Bahan Ajar s1
Bahan Ajar s1
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
Diterbitkan oleh
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Bahan ajar ini disusun untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa kedokteran tingkat S1 Program
Pendidikan Dokter Prodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dalam
proses pembelajaran Ilmu Kesehatan Anak khususnya bidang ilmu nefrologi anak. Bahan ini
juga berguna bagi mahasiwa kedokteran tingkat Pendidikan Profesi sebagai panduan dalam
mengikuti kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Pendidikan.
Isi bahan ajar merupakan materi kuliah yang diberikan pada setiap tatap muka di depan kelas
dalam bentuk presentasi power point , namun lebih lengkap dan melengkapi catatan kuliah yang
telah diberikan. Penyusunan bahan ajar ini disesuaikan dengan kompetensi yang diharapkan
dicapai oleh dokter sesuai pedoman Sistem Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) 2012.
Materi ini hanya merupakan bahan dasar penngetahuun ilmu nefrologi anak dan diharapkan
mahasiswa sebagai peserta didik aktif dapat menambah wawasan ilmu ini dengan menggunakan
evidence based medicine yang dapat diperoleh dari internet.
Penyusun merasa masih banyak kekurangan dalam isi bahan ajar ini dan mengharapkan saran
untuk perbaikan dalam edisi depan. Semoga bermanfaat bagi anak didik sekalian.
Penyusun
REFERENSI
Tujuan :
TIU : Setelah mempelajari perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
definisi, etiologi, patologi, patogenesis, gejala klinis dan laboratorium, diagnosis,
pengobatan, komplikasi, pencegahan, dan prognosis glomerulonefritis akut pada
anak
Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi inflamasi akut pada glomerulus akibat
proses imunologik yang ditandai oleh gejala hematuria, hipertensi, edema, oligouria, dan
gangguan fungsi ginjal.
Etiologi
GNA yang paling banyak terjadi pada anak disebabkan oleh infeksi kuman streptokokus
beta hemolitikus grup A serotipe nefritogenik di saluran napas bagian atas (farings) atau kulit
(piodermi) dan disebut glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). Kuman
streptokokus penyebab GNAPS pasca faringitis adalah serotipe M 1, 4, 12, 25 dan pasca infeksi
kulit adalah serotipe M 2, 42, 49, 56, 57, 60. GNAPS lebih sering terjadi secara sporadis,
namun dapat terjadi secara epidemis yang disebabkan oleh infeksi streptokokus serotipe 12 di
farings dan serotipe 49 di kulit Penyebab lain GNA adalah infeksi kuman stafilokokus,
streptokokus pneumonie, bakteri gram negatif, endokarditis bakterialis, penyakit akibat infeksi
virus, purpura Henoch-Schonlein, lupus eritematosus sistemik, atau parasit malaria.
Patologi
Pemeriksaan biopsi ginjal hanya dianjurkan pada penderita dengan gejala klinis, hasil
laboratorium, atau perjalanan penyakit tidak sesuai dengan GNAPS yang klasik antara lain GNA
bersifat progresif cepat, gejala sindrom nefrotik, kadar C3 serum normal atau menetap >8
Patogenesis
Mekanisme sebenarnya terjadinya GNAPS masih belum diketahui pasti, namun berdasarkan
hasil penelitian diduga gejala GNAPS terjadi melalui mekanime imunologis. Mekanisme
terjadinya GNAPS melalui proses imunologik diduga antara lain akibat terbentuknya kompleks
antigen-antibodi yang menempel pada membran basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan
glomerulus atau kuman Streptokokus mempunyai antigen yang mirip dengan membran basalis
glomerulus sehingga terbentuk antibodi yang merusak membran basalis glomerulus sendiri
(molecul mimcry). GNAPS lebih sering ditemukan pada anak umur di atas 6 tahun dan jarang di
bawah 3 tahun dengan rasio anak laki-laki 2 kali lebih banyak dari anak perempuan. Faktor
risiko terjadinya GNAPS meliputi faktor musim, lingkungan padat, sanitasi perorangan dan
lingkungan jelek, malnutrisi, anemia, infestasi parasit, dan faktor genetik. Anak dengan HLA-
DRW4, HLA-DPA1, atau HLA-DPB1 paling sering terserang GNAPS. Penyakit ini lebih sering
ditemukan di daerah tropis akibat infeksi streptokokus di farings atau di kulit dan pada anak anak
dari keluarga ekonomi rendah.
