Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI TIMUR TENGAH


Mata Kuliah : Perbankan Syariah Internasional
Dosen Pengampu : Muhammad Ikhsan Harahap,M.E.I

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK II:

Alisyah Fatiya Raghdha (0503181046)

Intan Wulan Dari Bancin (0503183297)

Lin Arshy Cahaya (0503183347)

Novita Ayunda Sari (0503182201)

PERBANKAN SYARIAH VII D

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Perkembangan BankSyariah Di Timur Tengah” . Shalawat beserta salam, Allah limpahkan
kepada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarganya, Sahabat-sahabatnya, dan para
pengikutnya yang setia hingga hari pembalasan kelak.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan
oleh dosen pengampu mata kuliah Perbankan Syariah Internasional. Penulisan makalah ini dapat
terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa menyusun makalah ini jauh dari kesempurnaan, Oleh
karna itu, Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan
dan kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.

Medan, Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Perkembangan Perbankan Syari'ah Di Arab Saudi..............................................................3


B. Perkembangan Perbankan Syariah Di Qatar........................................................................4
C. Perkembangan Perbankan Syariah Di Mesir.......................................................................6
D. Perkembangan Perbankan Syariah Di Iran .........................................................................7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Awal abad ke-19 dan awal abad ke-20 secara luas dikenal sebagai permulaan zaman
kebangkitan Islam kembali. Peran tokoh seperti Jamal Al- Din Al-Afghani, Muhammad Abduh,
Rashid Rida, Muhammad Iqbal, Hassan Al-Banna, Sayyid Qutub, dan Abdul Mawududi.
Pemikiran mereka menjadi daya dorong untuk orang Islam dalam menerapkan Islam yang
mengajar dalam semua aspek mencakup politik, sosial, dan ekonomi. Sebagai dampak positif
dari pemikiran para tokoh Islam tersebut, dalam ilmu ekonomi khususnya, disesuaikan kembali
dengan prinsip-prinsip Islami. Hal ini dapat disebut sebagai islamisasi ilmu ekonomi yang
konvensional (konsep yang memperbolehkan riba Tantangan untuk memperluas prinsip Islam
yang tertuang dalam ekonomi terus dihadapi oleh tokoh-tokoh Islam yang ingin menerapkannya
di dunia perbankan. Namun, perkembangannya semakin signifikan, karena ternyata perbankan
syariah tidak hanya sekadar alternatif, namun sebuah solusi untuk menghadapi krisis keuangan
dunia.

Sebagai dampak positif dari Bank syariah atau dalam istilah internasional dikenal sebagai
Islamic Banking atau disebut dengan interest free banking. Kata Islamic tidak dapat dilepaskan
dari asal usul sistem perbankan itu sendiri. Bank syariah pada awalnya dikembangkan sebagai
bentuk suatu respon dari beberapa kelompok ekonom muslim dan kalangan kalangan praktisi
perbankan muslim yang berupaya memenuhi dan mengakomodasi desakan dari berbagai pihak
yang menginginkan tersedianya lembaga jasa keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan prinsip
islam.

Perkembangan ekonomi timur tengah yang melaju pesat juga telah memancing perbankan
Internasioanl untuk ikut serta mengembanglkan idnsutri perbankan di timur tengah.Beberapa
studi kasus pada beberapa negara timur tengah. Dan bagaimana tantangan yang dihadapi dunia
perbankan di timur tengah.Dari mulai perbedaan pandangan ulama tentang sistem perbankan,
sampai kepada layanan kemudahan transaksi yang ternyata sangat disukai dan diminati
masyarakat, bahkan sampai asuransi sekalipun diminati dan di bundling dengan produk
perbankan, dan ternyata 70% diantara nasabah bank tersebut akhirnya bertransaksi asuransi.

