan bahan bukti untuk mendukung perancangan pe­
ngendalian dan implementasinya dengan menggunakan prosedur
untuk memperoleh pemahaman atas pengendalian internal klien.
Namun biasanya, auditor belum mengumpulkan bukti yang cukup
untuk memperkecil risiko pengendalian, sehingga auditor perlu
mendapatkan bukti tambahan tentang efektivitas pelaksanaan pe­
ngendalian.
Auditor biasanya menggunakan empat jenis prosedur untuk
mendukung pengujian atas keefektifan pelaksanaan pengendalian
internal. Keempat jenis prosedur tersebut adalah:
• Mengajukan pertanyaan kepada personel klien yang tepat.
• Memeriksa dokumen, catatan, dan laporan.
• Mengamati aktivitas yang terkait dengan pengendalian.
• Melaksanakan kembali prosedur klien dengan cara menelu­
surinya.
Seberapa luas pengujian pengendalian tergantung pada peni­
laian pendahuluan atas risiko pengendalian. Jika auditor meng­
inginkan risiko pengendalian yang rendah, maka auditor perlu me­
lakukan pengujian pengendalian secara lebih rind. Menurut standar


auditing, apabila auditor berencana menggunakan bukti tentang

108
BAB 5 e Audit Pengendalian Internal
efektivitas pelaksanaan pengendalian internal yang diperoleh dalam
audit terdahulu, maka auditor diharuskan untuk menguji keefektifan
pengendalian itu paling sedikit tiga tahun sekali. Apabila prosedur
penilaian risiko yang dilakukan auditor menemukan risiko yang sig­
nifikan, auditor diharuskan menguji efektivitas pelaksanaan pengen­
dalian yang mengurangi risiko tersebut dalam audit tahun berjalan.

5.7 Pelaporan Pengendalian Internal


Berdasarkan Undang-Undang Sarbanes-Oxley, auditor diharus­
kan untuk menyusun laporan audit mengenai pengendalian internal
atas pelaporan keuangan. Laporan audit ini berisi: (1) pendapat au­
ditor mengenai apakah penilaian manajemen terhadap keefektifan
pengendalian internal atas pelaporan keuangan per akhir periode
pembukuan telah dinyatakan secara wajar dalam semua hal yang
material, clan (2) pendapat auditor mengenai apakah perusahaan
telah menyelenggarakan dalam sen1ua hal yang material pengenda­
lian internal yang efektif atas pelaporan keuangan per tanggal yang
disebutkan.
Auditor akan mengeluarkan pendapat wajar tanpa pengecuali­
an mengenai pengendalian internal atas pelaporan keuangan apabila
tidak ada kelemahan material serta tidak ada pembatasan atas ruang
lingkup pekerjaan auditor. Bila ada kelemahan yang material, audi­
tor harus menyatakan pendapat tidak wajar mengenai efektivitas
pengendalian internal. Pembatasan ruang lingkup mengharuskan
auditor untuk menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian
atau menolak memberikan pendapat mengenai pengendalian inter­
nal atas pelaporan keuangan. Jenis pendapat ini dikeluarkan apabila
auditor tidak dapat menentukan apakah ada kelemahan yang mate­
rial, akibat pembatasan ruang lingkup audit terhadap pengendalian
internal atas pelaporan keuangan atau situasi lainnya di mana audi­
tor tidak dapat memperoleh bukti yang memadai.
Karena audit laporan keuangan clan audit pengendalian internal


atas pelaporan keuangan merupakan satu kesatuan, auditor harus

109
AUDITING I: Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi

memperhitungkan hasil prosedur audit yang dilakukan untuk me­


ngeluarkan laporan audit mengenai laporan keuangan ketika me­
ngeluarkan laporan audit mengenai pengendalian internal.

110 ■

Anda mungkin juga menyukai