Gejala klinis
Gejala klinik penyakit mulai manifest setelah 7-14 hari pasca infeksi streptokokus di saluran
napas atas (farings) atau 3-6 minggu setelah infeksi di kulit. Gejala klinis umumnya bervariasi
dapat bersifat asimtomatik yaitu hematuria mikroskopik ditemukan secara kebetulan atau
simtomatik meliputi hematuria makroskopik (30-50%), edema (85%), hipertensi (60-70%),
oligouira (5%) dengan variasi gangguan fungsi ginjal sampai gagal ginjal akut, atau manifestasi
sindrom nefrotik(5%). Gejala yang relatif sering dikeluhkan adalah kencing berwarna merah
daging sampai kecoklatan seperti warna coca-cola (hematuria makroskopik). Kadang-kadang
penderita tampak pucat akibat hemodilusi dan pembengkakan jaringan subkutan. Gejala takipnu
dan dispnu akibat edema paru akut atau gejala dan tanda gagal jantung kongestif seperti takipnu,
takikardia, dan hepatomegali akibat kongesti sirkulasi karena retensi garam dan air tidak jarang
menyertai pasien GNAPS, Hipertensi ringan sampai sedang dijumpai pada 60-70% pasien dan
kadang-kadang pasien datang ke rumah sakit dengan gejala dan tanda ensefalopati hipertensi
(5%) (tekanan darah ≥180/120 mm Hg) disertai keluhan sakit kepala hebat, perubahan mental,
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan urine didapatkan urine relatif berkurang, berwarna merah seperti air cucian
daging sampai warna coca-cola akibat degradasi hemoglobin menjadi asam hematin. Pada
urinalisis didapatkan proteinuria (+) sampai (++) dan jarang (+++). Tidak jarang ditemukan
gejala sindrom nefrotik pada beberapa pasien GNAPS (2,5%) dengan proteinuria 4+. Hematuria
mikroskopik merupakan kelainan urine yang konstan pada pasein GNAPS dan pada urinalisis
didapatkan eritrosit >(++) dan torak eritorisit (80%) serta leukosit (+). Ditemukan pula anemia
normositik normokrom, kadar ureum dan kreatinin serum normal sampai meninggi pada situasi
acute kidney injury, elektrolit biasanya normal, dan laju endap darah meninggi. Titer antibodi
terhadap streptolisin-O (ASO) meninggi, terutama pada faringitis streptokokus dan komplemen
serum (C3/globulin β1C) menurun (80-90%). Titer DNase B, hyaluronidase, streptokinase, dan
NADase juga meningkat.
Diagnosis
Diagnosis klinis sebelum terpenuhi kriteria diagnosis GNAPS yaitu sindrom nefritik akut
yang terdiri dari 2 atau lebih gejala dan tanda klinis nefritik akut seperti hematuria, edema,
hipertensi, atau oligouria. Diagnosis GNAPS bila ditemukan gejala klinis SNA, titer ASO
meninggi, dan komplemen serum(C3) rendah.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada fase akut penyakit adalah ensefalopati hipertensi,
edema paru akut, atau gagal ginjal akut. kadang-kadang penyakit berkembang menjadi
glomerulonefritis kronik .
Pengobatan
Tidak ada pengobatan spesifik untuk GNAPS yang dapat mempengaruhi perjalanan
penyakit dan penyembuhan kelainan glomerulus dan pengobatan hanya bersifat simtomatik dan
suportif untuk mencegah terjadinya komplikasi pada fase akut penyakit. Pemberian antibotik
pada fase akut penyakit tidak mempengaruhi perjalanan penyakit tetapi hanya menghilangkan
kuman streptokokus yang masih ada. Dengan munculnya gejala klinis berarti gangguan
glomerulus telah berlangsung dan proses penyembuhan telah dimulai. Jadi sudah terlambat
untuk mempengaruhi perjalanan penyakit dengan memberikan antibiotik terhadap kuman
Pencegahan
Pemberian antibiotik pada awal infeksi streptokokus di farings atau di kulit akan
mengurangi risiko timbulnya gejala penyakit. Anggota keluarga penderita GNAPS dapat
dilakukan pemeriksaan urine untuk melacak adanya hematuria mikroskopik dan eradikasi kuman
streptokokus bila ada tanda infeksi aktif.
Prognosis
Biasanya sembuh sempurna meskipun proteinuria memerlukan waktu 3-6 bulan untuk
menghilang dan hematuria sampai 1 tahun. Edema biasanya menghilang dalam waktu 5-10 hari,
tekanan darah kembali normal dalam waktu 2-3 minggu, meskipun dapat menetap sampai 6
minggu, dan kemudian akan kembali normal. Hematuria gross biasanya menghilang dalam
waktu 1-3 minggu namun dapat eksaserbasi karena aktivitas fisik. Proteinuria menghilang dalam
waktu 2- 6 bulan pertama. Hematuria mikroskopik biasanya menghilang dalam waktu 6 -12
bulan. Komplemen serum (C3) kembali normal setelah 8-10 minggu (95%) menunjukan
prognosis yang baik. Kemungkinan terjadi golerulonefritis kronik bila hematuri dan proteinuria
menetap sampai lebih dari 12 bulan. Sekitar 1% menjadi glomerulonefritis progresif cepat
dengan prognosis kurang baik. Mortalitas pada fase akut penyakit dapat dicegah dengan
pengobatan yang benar untuk mencegah komplikasi.
Tujuan
TIU : Setelah mempelajari perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat
menjelaskan definisi, etiologi, patologi, patofisiologi, gejala klinis dan
laboratorium, diagnosis, pengobatan, dan prognosis penyakit glomerulonefritis
kronik pada anak
Definisi
Etiologi
Hampir semua bentuk GNA cenderung progresif menjadi GNK yang ditandai oleh
adanya glomerulurus dan tubulointersisial progresif dan ireversibel. Akibat kerusakan ini akan
menurunkan laju filtrasi glomrulus (LFG) dan menyebabkan penumpukan toksin uremia.
Apabila terlambat mengetahui dan mencegah serta mengobati progresivitas penyakit primernya,
akan berakhir dengan gagal ginjal kronik chronic kidney disease dan end-stage renal disease
(ESRD). GNK merupakan penyebab utama ketiga chronic kidney disease dan mencakup 10%
dari semua penyebab chronic kidney disease pada anak.
Progresi dari GNA menjadi GNK bervariasi bergantung pada penyebab
perubahan yang terjadi. Pasien dengan GNAPS atau nefropati IgA umumnya sembuh sempurna
dengan perjalanan klinis relatif benigna dan kebanyakan tidak progresi menjadi GNK dan CKD.