1
Kawasan Timur Tengah merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi yang besar
jika dilihat dari sudut pandang geopolitik dan geostrateginya. Terdapat banyak faktor yang
membuat kawasan timur tengah ini menjadi rebutan bangsa-bangsa besar seperti amerika, inggris
dan prancis. beberapa keistimewaan yang terkandung didalamnya termasuk wilayah oni menjadi
penghubung tiga benua :Asia,Afrika dan eropa. Timur Tengah adalah negeri dimana
diturunkannya tiga agama besar yaitu yahudi, nasrani dan islam. Faktor agama ini juga merupaka
salah satu keistimewaan bagi Timur Tengah. Timur Tengah sepanjang sejarah sangat dikenal
sebagai tanah kelahiran nabi yang kemudian dianggap sebagai tempat yang suci dan mendorong
setiap umat untuk mempertahankan wilayahnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan Bank syariah di Timur Tengah?

2. Bagaimanakah tingkat efisiensi masing-masing bank syariah di 4 Negara arab saudi, Qatar,
Mesir, dan Iran?

3. Bagaimanakah perbandingan tingkat efisiensi masing-masing bank di beberapa Negara di


Arab saudi, Qatar, Mesir dan Iran?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui seberapa besar perkembangan bank syariah di Timur Tengah.

2. Untuk mengukur tingkat efisiensi masing-masing bank syariah di kawasaan Timur tengah di
4 negara yaitu Arab saudi, Qatar, Mesir, dan Iran.

3. Untuk mengetahui perbandingan tingkat efisiensi masing-masing bank di Timur tengah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Perbankan Syari'ah di Arab saudi


Kerajaan Arabia saudi adalah negara anggota dewan kerjasama teluk(Gulf cooperation
council) yang memiliki kondisi ekonomi paling dominan diantara kelima negara anggota lainnya,
yaitu unit emirat arab, qatar,kuwait, bahrain dan oman (fotnote) fenomena pertumbuhan
keuangan islam, khususunya disektor perbankan islam yang melaju dengan cepat, tak terlepas
dari asal usulnya, dimana perbankan islam mulai dibibitkan. negara-negara dewan kerjasama
teluk adalah detak jantung pertumbuhan industri keuangan islam didunia. faktor-faktor
pendorong perkembangannya bank islam kawasan ini adanya pengaruh positif dan negara
-negara islam lainnya, kemajuan teknologi keuangan dunia dan tingkat permintaan lokal yang
sangat tinggi, dan seiring dengan menjamurnya para investor dengan semangat dan jumlah yang
luar biasa.
Arab saudi sedang menerapkan pendekatan pasif (passive approach) dalam mengembangkan
sektor keuangan dan perbankan islam. Bahkan, ketika hampir semua negara GCC berfikir
tentang rancangan peraturan perbankan islam, kerajaan Arab saudi justru hampir tidak pernah
melakukan pergerakan dan belum pernah mengeluarkan satu dokumenpun yang berkaitan
dengan keuangan dan perbankan islam.sistem yang ditrapkan lebih mirip dengan sistem tata
kelola syariah diinggris, dimana resolusi atau fatwa keuangan lebih merupakan produk inisiatif
sendiri, dari pada arahan regulator atau persyaratan peraturan. Beberapa lembaga fatwa bersifat
internasional dan berbasis dikota makkah dan jeddah, seperti international islamic fiqh academy
dibawah OIC dijeddah, dan islamic fiqh academy of muslim word league dimekkah.
Pembentukan dewan pengawas syariah dimasing-masing bank berbasis non riba diarab saudi,
justru lebih bersifat inisiatif sendiri dari pada birokratif. Dimasa ini, dapat disaksikan berbagai
fenomena melambungnya harga minyak , juga otorisasi arab saudi dalam politik dan daya
kontrolnya yang kuat terhadap semangat pan-islamisme yang baru lahir kala itu. warde
menyebut masa itu dengan aggiornamento I, dimana didokrin islam dalam persoalan-persoalan
perbankan, terjadi dibawah dukungan organisasi konferensi islam.
Harga minyak meningkat tajam menjadi empat kali lipat dalam rentang waktu antara
oktpober dan desember ditahun ini. clundry mengucapkan, aliran modal pada 1970-an telah
membangun kembali institusi-institusi domestik dan ekonomi ditiap konstituen negara, serta

