Anda di halaman 1dari 34

HUBUNGAN KECEMASAN DAN DUKUNGAN SUAMI PADA IBU HAMIL

TW III DENGAN KESIAPAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA


MASA PANDEMI COVID 19 DI PUSKESMAS DONGGALA

Disusun oleh :

SULYANTI

NIM B.20.03.354

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA

TERAPAN UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO


2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak masuk di Indonesia, pandemi Covid-19 menimbulkan perubahan

semua tatanan kehidupan meliputi tatanan pendidikan, sosial, budaya, politik dan

keagamaan. Pandemi Covid-19 juga menimbulkan kekhawatiran pada setiap orang

tidak terkecuali ibu hamil. Berbagai upaya pelayanan kesehatan, termasuk

pemeriksaan kehamilan disesuaikan dengan kondisi pandemi untuk mengurangi

penularan dan penyebaran Covid 19 (Aditya dan Fitria, 2021).

Di inggris, 472 wanita hamil dirawat di rumah sakit dengan Corona Virus

dengan bayinya selama masa pandemi. Sebagian wanita dalam penelitian ini hanya

memerlukan perawatan biasa dan dipulangkan dengan keadaan baik, sekitar satu

dari sepuluh wanita memerlukan perawatan intensif dan lima wanita meninggal,

meskipun belum diketauhui apakah virus ini adalah penyebab kematiannya. Virus

ini merupakan virus baru sehingga belum ada bukti yang menunjukkan

peningkatan resiko keguguran. Namun ada bukti yang menunjukkan bahwa

penularan dari ibu ke bayi mungkin terjadi selama kehamilan atau kelahiran

(penularan vertikal). Di seluruh dunia terdapat laporan bahwa beberapa bayi

terlahir prematur dari beberapa ibu yang tidak sehat dengan Corona Virus. Tetapi

belum jelas apakah virus ini yang menyebabkan kelahiran prematur tersebut

(UKOSS, 2020).

1
2

Kasus Corona Virus di Indonesia sebesar 165.887 jiwa dengan jumlah

kematian yaitu 4,3% (Rogozhina, 2020). Kasus tersebut menyerang semua

kalangan, salah satunya adalah ibu hamil. Selain itu, pandemi Covid 19 juga

mengakibatkan layanan kesehatan maternal dan neonatal dibatasi, misalnya seperti

adanya pengurangan frekuensi pemeriksaan kehamilan dan kelas ibu hamil

tertunda. Keadaan tersebut menyebabkan permasalahan secara psikologi yaitu rasa

cemas pada ibu hamil. Salah satu studi penelitian mengatakan bahwa ibu hamil

hamil mengalami gejala depresif dan kecemasan lebih tinggi saat adanya pandemi

Covid 19 dibandingkan sebelumnya (Muliati, 2020).

Kecemasan pada ibu hamil dirasakan sejak trimester pertama, dimana

kecemasan akibat dari adaptasi terhadap perubahan habitus tubuhnya, rahim yang

mulai membesar, perubahan pada payudara. Kecemasan ini berlanjut pada

trimester selanjutnya sampai pada trimester tiga. Tiga bulan terakhir kecemasan

meningkat yang diakibatkan oleh persepsi persalinan menyebabkan rasa sakit dan

resiko pada status kesehatan, hal ini semakin meningkat sampai waktu persalinan

(Asmariyah et al, 2021). Semakin dekatnya jadwal persalinan, terutama pada

kehamilan pertama, wajar jika timbul perasaan cemas atau takut karena kehamilan

merupakan pengalaman yang baru (Angesti, 2020).

Ibu hamil yang sering cemas dan takut menyebabkan peningkatan kerja

sistem syaraf simpatik. Sistem syaraf simpatik akan melepaskan hormon ke

aliran darah dalam rangka mempersiapkan tubuh pada situasi darurat. Sistem

syaraf otonom akan mengaktifkan kelenjar adrenal yang dapat mempengaruhi


3

sistem pada hormon epinefrin. Peningkatan hormon adrenalin dan noradrenalin

atau epinefrin dan norepinefrin menimbulkan disregulasi biokimia tubuh, sehingga

muncul ketegangan fisik pada diri ibu hamil dan meningkatkan intensitas

emosional secara keseluruhan (Asmariyah et al, 2021).

Kecemasan akan berdampak negatif pada ibu hamil sejak masa kehamilan

hingga persalinan, menghambat pertumbuhannya, melemahkan kontraksi otot

rahim dan lain-lain. Dampak tersebut dapat membahayakan ibu dan janin. Ibu

hamil dengan tingkat kecemasan yang tinggi memiliki resiko melahirkan bayi

prematur bahkan keguguran (Novitasari et al, 2013).

Selain itu, dalam menghadapi proses persalinan ibu hamil membutuhkan

keberadaan serta dukungan suami. Dukungan suami untuk meningkatkan kesiapan

ibu dalam menghadapi proses persalinan yaitu dengan memberikan perhatian dan

membina hubungan yang baik dengan ibu hamil sehingga ibu dapat

mengungkapkan apa yang dirasakan kepada suaminya. Keberadaan dukungan

suami diharapkan agar ibu merasakan ketenangan sehingga ibu dapat menghadapi

proses persalinan dengan lancar (Farida et al, 2019).