Sekitar 90% kasus glomerulonefritis progresif cepat atau GNA dengan kelainan histologis tipe
Patologi
Patofisiologi
Massa nefron yang rusak akan menurunkan laju filtrasi glomerulus dan menyebabkan
mekanisme kompensasi dengan cara hipertrofi dan hiperfiltrasi nefron normal yang masih tersisa
sehingga mulai terjadi hipertensi intraglomeruler. Perubahan-perubahan ini terjadi untuk
meningkatkan laju filtrasi glomerulus nefron normal yang masih tersisa untuk mengurangi
dampak fungsional nefron yang telah rusak; Namun perubahan structural dan fungsional tersebut
akan menyebabkan nefron berubah menjadi jaringn ikat (glomerulosklerosis) dan seterusnya
kerusakan nefron akan berlanjut menjadi chronic kidney disease (CKD) dan ESRD.
Gejala klinis
Gejala klinis biasanya tidak ditemukan sampai telah terjadi CKD yang memberikan
gejala lemah, lesu, nyeri kepala, gelisah, mual, muntah, kejang, kesadaran menurun sampai
koma. Apabila CKD masih dalam stadium awal (stadium1-3) hanya terjadi penurunan laju
filtrasi glomerulus dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum yang disebut azotemia.
Apabila laju filtrasi glomerulus menurun <60-70 ml/1,73m 2/menit, azotemia bertambah berat dan
menimbulkan gejala klinis antara lain anemia akibat produksi eritropoietin berkurang, gejala
akibat hipokalsemia, hiperparatiroidi sekunder, hiperfosfatemia, dan osteodistrofi ginjal akibat
produksi vitamin D berkurang, gejala asidosis akibat ekskresi asam menurun, gejala
hiperkalemia akibat ekskresi kalium menurun, hipertensi dan edema akibat retensi garam dan air,
gejala perdarahan akibat disfungsi trombosit, dan gejala klinis uremia. Gejala klinis uremia akan
manifest apabila laju filtrasi glomerulus < 10 ml/1,73m2/menit.
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan urine ditemukan proteinuira, hematuria, dan leukosituria dan pada
pemeriksaan darah ditemukan laju endap darah meningkat, kadar ureum dan kreatinin serum
meningkat, kadar fosfor serum meningkat, dan kadar kalsium serum menurun. Pada stadium
akhir didapatkan kadar natrium dan klorida serum menurun dan kadar kalium serum meningkat.
Hasil pemeriksaan fungsi ginjal didapatkan bukti kerusakan ginjal yang progresif.
Diagnosis GNK dapat diketahui berdasarkan gejala klinis dan kelainan laboratorium.
Pengobatan
Prognosis
Prognosis bergantung penyakit primer penyebab GNK. Kematian dapat terjadi dalam
waktu 5-10 tahun bergantung derajat kerusakan ginjal. Perburukan fungsi ginjal dapat
berlangsung perlahan-lahan atau berlangsung dengan cepat dan berakhir dengan ESRD dan
kematian apabila tidak segera dilakukan dialisis.
Tujuan
TIU : Setelah mempelajari perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat
menjelaskan definisi, etiologi dan klasifikasi, patologi dan
patogenesis, gejala klinis dan laboratorium, diagnosis dan diagnosis banding,
pengobatan, komplikasi, dan prognosis sindrom nefrotik pada anak.
Definisi
Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinis dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia yang bersifat sering kambuh.
Penyebab SN masih belum diketahui pasti, namun diduga terjadinya sindrom ini melalui
mekanisme imunologik. Berdasarkan etiologi, SN dikelompokkan dalam 3 tipe:
1. SN kongenital.
Pertama kali dilaporkan di Finlandia dan disebut SN tipe finlandia yang bersifat resesif
autosomal, umumnya manifest pada bayi < 12 bulan dengan manifestasi klinis edema
sesudah lahir. Prognosis buruk dan bayi biasanya meninggal karena gagal ginjal sebelum
umur < 24 bulan.
2. SN primer.
Penyebabnya tidak diketahui sehingga digunakan juga istilah SN idiopatik. Berdasarkan
gambaran histopatologis SN primer idiopatik dibagi menjadi 4 tipe:
2.1. SN Kelainan Minimal (SNKM) paling banyak pada anak dengan prognosis baik.
(85%).
11 Bahan Ajar Nefrologi Anak - Husein Albar
2.2. Glomerulosklerosis fokal segemental (10%)
2.3. Gromerulonefritis membranoproliferatif
2.4. Glomerulonefritis membranosa
2.5. Glomerulonefritis mesangial difus
3. SN sekunder.
SN yang disebabkan oleh penyakit atau kelainan berikut
3.1. Parasit antara lain malaria kuartana
3.2. Penyakit infeksi antara lain glomerulonefritis akut, hepatitis
3.3. Keganasan seperti leukemia, limfoma
3.4. Penyakit sistemik seperti purpura Henoch-Schonlein, lupus eritematosus
sistemik.
3.5. Bahan yang bersifat alergenik meliputi obat, vaksin, racun ular, atau racun
serangga.
Patologi
Biopsi ginjal tidak dianjurkan pada pasien sindrom nefrotik idiopatik tipe minimal.
Indikasi biopsi ginjal antara lain episode pertama muncul pada anak umur anak < 1 tahun atau >
11 tahun, SN disertai dengan gejala hipertensi, hematuria gross, gangguan fungsi ginjal, kadar
C3 menurun, dan resisten terhadap prednison.