3
membangun karakter ekonomi regional, terutama negara-negara kaya minyak di timur tengah.
Rezeki nomplok petro dolar dikawasan arab, menandai sebuah titik balik yang membuat banyak
orang percaya bahwa hal itu akan melahirkan sebuah tatanan ekonomi internasional baru dan
semangat persaudaraan kawasan selatan, yang selanjutya menyemangati pendirian islamic
development bank(IDP) dalam kesepakatan OIC(Organization of islamic conference) pada 1974.
Dalam konteks itu, perbankan islam lepas landas dari ide yang kabur dan terasa utopis, menjadi
realitas.Kini perkembangan ekonomi islam telah menjadi fenomena mpdren yang menarik
perhatian besar banyak kalangan.sistem keuangan bebas riba,tidak lagi menjadi isu lokal
dinegara-negara muslim saja, tetapi juga menjadi tren global, dimana negara-negara non muslim
sudah mengambil posisidan inisiatif untuk mengadopsi dan mengembangkannya. Negara-negara
dengan industri keuangan terkemuka seperti inggris, cina, prancis, jepang , hongkong, singapura
terlihat berlomba-lomba menjadi pusat keuangan islam. bahkan word bank, telah menjadikan
keuangan islam sebagai salah satu program utamnya.(fotnote)

B. Perkembangan Perbankan Syari'ah di Qatar


Qatar Islamic Bank (QIB) didirikan pada tahun 1982 sebagai lembaga keuangan Islam
pertama di Qatar . Produk dan operasinya diawasi oleh dewan Syariah, yang memastikan Bank
mematuhi prinsip-prinsip perbankan dan keuangan Islam . Ini adalah pemberi pinjaman syariah
terbesar di negara itu.
Pada tahun 1982, QIB didirikan dengan modal disetor sebesar QR 25 juta. Ini membuka
cabang pertamanya untuk pelanggan pada bulan Juli 1983.Pada tahun 1989, keuangan Al Jazeera
didirikan, 30% dimiliki oleh QIB. Pada tahun 1996, modal disetor QIB meningkat menjadi QR
200 juta dan pada tahun 1998 terdaftar di Bursa Efek Qatar. 2000 melihat pendirian Aqar, 49%
dimiliki oleh QIB. Arab Finance House, 37% dimiliki oleh QIB, didirikan di Beirut pada tahun
2003. Pada tahun 2005, jumlah cabang QIB mencapai 8; dan modal disetornya ditingkatkan
menjadi QR 663m.
Pada Februari 2018 QIB menjual 60% sahamnya di Asian Finance Bank (AFB) ke
Malaysian Building Society Bhd (MBSB).
2005 juga melihat pendirian Asian Finance Bank (41,67% dimiliki oleh QIB); dan pada tahun
berikutnya modal disetor QIB meningkat menjadi QR 1,19 miliar.

4
QInvest didirikan pada tahun 2007 (50,13% dimiliki oleh QIB), QIB-UK didirikan pada tahun
2008 (anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya); dan pada tahun 2009, BEEMA didirikan,
dengan 25% dimiliki oleh QIB.
Pada bulan Maret 2019, QIB berhasil menetapkan harga Sukuk 5 tahun senilai US$ 750 juta
dengan tingkat keuntungan 3,982% (setara dengan spread kredit 150bps di atas Mid-Swap US$).
Sukuk dipenuhi dengan permintaan investor yang kuat sebagaimana dibuktikan oleh orderbook
besar yang ditutup pada US$3,1 miliar, mewakili tingkat kelebihan permintaan sebesar 4,1 kali.
Dari segi geografi, 46% Sukuk dialokasikan untuk investor Asia, diikuti oleh rekening Timur
Tengah (23%), Eropa (21%) dan AS/Lainnya (10%). Secara total, investor non-Timur Tengah
dialokasikan 77% dari Sukuk, yang merupakan hasil yang luar biasa dan salah satu alokasi
internasional tertinggi yang dicapai oleh bank mana pun dari kawasan ini. 60% dari investor
adalah manajer dana, 26% adalah bank & bank swasta dan 14% adalah perusahaan & agen
asuransi. Lebih dari 140 investor dari 28 negara di Eropa, Asia,Amerika Serikat dan Timur
Tengah berpartisipasi dalam Sukuk
Pada tahun 2019, Bank mencapai laba bersih sebesar QAR 3.055,4 Juta, tumbuh 10,9%
untuk periode yang sama tahun 2018. Total aset Bank telah meningkat sebesar 6,7%
dibandingkan dengan Desember 2018, dan sekarang mencapai QAR 163,5 Miliar. Aktivitas
pembiayaan telah mencapai QAR 113,8 Miliar dan tumbuh sebesar 11,3% dibandingkan
Desember 2018. Simpanan Nasabah Bank saat ini mencapai QAR 111,6 Miliar mencatatkan
pertumbuhan yang kuat sebesar 11% dibandingkan dengan Desember 2018. Total Pendapatan
untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2019 sebesar QAR 7.738,2 Juta, mencatat
pertumbuhan 12,4% dibandingkan tahun 2018, yang mencerminkan pertumbuhan yang sehat
dalam kegiatan operasional inti Bank.
Pada November 2019, Fitch Ratings mengafirmasi Qatar Islamic Bank di 'A' dengan
Outlook Stabil. Juga, pada bulan Desember 2019, Moody's Investors Service, ("Moody's") telah
menegaskan peringkat deposito jangka panjang QIB di "A1" dengan prospek Stabil. Pada Mei
2019, Capital Intelligence Ratings (CI) telah mengafirmasi Peringkat Mata Uang Jangka Panjang
(LTCR) bank dari 'A+' dengan prospek Stabil. Pada Maret 2019, Standard & Poor's (S&P)
mengafirmasi peringkat kredit bank di 'A-' dengan outlook Stabil