Kesiapan ibu hamil dalam menghadapi persalinan dapat ditingkatkan

dengan adanya dukungan suami selama kehamilan sampai saat menjelang

persalinan. Penelitian Laurika (2016) membuktikan bahwa ada hubungan

dukungan suami dengan kesiapan ibu hamil menjelang proses persalinan.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Hubungan Kecemasan dan Dukungan Suami pada Ibu Hamil TW III
4

dengan Kesiapan Menghadapi Persalinan pada Masa Pandemi Covid 19 di

Puskesmas Donggala”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka rumusan

masalah ini adalah “apakah terdapat hubungan kecemasan dan dukungan suami

pada ibu hamil TW III dengan kesiapan menghadapi persalinan pada masa

Pandemi Covid 19 di Puskesmas Donggala?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan kecemasan dan dukungan suami pada ibu hamil

TW III dengan kesiapan menghadapi persalinan pada masa Pandemi Covid 19

di Puskesmas Donggala.

2. Tujuan khusus

a. Menganalisis hubungan kecemasan pada ibu hamil TW III dengan kesiapan

menghadapi persalinan pada masa Pandemi Covid 19 di Puskesmas

Donggala.

b. Menganalisis hubungan dukungan suami pada ibu hamil TW III dengan

kesiapan menghadapi persalinan pada masa Pandemi Covid 19 di Puskesmas

Donggala.
5

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan meningkatkan

pengetahuan mengenai hubungan kecemasan dan dukungan suami pada ibu

hamil TW III dengan kesiapan menghadapi persalinan pada masa Pandemi

Covid 19.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Universitas Mega Buana Palopo

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk

melakukan penelitian lanjutan, menjadi bahan pembanding untuk

melakukan penelitian lain, sebagai bahan kepustakaan yang dapat

menambah informasi serta dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa,

khususnya mahasiswa kebidanan tentang hubungan kecemasan dan

dukungan suami pada ibu hamil TW III dengan kesiapan menghadapi

persalinan pada masa Pandemi Covid 19.

b. Bagi Intansi Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan bagi

bidan di Puskesmas Donggala dalam tindakan persalinan.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan

bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya dengan

pemasalahan yang serupa.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tentang Persalinan

1. Pengertian

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang

telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir, dengan

bantuan atau tanpa bantuan (Marmi, 2012).

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan

pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan

pelepasan dan pengeluaran plasenta serta selaput janin dari tubuh ibu.

Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup

bulan (setelah kehamilan 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (Walyani,

2015).

Proses persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang teratur dan

menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhirnya

dengan lahirnya plasenta secara lengkap (Kumalasari, 2015).

2. Tahapan Persalinan

a. Kala I (Pembukaan)

Pasien dikatakan dalam tahap persalinan kala I, jika sudah terjadi

pembukaan serviks dan kontraksi terjadi teratur minimal 2 kali dalam 10

6
7

menit selama 40 detik. Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung

antara pembukaan 0-10 cm (pembukaan lengkap). Proses ini terbagi menjadi

dua fase, yaitu fase laten (8 jam) dimana serviks membuka sampai 3 cm dan

fase aktif (7 jam) dimana serviks membuka dari 3-10 cm. Kontraksi lebih

kuat dan sering terjadi selama fase aktif. Pada permulaan his, kala

pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturient (ibu yang

sedang bersalin) masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk

primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada multigravida sekitar 8

jam, Berdasarkan Kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida

1 cm per jam dan pembukaan multigravida 2 cm per jam. Dengan

perhitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan

(Sulistyawati, 2015).

b. Kala II (Pengeluaran Bayi)

Kala II adalah pengeluaran bayi, dimulai dari pembukaan lengkap

sampai bayi lahir. Uterus dengan kekuatan hisnya ditambah kekuatan

meneran akan mendorong bayi hingga lahir. Proses ini biasanya berlangsung

2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Diagnosis persalinan

kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan

pembukaan sudah lengkap dan kepala janin sudah tampak di vulva dengan

diameter 5-6 cm. Gejala utama kala II adalah sebagai berikut:


8

1) His semakin kuat dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50-100 detik.

2) Menjelang akhir kala I, ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran

cairan secara mendadak.

3) Ketuban pecah saat pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan

meneran karena tertekannya fleksus frankenhouser.

4) Dua kekuatan, yaitu his dan meneran akan mendorong kepala bayi

sehingga kepala bayi membuka pintu: Suboksiput bertindak sebagai

hipomochlion, berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung, dan

muka serta kepala seluruhnya.

5) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran paksi luar, yaitu

penyesuaian kepala pada punggung.