Patogenesis
SN primer idiopatik lebih sering ditemukan pada anak umur 2-6 tahun dan anak laki-laki
lebih banyak ditemukan dari anak perempuan (2:1). Serangan awal dan serangan berulang
sindrom ini dapat disebabkan oleh infeksi virus pada saluran napas atas. Sindrom ini biasanya
mulai manifes dengan gejala edema yang bersifat pitting di sekitar mata (palpebra) dan tungkai
bawah (pretibial). Penumpukan cairan edema sesuai gaya gravitasi sehingga dapat berpindah
tempat dari muka ke perut (asites), tungkai, kaki, rongga pleura (efusi pleura), skrotum atau
vulva sehingga didapatkan keluhan berat badan mendadak bertambah dan kencing berkurang.
Edema yang terjadi general seluruh tubuh disebut sebagai anasarca. Keluhan anoreksia, nyeri
perut, diare tidak jarang menyertai SN. Hipertensi dapat ditemukan yang bersifat sementara,
terutama pada pasien yang mengalami deplesi volume intravaskular berat karena hipersekresi
rennin, aldosteron, dan vasokonstriktor lain sebagai respons tubuh terhadap hipovolemia.
Hasil pemeriksaan urinalisis pada pasien SN idiopatik meliputi protenuria 4 +,
lipiduria, dan oval fat bodies, mungkin ada hematuria mikroskopik yang bersifat transien dan
jarang hematuria gross. Proteinuria bersifat albuminuria selektif dengan ekskresi per hari >2 g.
Pemeriksaan fungsi ginjal biasanya normal atau dapat menurun. Estimasi klirens kreatinin
biasanya rendah akibat perfusi ginjal berkurang karena komtraksi volume intravaskuler dan akan
menjadi normal kembali bila volume intravskuler telah kembali normal. Kadar albumin serum <
2,5 g/dl, kadar kolesterol dan trigliserida serum meningkat, kadar komplemen serum (C3) normal
, dan kadar kalsium serum total dapat menurun akibat fraksi ikatan kalsium-albumin menurun. .
Komplikasi
- Infeksi sekunder karena rentan terhadap infeksi pada keadaan penyakit aktif atau dalam
pengobatan imunosupresif. Infeksi yang paling sering dijumpai adalah peritonitis, sepsis,
pneumonia, selulitis, aktivasi tuberkulosis, dan infeksi saluran kemih. Streptococcus
pneumonia adalah kuman penyebab peritonitis yang paling sering ditemukan selain
bakteri gram-negative.
- Renjatan hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak
terkontrol, terutama pada pasien yang disertai sepsis, diare, muntah atau kadar albumin <
1gr/dl.
- Trombosis vena dan arteri dapat terjadi karena faktor koagulasi plasma tertentu dan
inhibitor fibrinolisis meningkat, anti-thrombin III plasma menurun, agregasi trombosit
meningkat, defisiensi faktor IX, XI, and XII .
- Gangguan pertumbuhan
- Efek samping steroid
Pengobatan
- Pembatasan garam apabila edema ringan dan pada edema berat sampai menyebabkan
distres napas atau anasarca anak harus dirawat di rumah sakit untuk pemberian infus
human albumin 25% (1 g/kg/24 hr) dan dapat dilanjutkan dengan pemberian furosemid
intravena pada beberapa pasien.
- Dapat diberikan antibiotik bila ada bukti infeksi bakteri.
- Pemberian prednisone pada SN serangan pertama untuk tujuan induksi remisi dengan
dosis 2 mg kgBB (60 mg/m2/hari) dalam 3 dosis kontinue setiap hari selama 4 minggu
dan untuk pertahankan remisi dengan dosis 2/3 dosis induksi (1,5 mg/kgBB/ 40
mg/m2/hari) secara berselang-seling sehari selama 4 minggu, dan selanjutnya dosis
diturunkan perlahan-lahan selama 1-2 minggu.
- Edukasi pada orangtua pasien untuk memantau pengobatan, efek samping, dan gejala
kedaruratan dan apabila gejala kedaruratan segera ke rumah sakit.
Prognosis.
Tujuan
TIU: Setelah mempelajari perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
definisi, klasifikasi, etiologi, pathogenesis dan patologi, gejala klinis dan laboratorium,
diagnosis, pengobatan, komplikasi, dan prognosis infeksi saluran kemih pada anak
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
pertumbuhan dan perkembangan biakan kuman di dalam saluran kemih dengan jumlah yang
bermakna.
Klasifikasi
Etiologi
ISK umumnya disebabkan oleh koloni bakteria patogen terutama Escherichia coli ( 75-90%
pada anak perempuan), Klebsiella, dan Proteus. Pada anak laki-laki umur >1 tahun, ISK
biasanya disebabkan oleh kuman Proteus, E.coli, dan kuman gram positif. Kuman
Staphylococcus saprophyticus, pseudomonas aeroginosa, enterobacter, shigella, atau salmonella
juga dapat menyebabkan ISK. Selain bakteri patogen, penyebab ISK lain adalah virus, fungi,
atau protozoa.
Kuman patogen dapat mencapai saluran kemih dan menyebabkan infeksi pada anak
melalui 1) aliran darah (hematogen), 2) menjalar secara asenderen dari area genitalia eksterna
dan perineum ke kandung kemih dan ginjal (perkontinuitatum), atau melalui 3) aliran limfe
(limfogen). Pada masa neonatus, biasanya bakteri mencapai saluran kemih melalui aliran darah
atau dapat melalui perkontinuitatum, sedangkan sesudah masa neonatus, bakteri umumnya
menjalar ke atas dari area genitalia eksterna dan perineum melalui uretra, kandung kemih, ureter
(perkontinuitatum), dan dapat sampai ke parenkim ginjal.