5
C. Perkembangan Perbankan Syari'ah di Mesir
Perbankan syariah di Mesir menunjukkan peningkatan, baik nasabah maupun jumlah bank.
Ketua Asosiasi Keuang Islam Mesir (EIFA) Mohamed El-Beltagy mengatakan, pengguna
produk perbankan syariah meningkat menjadi sekitar 2,5 juta nasabah atau 20 persen dari total
nasabah perbankan di Mesir.
Eksperimen layanan perbankan syariah di Mesir dimulai pada 1960-an. Tapi, kala itu nama Islam
atau istilah syariah belum digunakan karena kondisi politik yang belum menentu. Bank syariah
pertama milik Pemerintah Mesir didirikan pada 1971 dan diberi nama Bank Sosial Nasser
(NSB).
Pandangan dan rekomendasi pengoperasian bank berdasarkan prinsip syariah disusun dalam
Konferensi Menteri Luar Negeri Islam yang diselenggarakan di Jeddah, Arab Saudi, pada 1972.
Sejak 1974, Pangeran Mohammed Faisal bin Al-Saud mengenalkan ide bank dengan prinsip
syariah kepada Mesir. Ide ini kemudian disambut baik.
Melalui lembaga legislatif, Mesir kemudian memiliki Undang-Undang 1977/48 untuk
mendirikan Faisal Islamic Bank of Egypt (FIB) yang juga merangkap menjadi perusahaan efek
syariah.
FIB merupakan bank syariah yang paling dikenal dan nomor tiga tertua di dunia. Pada akhir
Desember 2012 FIB mengelola 1,5 juta akun dengan total aset lebih dari enam miliar dolar AS
Setelah krisis keuangan global pada 2008, bagi hasil perbankan syariah dan industri keuangan
syariah meningkat. Karena stabilitasnya, beberapa negara bahkan melihat perbankan syariah
sebagai kesempatan untuk memperbaiki kondisi keuangan dan perbankan mereka.
Kebutuhan akan perbankan syariah tumbuh seiring meningkatnya masyarakat berpendapatan
rendah yang kehilangan uang mereka dalam investasi. Saat Ikhwanul Muslimin (IM) memimpin
Mesir pada 2012, perbankan syariah kembali tumbuh. Ini karena IM ingin membangun sistem
ekonomi Islam. Perbankan syariah telah menunjukkan ketahanannya terhadap sejumlah krisis
keuangan yang melanda melalui manajemen penyebaran risiko dibanding sekadar pinjam
meminjam. Pergerakan positif ini mendorong sejumlah bank konvesional global dan bank
komersial lokal untuk membuka cabang yang menawarkan layanan keuangan syariah guna
menarik nasabah potensial.
Termasuk, di dalamnya adalah bank-bank besar, seperti Citibank, HSBC Bank, Barclays
Bank, dan United Bank Swiss (UBS). Di Mesir sendiri bank-bank umum, seperti BanqueMisr,