6) Setelah putaran paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong

dengan jalan berikut:

a) Pegang kepala pada tulang oksiput dan bagian bawah dagu, kemudian

ditarik curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan, dan curam ke

atas untuk melahirkan bahu belakang.

b) Setelah kedua bahu bayi lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa

badan bayi.

c) Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.

7) Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit dan multi gravid 30 menit

(Sulistyawati, 2015).
9

c. Kala III (Pengeluaran Plasenta)

Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit.

Dengan lahirnya bayi, mulai berlangsung pelepasan plasenta pada lapisan

nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat

diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda uterus menjadi bundar,

uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim, tali

pusat bertambah panjang, terjadi perdarahan, melahirkan plasenta dilakukan

dengan dorongan ringan secara crede pada fundus uteri (Manuaba, 2013).

d. Kala IV (Observasi)

Kala IV mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Pada kala IV

dilakukan observasi terhadap perdarahan pascapersalinan, paling sering

terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

a) Tingkat kesadaran pasien

b) Pemeriksaan tanda-tanda vital: Tekanan darah, nadi dan pernafasan.

c) Kontraksi uterus.

d) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika

jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc (Sulistyawati, 2015).

3. Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

a. Power

Menurut Marmi (2012) power adalah kekuatan yang mendorong

janin keluar. Kekuatan yang mendorong janin keluar dalam persalinan ialah
10

his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari ligament,

dengan kerja sama yang baik dan sempurna.

1) Kontraksi Uterus (HIS)

Otot rahim terdiri dari 3 lapis, dengan susunan berupa anyaman yang

sempurna. Tediri atas lapisan otot longitudinal dibagian luar, lapisan otot

sirkular dibagian dalam, dan lapisan otot menyilang diantara keduannya.

Dengan susunan demikian, ketika otot rahim berkontraksi maka

pembuluh darah yang terbuka setelah plasenta lahir akan terjepit oleh otot

dan perdarahan dapat berhenti (Sulistyawati, 2015).

2) Kontraksi dinding rahim.

3) Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan.

4) Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum.

b. Passage

Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat,

dasar panggul, vagina, dan introitus. Janin harus berhasil menyesuaikan

dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku, oleh karena itu ukuran dan

bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai. Jalan lahir

dibagi atas:

1) Bagian keras : Tulang-tulang panggul

2) Bagian lunak : Uterus, otot dasar panggul dan perineum (Prawirohardjo,

2011:289).
11

c. Pasanger

1) Janin

Hubungan janin dengan jalan lahir:

a) Sikap : Menunjukkan hubungan bagian-bagian janin satu sama lain.

Biasanya tubuh janin berbentuk lonjong (avoid) kira-kira sesuai

dengan kavum uterus.

b) Letak (situs) : Menunjukkan hubungan sumbu janin dengan sumbu

jalan lahir. Bila kedua sumbunya sejajar disebut letak memanjang, bila

tegak lurus satu sama lain disebut letak melintang.

c) Presentasi dan bagian bawah : Presentasi menunjukkan bagian janin

yang berada dibagian terbawah jalan lahir.

d) Posisi dan Penyebutnya : Posisi menujukan hubugan bagian janin

tertentu (Penyebut, umpamanya ubun-ubun kecil, dagu atau sacrum)

dengan bagian kiri, kanan, depan, lintang (lateral) dan belakang dari

jalan lahir (Sulistyawati, 2015).

2) Plasenta

Karena plasenta juga harus melalui jalan lahir, ia juga dianggap

sebagai penumpang yang menyertai janin. Namun plasenta jarang

menghambat proses persalinan pada persalinan normal. Dimana plasenta

memiliki peranan berupa tansport zat dari ibu ke janin, penghasil hormon

yang berguna selama kehamilan, serta sebagai barier. Melihat pentingnya

peranan dari plasenta maka bila terjadi kelaianan pada plasenta akan
12

menyebabkan kelaianan pada janin ataupun mengganggu proses

persalinan (Marmi, 2012).

3) Air ketuban

Merupakan elemen penting dalam proses persalinan. Air ketuban

dapat dijadikan acuan dalam menentukan diagnosis kesejahteraan janin

(Sulistyawati, 2015).

d. Posisi

Ganti posisi secara teratur kala II persalianan karena dapat

mempercepat kemajuan persalinan. Bantu ibu memperoleh posisi yang

paling nyaman sesuai dengan keinginannya.

e. Penolong persalinan

Kehadiran penolong yang berkesinambungan (bila diinginkan ibu)

dengan memelihara kontak mata seperlunya, bantuan memberi rasa nyaman,

sentuhan pijatan dan dorongan verbal, pujian serta penjelasan mengenai apa

yang terjadi dan beri berbagai informasi.

f. Pendamping persalinan

Pendamping persalinan merupkan faktor pendukung dalam lancarnya

persalinan. Dorong dukungan berkesinambungan, harus ada sesorang yang

menunggui setiap saat, memegang tangannya dan memberikan kenyamanan.


13

g. Psikologi ibu

Melibatkan psikologi ibu, emosi dan persiapan intelektual,

pengalaman bayi sebelumnya, kebiasaan adat, dukungan dari orang terdekat

pada kehidupan ibu (Walyani, 2015).