Faktor yang mempermudah terjadi ISK antara lain kerentanan perlekatan
bakteri pada sel uroepitel pada seroang anak tertentu, fenotipe golongan darah P, obat
imunosupresif, sumbatan saluran kemih, refluks vesikoureteral, stasis urine, batu saluran kemih,
kandung kemih neurogenik, atau pemasangan kateter. Urine merupakan media yang baik bagi
bakteri untuk berkembang biak terutama dalam keadaan stasis urine akan memberikan
kesempatan bakteri berkembang biak dan dipercepat oleh kerentanan anak tersebut terhadap
infeksi. Reaksi inflamasi akan menyebabkan hiperaktivtas otot detrusor dan berkurangnya
kemampuan fungsional kandung kemih sehingga mempermudah terjadinya infeksi. Anak dengan
golongan darah P1 lebih mudah terjadi pielonefritis rekuren karena kerentanan perlekatan E. coli
permukaan sel uroepitel. Kuman proteus pemecah urea dapat menyebabkan batu saluran kemih
yang mempermudah terjadinya infeksi. Infesksi berulang akibat sumbatan pada ureter berpotensi
menyebabkan pionefrosis, abses renal dan perirenal, atau sepsis.
Gambaran patologis pada pasien sistitis bakterial akut didapatkan kongesti dan edema
mukosa, dan kadang-kadang petekia atau perdarahan dan pada pasien pielonefritis akut
didapatkan pembesaran ginjal akibat edema dan infiltrasi inflamasi akut ke dalam medula dan
pelvis ginjal. Bila tidak diobati adekuat, perubahan-perubahan ini akan mengakibatkan
pembentukan mikroabses ginjal yang dapat menjadi konflueren. apabila proses ini berlanjut akan
menyebabkan perbentukan jaringan parut pada ginjal pada pemeriksaan patologis, yang berarti
sudah terjadi pielonefritis kronik. Gambaran patologis, jaringan parut akibat pielonefritis kronik
sering sulit dibedakan dari penyebab lain misalnya akibat penyakit kista medula, iskemia,
ISK simtomatik ditemukan pada 1.4/1,000 bayi baru lahir dan lebih sering pada bayi
laki-laki yang belum di sirkumsisi. Sesudah itu, lebih sering pada anak perempuan. ISK
simtomatik dan asimtomatik didapatkan pada 1,2 –1,9% anak perempuan usia sekolah dan
terbanyak pada umur 7- 11 tahun (2.5%).
ISK dapat berlangsung dengan gejala klinis (simtomatik) atau tanpa gejala klinis
(asimptomatik). Gejala klinis sering tidak dapat membedakan antara sistitis dan pielonefritis.
Pada bayi didapatkan gejala nonspesifik seperti demam, muntah, diare, ikterus, berat badan
turun, dan gagal tumbuh. Pada anak besar dapat ditemukan gejala berupa sering berkemih, nyeri
selama berkemih, inkontinensia urine, urgensi, nyeri dan atau nyeri tekan suprapubik atau
enuresis. Sistitis kronik atau rekuren tidak jarang memberikan gejala enuresis siang hari dan
gejala instabilitas kandung lainnya. Hematuria didapatkan pada sistitis hemorhagik yang
disebabkan oleh E. coli. Pada pielonefritis akut didapatkan gejala demam, menggigil, nyeri dan
atau nyeri tekan abdomen. Anak dengan pielonefritis kronik tidak jarang bersifat asimtomatik.
Hipertensi arterial biasanya ditemukan pada pielonefritis kronik yang disertai dengan jaringan
parut ginjal. Gejala dan tanda klinis sepsis biasanya ditemukan pada ISK kompleks bayi dan
dapat pula pada anak besar.
Seorang pasien dicurigai sudah terjadi infeksi saluran kemih apabila pada
pemeriksaan urine didapatkan leukosituria bermakna (>5 sel/LPB), torak leukosit, dan
hematuria. Tidak jarang ditemukan pada pemeriksaan darah adanya leukositosis, neutrofilia,
LED dan C-reactive protein meninggi.
Diagnosis
Diagnosis Banding
1. Inflamasi genitalia eksterna seperti vulvitis, dan vaginitis yang disebabkan oleh jamur,
cacing , atau penyebab lain yang disertai dengan gejala yang mirip sistitis.
2. Sistitis virus dan sistitis kimiawi harus dibedakan dari sistitis bakteri berdasarkan riwayat
penyakit dan hasil biakan urine.
3. Sistitis hemorhagik akut sering disebabkan oleh E. coli atau adenovirus tipe 11 dan 21.
Sistitis adenovirus lebih sering pada anak laki-laki dan sembuh sendiri dengan
perlangsungan hematuria sekitar 4 hari.
4. Sistitis eosinofilik adalah suatu bentuk sistitis yang tanpa jelas penyebabnya dapat
ditemukan pada anak. Gejala yang biasa ditemukan adalah gejala sistitis disertai
hematuria, dilatasi ureter, dan defek pengisian kandung kemih yang disebabkan oleh
massa yang secara histologik mengandung infiltrasi sel-sel eosinofil.
Pengobatan
Pasien dengan diagnosis sistitis akut harus segera diobati untuk mencegah progresi menjadi
pielonefritis. Apabila gejala berat, segera diambil spesimen urin kandung kemih untuk biakan
dan segera terapi. Apabila gejala ringan atau diagnosis meragukan, pengobatan dapat ditunda
sampai hasil biakan urine diketahui dan biakan urine dapat diulangi apabila hasilnya tidak jelas.