6
United Bank, National Bank of Egypt (NBE), Audi Bank, Principle Bank for Development and
Agriculture Credit (PBDAC), Social Nasser Bank, Arab Investment Bank (AIB), National Bank
of Kuwait (NBK), dan HSBC juga membuka cabang syariah.
Berdasarkan data FIB yang dikutip Daily News Egypt, Sabtu (10/1), jumlah bank syariah
mencapai 450 bank pada 2009. Sebanyak 300 di antaranya adalah bank konvensional yang
menawarkan layanan keuangan syariah. Pada 2013 jumlahnya menjadi 500 bank dan 330 di
antaranya adalah bank konvensional yang menawarkan layanan keuangan syariah.
Aset bank syariah di Mesir hingga 30 Juni 2014 mencapai sekitar 125 miliar pound Mesir.
Jumlah tersebut hanya sekitar tujuh persen dari total aset perbankan yang mencapai 1,8 tiriliun
pound Mesir.
Aset deposito syariah hingga akhir Juni 2014 mencapai 115,8 miliar pound Mesir atau 8,3
persen total deposito di perbankan nasional Mesir. Jumlah ini meningkat 12,6 miliar pound
Mesir dengan pertumbuhan 12 persen dari akhir Desember 2013 yang hanya 103,2 miliar pound
Mesir. Mesir saat ini memiliki 39 bank nasional yang 14 di antaranya telah mendapat lisensi
Bank Sentral Mesir (CBE) untuk menawarkan produk-produk keuangan syariah. Sementara,
jumlah cabang bank-bank syariah di sana mencapai 135 cabang atau 3,7 persen total cabang
perbankan secara nasional.

D. Perkembangan perbankan syari'ah di Iran


Pada tahun 1960 Bank Sentral Iran (CBI, juga dikenal sebagai Bank Markazi ) didirikan
sebagai bankir bagi pemerintah, dengan tanggung jawab untuk menerbitkan mata uang. Pada
tahun 1972 undang-undang lebih lanjut mendefinisikan fungsi CBI sebagai bank sentral yang
bertanggung jawab atas kebijakan moneter nasional. Pada 1960-an dan 1970-an, perluasan
kegiatan ekonomi yang didorong oleh pendapatan minyak meningkatkan sumber daya keuangan
Iran, dan kemudian permintaan layanan perbankan meningkat secara eksponensial. Pada tahun
1977, sekitar 36 bank (24 komersial dan 12 khusus) dengan 8.275 cabang telah beroperasi.
Pendapatan utama mereka selalu dari pembiayaan perdagangan dan letter of credit .
Setelah Revolusi Iran, sistem perbankan Iran diubah untuk dijalankan dengan basis bebas bunga
Islam . Pada 2010 ada tujuh bank komersial besar yang dikelola pemerintah. Pada Maret 2014,
aset perbankan Iran terdiri lebih dari sepertiga dari perkiraan total aset perbankan syariah secara