B. Konsep Tentang Kecemasan

1. Pengertian

Kecemasan merupakan suatu gangguan alam perasaan (affective) yang

dilihat dari rasa ketakutan maupun khawatir secara terus-menerus, tidak

bermasalah terhadap menilai kenyataan, masih normalnya keperibadian (tidak

skizofrenia), perilakunya dapat bermasalah akan tetapi masih berada pada

batas-batas yang normal (Dadang, 2016).

Kecemasan yaitu suatu kondisi yang dilihat dari rasa takut yang di

tandai adanya somatik dan menimbulkan hiperaktifitas sistem syaraf otonom.

Kecemasan merupakan suatu gejala yang tidak jelas yang sering dijumpai dan

seringkali merupakan suatu emosi yang normal (Yani, 2012).

2. Gejala Kecemasan

Seseorang yang merasa cemas umumnya mempunyai gejala-gejala yang

khas yang dibagi pada berbagai fase, antara lain:

a. Fase I, ditunjukkan dengan kondisi fisik seperti pada fase reaksi peringatan,

sehingga tubuh bersiap diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-

cepatnya). Akibat meningkatnya sekresi adrenalin dan nor adrenalin yang

membuat tubuh menjadi terasa tidak enak, dengan gejala yang terjadi seperti
14

adanya kecemasan yang berupa ketegangan pada otot, rasa lelah, terutama

dibagian otot-otot dada, leher dan punggung. Pada kesiapannya dalam

berjuang, membuat otot terasa lebih kaku dan dampaknya bisa memunculkan

rasa nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Rasa cemas pada

fase ini ialah cara peningkatan dari syaraf yang memberi peringatan bahwa

fungsi dari sistem syaraf berada pada tahap kegagalan dalam pengolahan

informasi secara benar.

b. Fase II memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan fase I, yaitu selain

merasa kegelisahan, otot menegang, masalah tidur dan keluhan abdomen,

emosi penderita mulai takterkontrol serta menurunnya motivasi diri.

Labilitas emosi bisa berwujud seperti mudah menangis tanpa penyebab lalu

tertawa pada beberapa saat kemudian. Mudah menangis ini dapat diketahui

karena rasa cemas yang dialaminya, namun dari cara tertawa yang agak

keras bisa memperlihatkan terjadinya suatu gangguan kecemasan pada fase

II.

c. Fase III, jika kondisi kecemasan pada fase I dan II sulit diatasi, maka

kecemasan akan tetap berlanjut, hingga menyebabkan penderita akan

mengalami kecemasan pada fase III. Gejala fase III tidak sama dengan gejala

yang ada pada fase I dan II yang tidak sulit untuk mengidentifikasi

keterkaitannya dengan rasa cemas. Umumnya gejala kecemasan pada fase III

ialah tingkah laku menjadi berubah dan biasanya tidak mudah terlihat akibat

rasa cemas. Fase III timbul gejala misalnya tidak dapat mentoleransi
15

stimulasi sensoris, menghilangnya kemampuannya dalam bertoleransi pada

sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia terima, gangguan reaksi pada

sesuatu yang sekilas dan nampak seperti gangguan kepribadian (Wasis,

2014).

3. Tingkat Kecemasan

a. Kecemasan ringan: gejala-gejala yang timbul pada kecemasan ringan seperti

tegang, letih, lesuh, pemarah, ketakutan kecil, gemetar pada jari-jari tangan,

kelelahan, dan lapang persepsi meningkat.

b. Kecemasan sedang: gejala-gejalanya adalah mudah lelah, jantung berdegup

kecang, peningkatan pernapasan, bicara cepat dengan volume tinggi,

gampang kecil hati, pikun, emosi dan menangis.

c. Kecemasan berat: gejala-gejalanya yaitu merasa pusing, sakit kepala,

insomnia, sering berkemih, diare, bingung, nousea, dan lapang persepsi

menyempit.

d. Panik: gejala dari panik susah bernapas, palpitasi, pucat, dilatasi pupil,

berteriak, menjerit, dan dapat menyebabkan halusinasi (Wasis, 2014).

4. Pengukuran Kecemasan

Agar diketahui sejauh mana tingkat kecemasan, maka digunakan alat

ukur kecemasan yang dikenali dengan Zung Self-rating Anxiety Scale

(SAS/SRAS), yaitu pengukuran kecemasan yang didesain oleh William WK

Zung, dan dikembangkan menurut gejala kecemasan yang ada pada DSM-II

(Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders) melalui cara yaitu


16

membagikan kuesioner kecemasan Self-rating Anxiety Scale kepada responden,

kemudian responden akan mengisi kuesioner tersebut. Rentang penilaian 20-80,

dengan pengelompokkan kecemasan sebagai berikut:

a. Nilai 20-44 = ringan

b. Nilai 45-59 = sedang

c. Nilai 60-74 = berat

d. Nilai 75-80 = Panik

5. Konsep Zung Self-rating Anxiety Scale (SAS/SRAS)

ZSAS merupakan alat ukur yang dipergunakan dalam mengukur gejala-

gejala yang berhubungan dengan kecemasan. Kuesioner ini dirancang agar

dapat dicatat gejala kecemasan serta mengukur tingginya tingkat kecemasan.