Sebagai contoh, bila hasil biakan urine pancar tengah 10 4 dan 105 koloni kuman gram-negatif,
ulangi biakan kedua dengan cara katererisasi atau aspirasi suprapubik sebelum dimulai terapi.
Pengobatan dapat dimulai sebelum ada hasil biakan dan uji kepekaan dengan obat trimethoprim-
sulfamethoxazole (kotrimoksasol) oral dengan dosis sulfamethoxazole 20 mg/kg/24 jam atau
dosis trimethoprim 4 mg/kg/24 jam dalam 2 dosis terbagi selama 7-10 hari karena terbukti
sensitif terhadap kuman E. coli. Dapat dicoba dengan nitrofurantoin dosis 5 –7 mg/kg/24 jam
peroral dalam 3-4 dosis terbagi efektif terhadap kuman E coli, Klebsiella, dan Enterobacter.
Amoxisilin (50 mg/kg/24 jam) dapat dicoba tetapi tidak lebih baik dari kotrimoksasol atau
nitrofurantoin. Pada pasien sakit berat yang disertai demam dengan kecurigaan pielonefritis akut
harus diberikan antiobiotik spektrum luas seperti cefotaxime intravena 100 mg/kg/24 jam atau
Prognosis
Prognosis baik pada ISK simpleks yang tidak disertai komplikasi atau kelainan anatomik
dan fungsional saluran kemih. Infeksi rekuren pada ISK kompleks harus diobati dengan adekuat
untuk mencegah terbentuknya jaringan parut ginjal dan kalau perlu harus koreksi bedah untuk
kelainan anatomis yang ada. Pielonefritis kronik dengan jaringan parut ginjal dapat
menyebabkan chronic kidney diseases atau end stage renal disease.
Sistitis Pielonefritis
Anamnesis
Demam ± +
Disuria + -
Frekuensi + -
Urgensi + -
Inkontinensia + -
Disfungsi berkemih - +
Sakit perut ± +
Muntah - +
Pemeriksaan fisik
Demam ± +
Nyeri suprapubik + -
Nyeri kostovertebral - +
Pemeriksaan laboratoris
Hematuria + +
Piuria + +
Proteinuria - +
Esterase leukosit + +
Nitrit + +
Pewarnaan gram + +
Leukositosis - +
Neutrofilia - +
LED/CRP tinggi - +
Biakan urine > 105 + +
koloni /ml
Tingkat 1
Peserta didik mampu mengenali dan menjelaskan penyakit kelainan kongenital ginjal dan
salurah kemih (congenital anomaly of the kidney and urinary tract.) pada anak.
TIU
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta didik memiliki pengetahuan tentang penyakit
kelainan kongenital ginjal dan saluran kemih (Congenital anomaly of the kidney and
urinary tract.) pada anak.
TIK
Setelah mengikuti pembelajaran CAKUT pada anak, peserta didik akan memiliki
kemampuan untuk:
1) Menjelaskan definisi dan klasifikasi CAKUT.
2) Mengetahui embriogenesis ginjal.
3) Mengetahui Epidemiologi CAKUT.
4) Mengetahui etiologi dan patogenesis CAKUT.
5) Menjelaskan gejala klinik CAKUT .
6) Mengetahui tata laksana CAKUT.
7) Mengetahui prognosis CAKUT
Pendahuluan
CAKUT dapat menyebabkan obstruksi secara fungsional maupun mekanik.
Obstruksi mudah terjadi ISK dan selanjutnya dapat terjadi gagal ginjal.
CAKUT dapat bersifat:
1) Single atau multiple disertai atau tidak disertai gangguan fungsi ginjal
2) Simtomatik atau asimtomatik
3) Sering bersifat herediter dengan kelainan kromosom resesif atau dominan
4) Kadang bersamaan kelainan kongenital lain
5) Kadang berhubungan dengan oligohidramnion(renal agenesis
Definisi
Congenital anomalies of the kidney and urinary tract (CAKUT) merupakan kumpulan
kelainan kongenital ginjal dan saluran kemih, baik struktural maupun fungsional, yang
dapat terjadi pada ginjal, collecting system, kandung kemih, atau uretra.
Klasifikasi CAKUT
Cakut Bagian Atas:
o Kelainan Pada Ginjal
1) Agenesis ginjal
2) Hipoplasia ginjal
3) Displasia ginjal
4) Polikistik ginjal
5) Horseshoe kidney, fused pelvic kidney
6) Ectopic kidney
o Kelainan Pada Ureter
1) Ureteropelvic obstruction
2) Atresia ureter
3) Ureteric stenosis
4) Ectopic ureter
5) Ureterocele
Epidemiologi CAKUT
Insidens 3–6 per 1000 bayi lahir.
Penyakit ginjal tahap akhir: 30-40% uropati obstruktif.
Jerman : 1990 to 2009 212,930 pasien RRT, CAKUT: 2.2%
Etiologi
Manifestasi Klinik
Diagnosis
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan fisik (Major & minor anomalies)
3) Pemeriksaan penunjang: Laboratorum dan pencitraan
Tujuan
TIU: Setelah mempelajari perkuliahan acute kidney injury pada anak, mahasiswa
diharapkan dapat menjelaskan definisi, etiologi dan patogenesis, gejala klinis dan
laboratorium, diagnosis, pengobatan, dan prognosis acute kidney injury pada anak.
Definisi
Acute kidney injury (AKI) adalah suatu keadaan penurunan mendadak fungsi ginjal yang
berakibat berkurangnya laju filtrasi glomerulus, berkurangnya produksi urine, dan meningkatnya
kreatinin serum dan metabolit sisa senyawa nitrogen lainnya secara mendadak sehingga terjadi
gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam- basa. Istilah AKI atau gangguan ginjal
akut menggantikan istilah gagal ginjal akut sebelumnya untuk melacak semua tahapan gangguan
ginjal akut dengan kriteria RIFLE (Risk -Injury- Failure- loss- End stage renal disease)
Diagnosis.