7
global.  Jumlahnya mencapai 17.344 triliun rial , atau US$523 miliar dengan nilai tukar pasar
bebas, menggunakan data bank sentral , menurut Reuters .
Sejak tahun 2001 Pemerintah Iran telah bergerak ke arah liberalisasi sektor perbankan,
meskipun kemajuannya lambat. Pada tahun 1994 Bank Markazi (bank sentral) mengizinkan
pembentukan lembaga kredit swasta , dan pada tahun 1998 memberi wewenang kepada bank
asing (banyak di antaranya telah mendirikan kantor perwakilan di Teheran ) untuk menawarkan
layanan perbankan penuh di zona perdagangan bebas Iran . Bank sentral berusaha mengikuti ini
dengan rekapitalisasi dan privatisasi parsial dari bank-bank komersial yang ada, berusaha untuk
meliberalisasi sektor ini dan mendorong pengembangan industri yang lebih kompetitif dan
efisien. Bank milik negara dianggap oleh banyak orang tidak berfungsi sebagai perantara
keuangan. Peraturan yang ekstensif sudah ada, termasuk kontrol atas tingkat pengembalian dan
kredit bersubsidi untuk wilayah tertentu. Sektor perbankan di Iran dipandang sebagai lindung
nilai potensial terhadap penghapusan subsidi , karena rencana tersebut diperkirakan tidak akan
berdampak langsung pada bank.
Pada tahun 2008, permintaan untuk layanan perbankan investasi terbatas. Perekonomian
tetap didominasi oleh negara; merger dan akuisisi jarang terjadi dan cenderung terjadi antara
pemain negara, yang tidak memerlukan saran dari standar internasional. Pasar modal berada pada
tahap awal perkembangan. “ Privatisasi ” melalui bursa cenderung melibatkan penjualan badan
usaha milik negara kepada aktor negara lainnya. Ada juga kekurangan perusahaan swasta
independen yang cukup besar yang dapat mengambil manfaat dari penggunaan bursa untuk
meningkatkan modal. Sampai tahun 2009, tidak ada pasar obligasi korporasi yang cukup besar .
Perbankan elektronik di Iran berkembang pesat. Modal awal yang dibutuhkan $70 juta untuk
pembukaan setiap bank elektronik sebagaimana disetujui oleh Money and Credit Council
dibandingkan dengan $200 juta yang dibutuhkan untuk mendirikan bank swasta di negara
tersebut.
Secara teori , bank Iran menggunakan transaksi berbasis bunga "sementara" tetapi
mempertahankan standar akuntansi perbankan konvensional. Pada tahun 2009, bank-bank Iran
menyumbang sekitar 40 persen dari total aset dari 100 bank Islam top dunia . Tiga dari empat
bank Islam terkemuka berbasis di sana; Bank Melli Iran , dengan aset $ 45,5 miliar datang
pertama, diikuti oleh Bank Al-Rajhi Arab Saudi , Bank Mellat dengan $ 39,7 miliar dan Bank
Saderat Iran dengan $ 39,3 miliar. ”Bank-bank Iran masih merupakan pemain perbankan syariah

8
yang dominan, memegang tujuh dari 10 peringkat teratas dan 12 dari 100, ” lapor kelompok riset
Asian Banker. Menurut CIMB Group Holdings, keuangan Islam adalah segmen dengan
pertumbuhan tercepat dari sistem keuangan global dan penjualan obligasi Islam diperkirakan
akan meningkat sebesar 24 persen menjadi $25 miliar pada tahun 2010. Namun, sebagian besar
keuangan Iran sumber daya diarahkan pada perdagangan, penyelundupan dan spekulasi, bukan
produksi dan manufaktur. 

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagai sebuah kawasan ekonomi terbuka, timur tengah menjanjikan nilai investasi bagi
siapapun yang ingin menanamkan modalnya di sana. Berbagai kebijakan yang mendukung
berkembangnya sistem perkekonomian modern terus dan sedang di kems sedemikian sederhana
sehingga memudahkan para investor untuk menanamkna modalnya di negara-negara timur
tengah. Di tengah kondisi masyarakat yang masih kental denga tradisi dan budaya Islam yang
taat, kawasan teluk saat ini menjelma menjadi kawasan yang diperthitungan di belahan dunia
lain. Terbukti dengan pesatnya perlembangan dubai sebagai salah satu tujuan wisata selain tentu
saja dua kota suci umat Islam, mekah dan Madinah.Kemajuan ekonomi modern ini tentu saja
memerlukan peran serat dunia perbankan yang kokoh dan luhai membaca peluang kebangkitan
timur tengah ini. Terutama kebangkitan Bank Syariah yang mulai menampakkan peluangnya di
beberapa negara timur tengah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Sobri. (2015). Arab Spring. Bandung: Media karya utama.

Alqoud, Latifa M dan Lewis, Mervyn K, (2003). Perbankan Syari'ah (Prinsip, Praktek dan
Prospek), Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.

Harahap, Andrean. (2004). Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT. Rajawali Putra.

Hendratmoko, Susilowati. (2007). Mengenal Afrika. Jakarta: Nusa Media Nusantara.

11

Anda mungkin juga menyukai