Zung sudah melakukan pengujian validitas dan rehabilitas pada kuesioner ini

dan hasilnya memuaskan. Beberapa hasil penelitian bahwa konsistensi

internalnya pada sampel psikiatrik dan non-psikiatrik adekuat dengan hubungan

semua butir-butir pertanyaan yang baik dan reabilitas uji yang baik.

ZSAS menitikberatkan pada keluhan somatik yang dapat diwakili oleh

gejala kecemasan. Kuesioner ZSAS terdiri dari 20 soal, dengan 5 pertanyaan

positif dan 15 pertanyaan negatif serta menggambarkan gejala-gejala dari

kecemasan. Setiap butir soal diukur menurut jumlah dan durasi gejala yang

timbul, dengan penilaian yaitu skor 1 = tidak pernah, skor 2 = kadang-kadang,

skor 3 = sering, dan skor 4 = selalu mengalami gejala tersebut. Jumlah


17

keseluruhan dari skor dari setiap pertanyaan maksimal 80 dan minimal 20, skor

tertinggi menunjukkan bahwa tingkat kecemasan yang tinggi.

ZSAS sudah dipergunakan secara luas untuk alat skrining kecemasan.

Alat ukur ini juga sering dipergunakan dalam penilaian kecemasan saat dan

sesudah seseorang memperoleh terapi atas gangguan kecemasan yang

dialaminya (Wasis, 2014).

C. Konsep Tentang Dukungan Suami

1. Pengertian

Dukungan suami sering dikenal dengan istilah lain yaitu dukungan yang

berupa simpati, yang merupakan bukti kasih sayang, perhatian dan keinginan

untuk mendengarkan keluh kesah orang lain. Kebutuhan, kemampuan dan

sumber dukungan mengalami perubahan sepanjang kehidupan seseorang.

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal oleh individu dalam

proses sosialisasinya. Dukungan suami merupakan bantuan yang dapat

diberikan kepada keluarga berupa informasi dan nasehat, yang mana membuat

penerima dukungan akan merasa disayang dan dihargai (Aprianawati dan

Sulistyorini, 2012).

Menurut Wangmuba (2012) dukungan suami adalah sumber daya sosial

dalam menghadapi suatu peristiwa yang menekan dan perilaku menolong yang

diberikan pada individu yang membutuhkan dukungan. Dukungan suami

merupakan unsur terpenting dalam membantu individu dalam menyelesaikan


18

masalah, apabila ada dukungan, rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi

untuk menghadapi masalah yang terjadi akan meningkat.

Dukungan suami menjadikan suami mampu berfungsi dengan berbagai

kepandaian sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam

kehidupan. Dukungan dibagi menjadi dua, dukungan eksternal dan internal.

Dukungan keluarga eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah,

keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah dan praktisi

kesehatan. Dukungan keluarga dari internal antara lain dukungan dari suami

dan istri, dari saudara kandung atau dukungan dari anak (Setiadi, 2012).

2. Bentuk Dukungan Suami

Menurut Fitriany (2013) bentuk-bentuk dukungan dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Dukungan emosional

Bentuk dukungan emosional yang dimaksud adalah rasa empati, cinta

dan kepercayaan dari orang lain terutama suami sebagai motivasi. Suami

berfungsi sebagai salah satu tempat berteduh dan beristirahat, yang

berpengaruh terhadap ketenangan emosional, mencakup pemberian empati,

dengan mendengarkan keluhan, menunjukkan kasih sayang, kepercayaan

dan perhatian.

b. Dukungan informasi

Bantuan informasi dengan membantu individu untuk menemukan

alternatif yang tepat bagi penyelesaian masalah. Dukungan informasi dapat


19

berupa saran, nasehat dan petunjuk dari orang lain, sehingga individu dapat

mengatasi dan memecahkan masalah. Disamping itu dukungan informasi

tentang kehamilan. Suami dapat memberikan bahan bacaan seperti buku,

majalah/tabloid tentang kehamilan.

c. Dukungan instrumental

Dukungan instrumental ditunjukkan pada ketersediaan sarana untuk

memudahkan perilaku menolong orang menghadapi masalah berbentuk

materi berupa pemberian kesempatan dan peluang waktu. Dukungan

instrumental dapat berupa dukungan materi seperti pelayanan, barang-

barang dan finansial.

d. Dukungan penilaian

Dukungan penilaian dapat berupa pemberian penghargaan atas usaha

yang dilakukan, memberikan umpan balik mengenai hasil atau prestasi yang

dicapai serta memperkuat dan meninggikan perasaan harga diri dan

kepercayaan akan kemampuan individu. Individu menilai perilaku

mendukung dari sumber, sehingga individu merasakan kepuasan, merasa

diperhatikan, merasa dihormati, merasa memiliki kasih sayang, dan merasa

dipercaya.