Anamnesis yang teliti dapat membantu menentukan penyebab primer AKI. Penyebab
prarenal apabila dijumpai gejala muntah, diare, dan demam akibat dehidrasi. Gejala dan tanda
glomerulonefritis akut mengarah ke penyebab renal seperti GNAPS, nefritis lupus atau Henoch
Schoenlein. Gejala dan tanda hemolitik mengarah ke penyebab renal sindrom uremik hemolitik.
Gejala dan tanda massa abdomen mengarah ke penyebab pasca renal misalnya trombosis vena
renalis, tumor ginjal, penyakit kista ginjal, atau uropati obstruktif. Menegakkan diagnosis
fungsional AKI dengan adanya oligouria atau anuria dan kreatinin serum tinggi; tetapi perlu
melacak diagnosis kausal AKI melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang lain untuk tujuan pengobatan kausal.
Pengobatan
Apabila seorang anak mengalami AKI tahap prerenal (hipovolemia) harus segera
diberikan resusitasi cairan sesuai penyebabnya agar fungsi ginjal dapat segera membaik. Pada
pasien dehidrasi karena diare diberikan cairan ringer laktat. Pada pasien renjatan hemorhagik
diberikan tranfusi darah dan pada pasien renjatan hipoalbuminemia diberikan infus albumin atau
plasma darah. Bila penyebab hipovolemia tidak jelas diberikan infus cairan isotonis natrium
klorida 0,9% atau ringer laktat 20 ml/kg dalam waktu 30–60 menit. Sesudah infus, biasanya
pasien yang sudah rehidrasi adekuat akan berkemih dalam waktu 2-4 jam dan apabila belum
berkemih perlu konfirmasi ulang status hidrasi pasien dengan kateterisasi kandung kemih atau
penentuan tekanan vena sentral. Apabila evaluasi klinis dan laboratoris menunjukan pasien sudah
terehidrasi adekuat tetapi masih tetap oligouria barulah diberikan terapi diuretik paksa bila tidak
sumbatan saluran kemih. Oleh karena itu, perlu konfirmasi dengan pemeriksaan ultrasonograf
dan atasi segera penyebab pasca renal pada seiap pasien dengan AKI. Diuresis paksa
menggunakan furosemid 2 mg/kg BB dengan kecepatan 4 mg/menit diberikan pada pasien
oligouria yang tidak responsif terhadap resusitasi cairan dan dapat diulang sampai dosis 5 mg/kg.
Apabila tidak ada peningkatan produksi urine maka furosemide harus dihentikan untuk
menghindari ototoksik. Untuk meningkatkan aliran darah ke korteks ginjal boleh diberikan
dopamin 5µg/kgBB/menit. Sebagai tambahan atau menggantikan furosemid dapat diberikan
manitol 20% dosis tunggal 0.5–1.0 g/kg BB secara intravena dalam waktu 30 – 60 menit dan
tidak boleh diulang walaupun tidak berhasil meningkatkan produksi urine untuk menghindari
risiko toksisitas. Pada beberapa pasien mungkin sulit membedakan oligouria yang terjadi masih
AKI prarenal atau sudah terjadi AKI renal (nekrosis tubuler akut). Untuk membedakannya dapat
dilakukan pemeriksaan urine. Pada keadaan prarenal (hipovolemia), osmolalitas urine > 500
o Hiperkalemia. Bila kadar kalium serum ≥ 5.5 mEq/L dapat diberikan kayexalat (Sodium
polystyrene sulfonate resin) rektal atau secara oral.
o Asidosis metabolik. Dapat diberikan natrium bikarbonat dengan rumus mEq NaHCO3
yang diperlukan = 0.3 x BB kg x (12 – kadar bikarbonat serum mEq/L).
o Hipokalsemi dan hiperfosfatemia dikoreksi dengan antasida kalsium karbonat per oral.
o Hiponatremia. Bila kadar natrium darah <120 mEq/l dapat diberikan infuse NaCl
hipertonik 3% dengan rumus mgE/l NaCl yang diperlukan = 0.6 x BB kg x (125 –kadar
natrium serum mEq/L).
o Hipertensi. Bila terjadi akibat beban cairan (hipervolemia) diberikan furosemid 1-2
mg/kgBB intravena dan dapat dikombinasi dengan kaptopril 0,3 mg/kgBB/hari dalam 2-3
dosis terbagi
o Kejang. Diberikan diasepam rektal 0,3 mg/kg BB (5 mg bila BB < 10 kg dan 10 mg bila
BB > 10 kg)
o Anemia. Tranfusi Pack red cell bila perdarahan akut
o Sepsis. Diberikan antibiotik spectrum luas yang tidak nefrotoksis.
o Tindakan dialisis bila terjadi asidosis berat, hiperkalemia, gejala dan tanda klinis serebral,
hipertensi berat, hipervolemia berat, atau gagal jantung kongestif yang tidak responsif
terhadap pengobatan di atas.
Prognosis.
Prognosis bergantung penyebab primernya. Kesembuhan umumnya dapat dicapai pada
penyebab prarenal atau pascarenal apabila segera dikoreksi adekuat sebelum terjadi kerusakan
ginjal. Kesembuhan pada penyebab renal seperti sindrom hemolitik uremik, nekrosis tubuler
akut, nefritis interstitialis akut, atau lainnya mungkin juga dapat dicapai walaupun tidak
sempurna, sedangkan kesembuhan pada penyebab primer glomerulonefritis progresif cepat,
trombosis vena renalis bilateral, atau nekrosis korteks ginjal bilateral mungkin sulit dicapai.
Tujuan
TIU : Setelah mempelajari perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, gejala klinis dan laboratorium,
diagnosis, pengobatan, dan prognosis chronic kidney disease pada anak.
Definisi :
Chronic Kidney Disease adalah suatu penyakit ginjal yang disebabkan oleh menurunnya
fungsi ginjal secara perlahan-lahan dan ireversibel yang mengakibatkan penumpukan toksin
uremia disertai gangguan keseimbangan air, elektrolit, dan asam basa.
Etiologi chronic kidney disease (CKD) pada anak berhubungan erat dengan umur anak
pada saat pertama kali CKD ditemukan. Pada anak < 5 tahun biasanya CKD terjadi akibat
kelainan anatomik ginjal dan saluran kemih seperti hipoplasia, displasia, obstruksi, atau
malformasi sedangkan pada anak berumur >5 tahun biasanya disebabkan oleh penyakit
glomerulus yang didapat seperti glomerulonephritis atau sindrom hemoltik uremik dan penyakit
herediter seperti sindrom Alport atau penyakit kista ginjal. Glomerulonefritis kronik menempati
urutan ketiga sebagai penyebab utama CKD dan merupakan 10% dari total penyebab CKD.
Patogenesis
Dengan tidak melihat penyebab primer kerusakan ginjal bila gangguan ginjal telah
menjadi kronik (CKD) sampai pada titik kritis perburukan fungsi ginjal maka tidak dapat
dihindari lagi progesivitas penyakit menjadi ESRD. Mekanisme pasti penurunan progresif fungsi
ginjal belum diketahui tetapi diduga beberapa faktor yang berperanan penting antara lain
gangguan imunologik yang terus berlangung, hiperfiltrasi hemodinamik pada glomerulus yang
masih sehat, asupan tinggi protein dan fosfat yang terus berlangsung, proteinuria persisten, dan
hipertensi sistemik.
Apabila fungsi ginjal mulai memburuk akan terjadi mekanisme kompensasi pada nefron
tersisa yang masih normal untuk mempertahankan homeostasis tubuh tetap berlangsung normal.
Namun demikian, bila LFG menurun sampai < 20% dari normal akan muncul kelainan
metabolik, kelainan biokimia, dan gejala klinis uremia.
Pada pasien yang mengalami CKD akibat penyakit glomeruler atau herediter telah dapat
diketahui penyakit primernya karena gejala klinis penyakit primer sudah muncul sebelum onset
perburukan fungsi ginjal. Perkembangan perburukan fungsi ginjal mungkin tidak tampak
,terutama pada kelainan anatomik, tetapi sudah ada gejala nonspesifik seperti sakit kepala, lelah,
letargi, anoreksia, muntah, polidipsia, poliuria, atau gagal tumbuh.
Pemeriksaan fisik mungkin tidak spesifik misalnya pasien kelihatan pucat dan
lemah, atau hipertensi. Pasien dengan kelainan anatomik mungkin progresivitas perburukan
fungsi ginjal terjadi perlahan-lahan selama beberapa tahun dan mungkin ditemukan pula
hambatan pertumbuhan dan riketsia.(tabel 1)
Pemeriksaan darah dilakukan rutin meliputi Hb (anemia), elektrolit (hiponatremia,
hiperkalemia, asidosis), ureum dan kreatinin, kadar kalsium dan fosfat, dan aktivtas alkali
fosfatase (hipokalsemia, hiperfosfatemia, osteodistrofi). Pemeriksaan berkala hormon paratiroid
dan foto tulang untuk melacak osteodistrofi. Evaluasi berkala status gizi termasuk pemeriksaan
kadar albumin serum, zink, transferin, asam folat, dan kadar fe.
Diagnosis
Diagnosis CKD dapat ditegakkan berdasarkan gejala penyakit primer dan gejala klinis
mulai sakit kepala, pucat, lelah, letargi, anoreksia, muntah, polidipsia, poliuria, sampai gejala
sindrom uremik disertai kadar ureum dan kreatinin serum meninggi, estimasi klirens kreatinin
menurun, hiponatremia,hiperkalemia,hipokalsemia, dan hiperfosfatemia. Pada pemeriksaan
radiologic mungkin didapatkan gambaran osteodistrofi ginjal.
Pengobatan
Prognosis
Prognosis CKD umumnya kurang baik karena insidens ESRD pada anak sekitar 20 per
juta populasi dan diharapkan tranplantasi ginjal dapat mempertahankan angka kehidupan anak.
Angka keberhasilan transplantasi ginjal pada anak dengan CKD umur > 5 tahun hampir sama
dengan orang dewasa. Kematian biasanya karena penyakit primer, dialisis dan tranplantasi.
1. Pediatric Nephrology. 4th ed, Eds. BarratTM, Avner ED, Harmon WE. Lippincott,
Williams& Wilkins. A Wolter Kluwer Co. 1999; 565-78.
2. Pediatric kidney disease 2nded. Ed. Chester M Edelmann, Jr. Little, Brown Co, Boston-
Toronto-London, 1992; 1737- 64.
3. Nelson Textbook of Pediatrics. 16th ed. Eds Behrman RE, Kliegman RM, dan Jenson.
HB. WB Saunders and Co. Philadelphia, London, New York, St Louis, Sydney,
Toronto, 2000; 1597-99.