3. Manfaat Dukungan Suami

Menurut Nurheni (2013) manfaat dukungan suami yaitu:

a. Meningkatkan kesejahteraan psikologis dan penyusaian diri serta

mengurangi stress dan kecemasan selama hamil.


20

b. Meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik selama kehamilan.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Suami

Menurut Kholil (2013) beberapa faktor yang mempengaruhi dukungan

suami antara lain:

a. Pengetahuan tentang kehamilan

Dengan banyak membaca buku dan tulisan mengenai kehamilan, hal-

hal yang tidak jelas dan membingungkan dapat teratasi dan semakin mudah

bagi suami untuk turut merasakan yang dialami istri. Pengetahuan ini juga

akan membuat proses kehamilan menjadi lebih menarik bagi suami.

Rendahnya partisipasi suami dalam kehamilan ibu dikarenakan kurang

mendapat informasi yang berkaitan dengan masalah kehamilan.

b. Pengalaman

Pengalaman seorang suami dari orang lain menghadapi kehamilan

dan persalinan akan berpengaruh positif terhadap dukungan yang diberikan

kepada istrinya. Seorang suami dari ibu primigravida belum dapat secara

langsung berperan sebagai ayah yang ideal, karena kehamilan ini merupakan

sesuatu yang baru yang belum pernah dihadapi.

c. Status perkawinan

Pasangan dengan status perkawinan yang tidak sah akan berkurang

dukungan terhadap pasangannya, dibandingkan dengan pasangan yang status

perkawinan yang sah.


21

d. Status sosial

Suami yang mempunyai status sosial ekonomi yang baik akan lebih

baik mampu berperan dalam memberikan dukungan pada istrinya.

e. Budaya

Diberbagai wilayah di Indonesia terutama di dalam masyarakat yang

masih tradisional (patrilineal), menganggap istri adalah konco wingking,

yang artinya bahwa kaum wanita tidak sederajat dengan kaum pria, dan

wanita hanyalah bertugas untuk melayani kebutuhan dan keinginan suami

saja. Anggapan seperti ini mempengaruhi perlakuan suami terhadap

kesehatan reproduksi istri.

f. Pendapatan

Pada masyarakat kebanyakan 75-100% penghasilannya dipergunakan

untuk membiayai keperluan hidupnya. Sehingga pada akhirnya ibu hamil

tidak mempunyai kemampuan untuk membayar. Secara konkrit dapat

dikemukakan bahwa pemberdayaan suami perlu dikaitkan dengan

pemberdayaan ekonomi keluarga sehingga kepala keluarga tidak mempunyai

alasan untuk tidak mempertahankan kesehatan istrinya.

g. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan

suami sebagai kepala rumah tangga. Semakin rendah pengetahuan suami

maka akses terhadap informasi kesehatan istrinya akan berkurang sehingga

suami akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif.


22

D. Konsep Tentang Covid 19

1. Pengertian

Coronavirus Disease (Covid 19) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus Corona yang baru ditemukan dan dikenal sebagai

sindrom pernapasan akut atau parah virus Corona 2 (SARS-CoV-2).

Coronavirus Disease ialah jenis penyakit yang belum teridentifikasi

sebelumnya oleh manusia, virus ini dapat menular dari manusia ke manusia

melalui kontak erat yang sering terjadi, orang yang memiliki risiko tinggi

tertular penyakit ini ialah orang yang melakukan kontak erat dengan pesien

Covid 19 yakni dokter dan perawat (Lidwina, 2020).

Pandemi Covid 19 yaitu wabah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus Corona yang menyerang pada saluran pernapasan manusia dan dapat

menyebabkan kematian, penyakit tersebut dapat menyerang siapa saja dan

sekarang sudah terjadi dimana-mana. Penyakit tersebut berasal dari daerah

Wuhan China, dan penyakit tersebut sekarang sudah menyebar kebanyak

Negara termasuk negara Indonesia (Azanella, 2020).

2. Tanda dan Gejala Covid-19

Menurut Kemenkes RI (2021) bahwa tanda dan gejala Covid 19 dapat

dilihat sebagai berikut:

a. Gejala yang paling umum:

1) Demam

2) Batuk kering
23

3) Kelelahan

b. Gejala yang sedikit tidak umum:

1) Rasa tidak nyaman dan nyeri

2) Nyeri tenggorokan

3) Diare

4) Konjungtivitis (mata merah)

5) Sakit kepala

6) Hilangnya indera perasa atau penciuman

7) Ruam pada kulit atau perubahan warna pada jari tangan atau jari kaki

c. Gejala serius:

1) Kesulitan bernapas atau sesak napas

2) Nyeri dada atau rasa tertekan pada dada

3) Hilangnya kemampuan berbicara atau bergerak

E. Kerangka Pikir Penelitian

Kesiapan persalinan merupakan proses perencanaan kelahiran normal dan

antisipasi tindakan apabila terjadi komplikasi saat persalinan atau dalam keadaan

darurat. Ketika menghadapi proses persalinan menimbulkan ketidakstabilan

kondisi psikologis ibu hamil berupa rasa cemas. Selain itu, ibu hamil juga

membutuhkan dukungan suami agar merasa tenang sehingga dapat menghadapi

persalinannya dengan lancar.

Dari hasil tinjauan kepustakaan dan masalah penelitian yang telah

dirumuskan, maka dikembangkan suatu kerangka pikir penelitian. Kerangka pikir


24

penelitian yaitu suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara pikir satu

dan yang lainnya, atau antara variabel satu dan yang lain dari masalah yang

diteliti.

Variabel Independen Variabel Dependen


Kecemasan
Kesiapan Menghadapi
Persalinan pada Masa
Dukungan Suami Pandemi Covid 19

Gambar 2. 3 Kerangka Pikir Penelitian

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat

sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang

telah terkumpul (Notoatmodjo, 2014; 84-85). Hipotesis dalam penelitian ini

adalah:

1. Terdapat hubungan kecemasan pada ibu hamil TW III dengan kesiapan

menghadapi persalinan pada masa Pandemi Covid 19 di Puskesmas Donggala.

2. Terdapat hubungan dukungan suami pada ibu hamil TW III dengan kesiapan

menghadapi persalinan pada masa Pandemi Covid 19 di Puskesmas Donggala.


BAB III

METODE PENELTIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik. Penelitian

analitik adalah survei atau penelitian yang mencoba mencegah bagaimana dan

mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2014). Rancangan

penelitian yang dilakukan menggunakan cross sectional atau suatu penelitian

yang mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan faktor

efek dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada

saat tertentu saja.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September tahun 2021.

2. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Donggala Provinsi

Sulawesi Tengah.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil TW 3 di Puskesmas

Donggala ..............

2. Sampel

Sampel adalah objek yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi (Notoatmodjo, 2014).

25
26

Selanjutnya cara mengambil sampel pada penelitian ini menggunakan

teknik Purposive sampling yaitu cara mengambil sampel dimana peneliti

sendiri yang akan menentukan siapa yang akan dijadikan sampel

penelitian sesuai dengan criteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan

(Sugiyono, 2016).

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Terdapat dua jenis variabel yang digunakan penelitian ini, yaitu:

a. Variabel bebas (Independent variabel)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau variabel

yang menjadi penyebab atas perubahan pada variabel terikat (Sugiyono,

2016). Variabel bebas pada penelitian ini adalah kecemasan dan

dukungan suami.

b. Variabel terikat (Dependent variabel)

Variabel terikat adalah variabel yang berubah akibat dari adanya

variabel bebas (Sugiyono, 2016). Variabel terikat pada penelitian ini

adalah kesiapan menghadapi persalinan.

1. Definisi Operasional

a. Kecemasan dalam penelitian ini yaitu suatu perasaan ketakutan yang

tidak jelas, yang dibagi dalam beberapa tingkatan dan masing-masing

tingkatan menunjukkan gejala yang berbeda-beda.

Alat ukur : Lembar penilaian Zung Self Anxiety Rating-Scale

Cara ukur : Pengisian kuesioner


27

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 4 = Kecemasan Ringan (20 – 44)

3 = Kecemasan Sedang (45 – 59)

2 = Kecemasan Berat (60-74)

1 = Panik (75-80)

b. Dukungan suami dalam penelitian ini yaitu peran suami dalam

mendampingi ibu hamil menghadapi persalinan.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Pengisian kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 1 = Mendukung

0 = Kurang mendukung

c. Kesiapan menghadapi persalinan adalah kesediaan ibu hamil menghadapi

persalinan.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Pengisian kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 1 = Baik

0 = Kurang baik
28

E. Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung dari

responden kuesioner penelitian tentang kecemasan, dukungan suami dan

kesiapan menghadapi persalinan.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain atau secara

tidak langsung diperoleh oleh peneliti. Data sekunder penelitian diperoleh

dari Puskesmas Donggala dan data-data lain termuat dalam daftar pustaka.

F. Pengolahan Data

Notoatmodjo (2014), pengolahan data penelitian ini dilakukan dengan

lima cara yaitu:

1. Editing (pengolahan data)

Hasil pengisian kuesioner yang telah dikumpulkan disunting terlebih

dahulu untuk pengecekan dan perbaikan data.Jika masih ada data yang tidak

lengkap maka data dikoreksi kembali ke subjek penelitian.

2. Coding (membuat lembar code)

Setelah dilakukan pengeditan kemudian dilakukan pengkodean yakni

mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi angka bilangan atau

kode.

3. Tabulating (tabulasi data)

Masukkan data kedalam master tabel sesuai dengan pengumpulan

data.
29

4. Entry atau processing

Data yang telah dimasukkan ke master tabel kemudian di entry ke

dalam program atau software komputer.

5. Cleaning (pembersihan data)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan

adanya kesalahan-kesalaahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya,

kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

G. Analisa Data

1. Analisis univariat yang dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari

setiap variabel yang termasuk dalam variabel penelitian dengan rumus

distribusi frekuensi sebagai berikut:

f
P= x 100 %
n

Keterangan:

P = Persentase

f = Frekuensi tiap kategori

n = Jumlah Sampel

2. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen dengan nilai kemaknaan 0,05 dengan

tingkat kepercayaan 95%. Adapun uji yang digunakan pada penelitian ini

adalah uji chi-square dengan interprestasi sebagai berikut:

a. Ada hubungan jika nilai p-value ≤ 0,05

b. Tidak ada hubungan jika nilai p-value > 0,05


30

H. Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel,

kemudian dijelaskan dalam bentuk narasi.


DAFTAR PUSTAKA
Aditya, R dan Fitria, Y. 2021. Hubungan Tingkat Kecemasan dan Pengetahuan Ibu
Hamil Tentang Antenatal Care Saat Pandemi Covid-19. Buku Abstrak
Seminar Nasional. Hal. 437-443.
Angesti, E.P.W. 2020. Hubungan Tingkat Kecemasan dan Pengetahuan Ibu Hamil
Trimester 3 dengan Kesiapan Menghadapi Persalinan di Masa Pandemi
Covid-19 di Puskesmas Benowo dan Tenggilis. Skripsi. Surabaya :
Universitas Airlangga.
Aprianawati dan Sulistyorini. 2012. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan
Kecemasan Ibu Hamil Menghadapi Kelahiran Anak Pertama Pada Masa
Triwulan Ketiga. Jurnal Psikologi . Vol. 6, No. 4.
Asmariyah., Novianti., Suriyati. 2021. Tingkat Kecemasan Ibu Hamil pada Masa
Pandemi Covid-19 di Kota Bengkulu. Journal Of Midwifery. Vol. 9, No. 1,
Hal. 1-8.
Azanella, L.A. 2020. Apa itu PSBB Hingga Upaya Pencegahan Covid-19.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/13/153415265/apa-itu-
psbbhingga-jadi-upaya-pencegahan-Covid-19. Diakses pada tanggal 28 Juli
2021
Dadang, H. 2016. Manajemen Stress, Cemas, Depresi. Jakarta : FKUI.
Farida, I., Kurniawati, D., Juliningrum, P.P. 2019. Hubungan Dukungan Suami
dengan Kesiapan Persalinan pada Ibu Hamil Usia Remaja di Sukowono
Jember. e-Journal Pustaka Kesehatan. Vol. 7, No.2, Hal. 127-134.
Fitriani, KI. 2013. Kajian Teori Sumber Dukungan Keluarga. Tesis. Malang :
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Kemenkes RI. 2021. Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Covid 19.
https://www.kemkes.go.id/. Diakses Tanggal 30 Juli 2021
Kholil, L. R. 2013. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar Media.
Kumalasari, I. 2015. Perawatan Antenatal, Intranatal, Postnatal Bayi Baru Lahir
dan Konsepsi. Jakarta : Salemba Medika.
Laurika, S. 2016. Hubungan Dukungan Suami dengan Kesiapan Ibu Hamil
Menjelang Proses Persalinan di RSUD Tugurejo Kota Semarang. Skripsi.
Semarang : STIKES Ngudi Waluyo Ungaran.
Lidwina, A. 2020. Covid-19 dari Wabah Jadi Pandemi. https://katadata.co.id/info
grafik/2020/03/16/Covid-19-dari-wabah-jadipandemi. Diakses pada tanggal
28 Juli 2021.
Manuaba, I.B.G. 2013. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC.
Marmi. 2012. Asuhan Kebidanan pada Persalinan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Muliati, E. 2020. Pedoman Pelayanan Bagi Ibu Hamil, Bersalin, Nifas, dan Bayi
Baru Lahir di Era Pandemi Covid-19. Jakarta : Direktorat Kesehatan
Keluarga.
Notoatmodjo, S. 2014. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

31
32

Novitasari, T., Budiningsih, T.E., Mabruri, M.I. 2013. Keefektivan Konseling


Kelompok Pra-Persalinan Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan
Primigravida Menghadapi Persalinan. Developmental and Clinical
Psychology. 2(2): 62-70.
Nurheni. 2013. Panduan Lengkap Kehamilan & Kelahiran Sehat. Yogyakarta :
DIANLOKA.
Rogozhina, N.G. 2020. Covid-19 in Indonesia. South East Asia Actual Probl Dev.
2(47):65–74.
Setiadi. 2012. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : PT
Alfabeta.
Sulistyawati. 2015. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta : CV.
Andi Offset.
UKOSS/UK Obstetric Surveillance System. 2020. Sistem Surveilans Kebidanan
Inggris. Nuffield Departement of Population Health.
Walyani, E.S. 2015. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta : Pustaka Baru
Press.
Wangmuba, J.K. 2012. Sumber Dukungan Sosial. Bandung : Alfabeta.
Wasis. 2014. Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. Jakarta : EGC.
Yani, W. 2012. Psikologi Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai